BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak dan Lemak Minyak dan lemak terdiri dari trigliserida campuran, yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Minyak dan lemak termasuk salah satu anggota golongan lipid, yaitu lipid netral. Lipid itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelas, yaitu 1) lipid netral, 2) fosfatida, 3) spingolipid, dan 4) glikolipid. Semua jenis lipid ini banyak terdapat di alam (Ketaren, 1996). Gliserida dari berbagai asam lemak yang berbentuk padat pada suhu kamar disebut lemak dan berbentuk cair pada suhu kamar disebut minyak. Jadi gliserida yang memiliki titik leleh yang lebih tinggi disebut lemak dan yang memiliki titik leleh yang lebih rendah disebut minyak, dan ini tergantung pada sifat ester asam lemak (Ketaren, 1996). Asam lemak yang lebih tak jenuh memberikan ester dengan titik leleh lebih rendah. Asam yang lebih jenuh yang mengandung ester adalah titik leleh lebih tinggi. Sifat minyak ini membedakan dari minyak esensial dan minyak petroleum, tetapi hanya minyak lemak yang dapat diproduksi sabun. Minyak lemak diklasifikasikan lebih lanjut sebagai: a. Minyak Hewani: ini biasanya lemak, seperti tallow, lard dan yang berbentuk cair termasuk minyak ikan, minyak hati ikan, dll. b. Minyak nabati: seperti minyak jagung, minyak zaitun dll (Kamikaze, 2002; Ketaren, 1996 ) Minyak nabati terdapat dalam buah-buahan, kacang-kacangan, biji-bijian, akar tanaman dan sayur-sayuran. Dalam jaringan hewan, lemak terdapat di 5 Universitas Sumatera Utara seluruh badan, tetapi jumlah terbanyak terdapat dalam jaringan adipose dan tulang sumsum. Lemak tersebut jika dihidrolisis menghasilkan 3 molekul asam lemak rantai panjang dan 1 molekul gliserol (Ketaren, 1996). 2.2 Asam Lemak Asam lemak merupakan komponen dari minyak atau lemak yang digunakan untuk pembuatan sabun. Asam lemak dapat dikelompokkan berdasarkan panjang rantai, ada tidaknya ikatan rangkap dan isomer trans/cis. Berdasarkan panjang rantai asam lemak dibagi atas; asam lemak rantai pendek (short chain fatty acids, SCFA) mempunyai atom karbon lebih rendah dari 8, asam lemak rantai sedang mempunyai atom karbon 8 sampai 12 (medium chain fatty acids, MCFA) dan asam lemak rantai panjang mempunyai atom karbon 14 atau lebih (long chain fatty acids, LCFA). Semakin panjang rantai C yang dimiliki asam lemak, maka titik lelehnya akan semakin tinggi (Karo-karo, 2012; Tan dan Rahardja, 2008). Berdasarkan tingkat kejenuhan asam lemak dibagi atas asam lemak jenuh (saturated), seperti asam asetat, kaprilat, kaprat, laurat, miristat, palmitat, stearat dan asam lemak tak jenuh (unsaturated) yaitu tunggal yang mengandung satu ikatan rangkap (Mono Unsaturated Fatty Acid) seperti asam oleat. Ganda yang mengandung lebih dari satu ikatan rangkap (Poly Unsaturated Fatty Acid) seperti asam linoleat , asam linolenat (Karo-karo, 2012; Tan dan Rahardja, 2008). Berdasarkan bentuk isomer geometrisnya asam lemak dibagi atas asam lemak tak jenuh bentuk cis dan trans. Pada isomer geometris, rantai karbon melengkung ke arah tertentu pada setiap ikatan rangkap. Bagian rantai karbon akan saling mendekat atau saling menjauh. Jika saling mendekat disebut isomer 6 Universitas Sumatera Utara cis (berarti berdampingan), dan apabila saling menjauh disebut trans (berarti berseberangan). Asam lemak alami biasanya dalam bentuk cis. Isomer trans biasanya terbentuk selama reaksi kimia seperti hidrogenasi atau oksidasi. Titik leleh dari asam lemak tak jenuh bentuk trans lebih tinggi dibanding asam lemak tak jenuh bentuk cis karena orientasi antar molekul dengan bentuk cis yang membengkok tidak sempurna sedangkan asam lemak tak jenuh trans lurus sama seperti bentuk asam lemak jenuh (Karo-karo, 2012; Tan dan Rahardja, 2008). Komposisi atau jenis asam lemak dan sifat fisiko-kimia tiap jenis minyak berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sumber, iklim, keadaan tempat tumbuh, dan pengolahan. Komponen asam lemak yang biasanya terdapat dalam minyak dan lemak dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Asam lemak yang penting, terdapat dalam Minyak dan Lemak Jenis Asam Asam lemak jenuh Kaproat C:6:0 Kaprilat Kaprat C:8:0 C:10:0 Laurat C:12:0 Miristat C:14:0 Palmitat C16:0 Stearat C:18:0 Asam lemak tidak jenuh tunggal Oleat C:18:1 (9) Asam lemak tidak jenuh ganda Linoleat C:18:2 (9, 12) Linolenat C:18:3 (9, 12, 15) Sumber: (Ketaren, 1996) Sumber (asal) mentega, minyak kelapa, minyak kelapa sawit idem susu sapi dan kambing, minyak kelapa, minyak kelapa sawit susu, spermaseti, minyak laurat, minyak inti sawit, minyak kelapa minyak pala, susu ternak, dan lemak nabati; minyak babi dan minyak hiu terdapat dalam sebagian besar lemak hewani dan minyak nabati idem di sebagian besar minyak dan lemak minyak biji kapas, biji lin, biji poppy minyak perilla, biji lin 7 Universitas Sumatera Utara 2.3 Sabun Kosmetika yang paling tua yang dikenal manusia adalah sabun, bahan pembersih kulit yang dipakai selain untuk membersihkan juga untuk pengharum kulit. Sabun ditemukan oleh orang Mesir kuno beberapa ribu tahun yang lalu. Penggunaan sabun mulai meluas pada abad ke-18. Dewasa ini sabun dibuat praktis sama dengan teknik yang digunakan pada zaman dahulu. Lelehan lemak sapi atau lemak lain dipanaskan dengan lindi (natrium hidroksida) dan terhidrolisis menjadi gliserol dan garam natrium dari asam lemak. Pada zaman dahulu pembuatan sabun menggunakan abu kayu (yang mengandung basa seperti kalium karbonat) sebagai ganti lindi (lye = larutan alkali) (Formo, et al., 1979; Wasitaatmadja, 1997). Sabun cenderung mengendap karena adanya ion Ca dan Mg tetapi kadangkadang juga Fe dan Mn yang terdapat dalam air (disebut sebagai air sadah/hard water) yang akan mengurangi daya pembersih sabun (Anonim, 1994; Wasitaatmadja, 1997). Dalam proses pembersihan, tegangan permukaan harus berkurang sehingga air dapat mudah menyebar dan membasahi. Bahan kimia ini secara efektif disebut surfaktan. Surfaktan melakukan hal penting lainnya yang berfungsi dalam pembersihan, seperti melonggarkan, pengemulsi dan mengikat kotoran dalam suspensi sampai dapat dibilas. Surfaktan diklasifikasikan berdasarkan ionnya (muatan listrik) dalam air yaitu anionik (muatan negatif), nonionik (tanpa muatan), kationik (bermuatan positif) dan amfoterik (baik positif atau muatan negatif). Sabun adalah surfaktan anionik (Anonim, 1994). 8 Universitas Sumatera Utara Sabun berfungsi untuk mengemulsi kotoran–kotoran berupa minyak ataupun zat pengotor lainnya yang digunakan untuk mencuci dan membersihkan lemak (kotoran). Sabun bersifat ampifilik, yaitu pada bagian kepalanya memiliki gugus hidrofilik (polar), sedangkan pada bagian ekornya memiliki gugus hidrofobik (non polar). Oleh sebab itu, dalam fungsinya, gugus hidrofobik akan mengikat molekul lemak dan kotoran, yang kemudian akan ditarik oleh gugus hidrofilik yang dapat larut di dalam air (Brown, et al., 2010; Formo, et al., 1979; Anonim, 1994). Sabun dapat mengakibatkan efek lain pada kulit, misalnya daya alkalinisasi kulit, pembengkakan dan pengeringan kulit, denaturasi protein dan ionisasi, antimikrobial, antiperspirasi, dan lain sebagainya (Wasitaatmadja, 1997). Daya alkalinisasi sabun dianggap sebagai faktor terpenting dari efek samping sabun. Reaksi basa yang terjadi pada sabun konvensional, akan melepaskan ion OH sehingga pH larutan sabun berada antara 9 - 12 dianggap sebagai penyebab iritasi pada kulit. Bila kulit terkena cairan sabun, pH kulit akan naik beberapa menit setelah pemakaian meskipun kulit telah dibilas dengan air. Pengasaman kembali terjadi setelah 5 - 10 menit, dan setelah 30 menit pH kulit menjadi normal kembali. Alkalinisasi dapat menimbulkan kerusakan kulit bila kontak berlangsung lama, misalnya pada tukang cuci, dokter, pembilasan tidak sempurna, atau pH sabun yang sangat tinggi. Beberepa peneliti membuktikan bahwa sifat iritasi sabun tidak bergantung pada pH sabun tetapi pada lamanya sabun berada di kulit setelah dibilas dan bagaimana absorpsi kulit terhadap sabun (Wasitaatmadja, 1997). Cairan yang mengandung sabun dengan pH alkalis akan mempercepat hilangnya mantel asam pada lemak kulit permukaan sehingga pembengkakan kulit 9 Universitas Sumatera Utara akan terjadi lebih cepat. Besarnya kerusakan lapisan lemak kulit yang terjadi bergantung pada: temperatur, konsentrasi,waktu kontak, dan tipe kulit pemakai. Kerusakan lapisan lemak kulit dapat meningkatkan permeabilitas kulit. Sehingga mempermudah benda asing menembus ke dalamnya. Kerusakan lapisan lemak kulit dapat menambah kekeringan kulit akibat kegagalan sel kulit mengikat air. Pembengkakan kulit akan menurunkan pula kapasitas sel untuk menahan air sehinggga kemudian terjadi pengeringan yang akan diikuti oleh kekenduran dan pelepasan ikatan antarsel induk kulit. Penambahan sabun/deterjen dengan bahanbahan pelumas (superfatty) dapat mengurangi efek ini (Wasitaatmadja, 1997). Reaksi kimia sabun dapat mengendapkan ion kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) di lapisan atas kulit. Pada kulit yang kehilangan lapisan tanduk, pengendapan Ca2+ dan Mg2+ akan mengakibatkan reaksi alergi. Pengendapan ini diatas lapisan epidermis akan menutup folikel rambut dan kelenjar palit sehingga menimbulkan infeksi oleh kuman yang larut dalam minyak (Wasitaatmadja, 1997). Kekeringan kulit juga dibantu oleh penekanan perspirasi. Larutan nauril sulfat dapat menurunkan produksi kelenjar keringat antara 25 - 75%. Efek samping lain berupa dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak alergik, atau kombinasi keduanya. Sabun merupakan iritan lemah, Penggunaan yang lama dan berulang akan menyebabkan iritasi, biasanya mulai dibawah cincin yang tidak dicuci bersih (Wasitaatmadja, 1997)........ 2.3.1 Pembuatan Sabun Untuk industri sabun, pengetahuan tentang sifat-sifat berikut ini diperlukan untuk mendapatkan gambaran umum tentang kualitas lemak yang akan 10 Universitas Sumatera Utara digunakan dan karenanya harus dilakukan untuk pemilihan proporsi saat membuat produk sabun yang diinginkan. Cara uji minyak dan lemak menurut BSN (1998) terdiri dari kadar air, bilangan peroksida, bilangan iod, bilangan penyabunan, bilangan asam/asam lemak bebas/derajat asam, bilangan Reichert Meissell, bilangan Polenske. Sabun merupakan garam dari asam lemak dengan alkali (NaOH/KOH). Proses pembuatan sabun yaitu dengan mereaksikan basa natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun dapat dibuat dengan dua cara yaitu proses saponifikasi dan proses netralisasi. Pada proses saponifikasi minyak akan diperoleh produk sampingan yaitu gliserol. Proses saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan alkali, sedangkan proses netralisasi terjadi karena reaksi antara asam lemak bebas dengan alkali (Kamikaze, 2002). Secara umum reaksi pembentukan sabun adalah sebagai berikut: RCOOCH2 RCOOCH CH2OH + 3KOH → RCOOK + CHOH RCOOCH2 CH2OH Minyak (Lemak + Alkali → Sabun + Gliserol Sabun terbagi menjadi dua bagian yaitu sabun keras dan sabun lunak. Sabun keras ialah sabun yang menggunakan basa NaOH, sedangkan sabun lunak ialah sabun yang menggunakan basa KOH (Anonim, 1994). 2.4 Peran Asam Lemak dalam Sabun Sifat–sifat dari setiap produk sabun yang dihasilkan, ditentukan oleh komposisi dari asam-asam lemak yang digunakan. Komposisi asam–asam lemak yang sesuai dalam pembuatan sabun dibatasi panjang rantai dan tingkat 11 Universitas Sumatera Utara kejenuhan. Asam lemak yang digunakan dalam pembuatan sabun adalah yang memiliki rantai karbon berjumlah 12 - 18 (C12-C18). Sabun yang berkualitas baik yaitu sabun yang menggunakan bahan baku minyak kelapa sawit (palm oil) dengan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) dengan perbandingan 4:1. Dalam minyak kelapa sawit lebih dominan mengandung asam lemak rantai panjang dan minyak inti kelapa sawit lebih dominan asam lemak rantai sedang. Perbandingan ini dibutuhkan untuk menghasilkan sabun yang kualitasnya sesuai dengan yang diinginkan seperti stabilitas, mudah dibilas, kekerasan dan detergensi (Basiron, et al., 2000; Karo-karo, 2011). Beberapa jenis asam lemak bebas telah terbukti memiliki daya antibakteri sangat kuat terhadap bakteri tertentu. Secara umum, asam lemak jenuh yang paling aktif sebagai senyawa antibakteri adalah asam laurat (12:0), dan asam lemak tidak jenuh tunggal dan asam lemak tidak jenuh ganda/jamak yang aktif, yaitu asam palmitoleat (16:1) dan asam linolenat (18:3). Letak dan jumlah ikatan rangkap pada asam lemak C12-C22, lebih mempengaruhi aktivitas antibakteri asam lemak tersebut, dibandingkan pada asam lemak dengan jumlah atom C kurang dari 12. Konfigurasi geometri struktur asam lemak yang aktif (antimikroba) adalah bentuk cis, sementara bentuk isomer trans tidak aktif; dan asam lemak dalam bentuk ester mono alkohol mengakibatkan inaktivasi sifat antibakteri, sementara dalam bentuk ester poliol dapat meningkatkan aktivitas antibakterinya (Kabara, et al., 1972). Asam lemak rantai lurus jenuh dan asam laurat ditemukan menjadi salah satu dari asam lemak bakteriostatik paling ampuh saat diuji pada organisme grampositif. Kemanjuran asam laurat adalah sekitar 32 kali lipat dari monolaurin. Efek 12 Universitas Sumatera Utara dari asam laurat, dan monolaurin dengan kombinasi asam laktat memiliki efek sinergis terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Dalam studi yang dilakukan, juga menghasilkan efek bakterisida (Tangwatcharin dan Khopaibool, 2012; Kabara, et al., 1972). Setiap asam lemak memberikan sifat yang berbeda pada sabun yang dihasilkan. Sabun yang dihasilkan dari asam lemak dengan bobot molekul kecil akan lebih lunak daripada sabun yang dibuat dari asam lemak dengan bobot molekul besar. Asam lemak dengan rantai karbon lebih dari 20 memiliki kelarutan yang sangat rendah. Asam lemak dengan rantai karbon kurang dari 12 tidak memiliki efek sabun (soapy effect) dan dapat menimbulkan iritasi pada kulit, sementara Asam lemak dengan rantai karbon 12 - 14 memberikan fungsi yang baik untuk pembusaan sementara asam lemak dengan rantai karbon 16 - 18 baik untuk kekerasan dan daya detergensi (Karo-karo, 2011). 2.5 Sabun Mandi Sabun mandi padat merupakan garam natrium asam lemak yang digunakan sebagai bahan pembersih tubuh, berbentuk padat, berbusa, dengan atau tanpa penambahan lain serta tidak menyebabkan iritasi pada kulit. Sabun mandi yang dapat beredar di pasaran harus memiliki karakteristik seperti yang telah ditetapkan oleh BSN (1994) hanya mencakup sifat kimiawi dari sabun mandi seperti kadar air, total asam lemak, alkali bebas, asam lemak bebas, dan minyak mineral. Sabun konvensional yang dibuat dari lemak dan minyak alami dengan alkali saat ini, biasanya mengandung surfaktan, pelumas, antioksidan, deodoran, 13 Universitas Sumatera Utara warna, parfum, pengontrol pH, dan bahan tambahan khusus (Wasitaatmadja, 1997). Surfaktan adalah bahan terpenting dari sabun. Lemak dan minyak yang dipakai dalam sabun berasal dari minyak kelapa (asam lemak C12), minyak kelapa sawit (asam lemak C16-C18). Penggunaan bahan berbeda menghasilkan sabun yang berbeda, baik secara fisik maupun kimia. Pelumas digunakan untuk menghindari rasa kering pada kulit diperlukan bahan yang tidak saja meminyaki kulit tetapi juga berfungsi untuk membentuk sabun yang lunak, misalnya asam lemak bebas, gliserol, lanolin, paraffin lunak, dan minyak almond, bahan sintetik ester asam sulfosuksinat. Bahan-bahan tersebut selain meminyaki kulit juga dapat menstabilkan busa dan berfungsi sebagai peramas (plasticizers) (Wasitaatmadja, 1997). Antioksidan digunakan untuk menghindari kerusakan lemak, terutama bau tengik, dibutuhkan bahan penghambat oksidasi, misalnya stearil hidrazid dan butilhydroxytoluene (0,02 - 0,1%). Pengontrol pH dengan penambahan asam lemak yang lemah, misalnya asam sitrat, dapat menurunkan pH sabun (Wasitaatmadja, 1997). Deodoran dalam sabun mulai dipergunakan sejak tahun 1950, namun oleh karena khawatir efek samping, penggunaannya dibatasi. Bahan yang digunakan sebagai deodoran adalah TCC ( trichloro carbinilide). Pewarna sabun dibolehkan sepanjang memenuhi syarat dan peraturan yang ada, pigmen yang digunakan biasanya stabil dan konsentrasinya kecil sekali (0,01 - 0,5%). Titanium dioksida 0,01% ditambahkan pada berbagai sabun untuk menimbulkan efek berkilau. Isi sabun tidak lengkap bila tidak ditambahkan parfum sebagai pewangi. Pewangi ini 14 Universitas Sumatera Utara harus berada dalam pH dan wana yang berbeda pula. Setiap pabrik memilih bau dan warna sabun bergantung pada permintaan pasar atau masyarakat pemakainya (Wasitaatmadja, 1997). Dewasa ini dikenal berbagai macam sabun khusus. Berbagai bahan tambahan untuk memenuhi kebutuhan pasar, produsen, maupun segi ekonomi dapat dimasukkan kedalam formula sabun., misalnya 1) Sabun transparan yang menambahkan sukrosa dan gliserin, 2) Deodorant, yang menambahkan diklorofen, 3) Antiseptik (medicated) yang menambahkan bahan antiseptik, misalnya fenol, kresol, triklosan, triklokarban dan sebagainya, dan 4) Sabun bayi yang lebih berminyak (Wasitaatmadja, 1997). 2.6 Analisis Asam Lemak dalam Sabun Asam lemak dalam sabun dapat dianalisa dengan berbagai cara, yaitu dengan Spektroskopi infra merah, High Perfomance Liquid Chromatography (HPLC), Gas Chromatography (GC), dan Gas Chromatography–Mass Spectrometry (GC-MS), tetapi yang paling banyak digunakan adalah GC dan GCMS (Gandjar dan Rohman, 2012; Watson, 2005). 2.6.1 Gas Chromatography Kromatografi gas adalah suatu cara teknik pemisahan yang mana solutsolut yang mudah menguap dan stabil terhadap panas bermigrasi melalui kolom yang mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada rasio distribusinya. Suatu fase gerak berbentuk gas mengalir dibawah tekanan melewati pipa yang dipanaskan dan disalut dengan fase diam cair atau dikemas dengan fase diam cair yang disalut pada suatu penyangga padat. Analit tersebut dimuatkan ke bagian atas kolom melalui suatu portal injeksi yang dipanaskan, tempat analit 15 Universitas Sumatera Utara menguap. Analit ini kemudian berkondensasi di bagian atas kolom yaitu pada suhu yang lebih rendah. Suhu oven kemudian dijaga agar tetap konstan ataupun diprogram agar meningkat secara bertahap. Ketika sudah berada di dalam kolom, pemisahan suatu campuran yang terjadi bergantung pada lamanya waktu relatif yang dibutuhkan oleh komponen-komponen di dalam fase diam. Pemantauan efluen kolom dapat dilakukan dengan berbagai detektor (Gandjar dan Rohman, 2012; Watson, 2005). Dalam GC terdapat empat peubah utama, yaitu gas pembawa, jenis detektor, jenis kolom, dan fase diam, serta suhu atau kondisi suhu untuk pemisahan. Analisis asam lemak dalam sabun mandi dilakukan melalui 2 tahap, yakni tahap derivatisasi dan tahap analisis. Sebelum derivatisasi, dilakukan preparasi yaitu dengan menghidrolisis sabun dengan asam kuat, kemudian asam lemak yang dibebaskan diekstraksi dengan n-heksan. Derivatisasi dilakukan dengan cara mengubah asam lemak dalam bentuk metil ester asam lemak (fatty acid methyl esters) dengan menggunakan BF3 dalam metanol, BF3 adalah asam Lewis sebagai katalisator yang dapat menerima sepasang elektron sehingga pembentukan metanoat lebih cepat dan sempurna (Solomon, 1994). Analisis dilakukan menggunakan kolom kapiler yang panjang dengan fase diam berupa senyawa yang polar. Detektor yang dapat digunakan yaitu flame ionization detector (FID). Gas pembawa yang dapat digunakan yaitu helium, nitrogen, atau hidrogen. Analisis asam lemak dengan GC yaitu menggunakan standar asam lemak sebagai pembanding, dimana untuk mengidentifikasi komponen-komponen asam lemaknya dengan menyamakan waktu retensi sampel dengan waktu retensi standar (Panagan, et al., 2011; Gandjar dan Rohman, 2012). 16 Universitas Sumatera Utara 2.6.1.1 Derivatisasi pada Kromatografi Gas Terdapat berbagai senyawa yang tidak dapat dianalisis secara langsung dengan GC, baik karena volatilitasnya yang rendah atau karena senyawa tersebut mengekor dengan sangat parah, dan atau senyawa tersebut tertahan sangat kuat dalam fase diam. Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan derivatisasi analit menjadi derivatnya yang siap untuk dianalisis dengan GC (Gandjar dan Rohman, 2012) Derivatisasi merupakan proses kimiawi untuk mengubah suatu senyawa menjadi senyawa lain yang mempunyai sifat-sifat yang sesuai untuk dilakukan analisis menggunakan kromatografi gas. Alasan dilakukannya derivatisasi adalah Senyawa-senyawa tersebut tidak memungkinkan dilakukan analisis dengan GC terkait dengan volatilitas dan stabilitasnya, meningkatkan batas deteksi dan bentuk kromatogram, meningkatkan volatilitas, meningkatkan deteksi, meningkatkan stabilitas, dan meningkatkan batas deteksi pada penggunaan detektor tangkap elektron. Beberapa derivatisasi yang dapat dilakukan, yaitu esterifikasi, asilasi, alkilasi, sililasi, kondensasi dan siklisasi (Gandjar dan Rohman, 2012). Penelitian yang telah dilakukan terhadap berbagai jenis produk sabun untuk mengetahui karakteristik asam lemaknya, yang dilakukan di Nigeria dengan menggunakan GC. Prosedur yang dilakukan, sabun ditimbang dan dimasukkan kedalam labu kemudian ditambahkan metanol dan dipanaskan. Kemudian direfluks dan ditambahkan metanol-HCl (4:1). Setelah itu didinginkan dan ditambahkan n-heptan dan larutan garam. Kemudian dipisahkan bagian nonvolatil pada bagian bawah. Bagian volatil dimasukkan kedalam vial dan 17 Universitas Sumatera Utara diinjeksikan kedalam GC (Oghome, et al., 2012). Hasil analisis asam lemak dalam berbagai jenis sabun dapat dilihat pada Tabel 2.2, halaman 19. 2.6.2 Gas Chromatography–Mass Spectrometry Gas Chromatography (GC) merupakan teknik kromatografi paling awal yang dihubungkan dengan spektrometer massa. Kromatografi gas disini berfungsi sebagai alat pemisah berbagai komponen campuran dalam sampel sedangkan spektrometer massa berfungsi untuk mendeteksi masing-masing molekul komponen yang telah dipisahkan pada kromatografi gas (Watson, 2005). Spektrometer dalam GC-MS mampu menganalisis cuplikan yang jumlahnya sangat kecil dan menghasilkan data yang yang berguna mengenai struktur dan identitas senyawa organik. Jika efluen dari KG diarahkan ke spektrometer massa, maka informasi mengenai struktur untuk masing-masing puncak pada kromatogram dapat diperoleh. Cuplikan disuntikkan kedalam KG dan terkromatografi sehingga semua komponennya terpisah. Spektrum massa diukur secara otomatis pada selang waktu tertentu atau tengah-tengah puncak ketika keluar dari kolom. Kemudian data disimpan di dalam komputer, dan daripadanya kita dapat memperoleh hasil kromatogram disertai integrasi semua puncak (Gritter, et al., 1985). 18 Universitas Sumatera Utara Tabel 2.2 Distribusi asam lemak dalam sabun (%) yang berbeda Sabun Tipe Joy Mandi Lux Mandi As. As. As. As. As. As. As. As. Kaprilat Kaprat Laurat Miristat Miristoleat Palmitat Palmitoleat Stearat 10,98 2,84 0,37 24,99 1,57 13.40 As. Oleat 40.60 As. As. Linoleat Linolenat 4,47 - 0,22 0,58 7,27 5,05 - 26,70 1,70 12,06 41,51 4,89 - Jumbo tab Cuci 0,15 0,12 1,81 1,73 - 45,47 0,11 5,29 36,20 8,74 - Truck bar Cuci - - 0.14 3,97 0,28 31,73 2,17 15,47 43,89 2,35 - Medicated 0,55 0,43 9,27 3,88 - 40,48 - - 2,56 34,95 7,86 Tetmosol Medicated 0,57 0,34 4,31 4,99 - 29,11 1,79 15,64 39,35 3,74 0,17 - - 12,21 3,34 0,28 26,96 1,07 17,12 36.06 2,96 - Delta Carex Antiseptic Sumber: Oghome, 2012 19 Universitas Sumatera Utara 2.6.2.1 Spektrometri massa Spektrometri massa (MS) adalah alur kelimpahan (abundance) jumlah relatif fragmen bermutan positif berlainan versus massa per muatan (m/z atau m/e) dari fragmen-fragmen tersebut. Dalam MS, dihasilkan ion organik yang merupakan hasil penembakan elektron berenergi tinggi. Muatan ion dari kebanyakan partikel dideteksi dalam suatu MS adalah +1. Suatu molekul atau ion pecah menjadi fragmen-fragmennya bergantung pada kerangka karbon dan gugus fungsional yang ada. Oleh karena itu, struktur dan massa fragmen memberikan petunjuk mengenai struktur molekul induknya. Juga, mungkin seringkali untuk menentukan bobot molekul atau senyawa dari spektrum massanya (Supratman, 2010). Pada asam karboksilat, ester, keton, dan amida yang memiliki heteroatom, sistem π (biasanya ikatan rangkap) dan atom hidrogen yang terletak γ terhadap sistem C=O dapat terjadi penataan ulang Mclafferty. Ion penataan ulang adalah fragmen-fragmen yang asal usulnya tidak dapat dijelaskan dengan pemecahan sederhana dari ikatan pada ion molekul, tetapi hasil dari penataan ulang atomik intramolekular selama fragmentasi. Penataan ulang meliputi migrasi atom hidrogen pada molekul yang mengandung heteroatom. Contoh penataan ulang Mclafferty sebagai berikut. Y Y = H, R, OH, OR, NR2 (Supratman, 2010) 20 Universitas Sumatera Utara