Bab I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola makan vegetarian telah menjadi pola makan yang mulai banyak menjadi pilihan masyarakat saat ini. Vegetarian adalah orang yang hidup dari mengkonsumsi produk yang berasal dari tumbuhan (nabati) dengan atau tanpa susu dan telur, tetapi secara keseluruhan menghindari penggunaan daging, unggas dan hewan laut. Kelompok vegetarian yang hanya mengkonsumsi makanan nabati disebut vegan. Kelompok vegetarian yang mengkonsumsi makanan nabati dan susu hewani serta produk olahannya disebut lakto vegetarian, sedangkan kelompok vegetarian yang mengkonsumsi makanan nabati, susu dan telur serta produk-produk olahannya disebut laktoovo vegetarian ( Melina & Davis, 2003) Tidak ada data yang pasti mengenai jumlah orang yang memilih pola makan vegetarian. Hasil survei di beberapa negara menunjukkan adanya peningkatan jumlah orang yang memilih pola makan vegetarian dari tahun ke tahun. Penduduk Inggris yang bervegetarian dari tahun 1984 sebanyak 2,1%, meningkat hampir dua kali lipat pada tahun 2001 menjadi 4% (UK Vegetarian Society, 2001). Peningkatan juga terjadi di Amerika Serikat. Hasil survei oleh Vegetarian Resource group menunjukkan ada 2,3% penduduk Amerika Serikat yang vegetarian pada tahun 2008. Angka ini meningkat menjadi 3% yang vegetarian dan 1% yang vegan pada tahun 2009. Sebuah survei yang dilakukan oleh National Restaurant Association menunjukkan bahwa 20% pelanggan memilih makanan vegetarian ketika mereka makan di luar rumah ( Wardlaw & Hampl, 2007). Perkembangan vegetarian di Indonesia juga menunjukkan angka yang cukup pesat terutama dalam kurun waktu satu dekade terakhir. Hal ini terlihat dari meningkatnya rumah makan vegetarian yang berkisar enam puluhan pada tahun 1998 menjadi lebih dari tiga ratus rumah makan 1 2 pada tahun 2007. Jumlah vegetarian yang terdaftar pada Indonesia Vegetarian Society (IVS) saat berdiri pada tahun 1998 sekitar lima ribu orang yang kemudian meningkat menjadi tujuh puluh ribu anggota pada tahun 2009 (IVS, 2009). Angka ini hanya merupakan sebagian kecil dari jumlah vegetarian yang sesungguhnya karena tidak semua vegetarian mendaftar menjadi anggota IVS. Perkembangan yang sama juga terjadi di Yogyakarta. Jumlah rumah makan vegetarian pada awal tahun 2009 hanya ada empat rumah makan , meningkat menjadi dua belas rumah makan pada tahun 2011. Angka ini tidak termasuk rumah makan yang bukan khusus vegetarian tetapi yang juga menyediakan menu makanan vegetarian. Perkembangan yang cukup pesat ini menunjukkan semakin banyaknya orang yang memilih pola makan vegetarian di Yogyakarta. Jumlah vegetarian yang terdaftar pada Indonesia Vegetarian Society Yogyakarta ada tiga ratusan anggota pada tahun 2013 (IVS Yogyakarta, 2013). Seperempat dari jumlah itu mulai beralih menjadi vegan. Angka ini pun hanya merupakan sebagian dari jumlah vegetarian dan vegan yang ada di Yogyakarta. Salah satu alasan meningkatnya jumlah orang yang memilih pola makan vegetarian yaitu alasan kesehatan. Beberapa alasan lainnya mengapa orang memilih menjadi vegetarian antara lain karena kepedulian akan lingkungan dan kesejahteraan hewan, alasan ekonomi, pertimbangan etik, persoalan kelaparan dunia, dan alasan ajaran agama (ADA,2009). Penelitian menunjukkan adanya hubungan yang sangat erat antara pola makan dengan angka kejadian penyakit kronis. Beberapa penelitian epidemiologi menunjukkan keuntungan vegetarian dalam menurunkan risiko penyakit kronis dan degeneratif serta menurunkan angka kematian total (Sabate, 2003). Diet vegan rendah lemak yang dilakukan selama setahun dapat meningkatkan masukan unsur-unsur gizi yang dapat mengurangi resiko penyakit kronis seperti kanker, penyakit kardiovaskuler, diabetes dan beberapa penyakit degeneratif lainnya serta 3 menurunkan unsur makanan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit kronis (Dewel et al., 2008) . Keuntungan yang didapat dari pola makan vegetarian dikaitkan dengan tingginya kandungan serat, asam folat, vitamin C, kalium, magnesium, zat fitokimia, dan lemak tak jenuh ; dan rendahnya kandungan lemak jenuh dan kolesterol (Craig, 2009). Indeks massa tubuh (IMT) yang lebih rendah pada vegetarian dibanding non-vegetarian juga memberikan efek positif pada kelompok vegetarian. Penelitian Tohey et al. (1998) menunjukkan bahwa kadar lipid darah dan IMT pada kelompok vegan Africans American lebih rendah daripada kelompok lakto-ovo vegetarian. Hal yang sama juga ditunjukkan dari hasil penelitian di Amerika Latin. Dalam penelitian ini kolesterol total dan LDL kolesterol pada vegan 32% dan 44% lebih rendah dibanding kelompok nonvegetarian (De Biase et al., 1998). Obesitas merupakan faktor resiko yang signifikan untuk terjadinya penyakit kardiovaskular sehingga IMT yang lebih rendah pada vegetarian dan vegan merupakan faktor yang menguntungkan dalam menurunkan resiko terjadinya penyakit jantung (Davey et al., 2003). Pola makan vegetarian walaupun memberikan efek yang menguntungkan, namun rentan kekurangan asupan zat gizi yang lebih lengkap pada sumber makanan hewani yaitu protein, zat besi, dan vitamin B12 . Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan penyakit defisiensi zat gizi. Protein menjadi salah satu zat gizi yang masih dipertanyakan pemenuhannya pada vegetarian karena protein nabati adalah protein yang tidak komplet yaitu tidak mengandung satu atau lebih asam amino esensial. Namun dua jenis protein yang terbatas dalam asam amino yang berbeda, bila dimakan secara bersamaan di dalam tubuh dapat menjadi susunan protein komplet. Hal inilah yang harus menjadi perhatian dalam menyusun menu vegetarian ( Almatsier , 2009). Zat besi yang terdapat pada produk nabati disebut zat besi non heme yang mempunyai ketersediaan biologik sedang hingga rendah. 4 Adanya fitat dan oksalat yang banyak pada makanan nabati bersifat menghambat penyerapan zat besi non heme. Kekurangan zat besi dapat menyebabkan terjadinya anemia gizi besi (AGB) yang masih merupakan masalah gizi utama di Indonesia (Almatsier, 2009) . Defisiensi vitamin B12 pada vegetarian terutama vegan dapat terjadi karena sumber vitamin B12 terdapat pada produk hewani (Herbert, 1994). Vitamin B12 pada nabati sebagian besar bersifat analog yang tidak dapat berfungsi sebagai vitamin B12 dalam tubuh. Penelitian terhadap asupan gizi vegan yang dilakukan oleh Abdulla et al. (1981) menunjukkan konsumsi protein yang lebih rendah pada vegan. Asupan kalsium, natrium hampir sama dan asupan besi dan seng hampir dua kalinya. Asupan vitamin B12 lebih rendah pada kelompok vegan. Penelitian yang dilakukan oleh Haddad et al. ( 1999) menunjukkan bahwa asupan askorbat, folat, magnesium, tembaga, dan mangan secara signifikan lebih tinggi pada kelompok vegan dibandingkan dengan kelompok non vegetarian tetapi lebih rendah secara signifikan pada asupan vitamin B12. Penelitian terhadap wanita vegetarian di Australia menunjukkan rata-rata kadar feritin pada vegetarian lebih rendah dibanding non-vegetarian ( Ball & Bartlett , 1999). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Huang et al. (1999) terhadap mahasiswa di sebuah universitas di Taiwan menunjukkan asupan zat besi pada vegetarian sudah melebihi dari rekomendasi tetapi masih ditemukannya kasus anemia pada vegetarian terutama pada wanita. Penelitian terhadap asupan gizi dan status gizi vegetarian di Indonesia masih sangat sedikit. Belum banyak penelitian yang khusus meneliti asupan dan status gizi kelompok vegetarian di Indonesia khususnya di Yogyakarta. Beberapa kasus anemia pernah terjadi pada anggota komunitas Indonesia Vegetarian Society di Yogyakarta, namun belum ada penelitian pasti berapa jumlah kasus anemia dan defisiensi zat gizi pada komunitas vegetarian di Yogyakarta. Sebagian besar anggota IVS adalah mahasiswa dan karyawan yang mempunyai pola makan yang 5 tidak teratur dan tidak terencana dengan baik sehingga dapat meningkatkan resiko terjadinya defisiensi zat gizi. Di tengah meningkatnya kasus-kasus penyakit degeneratif dan semakin meningkatnya animo masyarakat untuk memilih pola konsumsi vegetarian, penelitian ini sangat penting untuk bisa memberi masukan bagi pemerintah, praktisi kesehatan , terutama praktisi vegetarian sendiri dalam merencanakan menu makanan agar dapat memenuhi kebutuhan gizi yang diperlukan tubuh. B. Rumusan masalah 1. Bagaimana perbedaan asupan zat gizi dan status gizi kelompok laktoovo vegetarian dan vegan? 2. Apakah ada hubungan asupan zat gizi vegetarian terhadap kadar protein serum, kadar serum feritin , dan kadar hemoglobin ? 3. Apakah ada pengaruh lama vegetarian terhadap status gizi vegetarian? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Menganalisis asupan zat gizi dan status gizi vegetarian serta faktorfaktor yang mempengaruhinya. 2. Tujuan Khusus a. Diketahui asupan zat gizi (energi, karbohidrat,lemak, protein, zat besi, seng, asam folat, vitamin B6, vitamin B12, vitamin C) pada kelompok lakto-ovo vegetarian dan kelompok vegan b. Diketahui status IMT lakto-ovo vegetarian dan kelompok vegan c. Diketahui kadar protein serum, kadar serum feritin, dan kadar hemoglobin lakto-ovo vegetarian dan kelompok vegan d. Diketahui hubungan asupan protein dengan kadar protein serum pada vegetarian e. Diketahui hubungan asupan protein, zat besi,dan vitamin C terhadap kadar serum feritin pada vegetarian. 6 f. Diketahui hubungan asupan protein, zat besi, seng, asam folat, vitamin B6, dan vitamin B12 dengan kadar hemoglobin pada vegetarian. g. Diketahui hubungan lama vegetarian dengan kadar protein serum, kadar serum feritin dan kadar hemoglobin pada vegetarian. D. Manfaat penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan yang penting bagi pemerintah khususnya departemen kesehatan dan pihak-pihak yang berkepentingan agar dapat memberi penyuluhan tentang pola makan yang benar dan sehat bagi masyarakat vegetarian baik karena gaya hidup maupun alasan ekonomi, agar tujuan pembangunan sumber daya manusia yang sehat dan peningkatan kualitas hidup manusia Indonesia dapat tercapai. 2. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan informasi ilmiah yang penting bagi para ahli gizi kesehatan, dokter dan tenaga kesehatan agar termotivasi ikut berperan serta memberikan konsultasi dan penyuluhan gizi vegetarian yang benar dan sehat kepada masyarakat vegetarian dan masyarakat umum yang membutuhkannya agar mereka dapat hidup lebih sehat. 3. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan tambahan informasi ilmiah tentang asupan gizi yang penting bagi kelompok vegetarian. E. Keaslian Penelitian 1. Haddad et al. ( 1999) dalam suatu penelitian yang berjudul : Dietary intake and biochemical,hematologic, and immune status of vegans compared with nonvegetarians, meneliti tentang asupan gizi, status gizi dan status imun pada vegan dibandingkan dengan yang non vegetarian . Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional. Hasil penelitian ini menunjukkan secara signifikan asupan gizi vitamin C, magnesium,tembaga dan mangan lebih tinggi pada 7 vegan dibanding non-vegetarian. Indeks massa tubuh vegan lebih rendah secara signifikan dibanding non-vegetarian. Konsentrasi serum ferritin lebih rendah pada laki-laki vegan tetapi tidak ada perbedaan pada status besi dan seng. Tidak ada perbedaan rata-rata nilai serum vitamin B12 dan konsentrasi methylmalonic acid pada kedua kelompok. Perbedaan penelitian ini dengan penulis adalah dalam pengambilan subjek penelitian dan pengukuran biokimia. Penelitian ini menggunakan subjek penelitian kelompok vegan dan non vegetarian di Amerika sedangkan subjek penelitian penulis hanya kelompok vegetarian di Indonesia. Perbedaan jenis makanan di Amerika dan Indoensia akan mempengaruhi asupan makanan subjek. Pengukuran biokimia penelitian ini juga mencakup pemeriksaan status imun, sedangkan penulis melihat kadar hemoglobin, serum ferritin , dan kadar total protein serum. 2. Larsson et al. (2002) dengan rancangan cross sectional meneliti tentang Dietary intake and nutritional status of young vegans and omnivores in Sweden. Penelitian ini menggunakan subjek 30 remaja vegan dan 29 remaja non vegetarian. Hasil penelitian ini menunjukkan remaja vegan lebih banyak mengkonsumsi sayuran, legum, dan suplemen dan lebih rendah konsumsi cake, biskuit, permen dan cokelat dibandingkan yang non-vegetarian. Asupan riboflavin, vitamin B12, vitamin D, kalsium dan selenium pada vegan lebih rendah dibandingkan AKG. Tidak ada perbedaan signifikan prevalensi status besi rendah pada vegan dan non-vegetarian. Perbedaan penelitian ini dengan penulis adalah dalam pengambilan subjek penelitian dan pengukuran biokimia. Penelitian ini menggunakan sampel penelitian remaja yang dibagi dalam kelompok vegan dan omnivora. Sedangkan penulis meneliti kelompok vegetarian pada usia produktif . Pengukuran biokimia penelitian ini mencakup pemeriksaan hemoglobin ,serum besi, feritin, total iron binding capacity, saturasi transferin, dan konsentrasi sel imun untuk 8 mengukur status besi. Selain itu juga dilakukan pengukuran serum vitamin B12 dan asam folat. Sedangkan penulis melihat kadar hemoglobin, feritin serum dan kadar total protein serum. 3. Huang et al. (1999) dalam sebuah penelitian yang berjudul : Nutrient intakes and iron status of healthy young vegetarians and nonvegetarians, meneliti tentang asupan gizi dan status besi pada orang dewasa vegetarian dibandingkan dengan non-vegetarian. Dengan sampel 35 orang vegetarian dan 32 non-vegetarian, penelitian ini menggunakan design penelitian yang sama dengan penulis yaitu cross sectional. Hasil penelitian menunjukkan kelompok vegetarian lebih rendah asupan lemak, protein, serat, vitamin A, besi,kolesterol dan sodium dibanding nonvegetarian. Tidak ada perbedaan signifikan pada asupan karbohidrat, thiamin, vitamin C, dan kalsium pada kedua kelompok. Meskipun asupan besi pada vegetarian lebih rendah dari non-vegetarian, tetapi sudah melebihi RDA di Taiwan. Ditemukan 6 vegetarian dan 1 nonvegetarian wanita yang menderita anemia. Perbedaan penelitian ini dengan penulis adalah penelitian ini mengkhususkan pada penelitian status besi sedangkan penulis mencakup status besi dan protein.