ESTETIKA BENTUK SEBAGAI PENDEKATAN SEMIOTIKA PADA PENELITIAN ARSITEKTUR Jolanda Srisusana Atmadjaja Jurusan Arsitektur FTSP Universitas Gunadarma ABSTRAK Penelitian karya arsitektur dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan, termasuk estetika bentuk. Bentuk arsitektur memunculkan citra tertentu. Telaah citra sebagai filosofi arsitektur dapat dilakukan melalui tinjauan terhadap unsur rupa dan prinsip desain pada bentuk bangunan. Dalam hal ini unsur rupa dan prinsip desain dianggap sebagai tanda. Dengan demikian estetika bentuk merupakan pendekatan semiotika dan keberadaan semiotik sebagai telaah tanda mampu mendukung penelitian tentang citra arsitektur menjadi lebih terarah, obyektif, struktural dan sistematis. Kata Kunci: unsur rupa, komposisi, citra, tanda PENDAHULUAN Pendekatan semiotika yang didasarkan pada kajian terhadap tanda-tanda telah berperan dalam penelitian arsitektur. Menurut van Zoest, semiotika adalah cabang ilmu yang mengkaji tanda dan mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses penggunaan tanda. Melalui pendekatan semiotik penelitian bersifat obyektif dan struktural karena didasarkan pada telaah kondisi fisik obyek penelitian yang ditempatkan sebagai kumpulan tanda berupa susunan elemen visual baik berupa bentuk, bahan, warna, dan sebagainya. Pendekatan semiotik mampu pula melatih kepekaan arsitek memantapkan filosofi desain dengan melalui pemilihan unsur rupa pendukung citra, di antaranya bentuk. Bentuk, dalam hal ini bentuk arsitektur, mencakup berbagai unsur rupa seperti bahan, warna, ruang, tekstur, dan sebagainya, yang memiliki karakter khusus. Karakter inilah yang membentuk ekspresi bangunan yang merupakan terapan filosofi desain dan didasari oleh prinsip tertentu, yaitu prinsip estetika. Dengan demikian estetika bentuk dapat merupakan pendekatan semiotika dalam penelitian arsitektur. Estetika dan Kedudukannya Dalam Perancangan Arsitektur Ishar (1992) menyebutkan ada 3 faktor utama yang menjadi pertimbangan dalam perancangan JURNAL DESAIN & KONSTRUKSI, VOL. 2, NO.2, DESEMBER 2003 52 arsitektur yaitu fungsi, struktur, dan estetika. Fungsi bangunan adalah cara bangunan dapat melayani pemakainya dalam suatu kegiatan yang mengandung proses. Bila dianggap sebagai alat, bangunan dapat bekerja, beroperasi, atau melayani manusia. Dalam fungsi terdapat pula tujuan, proses mencapai tujuan, bagianbagian dari proses kegiatan, juga hubungan dengan bagian-bagiannya. Bangunan berfungsi baik jika semua unsur diatur dengan baik sehingga tidak terjadi hambatan operasional. Struktur adalah susunan yang diatur mengikuti suatu cara tertentu. Dalam arsitektur struktur berarti bagian pokok bangunan yang tersusun menjadi kekokohan bangunan yang menentukan. Estetika dalam arsitektur adalah nilai yang menyenangkan mata dan pikiran yang berupa nilai bentuk dan ekspresi. Keindahan bentuk bersifat nyata, fisik, dapat diukur atau dihitung, sedangkan keindahan ekspresi bersifat abstrak. Keindahan bentuk memiliki dasar tertentu, yang disebut prinsip estetika seperti keterpaduan, keseimbangan, proporsi, dan skala. Keindahan ekspresi timbul dari pengalaman dan dalam arsitektur pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman melihat atau mengamati. Oleh karena yang dapat dilihat adalah bentuk, maka dalam arsitektur media untuk mendapatkan keindahan ekspresi adalah bentuk arsitektur. Dengan pengalaman mengamati, memasuki, menempati bangunan kita dapat merasakan sikap batin arsitek. Ada tiga syarat 53 penting untuk mencapai keindahan ekspresi, yaitu karakter, gaya, dan warna. Di samping itu ada juga keindahan perspektif dan keindahan struktur. Fungsi yang diekspresikan dengan jelas menimbulkan karakter. Struktur yang diekspresikan juga menimbulkan kesan indah jika diterapkan dengan cara yang tepat. Ketiga faktor di atas berpengaruh satu terhadap lainnya, sehingga diperlukan perencanaan yang menyeluruh dan utuh. Seperti telah diuraikan di atas estetika dipengaruhi oleh fungsi dan struktur. Dengan memenuhi persyaratan fungsi dan struktur, estetika dapat pula muncul. Keindahan muncul pula dengan pemenuhan prinsip-prinsip keindahan atau estetika, seperti keterpaduan, keseimbangan, proporsi, skala, dan sebagainya. Dengan demikian kedudukan estetika sangat menentukan dalam ekspresi bentuk arsitektur, sehingga untuk mendapatkan ekspresi yang sesuai dengan citra yang diharapkan muncul berdasar kepekaan memilih unsur rupa dan prinsip estetika yang diterapkan, diperlukan pengetahuan yang berkaitan dengan estetika bentuk. Unsur Rupa dan Prinsip Estetika Sebagai Aspek Estetika Bentuk Seperti telah disebutkan di atas pemilihan aspek estetika bentuk seperti unsur rupa dan prinsip estetika yang tepat akan mendukung citra yang diharapkan muncul. Pengetahuan tentang karakter unsur-unsur rupa dan penerapan prinsip estetika akan sangat bermanfaat untuk memenuhi tujuan citra tersebut. Berikut JURNAL DESAIN & KONSTRUKSI, VOL. 2, NO.2, DESEMBER 2003 ini adalah uraian tentang karakter unsur-unsur rupa seperti garis, bentuk, motif, tekstur, warna, juga prinsip-prinsip estetika seperti komposisi, keterpaduan, keselarasan, keseimbangan, proporsi, skala, irama, dan titik berat/penekanan. Unsur-unsur rupa meliputi garis, bentuk dasar, bahan, motif, tekstur, dan warna. Garis terbagi menjadi dua, yaitu garis lurus dan garis lengkung. Garis lurus terbagi menjadi garis vertikal, horizontal, dan diagonal. Garis vertikal mengekspresikan kekuatan, keagungan, kejantanan dan sifat resmi, serta mempunyai kecenderungan menunjukkan ketinggian ruang. Oleh karena itu penggunaan garis vertikal pada ruang berlangit-langit rendah dapat menimbulkan kesan ruang yang tinggi. Garis horisontal memberi kesan tenang, istirahat, cenderung melebarkan ruang, bersifat informal. Garis diagonal menimbulkan kesan gerak, membuat mata bergerak terus mengikutinya. Di samping ketiga macam garis lurus tersebut di atas, ada jenis garis lurus lain, yaitu garis patahpatah dan garis tak beraturan. Garis lengkung bersifat romantis. Garis lengkung yang berupa lingkaran, seperti motif balon dapat menimbulkan kesan gembira. Penggunaan unsur garis dalam ruang dapat menciptakan kesan tertentu yang berbeda-beda. Hal ini ditentukan oleh kombinasi jenis garis yang digunakan dalam ruang. Bentuk dasar terdiri dari tiga macam, yaitu bentuk lurus (kubus, segi empat), bersudut (segitiga, pira- mid), dan lengkung (lingkaran, bola, silinder, kerucut). Bahan yang kita manfaatkan dalam desain dapat menimbulkan kesan tertentu. Bahan logam menimbulkan kesan dingin, keras, padat. Bahan kayu berpori bisa menimbulkan kesan hangat. Bahan kaca yang bersifat tembus pandang dan memantulkan cahaya dapat memberikan kesan hidup dan ringan. Motif adalah ornamen dua atau tiga dimensi yang disusun menjadi pola atau ragam tertentu. Motif dapat dibentuk oleh tekstur dan bentuk. Susunan benda di dalam ruang juga merupakan suatu motif. Motif mempunyai arah gerak, maka penempatannya harus sejalan dengan irama ruang. Pemanfaatan terlalu banyak motif akan menimbulkan kesan kacau. Tekstur adalah halus kasarnya permukaan benda, baik yang dapat diraba maupun yang dapat dilihat. Tekstur kasar menimbulkan kesan maskulin. Tekstur halus mencerminkan hal-hal resmi dan anggun. Tekstur yang kasar dan tebal cenderung membuat ruangan lebih kecil dan sempit. Tekstur yang licin dan ringan menimbulkan kesan luas dan terang. Tekstur kasar membuat intensitas warna tampak lebih lemah dan redup. Tekstur licin membuat intensitas warna tampak lebih kuat. Warna dapat berperan untuk memperkuat bentuk dan mampu memberikan ekspresi kepada pikiran atau jiwa manusia yang melihatnya. Warna menentukan karakter. Warna dapat menciptakan suasana yang ki- ATMADJAJA, ESTETIKA BENTUK SEBAGAI ……. 54 ta harapkan. Beberapa karakter warna ditunjukkan Tabel 1. Tabel 1. Karakter Warna Jenis Warna Kuning Kuning Hijau Hijau Hijau Biru Biru Biru Ungu Ungu Ungu Merah Merah Jingga Jingga Kuning Abu-abu Biru Telur asin Biru Hitam Cokelat Hitam Ros Kulit Telur Ayam 55 Arti Bebas, Ceria Tenang, Menyegarkan Tenang, Ramah, Cendekia Angkuh, Mantap Keras, Dingin Sombong, Suka menghayal tanpa Kendali Tinggi, Ekstrim Tegang, Peka Panas, Melelahkan urat syaraf Gembira, Bergairah Lincah, Bergairah Menenangkan Dapat dimakan, Buah Menekan Menolak, Menghindar, Menjijikkan Ringan tangan, Mau menyambut tamu, Ramah. JURNAL DESAIN & KONSTRUKSI, VOL. 2, NO.2, DESEMBER 2003 Prinsip estetika meliputi komposisi/susunan, keselarasan, keterpaduan, keseimbangan, proporsi dan skala. Komposisi merupakan dasar yang penting untuk menghasilkan bentuk yang jelas, teratur. Susunan yang tidak teratur dapat menimbulkan kesan kurang nyaman. Keselarasan diciptakan oleh semua unsur dan prinsip estetika. Untuk mencapai keselarasan kita memanfaatkan unsur-unsur yang menunjang tema desain. Pemanfaatan unsur-unsur yang bervariasi dibutuhkan agar desain tidak monoton. Keterpaduan berarti tersusunnya beberapa unsur menjadi satu kesatuan yang utuh dan serasi. Dalam karya arsitektur harus ada keterpaduan dalam denah, tampak, dan potongan. Denah-bentuk-volume ruang interiornya dan komposisi eksteriornya harus diatur sedemikian hingga membentuk suatu keseluruhan yang harmonis Keseimbangan dapat menimbulkan ketenangan. Keseimbangan terbagi menjadi keseimbangan formal/keseimbangan simetris dan keseimbangan informal. Penempatan perabot dan penerapan jenis keseimbangan, antara lain ditentukan oleh ukuran, bentuk, warna dan tekstur, struktur ruang, dan suasana ruang. Keseimbangan simetris yang menimbulkan kesan statis dan tenang sesuai jika diterapkan pada struktur ruang simetris, ruang yang luas, dan bersuasana resmi. Keseimbangan asimetris sesuai jika diterapkan pada struktur ruang asimetris. Proporsi dan skala mengacu pada hubungan antar bagian dari suatu desain dan hubungan antara bagian dengan keseluruhan. Hubungan benda-benda dari berbagai ukuran dengan ruang menentukan skala. Ukuran dan bentuk ruang menentukan jumlah dan ukuran perabot di dalamnya. Pemanfaatan perabot yang tidak terlalu besar dan banyak dapat memberi kesan ruang yang luas. Bidang, warna, tekstur, dan garis memainkan peranan penting dalam menentukan proporsi. Warna cerah menimbulkan kesan seolah maju ke depan sehingga menyebabkan suatu bidang dengan warna cerah tampak lebih jelas. Tekstur yang memantulkan cahaya atau bidang yang bermotif juga akan menonjolkan suatu bidang. Garisgaris vertikal cenderung membuat suatu benda kelihatan lebih langsing dan lebih tinggi. Garis-garis horizontal membuat benda kelihatan lebih pendek dan lebar. Jenis skala adalah heroik, natural, dan intim. Skala heroik antara lain diperoleh dengan satuan unsur berukuran besar, lebih besar dari ukuran biasa, dengan bentuk yang sederhana, dengan ornamen yang relatif kecil, dengan pembagian yang relatif lebih banyak. Skala natural antara lain diperoleh dengan pemecahan masalah fungsional secara wajar, misalnya ukuran pintu, jendela, dan unsur-unsur lain menurut fungsinya sehingga bersifat wajar dan alamiah. Skala intim antara lain diperoleh dengan memakai ornamen yang lebih besar dari biasa, membuat pembagian yang lebih besar (garis ATMADJAJA, ESTETIKA BENTUK SEBAGAI ……. 56 pembagi bidang), unsur-unsur yang mudah dikenal yang biasanya besar, diperkecil, skema yang amat sederhana, bentuk datar, rata, horisontal. Irama dapat dicapai antara lain dengan garis yang tidak terputus, perulangan, gradasi, radiasi, pergantian. Garis yang tidak terputus mempunyai sifat mengalir. Perulangan garis, warna, bentuk, cahaya, tekstur, motif, ruang dapat menimbulkan kesan gerak. Radiasi/sebaran garis ke luar dari satu titik pusat dapat menimbulkan efek tertentu. Pergantian adalah irama yang dicapai dengan pergantian yang diulang seperti hitam putih, pendek tinggi, terang gelap. Dengan membuat penyimpangan dari irama bisa didapat variasi yang menarik. Jenis-jenis irama adalah pengulangan, irama progresif, irama terbuka dan tertutup, dan klimaks. Pengulangan adalah adanya suatu bentuk yang sama yang muncul berkali-kali dengan sifat yang sama dalam interval. Pengulangan bisa bersifat tetap dan pasti, dapat pula dengan perubahan. Irama progresif adalah tidak adanya bentuk yang sama atau jarak yang sama yang diulang. Semuanya berubah, tetapi perubahan yang teratur, sedemikian sehingga bentuk yang satu mirip dengan bentuk yang lain. Jarak yang satu dengan yang lain hampir sama. Irama progresif tumbuh karena menunjukkan gerak atau perubahan progresif, naik, turun, naik-turun, dan sebaliknya. Irama terbuka adalah pengulangan bentuk yang sama dengan jarak yang sama tanpa menentukan 57 suatu permulaan atau pengakhiran. Irama tertutup adalah pengulangan bentuk dan jarak yang sama dan dengan pemberian awalan dan akhiran yang lain bentuknya atau ukurannya lain atau jaraknya lain. Sedangkan klimaks adalah sebuah titik akhir irama. Titik berat/penekanan dalam desain sangat diperlukan agar desain tidak berkesan kacau. Karakter unsur rupa dan prinsip estetika yang antara lain diuraikan di atas dapat dijadikan acuan dalam kajian terhadap karya arsitektur melalui pendekatan semiotik, yang menjadikan aspek estetika bentuk tersebut sebagai kumpulan tanda. Estetika Bentuk Sebagai Pendekatan Semiotika Dalam Penelitian Arsitektur Kepekaan akan pengetahuan estetika bentuk yang berkait dengan karakter unsur rupa dan prinsip estetika berperan dalam usaha membentuk citra yang diharapkan muncul. Dalam hal ini pendekatan citra akan lebih bersifat obyektif, sistematis, dan struktural. Jika arsitektur ditempatkan sebagai obyek penelitian maka estetika bentuk akan menjadi pendekatan obyektif dalam meneliti filosofi arsitektur yang bersifat abstrak. Seperti telah diuraikan di bagian pendahuluan, dalam hal ini estetika bentuk digunakan sebagai pendekatan semiotik yang menempatkan unsur-unsur rupa sebagai kumpulan tanda. Citra yang merupakan filosofi arsitektur adalah aspek utama perancangan yang bersifat menyeluruh JURNAL DESAIN & KONSTRUKSI, VOL. 2, NO.2, DESEMBER 2003 dan mendasari setiap keputusan disain. Tema berkait erat dengan faktor citra. Aspek teknis yang menyangkut pemenuhan syarat fungsi dan struktur berkait pula dengan aspek citra baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian citra memiliki peran yang cukup penting terutama dalam mewujudkan disain yang khas, memiliki karakter khusus. Citra arsitektur yang khas akan menentukan eksistensi arsitektur sebagai lingkungan buatan di tengah lingkungan fisik dan budaya. Sebagai contoh sebuah pusat mainan anakanak yang menyiratkan citra dinamis diharapkan mampu menarik perhatian anak-anak. Citra ini diterap kan melalui penerapan warna primer, bentuk dan tata ruang, perabot yang dinamis, bahan dan struktur yang aman bagi anak-anak. Hal ini dapat menjadi kekhasan desain arsitektur tersebut. Uraian tersebut di atas memantapkan asumsi bahwa estetika bentuk sebagai pendekatan semiotik dalam penelitian arsitektur memiliki peran cukup penting dalam usaha pendukung citra yang merupakan jiwa desain dan menentukan eksistensi desain, baik dalam proses perancangan maupun telaah karya. sitektur menjadi lebih obyektif, sistematis, dan struktural. Estetika bentuk pada akhirnya menjadi pendekatan semiotik dengan adanya unsur rupa yang merupakan aspek estetika bentuk yang bersifat fisik. Dengan keberadaan estetika bentuk sebagai pendekatan semiotika pada penelitian arsitektur, penelitian citra dan usaha pencapaian citra yang khas dan khusus yang menentukan eksistensi desain arsitektur di tengah lingkungan fisik dan budaya menjadi lebih terarah. DAFTAR PUSTAKA H.K. Ishar, 1992. Pedoman Umum Merancang Bangunan. Gramedia. Jakarta. van Zoest, Aart dan Ani Sukowati. 1993. Semiotika. Sumber Agung. Jakarta. Wilkening, Fritz. 1988. Tata Ruang. Kanisius. Yogyakarta. PENUTUP Dengan pengetahuan akan estetika bentuk, nilai estetika yang bersifat abstrak akan mendukung aspek obyektif dalam penelitian karya arsitektur. Keberadaan semiotik sebagai telaah tanda mampu pula mendukung penelitian karya ar- ATMADJAJA, ESTETIKA BENTUK SEBAGAI ……. 58 59 JURNAL DESAIN & KONSTRUKSI, VOL. 2, NO.2, DESEMBER 2003