ANALISIS PERENCANAAN SISTEM TRANSMISI SERAT OPTIK CWDM JARINGAN UNIVERSITAS INDONESIA TERPADU (JUITA) Irvan Hardiyana Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia Email: [email protected] Abstrak Seiring dengan kemajuan dunia telekomunikasi saat ini, kemampuan peralatan telekomunikasi untuk menghantarkan informasi semakin canggih. Kecanggihan ini diiringi juga dengan kebutuhan dan permintaan informasi yang semakin besar sehingga memicu peningkatan kebutuhan bandwidth. Universitas Indonesia yang merupakan salah satu Universitas terbesar di Indonesia memiliki jaringan komunikasi tersendiri yang dikenal dengan Jaringan Universitas Indonesia Terpadu (JUITA). Untuk mengantisipasi adanya peningkatan kebutuhan bandwidth, JUITA membutuhkan perencanaan sistem transmisi serat optik yang sesuai dengan kondisi yang ada. Pada skripsi ini, akan dilakukan analisis perencanaan sistem transmisi serat optik CWDM Jaringan Universitas Indonesia Terpadu (JUITA), dengan melihat dari kecenderungan pertumbuhan kebutuhan bandwidth pada layanan Metro Ethernet JUITA yang meningkat dimulai dari periode tahun 2008 sebesar 98 Mbps sampai tahun 2012 yang mencapai 1023 Mbps atau 1,23 Gbps. Berdasarkan data yang diolah dengan metode regresi linier, diketahui bahwa adanya pola peningkatan kebutuhan bandwidth terhadap waktu. Perhitungan power link budget dan rise time budget digunakan untuk menentukan apakah perencanaan yang dilakukan sudah memenuhi kriteria untuk diimplementasikan di lapangan. Hasil yang didapat dalam proses perhitungan menunjukkan bahwa perencanaan ini telah memenuhi kriteria untuk diimplementasikan di lapangan. Hal ini dibuktikan dengan power link budget dapat menjangkau jarak tempuh transmisi sejauh 54 km, sedangkan jarak tempuh link JUITA sejauh 32,776 km sehingga tidak dibutuhkan penguat optik. Selain itu, power budget sistem perencanaan juga menghasilkan nilai yang sesuai yaitu daya yang dideteksi oleh detektor sebesar -19,238 dBm masih lebih besar dibandingkan sensitivitas pada penerima (-30 dBm). Sedangkan, pada nilai rise time budget perencanaan telah memenuhi nilai rise time sistem sebesar 1125 ps. Abstract Along with the progress of today's telecommunications world, the ability of telecommunications equipment to conduct information is more sophisticated. The sophistication is accompanied also by necessity and demand information getting to be a great. Its trigger bandwidth needs to increase. The University of Indonesia who is one of the largest universities in Indonesia has its own communications network known as the integrated network of the University of Indonesia (JUITA). In anticipation of an increase in bandwidth needs, JUITA requires planning optical fiber transmission system in accordance with existing conditions. In this thesis, would have done the analysis of fiber-optic transmission system planning CWDM, by looking at the trend of growth of bandwidth needs on Metro Ethernet service is increasing, starting from the 2008 period amounting to 100 Mbps until 2012 to reach the 1023 Mbps or 1.23 Gbps. Based on data that is processed by the method of linear regression, it is noted that the existence of a pattern of increased bandwidth needs with respect to time. Calculation power link budget and rise time budget used to determine whether the planning are appropriate to implemented. The result of calculation showed that this planning is appropriate to implemented. This is evidenced by the power link budget can reach as far as transmission mileage 54 km, while the distance traveled as far as JUITA link 32,776 km so that optical amplifier is not needed. In addition, power budget planning system also generates a value that corresponds to the power detected by a detector-19,238 dBm is still greater than the sensitivity in the receiver (-30 dBm). Meanwhile, the value of the rise time budget planning meets the value rise time systems of 1125 ps. Key Words: Bandwidth, CWDM, method of linear regression, rise time budget, power link budget Analisis perencanaan…, Irvan Hardiyana, FT UI, 2013 1. Pendahuluan Latar Belakang Seiring dengan kemajuan dunia telekomunikasi saat ini, kemampuan peralatan telekomunikasi untuk menghantarkan informasi semakin canggih. Kecanggihan ini diiringi juga dengan kebutuhan dan permintaan informasi yang semakin besar. Terlihat bahwa saat ini banyak masyarakat yang memanfaatkan aplikasi multimedia seperti transfer data, suara, dan video untuk memenuhi kebutuhannya akan informasi. Aplikasi ini tentunya membutuhkan suatu media transmisi yang dapat diandalkan baik dari segi kualitas sinyal yang baik, kecepatan waktu akses (no delay), keamanan data, area cakupan yang luas, maupun harga jual yang bersaing. Hal ini mendorong para penyedia layanan telekomunikasi menggunakan teknologi serat optik sebagai media transmisi. Teknologi serat optik sebagai media transmisi dirasakan sangat tepat untuk memberikan kinerja transmisi yang handal. Perkembangan teknologi serat optik sebagai media transmisi mengalami kemajuan yang sangat cepat. Jika sebelumnya, teknologi Plesiochronous Digital Hierarchy (PDH) mampu mentransmisikan data sampai kecepatan 140 Mbs. Kemudian, muncul teknologi Synchronous Digital Hierarchy (SDH) yang mampu mentransmisikan data lebih cepat lagi dengan kecepatan 155 Mbs hingga 10 Gbs. Saat ini mulai digunakan teknologi Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) yang dapat memberikan kecepatan transmisi data hingga 1 Tbs atau 1.000 Gbs. Selain itu, hadir teknologi Coarse Wavelength Division Multiplexing (CWDM) yang mirip dengan DWDM tetapi menawarkan harga yang lebih murah. Pada dasarnya, untuk menambah kecepatan transmisi di suatu jaringan dapat dilakukan dengan penambahan serat optik. Tetapi, hal ini sangat rumit dilakukan dan membutuhkan biaya yang relatif mahal. Cara lain yang lebih ekonomis dan mengacu pada masa depan adalah penggunaan teknologi Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) ataupun Coarse Wavelength Division Multiplexing (CWDM) yang memanfaatkan teknologi sebelumnya Synchronous Digital Hierarchy (SDH) yang sudah ada dengan melakukan pengintegrasian dimana sinyal-sinyal yang ada digabungkan (multiplexing). Universitas Indonesia yang merupakan salah satu Universitas terbesar di Indonesia memiliki jaringan komunikasi tersendiri yang dikenal dengan Jaringan Universitas Indonesia Terpadu (JUITA). Jaringan Universitas Indonesia Terpadu (JUITA) ini menghubungkan 12 gedung fakultas yang ada di dalamnya. Kebutuhan akan data di Universitas Indonesia setiap tahunnya selalu meningkat seiiring dengan meningkatnya jumlah mahasiswa yang ada di setiap fakultas. Dalam memenuhi kebutuhan data setiap fakultas ini, JUITA menggunakan media serat optik sebagai media transmisi pengiriman data. Untuk menjamin kepuasan pelayanan yang berkelanjutan akan kebutuhan data informasi di setiap fakultas, JUITA terus mengembangkan teknologi jaringan transmisinya. Untuk itu, pada jurnal ini akan dibahas tentang “Analisis Perencanaan Sistem Transmisi Serat Optik CWDM Jaringan Universitas Indonesia Terpadu (JUITA)”. Perumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang masalah yaitu adanya peningkatan kebutuhan bandwidth pada Jaringan Universitas Indonesia Terpadu (JUITA), maka permasalahan utama yang akan dibahas adalah membuat perencanaan sistem transmisi serat optik CWDM guna mengantisipasi kenaikan bandwidth yang terjadi dan menganalisa perencanaan tersebut guna mendapatkan sistem yang sesuai. Dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, berikut adalah langkah-langkah yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini, yaitu: 1. Mencari berapa besarnya nilai kebutuhan bandwidth pada Jaringan Universitas Indonesia Terpadu (JUITA) dari tahun 2008 sampai dengan 2012. 2. Menghitung proyeksi kebutuhan bandwidth pada JUITA sampai tahun 2018. 3. Membuat standar parameter yang ditetapkan dalam perencanaan sistem transmisi CWDM. Tujuan Tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah menganalisis perencanaan sistem transmisi serat optik CWDM Jaringan Universitas Indonesia Terpadu (JUITA) berdasarkan hasil prediksi hingga tahun 2018, kapasitas bandwidth, kehandalan margin sistem, dan menentukan apakah perencanaan yang dilakukan sudah memenuhi kriteria untuk diimplementasikan di lapangan berdasarkan hasil perhitungan power link budget dan rise time budget. Batasan Masalah Pembatasan masalah pada skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Pembahasan mencakup kebutuhan bandwidth pada layanan METRO Jaringan Universitas Indonesia Terpadu (JUITA). 2. Pembahasan mencakup analisis perencanaan aplikasi teknologi sistem transmisi serat optik Analisis perencanaan…, Irvan Hardiyana, FT UI, 2013 CWDM Jaringan Universitas Indonesia Terpadu (JUITA). 3. Data spesifikasi jenis serat optik dan komponen penunjang yang digunakan pada perencanaan ini, disesuaikan dengan standardisasi yang telah ditentukan oleh Universitas Indonesia. Metodologi Penulisan Tahapan-tahapan yang dilalui dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Studi Literatur yaitu studi kepustakaan, bukubuku, dan tulisan ilmiah yang mendukung baik dalam bentuk hardcopy maupun softcopy. 2. Diskusi yaitu melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing, pembimbing lapangan, dosen, dan teman yang berkaitan dengan masalah. 3. Studi Lapangan yaitu studi yang dilakukan langsung pada Jaringan Universitas Indonesia Terpadu (JUITA). 4. Studi Analisis yaitu studi analisi yang dilakukan pada data yang diperoleh selama melakukan penelitian di Jaringan Universitas Indonesia Terpadu (JUITA). gelombang yang dibangkitkan oleh carrier source. Pada umumnya, gelombang cahaya yang dibangkitkan ini dihasilkan oleh Laser Diode (LD) atau Light Emitting Diode (LED). Untuk menyalurkan daya gelombang cahaya yang telah termodulasi dari carrier source ke serat optik digunakan channel coupler. Kemudian, gelombang cahaya ini ditransmisikan ke dalam serat optik hingga sampai ke receiver (penerima) yang terletak pada sisi lainnya. Pada sisi receiver, gelombang cahaya ini akan diubah kembali kedalam bentuk sinyal elektrik oleh sebuah detektor dan dikuatkan kembali dengan adanya amplifier. Di dalam sisi receiver juga terdapat signal processor yang berfungsi sebagai tempat pemprosesan sinyal yang mengubah sinyal tertentu menjadi sinyal yang diinginkan baik analog atau digital. Selama proses transimisi sinyal dari transmitter menuju receiver sering terjadi redaman atau rugi cahaya di sepanjang kabel serat optik atau konektor-konektornya. Bila jarak tempuh antara transmitter dan receiver terlalu jauh akan digunakan Optical Amplifier (OA) sebagai penguat sinyal cahaya yang telah mengalami redaman. 2. Sistem Komunikasi Serat Optik Sistem komunikasi mengantarkan suatu informasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Untuk dapat mengantarkan suatu informasi dibutuhkan suatu media transmisi dimana media tersebut menjadi tempat jalannya informasi dari sumber ke penerima. Dalam sistem komunikasi serat optik, media transmisi yang digunakan adalah serat optik. Serat optik ini merupakan media transmisi yang terbuat dari kaca atau plastik yang mentransmisikan sinyal cahaya sebagai pembawa informasi. Prinsip kerja sistem komunikasi serat optik didasarkan pada prinsip pemantulan gelombang cahaya sebagai sinyal pembawa informasi yang memiliki panjang gelombang tertentu. Secara umum, blok diagram sistem komunikasi serat optik ditunjukkan seperti pada Gambar 2.1. Pada blok diagram sistem komunikasi serat optik terdapat 3 komponen utama, yaitu transmitter (pemancar), serat optik, dan receiver (penerima). Transmitter (pemancar) berfungsi sebagai tempat pemancar sinyal awal yang akan ditransmisikan pada serat optik dimana didalamnya terdapat modulator, carrier source, dan channel coupler. Pada awalnya, sinyal awal yang akan ditransmisikan berupa sinyal elektrik. Di dalam transmitter, sinyal ini diubah menjadi sinyal cahaya oleh modulator. Sinyal cahaya ini selanjutnya akan ditumpangkan ke sebuah Gambar 2.1 Blok diagram sistem komunikasi serat optik [1] 3. Coarse Wavelength Division Multiplexing (CWDM) Konsep Dasar CWDM Coarse Wavelength Division Multiplexing (CWDM) merupakan salah satu teknologi wavelength division multiplexing (WDM) yang memiliki channel spacing lebih lebar dibandingkan dengan DWDM. Berbeda dengan teknologi WDM lainnya, CWDM dapat menggunakan spektrum band yang lebih luas, tidak terbatas pada satu atau dua band saja. Selain itu, CWDM dapat digunakan baik pada serat optik jenis multimode ataupun singlemode walaupun memiliki jarak jangkauan sinyal yang lebih pendek dibanding Analisis perencanaan…, Irvan Hardiyana, FT UI, 2013 mendemultiplikasikan kanal-kanal panjang gelombang optik yang ditransmisikan menjadi kanal-kanal panjang gelombang seperti semula. Gambar 3.2 memperlihatkan bentuk multiplexer dan demultiplexer dua arah. DWDM. Teknologi CWDM diimplementasikan sebagai pengembangan transport data pada proses transmisi guna mempercepat transfer data dan meningkatkan bandwidth. Gambar 3.2 Bentuk multiplexer dan demultiplexer dua arah [2] Gambar 3.1 Konfigurasi sistem CWDM secara umum [2] Pada dasarnya, sistem CWDM merupakan sekumpulan transmitter sebagai sumber optik yang memancarkan cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-beda. Panjang gelombang yang berbeda-beda ini merupakan bentuk sinyal dari berbagai service yang akan disalurkan melalui serat optik. Sebelum disalurkan ke dalam serat optik, sinyal ini mengalami proses multiplexing di transmitter. Kemudian, pada sisi receiver, sinyal tersebut didemultiplexing kembali dan dipisahkan berdasarkan panjang gelombangnya masing-masing. Gambar 3.1 menunjukkan konfigurasi sistem CWDM secara umum. Teknologi CWDM berkembang dari keterbatasan pada sistem transmisi serat optik yang ada, dimana pertumbuhan trafik pada sejumlah backbone meningkat sangat pesat sehingga kapasitas bandwidth yang tersedia tidak mampu lagi mengakomodasi lonjakan trafik tersebut. Hal ini menjadi dasar pemikiran untuk memanfaatkan jaringan yang ada dibandingkan membangun jaringan baru yang tentunya akan menghabiskan biaya yang sangat besar. Selain itu, CWDM dapat diintegrasikan pada jaringan transport yang ada, termasuk Synchronous Digital Hierarchy (SDH). Oleh karena itu, teknologi CWDM yang beroperasi dalam sinyal dan domain optik memberikan fleksibilitas yang cukup tinggi untuk memenuhi kebutuhan kapasitas transmisi yang besar dalam suatu jaringan. 2. Gambar 3.3 OADM Subsystem [3] 3. Elemen Dasar Sistem CWDM Sistem CWDM terdiri atas elemen-elemen yang memiliki fungsi kerjanya masing-masing. Elemenelemen ini terdiri atas: 1. Wavelength multiplexer berfungsi untuk memultiplikasikan kanal-kanal panjang gelombang optik yang akan ditransmisikan ke dalam serat optik. Sedangkan, pada wavelength demultiplexer berfungsi Optical Add/Drop Multiplexer (OADM), Repeater, dan Amplifier OADM digunakan untuk melewatkan sinyal dan melakukan fungsi add dan drop panjang gelombang ke atau dari serat optik tanpa memerlukan terminal SDH lagi, dan proses tersebut terjadi di level optik. OADM diaplikasikan pada sistem long haul atau pada jaringan dengan topologi ring. Gambar 3.3 memperlihatkan OADM subsystem. 4. Serat Optik Serat optik yang digunakan pada sistem CWDM ini adalah teknologi serat optik ITU-T G.652.C yang dapat menghilangkan water peak pada panjang gelombang 1383 nm sehingga dapat membebaskan pita E untuk memperluas kapasitas pita yang digunakan. Serat optik Dispersion Shifted Fiber (DSF) yang pada DWDM tidak digunakan, pada sistem CWDM mulai digunakan karena memiliki nilai koefisien dispersi kromatik (D) mendekati nol di daerah panjang gelombang 1310 nm. Laser Pada sistem DWDM dibutuhkan teknologi laser Distributed Feedback (DFB) laser yang menghasilkan cahaya yang presisi dan sempit dengan toleransi panjang gelombang 0,1 nm. DFB laser ini membutuhkan pendingin karena Analisis perencanaan…, Irvan Hardiyana, FT UI, 2013 5. 6. pada saat bekerja menimbulkan panas. Sedangkan, pada sistem CWDM digunakan teknologi laser yang memiliki toleransi panjang gelombang sekitar 2 – 3 nm. Laser ini pun tidak menimbulkan panas sehingga tidak diperlukan pendingin. Selain itu, konsumsi daya yang ada relatif lebih rendah dibandingkan laser pada sistem DWDM. Tipe laser yang biasa digunakan ada dua, yaitu Direct Modulated CWDM Laser dan Vertical Cavity Surface Emitting Lasers (VCSELs). Tipe Direct Modulated CWDM Laser ini dapat menghasilkan bit rate 2,5 Gbps dengan harga yang rendah dan dapat menjangkau jarak sampai dengan 80 Km. Sedangkan, pada tipe laser VCSELs digunakan pada 10 GbE Wide Wavelength Division Multiplexing (WWDM) LAN yang bekerja pada panjang gelombang 850 nm atau 1310 nm dan sedang dalam proses pengembangan untuk mencapai bit rate 10 Gbps. Filter Filter CWDM diimplementasikan dengan menggunakan teknologi thin-film filter (TFF). Filter ini termasuk sebagai filter diskrit singlechannel dan didalamnya terintegrasi dengan multiplekser atau demultiplekser dengan empat atau delapan port panjang gelombang. Bermacam variasi dari filter ini dapat digunakan untuk mengimplementasikan sebuah multi-channel add drop multiplexer. Filter CWDM dapat dispesifikasi untuk transmisi satu arah pada jaringan dua serat optik atau untuk transmisi dua arah pada jaringan satu serat optik. Karena menggunakan proses thin-film dan material yang digunakan, stabilitas suhu pada filter CWDM sangat baik dimana menghasilkan suhu rata-rata dibawah 0,002 nm/oC. Receiver Receiver yang digunakan pada sistem multichannel CWDM pada intinya adalah sama dengan yang digunakan pada sistem DWDM. Pada bagian receiver digunakan PIN atau APD detector yang mendeteksi panjang gelombang ITU CWDM band. Keuntungan menggunakan PIN detector adalah harga yang murah dengan desain yang sederhana. Sedangkan, keuntungan menggunakan APD detector adalah dapat memperbaiki nilai sensitifitas 9 – 10 dB pada receiver. Spasi Kanal CWDM lain memiliki nilai yang berdekatan sesuai dengan kisaran panjang gelombang yang dapat dilalui pada serat optik yang digunakan. Perbedaan diantara 2 panjang gelombang yang dimultipleks ini merupakan spasi kanal. Panjang gelombang dari masing-masing sinyal yang dimultipleks juga memiliki nilai frekuensi yang berbeda-beda. Dengan kata lain, spasi kanal juga dapat diartikan dengan jarak frekuensi minimum diantara 2 sinyal yang dimultipleks. Amplifier optik dan kemampuan receiver dalam membedakan sinyal menjadi penentu spacing diantara 2 panjang gelombang yang berdekatan. Spasi kanal diperlukan untuk menghindari interferensi diantara sinyal-sinyal yang dimultipleks. Dalam prakteknya, peralatan sistem CWDM yang digunakan dikeluarkan oleh vendor yang beda-beda. Untuk itu, diperlukan suatu standardisasi mengenai spasi kanal agar diantara peralatan-peralatan yang digunakan dapat saling berkomunikasi. Gambar 3.4 berikut ini menunjukkan karakteristik spasi kanal. Gambar 3.4 Karakteristik spasi kanal [4] Faktor yang mengendalikan besar spasi kanal adalah bandwidth dan kemampuan receiver mengidentifikasi dua set panjang gelombang yang lebih rendah dari spasi kanal. Kedua faktor itulah yang membatasi jumlah gelombang yang melewati penguat. Saat ini terdapat dua pilihan untuk melakukan standardisasi, yaitu menggunakan spasi lambda atau spasi frekuensi. Hubungan antara spasi lambda dan spasi frekuensi adalah: ∆ = .......................................................... (3.1) Dimana: ∆ = spasi frekuensi (GHz) = spasi lambda (nm) λ = panjang gelombang daerah operasi c = 3 x 108 m/s Pada sistem CWDM, sinyal optik yang dimultipleks memiliki panjang gelombang yang berbeda-beda. Panjang gelombang yang dimultipleks ini satu sama Pada CWDM, jarak atau spacing antara satu kanal dengan kanal lain atau satu panjang gelombang Analisis perencanaan…, Irvan Hardiyana, FT UI, 2013 (lambda) dengan panjang gelombang lain umumnya berkisar 20 nm. Band Frekuensi Sistem CWDM memiliki spektrum band yang lebih luas, tidak terbatas pada satu atau dua band saja seperti yang digunakan pada sistem DWDM. Pada Gambar 3.5 menunjukkan band frekuensi kerja yang dapat digunakan pada sistem CWDM sesuai dengan standard ITU-T G.694.2. Pada gambar tersebut terlihat bahwa daerah band dibagi menjadi O-band, E-band, S-band, C-band, dan L-band. Sistem CWDM menggunakan serat optik yang berstandard ITU-T G.652.C. Serat optik ini tidak baik digunakan pada bagian E-band dikarenakan adanya water peak yang dapar menghasilkan atenuasi 2 dB/km atau lebih. Oleh karena itu, sistem CWDM menggunakan O-band, Sband, C-band, dan L-band sebagai daerah kerjanya. Gambar 3.6 Karakteristik Tipe Serat Berdasarkan Standar ITU [4] 4. Perencanaan Sistem Transmisi Serat Optik CWDM JUITA JUITA (Jaringan Universitas Indonesia Terpadu) Gambar 3.5 Wavelength grid sistem CWDM standard ITU-T G.694.2 [5] Karakteristik Redaman Serat Optik CWDM dan Jaringan Universitas Indonesia Terpadu (JUITA) sudah ada pada saat pertama kali Universitas Indonesia dibangun di Kota Depok. JUITA merupakan suatu kesatuan jaringan yang menghubungkan 12 fakultas yang berada di Universitas Indonesia. Jaringan ini juga menghubungkan dua tempat terpisah antara Universitas Indonesia yang berada di Depok maupun Salemba. Gambar berikut ini menunjukkan topologi jaringan Universitas Indonesia. Dispersi Untuk mendukung sistem yang mentransmisikan informasi dengan kapasitas tinggi, pemilihan serat optik yang tepat sebagai media transmisi juga perlu diperhatikan. Pada sistem DWDM digunakan Non Dispersion Shifted Fiber (NDSF) yang dikenal sebagai Standard Single Mode Fiber (SSMF) dan dibuat berdasarkan rekomendasi ITU-T G.652. NDSF memiliki nilai koefisien dispersi kromatik (D) mendekati nol di daerah panjang gelombang 1310 nm. Sedangkan, pada daerah 1550 nm koefisien dispersi maksimumnya adalah 18 ps/nm.km. Berdasarkan standard yang ditetapkan oleh ITU-T, karakteristik serat optik yang digunakan ditunjukkan pada gambar di bawah ini. Gambar 4.1 Topologi JUITA Pada Gambar 4.1 tersebut dapat terlihat bahwa terdapat core switch utama yang berada pada gedung Analisis perencanaan…, Irvan Hardiyana, FT UI, 2013 operasional PPSI di Fasilkom UI. Core switch utama ini berfungsi sebagai penghubung core switch atau router yang ada pada jaringan fakultas-fakultas. Jaringan Universitas Indonesia Terpadu (JUITA) mendapatkan interkoneksi internet dari empat sumber yaitu Moratel, Indosat, Telkom, dan OpenIXP. Sumber interkoneksi internet ini kemudian terhubung dengan core DMZ sebelum disalurkan ke core switch utama dimana core DMZ ini berfungsi sebagai sistem kontrol dan keamanan dari jaringan. JUITA terbagi menjadi tiga tempat lokasi daerah terpisah, yaitu jaringan JUITA Depok, jaringan JUITA Salemba dan jaringan JUITA Cikini. Pada masingmasing lokasi ini terdapat switch utama yang nantinya akan terhubung dengan masing-masing gedung-gedung didalamnya. 1. Jaringan JUITA Depok Jaringan JUITA Depok terdiri atas 15 grup jaringan utama yang saling terhubung dengan core switch utama. Grup utama tersebut memiliki switch atau router yang menghubungkan jaringan LAN didalamnya. Berikut adalah daftar 15 grup jaringan utama yang terdapat pada jaringan JUITA utama, yaitu jaringan Fakultas Teknik, jaringan PAU Rektorat, jaringan Fakultas Ekonomi, Jaringan Fakultas MIPA, jaringan Fakultas FIB, jaringan Fakultas Psikologi, Jaringan Perpustakaan Pusat, Jaringan FISIP, jaringan Fakultas Hukum, jaringan Gedung Pasca Sarjana, Jaringan PPSI, jaringan MIS, jaringan core switch lama, jaringan PPSI-C, dan jaringan CS-B. Pada JUITA Depok ini hanya jaringan Fakultas Teknik dan jaringan PAU Rektorat yang menggunakan router. Sedangkan, jaringan yang lain menggunakan switch. 2. Jaringan JUITA Salemba Jaringan JUITA Salemba terdiri atas dua jaringan utama, yaitu jaringan PPSI-MTI dan jaringan IASTH. Jaringan ini memiliki switch yang menghubungkan kepada jaringan LAN yang ada didalamnya. Pada jaringan PPSIMTI switch utamanya terhubung dengan MTI, Pasca pusat, Pasca FISIP, PPSI, FKG, FK, dan FISIP-Politik. Sedangkan, pada IASTH terhubung dengan MPKP, Pasca KWA, FE Ekstensi, Pasca Hukum, IASTH-2, MAKSI, dan GDLN-Client. 3. Jaringan JUITA Cikini Pada jaringan JUITA Cikini hanya terdapat switch utama Gedung Mochtar yang terhubung dengan switch Mikro-Biologi. Kebutuhan informasi yang meningkat menyebabkan meningkatnya kebutuhan bandwidth pada suatu jaringan telekomunikasi. Hal ini terjadi dikarenakan meningkatnya pengguna yang menggunakan fasilitas maupun fitur dari jaringan tersebut. Pada jaringan JUITA, kebutuhan bandwidth yang ada mengalami kenaikan dari periode semester ganjil tahun 2008 sampai dengan semester genap tahun 2012. Gambar 4.2 menunjukkan grafik peningkatan bandwidth yang terjadi pada JUITA sejak semester ganjil tahun 2008 hingga semester genap tahun 2012. 1200 1000 1023 800 778 BW 600 (Mbps) 612 450 400 370 285 315 215 185 200 0 98 1 2 2008 3 4 5 6 2009 2010 7 8 9 10 2011 2012 Tahun Gambar 4.2 Grafik Kebutuhan Bandwidth JUITA Data kebutuhan bandwidth dihitung sebanyak dua kali dalam setahun, yaitu dilakukan pada semester ganjil dan genap. Perhitungan ini dilakukan pada setiap bulan Juni dan Desember. Terlihat pada Gambar 4.2 bahwa penambahan bandwidth yang terbesar terjadi pada periode semester ganjil ke semester genap tahun 2012. Sedangkan, penambahan bandwidth yang terkecil terjadi pada periode semester genap tahun 2008 ke semester ganjil 2009. Pada semester ganjil tahun 2008, kebutuhan bandwidth JUITA sebesar 98 Mbps dan saat ini kebutuhan bandwidth mencapai sebesar 1023 Mbps atau 1,23 Gbps. Hal ini menunjukkan bahwa setiap tahunnya kebutuhan bandwidth pada JUITA mengalami peningkatan. Pada Tabel 4.1 ditunjukkan besarnya kebutuhan bandwidth yang terus meningkat hingga pada tahun 2012 dengan besar kebutuhan bandwidth adalah sebesar 1,23 Gbps. Tabel 4.1 Besar kebutuhan Bandwith tahun 2008 – 2012 Tahun Periode Kebutuhan Bandwidth JUITA Periode 2008 – 2012 Analisis perencanaan…, Irvan Hardiyana, FT UI, 2013 Besar Bandwidth (Mbps) Penambahan Bandwidth (Mbps) 2008 2009 2010 2011 2012 Ganjil Genap Ganjil Genap Ganjil Genap Ganjil Genap Ganjil Genap 98 185 215 285 315 370 450 612 778 1023 98 87 30 70 30 55 80 162 166 245 Tabel 4.2 Jarak kabel serat optik No. LINK (End-to-end) Jarak (KM) 1 PPSI – UI Salemba PPSI – PAU Rektorat PAU Rektorat – Fak. Teknik Fak. Teknik – FISIP FISIP – Fak. Hukum Fak. Hukum – PPSI Total 29,47 Panjang Kabel (KM) 29,47 0,423 0,423 1,27 1,27 1,03 1,03 0,348 0,348 0,235 0,235 32,776 32,776 2 3 Topologi Jaringan Serat Optik CWDM JUITA 4 Topologi jaringan dengan bentuk ring merupakan konfigurasi yang dipilih untuk diimplementasikan pada perencanaan ini, dengan mempertimbangkan kemampuan dalam memenuhi layanan yang ditawarkan sekaligus menciptakan kehandalan yang tinggi. Sedangkan, untuk jaringan PPSI-Depok dengan UI Salemba digunakan point-to-point untuk mengefisiensikan pemakaian kabel serat optik. Jadi, pada perencanaan ini digunakan dua jaringan yang berbeda dengan pusat terminal berada pada PPSIDepok. Gambar berikut ini adalah topologi jaringan yang digunakan pada perencanaan ini. 6 5 Flow Chart Perencanaan Flow chart perencanaan jaringan serat optik yang digunakan pada perencanaan jaringan serat optik CWDM JUITA dapat dilihat pada Gambar 4.4 berikut ini. Gambar 4.3 Topologi Jaringan CWDM JUITA Pada Gambar 4.3, PPSI-Depok dan PAU Rektorat merupakan jaringan utama (backbone) yang berfungsi sebagai pusat gerbang keluar optik yang akan menghubungkan ke antar jaringan lainnya. Masingmasing terminal yang terhubung pada JUITA memiliki jarak yang berbeda. Berikut adalah rincian jarak masing-masing terminal yang dapat dilihat pada Tabel 4.2. Analisis perencanaan…, Irvan Hardiyana, FT UI, 2013 Parameter perencanaan yang digunakan pada jaringan ini, disesuaikan dengan standarisasi yang berlaku di Universitas Indonesia sebagai penyelenggara pembangunan serat optik ini. Parameter perencanaan serat optik tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Parameter perencanaan Gambar 4.4 Flow chart perencanaan Penentuan Teknologi Transport CWDM Kebutuhan kapasitas kanal yang diprediksi pada JUITA didasarkan oleh berapa besar kebutuhan bandwidth terhadap waktu. Data prediksi kebutuhan kapasitas kanal ini dibutuhkan agar jaringan serat optik yang akan dibangun nantinya dapat digunakan untuk masa mendatang. Apabila ada penambahan kapasitas kanal JUITA, tidak lagi dilakukan pembangunan atau pemugaran jaringan yang ada, sehingga biaya pembangunan atau pemugaran jaringan dapat ditekan. Adapun kebutuhan kapasitas kanal berdasar prediksi bandwidth waktu JUITA untuk area Universitas Indonesia sampai dengan tahun 2018 dapat dilihat dalam pembahasan Bab 4.1, jika dikonversikan dalam format STM-4 dan STM-16 maka nilai konversinya sebagai berikut: • Bit rate dari STM-4 adalah sebesar 622 Mbps, maka apabila ingin menggunakan STM-4 didapatkan jumlah STM-4 sebesar: 1934,29 Mbps = • , = 3,11 ≈ 4 x STM-4 Bit rate dari STM-16 adalah sebesar 2,5 Gbps, maka apabila ingin menggunakan STM-16 didapatkan jumlah STM-16 sebesar 1 buah. 4.5 Parameter Perencanaan 5. Perhitungan Power Budget Dengan menggunakan data parameter pada Tabel 4.3, maka dapat dihitung power budget untuk perencanaan sistem komunikasi serat optik JUITA sebagai berikut: = − × − × !"# $ − % − % − &% = 9 – (0,15 x 12) – (0,5 x 32,776) – (0,05 x 21) – 9 = - 19,238 dBm. Detektor yang digunakan mempunyai sensitivitas hingga -30 dBm, dengan demikian daya yang sampai pada pendeteksi (-19,238 dBm) cukup untuk dapat dideteksi oleh Avalanche Photodiode. Dari hasil perhitungan menandakan bahwa tidak perlu dipasang Analisis perencanaan…, Irvan Hardiyana, FT UI, 2013 penguat optik dikarenakan sinyal tersebut dapat sampai di detektor optik dengan daya yang lebih besar dari -30 dBm (sinyal dapat terdeteksi oleh avalanche photodiode). • Jarak Maksimum Transmisi Tanpa Penguat Tujuan dari perhitungan ini adalah untuk mengetahui jarak transmisi maksimum serat optik apabila tidak menggunakan penguat (optical amplifier). Melalui perhitungan jarak maksimum yang mampu dicapai, maka dapat diketahui apakah link ini memerlukan penguat atau tidak. Perhitungan jarak maksimum transmisi tanpa penguat dapat dihitung sebagai berikut: %!% = %!% = 4. 5. '() '*)+, ×-, +. -. /. +0 –22,342,23– 2,3 %!% = 54,3 km ≈ 54 km. 6. Rise Time Budget Berdasarkan nilai rise time perangkat perencanaan pada Tabel 3.3, dapat diperoleh nilai rise time sistem. Dengan menggunakan persamaan dibawah ini, maka rise time sistem untuk STM-4 (622 Mbps) dengan format pengkodean NRZ adalah: 5%6% ≤ 0,7⁄:; 5? = 5 =@. B . = (3,5 ps/nm.km) x (1 nm) x (1,27 km) = 4,445 ps + 5 5C = D5 + 5C ? = D600 + 500 + 4,445 = 781,04 ps Link Fak. Teknik – FISIP tanpa menggunakan DCM 5? = 5 =@. B . = (3,5 ps/nm.km) x (1 nm) x (1,03 km) = 3,605 ps + 5 5C = D5 + 5C ? = D600 + 500 + 3,605 = 781,033 ps Link FISIP – Fak. Hukum tanpa menggunakan DCM 5? = 5 =@. B . = (3,5 ps/nm.km) x (1 nm) x (0,348 km) = 4,445 ps + 5 5C = D5 + 5C ? = D600 + 500 + 0,348 = 781,025 ps Link Fak.Hukum – PPSI tanpa menggunakan DCM 5? = 5 =@. B . = (3,5 ps/nm.km) x (1 nm) x (0,235 km) = 4,445 ps + 5 5C = D5 + 5C ? = D600 + 500 + 0,235 = 781,025 ps 6. Analisis Perencanaan 2,= 5%6% = 2> Prediksi Kebutuhan Bandwidth JUITA 2018 5%6% = 1125 ps Setelah dihitung nilai rise time sistem untuk format pengkodean NRZ, maka selanjutnya menghitung nilai rise time perencanaan tiap sublink sebagai berikut: 1. Link PPSI – UI Salemba tanpa menggunakan DCM 5? = 5 =@. B . = (3,5 ps/nm.km) x (1 nm) x (29,47 km) = 103,145 ps + 5 5C = D5 + 5C ? = D600 + 500 + 103,145 = 787, 81 ps 2. 3. Link PPSI – PAU tanpa menggunakan DCM 5? = 5 =@. B . = (3,5 ps/nm.km) x(1 nm) x (0,423 km) = 1,4805 ps + 5 + 5C 5C = D5 ? = D600 + 500 + 1,4805 = 781,03 ps Link PAU – Fak. Teknik tanpa menggunakan DCM Dengan berbagai faktor yang turut mendukung permintaan layanan Metro Ethernet seperti yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, kebutuhan layanan Metro Ethernet perlu diprediksi kedepannya. Prediksi ini penting untuk masukan perencanaan, baik bagi penyedia layanan maupun bagi operator. Perencanaan bagi penyedia layanan meliputi aspek pengadaan peralatan dan material, perencanaan jaringan, pengadaan SDM, pengorganisasian, rencana pemasaran, dan rencana pendanaan. Bagi operator, perencanaan meliputi perencanaan pemasaran, manajemen operasi dan monitoring serta anggaran. Pada bagian ini akan dilakukan prediksi jumlah bandwidth selama periode semester ganjil 2013 hingga semester genap 2018 mendatang pada area JUITA. Dalam memprediksi kebutuhan bandwidth JUITA, pertama didapatkan terlebih dahulu jumlah kebutuhan bandwidth per semester tiap tahunnya. Data ini kemudian diolah dengan membuat grafik antara jumlah Analisis perencanaan…, Irvan Hardiyana, FT UI, 2013 kebutuhan bandwidth dengan waktu. Dari grafik tersebut, akan didapatkan sebuah persamaan yang merepresentasikan data jumlah kebutuhan bandwidth per tahunnya. Selanjutnya grafik dari hasil data tersebut diprediksi dengan menggunakan regresi linear dengan metode least square. Dengan metode regresi linier didapatkan grafik prediksi kebutuhan bandwidth JUITA sampai dengan tahun 2018 sebagai berikut: 2500 2000 1934.29 1843.31 1752.27 1661.35 1570.37 1479.39 1388.41 1297.43 1206.45 1115.47 1023 1024.49 933.51 778 612 450 370 315 285 215 98185 1500 1000 500 0 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 Gambar 6.1 Grafik prediksi bandwidth JUITA Berdasarkan data yang telah diolah didapatkan bahwa kebutuhan bandwidth pada tahun 2018 mencapai 1934,29 Mbps atau 1,93429 Gbps. a. Jarak total link Jaringan JUITA adalah sebesar 32,776 km b. Jarak transmisi maksimum tanpa penguat adalah sebesar 54 km Dari keterangan di atas, dapat diketahui bahwa perencanaan jaringan serat optik ini tidak membutuhkan penguat (optical amplifier) karena sistem mampu mencapai jarak yang lebih jauh dibandingkan jarak total jaringan yang akan dibangun sehingga kebutuhan penggunaan perangkat pada sistem ini bisa menjadi lebih minim dan juga dapat mengurangi jumlah biaya yang dikeluarkan. Margin sistem berperan penting dalam perhitungan power link budget. Sebagai tambahan pada loss, biasanya ditambahkan margin yang berfungsi sebagai cadangan daya untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul pada link, seperti umur komponen, fluktuasi suhu, dan redaman-redaman yang muncul dari komponen yang akan ditambahkan suatu hari. Apabila nilai daya yang sampai pada pendeteksi dari hasil perhitungan lebih kecil dari nilai sensitivitas (Prx) pada perangkat, maka dapat dikatakan bahwa nilai margin masih dapat mengkompensasi redaman yang terjadi. Tetapi, pada perencanaan ini nilai daya yang sampai pendeteksi dari hasil perhitungan lebih besar dari nilai sensitivitas (Prx) pada perangkat. Hal ini membuktikan bahwa nilai margin yang ditetapkan sebenarnya tidak dibutuhkan untuk saat ini, tetapi margin ini tetap disertakan sebagai antisipasi adanya peningkatan loss di masa yang akan datang akibat dari peralatan yang digunakan. Analisis Power Budget Analisis Rise Time Budget Analisis power budget diperlukan untuk menjamin tingkatan daya terima pada receiver masih berada di atas minimum sensitivitas threshold sehingga sinyal informasi yang dikirim dapat diterima dengan baik oleh receiver. Hasil perhitungan power budget, menunjukkan bahwa daya yang sampai ke detektor optik adalah sebesar - 19,238 dBm, yaitu lebih besar dari sensitifitas minimum detektor sebesar -30 dBm. Dalam hal ini, power budget telah terpenuhi sehingga tidak perlu dipasang optical amplifier di tengah-tengah sambungan serat optik untuk memperkuat sinyal optik yang telah melemah. Setelah itu, hal yang perlu dihitung adalah jarak maksimum yang dapat ditempuh oleh jaringan serat optik apabila tanpa menggunakan penguat dengan merujuk pada parameter perangkat yang digunakan. Apabila jarak tempuh maksimum jaringan serat optik tersebut kurang dari jarak link perencanaan, maka sistem tersebut diperlukan penguat. Dari data parameter dan hasil perhitungan pada Bab 3, didapatkan: Gambar 6.2 di bawah ini menunjukkan grafik rise time budget perencanaan jaringan serat optik CWDM Jaringan Universitas Indonesia Terpadu (JUITA). 1200 Rise Time Budget 1000 800 600 400 200 0 1 2 3 4 5 Gambar 6.2 Rise time budget Analisis perencanaan…, Irvan Hardiyana, FT UI, 2013 6 Analisis rise time diperlukan untuk mengetahui apakah kinerja sistem secara keseluruhan telah tercapai ataukah belum, dengan menentukan keterbatasan akibat dispersi pada saluran transmisi dan memastikan bahwa sinyal yang sampai ke detektor masih dapat diterima dengan baik tanpa terjadi distorsi yang mengganggu pembacaan sinyal. Apabila nilai rise time telah terpenuhi, maka dapat dilanjutkan dengan menghitung biaya untuk pembangunan SKSO suatu perencanaan. Sesuai dengan hasil perhitungan di subbab 3.8 yang tercantum pada lampiran 6, dapat diketahui bahwa nilai rise time sistem adalah sebesar 1125 ps. Nilai rise time ini dijadikan pembanding nilai rise time setiap jalur perencanaan, sehingga dapat ditentukan apakah jaringan serat optik yang direncanakan sudah memenuhi syarat atau tidak. Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh bahwa nilai rise time budget untuk semua jalur berada pada nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan rise time budget sistem seperti terlihat pada Gambar 4.2 dimana bar yang berwarna merah adalah rise time budget dari sistem. Sedangkan, bar yang berwarna biru adalah rise time budget dari perencanaan. Pada grafik tersebut terlihat bahwa bar berwarna biru selalu berada dibawah bar berwarna merah. Hal ini berarti perencanaan yang dilakukan telah memenuhi syarat. Selain itu, pada perencanaan ini tidak diperlukan DCM sebagai kompensator dispersi sehingga meminimalisir biaya pembangunan. 7. Kesimpulan 1. Kebutuhan bandwidth Universitas Indonesia diprediksikan pada semester genap tahun 2018 adalah sebesar 1934,29 Mbps atau 1,93429 Gbps. 2. Perencanaan jaringan serat optik CWDM ini menggunakan teknologi transport STM-4 yang berjumlah 4 buah modul perangkat dengan bit rate 622 Mbps. 3. Topologi jaringan yang digunakan pada perencanaan ini adalah gabungan jaringan ring dan point-to-point dimana pada link jaringan UI Depok digunakan jaringan ring. Sedangkan, pada link jaringan UI Depok – UI Salemba digunakan jaringan poin-to-point. 4. Hasil perhitungan power budget, menunjukkan bahwa daya yang sampai ke detektor optik adalah sebesar - 19,238 dBm, yaitu lebih besar dari sensitifitas minimum detektor sebesar -30 dBm. Ini berarti pada perencanaan ini tidak diperlukan optical amplifier. 5. Jarak maksimum yang dapat ditempuh oleh jaringan serat optik apabila tanpa menggunakan penguat adalah 54 km dimana masih dapat menjangkau jarak total link jaringan JUITA sejauh 32,776 km. 6. Nilai rise time budget semua jalur memiliki nilai yang lebih rendah dari rise time budget sistem sebesar 1125 ps yang membuktikan bahwa sinyal yang sampai ke detektor masih dapat diterima dengan baik tanpa terjadi distorsi yang mengganggu pembacaan sinyal. 7. Perencanaan sistem transmisi serat optik CWDM Jaringan Universitas Indonesia Terpadu (JUITA) yang dilakukan telah memenuhi syarat dan dapat diimplementasikan. Daftar Acuan [1] “Komunikasi Serat Optik”. http://www.imambagibagi.blogspot.com. Tanggal akses 25 Nopember 2012. [2] Freeman, R.L. “Telecommunication Transmission Handbook”. Edisi ke-4, John Willey & Sons, Inc. Canada, 1998. [3] Recommendation ITU-T G.671. (2012), “Transmission Characteristics of Optical Components and Subststems”. [4] Leza, Yorashaki M. “Skripsi : Perbandingan Transmisi dengan Teknik DWDM dan CWDM pada Komunikasi Serat Optik”. Departemen Teknik Elektro Universitas Indonesia. 2011. [5] Recommendation ITU-T G.694.2. (2003), “Spectral Grids for WDM Applications: CWDM Wavelength Grid”. Analisis perencanaan…, Irvan Hardiyana, FT UI, 2013 Analisis perencanaan…, Irvan Hardiyana, FT UI, 2013