Inventarisasi Hama dan Penyakit Tanaman Bunga Matahari

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Bunga Matahari (Helianthus annuus Linnaeus)
Bunga matahari (Helianthus annuus L.) adalah tumbuhan asli dari daerah
Amerika Utara, Meksiko, Cili, dan Peru. Tanaman ini merupakan tumbuhan
semusim dari suku kenikiran (Compositeae atau Asteraceae).
Hingga kini
anggota genus Helianthus diperkirakan terdiri atas 67 spesies. Saat ini bunga
matahari merupakan sumber minyak sayur utama di dunia. Sejak dulu Rusia telah
menjadi produsen terbesar bunga matahari, diikuti oleh Argentina dan Amerika
Serikat, yang menempati posisi ketiga dalam produksi bunga matahari di seluruh
dunia (Berglund 2007). Sampai saat ini budidaya bunga matahari telah dilakukan
oleh negara-negara besar lainnya seperti Perancis, Hungaria, Cina, India, dan lainlain (CAB International 1995).
Hampir seluruh bagian tanaman bunga matahari dapat dimanfaatkan untuk
berbagai kebutuhan seperti pangan, industri, pakan ternak, tanaman hias dan
bahan tanaman obat, sehingga budidaya bunga matahari dikelompokkan
berdasarkan kegunaannya sebagai berikut (Anonim 2008):
Kultivar penghasil minyak. Bagian tanaman yang dimanfaatkan berupa
biji.
Biji bunga matahari jenis ini memiliki cangkang biji yang tipis.
Kandungan minyak biji matahari berkisar antara 48% hingga 52%.
Kultivar penghasil minyak dapat menghasilkan biji yang mengandung
asam oleat hingga 80%-90%.
Kelompok kuaci. Biji bunga matahari dibudidayakan untuk menghasilkan
bahan baku makanan ringan biji kuaci. Biji yang dihasilkan oleh kultivar
ini umumnya hanya memiliki kandungan asam oleat yang lebih kecil
(hanya 25%) bila dibandingkan kultivar penghasil minyak.
Kelompok pakan ternak. Tanaman dipanen dalam bentuk daun sebagai
pakan ternak atau pupuk hijau. Tanaman ini memiliki kandungan serat
yang cukup tinggi, kandungan lisin yang rendah, dan kandungan metionin
yang tinggi dibandingkan kedelai, sehingga dapat digunakan sebagai
4
pakan ternak. Kandungan protein tanaman bunga matahari sama dengan
rumput-rumputan tetapi lebih tinggi daripada jagung (Putnam et al. 1999).
Kelompok tanaman hias. Beberapa kultivar dari kelompok ini memiliki
berbagai variasi ukuran dan warna helaian mahkota bunga yang sangat
menarik dan umumnya memiliki banyak cabang yang menghasilkan
bunga.
Kelompok tanaman obat. Setiap bagian tanaman bunga matahari dapat
dimanfaatkan sebagai tanaman herba untuk mengobati penyakit seperti flu,
batuk, demam, sakit tenggorokan, menurunkan kolesterol tinggi, dan sakit
paru-paru.
Klasifikasi tanaman bunga matahari
Tanaman bunga matahari diklasifikasikan menurut CAB International
(2005) sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Domain
: Eukaryota
Phylum
: Spermatophyta
Subphylum : Angiospermae
Kelas
: Dicotyledone
Ordo
: Asterales
Familia
: Asteraceae
Genus
: Helianthus
Spesies
: Helianthus annuus Linnaeus
Bunga matahari (Helianthus annuus L.), merupakan tanaman perdu
semusim (herba annual) berbatang basah, umumnya berumur pendek atau kurang
dari setahun (Anonim 2008, CAB International 2005). Pohon berbatang tegak,
agak melengkung pada tanaman yang dewasa, seringkali tidak bercabang; tinggi
90- 400 cm; batang berdiameter relatif kecil, kurang dari 5 cm, dan berbulu kasar.
5
Bunga matahari jenis liar biasanya mempunyai banyak percabangan pada
batangnya dibandingkan dengan tanaman budidaya yang umumnya hampir tidak
atau jarang memiliki percabangan. Daun tunggal berbentuk jantung, berdiameter
terpanjang 15 cm dan lebar 12 cm. Tangkai daun relatif panjang berpangkal pada
batang pokok dengan susunan berhadapan.
Daun yang tumbuh kemudian,
berukuran lebih besar dan berbentuk oval, tepi daun bergerigi dan kedua
permukaan daun dilapisi rambut-rambut halus berkelenjar maupun tidak
berkelenjar, serta letak daun berseling dan tersusun spiral.
Bunga majemuk terletak di ujung batang, berbentuk tandan atau bongkol
yang tersusun pada dasar atau kepala bunga (reseptakel) berbentuk seperti cawan
dengan permukaan datar sampai cembung atau cekung berdiameter sampai 30 cm
(Anonim 2008). Bunga matahari dikenal berperilaku heliotropik, yaitu pada siang
hari permukaan bunga menghadap ke arah matahari dan pada malam hari bunga
tertunduk ke arah bawah. Susunan bunga pada cawan terdiri atas dua lapisan:
bunga steril terletak di sekeliling tepi luar cawan dengan helaian mahkota bunga
berbentuk pita berukuran panjang antara 10-15 cm dan bunga-bunga biseksual
berukuran kecil berbentuk tabung terletak di bagian tengah cawan dan tersusun
spiral melingkar dari pusat bongkol. Bunga bagian luar ini mudah gugur dan
memiliki warna helaian mahkota sangat menarik, yaitu kuning, kadang-kadang
putih, biru, oranye atau merah, sedangkan bunga-bunga kecil di bagian dalam
memiliki helaian mahkota bunga berwarna cokelat.
Setelah terjadi proses
pembuahan pada bunga kecil, maka akan terbentuk biji dengan kulit biji tipis, satu
lapisan endosperma, embrio lurus dan dua keping biji. Seluruh biji-biji tersebut
tersusun dalam kelompok di permukaan cawan dan kesatuan ini disebut sebagai
buah. Biji bunga matahari berbentuk seperti telur terbalik (bagian ujung agak
menyegi empat dengan ujung rompang dan bagian pangkal membulat). Ukuran
dan warna biji bervariasi seperti putih, krem, cokelat, ungu, hitam, atau putih
kelabu dengan garis hitam. Biji-biji yang sudah matang akan mudah dilepaskan
dari cawannya.
6
Syarat tumbuh
Tanaman bunga matahari sangat cocok tumbuh pada tanah berpasir hingga
tanah liat dengan pH berkisar dari 6,5 sampai 7,5 (Franzen 2007). Tanaman ini
tidak dapat hidup di daerah yang tergenang air karena perakarannya mudah
membusuk, sehingga memerlukan drainase yang baik.
Kebutuhan air selama
masa pertumbuhan tanaman umumnya berkisar antara 300 dan 700 mm, walaupun
hal ini bergantung pada kultivar tanaman, tipe tanah dan iklim. Curah hujan lebih
dari 1000 mm dapat meningkatkan resiko perendaman lahan serta kondisi
lingkungan tersebut mendukung timbulnya penyakit tanaman. Bunga matahari
akan lebih baik pertumbuhannya apabila ditanam di lahan terbuka dengan
penyinaran cahaya matahari langsung. Di daerah yang memiliki iklim empat
musim, hari cahaya panjang menyebabkan tanaman menjadi tinggi.
Pada saat pembentukan dan pematangan biji, tanaman memerlukan kondisi
udara yang kering untuk mendapat kualitas biji yang baik. Tanaman yang tumbuh
di daerah beriklim panas menghasilkan biji bunga matahari dengan kadar minyak
relatif rendah dengan komposisi asam linoleat yang rendah dan asam oleat yang
tinggi dibandingkan dengan biji yang diperoleh dari daerah beriklim dingin.
Budidaya
Bunga matahari umumnya dibudidayakan di daerah dingin hingga subtropis.
Di daerah tropis bunga matahari dapat tumbuh baik di dataran rendah hingga
dataran tinggi pada ketinggian hingga 1500 m dpl. dengan temperatur optimum
23-27 °C dan kelembaban yang relatif kering.
Bunga ini umumnya ditanam
sebagai tanaman hias di pekarangan rumah, paling subur tumbuh di daerah
pegunungan yang memiliki kelembaban udara cukup dan banyak mendapat sinar
matahari langsung. Tanah yang sesuai untuk pertumbuhan bunga matahari adalah
tanah berpasir hingga tanah liat, dengan drainase yang baik dan pH yang berkisar
antara 6,5 sampai 7,5 (Franzen 2007).
Tanaman H. annuus diperbanyak dengan biji. Benih berasal dari biji bunga
pertama induknya yang sudah tua. Benih sebaiknya disemai dahulu sebelum
ditanam. Penyemaian dalam skala besar dapat dilakukan dengan cara menabur
7
benih di atas tanah basah di dalam bedengan, sebaliknya untuk keperluan skala
kecil, benih cukup disemai pada media tanah di dalam pot. Benih ini mudah
berkecambah dan cepat membesar. Bibit baru dapat dipindahkan ke lokasi tanam
bila tingginya telah mencapai 15-20 cm, biasanya memerlukan waktu semai 10
hari. Satu bibit ditanam dalam satu lubang, dengan jarak tanaman 1 m2. Jika
jarak tanaman terlalu rapat, batang tidak akan berkembang optimal maupun
bercabang, ukuran bunga kecil bahkan kerdil.
Bibit sebaiknya ditanam pada tanah gembur. Pada awal tanam, setiap 3 kg
pupuk kandang (kotoran ayam, kotoran kambing, kotoran lembu) per tanaman
ditaburkan di sekeliling bibit.
Pemupukan diulangi setelah tanaman berumur
sebulan ditambah dengan 25 gram pupuk ZA per batang. Dua minggu kemudian,
ditambahkan 15 gram TSP per batang. Selama pemeliharaan tanaman, saluran
pembuangan air harus diperiksa supaya tidak terjadi genangan air, sehingga tidak
mudah terserang hama maupun penyakit. Pada saat tanaman berumur 2 bulan
sudah mulai terbentuk kuncup bunga pada batang utama, kemudian diikuti
tumbuhnya kuncup pada cabang-cabang yang terletak pada ruas-ruas daun di
bawahnya. Satu batang tanaman bisa menghasilkan 10-12 tangkai bunga.
Penyiraman setidaknya dilakukan satu kali sehari. Hiasan mahkota bunga
matahari mampu menarik serangga yang turut membantu proses penyerbukan
untuk menghasilkan biji bagi perbanyakan dan pertumbuhan anak benih baru.
Manfaat dan kandungan kimia tanaman bunga matahari
Di Amerika Utara, bunga matahari dikenal sebagai tanaman bunga penghias
pinggiran kota yang mempunyai nilai estetika tinggi dan tetap indah meski
disimpan dalam pot. Bunga matahari selain dikenal sebagai tanaman hias sering
dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Setiap bagian tanaman memiliki khasiat
sebagai berikut:
a) Bunga: antipiretik, hipotensif, menurunkan tekanan darah, mengurangi
rasa nyeri (analgetik), nyeri haid (dysmenorrhoe), nyeri lambung (gastric
pain), sakit kepala, sakit gigi, sakit perut, tekanan darah tinggi, radang
payudara (obat luar), radang persendian (obat luar), kosmetik (mencegah
penuaan dini), dan sulit melahirkan.
8
b) Akar: Anti inflamasi, analgesik, antitusif, diuretic, batuk, batu ginjal,
bronkhitis, keputihan (leucorrhoe), anti radang, peluruh air seni, pereda
batuk, dan menghilangkan nyeri.
c) Daun: Anti inflamasi, analgesik, antipiretik, anti radang, mengurangi rasa
nyeri, dan anti malaria.
d) Biji: Anti disentri berdarah, membangkitkan nafsu makan, lesu, sakit
kepala, merangsang pengeluaran cairan tubuh (hormon, enzym, dll.), dan
merangsang pengeluaran campak (measles).
e) Sumsum dari batang dan reseptakel: Merangsang vitalitas energi,
menenangkan
liver,
merangsang
pengeluaran
air
kemih,
menghilangkan rasa nyeri pada waktu buang air kemih, nyeri lambung,
air kemih bedarah (hematuria), ari kemih berlemak (chyluria), kanker
lambung, kanker esophagus dan malignant mole. Sumsum dari batang dan
dasar bunga (reseptakel) mengandung hemiselulosa yang menghambat
penyakit sarcoma 180 dan Ehrlich ascitic carcinoma pada tikus (Anonim
2008).
Bagian tanaman bunga matahari mengandung berbagai komposisi bahan
kimia yang bermanfaat untuk kesehatan sebagai berikut (Anonim 2007):
a) Bunga:
quercimeritrin,
(flavon
glikosida),
sianidinmonoglukosida
(antosian glikosida), xantofil, kholina, betaina, sapogenin, helianthoside AB-C, oleanolic acid, echinocystic acid.
b) Biji: protein globulin, albumin, glutolin, asam amino esensial, betasitosterol, prostaglandin E, chlorogenic acid, quinic acid, phytin, dan 3,4benzopyrene. Di dalam 100 g minyak biji bunga matahari atau 100 g
lemak total terkandung 9,8 g lemak jenuh dan lemak tidak jenuh yang
terdiri atas 11,7 g asam oleat, 72,9 g asam linoleat, dan kolesterol.
c) Buah: lemak, kolin, lesitin, betaina, dan zat samak.
d) Sumsum dari batang dan reseptakel mengandung hemicellulose yang
menghambat sarcoma 180 dan Ehrlich ascitic carcinoma pada tikus.
Biji bunga matahari sering dimanfaatkan sebagai bahan pokok dalam
pembuatan makanan ringan yang dikenal dengan ”kuaci”, dan saat ini semakin
banyak dikonsumsi dan disukai sebagai makanan cemilan oleh penduduk modern
9
Amerika (Chase 2005, Stern 2006). Biji bunga matahari yang kaya protein dan
lemak secara luas digunakan oleh penduduk asli Amerika sebagai sumber buah
kering yang diolah lebih lanjut menjadi tepung dan diketahui mampu memenuhi
kebutuhan pangan untuk bahan tambahan dalam pembuatan roti.
Selain itu,
tanaman bunga matahari dibudidayakan secara komersial sebagai penghasil
minyak sayur dan mentega setelah dibersihkan dari sekam dan diekstrak dari
bijinya (Stern 2006).
Hama dan Penyakit Tanaman Bunga Matahari
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) seperti hama dan penyakit,
seringkali menjadi kendala dalam budidaya tanaman setiap komoditas pertanian.
Berbagai jenis serangga hama tanaman bunga matahari telah dilaporkan di
Amerika Utara, di antaranya adalah kepik hijau Nezara viridula (Linn.)
(Hemiptera: Pentatomidae) dan ulat penggerek Helicoverpa armigera (Hbn.)
(Lepidoptera: Noctuidae) yang merupakan hama utama pada bagian biji dan
wereng daun Amrasca biguttula biguttula Ish. (Homoptera: Cicadellidae) serta
ulat gerayak Spodoptera litura (Fbr.) (Lepidoptera: Noctuidae) yang merupakan
hama minor pada bagian daun maupun bunga matahari (Hill 1987). Ulat bulu
Amsacta transiens Wlk. (Lepidoptera: Arctiidae), Clostera restitura (Wlk).
(Lepidoptera:
Notodontidae),
Euproctis
virguncula
Wlk.
(Lepidoptera:
Lymantriidae), ulat kantung (Lepidoptera: Psychidae), ulat jengkal (Lepidoptera:
Geometridae), dan belalang Oxya sp. (Orthoptera: Acrididae), dapat dijumpai di
pertanaman bunga matahari, walaupun diduga tanaman ini bukan merupakan
inang utamanya.
Penyakit yang ditemukan pada tanaman bunga matahari adalah layu
fusarium (Fusarium sp.), bercak daun (Choanephora sp. dan Curvularia sp.),
busuk bunga (Rhizopus sp.), dan hawar alternaria (Alternaria sp.). Namun, hanya
busuk bunga (Rhizopus sp.), dan hawar alternaria (Alternaria sp.) yang secara
umum pernah dilaporkan sebagai gejala penyakit pada bunga matahari di Amerika
Utara.
10
Kepik hijau, Nezara viridula (Linn.) (Hemiptera: Pentatomidae)
Kepik hijau merupakan hama penting di daerah tropik. Kepik hijau ini
bersifat polifag pada pertanaman padi, tomat, cabai, kapas dan lain-lain (Pracaya
2007). Di Amerika Utara, kepik ini dilaporkan sebagai hama primer biji bunga
matahari (Hill 1987). Kepik hijau memiliki panjang tubuh 16 mm.
Selama
hidupnya, imago betina mampu meletakkan 10-90 butir tersusun dalam kelompok
di permukaan daun. Perkembangan telur menjadi dewasa membutuhkan waktu 48 minggu. Siklus hidup kepik 60-80 hari, maksimum mencapai 6 bulan. Imago
betina menyerang tanaman fase pembungaan, sehingga menimbulkan kerusakan
pada biji yang sedang berkembang. Kerusakan utama tidak hanya disebabkan
oleh tusukan dan hisapan nimfa dan imago kepik secara langsung, melainkan
disertai racun yang diinjeksikan dari kelenjar ludah kepik.
Racun ini dapat
menimbulkan kelayuan daun dan pucuk daun serta kematian tanaman. Kerusakan
pada biji bunga matahari menunjukkan gejala biji kempis. Cara pengendalian
yang tepat untuk menekan perkembangan hama ini dapat dilakukan dengan
mengumpulkan telur dan nimfanya kemudian dimusnahkan. Cara pengendalian
hayati dilakukan dengan memanfaatkan tabuhan parasitoid telur Ooencyrtus
malayensis (Ferr.) dan Telenomus sp. (Pracaya 2007).
Ulat tongkol jagung, Helicoverpa armigera (Hbn.) (Noctuidae: Lepidoptera)
Ulat ini bersifat polifag, menyerang jagung, tomat, tembakau, kapas,
kentang, jarak, polong pupuk hijau, bermacam-macam sayuran, dan tanaman hias
(Pracaya 2007). Pada tanaman jagung, biasanya ulat melubangi buah tetapi ada
juga yang memakan daun. Di Amerika Utara, ulat ini merupakan hama primer
penggerek biji bunga matahari (Heel, 1987). Hama ini hidup di dataran rendah
sampai ketinggian 2000 dpl. Ngengat makan dengan cara menghisap madu dari
bunga-bunga tanaman. Ngengat bertelur sampai 1000 butir. Biasanya ngengat
meletakkan telur pada tanaman yang sedang berbunga, sehingga saat telur
menetas, larva muda telah mempunyai sediaan pakan di tempatnya.
Telur
berbentuk bulat, diletakkan satu per satu dalam jumlah yang besar pada bagian
permukaan atas daun tanaman inang. Larva memiliki variasi warna, di antaranya
11
hijau, hijau kekuningan, hijau kecokelatan, cokelat tua, dan cokelat muda. Larva
bersifat kanibal, biasanya satu tanaman atau tongkol jagung jarang terdapat lebih
dari satu atau dua larva. Larva berpupa di permukaan tanah, dibungkus kokon
yang terbuat dari partikel tanah. Perkembangan telur sampai imago memerlukan
waktu ± 35 hari. Cara pengendalian hayati dapat dilakukan dengan menggunakan
musuh alami, yaitu parasitoid telur Trichogramma nana, parasitoid larva Eriborus
argenteopilosa dan cendawan Metharizium. Cara pengendalian kimia yang telah
dilaporkan, yaitu dengan penggunaan insektisida berbahan aktif sipenmetrin dan
monokrotofos (Pracaya 2007).
Ulat grayak, Spodoptera litura (Fbn.) (Lepidoptera: Noctuidae)
Spodoptera litura merupakan salah satu hama daun pada pertanaman bunga
matahari (Hill, 1987). Di Indonesia, hama ini dianggap penting, karena bersifat
polifag dan sering menyerang berbagai komoditas tanaman seperti kedelai, kacang
tanah, kubis, ubi jalar, kentang, dan lain-lain. Ulat umumnya menyerang tanaman
budidaya pada fase vegetatif, yaitu memakan daun tanaman muda dengan
menyisakan tulang daun saja dan pada fase generatif saat tanaman mulai berbunga
dan berbuah (Direktorat Perlindungan Tanaman 1985). Menurut Adisarwanto &
Widianto (1999) serangan S. litura menyebabkan kerusakan sekitar 12,5% dan
lebih 20% pada tanaman kedelai umur lebih dari 20 hst.
Ngengat meletakkan telur dalam kelompok yang terdiri atas beberapa ratus
butir telur di permukaan atas daun. Puncak peneluran terjadi pada malam kedua
setelah eklosi.
Ngengat betina kawin 3-4 kali selama hidupnya, sedangkan
ngengat jantan kawin hingga 10 kali. Seekor ngengat dapat meletakkan 20002600 telur dalam waktu 6-8 hari. Kelompok telur dututupi oleh rambut atau sisik
imago (Kalshoven 1981). Stadia telur 2-3 hari.
Stadia larva terdiri atas lima instar.
Larva muda umumnya berwarna
kehijauan. Larva instar I dan II hidup berkelompok di sekitar kulit telur dan
memakan epidermis daun bagian bawah. Larva instar lanjut mempunyai tanda
dua bintik hitam berbentuk seperti bulan sabit pada ruas abdomen ke empat dan
ke sepuluh yang dibatasi oleh alur-alur lateral dan dorsal memanjang berwarna
kuning di sepanjang tubuhnya (Kalshoven 1981). Larva instar lanjut memakan
12
helaian daun dengan menyisakan tulang daun pada malam hari. Oleh karena itu,
instar instar III dan IV merupakan instar yang sangat berbahaya bagi tanaman,
karena perilaku makannya yang rakus dan pada kepadatan populasi yang tinggi
dapat menggunduli seluruh daun tanaman (Ditlintan 1985). Lama stadia larva
berkisar antara 20-26 hari (Deptan 1981). Pupa berkembang di dalam tanah di
dekat tanaman inang. Stadia pupa berkisar antara 7-10 hari.
Usaha pengendalian S. litura pada tanaman bunga matahari dilaporkan
dengan menggunakan teknik pengendalian hama terpadu (PHT), yaitu dengan
cara menanam tanaman perangkap jarak pagar yang menarik S. litura di sekeliling
dan di dalam pertanaman (CAB International 2005). Pengendalian lain dapat
dilakukan dengan penyemprotan insektisida atau penggunaan NPV (Nuclear
Polyhedrosis Virus).
NPV merupakan salah satu jenis virus patogen yang
berpotensi sebagai agensia hayati dalam mengendalikan ulat grayak, karena
bersifat spesifik, selektif, efektif untuk hama-hama yang telah resiten terhadap
insektisida dan aman terhadap lingkungan (Laoh 2003).
Wereng daun, Amrasca biguttula biguttula Ish. (Homoptera: Cicadellidae)
Wereng hijau bersifat polifag, dilaporkan sebagai hama utama pada tanaman
bunga matahari (CAB International 2005). Hama ini juga menyerang inang lain
seperti okra (Abelmoschus esculentus), kacang tanah, kedelai, terung, dan
kentang. Selain itu dapat hidup pada tanaman bayam, tomat, lobak, dan jagung.
Persebaran hama ini meliputi daerah Indonesia, India, Bangladesh, Nepal,
Pakistan, Afghanistan, Vietnam, Jepang, Cina, Taiwan dan Kepulauan Pasifik.
Tubuh imago wereng berwarna hijau kekuningan dengan sepasang bercak
hitam jelas terletak di bagian verteks kepala dan di areal ujung sayap depan.
Panjang tubuhnya sekitar 2,5 mm. Sayap depan memiliki jumbai berwana hijau
kecokelatan dan tungkai berwarna hijau. Pada siang hari, serangga ini tinggal di
bawah permukaan daun, sedangkan pada sore hari kadang-kadang bergerak naik
ke permukaan daun. Jika wereng terganggu, dia akan lari menyamping dengan
cepat untuk mencari tempat yang aman.
Imago mampu terbang cukup jauh,
terutama jika ada angin. Lama hidup imago 11 hari. Imago betina menyisipkan
telur di bagian mesofil helaian daun muda atau di dalam tangkai daun. Seekor
13
imago menghasilkan 17-38 telur selama hidupnya.
Telur berwarna putih
kekuningan, panjang 0.73 mm dan lebar 0.24 mm. Telur ini dapat jelas dilihat
dengan menggunakan metode pewarnaan yang diuraikan oleh Moorthy et al.
(1988). Stadia telur 8-10 hari. Nimfa terdiri atas 5 instar, dengan masing-masing
stadia 3-5 hari.
Tubuh nimfa berwarna kuning kehijauan dengan tungkai
kebiruan.
Wereng A. biguttula biguttula tidak diketahui menularkan penyakit yang
disebabkan oleh virus ataupun mikoplasma.
Gejala awal kerusakan yang
diakibatkan oleh isapan wereng ini adalah menguningnya daun, diikuti dengan
pengerutan disekitar tepi daun, dan kemudian daun mengeriting dengan
lengkungan menghadap ke arah atas. Ujung dan tepi daun berkembang menjadi
daerah nekrotik. Stadium lanjut seluruh daun menjadi kecokelatan. Kerusakan
berat menyebabkan tanaman kerdil.
Satu generasi mampu hidup kira-kira 3
bulan, bergantung pada kondisi lingkungan sekitar.
Curah hujan merupakan
faktor utama mortalitas nimfa dan dewasa. Populasi serangga dapat berkurang
berkaitan dengan suhu rata-rata rendah (29°C), kelembaban nisbi tinggi (> 78%),
dan lama penyinaran matahari kurang dari 6,4 jam.
Pada tanaman bunga
matahari, serangan oleh wereng ini bersama-sama dengan kutu kebul
menyebabkan kehilangan hasil sebesar 9,2% (Balasubramanian & Chelliah 1985
dalam CAB International 2005).
Di India Utara, pengendalian wereng ini digunakan penanaman tumpang sari
antara tanaman kapas, tanaman bunga matahari, dan kacang hijau atau tanaman
bunga matahari dengan okra (CAB International 2005). Pengendalian lain dapat
digunakan dengan menanam varietas tahan tanaman bunga matahari, seperti
contohnya varietas EC 15527, EC 27501, dan EC 68415. Musuh alami hama ini
adalah predator dari famili Coccinellidae dan Chrysopidae, parasit telur
Mymaridae, parasit nimfa dan imago Dyrinidae (Pracaya 2007). Di dataran India,
dilaporkan bahwa dengan ketiadaan musuh alami yang efektif, pengendalian hama
ini dibantu dengan menggunakan insektisida yang berbahan aktif endosulfan,
monokrotofos, dan karbaril (Pracaya 2007).
14
Ulat bulu, Amsacta transiens Wlk. (Lepidoptera: Arctiidae)
Amsacta merupakan hama polifag yang biasa terdapat pada tanaman herba,
semak belukar, dan pohon-pohon tinggi. Larva berwarna cokelat dengan garis
terang pada dorsal dan rambut yang berwarna putih keabu-abuan.
kebanyakan berwarna putih atau kuning.
Pupa berwarna abu-abu.
Spirakel
Imago
memiliki sayap depan berwarna cokelat terang dengan sedikit bintik; kepala dan
torak berwarna putih; dan abdomen berwarna kuning muda dengan barisan bintik
hitam. Imago betina mampu menghasilkan sampai 1500 telur. Lama stadia telur
5,5-7 minggu.
Pengendalian dapat dilakukan dengan parasitoid telur, yaitu
Apanteles creatonoti yang berasal dari Famili Braconidae (Kalshoven 1981).
Serangga ini tidak dilaporkan sebagai hama tanaman bunga matahari.
Ulat bulu, Clostera restitura (Wlk.) (Lepidoptera: Notodontidae)
Menurut Kalshoven (1981), spesies serangga ini dikenal sebagai Clostera
restitura (Wlk.). Ulat berwarna cokelat kekuningan atau oranye yang ditandai
dengan adanya tonjolan pada ruas ke-4 dan ke-11 di permukaan dorsal tubuhnya,
serupa dengan tonjolan yang umum dijumpai pada ulat yang tergolong famili
Noctuidae. Larva berpupa pada daun tempat larva melakukan aktivitas makan.
Perkembangan mulai dari telur hingga menjadi imago memerlukan waktu 33 hari.
Larva memakan tanaman jenis Flacourtiaceae (CAB International 2005).
Ulat bulu, Euproctis virguncula Wlk. (Lepidoptera: Lymantriidae)
Ulat ini bersifat polifag dan umum ditemukan di daerah Jawa, Sumatra, dan
India. Ulat berwarna hitam dengan pita kuning di bagian dorsal tubuh, tetapi
terkadang memiliki banyak warna. Larva memiliki tuberkel yang berwarna merah
dan hitam.
Tuberkel yang berwarna merah ditumbuhi tumpukan rambut dan
terdapat pada bagian belakang kepala, sedangkan tuberkel yang berwarna hitam
terdapat pada bagian distal abdomen larva dengan ditumbuhi rambut berwarna
putih.
Tebu, padi, sayuran, kacang-kacangan, Malvaceae, beberapa tanaman
semak, dan pohon diketahui sebagai inang dari ulat ini. Ulat seringkali terlihat
makan pada bagian bunga (padi, kopi, lamtoro, Tephrosia). Pupa berwarna coklat
15
kelabu.
abdomen.
Ngengat berwarna putih dengan warna kuning pada bagian anal
Telur ditumbuhi bulu yang berwarna cokelat tua dan diletakkan
berkelompok. Perkembangan dari telur hingga imago membutuhkan waktu ±35
hari. Cara pengendalian ulat ini dapat memanfaatkan parasitoid, seperti Apanteles
femoratus, Megarhogas sp., Eulectrus ceylonensis, dan Winthemia divorsoides.
Ulat kantung (Lepidoptera: Psychidae)
Ulat kantung umumnya polifag. Tanaman yang diketahui sebagai inang ulat
ini adalah kelapa sawit, pinang, enau, dan pisang. Ulat hidup dan beraktifitas di
dalam kantung yang terbuat dari potongan daun kering atau gerigitan kulit batang
yang dijalin dengan benang sutera.
Hama ini bergerak dengan menjulurkan
kepala dan sebagian toraks dari kantungnya. Ukuran kantung bertambah sesuai
dengan ukuran dan perkembangan larva. Warna kantung biasanya hitam kelabu.
Ulat ini memakan daun, bunga, dan kulit tanaman dengan sangat rakus. Pupa
terdapat di dalam kantung. Pupa yang akan berkembang menjadi ngengat jantan,
sebagian tubuhnya menyembul dari dalam kantung untuk persiapan eklosi (CAB
International 2005) Ngengat jantan yang keluar dari pupa memiliki sayap yang
pendek, tubuh tidak memiliki sisik dan antena berambut.
Ngengat betina
berbentuk menyerupai ulat, tidak bertungkai maupun bersayap, serta antena tidak
berkembang dan mereduksi berupa tonjolan kecil. Ulat tetap hidup di dalam
kantung, dengan pengecualian ujung abdomen menjulur keluar dari kantung untuk
keperluan kawin. Sesudah perkawinan, ngengat betina bertelur dalam kantung
(Pracaya 2007). Telur tersebut menetas dalam kantung. Ulat muda ini keluar dari
kantung dan mulai mengeluarkan benang suteranya untuk menggantungkan diri
pada substrat, kemudian digunakan untuk menyebar dengan bantuan angin,
manusia, atau binatang lain. Setelah menetap ulat muda ini lalu membentuk
kantung sendiri.
Ulat jengkal (Lepidoptera: Geometridae)
Ulat Famili Geometridae umumnya memiliki tubuh berbentuk silinder dan
memiliki dua pasang tungkai palsu (proleg) di bagian ventral ruas abdomen ke- 6
16
dan ke-10. Ulat bergerak menjengkal yaitu dengan melekukkan abdomennya
membentuk setengah lingkaran ke arah depan tubuh seperti gerakan lintah,
sehingga ulat ini dikenal sebagai ulat jengkal (CAB
International 2005,
Kalshoven 1981). Serangga dilaporkan merusak tanaman kacang hijau, kedelai,
kentang, kakao, dan tembakau.
Ngengat aktif malam hari, langsung berpasang-pasangan pada hari eklosi
dan mulai meletakkan telur pada hari ke dua dan ketiga setelah kopulasi dan
berlanjut hingga lima hari. Ngengat jantan biasanya mati segera setelah kawin
dan ngengat betina mati setelah meletakkan kelompok telur yang terakhir.
Ngengat meletakkan 50 telur selama hidupnya. Telur berbentuk bulat dan
berwarna hijau kebiruan, diletakkan dalam kelompok di permukaan kulit kayu.
Saat menjelang menetas, warna telur berubah menjadi kehitaman. Lama stadia
telur 3 hari. Larva yang baru keluar dari telur memencar dengan bantuan angin.
Larva ulat jengkal merusak daun-daun agak tua, yaitu dengan cara mengigit daun
dari arah pinggir. Jika serangan berat, ulat memakan daun dengan rakus dan
menyisakan tulang daunnya saja. Sebagai contoh pada tanaman kakao, jika daun
telah habis, larva ini akan menyerang bunga dan buah. Saat larva sudah besar
biasanya masuk ke dalam tanah yang gembur untuk berpupa pada kedalaman 2-3
cm. Lama stadium pupa adalah 6 hari. Ngengat berwarna cokelat keabu-abuan
dan aktif pada malam hari.
Belalang Oxya sp. (Orthoptera: Acrididae)
Belalang ini merupakan hama utama tanaman padi dan tidak dilaporkan
sebagai perusak tanaman bunga matahari. Nimfa dan imago dapat mengakibatkan
kerusakan yang parah (Kumari & Lyla 2001). Gejala yang ditinggalkan oleh
belalang adalah gerigitan pada daun.
Belalang mempunyai ciri-ciri tubuh berwarna kuning-hijau atau kuning-coklat dan
terdapat garis gelap pada bagian punggung(CAB International 2005). Bagian
tibia tungkai belakang berwarna kebiru-biruan.
Panjang tubuh imago jantan
adalah 18,3-27 mm, sedangkan imago betina 24,5-39,5 mm. Panjang sayap depan
imago jantan dan betina masing-masing adalah adalah 14-24,5 mm dan 20,5-31,5
17
mm. Telur berbentuk seperti silinder, berukuran 4,5-5,2 mm, lebar 1,2-1,6 mm.
Warna telur kuning atau coklat kekuningan. Imago meletakkan 15-30 telur di
dalam tanah. Stadia telur 10 hari dan umumnya menetas pada pagi hari.
Nimfa terdiri atas 5 instar. Nimfa I berukuran sekitar 7 mm dan berwarna
hijau dengan mata majemuk serta tampak berkilau abu keperakan. Nimfa II
berukuran sekitar 6-11 mm, sedangkan nimfa instar III adalah 9-14 mm. Nimfa
instar III dicirikan dengan adanya bakal sayap depan berbentuk seperti lidah dan
bakal sayap belakang membraneus berbentuk setengah lingkaran.
Nimfa IV
berukuran 12-17 mm, sedangkan nimfa V berukuran 16-22 mm.
Nimfa
melakukan aktivitas makan pada tanaman padi selama 3-5 hari setelah menetas.
Pengendalian dapat dilakukan dengan pembajakan sawah hingga kedalaman 1020 cm sehingga telur yang berada di permukaan tanah akan mati oleh panas sinar
matahari atau dimakan oleh musuh-musuh alami (CAB International 2005).
Dengan cara ini pula, telur akan terkubur dalam tanah sehingga telur yang
menetas akan berkurang.
Pengendalian dengan membajak sawah mampu
mengendalikan hama hingga 70-80%.
Pengendalian secara kimia dapat
digunakan insektisida yang berbahan aktif piretroid, metamidofos, organofosfat,
klordimeform hidroklorida, asam tiosulfurik, dan BHC (gammaxene).
Layu fusarium (Fusarium sp.)
Fusarium merupakan cendawan patogen yang banyak menyerang sayuran,
tanaman perkebunan, dan tanaman hias. Tanaman yang biasanya diserang oleh
patogen ini adalah kapas, pisang, tebu, tembakau, dan kopi.
Patogen ini
merupakan patogen tular tanah, oleh karena itu mampu bertahan lama dalam
tanah. Tanah yang sudah terinfeksi sukar dibebaskan kembali dari cendawan ini.
Cendawan ini menginfeksi bagian akar, terutama pada bagian pelukaan, lalu
menetap dan berkembang di berkas pembuluh.
Fase vegetatif cendawan ini berbentuk miselium bersekat dan dapat tumbuh
baik pada bermacam-macam medium agar yang mengandung ekstrak sayuran.
Awalnya miselium tidak berwarna, semakin tua warnanya berubah menjadi krem,
akhirnya koloni tampak memiliki benang-benang berwarna cokelat.
miselium yang lebih tua akan membentuk klamidospora.
Pada
Cendawan banyak
18
membentuk mikrokonidium bersel 1, tidak berwarna, lonjong atau bulat telur
berukuran 6-25 x 2,5-4 μm. Makrokonidium lebih jarang dijumpai, bila ada
berbentuk kumparan, tidak berwarna, kebanyakan bersekat 2 atau 3, serta
berukuran 25-33 x 3,5-5,5 μm (Semangun 1994).
Pemencaran cendawan dapat terjadi melalui pengangkutan bibit, tanah yang
terbawa angin atau air, dan terbawa oleh alat pertanian. Menurut Clayton (1923
dalam Semangun 1994), penyakit berkembang pada suhu tanah 21-33 °C. Suhu
optimumnya adalah 28 °C. Kelembaban tanah selain membantu pertumbuhan
tanaman, juga dapat membantu perkembangan penyakit. Tanaman yang terinfeksi
patogen ini akan mengalami gangguan dalam pengangkutan air dan hara tanah
sehingga menyebabkan tanaman menjadi layu. Gejala serangan patogen akan
terjadi lebih berat pada tanaman yang tumbuh pada tanah yang mengandung
banyak unsur nitrogen tetapi miskin akan unsur kalium. Cara pengendalian yang
dapat dilakukan adalah meningkatkan suhu tanah dengan menggunakan mulsa
plastik atau penanaman varietas tahan. Pengendalian dengan pestisida kurang
memberikan harapan atau tidak memberikan hasil yang memuaskan.
Bercak daun choanephora (Choanephora sp.)
Choanephora merupakan parasit lemah yang tumbuh pada sisa tanaman
mati. Choanephora menyerang jaringan yang telah mengalami pelukaan secara
mekanik atau karena serangan serangga saat makan dan peletakan telur.
Cendawan ini diketahui juga menyerang tanaman okra, kembang kol, kopi,
kentang, dan kedelai. Di Malaysia, kerugian akibat serangan cendawan ini dapat
mencapai 20% pada tanaman okra (CAB International 2005).
Cendawan Choanephora, anggota dari Choanephoraceae yang termasuk ke
dalam golongan Phycomycetes ini membentuk konidium dan sporangiofor.
Bentuk konidiofor tidak bercabang, mempunyai kepala yang bulat, dan dari
kepala ini muncul banyak kapitulum bulat yang menumpu sterigma.
Pada
sterigma ini terbentuk konidium bergaris-garis, berbentuk jorong, serta bersel 1.
Bentuk sporangiofor tidak bercabang, pada bagian ujungnya membengkok,
mengandung satu sporangium dengan satu kolumela. Sporangiospora berbentuk
bulat telur atau menyerupai kumparan, tersusun dari satu sel, dan pada kedua
19
ujungnya terdapat rambut halus.
Miselium juga membentuk klamidospora
interkalar dengan dinding yang agak tebal.
Selain itu, cendawan dapat
membentuk zigospora (Semangun 1994).
Bercak daun curvularia (Curvularia sp.)
Curvularia sp. adalah cendawan hyphomycetes yang merupakan patogen
fakultatif bagi kebanyakan spesies tanaman, seperti tanaman serealia dan rumput
rumputan (CAB International 2005). Curvularia sp. dapat ditemukan di daerah
tropik maupun subtropik.
Kelembaban tinggi pada daerah tropis merupakan
lingkungan yang menguntungkan bagi pertumbuhan cendawan ini, dengan suhu
optimum 27-40 °C. Inang lain dari cendawan ini adalah padi, jagung, nanas,
kubis, dan kelapa.
Cendawan ini memiliki hifa cokelat yang berseptat dan konidia transparan
berukuran 8-14 x 21-35 µm.
Konidiofor berwarna cokelat, dengan bentuk
sederhana atau bercabang yang biasa disebut sebagai pertumbuhan genikulat
simpodial.
Konidia cendawan ini disebut juga porokonidia yang lurus atau
pyriform, cokelat, multiseptat, dan memiliki tonjolan dasar hila yang gelap.
Septat yang trasparan dan membagi setiap konidium menjadi sel yang berlipatlipat. Septum pusat sering nampak lebih gelap dibandingkan dengan yang lain.
Pembengkakan sel pusat menyebabkan konidium tampak bersiku (Boedijn 1933
dalam CAB International 2005).
Busuk bunga (Rhizopus sp.)
Busuk bunga merupakan penyakit yang penting dalam keadaan cuaca basah
dan menyebabkan penurunan hasil panen. Awal gejala ditandai dengan busuk
basah kecokelatan yang tidak merata pada reseptakel. Bercak membesar secara
bertahap kemudian menjadi lunak dan mengandung banyak air. Bercak ditutupi
dengan miselium putih yang kemudian menjadi hitam karena tampilan sporangia.
Bila infeksi berat, bagian yang membusuk menyebar ke tangkai bunga dan bunga
matahari. Penyakit ini hanya akan menyerang bila bunga sudah terbentuk atau
bunga mengalami kerusakan.
Bunga bertambah busuk seiring dengan umur
20
tanaman. Pembusukan biji sangat bergantung pada tahap perkembangan infeksi
Rhizopus. Larva H. armigera telah diketahui berperan dalam penyebaran dalam
penyakit ini pada saat pra-infeksi. Penyebaran penyakit juga berkorelasi positif
dengan burung yang merusak bunga saat pencarian pakan. Pengendalian yang
dapat dilakukan adalah aplikasi secara bersama-sama antara insektisida dan
fungisida setelah bunga terbentuk, sehingga kerusakan pada bunga dapat
dihindari (IKISAN 2008).
Hawar alternaria (Alternaria sp.)
Hawar alternaria merupakan penyakit yang paling serius menyerang pada musim
hujan.
Hawar ini memiliki distribusi luas.
Penyakit tersebut menyebabkan
pengurangan benih 27-80% pada tanaman bunga matahari, yaitu dengan
mempengaruhi kualitas biji saat pengecambahan awal biji bunga matahari dan
berdampak dalam pengurangan jumlah bibit per kepala, serta mengurangi
kandungan minyak 17-33%, dan masing-masing kerusakan tersebut telah
dilaporkan di India (IKISAN 2008).
Di Indonesia, cendawan ini menyerang
tanaman kentang dan menginfeksi daun-daun tua terlebih dahulu. Penyakit sering
ditemukan pada saat iklim kering, bila cuaca lembab cendawan akan banyak
membentuk konidium. Cendawan dapat terbawa biji, sehingga jika biji tersebut
ditanam akan menginfeksi semai. Sisa-sisa tanaman sakit dapat menjadi sumber
infeksi, karena cendawan dapat bertahan sebagai konodium dan miselium yang
dibentuk pada malam hari (Semangun 1994).
Miselium berwarna coklat muda, konidiofor tegak, bersekat dengan
ukuran 50-90 x 8-9 μm. Konidiofor berbentuk gada terbalik, coklat berukuran
145-370 x 16-18 μm, mempunyai sekat melintang 5-10 buah, dan 1 atau lebih
sekat membujur.
Konidium mempunyai paruh (beak) pada ujungnya, paruh
bersekat. Panjang paruh lebih kurang separuh dari panjang konidium. Miselium
dapat hidup pada daun-daun sakit selama satu tahun atau lebih, dan konidium
tetap hidup selama 17 bulan pada suhu kamar (Anon 1977 dalam Semangun
1994).
Persebaran konidium dibantu oleh angin. Konidium dapat berkecambah
pada suhu 6-34 °C, suhu optimum 28-30 °C di dalam air. Pada suhu tersebut,
21
konidium dapat berkecambah dalam waktu 35-45 menit. Tanaman yang baik
pertumbuhannya karena dipupuk secara seimbang dan mendapat penyiraman yang
cukup kurang mendapat gangguan penyakit ini. Menurut Suhardi (1988 dalam
Semangun 1994) terdapat tanda-tanda bahwa pemupukan dengan urea pada
musim hujan akan meningkatkan serangan.
Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan cara rotasi tanaman dan
tanaman ditanam pada drainase yang baik atau perawatan biji dengan air panas
(hot water treatment) pada suhu 50 °C selam 30 menit. Cara pengendalian kimia
yang telah dilaporkan, yaitu dengan penggunaan fungisida berbahan aktif
kaptafol, propineb, mankozeb, dan maneb (Anon 1984; Suhardi et al. 1976 dalam
Semangun 1994).
Download