hasil dan pembahasan

advertisement
26
HASIL DAN PEMBAHASAN
Transformasi, Kokultivasi, dan Regenerasi
Konstruksi vektor ekspresi yang digunakan pada penelitian ini adalah
p35SCaMV::TcLFY. Promoter p35S CaMV digunakan dalam penelitian ini
karena mempunyai aktivitas transkripsi yang tinggi walaupun efisiensinya
bergantung pada spesies tanaman. Kalai (2008) melaporkan bahwa lebih dari 80%
tanaman transgenik menggunakan promoter ini dalam konstruksi ekspresinya.
Gen TcLFY full length yang diligasikan dengan p35SCaMV berukuran sekitar
1200 pb.
Transformasi
genetik
pada
penelitian
ini
menggunakan
bantuan
Agrobacterium tumefaciens walaupun terdapat banyak cara dalam menghasilkan
tanaman transforman. Menurut Hiei & Komari (2008), ada beberapa manfaat
penggunaan Agrobacterium tumefaciens dalam transformasi genetik di antaranya
efisiensi transformasi yang tinggi, jumlah salinan gen yang relatif sedikit dalam
kromosom, mampu mentransfer segmen DNA yang relatif besar, dan kecilnya
penyusunan kembali segmen T-DNA saat transformasi genetik. Selanjutnya,
strain AGL-O yang telah membawa konstruksi vektor ekspresi gen TcLFY
digunakan dalam penelitian ini. Menurut Vargas & Flota (2006), strain AGL-O
mempunyai kemampuan virulensi yang lebih tinggi dibandingkan strain LBA4404
tetapi lebih sulit untuk membunuhnya setelah proses transformasi.
Sebelum proses transformasi dilakukan, Agrobacterium tumefaciens strain
AGL-O dikulturkan selama 2 hari pada suhu 28°C dengan penambahan antibiotik
kanamisin 50 ppm dan rifampisin 50 ppm pada media Luria Bertani (LB) pada
150 rpm dan kondisi gelap. Penggunaan kanamisin pada penelitian ini
dikarenakan adanya gen nptII pada konstruksi vektor ekpresi. Menurut Miki &
McHugh (2004), nptII merupakan enzim yang mengkatalisis fosforilasi gugus 3OH dari senyawa aminoglikosida seperti kanamisin, neomisin, genetisin, dan
paramomisin. Fungsi rifampisin pada proses ini adalah sebagai marka seleksi
untuk Agrobacterium tumefaciens strain AGL-O. Selain AGL-O, menurut Klee
(2000), terdapat beberapa strain Agrobacterium tumefaciens yang menggunakan
rifampisin sebagai marka seleksi di antaranya LBA4404, GV2260, GV3101,
27
GV3850, GV3101::pMP90, GV3101::pMP90RK, EHA101, dan EHA105.
Pemakaian kanamisin 50 ppm dan rifampisin 20 ppm juga dilaporkan oleh
Mahadtanapuk et al. (2006) pada transformasi Curcuma alismatifolia Gagnep.
Kondisi gelap di sini diperlukan untuk mengoptimalkan proses kultur bakteri ini
mengingat bakteri Agrobacterium tumefaciens termasuk bakteri tanah.
Regenerasi tanaman dari eksplan yang ditransformasi dengan gen TcLFY
dilakukan melalui organogenesis langsung dari potongan daun. Metode regenerasi
melalui organogenesis pada tanaman tembakau mempunyai efisiensi yang baik
berdasarkan hasil penelitian Chaidamsari et al. (2006b), Ahmed et al. (2007), dan
Thiruvengadam & Chung (2011). Infeksi bakteri pada daun tembakau terjadi
melalui luka yang ditimbulkan akibat pemotongan daun dengan ukuran 1 cm x 1
cm. Kondisi ini akan menstimulasi ekspresi gen vir. Selain itu, ekspresi gen vir
diinduksi oleh senyawa fenol monosiklik seperti acetosiringon yang ditambahkan
pada media. Konsentrasi acetosiringon yang digunakan pada penelitian ini adalah
sebesar 200 ppm dan konsentrasi ini juga digunakan oleh Yelli (2009) pada
transformasi tanaman tomat.
Untuk menginokulasi, eksplan potongan daun dimasukkan ke dalam
larutan suspensi bakteri pada fase eksponensial. Fase eksponensial pertumbuhan
A. tumefaciens dicapai melalui pembiakan bakteri selama 2 hari yang kemudian
diencerkan hingga 100x. Pengenceran ini dimaksudkan untuk mendapatkan
kerapatan optik 0.2-0.3 pada panjang gelombang 600 nm (Nickoloff 1995).
Metode pengenceran ini dilakukan pada banyak penelitian seperti Chaidamsari et
al. (2006b) pada transformasi tembakau oleh gen TcAP1, Khammuang et al.
(2005) pada transformasi gen antibeku asal stroberi, dan Vengadesan et al. (2004)
pada transformasi mentimun oleh gen bar. Menurut Sreeramanan et al. (2008),
kerapatan A. tumefaciens yang tinggi digunakan untuk beberapa eksplan tertentu.
Untuk mengurangi efek negatif seperti kesulitan membunuh A. tumefaciens, maka
waktu inokulasi atau kokultivasi diperpendek ataupun penambahan antioksidan
seperti L-sisten dan asam askorbat pada media kokultur. Oleh karena itu,
inokulasi kultur bakteri yang membawa konstruk gen TcLFY pada eksplan daun
hanya berlangsung sekitar 15 menit saja untuk mengurangi efek negatif yang
dikarenakan tingginya jumlah bakteri.
28
Setelah proses infeksi selama 15 menit, eksplan daun dikokultivasi pada
media MS yang mengandung asetosiringon 200 ppm dan diinkubasi pada kondisi
gelap. Kondisi gelap ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi infeksi
Agrobacterium pada eksplan daun karena Agrobacterium termasuk bakteri tanah
yang akan hidup optimal pada kondisi gelap. Setelah sehari, maka eksplan daun
dipindahkan ke media MS yang mengandung sefotaksim 250 ppm. Vargas &
Flota (2006) melaporkan bahwa untuk mengurangi infeksi yang berlebihan dari
Agrobacterium,
sefotaksim
ataupun
vancomisin
diberikan
pada
media.
Penggunaan sefotaksim 250 ppm biasa digunakan oleh beberapa peneliti seperti
Chaidamsari et al. (2006), Tseng et al. (2011), dan Sagare & Mohanty (2012).
Setelah kokultivasi, maka eksplan daun dipindahkan pada media regenerasi MS
yang ditambahkan agen seleksi kanamisin 50 ppm dan sefotaksim 250 ppm.
Perlakuan kontrol baik kontrol negatif maupun positif mutlak dilakukan
untuk menjaga kesahihan penelitian. Kontrol negatif terlihat kekuningan dan pada
akhirnya akan menjadi layu (Gambar 3). Perlakuan kontrol negatif ini merupakan
eksplan potongan daun tanaman tembakau yang langsung dikokultivasikan pada
media MS yang ditambahkan kanamisin 50 ppm dan perlakuan ini befungsi untuk
mengkonfirmasi bahwa antibiotik yang digunakan sebagai agen seleksi dapat
berfungsi dengan baik. Selanjutnya, kontrol positif yaitu eksplan potongan daun
yang dikokultivasi pada media MS tanpa penambahan antibiotik, masih terlihat
hijau segar, memperlihatkan munculnya tunas, dan sampai akhirnya akan menjadi
planlet tanaman tembakau yang normal setelah beberapa hari kemudian. Hal ini
menunjukkan bahwa kontrol positif berfungsi dengan baik yaitu mengkonfirmasi
bahwa tanaman tembakau yang digunakan pada penelitian ini dalam keadaan
baik.
(a)
(b)
Gambar 3 Morfologi kontrol positif (a), kontrol negatif (b).
29
Proses regenerasi dilakukan dengan memindahkan eksplan daun pada
media MS padat yang dimengandung kanamisin 50 ppm, sefotaksim 250 ppm,
dan hormon sitokinin berupa BAP. BAP yang merupakan salah satu jenis
sitokinin sintetik yang berfungsi untuk membantu pertumbuhan vegetatif tanaman
invitro. Menurut Wattimena (1988), peran fisiologis hormon sitokinin di
antaranya adalah menginduksi pembelahan sel, morfogenesis, pertunasan,
pembentukan kloroplas, dan pemecahan dormansi. Pada penelitian ini,
penambahan BAP dilakukan terhadap eksplan yang tidak dikokultivasi dengan A.
tumefaciens (kontrol positif) dan eksplan yang dikokultivasi dengan A.
tumefaciens. Eksplan yang mampu bertahan hidup pada media seleksi kanamisin
disebut eksplan transgenik putatif.
Regenerasi dimulai dengan munculnya tunas pada bagian tepi daun yang
mengalami penebalan dan berwarna kuning kehijauan. Hal ini terjadi baik pada
eksplan transgenik putatif maupun eksplan nontransgenik. Eksplan nontransgenik
mengalami kematian di media selektif yang mengandung antibiotik. Rata-rata
jumlah tunas tiap eksplan antara eksplan transgenik putatif dan eksplan
nontransgenik adalah sama yaitu sekitar 4 tunas per eksplan. Eksplan yang
bertunas selanjutnya membentuk daun kecil. Inisiasi tunas eksplan transgenik
putatif terjadi pada hari ke-17 setelah dilakukan transformasi dan pada hari yang
ke-21 pada eksplan nontransgenik. Hal ini menunjukkan bahwa eksplan
transgenik putatif bertunas lebih cepat daripada eksplan kontrol positif.
Konsentrasi BAP yang digunakan pada penelitian ini adalah sebesar 0.5 ppm dan
konsentrasi ini juga dilaporkan oleh Yelli (2009) merupakan konsentrasi sitokinin
yang optimal untuk menghasilkan tunas. Dari eksplan yang diinfeksi A.
tumefaciens, jumlah eksplan yang hidup di media selektif adalah berkisar 16%
sedangkan dari eksplan yang tidak diinfeksi, berkisar 95% dapat hidup pada
media nonselektif. Dari eksplan yang hidup, eksplan yang menghasilkan tunas
transgenik putatif adalah 27.4%. Eksplan yang tidak diperlakukan dengan A.
tumefaciens mempunyai efisiensi regenerasi sekitar 98.78% (Tabel 1). Hal ini
menunjukkan bahwa efisiensi regenerasi eksplan transgenik putatif lebih rendah
daripada eksplan nontransgenik. Yelli (2009) mengemukakan bahwa infeksi
30
bakteri dan perlakuan antibiotik mungkin menjadi penyebab rendahnya efisiensi
regenerasi eksplan transgenik.
Suhu inkubasi selama proses kokultivasi dan regenerasi berkisar 22°C.
Berdasarkan Dillen et al. (1997), integrasi T-DNA pada genom tembakau
berlangsung optimal pada suhu 22°C. Salas et al. (2001) juga melaporkan suhu 19
°C merupakan suhu optimal untuk integrasi gen asing pada tanaman yang sama.
Tabel 1 Perkembangan eksplan nontransgenik dan eksplan transgenik putatif
Eksplan
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Efisiensi
Efisiensi
Rata-rata
eksplan
eksplan
eksplan
tunas
transformasi
regenerasi
tunas/eksplan
yang
yang
(%)
(%)
hidup
bertunas
TcLFY
520
84
23
77
16
27.38
3.35
Nontransgenik*
520
493
487
2017
-
98.78
4.09
* ditanam di media nonselektif.
Analisis Morfologi
Sampai dengan umur tiga bulan, planlet transgenik putatif dan
nontransgenik yang ditumbuhkan secara in vitro mempunyai morfologi yang sama
baik pada akar, batang, dan daun (Gambar 4). Hal ini menunjukkan bahwa
integrasi gen TcLFY ke dalam genom tembakau tidak membuat abnormalitas pada
tanaman tembakau dan hal ini tidak berlawanan dengan fungsi gen LFY sebagai
gen kunci dalam pembungaan. Di dalam kultur in vitro, tanaman transgenik
menghasilkan bunga pada bulan ke-empat, sedangkan tanaman nontransgenik
belum menghasilkan bunga pada saat yang sama (Gambar 5). Hasil ini
menunjukkan bahwa ekspresi berlebih gen TcLFY di dalam tanaman tembakau
menyebabkan pembungaan awal. Menurut Blazquez et al. (1997), peningkatan
jumlah kopi gen LFY menyebabkan pengurangan daun serta diikuti oleh
pembentukan bunga. Pembungaan in vitro pada tembakau juga dilaporkan
Chaidamsari et al. (2006) dengan ekspresi berlebih gen TcAP1.
31
(a)
(b)
Gambar 4 Morfologi planle
planlet tanaman transgenik putatif (a) dan nontransgenik (b)
yang berumur 3 bulan
bulan.
(a)
(b)
Gambar 5 Morfologi planlet tanaman transgenik (a) dan nontransgenik (b) yang
berumur 4 bulan
bulan.
Analisis Molekuler
Dari 77 tunas putatif transgenik, lima tunas yang tumbuhnya paling cepat
diambil secara acak untuk dianalisis secara molekuler. Analisis molekuler dengan
PCR menunjukkan
bahwa
kelima tanaman
transgenik
putatif
tersebut
mengandung sisipan gen TcLFY. PCR dengan
gan primer F1 dan R1 menghasilkan
amplikon berukuran 400 pb sseperti
eperti yang diharapkan (Gambar 6).
6 Hal ini
menunjukkan bahwa kelima tanaman tersebut adalah transgenik. Kelima tanaman
ini berbunga lebih awal daripada tembakau nontransgenik.
32
1
2
3
4
5
6
7
± 400 pb
Gambar 6 Analisis integrasi gen TcLFY di dalam tanaman tembakau dengan
teknik PCR menggunakan primer F1 dan R1
R1.. Lajur 1 = DNA daun
nontransgenik; lajur 2-6
2 = DNA daun transgenik putatif; lajur 7 =
marker 1 kb Plus
P DNA Ladder.
RNA telah berhasil diisolasi dari salah satu tanaman tembakau transgenik
yang mengandung gen TcLFY. Hasil elektroforesis RNA total dari akar, batang,
dan daun tanaman trans
transgenik serta RNA total daun nontransgenik di dalam gel
agarosa memperlihatkan dua pita RNA yang dominan (Gambar 7).
). Dua pita
tersebut adalah rRNA 18s dan 28s. Adanya 2 pita dominan tersebut menunjukkan
bahwa baik rRNA 18s maupun 28s yang utuh. Karena rRNA 18s dan 28s di dalam
suspensi RNA total dalam keadaan utuh, maka baik rRNA, tRNA, maupun
mRNA adalah utuh.
Konsentrasi
asi RNA yang digunakan untuk kepentingan ini adalah sebesar
250 ng/µL sehingga diperoleh pendaran pita yang optimal pada proses
selanjutnya. Amplifikasi utas pertama cDNA selanjutnya dilakukan dengan
menggunakan PCR. Primer yang digunakan untuk mengamplifi
mengamplifikasi
kasi gen target
adalah sepasang primer ekspresi F1 dan R1. Primer F1 berukuran 28 nukleotida
dengan titik melting (TM) sebesar 64 °C sedangkan primer R1 berukuran 27
nukleotida dengan TM sebesar 66 °C
°C.. Sepasang primer ini mengamplifikasi gen
TcLFY dari basaa nomor 32
32-407
407 sehingga pita amplion yang dihasilkan sekitar 400
pb.
RNA total hasil isolasi selanjutnya digunakan sebagai cetakan untuk
mensintesis utas pertama cDNA menggunakan RT
RT-PCR. PCR dengan
menggunakan cetakan cDNA total dari salah satu tanaman transgenik dengan
menggunakan primer F1 dan R1 menghasilkan amplikon yang berukuran sekitar
400 pb baik pada akar, batang, maupun daun, sedangkan cDNA dari tanaman
33
nontransgenik tidak mengha
menghasilkan amplikon (Gambar 8). Pada penelitian ini
ekspresi gen TcLFY terjadi di semua bagian tanaman tembakau transgenik karena
gen TcLFY yang diintroduksikan ke dalam genom tanaman tembakau di bawah
kendali promoter konstitutif p35S CaMV. Dengan adanya ekspresi gen TcLFY
maka menjadikan tanaman transgenik berbunga dan
dan berbunganya tanaman
transgenik ini lebih awal daripada tanaman nontransgenik
1
2
3
4
28 S
18 S
Gambar 7 Pita hasil isolasi RNA total. Lajur 1: RNA total daun transgenik, lajur
2: RNA total batang transgenik, lajur 3: RNA total daun transgenik,
lajur 4: RNA total daun nontransgenik.
1
2
3
4
5
± 400 pb
Gambar 8 Hasil amplifikasi gen TcLFY dengan cDNA total sebagai cetakan
dengan primer F1 dan R1. Lajur 1: marker 1 kb plus DNA ladder,
ladder lajur
2: cDNA daun tanaman nontransgenik, lajur 3: cDNA akar tanaman
transgenik, lajur 4: cDNA batang tanaman transgenik, lajur 5: cDNA
daun tanaman transgenik.
Download