BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Klaten merupakan sebuah kota kecil dengan perkembangan wilayah yang dinamis. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010, jumlah penduduk di wilayah Kota Klaten mencapai 1.130.047 jiwa dan setiap tahun mengalami peningkatan. Semakin meningkat jumlah penduduk akan berdampak pula pada kondisi lingkungan sekitar. Salah satunya berdampak pada volume sampah dan pencemaran lingkungan. Volume sampah yang semakin meningkat juga akan berpengaruh terhadap proses pembuangan pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Minimalnya jumlah TPA di wilayah Klaten membuat TPA susah untuk menampung banyaknya sampah. Sampah di TPA semakin menggunung dan tidak dapat terurai dengan baik. Akibatnya, sampah menjadi salah satu faktor terjadinya pencemaran lingkungan. Banyaknya sampah yang tidak dapat ditangani dengan baik, maka pemerintah Kota Klaten berusaha untuk mengelola sampah supaya lebih bermanfaat. Dengan asas 3R yaitu reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali) dan recycle (mendaur ulang) diharapkan mampu menjadi konsep yang benar-benar akan mengatasi masalah sampah. Jenis sampah yang dibahas dalam penelitian ini adalah sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga. Persoalan sampah rumah tangga diatasi secara bottom up dengan pengelolaan sampah berbasis komunitas yang sejalan dengan UU Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. 1 Menurut UU No 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam yang berbentuk padat. Oleh karena itu, agar sampah tidak mencemari lingkungan diperlukan adanya pengelolaan. Pengelolaan sampah yaitu kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Dengan demikian, peraturan pemerintah tersebut juga menunjukkan bahwa diperlukannya partisipasi, kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk bersama-sama menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat dengan mengelola sampah. Upaya menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat dapat diwujudkan dengan sistem pengelolaan sampah yang baik. Hal ini akan menunjukkan adanya hubungan manusia dengan alam. Interaksi dengan lingkungan ini tampak dalam pengolahan alam dan usaha manusia untuk melestarikan kondisi alam agar tetap dapat dinikmati dan dimanfaatkan. Dalam konteks ini, pengelolaan sampah yang baik melalui proses yang dilembagakan sehingga dapat terkoordinir. Organisasi pengelolaan sampah yang sekarang sedang marak yaitu Bank Sampah. Contoh Bank Sampah yang sudah berdiri dan berkembang cukup lama antara lain Bank Sampah Gemah Ripah di Badegan (Bantul, Yogyakarta), Sukunan Bersemi di Yogyakarta, Bank Sampah di Minomartani, dan lain sebagainya. Seperti yang sedang digalakkan di Kabupaten Klaten, sudah terdapat beberapa daerah yang membentuk Bank Sampah di daerah Cawas, Polanharjo, Klaten Selatan, Tonggalan, Sumberejo, dan sebagainya. Bank Sampah dipandang sebagai salah satu pihak yang dirasa menjadi pelopor terwujudnya lingkungan yang bersih dan sehat. Di beberapa daerah sudah sukses mengelola sampah melalui Bank sampah. Selain menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat, juga akan meningkatkan produktifitas dan peningkatan ekonomi warga. Namun, di awal pendirian Bank Sampah juga harus di dukung oleh kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam mengembangkan Bank Sampah dan menjaga lingkungan. 2 Tidak mudah untuk selalu menjaga konsistensi masyarakat dalam menjaga lingkungan. Sebagai contoh, terkadang seseorang sadar jika harus membuang sampah pada tempatnya, tetapi terkadang juga akan melalaikannya. Diperlukan pengertian yang benarbenar memunculkan mindset untuk mengelola sampah. Tidak berbeda halnya dengan pengorganisasian Bank Sampah. Pengelola Bank Sampah juga harus benar-benar sadar akan arti pentingnya mengelola sampah. Oleh karena itu, untuk menciptakan kesadaran masyarakat dalam mengelola sampah dibutuhkan perubahan pola pikir dari masyarakat sendiri beserta komunitas untuk mau mengelola sampah yang mereka hasilkan. Mengelola sampah disini termasuk mulai proses pengumpulan sampah, memilah sampah, pengangkutan sampah, sampai proses daur ulang sampah. Desa Paseban termasuk salah satu desa yang mempunyai permasalahan tentang sampah juga mencoba mengatasinya dengan mengelola sampah melalui Bank Sampah. Bank Sampah yang masih termasuk wajah baru bagi Desa Paseban, membutuhkan sosialisasi yang ekstra untuk mendapatkan perhatian masyarakat. Bank Sampah menjadi upaya untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat dengan sistem pengelolaan sampah yang baik. Sebagai wajah baru dalam tatanan masyarakat, dibutuhkan dukungan bagi warga masyarakat dalam pengelolaan sampah. Kebiasaan masyarakat untuk membuang sampah di tempat sampah memang sudah tertanam, namun kebiasaan untuk memilah sampah sesuai dengan kriterianya belum tertanam. Dengan memilah sampah, harapannya sampah dapat terpisah dan terurai sesuai dengan bahan produksi sampah (organik dan anorganik). Selain itu, Bank Sampah juga membuka peluang untuk meningkatkan pendapatan warga melalui aksi menabung sampah dan dimanfaatkan sebagai barang kerajinan. Pemanfaatan sampah yang dibuat menjadi kerajinan dilakukan oleh Komunitas Karya Bunda. Dengan demikian, sampah yang dikumpulkan mempunyai nilai ekonomis. 3 Desa Paseban terkenal dengan Wisata Religi Makam Sunan Pandanaran dan Goa Maria Marganingsih. Semakin berkembangnya Desa Paseban, otomatis juga akan menunjang kepopuleran Wisata Religi di sini. Pengembangan area wisata yang baik akan menarik pengunjung dan wisatawan untuk datang ke Desa Paseban. Selain penataan tempat wisata, pihak pengelola Desa Wisata Paseban beserta perangkat desa harus memperhatikan keefektifan akses masuk area wisata termasuk penyediaan tempat parkir, homestay atau penginapan, dan fasilitas lainnya. Kenyamanan dan kebersihan wilayah Desa Paseban juga menjadi sorotan khusus bagi masyarakat dan wisatawan yang datang. Jadi, pengelolaan lingkungan yang baik juga menjadi salah satu faktor dalam meningkatkan produktifitas desa. Banyaknya orang yang berkunjung ke tempat ini –tidak terkecuali masyarakat sekitarmembuat area wisata tidak lepas dari permasalahan sampah. Tidak dapat dipungkiri jika sampah berserakan dimana-mana walaupun sudah disediakan tempat sampah di beberapa titik. Akibatnya terdapat penumpukan sampah yang tidak sedap dipandang. Dijadikannya desa Paseban menjadi Desa Wisata membuat volume sampah semakin meningkat. Dengan demikian Bank Sampah diharapkan menjadi upaya yang sangat berarti dalam mengurangi masalah sampah di Desa Paseban. Tujuan dibangunnya Bank Sampah Desa Paseban ini sebenarnya tidak semata-mata untuk pengembangan Bank Sampah itu sendiri, tetapi juga untuk mendukung pengelolaan limbah plastik di Komunitas Karya Bunda. Komunitas Karya Bunda sebagai proses lanjutan dalam pengelolaan sampah dari Bank Sampah Desa Paseban dengan mendaur ulang sampah plastik yang tidak dapat dijual ke pengepul. Sehingga sampah plastik tidak terbuang sia-sia, melainkan dijadikan barang kerajinan seperti bunga, bros, sandal, topi, tas, tempat pensil, sampai dibuat baju. Komunitas Karya Bunda didukung oleh Bank Sampah Desa Paseban, Pemerintah Desa Paseban dan juga masyarakat. 4 Keterlibatan unsur kelembagaan yang terpadu pada Bank Sampah Desa Paseban dan Komunitas Karya Bunda mendukung keberhasilan pengelolaan sampah. Kelompok internal masyarakat seperti RT, RW, Padukuhan, PKK, Karang Taruna, dan kelompok masyarakat lainnya merupakan elemen penting dalam proses pelaksanaan. Selain itu, Pemerintah Daerah juga memberikan dukungan, karena dengan program ini turut membantu melestarikan lingkungan dan meningkatkan perekonomian warga. Setiap wilayah mempunyai cara tersendiri dalam mengatasi masalah sampah. Begitu pula dengan Desa Paseban. Pembentukan Bank Sampah dan pemanfaatan sampah melalui Komunitas Karya Bunda menjadi sorotan utama dalam pengelolaan sampah Desa Paseban. Untuk itu, penelitian ini menggambarkan bagaimana cara mengatasi permasalahan sampah dengan memanfaatkan sampah menjadi barang yang bernilai ekonomis melalui kewirausahaan sosial yang dilakukan oleh masyarakat. Partisipasi masyarakat dan pihakpihak yang terkait harus dapat bersinergi agar program ini menjadi suatu kebiasaan dan berkelanjutan. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana sistem pengelolaan sampah berbasis kewirausahaan sosial yang diterapkan dalam Komunitas Karya Bunda ? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dilakukan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui bagaimana sistem pengelolaan sampah berbasis kewirausahaan sosial yang diterapkan dalam Komunitas Karya Bunda. 2. Mengetahui hubungan antara Bank Sampah dan Komunitas Karya Bunda dalam satu kesatuan utuh pada pengelolaan sampah berbasis kewirausahaan sosial tersebut. 5 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pengelolaan sampah berbasis kewirausahaan sosial melalui Komunitas Karya Bunda dan Bank Sampah sebagai pendukungnya. Dengan kewirausahaan sosial, masyarakat dapat berkontribusi sebagai agent of change dalam menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat serta meningkatkan perekonomian rumah tangga masing-masing. 1.5 Penelitian Terdahulu Peningkatan jumlah sampah setiap tahun pasti menarik perhatian berbagai elemen masyarakat. Faktor yang paling dominan dalam peningkatan jumlah sampah antara lain adalah pertambahan penduduk dan tingkat konsumsi masyarakat. Menurut data non-fisik program Adipura Kabupaten Klaten pada tahun 2011-2012, sampah yang dihasilkan oleh masyarakat Kabupaten Klaten mencapai 250 m³ per hari. Namun volume sampah yang terangkut hanya 150 m³ per hari. Besarnya jumlah sampah yang dihasilkan, menjadikan pemikiran bersama untuk mengantisipasi sejak dini agar tidak menimbulkan permasalahan bagi Pemerintah Kabupaten Klaten di masa datang. Permasalahan sampah yang semakin tidak dapat dikendalikan akan menyebabkan permasalahan lain yaitu semakin menumpuknya sampah di TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Padahal di TPA dapat dilihat bahwa sampah sulit terurai karena tidak adanya sistem pemilahan. Di Kota Klaten hanya terdapat 2 TPA (Tempat Pembuangan Akhir) yaitu di TPA Jomboran (Klaten Tengah) dan TPA Joho (Prambanan). TPA Jomboran yang luasnya ± 1,7 ha mulai beroperasi sejak tahun 1987. Segala macam sampah tertampung di TPA Jomboran tanpa ada pemilahan. Akibatnya sampah menggunung, menimbulkan pencemaran udara dan merusak lingkungan. Masalah ini akan terus ada jika pengelolaan sampah belum maksimal. Sedangkan TPA Joho yang terletak di Kecamatan Prambanan mempunyai luas lahan sebesar 6 750 m² hanya merupakan tempat pembuangan akhir untuk menampung hasil reklamasi dari TPA Jomboran. Pengelolaan sampah dapat maksimal jika terdapat pihak-pihak yang mendukungnya. Sebagai contoh, penanganan sampah secara swakelola di Wedomartani (Sleman, Yogyakarta) merupakan pengelolaan sampah secara komunal melalui pendirian Industri Kecil Daur Ulang (IKDU) oleh masyarakat yang didukung oleh Karya Penggayuh Sentosa (KPS). KPS merupakan kelompok yang anggotanya terdiri dari para penarik sampah (tukang sampah) yang dikoordinir untuk mengelola sampah termasuk didalamnya kegiatan pengangkutan sampah dari warga. Tak hanya kegiatan pengangkutan sampah, tetapi juga dilakukan pemilahan dan daur ulang sampah di Lahan Daur Ulang Sampah (LDUS). Jadi, semua kegiatan pengelolaan sampah dilakukan oleh tukang sampah dan tidak melibatkan pihakpihak yang terkait (Utami dkk., 2008:31-48). Akibatnya, terdapat sisi negatif yaitu partisipasi dan kesadaran masyarakat tentang pengelolaan sampah di tingkat komunitas masih kurang. Berdasarkan Sektor Sanitasi Kabupaten (SSK) Klaten pada aspek persampahan, terdapat beberapa isu strategis yang dihadapi dalam pembangunan sanitasi Kabupaten Klaten dari hasil analisa SWOT (Strengths , Weaknesses, Opportunities, Threats). Isu-isu tersebut diantaranya yaitu (1) upaya pemanfaatan teknologi ramah lingkungan untuk mendaur ulang sampah organik maupun anorganik. Upaya tersebut perlu diterapkan lebih luas ditengah masyarakat. (2) Sosialisasi pelaksanaan 3R melalui kegiatan pelatihan dan pemberdayaan kader kelurahan pengelola sampah. Namun karena keterbatasan dana, program ini belum menjangkau ke seluruh kelurahan di Kabupaten Klaten. (3) Ketersediaan dukungan dana dari Provinsi, Pusat maupun Negara Donor untuk program persampahan, sehingga keterbatasan dana dari APBD dapat dipenuhi oleh dana tersebut. (4) Kesulitan menyediakan lahan untuk TPA baru. Keterbatasan lahan, mahalnya harga tanah dan rumitnya problem sosial menjadi faktor sulitnya pengadaan TPA baru di Kabupaten Klaten. (5) Masyarakat belum sepenuhnya 7 peduli terhadap pentingnya kebersihan lingkungan, terlihat dengan adanya sampah yang dibuang di sembarang tempat. (6) Pertambahan jumlah penduduk dan perubahan gaya hidup yang akan mengubah pola konsumerisme rumah tangga. Dengan demikian, perencanaan yang dibuat oleh pemerintah Kabupaten Klaten harus dibarengi dengan aksi masyarakat sebagai faktor pendukungnya. Aksi masyarakat dalam pengelolaan sampah juga ditunjukkan oleh masyarakat desa Paseban dengan sistem kelembagaan menggunakan Bank Sampah dan Komunitas Karya Bunda. Desa Paseban merupakan salah satu Kelurahan yang ada di Kabupaten Klaten. Selain untuk mendukung pemerintah Kabupaten Klaten dalam menciptakan lingkungan yang bersih, Desa Paseban sendiri juga berusaha menciptakan wilayah yang nyaman untuk dikunjungi. Desa Paseban sebagai salah satu Desa Wisata pasti akan banyak dikunjungi oleh wisatawan, sehingga lingkungannya tidak akan terlepas dari masalah sampah. Oleh karena itu, Desa Paseban membentuk wadah untuk mengelola sampah melalui Bank Sampah. Bank Sampah mempunyai proses interaksi seperti halnya Bank Konvensional. Adanya nasabah yang menabung dengan menyetorkan sampah, dicatat dengan buku tabungan, dan sampah yang disetorkan akan dihargai dengan uang. Sampah yang di terima di Bank Sampah ini adalah sampah yang sudah bersih dan terpilah. Berdasarkan klasifikasinya, sampah yang diterima untuk di daur ulang adalah berbagai macam kertas, botol (alumunium dan kaca), dan berbagai macam plastik. Untuk proses daur ulang, Bank Sampah di Desa Paseban ini mempunyai wadah khusus yang berpotensi untuk mendaur ulang sampah menjadi barang kerajinan yaitu Komunitas Karya Bunda. Hal ini tak hanya dapat menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat, juga akan meningkatkan ekonomi warga dengan daur ulang sampah menjadi barangbarang yang dapat dimanfaatkan kembali. 8 1.6 Kerangka Berpikir 1.6.1 Sampah sebagai Sumber Daya Ekonomi Keberadaan sampah merupakan akibat dari perilaku masyarakat itu sendiri. Termasuk perilaku konsumsi yang menjadi salah satu faktor penyumbang sampah dalam kehidupan manusia. Paradigma yang masih ada di benak sebagian besar masyarakat memandang sampah sebagai barang yang sudah tidak berguna. Sampah harus disingkirkan dan dijauhkan dari kehidupan manusia karena bisa mendatangkan penyakit. Tetapi sekarang, paradigma itu dapat diubah dengan paradigma baru yang memandang sampah sebagai sumberdaya yang mempunyai manfaat dan nilai ekonomi. Dalam penjelasan UU Nomor 18 Tahun 2008, Pengelolaan Sampah dilakukan dengan proses pengurangan sampah dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi proses pembatasan sampah, penggunaan kembali dan daur ulang. Sedangkan proses penangangan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir. Meminimalisir produksi sampah merupakan upaya dalam mengurangi tingkat pencemaran lingkungan, meningkatkan efisiensi dan memberikan manfaat secara ekonomi bagi masyarakat yang mampu menggunakannya kembali. Oleh karena itu, harus digalakkan kembali penanganan sampah yang berprinsip pada 3R (reduce, reuse,and recycle). Sampah dikatakan sebagai sumberdaya karena sampah dapat dikelola menjadi barang yang bermanfaat. Seiring dengan perkembangan teknologi, sampah dapat diolah dan digunakan oleh masyarakat. Penggunaan teknologi akan membantu pengolahan sampah sehingga menjadi salah satu sumber energi alternatif, misalnya listrik. Dengan memanfaatkan sampah, ternyata dapat membantu masyarakat mendapatkan sumber energi lain. Selain itu, yang sangat berdekatan dengan kehidupan manusia yaitu menjadikan sampah organik menjadi pupuk kompos. Akan sangat menghemat biaya jika pupuk kompos dapat diproduksi sendiri 9 untuk meningkatkan produksi pertanian. Beberapa hal tersebut sudah cukup menunjukkan bahwa sampah sebagai sumberdaya yang dapat digunakan untuk kebutuhan yang lain. Dalam konteks ini, pengolahan sampah melalui proses pengumpulan, pemilahan, sampai mendaur-ulang yang dilakukan Bank Sampah dan Komunitas Karya Bunda, menunjukkan bahwa sampah sebagai sumberdaya yang dapat digunakan kembali menjadi “new product”. Produk hasil daur ulang Bank Sampah dan Komunitas Karya Bunda biasanya menyesuaikan kebutuhan masyarakat. Seperti misalnya, tas, sandal, rangkaian bunga, tempat pensil, topi, dan lain sebagainya. Dengan demikian, akan meminimalisir penggunaan barang beli baru yang pada akhirnya akan menjadi sampah kembali. 1.6.2 Ekonomi dan Ekologi Ekonomi berasal dari kata oikos yang berarti rumah dan nomics yang berarti manajemen. Jadi ekonomi merupakan manajemen rumah tempat hidup (lingkungan) (Irwan, 2007:10). Sedangkan ekologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikos yang berarti rumah dan logos yang berarti ilmu, jadi ekologi berarti ilmu tentang makhluk hidup dalam rumahnya (lingkungannya) atau dapat diartikan juga sebagai ilmu tentang rumah tangga makhluk hidup. Keduanya memiliki keterikatan dalam hal pengelolaan sumber daya alam. Oleh karena itu, ekologi dapat juga dikatakan sebagai ekonomi alam, yang melakukan transaksi dalam bentuk materi, energi dan informasi (Soemarwoto, 1985:15). Sistem lingkungan yang dijaga dengan baik pasti tidak akan rusak walaupun alam sendiri yang mengontrolnya. Namun dalam kenyataannya, kerusakan lingkungan yang marak terjadi saat ini akibat dari ulah manusia itu sendiri. Selain tingkat konsumsi manusia yang menimbulkan sampah, juga pengeksploitasian alam untuk pembuatan barang kebutuhan manusia yang tidak dapat di kontrol. Tidak seimbangnya antara pertambahan penduduk dan lapangan kerja menimbulkan kebrutalan 10 manusia terhadap kelestarian lingkungan demi memenuhi kebutuhan hidupnya (Supardi, 2003:141). “Hidup di tempat” adalah hidup yang menjaga dan merawat ekosistem setempat yang sekaligus menggantungkan hidup pada mengolah alam demi kelanjutan seluruh kehidupan di dalamnya, termasuk kehidupan ekonomi manusia (Keraf, 2012:31). Ekonomi dan ekologi diharapkan menjadi dua hal yang tak dapat dipisahkan agar dapat mewujudkan masyarakat yang berkelanjutan. Hal ini dapat ditunjukkan dengan upaya masyarakat dalam merawat lingkungannya agar dapat bertahan hidup dan menunjang kehidupan ekonominya. Harapannya, hal tersebut memang benar-benar diwujudkan oleh masyarakat dan bukan hanya sekedar wacana. Karena kebanyakan masyarakat lebih memperhitungkan keuntungan ekonomi dan mengesampingkan akibat yang akan terjadi di lingkungan. Jadi, yang lebih penting adalah bagaimana upaya masyarakat mendapatkan keuntungan dari proses ekonomi yang berjalan dan menghindari kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan. Perkembangan ekonomi tidak terlepas dari proses pembagunan di segala bidang. Termasuk dalam sektor industri yang banyak diminati oleh banyak negara dan menyerap banyak tenaga kerja. Namun aspek lingkungan biasanya kurang diperhatikan, baru disadari jika sudah terjadi kerusakan lingkungan yang merugikan kehidupan. Pengembangan ekonomi dan ekologi yang baik seharusnya dapat mengintegrasikan antara ekonomi dengan hukum dan kondisi alam sehingga menjadi selaras. Jadi, adanya peningkatan ekonomi tidak sematamata untuk kelayakan hidup manusia saja, namun juga harus memperhatikan kelayakan lingkungan tempat tinggal manusia. 11 1.6.3 Menanam Ekonomi dalam Masyarakat melalui “Teori Embededdness” Istilah Embeddednes yang dipakai oleh Karl Polanyi mempunyai arti ‘keterlekatan’. Namun karena arti ‘keterlekatan’ belum menguatkan maksud yang diharapkan oleh Polanyi, maka embeddedness diartikan sebagai ‘ketertanaman’ yang pada akhirnya menjadi hal yang sianggap sentral dalam pemikiran Polanyi (Priyono, 2010:144). Manusia adalah makhluk yang embedded di tempat yang khas. “Ketertanaman” disini berarti manusia di tempat tertentu pasti melangsungkan kegiatan ekonomi dimana terdapat interaksi timbal balik antara dirinya sendiri dan tempat yang ditinggalinya. Ketika manusia mempunyai masalah sebenarnya solusi juga terdapat ada di sekitarnya. Jadi tindakan ekonomi tidak akan pernah terlepas dari kinerja gugus institusi lainnya (Priyono, 2010:150). Menurut Karl Polanyi, ekonomi merupakan “organisasi mata pencaharian manusia” (livelihood of man) (Priyono, 2010:157). Sehingga dalam kehidupan manusia tidak akan terlepas dengan apa yang namanya ekonomi. Dengan demikian, ekonomi mempunyai banyak keterikatan dengan berbagai urusan, termasuk hukum, politik, budaya, kesehatan, lingkungan, dan lainlain. Seperti yang diungkapkan Polanyi selanjutnya bahwa motif dan prasyarat aktivitas produktif (ekonomi) tertanam dalam organisasi masyarakat pada umumnya Masyarakat mempunyai sifat yang dinamis. Selalu ada perubahan di dalamnya, termasuk kebutuhan ekonomi yang selalu melekat dalam kehidupannya. Hal-hal yang membedakan dalam kehidupan setiap masyarakat salah satunya adalah knowledge yang dimiliki oleh setiap masyarakat. Sehingga respon yang diberikan kepada fenomena yang terjadipun berbeda-beda. Karl Polanyi berpandangan bahwa masyarakat (society) adalah organisme sosial alamiah, termasuk didalamnya dinamika pemenuhan kebutuhan material warganya (Priyono, 2010:145). Seperti yang sudah dijelaskan diatas, kebutuhan ekonomi selalu melekat didalamnya termasuk bagaimana produksi dan distribusi yang dilakukan. 12 Selain menyukseskan program Bank Sampah yang bertujuan mewujudkan lingkungan yang bebas sampah atau zero waste, juga untuk menciptakan wirausaha masyarakat yang dirintis oleh Komunitas Karya Bunda dalam mendaur-ulang sampah untuk dijadikan barang kerajinan. Selanjutnya, apa yang disebut ekonomi tidak dapat terpisah dari aspek lingkungan hidup dan pada gilirannya ekonomi juga akan sulit dipisahkan dari aspek-aspek lainnya termasuk kesehatan, hukum, politik, agama, dan lain sebagainya. Ketertanaman yang diambil dalam konsep ini adalah bahwa bagaimana kewirausahaan sosial yang ada pada Bank Sampah dan Komunitas Karya Bunda melekat atau tertanam dalam masyarakat Desa Paseban. Relasi-relasi yang terjalin melalui Bank Sampah dan Komunitas Karya Bunda menjadi lebih menonjol karena masyarakat mempunyai satu tujuan yang sama. Seperti argumen yang diajukan oleh Polanyi bahwa semua ekonomi pasti tertanam dalam tata kelembagaan sosial (Priyono, 2010:152). Karena proses pelembagaan aktivitas ekonomi itu sendiri merupakan salah satu jaringan yang akan menyangga keberlangsungan hidup suatu masyarakat (Priyono, 2010:159). Jadi, tidak ada salahnya jika terdapat proses produksi, distribusi dan konsumsi melalui kegiatan pengelolaan sampah selama kegiatan tersebut positif dan tidak merugikan bagi sesama manusia dan lingkungannya. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa semakin banyak faktor pendukung, maka kegiatan pengelolaan sampah akan semakin berhasil dan seperti apa yang diharapkan. Tak hanya Pemerintah Daerah saja, pengelolaan sampah juga harus dapat mengintegrasikan berbagai elemen yang ada di masyarakat. Sebuah masyarakat, di dalamnya pasti terdiri dari elemen-elemen yang membentuknya. Elemen-elemen tersebut termasuk individu, kelompok dan masyarakat itu sendiri. Pada elemen individu terdapat aktor anak, remaja, dewasa dan tua. Sedangkan untuk elemen dewasa dan tua, mereka masuk dalam suatu wadah atau organisasi yang terdapat dalam suatu masyarakat dimana mereka bersosialisasi. Untuk 13 seorang individu dewasa dan tua, mereka pasti sudah mempunyai pandangan tersendiri tentang pengelolaan sampah. Mereka harus tau apa yang sebaiknya dikerjakan dan apa yang sebaiknya diabaikan. Elemen individu memang menjadi elemen dasar untuk membangun mindset kesejahteraan masyarakat dan peduli lingkungan. Selanjutnya adalah elemen kelompok. Pada elemen kelompok masyarakat terdapat beberapa organisasi dan kelompok yang secara langsung dan tidak langsung dapat membantu pengelolaan sampah berbasis masyarakat ini. Kelompok masyarakat disini termasuk Karang Taruna, PKK, Dasawisma, Posyandu, Kelompok Kesenian, Kelompok pengajian dan lain sebagainya. Kelompok masyarakat tersebut sangat berpotensi dalam berpartisipasi untuk mengelola sampah karena sosialiasi dalam level kelompok lebih mudah menyebar daripada level individu. Yang terakhir adalah elemen masyarakat itu sendiri. Elemen masyarakat yang dimaksud disini adalah komposisi penduduk pria dan wanita. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat ini peran wanita menjadi sangat dominan karena waktu luang yang dimiliki wanita lebih banyak daripada pria. Sehingga wanita tidak hanya melulu ditempatkan dalam urusan domestik rumah tangga, namun juga dapat berpartisipasi ke masyarakat salah satunya turut mengelola sampah demi kepentingan bersama. 1.6.4. Teori Kewirausahaan Sosial Percakapan dalam dunia bisnis, tidak terlepas dari apa yang dinamakan dengan kewirausahaan. Seolah menjadi lahan empuk bagi banyak orang yang menggeluti bidang ekonomi. Kewirausahaan berasal dari kata wirausaha atau entrepreneur, yangmana istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang ekonom Perancis yang bernama Richard Cantillon. Ia menjelaskan bahwa wirausaha merupakan seseorang yang mampu memindahkan atau 14 mengkonversikan sumber-sumber daya ekonomis dari tingkat produktivitas rendah ketingkat produktivitas yang lebih tinggi. Sedangkan kewirausahaan merupakan sifat, kemampuan, perilaku, proses yang ditunjukkan dalam melakukan aktivitas yang berkaitan dengan wirausaha dimana seorang wirausahawan harus dapat mengembangkan ide, menggunakan peluang dan memecahkan masalah. Kewirausahaan yang dikaji dalam ilmu ekonomi memang berorientasi pada profit dan non-profit. Bagaimana kegiatan ekonomi tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan aspek untung dan rugi. Berbeda dengan kewirausahaan yang dikaji dalam ilmu sosial, yangmana menjadi kewirausahaan sosial. Konsep Kewirausahaan sosial diciptakan oleh William Bill Drayton. Menurutnya, kewirausahaan sosial digunakan untuk memenuhi kebutuhan sosial. Drayton (2002, 2005) dan Hammonds (2005) yang dikutip dalam Praszkier dan Nowak (2012), menyebutkan bahwa dalam kewirausahaan sosial terdapat beberapa unsur yaitu memunculkan ide-ide baru dalam memecahkan masalah, kreatif, memiliki sifat kewirausahaan, dan mempertimbangkan dampak sosial yang muncul. Penelitian ini berfokus pada pengelolaan sampah yang berbasis kewirausahaan masyarakat. Kewirausahaan juga menjadi cara baru untuk mendayagunakan dan mengarahkan kembali energi kreatif orang-orang yang berada dalam suatu komunitas (Bornstein, 2006:182). Pengelolaan sampah berbasis kewirausahaan sosial ini tidak melulu berorientasi pada bisnis yang mengedepankan profit, namun juga dapat menciptakan ekonomi yang mandiri dan bermanfaat bagi masyarakat luas. Kewirausahaan sosial lebih menekankan pada nilai-nilai sosial yang dihasilkan. Seperti dalam bidang bisnis, kewirausahaan sosial disini juga memiliki peran dalam menciptakan lapangan kerja, meningkatkan produktivitas dan pendapatan warga. 15 Bentuk kewirausahaan sosial yang dilakukan Bank Sampah Desa Paseban dan Komunitas Karya Bunda mencerminkan suatu upaya memanfaatkan peluang (potensi sosial) dengan model bisnis yang melibatkan masyarakat. Upaya ini juga dapat menjadi salah satu solusi yang dilakukan secara dinamis, inovatif dan berkelanjutan. Indikator kewirausahaan yang berhasil antara lain dapat mencapai tujuan jangka panjang yang bermakna, sistematis dalam mencari kesempatan baru, mempunyai rencana ke depan, memantau pelaksanaan dan mengevaluasi hasil yang diperoleh (Bornstein, 2006:272). Sehingga kewirausahaan sosial yang ditunjukkan dalam pengelolaan sampah melalui Bank Sampah dan Komunitas Karya Bunda ini mampu menunjukkan pada sebuah aktivitas yang diinisasi dan dilakukan oleh masyarakat, keputusan dari masyarakat (bottom-up), serta tujuan yang jelas bagi masyarakat pula. Selain itu kewirausahaan sosial juga harus mampu memotivasi dan mempengaruhi pola pikir masyarakat agar menghasilkan dampak besar serta solusi baru yang berguna pada ranah sosial (Praszkier dan Nowak, 2012). Dalam penjelasan kewirausahaan sosial, konsep penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah mereka (aktor) harus termotivasi untuk memenuhi misi sosial dan dapat mengatasi isu-isu sosial sehingga menghasilkan solusi yang inovatif. Hal ini akan berdampak pada proses perubahan sosial yang berkembang. Konsep kewirausahaan sosial yang ditunjukkan oleh Praszkier dan Nowak, meliputi lima dimensi yaitu misi sosial, inovasi sosial, perubahan sosial, semangat kewirausahaan dan kepribadian (kreativitas dan keterampilan kewirausahaan). (1) Misi Sosial, merupakan tujuan yang akan dicapai ketika melakukan kegiatan kewirausahaan sosial. Sebagai pengusaha sosial, mereka dituntut untuk selalu dapat mengatasi masalah sosial.Dengan demikian, mereka terus melihat peluang baru dalam setiap pemecahan masalah. (2) Inovasi Sosial. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pendekatan baru, ide baru, dan strategi baru.Menurut Mulgan (dalam Praszkier dan Nowak, 2012), inovasi sosial mengacu pada ide-ide baru dalam 16 memenuhi tujuan sosial. (3) Perubahan Sosial. Perubahan sosial diakui sebagai faktor penting dan sangat diperlukan. Hal ini lebih mengacu pada perubahan jangka panjang yang akan ditunjukkan dalam kewirausahaan sosial. (4) Semangat Kewirausahaan. Semangat kewirausahaan yang ciptakan oleh setiap individu dipandang sebagai komponen penting dalam kewirausahaan, terutama ketika dianggap sebagai mesin pendorong pada pertumbuhan sektor bisnis dan dari sektor sosial. Komitmen total dari setiap individu menjadi pendorong kuat kewirausahaan sosial dalam mengabdikan diri pada sesuatu yang berbeda, dengan tujuan menciptakan sesuatu yang lebih baik demi pemenuhan kebutuhan masyarakat. (5) Kepribadian (kreativitas dan keterampilan kewirausahaan). Fokus yang sebenarnya ada dalam kewirausahaan sosial adalah pengambilan resiko, melawan rintangan dan hambatan, dan menciptakan perubahan sosial. Beberapa penulis menyebutkan bahwa kewirausahaan sosial berarti terus mencari cara baru untuk menciptakan solusi dengan mengambil apa yang kurang dimanfaatkan, termasuk sumber daya yang dibuang, bersedia mengambil resiko serta mempertahankan misi. Dari kelima dimensi kewirausahaan sosial diatas dapat digunakan dalam menjelaskan bagaimana kewirausahaan yang diterapkan dalam Bank Sampah Desa Paseban dan Komunitas Karya Bunda.Kewirausahaan sosial yang diterapkan juga harus mampu mengatasi permasalahan sampah, menciptakan inovasi baru, menumbuhkan semangat kewirausahaan serta menciptakan perubahan sosial. Sistem kewirausahaan sosial yang dijelaskan dalam teori tersebut, jika diterapkan dalam pengembangan pengelolaan Komunitas Karya Bunda akan menunjukkan bagaimana wirausaha tersebut berdampak sosial dan ekonomi bagi masyarakat. Dalam hal ini, Komunitas Karya Bunda yang sudah terbentuk terlebih dahulu digambarkan sebagai fokus kewirausahaan sosial yang ada dalam pembahasan ini.Sedangkan Bank Sampah Pandanaran sebagai lembaga pendukung sistem pengelolaan sampah. 17 Untuk lebih memperjelas proses pengelolaan sampah di Bank Sampah dan Komunitas Karya Bunda, maka dibuatlah bagan sebagai berikut : Bagan 1.1 Proses Pengelolaan Sampah dalam Bank Sampah dan Komunitas Karya Bunda KOMUNITAS KARYA BUNDA Memanfaatkan sampah plastik untuk dijadikan kerajinan Karya Bunda bekerjasama dengan Bank Sampah Pandanaran sebagai penyedia bahan baku sampah plastik Sampah plastik dipilah berdasarkan jenis, warna dan merk Pembuatan berbagai kerajinan NASABAH Mengumpulkan sampah Memilah berdasarkan klasifikasinya (kertas, botol dan plastik) Membersihkannya Setorkan ke Bank Sampah BANK SAMPAH PANDANARAN Nasabah menyetorkan sampah Membuat rekening/ buku tabungan DISTRIBUTOR PRODUK Barang daur ulang/ kerajinan Pengemasan barang dan pelabelan harga distribusi barang Petugas akan menimbang dan mencatat sampah yang sudah bersih dan terpilah Sampah dihargai sejumlah barang yang disetorkan Uang dapat di tabung atau diambil secara cash Sumber : data primer 18 Keterangan : : bagian sistem dari pengelolaan sampah : proses kerja yang dilakukan setiap aktor pengelolaan sampah : garis putus-putus menunjukkan hubungan tidak langsung antara Bank Sampah dan Komunitas Karya Bunda, yang pada akhirnya menunjukkan apa yang menjadi faktor penghambat dan pendukung kewirausahaan sosial disini Bagan tersebut menjelaskan alur pengelolaan sampah yang berawal dari terbentuknya Komunitas Karya Bunda sebagai komunitas yang memanfaatkan sampah plastik dan menjalar ke terbentuknya Bank Sampah Pandanaran sebagai wadah penyedia bahan baku sampah yang digunakan oleh Komunitas Karya Bunda, sampai dengan proses distribusi produk kerajinan. Dalam perkembangannya, Bank Sampah Pandanaran dengan semua prosesnya hanyalah sebagai pendukung berjalannya kewirausahaan sosial yang ada di Komunitas Karya Bunda. Proses pengumpulan sampah oleh masyarakat (nasabah Bank Sampah), memilah sampah, menyetorkannya ke petugas Bank sampah, dan menabung (sampah) menjadi alur pengembangan proses pengelolaan sampah. Komunitas Karya Bunda berjalan berdampingan dengan Bank Sampah. Komunitas Karya Bunda dapat hidup karena adanya Bank Sampah dan Bank Sampah akan semakin maju jika proses pengelolaan sampah dapat dilanjutkan dengan proses pemanfaatan sampah. Dan pada akhirnya akan terjadi distribusi produk daur ulang sampah yang dihasilkan oleh Komunitas Karya Bunda. Namun untuk saat ini, distribusi belum tersebar luas karena keterbatasan sampah yang di buat kerajinan dan keterbatasan akses pemasaran. Semua proses 19 tersebut dikerjakan bersama-sama masyarakat, Bank Sampah, dan Komunitas Karya Bunda. Selain itu, Bank Sampah di Desa Paseban ini juga didukung oleh aparat pemerintahan Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Pemkab Klaten dan Titian Foundation. Oleh karena itu, dengan integrasi yang kuat maka lingkungan dapat terjaga kebersihannya serta Bank Sampah dan Komunitas Karya Bunda akan terus berkembang. Perihal paling mendasar adalah bagaimana menumbuhkan kesadaran setiap individu untuk mau dan mampu menjaga lingkungan dengan mengelola sampah. Apalagi pengelolaan sampah disini dapat menghasilkan uang dengan berpartisipasi dalam kewirausahaan sosial di Komunitas Karya Bunda dan menjadi nasabah Bank Sampah. Oleh sebab itu membutuhkan pendekatan yang akan mengubah mindset masyarakat bahwa sampah dapat menjadi Sumber Daya Ekonomi. 1.7 Metode Penelitian Metode adalah aspek yang sangat penting dan besar pengaruhnya terhadap berhasil tidaknya suatu penelitian, terutama untuk mengumpulkan data. Sebab data yang diperoleh dalam suatu penelitian merupakan gambaran dari obyek penelitian. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif (qualitative research). Menurut Bogdan dan Taylor, sebagaimana dikutip oleh Lexy J. Moleong (1990:3), metode penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah ingin mendapatkan realita di balik fenomena secara mendalam, rinci dan tuntas. Sehingga penelitian kualitatif sebagian alat buktinya tidak berupa data numerik yang dianalisis dengan uji statistik, namun berupa data (kata-kata), tindakan, dan dokumen. 20 1.7.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengelolaan sampah berbasis kewirausahaan masyarakat yang dilakukan oleh Bank Sampah Desa Paseban dan Komunitas Karya Bunda yang berada di Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Desa Paseban ini merupakan Desa Wisata yang lokasinya terletak pada pusat kota Kecamatan Bayat. Sehingga akses menuju wilayah ini cukup mudah dan banyak yang mengunjunginya. Tak heran jika wilayah ini tidak dapat terlepas dari masalah sampah. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui bagaimana cara masyarakat dapat menekan jumlah sampah agar tidak mencemari lingkungan, khususnya area wisata. 1.7.2 Jenis Penelitian Tipe penelitian yang digunakan selama penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Dengan penelitian deskriptif, peneliti dapat menjelaskan fenomena yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan tipe deskriptif karena peneliti ingin memperoleh data dan informasi yang mendalam mengenai kewirausahaan dalam pengelolaan sampah pada Bank Sampah di Desa Paseban yang berkaitan dengan adanya peningkatan perekonomian warga. Selain itu, peneliti juga melihat proses keberlangsungan Bank Sampah dan Komunitas Karya Bunda dimana didalamnya pasti ada kendala yang dihadapi. 1.7.3 Teknik Pengumpulan Data Selain metode, penelitian ini juga disertai dengan teknik pengumpulan data yang digunakan agar memperoleh data yang akurat. Peneliti sendiri mempunyai peranan penting dalam keseluruhan proses penelitian. Termasuk harus dapat memposisikan dirinya sebagai 21 peneliti dan sebagai aktor yang ikut terjun dalam proses penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan observasi lapangan dan wawancara mendalam (in-depth interview) . 1. Observasi Lapangan Observasi lapangan dilakukan dengan melihat situasi sosial yang terjadi pada tempat dimana peneliti melakukan penelitian dengan menggambarkan secara detail. Observasi ini digunakan untuk penelitian yang telah direncanakan secara sistematik tentang bagimana nilai-nilai dan proses sosial yang tengah terjadi di daerah penelitian. Selain itu, peneliti juga mampu menggali lebih dalam tentang seluk-beluk daerah agar data menjadi lebih jelas. Teknik ini juga memungkinkan peneliti untuk mengamati sendiri keadaan yang terjadi dan kegiatan yang berlangsung di masyarakat. Hasil dari kegiatan observasi dapat berupa foto, video, catatan lapangan (field note), dan sebagainya. Dalam penelitian ini, peneliti juga melakukan observasi lapangan di lokasi penelitian yaitu di Desa Paseban. Observasi yang dilakukan dalam penelitian harus mempunyai fokus agar arah perhatian peneliti dapat benar-benar pada kegiatan dan peristiwa tertentu yang dibutuhkan. Fokus yang diambil dalam observasi ini antara lain tentang bagaimana kewirausahaan yang berlangsung pada Bank Sampah dan Komunitas Karya Bunda. Jadi, peneliti dapat mengamati secara detail, mulai dari pengumpulan sampah oleh nasabah Bank Sampah, proses penabungan, pengolahan sampah, pembuatan kerajinan oleh Komunitas Karya Bunda, dan lain sebagainya. Selain mengamati kejadian dalam lokasi penelitian, peneliti melakukan pencatatan data agar meminimalisir terlewatnya data observasi lapangan. Melakukan observasi, peneliti harus peka terhadap kejadian-kejadian yang terjadi di 22 masyarakat. Karena bisa jadi kejadian-kejadian yang dilihat akan dapat menguatkan data penelitian. 2. Wawancara Mendalam (in-depth interview) Wawancara merupakan percakapan dengan maksud tertentu (mendapatkan data) yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara dan informan (Moleong, 1990:135). Instrumen yang digunakan dalam wawancara mendalam yaitu interview guide (panduan wawancara). Wawancara ini juga tidak mengharuskan menggunakan interview guide, bisa juga langsung menanyakan hal-hal apa yang ingin di gali lebih dalam secara fleksibel. Tujuan menggunakan interview guide adalah supaya pertanyaan tersusun secara sistematis dan tidak ada pertanyaan yang terlewati, sehingga informasi yang diperoleh semakin lengkap dan rinci. Tujuan khusus peneliti menggunakan metode wawancara mendalam ini adalah untuk memperoleh data secara jelas dan kongkret tentang bagaimana kondisi sosial, ekonomi dan ekologi di Desa Paseban yang mengelola sampahnya melalui Bank Sampah dan Komunitas Karya Bunda. Dengan keduanya maka akan meningkatkan perekonomian warga dengan membuat barang daur ulang melalui kegiatan wirausaha dengan Komunitas Karya Bunda-nya. Selain itu, juga menjadi daya tarik tersendiri bagi sebuah Desa Wisata. Untuk memperoleh data yang dibutuhkan maka peneliti perlu menentukan informan-informan kunci. Informan kunci (key person) disini adalah pihak-pihak yang mengetahui secara detail tentang masalah yang peneliti teliti. Jika demikian, maka informan yang di wawancarai merupakan aktor-aktor yang terlibat langsung dalam pengelolaan Bank Sampah Desa Paseban. Informan yang akan dijadikan narasumber dalam penelitian ini antara lain Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Klaten, Pemerintah Desa Paseban (Kepala Desa), Pengurus Bank 23 Sampah, Nasabah Bank Sampah, Pengurus Komunitas Karya Bunda dan anggota Komunitas Karya Bunda. Jumlah informan yang diwawancarai dalam penelitian ini berjumlah 9 orang. Dengan demikian, data yang dikumpulkan berupa hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumen-dokumen lainnya yang mendukung penelitian ini. Sehingga penggambaran secara jelas mengenai realita yang ada di balik fenomena lapangan yang diteliti. Jadi disini peneliti ingin menggambarkan bagaimana relita yang sebenarnya terjadi pada kewirausahaan sosial di masyarakat Desa Paseban yang mengelola sampahnya dengan Bank Sampah dan Komunitas Karya Bunda. Selain itu, penelitian ini juga menggali informasi tentang bagaimana kewirausahaan yang dibangun oleh masyarakat sendiri yang berdampak pada perekonomian warga itu sendiri. Jadi secara tidak langsung, peneliti mengamati proses berlangsungnya kegiatan ekonomi melalui pengelolaan sampah di Desa Paseban. 1.7.4 Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua. Pertama, sumber data primer. Sumber data primer merupakan data yang dikumpulkan dari sumber utama (first-hand information) termasuk observasi lapangan, hasil wawancara terhadap informan dan dokumentasi lapangan. Keuntungan menggunakan data primer yaitu sesuai dengan tujuan penelitian dan dikumpulkan dengan prosedur-prosedur yang ditetapkan dan dikontrol oleh peneliti (Silalahi, 2010: 289-290). Kedua, sumber data sekunder. Sumber data sekunder merupakan data yang dikumpulkan dari tangan kedua atau dari sumber lain yang telah tersedia sebelum penelitian dilakukan (Silalahi, 2010:291). Data ini diperoleh dari dokumendokumen yang berkaitan dengan masalah penelitian. Dokumen tersebut antara lain data 24 monografi desa, profil komunitas, jurnal, buku referensi, publikasi media massa, media internet dan dokumen-dokumen yang mendukung data penelitian. 1.7.5 Teknik Analisa Data Analisis data merupakan langkah kritis yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian. Proses analisa data kualitatif dilakukan setelah memperoleh data lapangan secara lengkap sesuai dengan sasaran penelitian. Data yang telah dikumpulkan dalam berbagai macam cara (observasi, wawancara, dokumentasi) diproses dengan menggunakan kata-kata yang biasanya disusun ke dalam teks yang diperluas dan tidak menggunakan perhitungan matematis atau statistika sebagai alat bantu analisis (Silalahi, 2010:339). Analisis data menurut Miles dan Huberman meliputi tiga alur kegiatan, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi (Silalahi, 2010:339). (1) Reduksi data. Reduksi data merupakan proses pemilihan data, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstraksian, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatancatatan tertulis di lapangan yang dilakukan secara terus-menerus selama pengumpulan data. Dalam proses reduksi, peneliti dapat membuang data yang dianggap tidak relevan dengan penelitian ini. (2) Penyajian Data. Penyajian data sebagai proses menampilkan sekumpulan informasi yang tersusun sehingga memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan oleh peneliti. (3) Penarikan Kesimpulan/ Verifikasi. Kesimpulan mungkin tidak muncul sampai pengumpulan data berakhir, tergantung pada kualitas catatan lapangan, pengkodean, penyimpanan dan kecakapan peneliti mencari data. Makna-makna yang muncul dari data harus diuji validitasnya sehingga tujuan penelitian dapat benar-benar tercapai. 25