BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Klaten

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota Klaten merupakan sebuah kota kecil dengan perkembangan wilayah yang
dinamis. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010, jumlah penduduk di
wilayah Kota Klaten mencapai 1.130.047 jiwa dan setiap tahun mengalami peningkatan.
Semakin meningkat jumlah penduduk akan berdampak pula pada kondisi lingkungan sekitar.
Salah satunya berdampak pada volume sampah dan pencemaran lingkungan. Volume sampah
yang semakin meningkat juga akan berpengaruh terhadap proses pembuangan pada Tempat
Pembuangan Akhir (TPA). Minimalnya jumlah TPA di wilayah Klaten membuat TPA susah
untuk menampung banyaknya sampah. Sampah di TPA semakin menggunung dan tidak
dapat terurai dengan baik. Akibatnya, sampah menjadi salah satu faktor terjadinya
pencemaran lingkungan.
Banyaknya sampah yang tidak dapat ditangani dengan baik, maka pemerintah Kota
Klaten berusaha untuk mengelola sampah supaya lebih bermanfaat. Dengan asas 3R yaitu
reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali) dan recycle (mendaur ulang) diharapkan
mampu menjadi konsep yang benar-benar akan mengatasi masalah sampah. Jenis sampah
yang dibahas dalam penelitian ini adalah sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga.
Persoalan sampah rumah tangga diatasi secara bottom up dengan pengelolaan sampah
berbasis komunitas yang sejalan dengan UU Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah.
1
Menurut UU No 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sampah adalah sisa
kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam yang berbentuk padat. Oleh karena itu,
agar sampah tidak mencemari lingkungan diperlukan adanya pengelolaan. Pengelolaan
sampah yaitu kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi
pengurangan dan penanganan sampah. Dengan demikian, peraturan pemerintah tersebut juga
menunjukkan bahwa diperlukannya partisipasi, kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk
bersama-sama menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat dengan mengelola sampah.
Upaya menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat dapat diwujudkan dengan
sistem pengelolaan sampah yang baik. Hal ini akan menunjukkan adanya hubungan manusia
dengan alam. Interaksi dengan lingkungan ini tampak dalam pengolahan alam dan usaha
manusia untuk melestarikan kondisi alam agar tetap dapat dinikmati dan dimanfaatkan.
Dalam konteks ini, pengelolaan sampah yang baik melalui proses yang dilembagakan
sehingga dapat terkoordinir. Organisasi pengelolaan sampah yang sekarang sedang marak
yaitu Bank Sampah. Contoh Bank Sampah yang sudah berdiri dan berkembang cukup lama
antara lain Bank Sampah Gemah Ripah di Badegan (Bantul, Yogyakarta), Sukunan Bersemi
di Yogyakarta, Bank Sampah di Minomartani, dan lain sebagainya. Seperti yang sedang
digalakkan di Kabupaten Klaten, sudah terdapat beberapa daerah yang membentuk Bank
Sampah di daerah Cawas, Polanharjo, Klaten Selatan, Tonggalan, Sumberejo, dan
sebagainya. Bank Sampah dipandang sebagai salah satu pihak yang dirasa menjadi pelopor
terwujudnya lingkungan yang bersih dan sehat. Di beberapa daerah sudah sukses mengelola
sampah melalui Bank sampah. Selain menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat, juga
akan meningkatkan produktifitas dan peningkatan ekonomi warga. Namun, di awal pendirian
Bank Sampah juga harus di dukung oleh kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam
mengembangkan Bank Sampah dan menjaga lingkungan.
2
Tidak mudah untuk selalu menjaga konsistensi masyarakat dalam menjaga
lingkungan. Sebagai contoh, terkadang seseorang sadar jika harus membuang sampah pada
tempatnya, tetapi terkadang juga akan melalaikannya. Diperlukan pengertian yang benarbenar memunculkan mindset untuk mengelola sampah. Tidak berbeda halnya dengan
pengorganisasian Bank Sampah. Pengelola Bank Sampah juga harus benar-benar sadar akan
arti pentingnya mengelola sampah. Oleh karena itu, untuk menciptakan kesadaran masyarakat
dalam mengelola sampah dibutuhkan perubahan pola pikir dari masyarakat sendiri beserta
komunitas untuk mau mengelola sampah yang mereka hasilkan. Mengelola sampah disini
termasuk mulai proses pengumpulan sampah, memilah sampah, pengangkutan sampah,
sampai proses daur ulang sampah.
Desa Paseban termasuk salah satu desa yang mempunyai permasalahan tentang
sampah juga mencoba mengatasinya dengan mengelola sampah melalui Bank Sampah. Bank
Sampah yang masih termasuk wajah baru bagi Desa Paseban, membutuhkan sosialisasi yang
ekstra untuk mendapatkan perhatian masyarakat. Bank Sampah menjadi upaya untuk
menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat dengan sistem pengelolaan sampah yang baik.
Sebagai wajah baru dalam tatanan masyarakat, dibutuhkan dukungan bagi warga masyarakat
dalam pengelolaan sampah. Kebiasaan masyarakat untuk membuang sampah di tempat
sampah memang sudah tertanam, namun kebiasaan untuk memilah sampah sesuai dengan
kriterianya belum tertanam. Dengan memilah sampah, harapannya sampah dapat terpisah dan
terurai sesuai dengan bahan produksi sampah (organik dan anorganik). Selain itu, Bank
Sampah juga membuka peluang untuk meningkatkan pendapatan warga melalui aksi
menabung sampah dan dimanfaatkan sebagai barang kerajinan. Pemanfaatan sampah yang
dibuat menjadi kerajinan dilakukan oleh Komunitas Karya Bunda. Dengan demikian, sampah
yang dikumpulkan mempunyai nilai ekonomis.
3
Desa Paseban terkenal dengan Wisata Religi Makam Sunan Pandanaran dan Goa
Maria Marganingsih. Semakin berkembangnya Desa Paseban, otomatis juga akan menunjang
kepopuleran Wisata Religi di sini. Pengembangan area wisata yang baik akan menarik
pengunjung dan wisatawan untuk datang ke Desa Paseban. Selain penataan tempat wisata,
pihak pengelola Desa Wisata Paseban beserta perangkat desa harus memperhatikan
keefektifan akses masuk area wisata termasuk penyediaan tempat parkir, homestay atau
penginapan, dan fasilitas lainnya. Kenyamanan dan kebersihan wilayah Desa Paseban juga
menjadi sorotan khusus bagi masyarakat dan wisatawan yang datang. Jadi, pengelolaan
lingkungan yang baik juga menjadi salah satu faktor dalam meningkatkan produktifitas desa.
Banyaknya orang yang berkunjung ke tempat ini –tidak terkecuali masyarakat sekitarmembuat area wisata tidak lepas dari permasalahan sampah. Tidak dapat dipungkiri jika
sampah berserakan dimana-mana walaupun sudah disediakan tempat sampah di beberapa
titik. Akibatnya terdapat penumpukan sampah yang tidak sedap dipandang.
Dijadikannya desa Paseban menjadi Desa Wisata membuat volume sampah semakin
meningkat. Dengan demikian Bank Sampah diharapkan menjadi upaya yang sangat berarti
dalam mengurangi masalah sampah di Desa Paseban. Tujuan dibangunnya Bank Sampah
Desa Paseban ini sebenarnya tidak semata-mata untuk pengembangan Bank Sampah itu
sendiri, tetapi juga untuk mendukung pengelolaan limbah plastik di Komunitas Karya Bunda.
Komunitas Karya Bunda sebagai proses lanjutan dalam pengelolaan sampah dari Bank
Sampah Desa Paseban dengan mendaur ulang sampah plastik yang tidak dapat dijual ke
pengepul. Sehingga sampah plastik tidak terbuang sia-sia, melainkan dijadikan barang
kerajinan seperti bunga, bros, sandal, topi, tas, tempat pensil, sampai dibuat baju. Komunitas
Karya Bunda didukung oleh Bank Sampah Desa Paseban, Pemerintah Desa Paseban dan juga
masyarakat.
4
Keterlibatan unsur kelembagaan yang terpadu pada Bank Sampah Desa Paseban dan
Komunitas Karya Bunda mendukung keberhasilan pengelolaan sampah. Kelompok internal
masyarakat seperti RT, RW, Padukuhan, PKK, Karang Taruna, dan kelompok masyarakat
lainnya merupakan elemen penting dalam proses pelaksanaan. Selain itu, Pemerintah Daerah
juga memberikan dukungan, karena dengan program ini turut membantu melestarikan
lingkungan dan meningkatkan perekonomian warga.
Setiap wilayah mempunyai cara tersendiri dalam mengatasi masalah sampah. Begitu
pula dengan Desa Paseban. Pembentukan Bank Sampah dan pemanfaatan sampah melalui
Komunitas Karya Bunda menjadi sorotan utama dalam pengelolaan sampah Desa Paseban.
Untuk itu, penelitian ini menggambarkan bagaimana cara mengatasi permasalahan sampah
dengan memanfaatkan sampah
menjadi barang yang bernilai ekonomis
melalui
kewirausahaan sosial yang dilakukan oleh masyarakat. Partisipasi masyarakat dan pihakpihak yang terkait harus dapat bersinergi agar program ini menjadi suatu kebiasaan dan
berkelanjutan.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana sistem pengelolaan sampah berbasis kewirausahaan sosial yang diterapkan dalam
Komunitas Karya Bunda ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui bagaimana sistem pengelolaan sampah berbasis kewirausahaan sosial
yang diterapkan dalam Komunitas Karya Bunda.
2. Mengetahui hubungan antara Bank Sampah dan Komunitas Karya Bunda dalam satu
kesatuan utuh pada pengelolaan sampah berbasis kewirausahaan sosial tersebut.
5
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pengelolaan sampah berbasis
kewirausahaan sosial melalui Komunitas Karya Bunda dan Bank Sampah sebagai
pendukungnya. Dengan kewirausahaan sosial, masyarakat dapat berkontribusi sebagai agent
of change dalam menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat serta meningkatkan
perekonomian rumah tangga masing-masing.
1.5 Penelitian Terdahulu
Peningkatan jumlah sampah setiap tahun pasti menarik perhatian berbagai elemen
masyarakat. Faktor yang paling dominan dalam peningkatan jumlah sampah antara lain
adalah pertambahan penduduk dan tingkat konsumsi masyarakat. Menurut data non-fisik
program Adipura Kabupaten Klaten pada tahun 2011-2012, sampah yang dihasilkan oleh
masyarakat Kabupaten Klaten mencapai 250 m³ per hari. Namun volume sampah yang
terangkut hanya 150 m³ per hari. Besarnya jumlah sampah yang dihasilkan, menjadikan
pemikiran bersama untuk mengantisipasi sejak dini agar tidak menimbulkan permasalahan
bagi Pemerintah Kabupaten Klaten di masa datang.
Permasalahan sampah yang semakin tidak dapat dikendalikan akan menyebabkan
permasalahan lain yaitu semakin menumpuknya sampah di TPA (Tempat Pembuangan
Akhir). Padahal di TPA dapat dilihat bahwa sampah sulit terurai karena tidak adanya sistem
pemilahan. Di Kota Klaten hanya terdapat 2 TPA (Tempat Pembuangan Akhir) yaitu di TPA
Jomboran (Klaten Tengah) dan TPA Joho (Prambanan). TPA Jomboran yang luasnya ± 1,7
ha mulai beroperasi sejak tahun 1987. Segala macam sampah tertampung di TPA Jomboran
tanpa ada pemilahan. Akibatnya sampah menggunung, menimbulkan pencemaran udara dan
merusak lingkungan. Masalah ini akan terus ada jika pengelolaan sampah belum maksimal.
Sedangkan TPA Joho yang terletak di Kecamatan Prambanan mempunyai luas lahan sebesar
6
750 m² hanya merupakan tempat pembuangan akhir untuk menampung hasil reklamasi dari
TPA Jomboran.
Pengelolaan sampah dapat maksimal jika terdapat pihak-pihak yang mendukungnya.
Sebagai contoh, penanganan sampah secara swakelola di Wedomartani (Sleman, Yogyakarta)
merupakan pengelolaan sampah secara komunal melalui pendirian Industri Kecil Daur Ulang
(IKDU) oleh masyarakat yang didukung oleh Karya Penggayuh Sentosa (KPS). KPS
merupakan kelompok yang anggotanya terdiri dari para penarik sampah (tukang sampah)
yang dikoordinir untuk mengelola sampah termasuk didalamnya kegiatan pengangkutan
sampah dari warga. Tak hanya kegiatan pengangkutan sampah, tetapi juga dilakukan
pemilahan dan daur ulang sampah di Lahan Daur Ulang Sampah (LDUS). Jadi, semua
kegiatan pengelolaan sampah dilakukan oleh tukang sampah dan tidak melibatkan pihakpihak yang terkait (Utami dkk., 2008:31-48). Akibatnya, terdapat sisi negatif yaitu partisipasi
dan kesadaran masyarakat tentang pengelolaan sampah di tingkat komunitas masih kurang.
Berdasarkan Sektor Sanitasi Kabupaten (SSK) Klaten pada aspek persampahan,
terdapat beberapa isu strategis yang dihadapi dalam pembangunan sanitasi Kabupaten Klaten
dari hasil analisa SWOT (Strengths , Weaknesses, Opportunities, Threats). Isu-isu tersebut
diantaranya yaitu (1) upaya pemanfaatan teknologi ramah lingkungan untuk mendaur ulang
sampah organik maupun anorganik. Upaya tersebut perlu diterapkan lebih luas ditengah
masyarakat. (2) Sosialisasi pelaksanaan 3R melalui kegiatan pelatihan dan pemberdayaan
kader kelurahan pengelola sampah. Namun karena keterbatasan dana, program ini belum
menjangkau ke seluruh kelurahan di Kabupaten Klaten. (3) Ketersediaan dukungan dana dari
Provinsi, Pusat maupun Negara Donor untuk program persampahan, sehingga keterbatasan
dana dari APBD dapat dipenuhi oleh dana tersebut. (4) Kesulitan menyediakan lahan untuk
TPA baru. Keterbatasan lahan, mahalnya harga tanah dan rumitnya problem sosial menjadi
faktor sulitnya pengadaan TPA baru di Kabupaten Klaten. (5) Masyarakat belum sepenuhnya
7
peduli terhadap pentingnya kebersihan lingkungan, terlihat dengan adanya sampah yang
dibuang di sembarang tempat. (6) Pertambahan jumlah penduduk dan perubahan gaya hidup
yang akan mengubah pola konsumerisme rumah tangga. Dengan demikian, perencanaan yang
dibuat oleh pemerintah Kabupaten Klaten harus dibarengi dengan aksi masyarakat sebagai
faktor pendukungnya.
Aksi masyarakat dalam pengelolaan sampah juga ditunjukkan oleh masyarakat desa
Paseban dengan sistem kelembagaan menggunakan Bank Sampah dan Komunitas Karya
Bunda. Desa Paseban merupakan salah satu Kelurahan yang ada di Kabupaten Klaten. Selain
untuk mendukung pemerintah Kabupaten Klaten dalam menciptakan lingkungan yang bersih,
Desa Paseban sendiri juga berusaha menciptakan wilayah yang nyaman untuk dikunjungi.
Desa Paseban sebagai salah satu Desa Wisata pasti akan banyak dikunjungi oleh wisatawan,
sehingga lingkungannya tidak akan terlepas dari masalah sampah. Oleh karena itu, Desa
Paseban membentuk wadah untuk mengelola sampah melalui Bank Sampah. Bank Sampah
mempunyai proses interaksi seperti halnya Bank Konvensional. Adanya nasabah yang
menabung dengan menyetorkan sampah, dicatat dengan buku tabungan, dan sampah yang
disetorkan akan dihargai dengan uang. Sampah yang di terima di Bank Sampah ini adalah
sampah yang sudah bersih dan terpilah. Berdasarkan klasifikasinya, sampah yang diterima
untuk di daur ulang adalah berbagai macam kertas, botol (alumunium dan kaca), dan berbagai
macam plastik. Untuk proses daur ulang, Bank Sampah di Desa Paseban ini mempunyai
wadah khusus yang berpotensi untuk mendaur ulang sampah menjadi barang kerajinan yaitu
Komunitas Karya Bunda. Hal ini tak hanya dapat menciptakan lingkungan yang bersih dan
sehat, juga akan meningkatkan ekonomi warga dengan daur ulang sampah menjadi barangbarang yang dapat dimanfaatkan kembali.
8
1.6 Kerangka Berpikir
1.6.1 Sampah sebagai Sumber Daya Ekonomi
Keberadaan sampah merupakan akibat dari perilaku masyarakat itu sendiri. Termasuk
perilaku konsumsi yang menjadi salah satu faktor penyumbang sampah dalam kehidupan
manusia. Paradigma yang masih ada di benak sebagian besar masyarakat memandang sampah
sebagai barang yang sudah tidak berguna. Sampah harus disingkirkan dan dijauhkan dari
kehidupan manusia karena bisa mendatangkan penyakit. Tetapi sekarang, paradigma itu dapat
diubah dengan paradigma baru yang memandang sampah sebagai sumberdaya yang
mempunyai manfaat dan nilai ekonomi. Dalam penjelasan UU Nomor 18 Tahun 2008,
Pengelolaan Sampah dilakukan dengan proses pengurangan sampah dan penanganan sampah.
Pengurangan sampah meliputi proses pembatasan sampah, penggunaan kembali dan daur
ulang. Sedangkan proses penangangan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan,
pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir.
Meminimalisir produksi sampah merupakan upaya dalam mengurangi tingkat
pencemaran lingkungan, meningkatkan efisiensi dan memberikan manfaat secara ekonomi
bagi masyarakat yang mampu menggunakannya kembali. Oleh karena itu, harus digalakkan
kembali penanganan sampah yang berprinsip pada 3R (reduce, reuse,and recycle). Sampah
dikatakan sebagai sumberdaya karena sampah dapat dikelola menjadi barang yang
bermanfaat. Seiring dengan perkembangan teknologi, sampah dapat diolah dan digunakan
oleh masyarakat. Penggunaan teknologi akan membantu pengolahan sampah sehingga
menjadi salah satu sumber energi alternatif, misalnya listrik. Dengan memanfaatkan sampah,
ternyata dapat membantu masyarakat mendapatkan sumber energi lain. Selain itu, yang
sangat berdekatan dengan kehidupan manusia yaitu menjadikan sampah organik menjadi
pupuk kompos. Akan sangat menghemat biaya jika pupuk kompos dapat diproduksi sendiri
9
untuk meningkatkan produksi pertanian. Beberapa hal tersebut sudah cukup menunjukkan
bahwa sampah sebagai sumberdaya yang dapat digunakan untuk kebutuhan yang lain.
Dalam konteks ini, pengolahan sampah melalui proses pengumpulan, pemilahan,
sampai mendaur-ulang yang dilakukan Bank Sampah dan Komunitas Karya Bunda,
menunjukkan bahwa sampah sebagai sumberdaya yang dapat digunakan kembali menjadi
“new product”. Produk hasil daur ulang Bank Sampah dan Komunitas Karya Bunda biasanya
menyesuaikan kebutuhan masyarakat. Seperti misalnya, tas, sandal, rangkaian bunga, tempat
pensil, topi, dan lain sebagainya. Dengan demikian, akan meminimalisir penggunaan barang
beli baru yang pada akhirnya akan menjadi sampah kembali.
1.6.2 Ekonomi dan Ekologi
Ekonomi berasal dari kata oikos yang berarti rumah dan nomics yang berarti
manajemen. Jadi ekonomi merupakan manajemen rumah tempat hidup (lingkungan) (Irwan,
2007:10). Sedangkan ekologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikos yang berarti rumah dan
logos yang berarti ilmu, jadi ekologi berarti ilmu tentang makhluk hidup dalam rumahnya
(lingkungannya) atau dapat diartikan juga sebagai ilmu tentang rumah tangga makhluk hidup.
Keduanya memiliki keterikatan dalam hal pengelolaan sumber daya alam. Oleh karena itu,
ekologi dapat juga dikatakan sebagai ekonomi alam, yang melakukan transaksi dalam bentuk
materi, energi dan informasi (Soemarwoto, 1985:15). Sistem lingkungan yang dijaga dengan
baik pasti tidak akan rusak walaupun alam sendiri yang mengontrolnya. Namun dalam
kenyataannya, kerusakan lingkungan yang marak terjadi saat ini akibat dari ulah manusia itu
sendiri. Selain tingkat konsumsi manusia yang menimbulkan sampah, juga pengeksploitasian
alam untuk pembuatan barang kebutuhan manusia yang tidak dapat di kontrol. Tidak
seimbangnya antara pertambahan penduduk dan lapangan kerja menimbulkan kebrutalan
10
manusia terhadap kelestarian lingkungan demi memenuhi kebutuhan hidupnya (Supardi,
2003:141).
“Hidup di tempat” adalah hidup yang menjaga dan merawat ekosistem setempat yang
sekaligus menggantungkan hidup pada mengolah alam demi kelanjutan seluruh kehidupan di
dalamnya, termasuk kehidupan ekonomi manusia (Keraf, 2012:31). Ekonomi dan ekologi
diharapkan menjadi dua hal yang tak dapat dipisahkan agar dapat mewujudkan masyarakat
yang berkelanjutan. Hal ini dapat ditunjukkan dengan upaya masyarakat dalam merawat
lingkungannya agar dapat bertahan hidup dan menunjang kehidupan ekonominya.
Harapannya, hal tersebut memang benar-benar diwujudkan oleh masyarakat dan bukan hanya
sekedar wacana. Karena kebanyakan masyarakat lebih memperhitungkan keuntungan
ekonomi dan mengesampingkan akibat yang akan terjadi di lingkungan. Jadi, yang lebih
penting adalah bagaimana upaya masyarakat mendapatkan keuntungan dari proses ekonomi
yang berjalan dan menghindari kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan.
Perkembangan ekonomi tidak terlepas dari proses pembagunan di segala bidang.
Termasuk dalam sektor industri yang banyak diminati oleh banyak negara dan menyerap
banyak tenaga kerja. Namun aspek lingkungan biasanya kurang diperhatikan, baru disadari
jika sudah terjadi kerusakan lingkungan yang merugikan kehidupan. Pengembangan ekonomi
dan ekologi yang baik seharusnya dapat mengintegrasikan antara ekonomi dengan hukum
dan kondisi alam sehingga menjadi selaras. Jadi, adanya peningkatan ekonomi tidak sematamata untuk kelayakan hidup manusia saja, namun juga harus memperhatikan kelayakan
lingkungan tempat tinggal manusia.
11
1.6.3 Menanam Ekonomi dalam Masyarakat melalui “Teori Embededdness”
Istilah Embeddednes yang dipakai oleh Karl Polanyi mempunyai arti ‘keterlekatan’.
Namun karena arti ‘keterlekatan’ belum menguatkan maksud yang diharapkan oleh Polanyi,
maka embeddedness diartikan sebagai ‘ketertanaman’ yang pada akhirnya menjadi hal yang
sianggap sentral dalam pemikiran Polanyi (Priyono, 2010:144).
Manusia adalah makhluk yang embedded di tempat yang khas. “Ketertanaman” disini
berarti manusia di tempat tertentu pasti melangsungkan kegiatan ekonomi dimana terdapat
interaksi timbal balik antara dirinya sendiri dan tempat yang ditinggalinya. Ketika manusia
mempunyai masalah sebenarnya solusi juga terdapat ada di sekitarnya. Jadi tindakan ekonomi
tidak akan pernah terlepas dari kinerja gugus institusi lainnya (Priyono, 2010:150). Menurut
Karl Polanyi, ekonomi merupakan “organisasi mata pencaharian manusia” (livelihood of
man) (Priyono, 2010:157). Sehingga dalam kehidupan manusia tidak akan terlepas dengan
apa yang namanya ekonomi. Dengan demikian, ekonomi mempunyai banyak keterikatan
dengan berbagai urusan, termasuk hukum, politik, budaya, kesehatan, lingkungan, dan lainlain. Seperti yang diungkapkan Polanyi selanjutnya bahwa motif dan prasyarat aktivitas
produktif (ekonomi) tertanam dalam organisasi masyarakat pada umumnya
Masyarakat mempunyai sifat yang dinamis. Selalu ada perubahan di dalamnya,
termasuk kebutuhan ekonomi yang selalu melekat dalam kehidupannya. Hal-hal yang
membedakan dalam kehidupan setiap masyarakat salah satunya adalah knowledge yang
dimiliki oleh setiap masyarakat. Sehingga respon yang diberikan kepada fenomena yang
terjadipun berbeda-beda. Karl Polanyi berpandangan bahwa masyarakat (society) adalah
organisme sosial alamiah, termasuk didalamnya dinamika pemenuhan kebutuhan material
warganya (Priyono, 2010:145). Seperti yang sudah dijelaskan diatas, kebutuhan ekonomi
selalu melekat didalamnya termasuk bagaimana produksi dan distribusi yang dilakukan.
12
Selain menyukseskan program Bank Sampah yang bertujuan mewujudkan lingkungan
yang bebas sampah atau zero waste, juga untuk menciptakan wirausaha masyarakat yang
dirintis oleh Komunitas Karya Bunda dalam mendaur-ulang sampah untuk dijadikan barang
kerajinan. Selanjutnya, apa yang disebut ekonomi tidak dapat terpisah dari aspek lingkungan
hidup dan pada gilirannya ekonomi juga akan sulit dipisahkan dari aspek-aspek lainnya
termasuk kesehatan, hukum, politik, agama, dan lain sebagainya. Ketertanaman yang diambil
dalam konsep ini adalah bahwa bagaimana kewirausahaan sosial yang ada pada Bank
Sampah dan Komunitas Karya Bunda melekat atau tertanam dalam masyarakat Desa
Paseban.
Relasi-relasi yang terjalin melalui Bank Sampah dan Komunitas Karya Bunda
menjadi lebih menonjol karena masyarakat mempunyai satu tujuan yang sama. Seperti
argumen yang diajukan oleh Polanyi bahwa semua ekonomi pasti tertanam dalam tata
kelembagaan sosial (Priyono, 2010:152). Karena proses pelembagaan aktivitas ekonomi itu
sendiri merupakan salah satu jaringan yang akan menyangga keberlangsungan hidup suatu
masyarakat (Priyono, 2010:159). Jadi, tidak ada salahnya jika terdapat proses produksi,
distribusi dan konsumsi melalui kegiatan pengelolaan sampah selama kegiatan tersebut
positif dan tidak merugikan bagi sesama manusia dan lingkungannya.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa semakin banyak faktor pendukung,
maka kegiatan pengelolaan sampah akan semakin berhasil dan seperti apa yang diharapkan.
Tak hanya Pemerintah Daerah saja, pengelolaan sampah juga harus dapat mengintegrasikan
berbagai elemen yang ada di masyarakat. Sebuah masyarakat, di dalamnya pasti terdiri dari
elemen-elemen yang membentuknya. Elemen-elemen tersebut termasuk individu, kelompok
dan masyarakat itu sendiri. Pada elemen individu terdapat aktor anak, remaja, dewasa dan
tua. Sedangkan untuk elemen dewasa dan tua, mereka masuk dalam suatu wadah atau
organisasi yang terdapat dalam suatu masyarakat dimana mereka bersosialisasi. Untuk
13
seorang individu dewasa dan tua, mereka pasti sudah mempunyai pandangan tersendiri
tentang pengelolaan sampah. Mereka harus tau apa yang sebaiknya dikerjakan dan apa yang
sebaiknya diabaikan. Elemen individu memang menjadi elemen dasar untuk membangun
mindset kesejahteraan masyarakat dan peduli lingkungan.
Selanjutnya adalah elemen kelompok. Pada elemen kelompok masyarakat terdapat
beberapa organisasi dan kelompok yang secara langsung dan tidak langsung dapat membantu
pengelolaan sampah berbasis masyarakat ini. Kelompok masyarakat disini termasuk Karang
Taruna, PKK, Dasawisma, Posyandu, Kelompok Kesenian, Kelompok pengajian dan lain
sebagainya. Kelompok masyarakat tersebut sangat berpotensi dalam berpartisipasi untuk
mengelola sampah karena sosialiasi dalam level kelompok lebih mudah menyebar daripada
level individu. Yang terakhir adalah elemen masyarakat itu sendiri. Elemen masyarakat yang
dimaksud disini adalah komposisi penduduk pria dan wanita. Seperti yang sudah disebutkan
sebelumnya, dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat ini
peran wanita menjadi
sangat dominan karena waktu luang yang dimiliki wanita lebih banyak daripada pria.
Sehingga wanita tidak hanya melulu ditempatkan dalam urusan domestik rumah tangga,
namun juga dapat berpartisipasi ke masyarakat salah satunya turut mengelola sampah demi
kepentingan bersama.
1.6.4. Teori Kewirausahaan Sosial
Percakapan dalam dunia bisnis, tidak terlepas dari apa yang dinamakan dengan
kewirausahaan. Seolah menjadi lahan empuk bagi banyak orang yang menggeluti bidang
ekonomi. Kewirausahaan berasal dari kata wirausaha atau entrepreneur, yangmana istilah ini
pertama kali diperkenalkan oleh seorang ekonom Perancis yang bernama Richard Cantillon.
Ia menjelaskan bahwa wirausaha merupakan seseorang yang mampu memindahkan atau
14
mengkonversikan sumber-sumber daya ekonomis dari tingkat produktivitas rendah ketingkat
produktivitas yang lebih tinggi. Sedangkan kewirausahaan merupakan sifat, kemampuan,
perilaku, proses yang ditunjukkan dalam melakukan aktivitas yang berkaitan dengan
wirausaha dimana seorang wirausahawan harus dapat mengembangkan ide, menggunakan
peluang dan memecahkan masalah.
Kewirausahaan yang dikaji dalam ilmu ekonomi memang berorientasi pada profit dan
non-profit. Bagaimana kegiatan ekonomi tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan
aspek untung dan rugi. Berbeda dengan
kewirausahaan yang dikaji dalam ilmu sosial,
yangmana menjadi kewirausahaan sosial. Konsep Kewirausahaan sosial diciptakan oleh
William Bill Drayton. Menurutnya, kewirausahaan sosial digunakan untuk memenuhi
kebutuhan sosial. Drayton (2002, 2005) dan Hammonds (2005) yang dikutip dalam Praszkier
dan Nowak (2012), menyebutkan bahwa dalam kewirausahaan sosial terdapat beberapa unsur
yaitu memunculkan ide-ide baru dalam memecahkan masalah, kreatif, memiliki sifat
kewirausahaan, dan mempertimbangkan dampak sosial yang muncul.
Penelitian ini berfokus pada pengelolaan sampah yang berbasis kewirausahaan
masyarakat. Kewirausahaan juga menjadi cara baru
untuk mendayagunakan dan
mengarahkan kembali energi kreatif orang-orang yang berada dalam suatu komunitas
(Bornstein, 2006:182). Pengelolaan sampah berbasis kewirausahaan sosial ini tidak melulu
berorientasi pada bisnis yang mengedepankan profit, namun juga dapat menciptakan ekonomi
yang mandiri dan bermanfaat bagi masyarakat luas. Kewirausahaan sosial lebih menekankan
pada nilai-nilai sosial yang dihasilkan. Seperti dalam bidang bisnis, kewirausahaan sosial
disini juga memiliki peran dalam menciptakan lapangan kerja, meningkatkan produktivitas
dan pendapatan warga.
15
Bentuk kewirausahaan sosial yang dilakukan Bank Sampah Desa Paseban dan
Komunitas Karya Bunda mencerminkan suatu upaya memanfaatkan peluang (potensi sosial)
dengan model bisnis yang melibatkan masyarakat. Upaya ini juga dapat menjadi salah satu
solusi yang dilakukan secara dinamis, inovatif dan berkelanjutan. Indikator kewirausahaan
yang berhasil antara lain dapat mencapai tujuan jangka panjang yang bermakna, sistematis
dalam mencari kesempatan baru, mempunyai rencana ke depan, memantau pelaksanaan dan
mengevaluasi hasil yang diperoleh (Bornstein, 2006:272). Sehingga kewirausahaan sosial
yang ditunjukkan dalam pengelolaan sampah melalui Bank Sampah dan Komunitas Karya
Bunda ini mampu menunjukkan pada sebuah aktivitas yang diinisasi dan dilakukan oleh
masyarakat, keputusan dari masyarakat (bottom-up), serta tujuan yang jelas bagi masyarakat
pula. Selain itu kewirausahaan sosial juga harus mampu memotivasi dan mempengaruhi pola
pikir masyarakat agar menghasilkan dampak besar serta solusi baru yang berguna pada ranah
sosial (Praszkier dan Nowak, 2012).
Dalam penjelasan kewirausahaan sosial, konsep penting untuk mencapai tujuan
tersebut adalah mereka (aktor) harus termotivasi untuk memenuhi misi sosial dan dapat
mengatasi isu-isu sosial sehingga menghasilkan solusi yang inovatif. Hal ini akan berdampak
pada proses perubahan sosial yang berkembang.
Konsep kewirausahaan sosial yang ditunjukkan oleh Praszkier dan Nowak, meliputi
lima dimensi yaitu misi sosial, inovasi sosial, perubahan sosial, semangat kewirausahaan dan
kepribadian (kreativitas dan keterampilan kewirausahaan). (1) Misi Sosial, merupakan tujuan
yang akan dicapai ketika melakukan kegiatan kewirausahaan sosial. Sebagai pengusaha
sosial, mereka dituntut untuk selalu dapat mengatasi masalah sosial.Dengan demikian,
mereka terus melihat peluang baru dalam setiap pemecahan masalah. (2) Inovasi Sosial. Hal
ini ditunjukkan dengan adanya pendekatan baru, ide baru, dan strategi baru.Menurut Mulgan
(dalam Praszkier dan Nowak, 2012), inovasi sosial mengacu pada ide-ide baru dalam
16
memenuhi tujuan sosial. (3) Perubahan Sosial. Perubahan sosial diakui sebagai faktor penting
dan sangat diperlukan. Hal ini lebih mengacu pada perubahan jangka panjang yang akan
ditunjukkan dalam kewirausahaan sosial. (4) Semangat Kewirausahaan. Semangat
kewirausahaan yang ciptakan oleh setiap individu dipandang sebagai komponen penting
dalam kewirausahaan, terutama ketika dianggap sebagai mesin pendorong pada pertumbuhan
sektor bisnis dan dari sektor sosial. Komitmen total dari setiap individu menjadi pendorong
kuat kewirausahaan sosial dalam mengabdikan diri pada sesuatu yang berbeda, dengan tujuan
menciptakan sesuatu yang lebih baik demi pemenuhan kebutuhan masyarakat. (5)
Kepribadian (kreativitas dan keterampilan kewirausahaan). Fokus yang sebenarnya ada dalam
kewirausahaan sosial adalah pengambilan resiko, melawan rintangan dan hambatan, dan
menciptakan perubahan sosial. Beberapa penulis menyebutkan bahwa kewirausahaan sosial
berarti terus mencari cara baru untuk menciptakan solusi dengan mengambil apa yang kurang
dimanfaatkan, termasuk sumber daya yang dibuang, bersedia mengambil resiko serta
mempertahankan misi.
Dari kelima dimensi kewirausahaan sosial diatas dapat digunakan dalam
menjelaskan bagaimana kewirausahaan yang diterapkan dalam Bank Sampah Desa Paseban
dan Komunitas Karya Bunda.Kewirausahaan sosial yang diterapkan juga harus mampu
mengatasi permasalahan sampah, menciptakan inovasi baru, menumbuhkan semangat
kewirausahaan serta menciptakan perubahan sosial.
Sistem kewirausahaan sosial yang dijelaskan dalam teori tersebut, jika diterapkan
dalam pengembangan pengelolaan Komunitas Karya Bunda akan menunjukkan bagaimana
wirausaha tersebut berdampak sosial dan ekonomi bagi masyarakat. Dalam hal ini,
Komunitas Karya Bunda yang sudah terbentuk terlebih dahulu digambarkan sebagai fokus
kewirausahaan sosial yang ada dalam pembahasan ini.Sedangkan Bank Sampah Pandanaran
sebagai lembaga pendukung sistem pengelolaan sampah.
17
Untuk lebih memperjelas proses pengelolaan sampah di Bank Sampah dan Komunitas Karya
Bunda, maka dibuatlah bagan sebagai berikut :
Bagan 1.1 Proses Pengelolaan Sampah dalam Bank Sampah dan Komunitas Karya Bunda
KOMUNITAS KARYA BUNDA
Memanfaatkan sampah plastik untuk
dijadikan kerajinan
Karya Bunda bekerjasama dengan Bank
Sampah Pandanaran sebagai penyedia
bahan baku sampah plastik
Sampah plastik dipilah berdasarkan jenis,
warna dan merk
Pembuatan berbagai kerajinan
NASABAH
Mengumpulkan
sampah
Memilah
berdasarkan
klasifikasinya
(kertas, botol dan
plastik)
Membersihkannya
Setorkan ke Bank
Sampah
BANK SAMPAH
PANDANARAN
Nasabah
menyetorkan
sampah
Membuat rekening/
buku tabungan
DISTRIBUTOR
PRODUK
Barang daur ulang/
kerajinan
Pengemasan
barang dan
pelabelan harga
distribusi barang
Petugas akan
menimbang dan
mencatat sampah
yang sudah bersih
dan terpilah
Sampah dihargai
sejumlah barang
yang disetorkan
Uang dapat di
tabung atau
diambil secara cash
Sumber : data primer
18
Keterangan :
: bagian sistem dari pengelolaan sampah
: proses kerja yang dilakukan setiap aktor pengelolaan sampah
: garis putus-putus menunjukkan hubungan tidak langsung antara Bank
Sampah dan Komunitas Karya Bunda, yang pada akhirnya
menunjukkan apa yang menjadi faktor penghambat dan pendukung
kewirausahaan sosial disini
Bagan tersebut menjelaskan alur pengelolaan sampah yang berawal dari terbentuknya
Komunitas Karya Bunda sebagai komunitas yang memanfaatkan sampah plastik dan menjalar
ke terbentuknya Bank Sampah Pandanaran sebagai wadah penyedia bahan baku sampah yang
digunakan oleh Komunitas Karya Bunda, sampai dengan proses distribusi produk kerajinan.
Dalam perkembangannya, Bank Sampah Pandanaran dengan semua prosesnya hanyalah
sebagai pendukung berjalannya kewirausahaan sosial yang ada di Komunitas Karya Bunda.
Proses pengumpulan sampah oleh masyarakat (nasabah Bank Sampah), memilah sampah,
menyetorkannya ke petugas Bank sampah, dan menabung (sampah) menjadi alur
pengembangan proses pengelolaan sampah.
Komunitas Karya Bunda berjalan berdampingan dengan Bank Sampah. Komunitas
Karya Bunda dapat hidup karena adanya Bank Sampah dan Bank Sampah akan semakin maju
jika proses pengelolaan sampah dapat dilanjutkan dengan proses pemanfaatan sampah. Dan
pada akhirnya akan terjadi distribusi produk daur ulang sampah yang dihasilkan oleh
Komunitas Karya Bunda. Namun untuk saat ini, distribusi belum tersebar luas karena
keterbatasan sampah yang di buat kerajinan dan keterbatasan akses pemasaran. Semua proses
19
tersebut dikerjakan bersama-sama masyarakat, Bank Sampah, dan Komunitas Karya Bunda.
Selain itu, Bank Sampah di Desa Paseban ini juga didukung oleh aparat pemerintahan Desa
Paseban, Kecamatan Bayat, Pemkab Klaten dan Titian Foundation. Oleh karena itu, dengan
integrasi yang kuat maka lingkungan dapat terjaga kebersihannya serta Bank Sampah dan
Komunitas Karya Bunda akan terus berkembang.
Perihal paling mendasar adalah bagaimana menumbuhkan kesadaran setiap individu
untuk mau dan mampu menjaga lingkungan dengan mengelola sampah. Apalagi pengelolaan
sampah disini dapat menghasilkan uang dengan berpartisipasi dalam kewirausahaan sosial di
Komunitas Karya Bunda dan menjadi nasabah Bank Sampah. Oleh sebab itu membutuhkan
pendekatan yang akan mengubah mindset masyarakat bahwa sampah dapat menjadi Sumber
Daya Ekonomi.
1.7 Metode Penelitian
Metode adalah aspek yang sangat penting dan besar pengaruhnya terhadap berhasil
tidaknya suatu penelitian, terutama untuk mengumpulkan data. Sebab data yang diperoleh
dalam suatu penelitian merupakan gambaran dari obyek penelitian. Metode yang digunakan
pada penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif (qualitative research). Menurut
Bogdan dan Taylor, sebagaimana dikutip oleh Lexy J. Moleong (1990:3), metode penelitian
kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Tujuan dari penelitian
kualitatif ini adalah ingin mendapatkan realita di balik fenomena secara mendalam, rinci dan
tuntas. Sehingga penelitian kualitatif sebagian alat buktinya tidak berupa data numerik yang
dianalisis dengan uji statistik, namun berupa data (kata-kata), tindakan, dan dokumen.
20
1.7.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengelolaan sampah berbasis kewirausahaan
masyarakat yang dilakukan oleh Bank Sampah Desa Paseban dan Komunitas Karya Bunda
yang berada di Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Desa Paseban ini merupakan Desa Wisata yang lokasinya terletak pada pusat kota
Kecamatan Bayat. Sehingga akses menuju wilayah ini cukup mudah dan banyak yang
mengunjunginya. Tak heran jika wilayah ini tidak dapat terlepas dari masalah sampah. Oleh
karena itu, peneliti ingin mengetahui bagaimana cara masyarakat dapat menekan jumlah
sampah agar tidak mencemari lingkungan, khususnya area wisata.
1.7.2 Jenis Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan selama penelitian ini adalah penelitian deskriptif.
Dengan penelitian deskriptif, peneliti dapat menjelaskan fenomena yang berkaitan dengan
masalah yang diteliti. Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan tipe
deskriptif karena peneliti ingin memperoleh data dan informasi yang mendalam mengenai
kewirausahaan dalam pengelolaan sampah pada Bank Sampah di Desa Paseban yang
berkaitan dengan adanya peningkatan perekonomian warga. Selain itu, peneliti juga melihat
proses keberlangsungan Bank Sampah dan Komunitas Karya Bunda dimana didalamnya pasti
ada kendala yang dihadapi.
1.7.3 Teknik Pengumpulan Data
Selain metode, penelitian ini juga disertai dengan teknik pengumpulan data yang
digunakan agar memperoleh data yang akurat. Peneliti sendiri mempunyai peranan penting
dalam keseluruhan proses penelitian. Termasuk harus dapat memposisikan dirinya sebagai
21
peneliti dan sebagai aktor yang ikut terjun dalam proses penelitian. Teknik pengumpulan data
yang digunakan yaitu dengan observasi lapangan dan wawancara mendalam (in-depth
interview) .
1. Observasi Lapangan
Observasi lapangan dilakukan dengan melihat situasi sosial yang terjadi pada
tempat dimana peneliti melakukan penelitian dengan menggambarkan secara
detail. Observasi ini digunakan untuk penelitian yang telah direncanakan secara
sistematik tentang bagimana nilai-nilai dan proses sosial yang tengah terjadi di
daerah penelitian. Selain itu, peneliti juga mampu menggali lebih dalam tentang
seluk-beluk daerah agar data menjadi lebih jelas. Teknik ini juga memungkinkan
peneliti untuk mengamati sendiri keadaan yang terjadi dan kegiatan yang
berlangsung di masyarakat. Hasil dari kegiatan observasi dapat berupa foto, video,
catatan lapangan (field note), dan sebagainya.
Dalam penelitian ini, peneliti juga melakukan observasi lapangan di lokasi
penelitian yaitu di Desa Paseban. Observasi yang dilakukan dalam penelitian harus
mempunyai fokus agar arah perhatian peneliti dapat benar-benar pada kegiatan dan
peristiwa tertentu yang dibutuhkan. Fokus yang diambil dalam observasi ini antara
lain tentang bagaimana kewirausahaan yang berlangsung pada Bank Sampah dan
Komunitas Karya Bunda. Jadi, peneliti dapat mengamati secara detail, mulai dari
pengumpulan sampah oleh nasabah Bank Sampah, proses penabungan, pengolahan
sampah, pembuatan kerajinan oleh Komunitas Karya Bunda, dan lain sebagainya.
Selain mengamati kejadian dalam lokasi penelitian, peneliti melakukan pencatatan
data agar meminimalisir terlewatnya data observasi lapangan. Melakukan
observasi, peneliti harus peka terhadap kejadian-kejadian
yang terjadi di
22
masyarakat. Karena bisa jadi kejadian-kejadian yang dilihat akan dapat
menguatkan data penelitian.
2. Wawancara Mendalam (in-depth interview)
Wawancara merupakan percakapan dengan maksud tertentu (mendapatkan data)
yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara dan informan (Moleong,
1990:135). Instrumen yang digunakan dalam wawancara mendalam yaitu interview
guide (panduan
wawancara).
Wawancara
ini
juga
tidak
mengharuskan
menggunakan interview guide, bisa juga langsung menanyakan hal-hal apa yang
ingin di gali lebih dalam secara fleksibel. Tujuan menggunakan interview guide
adalah supaya pertanyaan tersusun secara sistematis dan tidak ada pertanyaan yang
terlewati, sehingga informasi yang diperoleh semakin lengkap dan rinci.
Tujuan khusus peneliti menggunakan metode wawancara mendalam ini adalah
untuk memperoleh data secara jelas dan kongkret tentang bagaimana kondisi
sosial, ekonomi dan ekologi di Desa Paseban yang mengelola sampahnya melalui
Bank Sampah dan Komunitas Karya Bunda. Dengan keduanya maka akan
meningkatkan perekonomian warga dengan membuat barang daur ulang melalui
kegiatan wirausaha dengan Komunitas Karya Bunda-nya. Selain itu, juga menjadi
daya tarik tersendiri bagi sebuah Desa Wisata.
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan maka peneliti perlu menentukan
informan-informan kunci. Informan kunci (key person) disini adalah pihak-pihak
yang mengetahui secara detail tentang masalah yang peneliti teliti. Jika demikian,
maka informan yang di wawancarai merupakan aktor-aktor yang terlibat langsung
dalam pengelolaan Bank Sampah Desa Paseban. Informan yang akan dijadikan
narasumber dalam penelitian ini antara lain Badan Lingkungan Hidup (BLH)
Kabupaten Klaten, Pemerintah Desa Paseban (Kepala Desa), Pengurus Bank
23
Sampah, Nasabah Bank Sampah, Pengurus Komunitas Karya Bunda dan anggota
Komunitas Karya Bunda. Jumlah informan yang diwawancarai dalam penelitian ini
berjumlah 9 orang.
Dengan demikian, data yang dikumpulkan berupa hasil wawancara, catatan lapangan
dan dokumen-dokumen lainnya yang mendukung penelitian ini. Sehingga penggambaran
secara jelas mengenai realita yang ada di balik fenomena lapangan yang diteliti. Jadi disini
peneliti ingin menggambarkan bagaimana relita yang sebenarnya terjadi pada kewirausahaan
sosial di masyarakat Desa Paseban yang mengelola sampahnya dengan Bank Sampah dan
Komunitas Karya Bunda.
Selain itu, penelitian ini juga menggali informasi tentang bagaimana kewirausahaan
yang dibangun oleh masyarakat sendiri yang berdampak pada perekonomian warga itu
sendiri. Jadi secara tidak langsung, peneliti mengamati proses berlangsungnya kegiatan
ekonomi melalui pengelolaan sampah di Desa Paseban.
1.7.4 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua. Pertama, sumber data primer.
Sumber data primer merupakan data yang dikumpulkan dari sumber utama (first-hand
information) termasuk observasi lapangan, hasil wawancara terhadap informan dan
dokumentasi lapangan. Keuntungan menggunakan data primer yaitu sesuai dengan tujuan
penelitian dan dikumpulkan dengan prosedur-prosedur yang ditetapkan dan dikontrol oleh
peneliti (Silalahi, 2010: 289-290). Kedua, sumber data sekunder. Sumber data sekunder
merupakan data yang dikumpulkan dari tangan kedua atau dari sumber lain yang telah
tersedia sebelum penelitian dilakukan (Silalahi, 2010:291). Data ini diperoleh dari dokumendokumen yang berkaitan dengan masalah penelitian. Dokumen tersebut antara lain data
24
monografi desa, profil komunitas, jurnal, buku referensi, publikasi media massa, media
internet dan dokumen-dokumen yang mendukung data penelitian.
1.7.5 Teknik Analisa Data
Analisis data merupakan langkah kritis yang digunakan untuk menjawab rumusan
masalah dalam penelitian. Proses analisa data kualitatif dilakukan setelah memperoleh data
lapangan secara lengkap sesuai dengan sasaran penelitian. Data yang telah dikumpulkan
dalam berbagai macam cara (observasi, wawancara, dokumentasi) diproses dengan
menggunakan kata-kata yang biasanya disusun ke dalam teks yang diperluas dan tidak
menggunakan perhitungan matematis atau statistika sebagai alat bantu analisis (Silalahi,
2010:339).
Analisis data menurut Miles dan Huberman meliputi tiga alur kegiatan, yaitu reduksi
data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi (Silalahi, 2010:339). (1) Reduksi
data. Reduksi data merupakan proses pemilihan data, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstraksian, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatancatatan tertulis di lapangan yang dilakukan secara terus-menerus selama pengumpulan data.
Dalam proses reduksi, peneliti dapat membuang data yang dianggap tidak relevan dengan
penelitian ini. (2) Penyajian Data. Penyajian data sebagai proses menampilkan sekumpulan
informasi yang tersusun sehingga memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan oleh peneliti. (3) Penarikan Kesimpulan/ Verifikasi. Kesimpulan
mungkin tidak muncul sampai pengumpulan data berakhir, tergantung pada kualitas catatan
lapangan, pengkodean, penyimpanan dan kecakapan peneliti mencari data. Makna-makna
yang muncul dari data harus diuji validitasnya sehingga tujuan penelitian dapat benar-benar
tercapai.
25
Download