1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil perairan merupakan komoditi yang mudah sekali mengalami kerusakan atau biasa dikenal dengan istilah perishable food. Berbagai upaya dilakukan untuk mencegah hal tersebut, yaitu dengan dilakukannya pengolahan agar bahan baku dapat lebih awet. Pengawetan yang dilakukan antara lain pengeringan, pengasapan, penggaraman, penggorengan, pembekuan, fermentasi dan lain-lain. Fermentasi merupakan suatu cara pengolahan melalui proses memanfaatkan penguraian senyawa dari bahan-bahan protein kompleks. Protein kompleks tersebut terdapat dalam tubuh ikan yang diubah menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana dengan bantuan enzim yang berasal dari tubuh ikan atau mikroorganisme serta berlangsung dalam keadaan yang terkontrol (Adawyah 2007). Makanan hasil fermentasi laktat tanpa disadari telah lama menjadi bagian di dalam menu makanan sehari-hari di beberapa kawasan di Indonesia. Bekasam atau bekacem, yang berasal dari Sumatera Selatan, merupakan ikan awetan dengan cara fermentasi bakteri asam laktat. Bekasam bukan saja merupakan makanan tradisional yang digemari, tetapi juga menjadi contoh pengawetan secara biologis yang luas penggunaannya. Makanan sejenis juga ditemukan di Filipina, yaitu burongisda, di Jepang, yaitu naresushi atau funasushi (The National Academy 1992) dan di Thailand, yaitu pla-ra, pla-paeng-daeng, pla-chao, pla-chom, pla-som, dan lain-lain. Pada penelitian sebelumnya, Tanasupawat et al. (1998) melaporkan bahwa dari produk pla-ra telah berhasil diisolasi strain Lactobacillus, Leuconostoc, Pediococcus, Enterococcus dan Staphylococcus. Asam yang dihasilkan merupakan hasil dari perombakan karbohidrat (nasi) menjadi asam laktat oleh bakteri asam laktat (BAL). Sifat yang terpenting dari bakteri asam laktat adalah kemampuannya untuk merombak senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga dihasilkan asam laktat (Fardiaz 1992). Produksi asam laktat di dunia mencapai 80.000 ton dan sekitar 90% diantaranya dihasilkan oleh bakteri asam laktat melalui fermentasi 2 dan sisanya dihasilkan secara sintetis (Hidayat et al. 2006). Produksi asam oleh bakteri asam laktat berjalan secara cepat, hal ini dapat menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme lain yang tidak diinginkan dapat terhambat (Fardiaz 1992). Bakteri asam laktat juga mempunyai aktivitas terapeutik pada pangan fermentasi, antara lain sebagai serum kolesterol, anti tumor dan antibakteri (Biotol 1991). Salah satu karakteristik yang paling penting dari BAL adalah kemampuannya untuk memproduksi beragam metabolit dengan sifat antimikroba, antara lain asam laktat, asam asetat, etanol, diasetil, CO 2, H2O2, reuterin dan bakteriosin (Roller 2003). Sifat antibakteri serta senyawa aktif dalam BAL (bakteriosin) penting di dalam industri pangan, karena kemampuannya dapat menghambat kontaminasi mikroorganisme pembusuk dan mikroorganisme patogen, sehingga pangan menjadi lebih awet. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa BAL asal pangan fermentasi mampu menghasilkan senyawa antibakteri yang menghambat pertumbuhan beberapa bakteri patogen pada pangan. Salah satu yang mempengaruhi pertumbuhan BAL adalah suhu dan kondisi lingkungan pertumbuhan. Bakteri asam laktat memiliki potensi dalam menghasilkan bioaktif yang berfungsi sebagai antibakteri, oleh karena itu perlu dilakukan karakterisasi isolat menggunakan Bergey’s Manual (Holt et al. 1994) untuk menduga genus bakteri yang akan menghasilkan aktivitas antibakteri, selanjutnya isolat dilakukan uji aktivitas antibakteri dengan kondisi kultivasi yang berbeda untuk mengetahui pengaruh kondisi kultivasi dalam memproduksi senyawa antibakteri. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi isolat BP (8) sebagai BAL serta mempelajari pengaruh kondisi kultivasi yang berbeda terhadap aktivitas antibakteri yang dihasilkannya.