7 BAB II TELAAH PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN Telaah Pustaka 2.1 2.1.1 Sistem Pengendalian Intern (SPI) Sistem Pengendalian Intern (SPI) merupakan variabel (x) dalam penelitian ini, untuk itu sebelum menentukan indikator-indikator yang akan dikaji penulis harus memahami lebih dalam mengenai Sistem Pengendalian Intern (SPI) antara lain : 2.1.1.1 Pengertian Sistem Pengendalian Intern (SPI) Pengertian Sistem Pengendalian Intern menurut Bambang Hartadi (1990 : 3) adalah : “Prosedur-prosedur mekanis untuk memeriksa ketelitian data-data administrasi seperti misalnya mencocokan penjumlahan mendatar (horizontal) dengan penjumlahan melurus (vertikal). “Dalam arti luas pengertian sistem pengendalian intern adalah sebagai sistem social (social system) yang mempunyai wawasan/makna khusus yang berada dalam organisasi perusahaan, sistem tersebut terdiri dari kebijakan, teknik, prosedur, alat-alat fisik, dokumentasi orang-orang dengan berinteraksi satu sama lain diarahkan untuk : (a) melindungi harta, (b) menjamin terhadap terjadinya hutang yang tidak layak (c) menjamin ketelitian dan dapat dipercayainya data akuntansi (d) dapat diperolehnya operasi secara effisien dan (e) menjamin ditaatinya kebijakan perusahaan”. Pengertian Sistem Pengendalian Intern dalam arti luas dibagi menjadi 2 bagian yaitu pengendalian administrasi dan pengendalian akuntansi. Pengendalian administrasi meliputi (dan tidak terbatas pada) rencana organisasi 7 8 serta prosedur-prosedur dan catatan-catatan yang berhubungan dengan proses pembuatan keputusan yang mengarah kepada tindakan manajemen untuk menyetujui atau memberi wewenang. Sedangkan pengendalian intern bidang akuntanasi meliputi rencana organisasi dan prosedur-prosedur serta catatan- catatan yang berhubungan dengan pengamanan harta/aktiva dan dapat dipercayainya catatan keuangan yang dirancang untuk meyakinkan : a) Transaksi-transaksi dilaksanakan sesuai dengan persetujuan/wewenang manajemen, baik yang bersifat umum atau khusus. b) Transaksi dicatat agar memudahkan : penyiapan laporan keuangan yang sesuai dengan prinsip akuntansi atau kriteria lain yang sesuai dengan tujuan laporan tersebut, mengadakan pertanggungjawaban atas aktiva. c) Penggunaan atas harta/aktiva diberikan hanya dengan persetujuan manajemen. d) Jumlah aktiva seperti yang ada pada laporan/catatan perusahaan dibandingkan dengan aktiva yang ada dan bila terjadi perbedaan, dilakukan tindakan yang tetap. Sedangkan Pengertian Sistem Pengendalian Intern menurut PP Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah berdasarkan pasal 1 ayat 1 adalah : “Proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan asset Negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan”. 9 Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang SPIP disebutkan bahwa Pengendalian Intern terdiri dari 5 (lima) komponen utama yang saling berhubungan, yaitu: 1. Lingkungan Pengendalian Lingkungan pengendalian menetapkan corak suatu organisasi dan mempengaruhi kesadaran pengendalian pihak yang terdapat dalam organisasi tersebut. Lingkungan pengendalian merupakan dasar untuk semua komponen pengendalian interen yang lain, menyediakan disiplin dan struktur. Lingkungan pengendalian meliputi penegakan integritas dan nilai etika, komitmen terhadap kompetensi, kepemimpinan yang kondusif, pembentukan struktur organisasi yang sesuai kebutuhan, pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat, penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia, perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif, dan hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait. 2. Penilaian Risiko Penilaian risiko diawali dengan penetapan maksud dan tujuan Instansi Pemerintah yang jelas dan konsisten baik pada tingkat instansi maupun pada tingkat kegiatan. Selanjutnya instansi pemerintah mengidentifikasi secara efisien dan efektif resiko yang dapat menghambat pencapaian tujuan tersebut, baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar instansi. Terhadap resiko yang telah diidentifikasi, dianalisis untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pencapaian tujuan. Pimpinan Instansi Pemerintah merumuskan pendekatan manajemen resiko dan kegiatan pengendalian resiko yang diperlukan untuk memperkecil resiko. 10 3. Kegiatan Pengendalian Operasional Kegiatan pengendalian merupakan kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan dilaksanakannya arahan pimpinan Instansi Pemerintah untuk mengurangi resiko yang telah diidentifikasi selama proses penilaian resiko. Kegiatan pengendalian yang diterapkan dalam suatu Instansi Pemerintah dapat berbeda dengan yang diterapkan pada Instansi Pemerintah lain. Perbedaan ini antara lain disebabkan oleh perbedaan visi, misi dan tujuan, penerapan lingkungan dan cara beroperasi, tingkat kerumitan organisasi, sejarah dan latar belakang serta budaya, serta resiko yang dihadapi. 4. Penyebaran dan Komunikasi Informasi Pengendalian Informasi yang berhubungan perlu diidentifikasi, ditangkap dan dikomunikasikan dalam bentuk dan kerangka waktu yang memungkinkan para pihak memahami tanggung jawab. Sistem informasi menghasilkan laporan, kegiatan usaha, keuangan dan informasi yang cukup untuk memungkinkan pelaksanaan dan pengawasan kegiatan Instansi Pemerintah. Informasi yang dibutuhkan tidak hanya internal namun juga eksternal. Komunikasi yang efektif harus meluas di seluruh jajaran organisasi dimana seluruh pihak harus menerima pesan yang jelas dari manajemen puncak yang bertanggung jawab pada pengawasan. Semua pegawai harus paham peran mereka dalam sistem pengendalian interen seperti juga hubungan kerja antar individu. Mereka harus memiliki alat yang menyebarluaskan informasi penting. 5. Monitoring dan Evaluasi Pengendalian Pemantauan Sistem Pengendalian Intern dilaksanakan melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan 11 reviu lainnya. Pemantauan berkelanjutan diselenggarakan melalui kegiatan pengelolaan rutin, supervisi, pembandingan, rekonsiliasi dan tindakan lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas. Evaluasi terpisah diselenggarakan melalui penilaian sendiri, reviu, dan pengujian efektivitas Sistem Pengendalian Intern yang dapat dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah atau pihak eksternal pemerintah dengan menggunakan daftar uji pengendalian intern. Tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya harus segera diselesaikan dan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme penyelesaian rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya yang ditetapkan. Pengertian SPIP tersebut mengarah pada empat tujuan yang ingin dicapai dengan dibangun dan diterapkannya SPIP, yaitu: a. Efektifitas dan Efisien Kegiatan Kegiatan instansi pemerintah dikatakan efektif bila telah ditangani sesuai dengan rencana dan hasilnya telah sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Sedangkan, efisien biasanya dikaitkan dengan pemanfaatan asset untuk mendapatkan hasil. Kegiatan instansi pemerintah dikatakan efisien bila mampu menghasilkan produksi yang berkualitas tinggi (pelayanan prima), dengan bahan baku (sumber daya) yang sesuai dengan standar. b. Laporan keuangan yang dapat diandalkan Tujuan ini didasarkan pada pemikiran utama bahwa informasi sangat penting untuk pengambilan keputusan. Agar keputusan yang diambil tepat sesuai dengan kebutuhan, maka informasi yang disajikan harus handal/layak dipercaya, dan menggambarkan keadaaan yang sebenarnya. Karena jika laporan yang tersaji 12 tidak memadai dan tidak benar, maka akan menyesatkan dan dapat mengakibatkan keputusan yang salah serta merugikan organisasi. c. Pengamanan Aset Aset diperoleh dengan membelanjakan uang yang berasal dari masyarakat, terutama dari penerimaan pajak dan bukan pajak, yang harus dimanfaatkan untuk kepentingan Negara/daerah. Pengamanan asset merupakan isu penting yang perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat. Hal ini disebabkan mendapat karena kelalaian dalam pengamanan asset akan berakibat mudahnya terjadi pencurian, penggelapan, dan bentuk manipulasi lainnya. d. Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan Setiap kegiatan dan transaksi merupakan suatu perbuatan hukum. Oleh karena itu, pelaksanaan transaksi atau kegiatan harus taat terhadap kebijakan, prosedur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelanggaran terhadap aspek hukum dapat mengakibatkan tindakan pidana maupun perdata berupa kerugian. 2.1.1.2 Prinsip Umum Penyelenggaraan SPIP Konsep dasar pengendalian memandang bahwa sistem pengendalian intern bukan suatu kejadian atau keadaan yang terjadi sesaat dan mandiri, akan tetapi merupakan suatu rangkaian tindakan yang mencakup seluruh kegiatan instansi yang dilakukan untuk mendapatkan keyakinan yang wajar bahwa tujuan akan dicapai. Konsep ini memberikan prinsip umum yang harus diperhatikan dalam menerapkan SPIP yaitu: 13 1. Sistem Pengendalian Intern sebagai proses integral. Sistem Pengendalian Intern akan efektif apabila dibangun ke dalam infrastruktur suatu instansi dengan menjadi bagian dari organisasi yang dikenal dengan istilah ”built-in”. Pengertian built-in adalah suatu proses yang terintegrasi dengan kegiatan, dan akan menyatu dengan pelaksanaan fungsi manajemen, mulai dari perencanaan sampai evaluasi. 2. Sistem Pengendalian Intern dipengaruhi oleh faktor Manusia Efektivitas sistem pengendalian inten sangat bergantung pada manusia yang melaksanakannya. Manajemen menetapkan tujuan, merancang dan melaksanakan mekanisme pengendalian, memantau serta mengevaluasi pengendalian. Selanjutnya, seluruh pegawai dalam instansi memegang peranan penting untuk melaksanakan sistem pengendalian intern secara efektif. 3. Sistem pengendalian Intern memberikan keyakinan yang memadai Betapapun baiknya perancangan dan pengoperasian sistem pengendalian intern dalam suatu instansi, tidak dapat memberikan jaminan keyakina yang mutlak bahwa tujuan instansi dapat tercapai. Hal ini disebabkan kemungkinan pencapaian tujuan tetap dipengaruhi oleh keterbatasan yang melekat dalam seluruh sistem pengendalian intern, seperti kesalahan manusia, pertimbangan yang keliru, dan adanya kolusi. 4. Sistem Pengendalian Intern diterapkan sesuai dengan kebutuhan Bentuk, luasan dan kedalaman pengendalian akan tergantung pada tujuan dan ukuran instansi, serta sesuai dengan kebutuhan dan ciri kegitan serta lingkungan yang melingkupinya, karakter operasi dan lingkungan dimana 14 kegiatan instansi dilaksanakan. Dengan konsep ini, tidak ada pengendalian yang dimiliki suatu instansi yang langsung dapat ditiru dan diterapkan pada instansi lain. 2.1.1.3 Faktor Mempengaruhi Penerapan SPIP Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan penerapan Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), antara lain (Wibisono, 2010): Sistem 1. Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia adalah merupakan modal utama dan penggerak dalam suatu organisasi, dan merupakan soft control dalam penerapan SPIP ini. Sumber daya manusia yang dimaksudkan adalah SDM yang memiliki integritas dan mentaati nilai etika. Sumber Daya Manusia yang mempunyai integritas dan mentaati etika adalah merupakan komponen penting dalam mendorong agar organisasi dapat berjalan pada relnya. 2. Komitmen Komitmen merupakan keterikatan untuk melaksanakan suatu kegiatan (Usman, 2010). Keberhasilan dan kunci sukses tercapainya tujuan organisasi sangat dipengaruhi oleh komitmen dari seluruh pimpinan dan pegawai dalam menjalankan organisasi. Dalam penerapan SPIP, komitmen pimpinan sangat diharapkan sehingga apapun keputusan maupun kebijakan yang akan diambil terkait dengan perbaikan terhadap pengendalian intern, prosedur dan aturan yang akan dilaksanakan mendapatkan dukungan sepenuhnya dari pimpinan. 15 3. Keteladanan dari Pimpinan Lingkungan pekerjaan sangat mempengaruhi pembentukan karakter dan budaya kerja dalam suatu organisasi. Dalam suatu kondisi lingkungan yang kondusif, dengan pimpinan yang selalu memberikan contoh prilaku yang positif, selalu mendorong bawahan untuk terbiasa bersikap terbuka, jujur dan disiplin akan memudahkan organisasi dalam pencapaian tujuannya. Keteladan pimpinan bersikap dan bertingkah laku akan dapat mendorong terciptanya budaya dalam kerja yang selalu mengedepankan nilai-nilai kejujuran, etika dan disiplin. 4. Ketersediaan Infrastruktur Keberadaan infrastruktur mencakup antara lain: pedoman, kebijakan, dan prosedur yang terintegrasi dengan unsur-unsur SPIP lainnya, sesuai dengan proses bisnis dan karakteristik suatu instansi pemerintah terkait dengan penyelenggaraan SPIP. Keberadaan infrastruktur harus didukung oleh implementasi dari infrastruktur SPIP tersebut. 2.1.1.4 Implementasi Penyelenggaraan SPIP di Pemerintah Daerah Keberhasilan penerapan SPIP pada suatu instansi pemerintah tidak terlepas dari kesamaan persepsi dan dukungan dari seluruh jajaran yang dilingkungannya untuk berkomitmen menerapkan unsur-unsur dan sub unsur-sub unsur yang termuat di dalam PP 60 tahun 2008 tentang SPIP. Untuk itu, setiap instansi pemerintah diharapkan sudah memahami tahapan dan langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mensukseskan penerapan SPIP di instansinya. 16 Sedangkan di dalam Pedoman Teknis Penyelenggaraan SPIP tanggal 7 Desember 2009 dengan peraturan Kepala BPKP Nomor: PER-1326/K/LB/2009, kelemahan penyelenggaraan sistem pengendalian intern ini terjadi karena beberapa hambatan dan keterbatasan di pemerintah daerah dalam pelaksanaannya antara lain: 1. Pimpinan instansi pemerintah masih belum sepenuhnya menyadari pentingnya sistem pengendalian intern 2. Perspektif pimpinan instansi pemerintah dan auditor atau evaluator terhadap pelaksanaan sistem pengendalian intern belum sepenuhnya mendukung terciptanya lingkungan pengendalian yang memadai 3. Kesalahan-kesalahan yang terjadi dilakukan oleh personil, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. 2.1.1.5 Indikator Penilaian Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Untuk mengukur sejauhmana keberhasilan pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) ini digunakan acuan dari Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, dalam bentuk indikator-indikator penilaian yang bersumber dari PP No. 60 Tahun 2008 sebagai berikut: 1. Lingkungan Pengendalian Untuk mengukur tingkat efektifitas lingkungan pengendalian, indikator yang digunakan adalah: Organisasi adalah mencakup proses pembentukan organisasi yang efektif dan efisien, penyusunan struktur dan rincian tanggung jawab. 17 Sumberdaya Manusia adalah subsistem dalam suatu organisasi sebagai upaya agar para pegawai dapat dimanfaatkan secara efisiens dan efektif dalam mencapai tujuan organisasi. Kebijakan adalah ketentuan hukum sebagai landasan bagi pelaksana dalam penyelenggaraan kegiatan. Prosedur adalah rangkaian dari beberapa perintah atau aturan yang mewakili aktivitas yang dilakukan dengan peralatan dan waktu tertentu untuk mencapai tujuan sesuai dengan kebijakan pimpinan. 2. Penilaian Resiko Untuk mengukur tingkat efektifitas bagaimana menangani semua resiko dalam pencapaian tujuan organisasi, indikator yang digunakan adalah: Identifikasi Resiko, adalah melaksanakan identifikasi tahapan-tahapan pelaksanaan kegiatan dengan menetapkan titik kritis serta menyusun daftar resiko. Penanganan Resiko adalah upaya yang akan dilakukan untuk menangani resiko yang telah terindentifikasi, untuk mengeliminasi penyebab terjadinya resiko. 3. Pengendalian. Untuk mengukur tingkat efektifitas kegiatan pengendalian, indikator yang digunakan adalah: Review atas Kinerja adalah untuk memastikan bahwa kebijakan dan prosedur yang ditetapkan telah dipatuhi oleh mengantisipasi terjadinya penyimpangan. seluruh personil serta untuk 18 Pemisahan Fungsi adalah kebijakan, prosedur, teknik, dan mekanisme yang memberikan arah bagi manajemen untuk mencapai tujuan. 4. Informasi dan Komunikasi. Untuk mengukur tingkat efektifitas informasi dan komunikasi, indikator yang digunakan adalah: Pencatatan adalah untuk menjamin keandalan proses pengolahan data menjadi keluaran yang bebas dari kekeliruan dan kesalahan yang fatal/signifikan. Pelaporan adalah adalah kebijakan, prosedur, teknik, dan mekanisme yang memberikan arah bagi manajemen untuk mencapai tujuan. 5. Pemantauan dan Pengendalian Intern. Untuk mengukur tingkat efektifitas pemantauan dan pengendalian intern, indikator yang digunakan adalah: Pemantauan yang berkelanjutan adalah Penilaian atas mutu kinerja Sistem Pengendalian Intern secara terus menerus dan menyatu dalam kegiatan Instansi Pemerintah. Evaluasi terpisah adalah kegiatan membandingkan hasil atau prestasi suatu kegiatan dengan standar, rencana, atau norma yang telah ditetapkan, dan menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu kegiatan dalam mencapai tujuan. Tindaklanjut atas rekomendasi hasil audit adalah rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya sesuai ketentuan. Penyelesaian 19 2.1.2 Sistem Administrasi Keuangan Daerah Sistem Administrasi Keuangan Daerah dalam penelitian ini merupakan variabel (y), untuk itu sebelum menentukan indikator-indikator yang akan dikaji penulis harus memahami lebih dalam mengenai Sistem Administrasi Keuangan Daerah antara lain : 2.1.2.1 Pengertian Sistem Administrasi Keuangan Daerah. Sebelum membahas mengenai pengertian Administrasi Keuangan, terlebih dahulu kita harus mengerti arti dari administrasi dan keuangan. Administrasi berasal dari kata “administrare” yang diberi arti sebagai “pengabdian atau melayani” yang berarti melakukan suatu kegiatan tertentu untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu pula. S.P. Siagian (1990 : 3) mengemukakan definisi administrasi adalah : “Keseluruhan proses kerjasama antara dua orang atau lebih yang didasarkan atas rationalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya”. Sedangkan keuangan merupakan salah satu bidang dalam administrasi Negara yang mengelola tentang keuangan Negara. Karena administrasi tersebut bertitik tolak pada pencapaian tujuan Negara di bidang keuangan Negara, maka dalam praktek sehari-hari disebut admisnitrasi keuangan Negara, yaitu administrasi yang berkaitan dengan keuangan Negara. Menurut Harjono Sumosudirdjo (1983 : 50) keuangan Negara adalah: “Semua hak dan semua kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan Negara, berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. 20 Dari berbagai definisi tersebut diatas dapat disimpulkan tentang pengertian administrasi keuangan sebagai berikut : D.J. Mamesah (1995 : 4) mengemukakan bahwa arti administrasi keuangan adalah : “Manfaat dan pengaruh yang begitu besar terhadap nasib suatu bangsa, karena segala kebijaksanaan yang ditempuh di bidang administrasi keuangan bisa berakibat kemakmuran ataupun kemunduran dengan kata lain sebagai suatu kejayaan atau kejatuhan sesuatu bangsa”. Administrasi keuangan memiliki unsur-unsur: adanya kerjasama dua orang atau lebih, adanya kegiatan atau rangkaian kegiatan, didasarkan atas rasional (memiliki keahlian/keterampilan) dan adanya tujuan tertentu (dibidang keuangan), maka secara sederhana dapat didefinisikan sebagai “rangkaian kegiatan dan prosedur dalam mengelola keuangan secara tertib, sah, hemat, berdaya guna dan berhasil guna. D.J. Mahesah (1995 : 16). Administrasi keuangan juga memegang peran kunci pada sebuah organisasi sehingga perlu ditangani dengan sebaik-baiknya. Tujuannya agar tidak terjadi pemborosan atau penyalahgunaan uang yang tidak sesuai dengan anggaran yang sudah ditentukan dan mempunyai nilai efisien dan efektif. Arus keluar masuknya uang harus dicatat dan dilaporkan untuk dapat dianalisa bagi pengembangan organisasi itu sendiri. Hal ini akan sangat membantu kelancaran kegiatan organisasi dan juga untuk kegiatan/proyek tertentu. Kepandaian mengendalikan keuangan akan memberikan hasil yang memuaskan sesuai yang diharapkan. Sebaliknya tanpa pengendalian keuangan yang baik, kurang mampu melihat ke depan, serta dengan penuh kebijaksanaan yang kurang tepat dapat berakibat suatu kehancuran. 21 Untuk memahami pengertian yang terkandung dalam istilah administrasi keuangan daerah diatas, terlebih dahulu perlu dipahami tentang arti dan makna dari sistem itu sendiri, dimana dengan kerangka sistem yang ada, perhatian dapat dipusatkan pada keseluruhan jalinan atau hubungan yang saling memperngaruhi dari sejumlah satuan dalam lingkungan yang bulat. Dalam suatu organisasi, baik lembaga pemerintah maupun swasta terdapat berbagai macam sistem antara lain sistem ketenagakerjaan atau kepegawaian, sistem keuangan, sistem perbekalan dan lain-lain, sedangkan sistem keuangan itu sendiri dapat terdiri atas sistem penganggaran, subsistem pembiayaan, subsistem penerimaan ataupun subsistem penggajian, subsistem pengadaan dan lain sebagainya. Sebagai suatu sistem, administrasi keuangan daerah terdiri dari berbagai subsistem antara lain orgnisasi, tatabuku (pembukuan), prosedur, penganggaran, pengendalian, kepegawaian, sarana/prasarana dan lain-lain. Mengingat administrasi keuangan daerah sebagai subsistem maka penangan masalah administrasi keuangan daerah itu harus dilakukan melalui pendekatan kesisteman. 2.1.2.2 Prinsip dan Asas Keuangan Daerah Pemerintah Daerah dibentuk atas dasar Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 dimana dalam penjelasannya diketahui bahwa pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan. Selain itu dalam ketetapan MPR No. IV/MPR/1973, telah digariskan prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan otonomi daerah sebagai berikut: 22 “Dalam rangka melancarkan pelaksanaan pembangunan yang tersebar di seluruh pelosok negara dalam membina kestabilan politik serta kesatuan bangsa maka hubungan yang serasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah atas dasar keutuhan negara kesatuan, diarahkan pada pelaksanaan otonomi yang nyata dan bertanggungjawab yang dapat menjamin perkemabangan dan pembangunan daerah dan dilaksanakan bersama-sama dengan demokrasi”. Lebih lanjut diuraikan dalam penjelasan umum UU No. 5 Tahun 1974, bahwa penyelenggaraan pemerintahan di daerah didasarkan pada prinsip-prinsip: 1. Pelaksanaan pemberian otonomi kepada daerah harus menunjang aspirasi rakyat, yakni memperkokoh negara kesatuan dan mempertinggi kesejahteraan rakyat Indonesia seluruhnya. 2. Pemberian otonomi kepada daerah harus merupakan otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. 3. Asas desentralisasi dilaksanakan bersama-sama dengan asas dekonsentrasi, dengan memberikan kemungkinan pula bagi pelaksanaan asa tugas pembantuan. 4. Pemberian otonomi kepada daerah mengutamakan aspek keserasian dengan tujuan di samping aspek pendemokrasian. 5. Tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk meningkatkan dayaguna dan hasil guna penyelenggaraan pemerinatahan di daerah, terutama dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat serta untuk meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa. 23 Sementara asas-asas yang berkaitan dengan keuangan daerah sesuai dengan UU No.5 Tahun 1974 Pasal 1, adalah sebagai berikut: 1. Desentralisasi, adalah penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya yang berkaitan dengan penentuan kebijaksanaan, perencanaan, pelaksanaan, maupun yang menyangkut segi-segi pembiayaannya. 2. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah atau kepala instansi vertikal tingkat atasnya kepada pejabat-pejabatnya di daerah. Urusan-urusan yang dilimpahkan oleh pemerintah kepada pejabat-pejabatnya di daerah menurut asas dekonsentrasi ini tetap menjadi tanggungjawab Pemerintah Pusat, baik mengenai perencanaan, pelaksanaan maupun pembiayaan tertentu. 3. Tugas pembantuan adalah tugas untuk turut serta dalam pelaksanaan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada pemerintah daerah oleh pemerintah atau pemerintah daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan. 2.1.2.3 Kebijaksanaan Keuangan Daerah Pemerintah daerah dalam menyusun memperhatikan kebijaksanaan-kebijaksanaan anggaran daerah harus nasional dan kebijksanaan- kebijaksanaan masing-masing daerah. Sedangkan sebagai landasan operasional (setiap tahun anggaran) juga harus pemerintah antara lain: mengikuti kebijaksanaan-kebijksanaan 24 a. Kebijaksanaan pemerintah yang disampaikan Presiden pada saat adanya: - Sidang Paripurna DPR-RI (biasanya menjelang 17 Agustus). - Sidang kabinet Paripurna (awal Januari). - Sidang Pleno DPR-RI (awal Januari setelah Sidang Kabinet Paripurna) mengenai penyampaian Nota Keuangan dan RAPBN tahun anggaran berikutnya. Tujuannya agar dapat diperoleh efektivitas dan efisiensi yang setinggitingginya dari penggunaan setiap sumber dan nasional yang dinilai untuk mewujudkan kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya. b. Kebijaksanaan Pemerintah Daerah . Karena anggaran daerah sangat terbatas, maka diupayakan agar mempertajam segi-segi penggunaan anggaran berdasarkan skala prioritas baik program-program pembangunan maupun kegiatan langsung dan kegiatan tidak langsung untuk dapat lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Untuk mengukur sejauhmana efektifitas Sistem Administrasi Keuangan Daerah, maka dilakukan penilaian terhadap SAKD, adapun indikator yang digunakan menggunakan sumber Sistem Administrasi Keuangan Daerah (D.J. Mamesah, 1995), dalam bentuk indikator-indikator penilaian sebagai berikut: 1. Penyusunan Anggaran Daerah Adalah Pengalokasian Keuangan Pemerintah Daerah yang sistematik dan rasional guna membiayai kegiatan dalan satu tahun anggaran tertentu. 25 2. Pelaksanaan Anggaran Daerah Implementasi pengunaan anggaran yang telah disusun pada awal kegiatan. 3. Penata Usahaan Keuangan Adalah Rangkaian Kegiatan yang dilakukan secara sistematis di bidang keuangan berdasarkan prinsip-prinsip, standar- standar serta prosedur-prosedur tertentu. 4. Sistem Informasi Keuangan adalah suatu sistem yang digunakan untuk memperlancar pelaksanaan keuangan daerah. 5. Sumber Daya Manusia adalah kualifikasi orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan keuangan daerah. 2.1.3 Kerangka Pemikiran Dalam penelitian ini penulis menggambarkan bahwa Sistem Administrasi Keuangan dapat berjalan efektif apabila penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dilaksanakan secara optimal, sehingga dapat meminimalisir terjadinya kekurangan dalam penyelesaian administrasi keuangan. Adapun gambaran dari Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) terehadap efektifitas Sistem Administrasi Keuangan sebagai berikut : Sitem pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Indikator Lingkungan pengendalian Penilaian Resiko Kegiatan pengendalian Pengaruh Sistem Administrasi Keuangan Daerah Kegiatan pengendalian Pemantauan dan Pengendalian Intern Gambar 2.1. Gambar Kerangka Pemikiran 26 2.2 Perumusan Model Penelitian dan Hipotesis 2.2.1 Perumusan Model Penelitian Berdasarkan pola pikir yang telah diuraikan diatas, maka penulis menempatkan Sistem Pengndalian Intern Pemerintah (SPIP) sebagai variabel X dan Kinerja Administrasi Keuangan Daerah sebagai variabel Y. Sehingga dapat digambarkan bagan kerangka pemikiran sebagai berikut : Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (X) Sistem Administrasi Keuangan Daerah (Y) Gambar 2.1. Bagan Model Penelitian 2.2.2 Hipotesis Atas dasar kerangka pemikiran dan identifikasi masalah yang telah dijelaskan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis : Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) berpengaruh Administrasi Keuangan daerah. signifikan terhadap efektivitas Sistem