BAB II TELAAH PUSTAKA DAN MODEL

advertisement
7
BAB II
TELAAH PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN
Telaah Pustaka
2.1
2.1.1 Sistem Pengendalian Intern (SPI)
Sistem Pengendalian Intern (SPI) merupakan variabel (x) dalam penelitian
ini, untuk itu sebelum menentukan indikator-indikator yang akan dikaji penulis
harus memahami lebih dalam mengenai Sistem Pengendalian Intern (SPI) antara
lain :
2.1.1.1 Pengertian Sistem Pengendalian Intern (SPI)
Pengertian Sistem Pengendalian Intern menurut Bambang Hartadi (1990 :
3) adalah :
“Prosedur-prosedur mekanis untuk memeriksa ketelitian data-data
administrasi seperti misalnya mencocokan penjumlahan mendatar
(horizontal) dengan penjumlahan melurus (vertikal).
“Dalam arti luas pengertian sistem pengendalian intern adalah sebagai
sistem social (social system) yang mempunyai wawasan/makna khusus
yang berada dalam organisasi perusahaan, sistem tersebut terdiri dari
kebijakan, teknik, prosedur, alat-alat fisik, dokumentasi orang-orang
dengan berinteraksi satu sama lain diarahkan untuk : (a) melindungi
harta, (b) menjamin terhadap terjadinya hutang yang tidak layak (c)
menjamin ketelitian dan dapat dipercayainya data akuntansi (d) dapat
diperolehnya operasi secara effisien dan (e) menjamin ditaatinya
kebijakan perusahaan”.
Pengertian Sistem Pengendalian Intern dalam arti luas dibagi menjadi
2 bagian yaitu pengendalian administrasi dan pengendalian akuntansi.
Pengendalian administrasi meliputi (dan tidak terbatas pada) rencana organisasi
7
8
serta prosedur-prosedur dan catatan-catatan yang berhubungan dengan proses
pembuatan keputusan
yang mengarah kepada tindakan manajemen untuk
menyetujui
atau memberi wewenang. Sedangkan pengendalian intern bidang
akuntanasi meliputi rencana organisasi dan prosedur-prosedur serta catatan-
catatan yang
berhubungan dengan pengamanan harta/aktiva dan dapat
dipercayainya
catatan keuangan yang dirancang untuk meyakinkan :
a) Transaksi-transaksi
dilaksanakan
sesuai
dengan
persetujuan/wewenang
manajemen, baik yang bersifat umum atau khusus.
b) Transaksi dicatat agar memudahkan : penyiapan laporan keuangan yang sesuai
dengan prinsip akuntansi atau kriteria lain yang sesuai dengan tujuan laporan
tersebut, mengadakan pertanggungjawaban atas aktiva.
c) Penggunaan atas harta/aktiva diberikan hanya dengan persetujuan manajemen.
d) Jumlah aktiva seperti yang ada pada laporan/catatan perusahaan dibandingkan
dengan aktiva yang ada dan bila terjadi perbedaan, dilakukan tindakan yang
tetap.
Sedangkan Pengertian Sistem Pengendalian Intern menurut PP Nomor 60
tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah berdasarkan pasal 1
ayat 1 adalah :
“Proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara
terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan
keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan
yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan
asset Negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan”.
9
Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang SPIP
disebutkan bahwa Pengendalian Intern terdiri dari 5 (lima) komponen utama yang
saling
berhubungan, yaitu:
1. Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian menetapkan corak suatu organisasi dan
mempengaruhi
kesadaran pengendalian pihak yang terdapat dalam organisasi
tersebut.
Lingkungan pengendalian merupakan dasar untuk semua komponen
pengendalian interen yang lain, menyediakan disiplin dan struktur. Lingkungan
pengendalian meliputi penegakan integritas dan nilai etika, komitmen terhadap
kompetensi, kepemimpinan yang kondusif, pembentukan struktur organisasi yang
sesuai kebutuhan, pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat,
penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya
manusia, perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif,
dan hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait.
2. Penilaian Risiko
Penilaian risiko diawali dengan penetapan maksud dan tujuan Instansi
Pemerintah yang jelas dan konsisten baik pada tingkat instansi maupun pada
tingkat kegiatan. Selanjutnya instansi pemerintah mengidentifikasi secara efisien
dan efektif resiko yang dapat menghambat pencapaian tujuan tersebut, baik yang
bersumber dari dalam maupun dari luar instansi. Terhadap resiko yang telah
diidentifikasi, dianalisis untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pencapaian
tujuan. Pimpinan Instansi Pemerintah merumuskan pendekatan manajemen resiko
dan kegiatan pengendalian resiko yang diperlukan untuk memperkecil resiko.
10
3. Kegiatan Pengendalian Operasional
Kegiatan pengendalian
merupakan kebijakan dan prosedur
yang
membantu memastikan dilaksanakannya arahan pimpinan Instansi Pemerintah
untuk mengurangi resiko yang telah diidentifikasi selama proses penilaian resiko.
Kegiatan pengendalian yang diterapkan dalam suatu Instansi Pemerintah
dapat
berbeda dengan yang diterapkan pada Instansi Pemerintah lain. Perbedaan
ini antara lain disebabkan oleh perbedaan visi, misi dan tujuan,
penerapan
lingkungan dan cara beroperasi, tingkat kerumitan organisasi, sejarah dan latar
belakang serta budaya, serta resiko yang dihadapi.
4. Penyebaran dan Komunikasi Informasi Pengendalian
Informasi
yang
berhubungan
perlu
diidentifikasi,
ditangkap
dan
dikomunikasikan dalam bentuk dan kerangka waktu yang memungkinkan para
pihak memahami tanggung jawab. Sistem informasi menghasilkan laporan,
kegiatan usaha, keuangan dan informasi yang cukup untuk memungkinkan
pelaksanaan dan pengawasan kegiatan Instansi Pemerintah. Informasi yang
dibutuhkan tidak hanya internal namun juga eksternal. Komunikasi yang efektif
harus meluas di seluruh jajaran organisasi dimana seluruh pihak harus menerima
pesan yang jelas dari manajemen puncak yang bertanggung jawab pada
pengawasan. Semua pegawai harus paham peran mereka dalam sistem
pengendalian interen seperti juga hubungan kerja antar individu. Mereka harus
memiliki alat yang menyebarluaskan informasi penting.
5. Monitoring dan Evaluasi Pengendalian
Pemantauan Sistem Pengendalian Intern dilaksanakan melalui pemantauan
berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan
11
reviu lainnya. Pemantauan berkelanjutan diselenggarakan melalui kegiatan
pengelolaan rutin, supervisi, pembandingan, rekonsiliasi dan tindakan lain yang
terkait
dalam pelaksanaan tugas. Evaluasi terpisah diselenggarakan melalui
penilaian sendiri, reviu, dan pengujian efektivitas Sistem Pengendalian Intern
yang dapat dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah atau pihak
eksternal
pemerintah dengan menggunakan daftar uji pengendalian intern.
Tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya harus segera
diselesaikan
dan
dilaksanakan
sesuai
dengan
mekanisme
penyelesaian
rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya yang ditetapkan. Pengertian SPIP
tersebut mengarah pada empat tujuan yang ingin dicapai dengan dibangun dan
diterapkannya SPIP, yaitu:
a. Efektifitas dan Efisien Kegiatan
Kegiatan instansi pemerintah dikatakan efektif bila telah ditangani sesuai
dengan rencana dan hasilnya telah sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan. Sedangkan, efisien biasanya dikaitkan dengan pemanfaatan asset
untuk mendapatkan hasil. Kegiatan instansi pemerintah dikatakan efisien bila
mampu menghasilkan produksi yang berkualitas tinggi (pelayanan prima), dengan
bahan baku (sumber daya) yang sesuai dengan standar.
b. Laporan keuangan yang dapat diandalkan
Tujuan ini didasarkan pada pemikiran utama bahwa informasi sangat
penting untuk pengambilan keputusan. Agar keputusan yang diambil tepat sesuai
dengan kebutuhan, maka informasi yang disajikan harus handal/layak dipercaya,
dan menggambarkan keadaaan yang sebenarnya. Karena jika laporan yang tersaji
12
tidak memadai dan tidak benar, maka akan menyesatkan dan dapat mengakibatkan
keputusan yang salah serta merugikan organisasi.
c. Pengamanan Aset
Aset diperoleh dengan membelanjakan uang yang berasal dari masyarakat,
terutama dari penerimaan pajak dan bukan pajak, yang harus dimanfaatkan untuk
kepentingan
Negara/daerah. Pengamanan asset merupakan isu penting yang
perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat. Hal ini disebabkan
mendapat
karena kelalaian dalam pengamanan asset akan berakibat mudahnya terjadi
pencurian, penggelapan, dan bentuk manipulasi lainnya.
d. Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan
Setiap kegiatan dan transaksi merupakan suatu perbuatan hukum. Oleh
karena itu, pelaksanaan transaksi atau kegiatan harus taat terhadap kebijakan,
prosedur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelanggaran terhadap
aspek hukum dapat mengakibatkan tindakan pidana maupun perdata berupa
kerugian.
2.1.1.2 Prinsip Umum Penyelenggaraan SPIP
Konsep dasar pengendalian memandang bahwa sistem pengendalian intern
bukan suatu kejadian atau keadaan yang terjadi sesaat dan mandiri, akan tetapi
merupakan suatu rangkaian tindakan yang mencakup seluruh kegiatan instansi
yang dilakukan untuk mendapatkan keyakinan yang wajar bahwa tujuan akan
dicapai. Konsep ini memberikan prinsip umum yang harus diperhatikan dalam
menerapkan SPIP yaitu:
13
1. Sistem Pengendalian Intern sebagai proses integral.
Sistem Pengendalian Intern akan efektif apabila dibangun ke dalam
infrastruktur
suatu instansi dengan menjadi bagian dari organisasi yang dikenal
dengan istilah ”built-in”. Pengertian built-in adalah suatu proses yang terintegrasi
dengan kegiatan, dan akan menyatu dengan pelaksanaan fungsi manajemen, mulai
dari perencanaan sampai evaluasi.
2. Sistem Pengendalian Intern dipengaruhi oleh faktor Manusia
Efektivitas sistem pengendalian inten sangat bergantung pada manusia
yang melaksanakannya. Manajemen menetapkan tujuan, merancang dan
melaksanakan
mekanisme
pengendalian,
memantau
serta
mengevaluasi
pengendalian. Selanjutnya, seluruh pegawai dalam instansi memegang peranan
penting untuk melaksanakan sistem pengendalian intern secara efektif.
3. Sistem pengendalian Intern memberikan keyakinan yang memadai
Betapapun baiknya perancangan dan pengoperasian sistem pengendalian
intern dalam suatu instansi, tidak dapat memberikan jaminan keyakina yang
mutlak bahwa tujuan instansi dapat tercapai. Hal ini disebabkan kemungkinan
pencapaian tujuan tetap dipengaruhi oleh keterbatasan yang melekat dalam
seluruh sistem pengendalian intern, seperti kesalahan manusia, pertimbangan yang
keliru, dan adanya kolusi.
4. Sistem Pengendalian Intern diterapkan sesuai dengan kebutuhan
Bentuk, luasan dan kedalaman pengendalian akan tergantung pada tujuan
dan ukuran instansi, serta sesuai dengan kebutuhan dan ciri kegitan serta
lingkungan yang melingkupinya, karakter operasi dan lingkungan dimana
14
kegiatan instansi dilaksanakan. Dengan konsep ini, tidak ada pengendalian yang
dimiliki suatu instansi yang langsung dapat ditiru dan diterapkan pada instansi
lain. 2.1.1.3 Faktor Mempengaruhi Penerapan SPIP
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan penerapan
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), antara lain (Wibisono, 2010):
Sistem
1. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia adalah merupakan modal utama dan penggerak
dalam suatu organisasi, dan merupakan soft control dalam penerapan SPIP ini.
Sumber daya manusia yang dimaksudkan adalah SDM yang memiliki integritas
dan mentaati nilai etika. Sumber Daya Manusia yang mempunyai integritas dan
mentaati etika adalah merupakan komponen penting dalam mendorong agar
organisasi dapat berjalan pada relnya.
2. Komitmen
Komitmen merupakan keterikatan untuk melaksanakan suatu kegiatan
(Usman, 2010). Keberhasilan dan kunci sukses tercapainya tujuan organisasi
sangat dipengaruhi oleh komitmen dari seluruh pimpinan dan pegawai dalam
menjalankan organisasi. Dalam penerapan SPIP, komitmen pimpinan sangat
diharapkan sehingga apapun keputusan maupun kebijakan yang akan diambil
terkait dengan perbaikan terhadap pengendalian intern, prosedur dan aturan yang
akan dilaksanakan mendapatkan dukungan sepenuhnya dari pimpinan.
15
3. Keteladanan dari Pimpinan
Lingkungan pekerjaan sangat mempengaruhi pembentukan karakter dan
budaya
kerja dalam suatu organisasi. Dalam suatu kondisi lingkungan yang
kondusif, dengan pimpinan yang selalu memberikan contoh prilaku yang positif,
selalu mendorong bawahan untuk terbiasa bersikap terbuka, jujur dan disiplin
akan memudahkan organisasi dalam pencapaian tujuannya. Keteladan pimpinan
bersikap dan bertingkah laku akan dapat mendorong terciptanya budaya
dalam
kerja yang selalu mengedepankan nilai-nilai kejujuran, etika dan disiplin.
4. Ketersediaan Infrastruktur
Keberadaan infrastruktur mencakup antara lain: pedoman, kebijakan, dan
prosedur yang terintegrasi dengan unsur-unsur SPIP lainnya, sesuai dengan proses
bisnis dan karakteristik suatu instansi pemerintah terkait dengan penyelenggaraan
SPIP. Keberadaan infrastruktur harus didukung oleh implementasi dari
infrastruktur SPIP tersebut.
2.1.1.4 Implementasi Penyelenggaraan SPIP di Pemerintah Daerah
Keberhasilan penerapan SPIP pada suatu instansi pemerintah tidak terlepas
dari kesamaan persepsi dan dukungan dari seluruh jajaran yang dilingkungannya
untuk berkomitmen menerapkan unsur-unsur dan sub unsur-sub unsur yang
termuat di dalam PP 60 tahun 2008 tentang SPIP. Untuk itu, setiap instansi
pemerintah diharapkan sudah memahami tahapan dan langkah-langkah yang harus
ditempuh untuk mensukseskan penerapan SPIP di instansinya.
16
Sedangkan di dalam Pedoman Teknis Penyelenggaraan SPIP tanggal 7
Desember 2009 dengan peraturan Kepala BPKP Nomor: PER-1326/K/LB/2009,
kelemahan
penyelenggaraan sistem pengendalian intern ini terjadi karena
beberapa hambatan dan keterbatasan di pemerintah daerah dalam pelaksanaannya
antara lain:
1. Pimpinan instansi pemerintah masih belum sepenuhnya menyadari pentingnya
sistem pengendalian intern
2. Perspektif pimpinan instansi pemerintah dan auditor atau evaluator terhadap
pelaksanaan sistem pengendalian intern belum sepenuhnya mendukung
terciptanya lingkungan pengendalian yang memadai
3. Kesalahan-kesalahan yang terjadi dilakukan oleh personil, baik secara sengaja
maupun tidak sengaja.
2.1.1.5 Indikator Penilaian Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)
Untuk mengukur sejauhmana keberhasilan pengaruh Sistem Pengendalian
Intern Pemerintah (SPIP) ini digunakan acuan dari Dinas Peternakan Provinsi
Jawa Barat, dalam bentuk indikator-indikator penilaian yang bersumber dari PP
No. 60 Tahun 2008 sebagai berikut:
1. Lingkungan Pengendalian
Untuk mengukur tingkat efektifitas lingkungan pengendalian, indikator
yang digunakan adalah:
 Organisasi adalah mencakup proses pembentukan organisasi yang efektif dan
efisien, penyusunan struktur dan rincian tanggung jawab.
17
 Sumberdaya Manusia adalah subsistem dalam suatu organisasi sebagai
upaya agar para pegawai dapat dimanfaatkan secara efisiens dan efektif dalam
mencapai tujuan organisasi.
 Kebijakan adalah ketentuan hukum sebagai landasan bagi pelaksana dalam
penyelenggaraan kegiatan.
 Prosedur adalah rangkaian dari beberapa perintah atau aturan yang mewakili
aktivitas yang dilakukan dengan peralatan dan waktu tertentu untuk mencapai
tujuan sesuai dengan kebijakan pimpinan.
2. Penilaian Resiko
Untuk mengukur tingkat efektifitas bagaimana menangani semua resiko
dalam pencapaian tujuan organisasi, indikator yang digunakan adalah:
 Identifikasi Resiko, adalah melaksanakan identifikasi tahapan-tahapan
pelaksanaan kegiatan dengan menetapkan titik kritis serta menyusun daftar
resiko.
 Penanganan Resiko adalah upaya yang akan dilakukan untuk menangani
resiko yang telah terindentifikasi, untuk mengeliminasi penyebab terjadinya
resiko.
3. Pengendalian.
Untuk mengukur tingkat efektifitas kegiatan pengendalian, indikator yang
digunakan adalah:
 Review atas Kinerja adalah untuk memastikan bahwa kebijakan dan prosedur
yang
ditetapkan
telah
dipatuhi
oleh
mengantisipasi terjadinya penyimpangan.
seluruh
personil
serta
untuk
18
 Pemisahan Fungsi adalah kebijakan, prosedur, teknik, dan mekanisme yang
memberikan arah bagi manajemen untuk mencapai tujuan.
4. Informasi dan Komunikasi.
Untuk mengukur tingkat efektifitas informasi dan komunikasi, indikator
yang digunakan adalah:
 Pencatatan adalah untuk menjamin keandalan proses pengolahan data
menjadi
keluaran yang bebas dari kekeliruan dan kesalahan yang
fatal/signifikan.
 Pelaporan adalah adalah kebijakan, prosedur, teknik, dan mekanisme yang
memberikan arah bagi manajemen untuk mencapai tujuan.
5. Pemantauan dan Pengendalian Intern.
Untuk mengukur tingkat efektifitas pemantauan dan pengendalian intern,
indikator yang digunakan adalah:
 Pemantauan yang berkelanjutan adalah Penilaian atas mutu kinerja Sistem
Pengendalian Intern secara terus menerus dan menyatu dalam kegiatan
Instansi Pemerintah.
 Evaluasi terpisah adalah kegiatan membandingkan hasil atau prestasi suatu
kegiatan dengan standar, rencana, atau norma yang telah ditetapkan, dan
menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan
suatu kegiatan dalam mencapai tujuan.
 Tindaklanjut
atas
rekomendasi
hasil
audit
adalah
rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya sesuai ketentuan.
Penyelesaian
19
2.1.2 Sistem Administrasi Keuangan Daerah
Sistem Administrasi Keuangan Daerah dalam penelitian ini merupakan
variabel
(y), untuk itu sebelum menentukan indikator-indikator yang akan dikaji
penulis harus memahami lebih dalam mengenai Sistem Administrasi Keuangan
Daerah antara lain :
2.1.2.1
Pengertian Sistem Administrasi Keuangan Daerah.
Sebelum membahas mengenai pengertian Administrasi Keuangan, terlebih
dahulu kita harus mengerti arti dari administrasi dan keuangan. Administrasi
berasal dari kata “administrare” yang diberi arti sebagai “pengabdian atau
melayani” yang berarti melakukan suatu kegiatan tertentu untuk mencapai sesuatu
tujuan tertentu pula.
S.P. Siagian (1990 : 3) mengemukakan definisi administrasi adalah :
“Keseluruhan proses kerjasama antara dua orang atau lebih yang
didasarkan atas rationalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya”.
Sedangkan keuangan merupakan salah satu bidang dalam administrasi
Negara yang mengelola tentang keuangan Negara. Karena administrasi tersebut
bertitik tolak pada pencapaian tujuan Negara di bidang keuangan Negara, maka
dalam praktek sehari-hari disebut admisnitrasi keuangan Negara, yaitu
administrasi yang berkaitan dengan keuangan Negara.
Menurut Harjono Sumosudirdjo (1983 : 50) keuangan Negara adalah:
“Semua hak dan semua kewajiban yang dapat dinilai dengan uang,
demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang
dapat dijadikan kekayaan Negara, berhubungan dengan pelaksanaan hak
dan kewajiban tersebut.
20
Dari berbagai definisi tersebut diatas dapat disimpulkan tentang pengertian
administrasi keuangan sebagai berikut :
D.J. Mamesah (1995 : 4) mengemukakan bahwa arti administrasi
keuangan adalah :
“Manfaat dan pengaruh yang begitu besar terhadap nasib suatu bangsa,
karena segala kebijaksanaan yang ditempuh di bidang administrasi
keuangan bisa berakibat kemakmuran ataupun kemunduran dengan kata
lain sebagai suatu kejayaan atau kejatuhan sesuatu bangsa”.
Administrasi keuangan memiliki unsur-unsur: adanya kerjasama dua orang
atau lebih, adanya kegiatan atau rangkaian kegiatan, didasarkan atas rasional
(memiliki keahlian/keterampilan) dan adanya tujuan tertentu (dibidang keuangan),
maka secara sederhana dapat didefinisikan sebagai “rangkaian kegiatan dan
prosedur dalam mengelola keuangan secara tertib, sah, hemat, berdaya guna dan
berhasil guna. D.J. Mahesah (1995 : 16).
Administrasi keuangan juga memegang peran kunci pada sebuah
organisasi sehingga perlu ditangani dengan sebaik-baiknya. Tujuannya agar tidak
terjadi pemborosan atau penyalahgunaan uang yang tidak sesuai dengan anggaran
yang sudah ditentukan dan mempunyai nilai efisien dan efektif. Arus keluar
masuknya uang harus dicatat dan dilaporkan untuk dapat dianalisa bagi
pengembangan organisasi itu sendiri. Hal ini akan sangat membantu kelancaran
kegiatan organisasi dan juga untuk kegiatan/proyek tertentu.
Kepandaian mengendalikan keuangan akan memberikan hasil yang
memuaskan sesuai yang diharapkan. Sebaliknya tanpa pengendalian keuangan
yang baik, kurang mampu melihat ke depan, serta dengan penuh kebijaksanaan
yang kurang tepat dapat berakibat suatu kehancuran.
21
Untuk memahami pengertian yang terkandung dalam istilah administrasi
keuangan daerah diatas, terlebih dahulu perlu dipahami tentang arti dan makna
dari sistem itu sendiri, dimana dengan kerangka sistem yang ada, perhatian dapat
dipusatkan pada keseluruhan jalinan atau hubungan yang saling memperngaruhi
dari sejumlah satuan dalam lingkungan yang bulat.
Dalam suatu organisasi, baik lembaga pemerintah maupun swasta terdapat
berbagai
macam sistem antara lain sistem ketenagakerjaan atau kepegawaian,
sistem keuangan, sistem perbekalan dan lain-lain, sedangkan sistem keuangan itu
sendiri dapat terdiri atas sistem penganggaran, subsistem pembiayaan, subsistem
penerimaan ataupun subsistem penggajian, subsistem pengadaan dan lain
sebagainya.
Sebagai suatu sistem, administrasi keuangan daerah terdiri dari berbagai
subsistem antara lain orgnisasi, tatabuku (pembukuan), prosedur, penganggaran,
pengendalian,
kepegawaian,
sarana/prasarana
dan
lain-lain.
Mengingat
administrasi keuangan daerah sebagai subsistem maka penangan masalah
administrasi keuangan daerah itu harus dilakukan melalui pendekatan kesisteman.
2.1.2.2 Prinsip dan Asas Keuangan Daerah
Pemerintah Daerah dibentuk atas dasar Pasal 18 Undang-Undang Dasar
1945 dimana dalam penjelasannya diketahui bahwa pemerintah diwajibkan untuk
melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Selain itu dalam ketetapan MPR No. IV/MPR/1973, telah digariskan
prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan otonomi daerah sebagai berikut:
22
“Dalam rangka melancarkan pelaksanaan pembangunan yang tersebar di seluruh
pelosok negara dalam membina kestabilan politik serta kesatuan bangsa maka
hubungan
yang serasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah atas dasar keutuhan
negara kesatuan, diarahkan pada pelaksanaan otonomi yang nyata dan
bertanggungjawab yang dapat menjamin perkemabangan dan pembangunan
daerah
dan dilaksanakan bersama-sama dengan demokrasi”.
Lebih lanjut diuraikan dalam penjelasan umum UU No. 5 Tahun 1974,
bahwa penyelenggaraan pemerintahan di daerah didasarkan pada prinsip-prinsip:
1. Pelaksanaan pemberian otonomi kepada daerah harus menunjang aspirasi
rakyat, yakni memperkokoh negara kesatuan dan mempertinggi kesejahteraan
rakyat Indonesia seluruhnya.
2. Pemberian otonomi kepada daerah harus merupakan otonomi yang nyata dan
bertanggungjawab.
3. Asas desentralisasi dilaksanakan bersama-sama dengan asas dekonsentrasi,
dengan memberikan kemungkinan pula bagi pelaksanaan asa tugas
pembantuan.
4. Pemberian otonomi kepada daerah mengutamakan aspek keserasian dengan
tujuan di samping aspek pendemokrasian.
5. Tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk meningkatkan
dayaguna dan hasil guna penyelenggaraan pemerinatahan di daerah, terutama
dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat serta
untuk meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa.
23
Sementara asas-asas yang berkaitan dengan keuangan daerah sesuai
dengan UU No.5 Tahun 1974 Pasal 1, adalah sebagai berikut:
1. Desentralisasi, adalah penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah atau
daerah tingkat atasnya kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya yang
berkaitan dengan penentuan kebijaksanaan, perencanaan, pelaksanaan,
maupun yang menyangkut segi-segi pembiayaannya.
2. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah atau kepala
instansi vertikal
tingkat atasnya kepada pejabat-pejabatnya di daerah.
Urusan-urusan yang dilimpahkan oleh pemerintah kepada pejabat-pejabatnya
di daerah menurut asas dekonsentrasi ini tetap menjadi tanggungjawab
Pemerintah Pusat, baik mengenai perencanaan, pelaksanaan maupun
pembiayaan tertentu.
3. Tugas pembantuan adalah tugas untuk turut serta dalam pelaksanaan urusan
pemerintahan yang ditugaskan kepada pemerintah daerah oleh pemerintah
atau
pemerintah
daerah
tingkat
atasnya
dengan
kewajiban
mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.
2.1.2.3 Kebijaksanaan Keuangan Daerah
Pemerintah
daerah
dalam
menyusun
memperhatikan kebijaksanaan-kebijaksanaan
anggaran
daerah
harus
nasional dan kebijksanaan-
kebijaksanaan masing-masing daerah. Sedangkan sebagai landasan operasional
(setiap tahun anggaran) juga harus
pemerintah antara lain:
mengikuti kebijaksanaan-kebijksanaan
24
a. Kebijaksanaan pemerintah yang disampaikan Presiden pada saat
adanya:
-
Sidang Paripurna DPR-RI (biasanya menjelang 17 Agustus).
-
Sidang kabinet Paripurna (awal Januari).
-
Sidang Pleno DPR-RI (awal Januari setelah Sidang Kabinet Paripurna)
mengenai penyampaian Nota Keuangan dan RAPBN tahun anggaran
berikutnya.
Tujuannya agar dapat diperoleh efektivitas dan efisiensi yang setinggitingginya
dari penggunaan setiap sumber dan nasional yang dinilai untuk
mewujudkan kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya.
b. Kebijaksanaan Pemerintah Daerah .
Karena anggaran daerah sangat terbatas, maka diupayakan agar
mempertajam segi-segi penggunaan anggaran berdasarkan skala prioritas baik
program-program pembangunan maupun kegiatan langsung dan kegiatan tidak
langsung untuk dapat lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Untuk mengukur sejauhmana efektifitas Sistem Administrasi Keuangan
Daerah, maka dilakukan penilaian terhadap SAKD, adapun indikator yang
digunakan menggunakan sumber Sistem Administrasi Keuangan Daerah (D.J.
Mamesah, 1995), dalam bentuk indikator-indikator penilaian sebagai berikut:
1. Penyusunan Anggaran Daerah Adalah Pengalokasian Keuangan Pemerintah
Daerah yang sistematik dan rasional guna membiayai kegiatan dalan satu
tahun anggaran tertentu.
25
2. Pelaksanaan Anggaran Daerah Implementasi pengunaan anggaran yang
telah disusun pada awal kegiatan.
3. Penata Usahaan Keuangan Adalah Rangkaian Kegiatan yang dilakukan
secara sistematis di bidang keuangan berdasarkan prinsip-prinsip, standar-
standar serta prosedur-prosedur tertentu.
4. Sistem Informasi Keuangan adalah suatu sistem yang digunakan untuk
memperlancar pelaksanaan keuangan daerah.
5. Sumber Daya Manusia adalah kualifikasi orang-orang yang terlibat dalam
pelaksanaan keuangan daerah.
2.1.3 Kerangka Pemikiran
Dalam penelitian ini penulis menggambarkan bahwa Sistem Administrasi
Keuangan dapat berjalan efektif apabila penerapan Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah (SPIP) dilaksanakan secara optimal, sehingga dapat meminimalisir
terjadinya kekurangan dalam penyelesaian administrasi keuangan. Adapun
gambaran dari Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) terehadap
efektifitas Sistem Administrasi Keuangan sebagai berikut :
Sitem pengendalian Intern Pemerintah
(SPIP)
Indikator
Lingkungan pengendalian
Penilaian Resiko
Kegiatan pengendalian
Pengaruh
Sistem
Administrasi
Keuangan
Daerah
Kegiatan pengendalian
Pemantauan dan Pengendalian Intern
Gambar 2.1. Gambar Kerangka Pemikiran
26
2.2
Perumusan Model Penelitian dan Hipotesis
2.2.1 Perumusan Model Penelitian
Berdasarkan pola pikir yang telah diuraikan diatas, maka penulis
menempatkan Sistem Pengndalian Intern Pemerintah (SPIP) sebagai variabel X
dan Kinerja Administrasi Keuangan Daerah sebagai variabel Y. Sehingga dapat
digambarkan
bagan kerangka pemikiran sebagai berikut :
Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah (X)
Sistem Administrasi Keuangan
Daerah (Y)
Gambar 2.1. Bagan Model Penelitian
2.2.2 Hipotesis
Atas dasar kerangka pemikiran dan identifikasi masalah yang telah
dijelaskan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis : Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah
(SPIP)
berpengaruh
Administrasi Keuangan daerah.
signifikan
terhadap
efektivitas
Sistem
Download