BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Perusahaan farmasi atau perusahaan obat-obatan adalah perusahaan bisnis komersial yang fokus dalam meneliti, mengembangkan dan mendistribusikan obat. Mereka dapat membuat obat generik atau obat bermerek. Untuk dapat bertahan perusahaan farmasi harus menjual produk kepada pelanggan untuk mendapatkan keuntungan (Jaconelli, 2008). Saat ini ada 199 jumlah perusahaan farmasi yang beroperasi di Indonesia. Dari jumlah tersebut sebanyak 35 perusahaan adalah PMA (Penanaman Modal Asing) dengan pangsa pasar yang diperkirakan mencapai 29.5%. Empat perusahaan lain adalah BUMN dengan pangsa pasar sebesar 7,0% dan sisanya PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) dengan pangsa pasar 63.5%. Sebanyak 10 besar perusahaan Farmasi di tahun 2010 umumnya didominasi oleh 9 perusahaan lokal yaitu Sanbe Farma, Kalbe Farma, Dexa Medica, Bintang Toedjoe, Tempo Scan Pacific, Kimia Farma, Konimex, Phapros, Indofarma dan 1 perusahaan PMA yaitu Pfizer. Market share dari 10 perusahaan terbesar ini kurang lebih 40%. Kompleksifitas dan banyaknya kompetitor di dalam negeri menambah sulitnya penjualan obat kepada customer. Salah satu penunjang keberhasilan penjualan obat bagi perusahaan farmasi adalah dengan adanya management supply chain yang baik sehingga menjadi keunggulan kompetitif perusahaan tersebut (Angell, 2004). 1 Banyak perusahaan yang mengalami kerugian yang cukup besar, karena tidak terintegrasinya masalah pengadaan logistic, gejalanya adalah terjadinya kelebihan atau kekurangan persediaan, kerusakan, kesalahan pengiriman, kehilangan. Sejauh ini, Kejadian seperti itu dapat dihindari dengan mengintegrasikan semua kegiatan logistik mulai dari ujung pemasok paling awal sampai ke konsumen paling akhir. Konsep integrasi logistik ini disebut dengan supply chain atau rantai pasokan yang juga merupakan salah satu upaya peningkatan mutu perusahaan farmasi secara internal. Rantai pasokan adalah pengintegrasian aktivitas pengadaan bahan baku menjadi barang setengah jadi dan produk jadi, pelayanan serta pengiriman ke pelanggan. Seluruh aktivitas ini mencakup aktivitas pembelian dan penjualan produk, ditambah fungsi lain yang penting bagi hubungan antara pemasok dan distributor (Heizer dan Render, 2004). Manajemen rantai pasokan. (MRP) mencakup seluruh kegiatan arus dan transformasi barang mulai dari bahan mentah sampai produk jadi, dan penyaluran ke tangan konsumen, termasuk aliran informasinya. Bahan baku dan aliran informasi adalah rangkaian dari rantai pasokan. Kegiatan MRP dalam pelaksanaannya melibatkan secara langsung ataupun tidak langsung semua perusahaan dan organisasi yang berhubungan dengan perusahaan inti, sebagai contohnya adalah PBF (Pedagang Besar Farmasi) Pada tahun 2014 dilaksanakan program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional). Program JKN dibentuk sebagai tanggung jawab pemerintah untuk memberikan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat, terutama golongan yang tidak mampu. Dengan demikian, masyarakat golongan menengah kebawah mengalami 2 kesulitan dalam memenuhi standar kesehatan sehingga program JKN akan mengedepankan produk obat obat generik. Dengan adanya program ini secara langsung maupun tidak langsung sangat mempengaruhi MRP (Manajemen Rantai Pasokan) pada PBF (Pedaganag Besar Farmasi) sebagai pemasok atau pensuplai obat di apotek dan di Rumah Sakit yang menjadi pelanggan utama perusahan farmasi. Inti dari persaingan perusahaan-perusahaan sekarang ini terletak pada bagaimana sebuah perusahaan mampu menciptakan produk atau jasa yang lebih baik, dan lebih cepat pendistribusiannya dibandingkan dengan pesaing bisnisnya. Pengintegrasian ini akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas, selain itu, lebih jauh lagi menciptakan keunggulan kompetitif tertentu bagi perusahaan terkait. PBF Kimia Farma Yogyakarta adalah satu contoh perusahaan yang bergerak di suplai obat di rumah sakit maupun apotek di Yogyakarta yang sangat memperhatikan mutu, kecepatan serta ketepatan pelayanannya dalam mensuplai obat. Kenaikan angka pasien rawat jalan, rawat inap, serta banyaknya pasien yang membeli obat di apotek yang naik tajam membutuhkan suplai obat yang cepat dan efektif. Oleh karena itu, PBF Kimia Farma Yogyakarta sangat mengedepankan MRP karena memiliki peran yang sangat penting dalam hal mencapai keberhasilan bisnis perusahaan. Namun sejauhmana keefektifan, pengaruhnya, serta strategi Manajemen Rantai Pasokan yang digunakan dalam menghadapi perubahan sistem kesehatan akibat program JKN perlu ditinjau lebih jauh lagi, guna mengevaluasi kinerja yang mengarah pada perkembangan berkelanjutan (continous improvement). 3 a. Perumusan Masalah 1. Apakah strategi MRP pada era JKN mempengaruhi efektivitas karyawan PBF Kimia Farma Yogyakarta dalam mensuplai obat? 2. Apakah strategi MRP pada era JKN mempengaruhi pengetahuan karyawan PBF Kimia Farma Yogyakarta akan MRP yang diterapkan? 3. Apakah strategi MRP pada era JKN mempengaruhi kesiapan karyawan PBF Kimia Farma Yogyakarta disetiap departemen? 4. Apakah strategi MRP pada era JKN mempengaruhi sistem antar departemen PBF Kimia Farma Yogyakarta dalam mensukseskan MRP? b. Keaslian Penelitian Sejauh penelusuran pustaka di Indonesia, penelitian ini belum pernah dilakukan oleh orang lain sehingga penelitian ini memiliki keaslian tinggi. Penelitian yang terkait adalah : 1. Fauzul. 2013. Manajemen rantai pasokan Dalam Pemasaran Lpg 3 Kg: Studi Kasus Pt Putra Pertam Jaya. Tesis. Magister Manajemen, Universitas Gadjah Mada. Perbedaannya adalah Penelitian ini menitikberatkan pada penerapan MRP di bidang marketing Lpg 2. Istiqaroh. 2012. Analisis Manajemen rantai pasokan Pupuk Bersubsidi Pada Departemen Penjualan Wilayah I Pt Pupuk Kalimantan Timur Wilayah I Jawa Timur. Tesis. Magister Manajemen, Universitas Gadjah Mada. Perbedaannya adalah Penelitian ini menitikberatkan pada analisa MRP di bidang penjualan Pupuk Di Kalimantan 4 3. Isnanto. 2012. Analisi Pengelolaan Rantai Pasok Pada PT.PJB Unit Pengembangan Muara Karang. Artikel, Universitas Guna Dharma. Perbedaannya adalah penelitian ini menitikberatkan pada analisa pengelolaan MRP pada unit pembangkitan Muara Karang. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian ini dilakukan di era JKN 2014 selain itu rantai pasokan pada penelitian ini meliputi marketing, logistik, penyimpanan, distribusi. c. Manfaat Penelitian Bagi PBF Kimia Farma Yogyakarta 1. Dengan diketahuinya Strategi MRP yang digunakan PBF Kimia Farma Yogyakarta dalam menghadapi perubahan sistem kesehatan akibat program JKN maka dapat digunakan untuk melakukan perbaikan integrasi. 2. Dengan diketahuinya efektifitas karyawan PBF Kimia Farma dalam menghadapi perubahan iklim kerja di era JKN maka akan bermanfaat dalam mengembangkan etos kerja. Bagi masyarakat umum 1. Dengan diterapkannya strategi MRP yang efektif dapat meningkatkan kepercayaan dan kepuasan masyarakat pada Kimia Farma karena dapat memberikan pelayanan yang optimal dan selalu menjaga stok obat supaya tetap tersedia 5 2. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh strategi MRP pada era JKN terhadap efektivitas karyawan PBF Kimia Farma Yogyakarta. 2. Mengetahui pengaruh strategi MRP pada era JKN PBF Kimia Farma terhadap pengetahuan karyawan akan MRP yang diterapkan. 3. Mengetahui pengaruh strategi MRP pada era JKN PBF Kimia Farma terhadap kesiapan karyawan disetiap departemen. 4. Mengetahui pengaruh strategi MRP pada era JKN PBF Kimia Farma terhadap sistem antar departemen dalam mensukseskan implementasi MRP. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perusahaan Kimia Farma Kimia Farma merupakan pioner dalam industri farmasi Indonesia. Cikal bakal perusahaan dapat dirunut balik ke tahun 1917, ketika NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co., perusahaan farmasi pertama di Hindia Timur, didirikan. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi eks perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF Bhinneka Kimia Farma. Selanjutnya pada tanggal 16 Agustus 1971 bentuk hukumnya diubah menjadi Perseroan Terbatas, menjadi PT Kimia Farma (Persero). Sejak tanggal 4 Juli 2001 Kimia Farma tercatat sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Berbekal tradisi industri yang panjang selama lebih dari 187 tahun dan nama yang identik dengan mutu, hari ini Kimia Farma telah berkembang menjadi sebuah perusahaan pelayanan kesehatan utama di Indonesia yang kian memainkan peranan penting dalam pengembangan dan pembangunan bangsa dan masyarakat. PT. Kimia Farma Trading & Distribution (KFTD), adalah anak perusahaan yang dibentuk oleh Kimia Farma yang berperan penting dalam upaya peningkatan penjualan produk-produk Perseroan. PT Kimia Farma Trading & Distribution memiliki jaringan sebanyak 46 cabang dan tenaga salesman sejumlah 611 orang untuk melayani 45.173 outlet terdaftar di seluruh wilayah Indonesia. Disamping mendistribusikan produk-produk Kimia Farma, KFTD juga bertindak sebagai distributor untuk produk-produk principal dari dalam dan luar negeri. Perusahaan 7 yang dikenal dengan nama KFTD ini, meliliki wilayah layanan dan jalur distribusi yang luas, mencakup 33 Propinsi, 466 Kabupaten atau Kota.Saat ini jumlah karyawan yang tergabung dengan KFTD mencapai 986 orang, dan pada tahun 2010 sales force yang dimiliki KFTD mencapai lebih dari 446 orang, yang terdiri dari salesman dan petugas ekspedisi. Jumlah ini akan terus ditingkatkan sesuai dengan tuntutan pekerjaan dilapangan.PT. Kimia Farma juga telah melakukan ekspansi bisnisnya tidak hanya di tingkat nasional tapi juga mulai memasuki tingkat perdagangan internasional. Produk-produk Kimia Farma yang mencakup produk obat jadi dan sediaan farmasi serta bahan baku obat seperti Iodine dan Quinine telah memasuki pasar dinegara : Erope, India, Jepang, Taiwan and New Zealand. Produk Jadi dan Kosmetik telah dipasarkan ke Yemen, Korea Selatan, Singapura, Malaysia, Vietnam, Sudan, and Papua New Guinea. Demikian juga untuk produk-produk herbal yang berasal dari bahan alami juga telah dipersiapkan proses registrasinya untuk memasuki pasar baru seperti : Filipina, Myanmar, Pakistan, Uni Emirat Arab, Oman, Bahrain and Bangladesh. Produk Herbal merupakan target utama korporasi untuk periode mendatang mengingat banyaknya peminat dan pembeli potensial yang telah menunjukkan minat untuk melakukan hubungan bisnis dengan perusahaan (Kompas, 2012). 8 2. Manajemen Rantai Pasokan 2.1. Definisi Manajemen Rantai Pasokan Manajemen Rantai Pasokan (MRP) atau SCM (Supply chain Management) adalah pengintegrasian aktivitas pengadaan bahan dan pelayanan, pengubahan menjadi barang setengah jadi dan produk akhir, serta pengiriman ke pelanggan (Heizer dan Render, 2004). Seluruh aktivitas ini mencakup aktivitas pembelian dan penjualan, ditambah fungsi lain yang penting bagi hubungan antara pemasok dan distributor. MRP mengatur aliran informasi yang diteruskan ke rantai pasokan di dalam pemesanan untuk mencapai tingkat sinkronisasi dalam memenuhi kebutuhan konsumen dengan menurunkan biaya (Russel dan Taylor, 2003). Definisi lain, MRP adalah pengelolaan informasi, barang dan jasa mulai dari pemasok paling awal sampai ke konsumen paling akhir dengan menggunakan pendekatan sistem terintegrasi dengan tujuan yang sama (Said, 2006). Dapat diartikan pula rantai pasokan adalah alur perjalanan barang, informasi dan keuangan. Pada umumnya berawal dari pembelian bahan dasar ataupun setengah jadi, yang kemudian diberangkatkan menuju pabrik untuk diolah menjadi barang jadi. Setelah itu, barangbarang jadi tersebut akan diteruskan ke gudang atau pusat distribusi untuk diantarkan ke (retailer), distributor ataupun langsung ke rumah/kantor pelanggan. Akhirnya, layanan purna jual seperti perawatan dan perbaikan atau pengembalian dan pendaurulangan dari produk-produk tersebut diakhir masa gunanya. Perencanaan rantai pasokan yang baik akan mengoptimalisasikan alur. 9 2.2.Prinsip Dasar Manajemen Rantai Pasokan Lima prinsip dasar dalam MRP adalah : a. Prinsip integrasi Semua unsur yang terlibat dalam rangkaian MRP berada dalam satu kesatuan yang kompak dan menyadari adanya saling ketergantungan b. Prinsip Jejaring Semua unsur berada dalam hubungan kerja yang selaras. c. Prinsip ujung ke ujung Proses operasinya mencakup elemen pemasok yang paling hulu sampai ke konsumen yang paling hilir. d. Prinsip saling tergantung Setiap unsur dalam MRP menyadari bahwa untuk mencapai manfaat bersaing diperlukan kerjasama yang saling menguntungkan. e. Prinsip Komunikasi Keakuratan data menjadi darah dalam jaringan untuk menjadi ketepatan informasi dan material. 2.3.Unsur dan Ruang Lingkup MRP Unsur-unsur dalam MRP adalah : a. Struktur jaringan rantai pasokan Jaringan kerja anggota dan hubungan dengan rantai pasokan lainnya. b. Proses bisnis rantai pasokan Aktivitas-aktivitas yang menghasilkan nilai keluaran tertentu bagi pelanggan. c. Komponen MRP 10 Peubah-peubah pembelian dimana proses bisnis disatukan dan disusun sepanjang rantai pasokan (Tunggal, 2008). Ruang lingkup MRP meliputi : c.1. Rantai pasokan mencakup seluruh kegiatan arus dan transformasi barang, mulai dari bahan mentah, sampai penyaluran ke tangan konsumen, termasuk aliran informasinya. Bahan baku dan aliran informasi adalah rangkaian dari rantai pasokan. c.2. Rantai pasokan sebagai suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi (Siagian, 2005). 2.4. Identifikasi Anggota Rantai Pasokan Anggota rantai pasokan meliputi semua perusahaan dan organisasi yang berhubungan dengan perusahaan inti (Tunggal, 2008), baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pemasok atau pelanggannya dari (point of origin) hingga (point of consumption) terdiri atas : a. Anggota primer adalah semua perusahaan/unit bisnis strategik yang benar-benar menjalankan aktivitas operasional dan manajerial dalam proses bisnis yang dirancang untuk menghasilkan keluaran tertentu bagi pelanggan atau konsumen. b. Anggota sekunder adalah perusahaan-perusahaan yang menyediakan sumber daya, pengetahuan, utilitas atau aset-aset bagi anggota primer di rantai pasokan. MRP berkaitan langsung dengan siklus bahan baku dari pemasok ke produksi, gudang dan distribusi kemudian sampai ke konsumen (Siagian, 2005). Perusahaan meningkatkan kemampuan bersaing melalui penyesuaian produk, mutu yang tinggi, pengurangan biaya dan kecepatan meraih pasar dengan penekanan pada rantai pasokan. Rantai pasokan mencakup keseluruhan interaksi antara pemasok, perusahaan manufaktur, distributor dan konsumen. Interaksi ini juga berkaitan dengan transportasi, informasi, 11 penjadwalan, transfer kredit maupun tunai, serta transfer bahan baku antara pihakpihak yang terlibat. 2.5. Jenis-jenis Jaringan Proses Bisnis Menyatukan dan mengatur semua proses bisnis melalui rantai pasokan tidak akan seefektif dengan hasil yang ingin dicapai. Harus ada pemisahan jaringan mana yang benar-benar penting dan perlu diperhatikan (Tunggal, 2008). Terdapat 4 jenis jaringan proses bisnis, yaitu : a. Managed process links Jaringan dimana perusahaan merasa penting untuk bersatu dan kolaborasi dengan anggota lain dari rantai pasokan. Perusahaan akan aktif bersatu dan mengatur proses dengan konsumen dan pemasok. b. Monitored process links Perusahaan tidak aktif terlibat, tetapi hanya meninjau dan mengaudit secara berkala bagaimana setiap proses disatukan atau diatur. c. Not managed process links Perusahaan tidak terlibat secara aktif dan tidak juga meninjau secara kontinu seperti pada jaringan sebelumnya. Perusahaan mempercayakan anggota lain yang mengaturnya. d. Non member process links Proses antara anggota-anggota perusahaan dengan selain anggota dari rantai pasokan. Non anggota tidak termasuk dalam struktur jaringan rantai pasokan, tetapi perusahaan non anggota tersebut dapat dan sering memberi pengaruh pada perusahaan dan anggota-anggota lainnya. 12 2.6. Pengelolaan Rantai Pasokan Mengelola MRP secara produktif dan efisien adalah sesuatu yang sangat penting bagi sebuah perusahaan, karena secara tidak langsung akan mempengaruhi keuntungan potensial yang akan diperoleh perusahaan. Secara teori, tahapan untuk mencapai rantai pasokan yang produktif dan efisien adalah : a. Tetapkan MRP sebagai aspek strategik perusahaan Menerapkan MRP tidak hanya pada level operasional, tetapi secara menyeluruh. b. Rancang proses MRP dari ujung ke ujung Organisasi merancang pola aliran informasi dan barang mulai dari pemasok paling awal sampai konsumen paling akhir. Bentuk intervensi yang perlu dilakukan dapat berbeda-beda, yaitu ada yang perlu dikendalikan langsung, ada yang hanya perlu dimonitor, ada yang hanya perlu diketahui saja. Dengan memiliki rancangan ini, perusahaan dapat memetakan dengan baik proses mana yang dapat menyebabkan biaya tinggi atau proses mana yang dapat menyebabkan waktu paling lama (Said., 2006). c. Rancang struktur organisasi MRP Perusahaan harus memperjelas eksistensi dalam sebuah organisasi, bukan hanya sebagai perangkat kerja di luar sistem. d. Kembangkan model kolaborasi yang tepat Perusahaan harus membangun kerjasama dengan perusahaan lain, karena hampir tidak mungkin ada perusahaan yang mampu melakukan semua kegiatannya sendiri dengan membangun kerjasama. 13 e. Gunakan alat ukur kinerja yang tepat Alat ukur yang baik untuk MRP adalah yang memiliki penghubungdengan strategi organisasi, seimbang dan komprehensif, penetapan target sebanding dengan situasi internal maupun eksternal, serta targetnya agresif, tetapi dapat dicapai, dapat dimonitor dengan mudah, dapat digunakan untuk peningkatan produktivitas berkelanjutan dan dapat dilaksanakan melalui rencana implementasi formal. Alat ukur digunakan untuk mengetahui kondisi SCM perusahaan membaik atau memburuksehingga dengan mengetahui posisi perusahaan diharapkan dapat segera dilakukan perbaikan. Area kompetitif dan strategik berikut dapat dipakai sebagai penyumbang manfaat yang sempurna untuk penerapan sistem MRP yang efektif (Haming dan Nurnajamuddin, 2007). Faktor kompetitif dan strategik dimaksud adalah : 1. Pemenuhan kebutuhan Aktivitas yang berhubungan dengan kepastian kecukupan kuantitas dari komponen yang diperlukan dalam menjalankan produksi atau produk yang akan dijual, dan tiba pada waktu yang tepat sesuai jadwal. Hal itu dimungkinkan melalui adanya komunikasi efektif, yang memastikan bahwa pesanan ditetapkan pada sejumlah jadwal yang sesuai dan siap untuk dipenuhi. Sistem MRP memungkinkan suatu perusahaan secara tetap melihat apa yang ada di gudang persediaan dan meyakinkan bahwa jumlah yang dipesan sesuai dengan kebutuhan dimaksud dalam pesanan dan jadwal untuk menggantikan sediaan yang sudah dipakai. 14 2. Logistik Aktivitas yang berhubungan dengan pengadaan sediaan bahan atau komponen yang diperlukan. Aktivitas tersebut juga perlu dijaga agar biaya angkutan material serendah mungkin, konsisten dengan waktu penyerahan yang dijanjikan, serta dilakukan secara tepat waktu dan aman. Dalam hal ini, sistem MRP memungkinkan suatu perusahaan untuk mempunyai kontak tetap dengan tim distribusinya, dapat terdiri atas truk, kereta api, atau jenis transportasi lain. Sistem dapat mengizinkan perusahaan untuk menjajaki material yang diperlukan secara terus-menerus. 3. Produksi Aktivitas tersebut berhubungan dengan kegiatan mengolah bahan menjadi keluaran yang direncanakan. Aktivitas itu harus mampu menjamin bahwa lini produksi atau lini perakitan berfungsi dengan baik. Fasilitas dapat berfungsi memuaskan jika didukung oleh ketersediaan komponen yang bermutu tinggi dan tersedia ketika diperlukan. Produksi dapat berlangsung secara teratur, jika ditunjang oleh manajemen logistik dan pemenuhan atas order bahan atau komponen yang memuaskan, yaitu sesuai volume kebutuhan dan penyerahannya tepat sesuai jadwal. 4. Pendapatan dan laba Aktivitas tersebut berhubungan dengan aktivitas pemasaran dan penjualan, yaitu memberikan layanan penyampaian produk atau jasa kepada pelanggan yang membutuhkan secara tepat jumlah, tepat waktu, dan tepat mutu. Kegiatan itu harus mampu memberikan jaminan bahwa tidak ada penjualan yang akan hilang, 15 karena persediaan tidak ada atau kosong. Mengelola rantai pasokan dengan baik akan meningkatkan fleksibilitas perusahaan dalam bereaksi terhadap perubahan tidak terduga yang terjadi atas permintaan dan penawaran. Sehubungan dengan hal tersebut, suatu perusahaan mempunyai kemampuan menghasilkan barang apada harga yang lebih rendah dan mendistribusikannya ke konsumen dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan jika tidak menerapkan MRP, sehingga MRP berperan untuk meningkatkan laba total perusahaan. 5. Biaya-biaya Kemampuan berproduksi secara efektif dan efisien, pada gilirannya akan memampukan perusahaan memiliki keunggulan atas aspek biaya. Faktor biaya produksi atau penyiapan produk merupakan salah satu dari empat faktor keunggulan kompetitif perusahaan. MRP mampu mengurangi biaya melalui peningkatan rasio perputaran sediaan di gudang, mengendalikan mutu proses dan mengurangi biaya kegagalan internal dan eksternal, serta bekerjasama dengan pemasok, agar dapat menghasilkan keluaran melalui pemanfaataan alat-alat pabrikasi secara efisien. 6. Kerjasama Antara mitra rantai pasokan memastikan bahwa semua pihak akan memperoleh manfaat timbal balik. Perencanaan kolaboratif dan peramalan merupakan suatu komitmen jangka panjang. Hubungan tersebut memungkinkan perusahaan mempunyai akses terhadap informasi yang dapat dipercaya, menghasilkan tingkat persediaan yang lebih rendah, memotong (lead time), meningkatkan mutu produk, meningkatkan mutu ramalan dan akhirnya 16 meningkatkan layanan kepada pelanggan, serta perolehan laba yang memuaskan. Para pemasok juga menerima manfaat dari hubungan kerjasama melalui peningkatan pembeli, peningkatan mutu dan penurunan biaya. Semua itu akan menghasilkan penghematan. Konsumen juga dapat menerima manfaat melalui tersedianya produk dengan mutu lebih tinggi atas biaya atau harga yang lebih murah. 2.7. Pentingnya Rantai Pasokan dalam Perusahaan Posisi rantai pasokan sangat penting dalam sebuah perusahaan, baik terkait dengan kebijakan maupun strategi. Sebuah rantai pasokan akan dipengaruhi oleh beberapa faktor penting di bawah ini : a. Pasar Pasar memerlukan produk dengan mutu bagus dan harga murah. Sebelumnya telah dikembangkan konsep (Consumer Relationship Management), namun saat ini telah berkembang menjadi (Consumer Intimacy Management). Konsep (Consumer Intimacy Management) merupakan bukti kepedulian perusahaan kepada konsumen (Kotler dan Philip, 2001). b. Persaingan Suatu perusahaan berkompetisi dengan perusahaan lain di berbagai ini mulai dari produksi, proses, pelayanan dan inovasi. Pada awalnya, perusahaan hanya fokus pada produksi, namun saat ini telah bergeser kepada distribusi. Perusahaan berkompetisi untuk memenuhi kebutuhan konsumen lebih awal dengan menawarkan produknya dengan berbagai layanan yang disediakan. 17 c. Teknologi Perusahaan harus memanfaatkan aset yang dimiliki seperti (data server) untuk menuju (mobile computing). Pemanfaatan asset digunakan untuk memberikan (value added) kepada (customer-asset inovation). d. Ekonomi Implementasi SCM dikenal sebagai usaha (improvement) yang banyak mengeluarkan biaya, karena banyak sekali infrastruktur yang dibutuhkan. e. Kebijakan pemerintah Faktor ini mencakup masalah (environment), (legal compliance), standar industri, dan lain-lain. Produk yang diproses atau disediakan memerlukan kerjasama berbagai pihak pelaksana kegiatan langsung, yaitu : e.1. Pemasok yang mendukung tersedianya logistik. e.2. Fungsi operasi atau departemen pabrikasi yang akan melakukan pengolahan atas masukan menjadi keluaran. e.3. Fungsi distribusi dan pergudangan menyimpan dan mengatur distribusi produk ke konsumen. e.4. Fungsi pemasaran dan penjualan memasarkan atau menjual produk yang dihasilkan atau disediakan sejak dari gudang perusahaan sampai ke tangan konsumen. e.5. Fungsi layanan pelanggan atau (customer relationship management), merupakan fungsi yang mengharuskan untuk menjaga hubungan dengan para pelanggan, antara lain selalu mengingatkan kepada pelanggan akan produk yang disediakan 18 atau diproduksi oleh perusahaan. Pemeliharaan hubungan dapat dibangun melalui hubungan korespondensi, pameran dan kegiatan hubungan masyarakat (Haming dan Nurnajamuddin, 2007). 2. 8. Ciri-ciri MRP Aset strategik yang dimiliki perusahaan sangat menentukan daya saing. MRP bercirikan tiga hal berikut : a. Agility SCM bukan saja hemat, tetapi juga lincah dalam merespon setiap perubahan terutama jangka pendek. Agility dapat dicapai apabila perusahaan dapat mengelola informasi secara lebih terbuka, baik dengan konsumen maupun pemasok. Agility dapat dicapai dengan menjalin hubungan baik dengan pemasok dan merancang produk standar, tetapi dapat dimodifikasi pada ujung penjualan. b. Adaptability Perusahaan harus tahu apa yang terjadi di pasar, yaitu apakah akan muncul bahan baku baru, model transportasi baru, distributor baru, metode kerja baru ataupun pasar baru. c. Alignment Alignment adalah tahap penyelarasan antara pabrik, pemasok dan distributor. Hal ini dapat terjadi bila pertukaran informasi dan pengetahuan telah berlangsung dengan lancar dari pemasok sampai ke konsumen sedemikian rupa, sehingga perubahan permintaan dan pasokan dapat diketahui secara cepat (Said, 2006). 19 2.9. Kriteria Sukses MRP Perusahaan harus memutuskan suatu strategi rantai pasokan dalam rangka memperoleh barang dan jasa dari pihak lain. a. Sesuai dengan strategi bisnis Empat (4) strategi utama MRP, yaitu : 1. Biaya Strategi biaya adalah strategi yang mengutamakan efisiensi. Perusahaan harus mengupayakan agar biaya produksi, termasuk biaya distribusi menjadi seefisien mungkin. Strategi ini biasanya banyak digunakan di industri (retail) atau (consumer goods). 2. Inovasi Perusahaan menawarkan keunikan dari produk, akibatnya daur hidup produk, maupun teknologi menjadi semakin singkat dan ketepatan dan kecepatan masuk pasar sangat menentukan. Para perusahaan yang menjadi (innovator) akan selalu diikuti oleh perusahaan yang menjadi (fast follower), oleh karena itu, peran SCM sangat penting dalam strategi inovasi untuk mempersiapkan pemasaran produknya. 3. Pelayanan Strategi yang mengutamakan pelayanan biasanya pada industri jasa yang berhubungan langsung dengan konsumen. Contohnya RS dan hotel. 20 4. Mutu Adanya jaminan produk dapat sampai dan dapat dikonsumsi secara aman. Biasanya strategi ini banyak digunakan pada industry makanan dan minuman. Saat ini telah tersedia teknologi (traceable), yang dapat memantau dan melaporkan posisi dan kondisi barang selama dalam proses pengiriman (Dwiningsih, 2006). b. Sesuai dengan kebutuhan konsumen Mendengarkan apa yang dibutuhkan konsumen beserta prioritasnya sangat diperlukan untuk suksesnya sebuah SCM. Dalam perusahaan perlu dikenali lebih lanjut kebutuhan konsumen untuk masing-masing segmen dan produk tertentu. c. Sesuai dengan power position SCM adalah permainan posisi daya tawar dan kekuatan sebuah perusahaan. Hal yang paling penting yang harus dilakukan perusahaan adalah mengetahui posisi tawar perusahaan. Dalam hal ini, perusahaan membutuhkan kerjasama dengan perusahaan lain untuk memperkuat posisi tawar menawar di pasar. d. Adaptif Situasi bisnis yang dinamis akan selalu berubah, begitu juga SCM perlu terus beradaptasi, karena perubahan ada yang berlangsung secara tiba tiba dan juga berlangsung secara perlahan. Perubahan teknologi, lingkungan bisnis, basis kompetisi dan terjadinya akuisisi dapat mempengaruhi rancangan SCM secara mendasar. Strategi Rantai Pasokan ada lima bagian, yaitu : a. Banyak pemasok 21 Strategi ini menandingkan satu pemasok dengan pemasok lain dan membebani pemasok untuk memenuhi permintaan pembeli. Para pemasok bersaing satu sama lain secara agresif. b. Sedikit pemasok Strategi ini digunakan untuk mengembangkan hubungan kemitraan jangka panjang dengan sedikit pemasok untuk menjaga komitmen antar anggota rantai pasokan. c. Integrasi vertikal Strategi ini mengembangkan kemampuan untuk menghasilkan barang atau jasa yang sebelumnya dibeli atau membeli perusahaan pemasok atau distributor. d. Jaringan Keiretsu Strategi yang berasal dari istilah bahasa Jepang untuk menggambarkan para pemasok yang menjadi bagian dari koalisi perusahaan. Anggota (keiretsu) dipastikan memiliki hubungan jangka panjang dan karenanya diharapkan dapat berperan sebagai mitra yang memberikan keahlian teknis dan kestabilan mutu produksi untuk perusahaan. e. Perusahaan virtual Strategi ini menggambarkan bahwa perusahaan mengandalkan beragam hubungan pemasok untuk menyediakan jasa atas permintaan yang diinginkan. Strategi ini dikenal sebagai jaringan berongga (Heizer dan Render, 2004). 22 3. JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) JKN merupakan Jaminan Kesehatan Nasional yang dimaksudkan untuk menekan biaya obat dalam bidang kesehatan. Dengan dilaksanakannya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di bidang kesehatan, kebutuhan obat-obatan di Tanah Air, khususnya obat generic akan meningkat. Penerapan sistem pembiayaan kesehatan dan target cakupan semesta obat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di bidang kesehatan mulai 1 Januari 2014, membuat target pasar obat publik meningkat hampir tiga kali lipat untuk memenuhi kebutuhan 240 juta penduduk (Kompas, 2013) 4. Pedagang Besar Farmasi (PBF) Pedagang Besar Farmasi adalah salah satu fasilitas distribusi sediaan farmasi. PBF bisa saja membuka cabang yang disebut PBF cabang di beberapa tempat asalkan PBF cabang tersebut mendapat pengakuan dari kepala dinas kesehatan provinsi setempat dimana PBF cabang tersebut berada dan PBF cabang juga hanya bisa menyalurkan sediaan farmasi dalam batas wilayah provinsi pengakuannya. PBF ada 2 macam yaitu PBF obat dan PBF bahan baku obat. Menurut PP no. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, yang dimaksud Fasilitas distribusi adalah sarana yang digunakan untuk menyalurkan atau mendistribusikan sediaan farmasi dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan atau pemindahtanganan. PBF menyalurkan obat berdasarkan pesanan yang di apoteker pengelola apotek atau apoteker penanggung jawab. Dikecualikan untuk pesanan untuk kepentingan lembaga ilmu pengetahuan, surat pesanan ditandatangani oleh pimpinan lembaga. Untuk peyaluran obat atau bahan obat berupa obat keras, surat pesanan harus 23 ditandatangai oleh apoteker penanggung jawab atau apoteker pengelola apotik. PBF atau PBF cabang yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran narkotik harus memiliki izin khusus sesuai peraturan perundang undangan. PBF atau PBF cabang yang melakukan pegubahan kemasan dari kemasan aslinya atau pengemasan kembali terhdap kemasan aslinya dari bahan obat wajib melakukan pengujian mutu dan wajib memiliki ruang pengemasan kembali. 5. Perencanaan Strategis Perencanaan strategis adalah proses yang dilakukan suatu organisasi untuk menentukan strategi atau arahan, serta mengambil keputusan untuk mengalokasikan sumber dayanya (termasuk modal dan karyawan) untuk mencapai strategi ini. Berbagai teknik analisis bisnis dapat dgunakan dalam proses ini, termasuk analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats),PEST (Political, Economic, Social, Technological), atau STEER (Sociocultural, Technological, Economic, Ecological, Regulatory) (George, 1972). Perencanaan Strategis ( Strategic Planning ) adalah sebuah alat manajemen yang digunakan untuk mengelola kondisi saat ini untuk melakukan proyeksi kondisi pada masa depan, sehingga rencana strategis adalah sebuah petunjuk yang dapat digunakan organisasi dari kondisi saat ini untuk mereka bekerja menuju 5 sampai 10 tahun ke depan (Daniel dan Arthur, 2009) Untuk mencapai sebuah strategy yang telah ditetapkan oleh organisasi dalam rangka mempunyai keunggulan kompetitif, maka para pimpinan perusahaan, manajer operasi, haruslah bekerja dalam sebuah sistem yang ada pada proses perencanaan strategis / strategic planning (Griffin, 2006). Kemampuan manufaktur, 24 harus dipergunakan secara tepat, sehingga dapat menjadi sebuah senjata yang unggul dalam sebuah perencanaan stategi.Untuk mencapai sebuah strategy yang telah ditetapkan oleh organisasi dalam rangka mempunyai keunggulan kompetitif, maka para pimpinan perusahaan, manajer operasi, haruslah bekerja dalam sebuah sistem yang ada pada proses perencanaan strategis (Sharma, 2007). Kemampuan manufaktur, harus dipergunakan secara tepat, sehingga dapat menjadi sebuah senjata yang unggul dalam sebuah perencanaan stategi (Swasta dan Irawan, 2005). 6. Kuesioner Kuesioner adalah usaha untuk mengumpulkan informasi dengan menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula oleh responden (Nawawi, 1995). Keuntungan kuesioner adalah merupakan metode paling murah dan nyaman diaplikasikan, ideal untuk mendapatkan gambaran singkat pandangan konsumen.Kekurangannya adalah beberapa orang mungkin tidak mengerti pertanyaan yang diajukan dan memberikan respon yang tidak sempurna. Kuesioner digunakan dalam penelitian ilmiah pada dasarnya bertolak dari anggapan sebagai berikut (Nawawi,1995) : 1. Responden adalah orang yang paling mengetahui dirinya sendiri, sehingga data atau informasi yang tidak dapat diamati atau tidak dapat diperoleh dengan alat lain, akan dapat diketahui melalui alat tersebut. 2. Bahwa responden terdiri dari orang-orang yang mampu dan bersedia memberikan informasi secara jujur, sehingga data yang diperoleh akan dapat dipercaya sebagai data yang objektif (benar). 25 3. Bahwa responden adalah orang-orang yang mampu menafsirkan pertanyaanpertanyaan yang diajukan, sebagaimana dimaksudkan oleh peneliti. Sekurangkurangnya bagi responden yang akan mengisi angket adalah orang yang mampu membaca dan menulis. Menurut Riyanto (2011) terdapat 2 bentuk pertanyaan dalam kuesioner, yaitu pertanyaan terbuka (open ended) dan pertanyaan tertutup (closed ended) : 1. Pertanyaan Terbuka (Open Ended) a. Free Response Question Pada pertanyaan berjenis seperti ini, responden diberikan kebebasan untuk menjawab.Pada umumnya digunakan untuk memperoleh jawaban mengenai pendapat atau motif tertentu dari responden. b. Directed Response Question Pada pertanyaan ini responden bebas untuk menjawab namun sudah sedikit diarahkan. 2. Pertanyaan Tertutup (Closed Ended) a. Dichotomous Choice Hanya ada 2 alternatif jawaban pada pertanyaan ini dan responden harus memilih salah satu.Biasanya digunakan untuk menanyakan pendapat responden. b.Multiple Choice Dalam pertanyaan ini ada beberapa pilihan jawaban dan responden harus memilih salah satu diantaranya c. Check List 26 Pada pertanyaan ini terdapat beberapa alternatif jawaban dan responden boleh memilih lebih dari satu jawaban. d. Ranking Question Terdapat beberapa alternatif jawaban. Responden harus memilih semua pilihan jawaban dan mengurutkan dengan ranking sesuai pendapatnya 7. Teori Tentang Kinerja 7.1. Pengertian Kinerja Kinerja karyawan merupakan aspek yang penting dalam manajemen karyawan beberapa pengertian yang dikemukakan adalah sebagai berikut : Mangkunegara (2009) menyatakan bahwa kinerja merupakan sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seorang karyawan telah melaksanakan pekerjaannya secara keseluruhan, atau merupakan perpaduan dari hasil kerja (apa yang harus dicapai seseorang) dan kompetensi (bagaimana seseorang mencapainya). Menurut Mahsun (2006) bahwa kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program, kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam stratejik planning suatu organisasi. Pengukuran kinerja adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang/jasa, kualitas barang/jasa, hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan. 27 7. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Kinerja karyawan dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang terdiri dari motivasi, kemampuan, pengetahuan, keahlian, pendidikan, pengalaman, pelatihan, minat, sikap kepribadian kondisi-kondisi fisik dan kebutuhan fisiologis, kebutuhan sosial dan kebutuhan egoistik. Sedangkan menurut Mahsun (2006) ada beberapa elemen pokok yaitu : a. Menetapkan tujuan, sasaran, dan strategi organisasi. b. Merumuskan indikator dan ukuran kinerja. c. Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi. d. Evaluasi kinerja/feed back, penilaian kemajuan organisasi, meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Fokus pengukuran kinerja sektor publik justru terletak pada outcome dan bukan input dan proses outcome yang dimaksudkan adalah outcome yang dihasilkan oleh individu ataupun organisasi secara keseluruhan, outcome harus mampu memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat menjadi tolok ukur keberhasilan organisasi sektor publik. Menurut Mangkunegara (2009) terdapat aspek-aspek standar pekerjaan yang terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif meliputi : Aspek kuantitatif yaitu : 1. Proses kerja dan kondisi pekerjaan, 2. Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan, 3. Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan, dan 4. Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja 28 Aspek kualitatif yaitu : 1. Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan, 2. Tingkat kemampuan dalam bekerj, 3.Kemampuan menganalisis data/informasi, kemampuan/kegagalan menggunakan mesin/peralatan, dan 4.Kemampuan mengevaluasi (keluhan/keberatan konsumen/masyarakat). Menurut Simamora dalam Mangkunegara (2009) kinerja dipengaruhi oleh tiga faktor: a. Faktor Individual yang mencakup kemampuan, keahlian, latar belakang dan demografi. b.Faktor Psikologis terdiri dari persepsi, attitude, personality, pembelajaran dan motivasi. c. Faktor Organisasi terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur dan job design Faktor kinerja terdiri dari dua faktor yaitu : a. Faktor Internal yang terkait dengan sifat-sifat seseorang misalnya kinerja baik disebabkan mempunyai kemampuan tinggi dan tipe pekerja keras. b. Faktor Eksternal yang terkait dari lingkungan seperti perilaku, sikap dan tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi. Berdasarkan teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja memerlukan indikator-indikator penilaian yang dipengaruhi oleh berbagai faktor apakah faktor internal ataupun faktor eksternal dengan beragam aspek 29 yang dapat diukur dengan berpedoman pada standar tertentu yang terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif yang berguna untuk mendapatkan feedback guna keperluan perbaikan organisasi secara khusus manajemen pengelolan karyawan (Siagian, 2004). 8. Teori Tentang Efektifitas 8.1.Pengertian Efektifitas Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah populer mendefinisikan efetivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan. Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun program. Disebut efektif apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti yang telah ditentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Emerson yang dikutip Arep et al yang menyatakan bahwa “Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.” Dari beberapa pendapat di atas mengenai efektivitas, dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu. Upaya mengevaluasi jalannya suatu organisasi, dapat dilakukan melalui konsep efektivitas. Konsep ini adalah salah satu faktor untuk menentukan apakah perlu dilakukan perubahan secara signifikan terhadap bentuk dan manajemen organisasi atau tidak. Dalam hal ini efektivitas 30 merupakan pencapaian tujuan organisasi melalui pemanfaatan sumber daya yang dimiliki secara efisien, ditinjau dari sisi masukan (input), proses, maupun keluaran (output). Dalam hal ini yang dimaksud sumber daya meliputi ketersediaan personil, sarana dan prasarana serta metode dan model yang digunakan. Suatu kegiatan dikatakan efisien apabila dikerjakan dengan benar dan sesuai dengan prosedur sedangkan dikatakan efektif bila kegiatan tersebut dilaksanakan dengan benar dan memberikan hasil yang bermanfaat (Sutermeister, 1999). 8.2. Ukuran Efektivitas Mengukur efektivitas organisasi bukanlah suatu hal yang sangat sederhana, karena efektivitas dapat dikaji dari berbagai sudut pandang dan tergantung pada siapa yang menilai serta menginterpretasikannya. Bila dipandang dari sudut produktivitas, maka seorang manajer produksi memberikan pemahaman bahwa efektivitas berarti kualitas dan kuantitas (output) barang dan jasa. Tingkat efektivitas juga dapat diukur dengan membandingkan antara rencana yang telah ditentukan dengan hasil nyata yang telah diwujudkan. Namun, jika usaha atau hasil pekerjaan dan tindakan yang dilakukan tidak tepat sehingga menyebabkan tujuan tidak tercapai atau sasaran yang diharapkan, maka hal itu dikatakan tidak efektif. Adapun kriteria atau ukuran mengenai pencapaian tujuan efektif atau tidak, sebagaimana dikemukakan oleh Siagian (2004), yaitu: 31 a. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, hal ini dimaksudkan supaya karyawan dalam pelaksanaan tugas mencapai sasaran yang terarah dan tujuan organisasi dapat tercapai. b. Kejelasan strategi pencapaian tujuan, telah diketahui bahwa strategi adalah “pada jalan” yang diikuti dalam melakukan berbagai upaya dalam mencapai sasaran-sasaran yang ditentukan agar para implementer tidak tersesat dalam pencapaian tujuan organisasi. c. Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap, berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan artinya kebijakan harus mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan usaha-usaha pelaksanaan kegiatan operasional. d. Perencanaan yang matang, pada hakekatnya berarti memutuskan sekarang apa yang dikerjakan oleh organisasi dimasa depan. e. Penyusunan program yang tepat suatu rencana yang baik masih perlu dijabarkan dalam program-program pelaksanaan yang tepat sebab apabila tidak, para pelaksana akan kurang memiliki pedoman bertindak dan bekerja. f. Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indikator efektivitas organisasi adalah kemamapuan bekerja secara produktif. Dengan sarana dan prasarana yang tersedia dan mungkin disediakan oleh organisasi. g. Pelaksanaan yang efektif dan efisien, bagaimanapun baiknya suatu program apabila tidak dilaksanakan secara efektif dan efisien maka organisasi tersebut tidak akan mencapai sasarannya, karena dengan pelaksanaan organisasi semakin didekatkan pada tujuannya. 32 h. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik mengingat sifat manusia yang tidak sempurna maka efektivitas organisasi menuntut terdapatnya sistem pengawasan dan pengendalian. Adapun kriteria untuk mengukur efektivitas suatu organisasi ada tiga pendekatan yang dapat digunakan, yakni: 1. Pendekatan Sumber (resource approach) yakni mengukur efektivitas dari input. Pendekatan mengutamakan adanya keberhasilan organisasi untuk memperoleh sumber daya, baik fisik maupun nonfisik yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. 2. Pendekatan proses (process approach) adalah untuk melihat sejauh mana efektivitas pelaksanaan program dari semua kegiatan proses internal atau mekanisme organisasi. 3. Pendekatan sasaran (goals approach) dimana pusat perhatian pada output, mengukur keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil (output) yang sesuai dengan rencana. Dari sejumlah definisi-definisi pengukur tingkat efektivitas yang telah dikemukakan diatas, perlu peneliti tegaskan bahwa dalam rencana penelitian ini digunakan teori pengukuran efektivitas adalah 1. Pengetahuan karyawan tentang strategi perusahaan (level corporate) (Al Bento dan Regina Bento, 2006) 2. Kesiapan karyawan pada setiap departemen (Shah, 2004) 33 3. sistem antar departemen dalam melaksanakan strategi perusahaan (level corporate) (Jessica dan Leslie, 2009) 8.3. Manajement Pengetahuan pada efektivitas strategi perusahaan Manajemen Pengetahuan (Inggris: Knowledge management) adalah kumpulan perangkat, teknik, dan strategi untuk mempertahankan, menganalisis, mengorganisasi, meningkatkan, dan membagikan pengertian dan pengalaman. Pengertian dan pengalaman semacam itu terbangun atas pengetahuan, baik yang terwujudkan dalam seorang individu atau yang melekat di dalam proses dan aplikasi nyata suatu organisasi. Fokus dari MP adalah untuk menemukan cara-cara baru untuk menyalurkan data mentah ke bentuk informasi yang bermanfaat, hingga akhirnya menjadi pengetahuan (Callaghan, 2002) . Pada umumnya, motivasi organisasi untuk menerapkan MP antara lain: 1. Membuat pengetahuan terkait pengembangan produk dan jasa menjadi tersedia dalam bentuk eksplisit 2. Mencapai siklus pengembangan produk baru yang lebih cepat 3. Memfasilitasi dan mengelola inovasi dan pembelajaran organisasi 4. Mendaya-ungkit keahlian orang-orang di seluruh penjuru organisasi 5. Meningkatkan keterhubungan jejaring antara pribadi internal dan juga eksternal 6. Mengelola lingkungan bisnis dan memungkinkan para karyawan untuk mendapatkan pengertian dan gagasan yang relevan terkait pekerjaan mereka 7. Mengelola modal intelektual dan aset intelektual di tempat kerja 34 Pengetahuan bukanlah sekadar informasi. Pengetahuan bersarang bukan di wadah tempat disimpannya informasi (semisal basis data), melainkan berada di pengguna informasi bersangkutan. Terdapat beberapa hal yang membedakan antara pengetahuan, informasi, dandata. Memahami beda antara ketiganya sangatlah penting dalam memahami MP. Studi yang dilakukan oleh Davenport (Davenport dan Prusak, 1999) mengidentifikasi manfaat manajemen pengetahuan bagi efektivitas organisasi: a. Meningkatkan akses terhadap pengetahuan dan transfer atasnya Menekankan pada aktivitas penyediaan akses ke pengetahuan atau memfasilitasi transfer pengetahuan antar individu. Dalam hal ini, kesulitannya biasanya terletak pada bagaimana menemukan orang dengan pengetahuan yang dibutuhkan dan lalu secara efektif mentransfernya ke orang lainnya. Hal ini juga akan tergantung pada peningkatan kapabilitas teknologi organisasi bersangkutan. Aktivitas dari proyek ini biasanya berbasis komunal, semisal berbentuk: komunitas online atau komunitas tatap muka, workshop, seminar, sistem konferensi video desktop, scan dokumen dan perangkat berbagi lainnya. b. Menyuburkan lingkungan pengetahuan Proyek ini terkait aktivitas membangun lingkungan berkontribusi untuk penciptaan, penyebaran, dan penggunaan pengetahuan yang lebih efektif. Aktivitas yang tercakup di sini semisal pembentukan kesadaran dan pembudayaan perhatian terkait pentingnya berbagi pengetahuan. Termasuk juga di dalamnya adalah bagaimana mengubah perilaku dan memberikan insentif untuk berbagi pengetahuan. 35 c. Mengelola pengetahuan sebagai suatu aset Fokusnya di sini adalah pada memperlakukan pengetahuan sebagaimana aset lain di neraca keuangan. Namun sifat pengetahuan yang tidak secara konkret berwujud memang membuatnya sangat susah untuk ditransformasi dan diestimasi dalam konteks finansial. 8.4. Koordinasi Departemen dalam mencapai efektivitas strategi perusahaan Dasar koordinasi dapat diperuntukkan pada berbagai aspek. Bagi manajemen adalah wewenang manajemen yang mencakup pula wewenang koordinasi. Bagi yang bukan manajemen adalah wewenang koordinasi yang disebut secara khusus atau wewenang koordinasi yang diterima oleh orang lain karena adanya kewibawaan pribadi (personal authority). Buat pejabat/fungsional dalam suatu organisasi yang mempunyai wewenang fungsional (fuctional authority) yaitu wewenang fungsional yang ada padanya untuk koordinasi khusus dalam bidang fungsinya. Koordinasi yang diperuntukkan bagi manajemen dan yang bukan manajemen dinamakan koordinasi vertikal, karena yang dikoordinasikan adalah orang-orang bawahan atau orang-orang yang dalam status kedudukan dalam organisasi atau status sosial dapat dipandang sebagai bawahan. Sedangkan koordinasi yang dimaksud bagi pejabat/fungsional adalah koordinasi horizontal dan fungsional Tujuan koordinasi bagi manajemen adalah sama dengan tujuan manajemen itu sendiri yaitu alat untuk manajemen. Sedangkan bagi yang bukan manajemen tujuan kordinasi adalah untuk mencegah kesimpansiuran serta untuk mengarahkan, sehingga setiap kegiatan yang dikoordinasikan itu dapat mencapai tujuannya masing-masing dengan aman dan berhasil 36 KIS adalah singkatan dari koordinasi, integrasi dan sinkronisasi. KISS adalah singkatan dari koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplikasi. Integrasi berarti penyatuan dari dua atau lebih kegiatan dalam suatu proses menjadi satu kegiatan yang lebih padat, integrasi ini dinamakan integrasi vertikal. Integrasi dapat juga integrasi horizontal yakni penyatuan dari dua atau lebih kegiatan yang berdiri sendiri semula, menjadi satu kegiatan yang padat. Maksud dari integrasi adalah menghemat serta mencegah kesimpangsiuran (Cross dan Parker, 2004). Sikronisasi adalah melakukan kegiatan-kegiatan dalam waktu yang bersamaan secara simultan. Simplifikasi adalah kegiatan untuk menyederhanakan segenap kegiatan-kegiatan lain dengan menghapuskan yang tidak perlu serta lebih mengarahkan kepada tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian KIS adalah kegiatan-kegiatan untuk menertibkan, menyatukan serta menggunakan waktu yang setepat-tepatnya dari segenap kegiatan manajemen dan peralatannya dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sedangkan KISS adalah kegiatan – kegiatan untuk menertibkan, menyatukan, menggunakan waktu yang setepat-tepatnya dan menyederhanakan segenap kegiatan-kegiatan manajemen dan peralatannya dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Organisasi sebagai wadah kerja sama relatif bersifat statis, mengandung stabilitas, dengan maksud untuk memberikan kepastian dalam pelaksanaan kerja sama sebagai syarat mutlak bagi berlangsungnya kegiatan-kegiatan pencapaian tujuan dan sasaran. Namun demikian tidak dapat disangkal, jika diharapkan organisasi akan maju dan berkembang, tidak ada satupun organisasi di dunia ini yang mutlak bersifat statis. Oleh karena itu tepatlah bila organisasi di samping ditinjau sebagai wadah juga ditinjau sebagai proses pengelompokan orang-orang dalam suatu kerja sama yang efisien untuk mencapai tujuan yang sifatnya dinamis (Bhagat, 2005). 37 9. LANDASAN TEORI MRP adalah pengelolaan informasi, barang dan jasa mulai dari pemasok paling awal sampai ke konsumen paling akhir dengan menggunakan pendekatan sistem terintegrasi dengan tujuan yang sama (Said, 2006). Rantai pasokan mencakup seluruh kegiatan arus dan transformasi barang, mulai dari bahan mentah, sampai penyaluran ke tangan konsumen, termasuk aliran informasinya sehingga rantai pasokan memiliki peran yang sangat penting dalam pencapaian tujuan perusahaan. Di daerah Yogyakarta dari tahun ke tahun jumlah pasien rawat inap atau rawat jalan semakin meningkat sehingga kebutuhan pasien terhadap obat juga meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa diperlukan adanya sistem rantai pasokan atau management rantai pasokan yang lebih baik, dengan adanya karyawan yang efektif dan lebih baik maka perusahaan tetap dapat memenuhi kebutuhan pasar dengan pelayanan yang prima melalui rantai pasokan. Program JKN merupakan program pemerintah yang akan dilaksanakan pada awal tahun 2014. Program ini menekankan bahwa semua warga negara Indonesia akan ditanggung oleh asuransi dalam hal pengobatan dan perawatan di bidang kesehtan. Program JKN mampu memberikan obat secara gratis kepada masyrakat dengan asumsi bahwa obat yang diberikan merupakan obat generik bukan branded atau ethical, sehingga dengan kata lain di awal tahun 2014 dimana program JKN akan diterapkan di seluruh Indonesia permintaan obat generik akan meningkat pesat. Manajemen pengetahuan (MP) ini biasanya dikaitkan dengan tujuan organisasi semisal untuk mencapai suatu hasil tertentu seperti pengetahuan bersama, peningkatan kinerja, keunggulan kompetitif, atau tingkat inovasi yang lebih tinggi 38 (Choo dan Bontis, 2002). Manajemen Pengetahuan adalah seperangkat proses menciptakan dan berbagi pengetahuan ke seluruh Perusahaan untuk mengoptimalkan pencapaian misi dan tujuan Perusahaan serta meningkatkan penggunaan pengetahuan Perusahaan melalui praktik-praktik manajemen informasi dan pembelajaran Perusahaan untuk mencapai keunggulan kompetetitif dalam pengambilan keputusan (Callaghan, 2002). Pengetahuan memiliki peran penting dalam meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan sehingga dengan adanya manajemen pengetahuan yang efektif akan berdampak pada kinerja karyawan, produk atau pelayanan, efisiensi proses. Dengan adanya pengetahuan maka karyawan PBF Kimia Farma akan lebih siap dalam menghadapi strategi MRP yang telah diterapkan pada perusahaan induk. Oleh sebab itu pengetahuan karyawan menjadi hal yang sangat penting dalam mencapai efektifitas karyawan. Pengkoordinasian adalah kegiatan-kegiatan untuk menertibkan, sehingga segenap kegiatan manajemen maupun kegiatan pelaksanaan satu sama lain tidak simpang siur, tidak berlawanan dan dapat ditujukan kepada titik arah pencapaian tujuan dengan effisien. Hasil pengkoordinasian adalah ketertiban dan ketidaksimpangsiuran. Dengan adanya sistem antar departemen dalam suatu organisasi kinerja dapat dilakukan secara berkesinambungan agar mendapatkan hasil yang seoptimal mungkin. Koordinasi antardepartemen merupakan salah satu parameter dalam efektifitas Karyawan, karena dengan adanya koordinasi yang baik maka terciptalah lingkungan kerja yang mendukung sehingga karyawan khususnya karyawan PBF Kimia Farma akan lebih efektif dalam melakukan strategi MRP yang telah diterapkan dari perusahaan induk. (Sedarmayanti, 2003). 39 Permintaan pasar yang tinggi akan disambut dan ditanggapi oleh perusahaan farmasi dengan memproduksi jumlah obat generik yang lebih banyak, hal ini jelas dapat terwujud dengan adanya karyawan yang efektif. Keefektifan karyawan dapat diukur dengan melihat faktor pengetahuan karyawan akan strategi perusahaan (Bento dan Bento, 2006), kesiapan karyawan akan strategi yang diterapkan (Shah, 2004), serta adanya sistem antar departemen dalam melaksanakan strategi tersebut (alignmnent) (Jessica dan Leslie, 2009). Strategi MRP yang telah dipersiapkan oleh PBF Kimia Farma didasarkan pada program JKN yang dilaksanakan pada awal tahun 2014. Dengan kata lain terdapat hubungan antara strategi MRP pada era JKN yang mempengaruhi efektivitas karyawan. 10. HIPOTESIS Peneilitian tentang hubungan antara strategi MRP dengan efektifitas karyawan ini memiliki 4 hipotesis yaitu : 1. Strategi MRP pada era JKN mempengaruhi Efektivitas Karyawan PBF Kimia Farma Yogyakarta. 2. Strategi MRP pada era JKN PBF Kimia Farma mempengaruhi pengetahuan karyawan akan MRP yang diterapkan. 3. Strategi MRP pada era JKN PBF Kimia Farma mempengaruhi kesiapan karyawan disetiap departemen. 4. Strategi MRP pada era JKN PBF Kimia Farma mempengaruhi Sistem antar departemen dalam mensukseskan strategi MRP. 40 11. KERANGKA KONSEP PENELITIAN Efektivitas Karyawan R1 Pengetahuan karyawan akan strategi MRP yang diterapkan R2 Strategi MRP pada era JKN R3 Kesiapan karyawan disetiap departemen dalam menghadapi JKN R4 Sistem antar departemen dalam mensukseskan strategi MRP Indikator : 1. Formularium JKN 2. e-catalog JKN 3.Sistem INA-CBGs Gambar 1. Kerangka konsep penelitian R1 adalah korelasi antara strategi MRP pada era JKN dengan efektivitas karyawan PBF Kimia Farma Yogyakarta. R2 adalah korelasi antara strategi MRP pada era JKN dengan pengetahuan karyawan akan strategi MRP yang diterapkan. R3 adalah korelasi antara strategi MRP pada era JKN dengan kesiapan karyawan disetiap departemen dalam menghadapi JKN. R4 adalah korelasi antara strategi MRP pada era JKN dengan sistem antar departemen dalam mensukseskan strategi MRP. 41 BAB III METODE PENELITIAN 1. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian untuk melihat efektivitas Karyawan merupakan penelitian deskriptif yang data-datanya diperoleh langsung dari responden dalam ruang lingkup terpilih dengan menggunakan metode kuesioner.Metode kuesioner digunakan untuk mengambil data primer yang diisi secara langsung oleh responden. Sampel ditentukan dengan metode purposive sampling. Data dikumpulkan dengan metode kuesioner. Ada dua syarat penting yang berlaku pada sebuah kuesioner, yaitu valid dan reliable.Uji validitas terhadap item pertanyaan yang digunakan dalam kuesioner dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment Pearson, sedangkan uji reliabilitas dilakukan dengan metode Alfa Cronbach. 2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilakukan di PBF Kimia Farma, Jl LU Adisucipto No.65, Sleman, Yogyakarta. Data diambil dengan kuesioner yang akan dibagikan kepada karyawan devisi penyuplai obat, pendistribusian obat, marketing, dan gudang (logistik). Penelitian dilakukan selama 4 (enam) bulan, yaitu Februari - Mei 2014 dimulai dengan tahap pengumpulan data melalui observasi, dan bantuan kuesioner. 42 3. Instrumen Penelitain Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1 kuesioner yang berisi 47 item yang berisi pertanyaan yang spesifik mencakup efektifitas serta peran setiap departemen dalam strategi MRP yang telah diterapkan. Sebanyak 47 item quesioner mewakili variable X dan variable Y, variable X memiliki 3 parameter yaitu formularium JKN, e-catalog, dan INA-CBGs, variable X memiliki 11 item questioner yang mewakili ketiga parameter tersebut. Sedangkan variabel Y memiliki 3 parameter yaitu pengetahuan karyawan, kesiapan karyawan, dan sistem antar departemen, variabel Y memiliki 36 item questioner yang mewakili parameter tersebut. Dalam questioner ini terdapat favorable dan unvaforabel questioner. 4. Variabel Penelitian Efektivitas Karyawan Variabel terpengaruh (Y1) Pengetahuan karyawan akan strategi MRP yang diterapkan Variabel pengaruh (X) Strategi MRP pada Era JKN Variabel terpengaruh (Y2) Kesiapan karyawan disetiap departemen dalam menghadapi JKN Variabel terpengaruh (Y3) Sistem antar departemen dalam mensukseskan strategi MRP Gambar 2. Variabel Penelitian 43 Tabel 1. Intepretasi questioner terhadap Variabel Pengaruh No Variabel Pengaruh No. Item Quesioner 1 Formularium JKN 1, 2, 3, 7 2 e-catalog JKN 4, 5, 6 3 Sistem INA-CBGs 8, 9, 10, 11 4 Pengetahuan karyawan akan strategi MRP PBF Kimia Farma 12, 17, 18, 19, 22, 25, 26, 27, 30, 33, 35, 36, 37, 40 5 Kesiapan karyawan dalam melaksanakan strategi MRP pada setiap departemen 13, 14, 15, 16, 23, 24, 31, 32, 34, 41, 42, 43, 44, 45 6 Koordinasi setiap departemen dalam melaksanakan strategi MRP 20, 21, 28, 29, 38, 39, 46, 47 5. Definisi Operasional Variabel Pengaruh : Variabel pengaruh meliputi parameter pada variabel tergantung dan tidak tergantung, pada penelitian ini terdapat 6 parameter. Variabel Bebas : Strategi MRP dalam ruang lingkup efektifitas kerja setiap departemen pada Era JKN di PBF Kimia Farma Variabel Tergantung : Efektivitas Kinerja Karyawan, Pengetahuan karyawan akan strategi MRP PBF Kimia Farma, Kesiapan karyawan dalam melaksanakan strategi MRP pada setiap departemen, Koordinasi setiap departemen dalam melaksanakan strategi MRP dalam mencapai Efektivitas Karyawan. Variabel Kontrol : Berusia diatas 19 tahun, memiliki pengalaman kerja minimal 1 tahun pada masing masing devisi perusahaan. 44 Definisi strategi MRP : strategi Manajemen Rantai Pasokan yang menintegrasikan aktivitas pengadaan bahan dan pelayanan untuk mencapai tujuan bersama dari perusahaan induk Kimia Farma yang diterapkan pada PBF Cabang untuk menghadapi program KJN. Definisi efektifitas karyawan : kinerja optimal yang dilakukan oleh karyawan PBF Kimia Farma untuk mencapai tujuan bersama yang didukung dengan pengetahuan, kesiapan dan sistem antar departemen agar tercipta keselarasan kerja dalam suatu organisasi. Pengetahuan Karyawan : merupakan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan PBF Kimia Farma mengenai strategi MRP yang diterapkan oleh perusahaan induk Kesiapan Karyawan : optimalisasi kinerja karyawan PBF Kimia Farma dalam menerapkan strategi MRP Sistem antar departemen : koordinasi antara departemen penyimpanan, marketing, logistic, dan distribusi dalam melaksanakan strategi MRP yang telah diterapkan pada perusahaan induk. Populasi dan Sampel Penelitian Subjek pada penelitian untuk mengetahui strategi MRP pada era JKN terhadap efektifitas kinerja karyawan adalah karyawan PBF Kimia Farma Yogyakarta yaitu devisi penyimpanan (inventory) obat, pendistribusian obat, marketing, dan gudang (logistik). Alasan memilih subjek berikut adalah karena devisi tersebut memiliki peran yang sangat penting dalam aktivitasnya pensuplai obat, serta memiliki kapasitas dan kapabilitas yang besar dalam menjalankan roda business plan yang telah ditetapkan oleh perusahaan, sehingga subjek terjun langsung pada permasalahan yang ada dan diharapkan dapat memberikan data yang valid. 45 Populasi dalam penelitian mengetahui efektivitas strategi MRP yang telah diterapkan adalah karyawan PBF Kimia Farma, Jl LU Adisucipto No.65, Sleman, Yogyakarta. Sampel adalah individu yang memenuhi kriteria inklusi penelitian yaitu, berusia diatas 19 tahun, memiliki pengalaman kerja minimal 1 tahun pada masing masing devisi perusahaan, bersedia mengisi kuesioner, dan mampu berkomunikasi dengan baik. Cara pengambilan subyek penelitian adalah dengan metode populasi.Metode populasi merupakan teknik pengambilan subyek penelitian yang didasarkan pada pertimbangan sedikitnya jumlah subyek penelitian yang diteliti (Riyanto, 2011). Besar nilai proporsi kelompok populasi pertama (p) adalah 0,50 dengan anggapan bahwa jumlah populasi yang memenuhi kriteria inklusi tidak diketahui, sehingga besar proporsi sisa adalah 0,50. Berdasarkan hal tersebut banyaknya subyek penelitian yang akan diteliti adalah 57 orang. a. Pengumpulan Data Menurut Sukandarrumidi 2002 pengumpulan data tidak lain dari suatu proses pengadaan data primer untuk keperluan penelitian. Pengumpulan data merupakan langkah yang amat penting. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan observasi langsung. a.1. Observasi Beberapa hasil informasi yang diperoleh dari observasi adalah ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu dan perasaan. Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk menyajikan gambaran realistik pelaku dan kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu perilaku 46 manusia dan untuk evaluasi. Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan observasi langsung nonpartisipatori atau dengan pengamatan secara langsung tanpa melibatkan diri secara langsung pada kegiatan di lokasi penelitian. Data diperoleh langsung dari kuesioner yang diberikan kepada.Data yang dikumpulkan dari responden adalah data primer yang berasal dari jawaban pertanyaan dalam kuesioner (Prihatiningsih, 2007). Adapun pertanyaan dalam kuesioner terdiri dari 3 kelompok 1. Demografi responden yang meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, masa kerja. 2. Pertanyaan yang mencakup pengaruh efektivitas kinerja terhadap semua deparment secara umum dalam hubungannya dengan manajemen rantai pasokan di era JKN. 3. Pertanyaan khusus tentang pengetahuan JKN yang terbagi atas 4 kisikisi soal yaitu definisi JKN, kontribusi masing masing devisi terhadap perusahaan dalam menghadapi JKN, keterkaitan strategi yang diaplikasikan terhadap deparment yang lain, dan bagaimana pengaruh JKN dalam perubahan sistem pada masing masing devisi. 6. Teknik Penilaian Kriteria penilaian terhadap jawaban kuesioner ditentukan dengan : 47 a. Kuesioner Favorable Jawaban diberi skor 1-4 dengan kriteria Sangat Tidak Setuju (STS) memiliki nilai 1, Tidak Setuju (TS) memiliki nilai 2, Setuju (S) memiliki nilai 3, dan Sangat Setuju (SS) memiliki nilai 4 b. Kuesioner Unfavorable Jawaban diberi skor 1-4 dengan kriteria Sangat Tidak Setuju (STS) memiliki nilai 4, Tidak Setuju (TS) memiliki nilai 3, Setuju (S) memiliki nilai 2, dan Sangat Setuju (SS) memiliki nilai 1 (item questioner 4, 8, 13, 19, 25, 27, 33, 38, 40, 44) Kemudian masing-masing jawaban pertanyaan dijumlahkan untuk mengetahui total skor penilaian. 7. Uji Normalitas Data Uji normalitas data bertujuan untuk melihat apakah data yang tersedia tersebebar normal atau tidak. Analisis normalitas data menggunakan (software). Uji normalitas data dilakukan pada setiap peubah dengan tahapan berikut : a. Masukkan data pada (uji non parametric test) b. Menguji data dengan uji k-satu contoh c. Menampilkan grafik untuk melihat grafik distribusi data. 8. Method of Succesive Interval Data yang telah diperoleh terlebih dahulu ditransformasi dari data ordinal menjadi data interval melalui (succesive interval method). Transformasi ini bertujuan untuk mengubah skala pengukuran ke dalam 48 skala pengukuran yang tingkatannya lebih tinggi, yaitu dari data berskala ordinal menjadi interval, sehingga data yang diperoleh memenuhi asumsi yang dituntut dalam perhitungan korelasi (product moment) dan analisis regresi. Langkah-langkah dalam melakukan transformasi adalah : a. Berdasarkan hasil jawaban responden untuk setiap pertanyaan dihitung frekuensi setiap pilihan jawaban. b. Membagi setiap bilangan berdasarkan frekuensi yang diperoleh untuk setiap jawaban dengan banyaknya responden keseluruhan, yang menghasilkan proporsi. c. Berdasarkan proporsi tersebut untuk setiap pertanyaan dihitung proporsi kumulatif untuk setiap jawaban. d. Setiap pertanyaan, tentukan nilai batas Z untuk setiap pilihan jawaban. e. Menghitung (scale value) atau nilai interval rata-rata untuk setiap pilihan awaban melalui persamaan berikut : Skala = f. Menghitung (score) atau nilai hasil transformasi untuk setiap pilihan jawaban dengan persamaan : (Score = scale value = scale valueMin1) atau K = 1+SVmin g. Mengganti setiap skor dengan nilai K yang sesuai untuk masingmasing skor dalam satu item, sehingga diperoleh data baru. 49 Selain dengan cara manual, perhitungan (successive interval method) dapat menggunakan (Excel software microsoft). Pada penelitian ini, digunakan (microsoft Excel) sebagai alat bantu perhitungan. 9. Uji Validitas dan Reliabilitas Pengujian keabsahan data yang diperoleh pada penelitian ini dengan cara triangulasi yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Triangulasi ini merupakan teknik yang didasarkan atas pola pikir fenomenologi yang bersifat multiperspektif. Artinya untuk menarik kesimpulan yang baik, diperlukan tidak hanya dari satu sudut pandang. Dari beberapa cara pandang tersebut akan bias dipertimbangkan beragam fenomena yang muncul, dan selanjutnya bias ditarik kesimpulan yang lebih mantap dan bisa lebih diterima kebenarannya (Nazir, 2005). Teknik triangulasi yang digunakan pada penelitian ini adalah triangulasi sumber, yang berarti mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal ini dilakukan dengan jalan : a. membandingkan hasil wawancara terhadap subjek penelitian (informan utama) dengan data hasil wawancara dengan sumber informasi lain dalam penelitian. b. membandingkan data hasil wawancara dengan data hasil pengamatan c. membandingkan data hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan dengan penelitian 50 d. melakukan member check yaitu melakukan perbaikan jika ada kekeliruan dalam pengumpulan data/informasi atau menambah kekurangan. Uji validitas dilakukan untuk melihat ketepatan atau kecermatan instrument penelitian yang digunakan. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada suatu kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Riyanto, 2011). Uji validitas dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment Pearson.Butir pertanyaan disebut valid jika harga koefisien korelasi item pertanyaan tersebut dengan skor total tes memiliki korelasi yang positif. Apabila nilai korelasinya rendah atau bahkan negative maka pertanyaan tersebut dianggap tidak valid dan butir pertanyaan tersebut dihilangkan.Uji reliabilitas dilakukan dengan uji Alpha Cronbach.Item pertanyaan dikatakan reliabel jika nilainya mendekati 1 (Azwar, 1997). Uji validitas dan reliabilitas kuesioner harus dilakukan minimal terhadap 30 responden untuk menghindari adanya spurious overlap, yaitu kesalahan atau kesimpulan yang bias karena pengukuran terhadap data itu sendiri (Azwar, 1997). 10. Analisis Data Penelitian untuk mengetahui pengaruh strategi MRP pada era JKN terhadap efektifitas kinerja karyawan ini menggunakan teknik analisis 51 data dengan menggunakan teknik studi kasus. Dimana analisis langkah langkah analisis data pada studi kasus, yaitu dilakukan sebagai berikut : a. mengorganisir informasi b. membaca keseluruhan informasi dan member kode c. membuat suatu uraian terperinci mengenai kasus dan konteksnya d. peneliti menetapkan pola dan mencari hubungan antara beberapa kategori e. selanjutnya peneliti melakukan intepretasi dan mengembangkan generalisasi natural dari kasus baik untuk peneliti maupun untuk penerapannya pada kasus lain. f. menyajikan secara naratif Hasil penelitian berupa jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner.Data yang diperoleh dari jawaban kuesioner merupakan data primer yang kemudian dianalisis secara deskriptif dan dalam bentuk persentase dengan menggunakan software (Kurniawan, 2008). 52