Journal Of Economic Management & Business - Vol. 14, 4, Oktober 2013 JOURNAL OF ECONOMIC MANAGEMENT & No. BUSINESS Volume 14, Nomor 4, Oktober 2013 ISSN: 1412 – 968X Hal. 435-449 ANALISIS DAMPAK PENERAPAN PERATURAN PEMERINTAH NO. 14/10/DPNP TAHUN 2012 TERHADAP PENJUALAN KREDIT HONDA BeAT DI KOTA LHOKSEUMAWE Sonny Muhammad Ikhsan Mangkuwinata Dosen pada Fakultas Ekonomi, Universitas Almuslim, Bireuen The purpose of this study is to analyze how the impact of Government Regulation No. 2012 14/10/DPNP Against Credit Sales Honda Beat in Lhokseumawe, type of research is qualitative research. From the results of research and discussion, it can be concluded that in 2012 government regulation No.14/10/DPNP negatively impact vehicle sales for the brand Honda Beat Type of credit. This is evidenced by a decline in sales compared to the prior mandatory leasing companies implement sales advance 25%. Significant decrease occurred from 565 to 480 units per year per year. Keywords: government regulation, Credit Sales, leasing 435 436 Sonny Muhammad Ikhsan Mangkuwinata Pendahuluan Globalisasi telah menuntut adanya perubahan paradigma lama dalam segala bidang, salah satunya adalah bidang penjualan. Dengan tingginya persaingan dalam dunia bisnis ini menuntut suatu perusahaan untuk lebih kreatif dan memiliki keunggulan kompetitif (competitive advantage) dibandingkan dengan perusahaan lain agar mampu bersaing dalam bisnis global. Perusahaan-perusahaan perdagangan ini terus berusaha untuk mempertahankan keunggulankeunggulan dan memperluas pangsa pasarnya sedangkan pendatang baru senantiasa mencari celah untuk mendapat pasar yang ada. Masing-masing pihak memiliki konsep strategi marketing untuk meraih konsumen dimana peran teknologi, harga, model dan jaminan purna jual menjadi senjata andalan dari masing-masing merek tersebut. Kekuatan yang dimiliki dari masing-masing perusahaan dagang ini nyaris sama, baik dari segi desain, harga, kualitas, teknologi maupun purna jual maka masing-masing perusahaan tersebut melakukan berbagai cara pendekatan kepada konsumen termasuk dengan memberikan kemudahan dengan cara menawarkan pembelian secara kredit dengan memanfaatkan kerja sama dengan pihak pembiayaan. Pada kondisi ini peran lembaga pembiayaan dituntut untuk dapat memenangkan persaingan mengingat perilaku konsumen dewasa ini yang semakin beragam karena adanya faktor perubahan pendapatan dan pergeseran paradigma global tentang utilitas produk. Lembaga pembiayaan atau sering disebut sebagai leasing sangat mendukung pemasaran produk sepeda motor dengan menawarkan berbagai kemudahan antara lain melalui pemberian uang muka kecil atau pembelian secara kredit. Kebijakan ini mendorong konsumen yang memiliki pendapatan yang relatif kecil untuk bisa memiliki sepeda motor dengan cara mudah dan gampang. Seperti halnya daerah lain di Indonesia, kota Lhokseumawe yang merupakan salah satu kota termaju di Provinsi Aceh memiliki tingkat kepadatan yang tinggi khususnya sepeda motor. Mayoritas masyarakat di kota Lhokseumawe menggunakan sepeda motor sebagai alat transportasinya untuk menunjang aktifitas sehari-hari. Hal ini tidak lepas dari kenyataan bahwa sepeda motor juga merupakan alat transportasi murah. Sebagian besar masyarakat di kota Lhokseumawe pada umumnya membeli sepeda motor secara kredit melalui beberapa lembaga pembiayaan yang ada dengan memanfaatkan uang muka yang kecil dan cicilan yang ringan. Penjualan sepeda motor secara kredit ini sangat membantu masyarakat untuk memproleh kenderaan roda dua. Setiap tahunnya permintaan terhadap pembelian sepeda motor terus mengalami peningkatan yang sangat tinggi, namun pada bulan Juli tahun 2012, penjualan secara kredit mengalami kendala. Hal ini terjadi karena pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.14/10/ DPNP tanggal 15 Maret 2012 tentang Pengaturan Uang Muka Kredit (Down Payment) pada Kredit Kenderaan Bermotor (KKB). Dengan adanya peraturan pemerintah ini maka perusahaan pembiayaan harus menyesuaikan kebijakannya dengan peraturan pemerintah tersebut, yang berdampak pada penjualan sepeda motor di Kota Lhokseumawe. Penerapan peraturan pemerintah tersebut mempengaruhi penjualan sepeda motor secara kredit khususnya di wilayah Kota Lhokseumawe. Penjualan kredit sepeda motor pada tahun 2012 khususnya pada bulan Juli atau semenjak penerapan peraturan pemerintah tersebut mengalami penurunan yang sangat signifikan, karena dalam peraturan pemerintah tersebut telah ditentukan tentang penerapan uang muka (down payment) yang harus diterapkan oleh setiap Lembaga Keuangan (Pembiayaan) dalam hal proses penjualan kredit. Pemerintah dengan tegas menetapkan besaran uang muka untuk pembelian mobil maupun sepeda motor secara kredit sebesar 25 % dari harga kenderaan roda dua yang dipasarkan. Dari Gambar 1 terlihat bahwa penjualan kredit per model dari tahun 2011 ke tahun 2012 mengalami penurunan, model yang sangat menonjol dapat dilihat dari salah satu model yaitu model BeAT. Penjualan model BeAT pada tahun 2011 bisa mencapai pada angka 557 sedangkan pada tahun 2012 mengalami penurunan ke angka 517, khusus model BeAT mengalami angka penurunan penjualan kredit sebesar 40 unit. Model lain juga mengalami penurunan penjualan sejak dikeluarkannya peraturan pemerintah tersebut. Secara ke- Journal Of Economic Management & Business - Vol. 14, No. 4, Oktober 2013 Data Penjualan Kredit Sepeda Motor Merk Honda Periode Tahun 2011-2012 600 557 500 552 517 300 212 200 0 516 411 389 413 378 400 100 437 187 21 25 22 18 35 37 15 7 62 53 -100 Thn 2011 413 397 254 231 8 7 2 12 7 14 Model Thn 2012 Grafik 1. Penjualan kredit sepeda motor merk Honda pada tahun 2011 dan tahun 2012 di Kota Lhokseumawe seluruhan penjualan kredit tahun 2012 mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2011. Peraturan pemerintah ini sangat mempengaruhi pihak Lembaga Pembiayaan untuk meraih keuntungan yang diharapkan, karena dengan pemberlakuan peraturan pemerintah ini sudah pasti menjadi kendala bagi konsumen yang ingin memiliki sepeda motor tetapi memiliki penghasilan yang rendah. mestinya. Kemudian dikatakan fungsi peraturan pemerintah merupakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam undang-undang yang secara tegas menyebutnya memerintahkan pembentukannya. Fungsi lainnya adalah menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketetentuan lain dalam undangundang yang mengatur meskipun undang-undang yang mengatur tersebut tidak secara tegas menyebutnya atau memerintahkan pembentukannya. Tinjauan Teoritis Peraturan Pemerintah. Secara kedudukan dalam hukum tata negara, Peraturan Pemerintah merupakan produk hukum yang berada di bawah Undang-undang dan dikeluarkan oleh Pemerintah dalam hal ini oleh Presiden. Menurut Pasal 1 Angka 5 UU Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan Pemerintah adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya. Selanjutnya dalam Pasal 1 Angka 5 UU Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan undang-undang sebagaimana Permintaan Menurut Putong (2013:31) permintaan adalah banyaknya jumlah komoditi yang diminta (keseluruhan komoditi yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan tertentu dan dalam periode tertentu. Lebih lanjut Putong menambahkan apabila pendapatan tetap/stabil, jumlah penduduk relatif konstan, harga komiditi subtitusi relatif tetap dan lain-lain faktor yang berpengaruh dianggap tidak ada atau tidak berubah dan tidak ada penambahan dalam fasilitas distribusi, maka permintaan hanya akan ditentukan oleh harga, artinya besar kecilnya perubahan permintaan dideterminasi/ditentukan oleh besar kecilnya perubahan harga. Permintaan dapat dibagi dalam dua bagian besar yaitu permintaan langsung dan permintaan 438 Sonny Muhammad Ikhsan Mangkuwinata tidak langsung. Permintaan langsung adalah permintaan barang untuk dipakai atau dikonsumsi. Permintaan tidak langsung adalah permintaan barang yang digunakan sebagai input dalam proses produksi. Menurut Rosyidi (2006:291) terjadi permintaan disuatu pasar disebabkan adanya kesepakatan antara dua konsumen atau lebih yaitu: Permintaan adalah keinginan yang disertai dengan kesediaan serta kemampuan untuk membeli barang yang bersangkutan. Setiap orang boleh saja ingin kepada apapun yang diinginkannya, tetapi jika keinginannya itu tidak ditunjang oleh kesediaan serta kemampuan untuk membeli, keinginannya itu pun hanya akan tinggal keinginan saja. Disini jelaslah bahwa keinginan memang tidak mempunyai pengaruh apa-apa terhadap harga, sedangkan permintaan berpengaruh. Sedangkan Tuti (2006:25) mendefinisikan permintaan barang dan jasa sebagai berikut: Permintaan dalam ekonomi adalah kombinasi harga dan jumlah suatu barang yang ingin dibeli oleh konsumen pada berbagai tingkat harga suatu periode tertentu. Permintaan suatu barang sangat dipengaruhi oleh pendapatan dan harga barang tersebut. Apabila harga barang naik sedang pendapatan tidak berubah maka permintaan barang tersebut akan turun. Sebaliknya, jika harga barang turun, sedang pendapatan tidak berubah maka permintaan barang akan mengalami kenaikan atau bertambah. Indikasi ini menjelaskan bahwa fluktuasi harga sangat berpengaruh terhadap eksistensi permintaan (demand) dan penawaran (supply) disuatu tempat. Fluktuasi harga tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, baik yang bersumber di wilayah operasional dalam katagori intern dan ekstern, nasional ataupun internasional. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa permintaan terjadi karena semua ingin mencari kepuasan (keuntungan) sebesarbesarnya dari harga yang ada. Apabila harga terlalu tinggi maka pembeli mungkin akan membeli sedekit karena uang yang dimiliki terbatas, namun bagi penjual dengan tingginya harga ia akan mencoba memperbanyak barang yang dijual atau diproduksi agar keuntungan yang di dapat semakin besar. Hukum Permintaan Pamungkas (2011:32) mendefinisikan hukum permintaan yang dilakukan oleh pelaku ekonomi yaitu: Hukum permintaan adalah hukum yang menjelaskan tentang adanya hubungan yang bersifat negatif antara tingkat harga dengan jumlah barang yang diminta. Apabila harga naik jumlah barang yang diminta sedikit dan apabila harga rendah jumlah barang yang diminta meningkat. Dengan demikian hukum permintaan berbunyi: “Semakin turun tingkat harga, maka semakin banyak jumlah barang yang tersedia diminta, dan sebaliknya semakin naik tingkat harga semakin sedikit jumlah barang yang bersedia diminta.” Pada hukum permintaan berlaku asumsi ceteris paribus. Artinya hukum permintaan tersebut berlaku jika keadaan atau faktor-faktor selain harga tidak berubah (dianggap tetap). Realisasi besar kecilnya jumlah barang yang diminta sangat dipengaruhi elastisitas pada tingkat harga barang tersebut. Apabila keadaan lainnya tetap (cateris paribus) dengan tingkat pendapatan yang tetap, jika harga barang naik, jumlah sudut barang pun naik, maka jumlah yang diminta akan berkurang (Assauri, 2007:85). Kuantitas permintaan cenderung turun ketika harga naik karena dua alasan dasar (Pamungkas, 2011:37) yaitu: 1. Efek substitusi. Naiknya harga suatu produk akan mengakibatkan konsumen mencari substitusi yang harganya tidak naik. Misalnya saja, harga telur bebek naik, maka dapat diganti dengan telur ayam. (Produk substitusi adalah produk-produk yang memiliki fungsi sama/serupa). 2. Efek pendapatan. Apabila harga naik sementara pendapatan konsumen tidak berubah, maka daya beli riil konsumen tersebut berkurang. Kuantitas yang diminta semua individu pada setiap tingkat harga dapat dijumlahkan untuk memperoleh permintaan pasar (market demand). Menurut Putong (2013:32), sebagaimana konsep asli dari penemunya (Alfred Marshall), maka perbandingan terbalik antara harga terhadap permintaan disebut sebagai Law of Demand atau Journal Of Economic Management & Business - Vol. 14, No. 4, Oktober 2013 Hukum Permintaan. Bila harga suatu komoditi naik maka permintaan komoditi tersebut akan turun, sebaliknya bila harga komoditi tersebut turun maka permintaan akan naik dengan asumsi ceteris paribus (semua factor yang mempengaruhi permintaan selain harga dianggap konstan). Elastisitas Permintaan Menurut Samuelson (2002:156) “Elastisitas adalah ukuran derajat kepekaan terhadap suatu faktor yang mempengaruhi”. Elastisitas permintaan dapat didifinisikan sebagai derajat kepekaan jumlah permintaan terhadap perubahan salah satu faktor yang mempengaruhi. Sedangkan menurut Wilson (2004:37) “Elastisitas permintaan adalah perubahan jumlah permintaan ke atas suatu barang tertentu”. Suparmoko (2006) membagi atas tiga elastisitas permintaan, yaitu elastisitas permintaan terhadap harga (price elasticity of demand), elastisitas permintaan terhadap pendapatan (income elasticity of demand), dan elastisitas permintaan silang (cross price elasticity of demand). Elastisitas permintaan terhadap harga, mengukur seberapa besar perubahan jumlah komoditas yang diminta apabila harganya berubah. Jadi elastisitas permintaan terhadap harga adalah ukuran kepekaan perubahan jumlah komoditas yang diminta terhadap perubahan harga komoditas tersebut dengan asumsi ceteris paribus. Nilai elastisitas permintaan terhadap harga merupakan hasil bagi antara persentase perubahan harga. Nilai yang diperoleh tersebut merupakan suatu besaran yang menggambarkan sampai berapa besarkah perubahan jumlah komoditas yang diminta apabila dibandingkan dengan perubahan harga. Kurva Permintaan Kurva permintaan untuk berbagai macam barang dan jasa tidak semuanya tepat sama. Bahkan kurve permintaan akan barang yang sama pun dapat berbeda menurut tempat dan waktu yang berbeda. Tetapi semua kurva permintaan menunjukkan satu ciri yang sama, yaitu arahnya yang turun dan kiri-atas ke kanan-bawah (downward sloping to the right). Bentuk kurva ini menunjukkan bahwa antara harga (P) dan jumlah yang mau dibeli (Qd) terdapat suatu hubungan yang berba- 439 likan. Menurut Assauri (2007:87) bentuk kurva permintaan ditentukan oleh hukum permintaan sebagai berikut: Kurva permintaan pada umunmya bergerak dari kiri atas ke kanan bawah. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam hukum permintaan bahwa bila harga turun jumlah barang yang diminta akan bertambah. Sebaliknya, jika harga naik, jumlah yang diminta berkurang, dengan anggapan keadaan yang lainnya tetap (cateris paribus), Dalam kurva permintaan, variable kuantitas/jumlah dan variable harga tidak mungkin terjadi untuk nilainilai yang negative. Dengan demikian, nilai variabel harga dan kuantitas/jumlah yang berlaku selalu diambil nilai-nilai yang positif. Bentuk kurva permintaan yang nilai historis, diketahui selalu dipengaruhi oleh integritas permintaan dan penawaran (demand and supply) yaitu: Kurva yang menggambarkan hubungan fungsional antara harga dan jumlah yang diminta. Kurva ini menurun dari kiri atas ke kanan bawah, yang berarti bahwa makin rendah harga barang, makin banyak jumlah yang diminta; pertama, karena orang-orang yang mula-mula tidak mampu membeli, sekarang dapat membelinya; dan kedua, karena jika harga suatu barang turun, maka orangorang yang mula-mula membeli barang lain, sekarang lebih suka menggantinya dengan barang tersebut, yang relatif menjadi lebih murah. Kurva ini mempunyai lereng (slope) yang negatif, yang menunjukkan bahwa jumlah yang diminta (the quantity demanded) naik dengan turunnya harga (Kadariah, 2006:14). Karakteristik hubungan yang terbalik yang ditunjukan oleh permintaan dan tingkat harga disebabkan, 1) sifat hubungan ini dikarenakan kenaikan harga menyebabkan para pembeli mencari barang lain yang dapat digunakan sebagai pengganti atas barang yang mengalami kenaikan harga, sebaliknya apabila harga mengalami penurunan, maka orang akan mengurangi pembelian barang lain dan menambah pembelian terhadap barang yang harganya turun, 2) kenaikan harga menyebabkan pendapataan rill para pembeli berkurang. Dengan turunnya pendapatan rill tersebut memaksa para pembeli untuk mengurangi 440 Sonny Muhammad Ikhsan Mangkuwinata pembelian ke berbagai jenis barang, terutama atas barang yang mengalami kenaikan harga. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Permintaan akan suatu barang yang diinginkan konsumen dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang secara umum mengandung makna yaitu barang tersebut diperlukan, harga relatif murah, kualitas barang standar dan tahan lama pemakaiannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan telah banyak diungkapkan oleh para ahli ilmu ekonomi, namun kesemuanya memiliki arah tujuan yang sama, seperti disebutkan oleh Rahardja dan Manurung (2008), antara lain: a. Nilai barang itu sendiri Jika harga suatu barang semakin murah, maka permintaan terhadap barang itu bertambah. Begitu juga sebaliknya. Hal ini sesuai dengan hukum permintaan yang menyatakan apabila harga suatu barang naik, cateris paribus, maka jumlah barang yang diminta akan berkurang, dan sebaliknya. b. Nilai barang lain yang terkait Harga barang lain juga dapat mempengaruhi permintaan suatu barang, tetapi kedua macam barang tersebut mempunyai keterkaitan. Keterkaitan dua macam barang dapat bersifat substitusi (pengganti) dan bersifat komplemen (penggenap). c. Tingkat pendapatan perkapita Tingkat pendapatan perkapita dapat mencerminkan daya beli. Makin tinggi tingkat pendapatan, daya beli makin kuat, sehingga permintaaan terhadap suatu barang meningkat. d. Selera atau kebiasaan Selera atau kebiasaan juga dapat mempengaruhi permintaan suatu barang. Contohnya adalah beras, kebutuhan terhadap beras sangat dominan karena mayoritas penduduk Indonesia mengkonsumsi beras, maka otomatis permintaan terhadap beras akan meningkat. e. Jumlah penduduk Beras sebagai makanan pokok rakyat Indonesia, maka permintaan akan beras berhubungan positif dengan jumlah penduduk. Makin banyak jumlah penduduk, permintaan beras akan makin banyak. f. Perkiraan harga di masa mendatang Bila kita memperkirakan bahwa harga suatu barang akan naik, adalah lebih baik membeli barang itu sekarang, sehingga mendorong orang untuk membeli lebih banyak saat ini guna menghemat belanja di masa mendatang. g. Distribusi pendapatan Tingkat pendapatan perkapita bisa memberikan kesimpulan yang salah bila distribusi pendapatan buruk. Artinya sebagian kecil kelompok masyarakat menguasai begitu besar hasil dari perekonomian. Jika distribusi pendapatan buruk, berarti daya beli secara umum melemah, sehingga permintaan terhadap suatu barang menurun. h. Usaha produsen meningkatkan penjualan Dalam perekonomian yang modern, bujukan para penjual untuk membeli barang besar sekali peranannya dalam mempengaruhi permintaan. Pengiklanan, promosi, pemberian potongan harga mendorong orang untuk membeli lebih banyak daripada biasanya. Penjualan Menurut Swastha (2005:65) penjualan merupakan pembelian sesuatu (barang atau jasa) dari suatu pihak kepada pihak lainnya dengan mendapatkan ganti uang dari pihak tersebut, penjualan juga merupakan suatu sumber pendapatan perusahaan, semakin besar penjualan maka semakin besar pula pendapatan yang diproleh perusahaan. Penjualan yang tinggi akan meningkatkan pendapatan perusahaan dapat terjadinya ekpansi yang lebih besar dalam usaha tersebut. Penjualan adalah suatu usaha yang terpadu untuk mengembangkan rencana-rencana strategis yang diarahkan pada usaha pemuasan kebutuhan dan keinginan pembeli, guna mendapatkan penjualan yang menghasilkan laba. Marwan, (2001:111). Penjualan merupakan sumber hidup suatu perusahaan karena dari penjualan dapat diproleh laba, serta suatu usaha memikat konsumen yang diusahakan untuk mengetahui daya tarik mereka sehingga dapat mengetahui hasil produk yang dihasilkan. Kemudian Marom, (2002;28) “Penjualan artinya penjualan barang dagangan sebagai usaha pokok perusahaan yang biasanya dilakukan se- Journal Of Economic Management & Business - Vol. 14, No. 4, Oktober 2013 cara teratur”. Penjualan adalah kegiatan menjual barang dan jasa baik yang dibeli dari produsen lain maupun barang yang dhasilkan sendiri pada tingkat harga tertentu, maka akan mengakibatkan pengalihan hak kepemilikan, Sukwiaty (2006;50). Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penjualan adalah persetujuan kedua belah pihak antara penjual dan pembeli, dimana penjual menawarkan suatu produk dengan harapan pembeli dapat menyerahkan sejumlah uang sebagai alat ukur produk tersebut sebesar harga jual yang telah disepakati. Analisis penjualan perlu dibedakan antara dua istilah yaitu penjualan dan jumlah barang yang diminta, dikatakan penjulan jika dikoreksikan adalah keseluruhan hubungan antara harga dan jumlah yang diminta maksudnya banyak penjualan pada tingkat harga tertentu. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penjualan Perusahaan perlu menetapkan target penjualan yang akan dicapai untuk satu periode tertentu, biasanya dalam waktu satu tahun. Target penjualan ini sangat penting untuk kegiatan perencanaan keuangan, juga menjadi pedoman dalam menetapkan kegiatan pemasaran yang akan dilakukan untuk mencapai penjualan yang diharapkan. Aktivitas penjualan banyak dipengaruhi oleh faktor tertentu yang dapat meningkatkan aktivitas perusahaan, oleh karena itu manajer penjualan perlu memperhatikan faktor- faktor yang mempengaruhi penjualan. Faktor-faktor yang mempengaruhi penjualan menurut Swastha (2000;66) mengatakan antara lain sebagai berikut: 1. Kondisi dan Kemampuan Penjual Transaksi jual-beli atau pemindahan hak milik secara komersial atas barang dan jasa itu pada perinsipnya melibatkan dua pihak, yaitu penjual sebagai pihak pertama dan pembeli sebagai pihak kedua. Disini penjual harus dapat menyakinkan kepada pembelinya agar dapat berhasil mencapai sasaran penjualan yang diharapkan. Untuk maksud tersebut penjual harus memahami beberapa masalah penting yang sangat berkaitan. Kondisi dan kemampuan terdiri dari pemahaman atas beberapa masalah penting yang berkaitan dengan produk yang dijual, jumlah dan sifat dari tenaga 441 penjual adalah: a. Jenis dan karakteristik barang atau jasa yang ditawarkan b. Harga produk atau jasa c. Syarat penjualan, seperti : Pembayaran, pengiriman. 2. Kondisi Pasar Pasar sebagai kolompok pembelian atau pihak yang menjadi sasaran dalam penjualan dan dapat pula mempengaruhi kegiatan penjualannya. Faktor-faktor kondisi pasar yang perlu diperhatikan adalah jenis pasarnya, kelompok pembeli atau segmen pasar, daya beli, frekuensi pembeli dan keinginan maupun kebutuhan, Swastha (2000;66). 3.Modal Akan lebih sulit bagi penjualan barangnya apabila barang yang dijual tersebut belum dikenal oleh calon pembeli, atau apabila lokasi pembeli jauh dari tempat penjual. Dalama keadaan seperti ini, penjual harus memperkenalkan dulu membawa barangnya ketempat pembeli. Untuk melaksanakan maksud tersebut diperlukan adanya sarana serta usaha, seperti : alat transport, tempat peragaan baik didalam perusahaan maupun diluar perusahaan, usaha promosi, dan sebagainya. Semua ini hanya dapat dilakukan apabila penjualan memiliki sejumlah modal yang diperlukan untuk itu. Modal atau dana sangat diperlukan dalam rangka untuk mengangkut barang dagangan ditempatkan atau untuk memperbesar usahanya. Penggerak suatu usaha sangat dipengaruhi oleh kucuran modal, apabila modal besar akan mempermudah mendapatkan jaringan-jaringan pembeli baru, Swastha (2006;67). 4. Kondisi Organisasi Perusahaan Pada perusahaan yang besar, biasanya masalah penjual ini ditangani oleh bagian tersendiri, yaitu bagian penjualan yang dipegang oleh orang-orang yang ahli dibidang penjualan, Swastha (2006;67). 5. Faktor-faktor lain. Faktor-faktor lain, seperti : periklanan, peragaan, kempanye, pemberian hadiah, sering mempengaruhi penjualan. Namun untuk melaksanakannya, diperlukan sejumlah dana yang tidak sedikit. 442 Sonny Muhammad Ikhsan Mangkuwinata Bagi perusahaan yang bermodal kuat, kegiatan ini secara rutin dapat dilakukan. Sedangkan bagi perusahaan kecil yang mempunyai modal relatif kecil, kegiatan ini lebih jarang dilakukan. Ada pengusaha yang berpegangan pada suatu prinsip bahwa “paling penting membuat barang yang baik”. Namun, sebelum pembelian dilakukan, sering pembeli harus dirangsang daya tariknya, misalnya dengan memberikan bungkus yang menarik atau dengan cara promosi lainnya. Faktor-faktor lain, sperti periklanan, peragaan, kampanye, dan pemberian hadiah sering mempengaruhi penjualan karena diharapkan dengan adanya faktor-faktor tersebut pembeli akan kembali membeli lagi barang yang sama, Swastha (2006;67). Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kegiatan penjualan, yaitu faktor eksternal dan internal perusahaan baik menyangkut produksi itu sendiri, saluran ditribusi, orang-orang yang bertanggung jawab terhadap pemasaran maupun kebijakan perusahaan dan kebijakan lainnya yang berlaku. Penjualan Kredit Menurut Mulyadi (2008:206) Penjualan kredit dilaksanakan oleh perusahaan dengan cara mengirimkan barang sesuai dengan order yang diterima dari pembeli dan untuk jangka waktu tertentu, perusahaan mempunyai tagihan kepada pembeli tersebut. Sedangkan menurut Soemarso (2009:160) yaitu “Penjualan kredit adalah transaksi antara perusahaan dengan pembeli untuk menyerahkan barang atau jasa yang berakibat timbulnya piutang, kas aktiva.” Dari kedua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa penjualan kredit adalah suatu transaksi antara perusahaan dengan pembeli, mengirimkan barang sesuai dengan order serta perusahaan mempunyai tagihan sesuai jangka waktu tertentu yang mengakibatkan timbulnya suatu piutang dan kas aktiva. Prosedur Penjualan Kredit Menurut Mulyadi (2008:210) penjualan kredit dilakukan oleh perusahaan dengan cara mengirimkan barang sesuai dengan order yang diterima dari pembeli dan untuk jangka waktu tertentu perusahaan memiliki tagihan kepada pembeli tersebut. Untuk menghindari tidak tertagihnya piutang, setiap penjualan kredit yang pertama kepada seorang pembeli selalu didahului dengan analisis terhadap dapat atau tidaknya pembeli tersebut diberi kredit. Adapun prosedur-prosedur penjualan kredit adalah sebagai berikut: a. Prosedur order penjualan. Dalam prosedur ini bagian penjual menerima order dari pembeli dan menambahkan informasi penting pada surat order dari pembeli. Bagian penjualan kemudian membuat faktur penjulan dan mengirimkannya kepada bagian yang lain untuk memungkinkan bagian tersebut memberikan kontribusi dalam melayani order dari pembeli. b. Prosedur Pengiriman. Dalam prosedur ini bagian gudang menyiapkan barang yang diperlukan oleh pembeli dan bagian pengiriman mengirimkan barang kepada pembeli sesuai dengan informasi yang tercantum dalam faktur penjualan yang diterima dari bagian gudang. c. Prosedur Pencatatan Piutang. Dalam Prosedur ini bagian akuntansi mencatat teembusan faktur penjualan kedalam kartu piutang. d. Prosedur Penagihan. Dalam prosedur ini bagian pengihan menerima faktur penjulan dan mengarsipkannya menurut abjad. Secara periodik bagian penagihan membuat surat tagihan dan mengirimkannya kepada pembeli tadi yang dilampiri dengan faktur penjulan. e. Prosedur Pencatatan Penjualan Dalam prosedur ini bagian akuntansi mancatat transaksi penjualan kedalam jurnal penjualan. Fungsi-Fungsi Penjualan Kredit Menurut Mulyadi (2008:211) fungsi yang terkait dalam sistem penjualan kredit yaitu: 1. Fungsi Penjualan, bertanggung jawab untuk menerima surat order dari pembeli, mengedit order dari pelanggan untuk menambahkan informasi yang belum ada pada surat order, meminta otorisasi kredit, menentukan tanggal Journal Of Economic Management & Business - Vol. 14, No. 4, Oktober 2013 pengiriman dan mengisi surat order pengiriman. Fungsi ini juga bertanggung jawab untuk membuat “back order” pada saat diketahui tidak tersedianya persediaan untuk memenuhi order dari pelanggan. 2. Fungsi Kredit, fungsi ini berada di bawah fungsi keuangan yang dalam transaksi penjualan kredit, bertanggung jawab untuk meneliti status kredit pelanggan dan memberikan otorisasi pemberian kredit kepada pelanggan. 3. Fungsi Gudang, bertanggung jawab untuk menyimpan barang dan menyiapkan barang yang dipesan oleh pelanggan, serta menyerahkan barang ke fungsi pengiriman. 4. Fungsi Pengiriman, bertanggung jawab untuk menyerahkan barang atas dasar surat order pengiriman yang diterima dari fungsi penjualan, juga bertanggung jawab untuk menjamin tidak ada barang yang keluar dari perusahaan tanpa ada otorisasi diri yang berwenang. 5. Fungsi Penagihan, bertanggung jawab untuk membuat dan mengirimkan faktur penjualan kepada pelanggan, serta menyediakan copy faktur bagi kepentingan pencatatan transaksi penjualan oleh fungsi akuntansi. 6. Fungsi Akuntansi, bertanggung jawab untuk mencatat piutang yang timbul dari transaksi penjualan kredit dan membuat serta mengirimkan pernyataan piutang kepada debitur, serta membuat laporan penjualan. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pembelian Konsumen Adapaun faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pembelian konsumen menurut Kotler (2001:183) : 1. Faktor Budaya Faktor Budaya mempunyai pengaruh yang paling luas dan paling dalam pada perilaku konsumen. Pemasar harus memahami peran yang dinamakan dengan budaya, sub-budaya, kelas sosial pembeli. Budaya adalah penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar. Dengan demikian pemasar harus selalu mencoba melihat pergeseran budaya agar dapat membayangkan merek-merek baru yang mungkin diinginkan. Sub-budaya merupakan kelompok yang lebih kecil dari budaya yang dimiliki yang mempunyai nilai hidup yang 443 sama. Bagi pemasar, sub-kultur dapat merupakan segmen pasar yang paling penting dalam merancang produk dan program pemasaran yang sesuai dengan kebutuhan sub-budaya tersebut. Oleh karena itu pembagian kelas sosial dapat digunakan sebagai variabel yang bebas untuk mensegmentasikan pasar dan meramalkan tanggapan konsumen terhadap kegiatan pemasean perusahaan. 2. Faktor Sosial Kelompok acuan seseorang terdiri dari semua kelompok yang memiliki pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku konsumen. Dan kelompok acuan menciptakan tekanan untuk mengikuti kebiasaan kelompok yang mungkin mempengaruhi pilihan produk dan merek aktual seseorang. Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat. Pemasar tertarik akan peran dan pengaruh relatif suami, istri, dan anakanak dalam membeli beragam jenis sepeda motor. Kedudukan atau posisi seseorang di masing-masing kelompok dapat ditentukan berdasarkan peran dan status. Peran meliputi kegiatan yang diharapakan akan dilakukan oleh seseorang. Masing-masing peran menghasilkan status yang mencerminkan penghargaan umum oleh masyarakat sesuai dengan status ini. 3. Faktor Pribadi Keputusan seseorang pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi. Karakteristk tersebut meliputi usia dan tahap siklus hidup pembeli, pekerjaan, dan lingkungan ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan konsep diri. Usia dan tahap siklus hidup merupakan orang-orang yang berubah dalam membeli barang dan jasa sepanjang masa hidupnya. Pemasar sering memilih kelompok-kelompok berdasarkan sklus hidup sebagai pasar sasaran mereka. Pekerjaan seseorang juga mempengaruhi pola konsumsinya. Pemasar berusaha mengindentifikasi kelompok profesi yang dimiliki minat di atas rata-rata atas jenis sepeda motor dan jasa mereka. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang yang berintraksi dengan lingkungnnya. Kepribadian adalah karakteristik psikologis seseorang yang berbeda dengan orang lain yang menyebabkan tanggapan yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungannya, sehingga di sini pemasar berusaha 444 Sonny Muhammad Ikhsan Mangkuwinata mengembangkan barbagai merek yang sesuai dengan citra pribadi pasar sasaran. 4. Faktor Psikologis Bagaimana seseorang yang termotivasi bertindak akan dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi pembelian. Persepsi adalah proses yang digunakan oleh seorang individu untuk memilih, mengorganisasiakan, dan menginterprestasi masukan-masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Pembelajaran meliputi perubahan perilku seseorang yang timbul dari pengalaman. Penelitian Sebelumnya. Efendi (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Manajemen Resiko Krdit Sepeda Motor Honda Pada Perusahaan Multifinance di Indonesia (Studi Kasus Pada PT. PQR Finance)” menjelaskan bahwa selama kurun waktu tahun 1999 hingga September 2006, pembiayaan konsumen tumbuh dengan rata-rata 19,22 persen per tahun (Statistik BI dalam Economic Review Journal, 2006). PT. PQR Finance merupakan perusahaan pembiayaan yang berorientasi pada pembiayaan sepeda motor Honda. Peningkatan persentase cadangan penghapusan piutang (loan loss provision) terhadap total asset PT. PQR Finance yaitu dari 2,91 persen (tahun 2004) menjadi 6,49 persen (tahun 2006) mengindikasikan peningkatan tingkat risiko kredit macet yang dihadapi PT. PQR Finance. Identifikasi dan analisis manajemen risiko kredit sangat penting dan berguna sebagai salah satu input alternatif dalam perumusan strategi tata kelola risiko kredit. Tujuan penelitian adalah (1). Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya risiko kredit sepeda motor Honda pada PT. PQR Finance; (2). Menganalisis seberapa besar tingkat risiko kredit sepeda motor Honda yang dihadapi oleh PT. PQR Finance; (3).Mengetahui pengelolaan dan pengendalian risiko kredit sepeda motor Honda pada PT. PQR Finance. Hariyanto (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Sistem Penjualan Kredit Terhadap Peningkatan Omzet Penjualan Pada PT.Pilar Mas Motor” memaparkan mengenai pengaruh sistem penjualan kredit dan peningkatan omzet penjualan sudah dijalankan dengan baik. Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa sistem penjualan kredit masih kurang baik sehingga berpengaruh terhadap peningkatan omzet penualan. Maka perlu adanya memperbaiki sistem penjualan kredit yang efektif dan didukung pengendalian intern yang memadai. Terutama fungsi yang terkait dengan penjualan harus berfungsi lebih efesien sebagaimana mestinya untuk mempermudah peningkatan omzet penjualan. Rafli (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Kenaikan Down Payment (DP) Terhadap Penjualan Sepeda Motor di Kabupaten Bireuen”, memaparkan bahwa dengan kenaikan down payment terdapat pengaruh negatif antara kenaikan DP terhadap tingkat penjualan sepeda motor pada PT.Mega Auto Finance dan PT.ADIRA Multi Finance Kabupaten Bireuen. Sehingga dapat diketahui semakin besar kenaikan down payment maka tingkat penjualan sepeda motor akan menurun dan permintaan konsumen juga akan menurun. Maka perlu ada koordinasi atara pemerintah dengan perusahaan-perusahan yang memasarkan sepeda motor agar bisa mebrikan solusi, baik berupa kemudahan atau hal pendukung lain agar perminatan sepeda motor di Kabupaten Bireuen semakin meningkat. Metodologi Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Menurut Moleong (2001:6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh sujek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Dalam pelaksanaannya meliputi data, analisis dan interpretasi tentang arti dan data yang diproleh. Adapun lokasi penelitian yaitu pada perusahaan pembiayaan atau Leasing di Kota Lhokseumawe. Hasil dan Pembahasan Kota Lhokseumawe terletak diantara dua kota besar yaitu Banda Aceh dan Medan. Hal ini men- Journal Of Economic Management & Business - Vol. 14, No. 4, Oktober 2013 jadikan kota ini sangat startegis sebagai salah satu jalur distribusi dan perdagangan di Aceh dimana sebagian besar jalur distribusi dari Medan ke Aceh melalui pesisir timur Sumatera dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: • Sebelah Utara berbatasan dengn Selat Malaka • Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kuta Makmur (Aceh Utara) • Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Syamtalira Bayu (Aceh Utara) • Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Dewantara (Aceh Utara) Berdasarkan hasil dari wawancara langsung dengan para pelaku usaha yang menerapkan Peraturan Pemerintah Nomor: 14 / 10/ DPNP tahun 2012 untuk penjualan kredit Honda BeAT di Kota Lhokseumawe adalah sebagai berikut : Sebelum diterapkan PP No.14/10/DPNP. Sebelum adanya PP No.14/10/DPNP atau setahun sebelum berlakunya PP No.14/10/DPNP yang ditujukan kepada pihak Lembaga keuangan atau Lesing di proleh data penjualan kredit Honda BeAT dalam kurun waktu 1 Tahun yaitu dapat dilihat pada Tabel 1. Dari data yang ada pada Tabel 1 dapat dijelaskan bahwa penjualan Kredit selama kurun waktu satu tahun sebelum diberlakukannya PP No.14/10/ DPNP dapat dilihat jumlah penjualan dari bulan ke 445 bulan tidak ada perubahan angka penjualan secara signifikan mengalami kenaikan atau mengalami penurunan,walaupun ada pada bulan-bulan tertentu mengalami kenaikan atau penurunan angka penjualan, hal ini desebabkan karena pengiriman (suplay) stock unit untuk model BeAT pada bulan tersebut sedikit sehingga penjualan mengalami sedikit penurunan, atau pada bulan tertentu suplay unit tinggi sehingga pada bulan tersebut punjulan mengalami kenaikan, misalnya pada bulan September 2011 penjualan mengalami penurunan sebanya 1 unit hal ini disebabkan karena stock unit terbatas. Untuk bulan November 2011 dan Bulan Desember 2011 mengalami kenaikan penjualan sebanyak 1 unit hal serupa juga terjadi karna stock pada bulan November 2011 dan Desember 2011 melebihi dari bulan Oktober. Dari uraian diatas dapat diberikan kesimpulan bahwa untuk tahun 2011 rata-rata penjualan sebanyak 47 unit setiap bulannya sehingga penjualan Honda BeAT sangat stabil dari bulan ke bulan, penjualan ini tidak mengalami perubahan yang mengakibatkan kerugian pihak Leasing, penjualan kredit untuk Honda BeAT juga tidak terjadi hambatan apapun selain stock unit yang tersedia. Hal ini merupakan satu keuntungan bagi Leasing sendiri karena bisa menjadi senjata andalan untuk terus memenuhi permintaan konsumen terhadap Honda BeAT. Tabel 1 Data Penjualan Kredit Honda BeAT di Kota Lhokseumawe Sebelum ada PP No.14/10/DPNP pada Bulan Juli 2011 – Juni 2012 No Nama Perusahaan Leasing Penjualan 2011 Penjualan 2012 Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun TOTAL 1. PT.Federal International Finance,tbk 12 11 12 11 11 10 10 9 9 8 10 9 122 2. PT.Mandala Multi Finance,tbk 8 8 9 8 9 8 8 10 8 9 8 10 103 3. PT.ADIRA Multi Finance 8 8 7 8 9 8 7 8 9 8 7 7 94 4. PT.Mega Central Finance 7 7 6 8 7 7 7 7 9 9 8 6 88 5. PT.Capella Multi Dana 7 7 5 8 8 8 7 7 7 7 7 6 84 6. PT.ITC Finance 5 6 7 4 5 7 7 6 6 6 6 9 74 Jumlah 47 47 46 47 49 48 46 47 48 47 46 47 565 Rata - Rata Penjualan Per bulan = Total Penjualan : 12 Bulan dalam 1 Tahun. Sumber: Enam Leasing di Kota Lhokseumawe 47 446 Sonny Muhammad Ikhsan Mangkuwinata Sesudah di terapkan PP No.14/10/DPNP. Dikeluarkannya PP No. 14/10/DPNP tahun 2012, yang penerapannya diwajibkan kepada semua Lembaga Keungan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak Surat Edaran ini berlaku atau pihak Lembaga Keuangan harus menerapkan aturan ini pada tanggal 15 Juni 2012, maka dalam periode satu tahun ini dari bulan Juli 2012 sampai dengan Juni 2013 diproleh data penjualan kredit pada Tabel 2. Dari Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa adanya penurunan penjualan kredit dari tahun periode sebelumnya, hal ini dapat dilihat dari total penjualan secara keseluruhan maupun total penjalan perbulan, secara ekonomi perusahan Leasing mengalami kerugian atau tidak mengalami kemajuan karena apa bila suatu usaha dikatakan maju atau bisa meraih keuntungan banyak, perusahaan tersebut harus mengalami penjualan yang lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Penurunan penjualan ini dapat dilihat secara jelas dari penjualan bulan ke bulan, dimana penjualan pada awal periode atau bulan Juli 2012 sudah mulai mengalami penurunan, dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya penjualan mengalami penurunan rata-rata 5 unit sampai 8 unit setiap bulannya, pada periode ini total penjualan sebanyak 474 unit atau rata-rata penjualan setelah diberlakukannya PP ini sebanyak 40 unit. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa peraturan pemerintah secara keseluruhan sangat mempengaruhi penjualan secara kredit di Kota Lhokseumawe karna peraturan yang dikeluarkan pemerintah akan membuat permintaan kredit umumnya penjualan sepeda motor menurun, karna kita ketahui apabila pendapatan masyarakat kota Lhokseumawe tidak mengalami peningkatan seiring dengan perkembangan perekonomian kota Lhokseumawe sudah tentu kemampuan masyarakat untuk memproleh kenderaan roda dua dengan uang muka yang tinggi tidak akan terjangkau. Berdasarkan Lampiran PP No.14/10/DPNP tahun 2012, tujuan Peraturan pemerintah untuk tetap dapat menjaga perekonomian yang produktif dan mampu menghadapi tantangan sektor keuangan dimasa yang akan datang, perlu adanya kebijakan yang dapat memperkuat ketahanan sektor keuangan untuk meminimalisir sumber sumber kerawanan yang dapat timbul, termasuk pertumbuhan KKB yang berlebihan. Seiring dengan perkembangan perekonomian apakah tujuan pemerintah ini menjadi acuan yang tepat untuk menghambat pertumbuhan kredit yang semakin tinggi, sedangkan secara keseuluruhan harga-harga barang termasuk kenderaan roda dua mengalami kanaikan, di satu sisi pemerintah sudah mengambil langkah yang tepat tetapi disisi lain Tabel 4.4. Data Penjualan Kredit Honda BeAT di Kota Lhokseumawe Sesudah ada PP No.14/10/DPNP pada Bulan Juli 2012 – Juni 2013 Nama Perusahaan Penjualan 2012 Penjualan 2013 Leasing Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr PT.Federal 1. International 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 Finance,tbk PT.Mandala Multi 2. 9 8 7 8 7 7 8 7 7 8 Finance,tbk PT.ADIRA Multi 3. 7 6 7 7 8 6 5 6 7 6 Finance PT.Mega Central 4. 7 7 6 7 6 6 5 7 4 6 Finance PT.Capella Multi 5. 6 6 6 6 6 6 6 5 7 7 Dana 6. PT.ITC Finance 5 5 5 4 3 4 6 7 6 4 Jumlah 42 40 39 40 38 37 38 41 40 40 Rata - Rata Penjualan Per bulan = Total Penjualan : 12 Bulan dalam 1 Tahun. No Sumber : Enam Leasing di Kota Lhokseumawe TOTAL Mei Jun 8 8 99 7 6 89 7 7 79 6 7 74 5 5 71 7 40 6 39 62 474 40 Journal Of Economic Management & Business - Vol. 14, No. 4, Oktober 2013 dengan pemberlakuan PP No.14/10/DPNP tahun 2012 ini akan berkurangnya pertumbuhan kredit kenderaan bermotor maka pendapatan pihak Leasing akan berkurang, dengan berkurangnya pendapatan Leasing sudah pasti berdampak terhadap kalangsungan usaha pihak Leasing yang ada di Kota Lhokseumawe. Pemberlakuan peraturan pemerintah ini merupakan satu hambatan yang harus dilalui oleh perusahaan Leasing untuk tetap bisa bertahan, melakukan perubahan-perubahan baru, baik dalam melakukan hubungan kerjasama dengan pihak distributor agar bisa terus menciptakan model-model baru seiring dengan tingkat harga sesuai dengan perkembangan perekonomian yang nantinya mudah dijangkau dan banyak diminati oleh konsumen, karna semakin tinggi harga model-model yang akan dipasarkan maka uang muka yang dibutuhkan juga semakin tinggi. Honda Model BeAT adalah salah satu model sepeda motor yang sangat diminati oleh masyarakat, dimana bisa kita lihat permintaan konsumen dalam kurun waktu satu tahun sebelum diberlakukannya PP No.14/10/DPNP tahun 2012 sangat tinggi dan stabil, dimana penjualan rata-rata perbulannya mencapai 47 unit perbulan 447 atau 565 unit pertahunnya. Jumlah ini menunjukkan betapa tingginya minat konsumen terhadap model BeAT dan betapa mudahnya untuk melakukan penjualan secara kredit karena uang muka yang ditetapkan oleh masing-masing perusahaan leasing yang bervariatif. Tetapi sejak pemerintah mewajibkan kepada semua perusahaan leasing untuk menggunakan PP No. 14/10/DPNP tahun 2012 pada tanggal 15 Juni 2012 dengan ketentuan uang muka 25% dampaknya adalah terjadi penurunan penjualan yang sangat signifikan, yaitu menjadi 40 unit perbulan atau 480 pertahun. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka didapat kesimpulan bahwa Peraturan Pemerintah No.14/10/DPNP tahun 2012 berdampak negatif terhadap penjualan kendaraan bermotor merk Honda Tipe Beat secara kredit. Hal ini dibuktikan dengan terjadi penurunan penjualan dibandingkan dengan sebelum diwajibkannya perusahaan leasing menerapkan uang muka penjualan 25%. Penurunan terjadi sangat signifikan dari 565 unit pertahun menjadi 480 pertahun. 448 Sonny Muhammad Ikhsan Mangkuwinata Referensi Assauri, Sofyan. (2007). “Matematika Ekonomi”. Edisi Kedua. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Assauri, Sofyan. (2009). “Manajemen Penawaran”. Rajawali Pers, Jakarta. Bilson, Simamora. (2009). “Membongkar Kotak Hitam Konsumen”. Gramedia Pustaka Utama. BPS, (2012). “Data Statistik Penduduk Kota Lhokseumawe”, Aceh. Efendi, Ruslan. (2007). Skripsi “Analisis Manajemen Resiko Krdit Sepeda Motor Honda Pada Perusahaan Multifinance di Indonesia (Studi Kasus Pada PT. PQR Finance)”, Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma. Jakarta Hariyanto, Krinadhi, (2012). “Pengaruh Sistim Penjualan Kredit Terhadap Peningkatan Omzet Penjualan Pada PT.Pilar Mas Motor”.Penerbit STIE-Pemuda Surabaya. http://statushukum.com/peraturan-pemerintah.html, diakses 27 Agustus 2013 http://www.sarjanaku.com/2012/12pengertian-kredit-fungsi-unsur-macam.html, diakses 27 Agustus 2013. Ilyas,(2007). “Peran Pengembangan Produk Jaket Dalam Meningkatkan Volume Penjualan Pada Perusahaan”. Jakarta : PT.Gramedia Ghalia Indonesia. Kadariah. (2006). ”Teori Ekonomi Mikro”. edisi revisi. Penerbit FE Universitas Indonesia. Jakarta. http://www.pustaka.feui.ac.id. Kotler,Philip, (2001). “Manajemen Pemasaran”. ”Analisis Perencanaan, Pengendalian, Prentice Hall”, Edisi Bahasa Indonesia, Jakarta : Salemba 4. Marwan, (2001) “Tebah Bisnis”. Vol.2.AMP YKPN. Yogyakarta. Michon, (2008), “Evaluasi konsep produk lampu dalam proses desain dan pengembangan produk dengan pendekatan green quality function deployment” (GQFD) II, Thesis-ITS Mowen, Minor (2002). “Perilaku Konsumen” Jilid 1, Edisi Kelima (terjemahan) Jakarta : Erlangga. Pamungkas, Chandra. (2011). “Pengertian Permintaan, Penawaran, Hukum Permintaan dan Penawaran Dan Harga Keseimbangan.” http:// chandrapamungkas. wordpress. com/ 2011/04/05/ diakses tanggal 28 Juli 2013 jam 15:22 wib. Putong, Iskandar. (2013). “Economics, Pengantar Mikro dan Makro”. Edisi 5. Mitra Wacana Media. Jakarta. Rafli. (2013). Skripsi, “ Pengaruh Kenaikan Down Payment (DP) Terhadap Penjualan Sepeda Motor di Kabupaten Bireuen”, Fakultas Ekonomi Universitas Almuslim. Bireuen Journal Of Economic Management & Business - Vol. 14, No. 4, Oktober 2013 449 Raharja, Pratama dan Mandala Manurung. (2004). ”Pengantar Mikroekonomi Dan Makroekonomi”. Edisi Revisi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Republik Indonesia, “Peraturan Pemerintah Nomor : 14/10/DPNP tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yangMelakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah danKredit Kendaraan Bermotor”. Rosyidi, Suherman. (2006). “Pengantar Teori Ekonomi”. Edisi Revisi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. http://translate.geogle.co.id. Samuelson, (2002). Ekonomi Mikro, Erlangga, Jakarta. Simamora, Henry, (2000). “Basis Pengambilan Keputusan Bisnis”. Jakarta. Wilson, (2004). “Pengantar Ekonomi Mikro”, Erlangga. Jakarta. Winardi, (2002), “Teori Ekonomi Mikro”, Tarsito, Bandung 450 Sonny Muhammad Ikhsan Mangkuwinata