BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Kanker serviks

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak akibat
penyakit kanker di negara berkembang. Setiap tahun sekitar 500.000 penderita
kanker serviks baru di seluruh dunia dan umumnya terjadi di negara
berkembang. Insidensi dari mortalitas kanker serviks di dunia menempati
urutan kedua setelah kanker payudara (Rasjidi, 2009). Di Indonesia sendiri
diperkirakan ditemukan 40 ribu kasus baru kanker serviks setiap tahunnya
(Andrijono, 2009). Kelangsungan hidup lima tahun pada kanker serviks
stadium I, II, III, IV adalah masing-masing 50%, 40%, 20%, dan 0% (Aziz,
2009).
Wanita yang didiagnosis dengan kanker serviks khususnya stadium
lanjut akan timbul stress emosional yang luar biasa dengan dampak
menurunnya kualitas hidup wanita tersebut karena harus menjalankan
kemoradiasi yang bertahap. Sumber stres pada pasien kanker dikarenakan
ketidak pastian nasib, kekhawatiran terhadap hasil pemeriksaan, kurangnya
kontrol pribadi, gangguan komunikasi pada pasangan dan keluarga, ancaman
kecacatan fisik yang diakibatkan oleh kanker, beratnya terapi kanker,
kelelahan, beban keuangan, isolasi sosial, ketakutan akan kekambuhan,
kesulitan seksual, kesulitan pekerjaan (Jensen, 2005). Akibat paparan stresor
yang berlangsung lama dapat terjadi depresi. Banyak peneliti telah meninjau
hubungan antara faktor psikologis dan fungsi sistem imun, inflamasi,
pertumbuhan pembuluh darah, dan perkembangan tumor. (Schettler, 2013).
Beberapa studi sudah banyak membuktikan bahwa stresor berkaitan
dengan disregulasi dari sistem imun. Khususnya penurunan proliferasi limfosit
dan pengurangan Natural Killer (NK) cell. Reichie dalam penelitiannya tahun
2004 menyebutkan Natural Killer cell memiliki peranan yang penting pada
fungsi imun, termasuk mekanisme pertahanan pada infeksi virus dan sel tumor.
Natural Killer cell berkurang pada keadaan stres melalui mekanisme neuro-
endokrin. Sitokin termasuk interferon ɣ dan interleukin 2 akan menghambat
NK-cell dan Limfosit Activated Killer (LAK). Stres memodulasi penambahan
interferon ɣ dan interleukin 2 pada leukosit darah perifer. Penambahan dari
interferon ɣ dan inteleukin 2 menyebabkan NK-cell, makrofag, sitokin menurun
(IL 12, Tumor Necrosing Factor/ TNF, Interferon/ IFN ), IL 10, Tumor
Growth Factor /TGF  meningkat. Mekanisme ini menyebabkan supresi imun
sehingga menyebabkan kemungkinan metastasis berkembang dan resiko terjadi
infeksi meningkat.
Selain kondisi stress, nyeri merupakan keluhan yang paling sering
dikeluhkan baik disebabkan oleh penyakitnya itu sendiri atau disebabkan oleh
terapi yang diberikan, persepsi nyeri ini menimbulkan respon stress metabolik
dan yang akan mempengaruhi semua sistem tubuh dan memperberat kondisi
pasien yang akan merugikan pasien karena terjadinya perubahan fisiologi dan
psikologi pasien. Penyebab nyeri pada penderita kanker adalah akibat
metastase tumor ke jaringan tubuh, seperti tulang, otot, kulit, pembuluh darah
yang menyebabkan kerusakan di tempat tersebut (Schiff, 2003).
Psikoterapi dapat memberikan kemanfaatan dalam terapi pasien kanker
yaitu dengan meningkatkan pengetahuan mereka mengenai penyakit dan terapi,
memperbaiki penyesuaian emosi, kualitas hidup, kemampuan bertahan,
kepuasan terhadap terapi, penyesuaian kesehatan fisik dan fungsional sehingga
dapat menurunkan gejala terkait terapi dan terkait penyakit, meningkatkan
kepatuhan pasien terhadap terapi, memperbaiki indikator fungsi sistem imun,
dan meningkatkan kelangsungan hidup (Newell et al, 2002). Intervensi
psikososial dapat secara independen berkontribusi dalam menghambat
rekurensi dan meningkatkan ketahanan hidup, khususnya pada pasien dengan
penyakit non metastasis. (Antoni, 2012).
Salah satu bentuk intervensi psikososial yang bisa dilakukan pada
wanita yang mengalamai depresi karena mengalami penyakit kanker serviks
stadium lanjut adalah psikoterapi logoterapi. Prinsip utama dalam psikoterapi
logoterapi adalah mengenai makna hidup dan pengembangan spiritual pada
individu sesuai untuk diterapkan pada pasien dengan penyakit kronis (Frankl,
2003; Bastaman, 2007). Meskipun banyak neurotransmitter dan neurohormon
telah dihubungkan dengan patofisiologi depresi (hormone norepinefrin,
dopamin, dan tiroid), beberapa penelitian telah mengimplikasikan gangguan
dalam sistem serotonin (5-HT) dan aksis hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA)
sebagai dua perubahan neurobiologi yang paling konsisten berhubungan
dengan kecenderungan depresi (Juan, 2002).
Hingga saat ini, peran intervensi psikoterapi, khususnya logoterapi
terhadap pasien kanker serviks sudah pernah diteliti.
Dalam penelitian
sebelumnya dilakukan pemeriksaan kadar kortisol serum darah pasien kanker
serviks di RSUD Dr. Moewardi, Surakarta, Jawa Tengah untuk kemudian
dibandingkan setelah intervensi psikoterapi logoterapi, hasil penelitian tersebut
menyebutkan bahwa terdapat peningkatan kadar kortisol pada pasien kanker
serviks stadium lanjut yang mendapatkan perlakuan psikoterapi logoterapi
dibandingkan kontrol (Hilbrida, 2014). Berkaitan dengan peran psikoterapi
terhadap serotoin dan skor nyeri sudah pernah juga dilakukan penelitian
tentang peran psikoterapi realitas terhadap kadar serotonin dan skor nyeri di
RSUD DR.Moewardi yang menyebutkan terdapat perbedaan sangat bermakna
kadar serotonin sebelum dan sesudah dilakuka intervensi psikoterapi realitas
tetapi tidak bermakna dalam penurunan skor nyeri (Arhianto, 2015)
Tinjauan pustaka mengenai hubungan serotonin dan stress cukup
banyak, biomarkernya sudah tersedia dan mudah didapat serta biaya
penelitiannya cukup terjangkau.Pada penelitian ini penulis akan meneliti
mengenai perubahan kadar serotonin serum dan skor nyeri pada pasien kanker
servik stadium lanjut sebelum dan setelah dilakukan intervensi psikoterapi
logoterapi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, Jawa Tengah.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah ada pengaruh psikoterapi logoterapi terhadap serotonin pada pasien
kanker serviks stadium lanjut?
1. Apakah ada pengaruh psikoterapi logoterapi terhadap skor nyeri pada pasien
kanker serviks stadium lanjut ?
C.Tujuan Penelitian
Mengetahui pengaruh psikoterapi logoterapi terhadap serotonin dan
skor nyeri pada pasien kanker serviks stadium lanjut di RSUD Dr. Moewardi,
Surakarta, Jawa Tengah.
D.Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Mengetahui pengaruh psikoterapi logoterapi terhadap serotonin pada
pasien kanker serviks stadium lanjut.
b. Mengetahui pengaruh psikoterapi logoterapi terhadap skor nyeri pada
pasien kanker serviks stadium lanjut.
2. Manfaat Praktis
Dasar studi lebih lanjut mengenai peran psikoterapi logoterapi dalam
meningkatkan kualitas hidup dan daya tahan serta menurunkan morbiditas
pada pasien kanker serviks stadium lanjut.
3. Manfaat Klinis
Pedoman dalam menghadapi pasien kanker serviks stadium lanjut yang
diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup dan daya tahan serta
menurunkan morbiditas setelah mendapat psikoterapi logoterapi.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan
penelusuran
publikasi
ilmiah
dipublikasi
medis,
ditemukan penelitian dengan judul :
1.
Perbedaan kadar kortisol pada pasien kanker serviks stadium lanjut
setelah pemberian psikoterapi
dibandingkan dengan yang hanya
mendapatkan terapi standart di RSUD Moewardi, Surakarta, (Hilbrida,
2015). Pada penelitian ini hanya diukur kadar kortisol dengan hasil
terdapat perbedaan bermakna bahwa psikoterapi
menurunkan kadar
kortisol pasien kanker serviks stadium lanjut. Tetapi penelitian ini tidak
mengukur kadar serotonin maupun skor nyeri.
2.
Studi kasus depresi pada pasien karsinoma serviks dengan keluhan utama
nyeri di poli paliatif dan bebas nyeri RSUD DR. Soetomo, Surabaya,
2002. Pada penelitian ini hanya diteliti nyeri pada pasien kanker serviks
yang mengalami depresi dengan skor Beck Depression Inventory , tetapi
tidak diukur kadar serotoninnya. Nyeri memiliki kaitan erat dalam
meningkatkan manifestasi gejala-gejala gangguan suasana mood yang
besar pada penderita kanker serta meningkatkan derajat depresi. Tidak
ada bukti yang cukup kuat dalam penelitian ini yang mendukung bahwa
penderita dengan nyeri kanker senantiasa jatuh ke dalam depresi. Gejala
depresi yang seolah-olah termanifestasi belum tentu termanifestasi berupa
gejala depresi, karena bisa jadi itu merupakan manifestasi proses koping
yang sedang terjadi.
Download