Makalah Analgetika 2 kelompok 11

advertisement
OBAT – OBAT ANTIINFLAMASI NOSTEROID (NSAID)
Analgetik non opiod digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang ringan sampai berat (analgetik ringan),
juga untuk menurunkan suhu badan pada keadaan panas badan yang tinggi (antipiretik) serta digunakan
sebagai anti radang. Analgetika non narkotik bekerja pada perifer dan sentral sistem saraf pusat. Obat ini
mengadakan potensiasi dengan obat-obat penekan saraf pusat. Berdasarkan struktur kimianya analgetika
non narkotik dibagi menjadi dua kelompok yaitu analgetik antipiretik dan obat antiinflamasi bukan
steroid (Non Steroidal Antiinflamtory Drugs = NSAID)
A. Analgetik Antipiretika
Obat golongan ini digunakan untuk pengobatan simptomatik , yaitu hanya meringankan gejala penyakit,
tidak menyembuhkan atau menghilangkan penyebab penyakit . Berdasarkan struktur kimianya obat
analgetik antipiretik dibagi menjadi dua kelompok yaitu turunan anilin dan para-aminofenol, dan turunan
5-pirazolon.

Turunan Anilin dan Para-Aminofenol
Turunan anilin dan p-aminofenol, seperti asetaminofen, asetanilid, dan fenasetin mempunyai
aktivitas analgesic-antipiretik sebanding dengan aspirin, tetapi tidak mempunyai efek
antiinflamasi dan antirematik. Turunan ini digunakan untuk mengurangi rasa nyeri kepala dan
nyeri pada otot atau sendi, dan obat penurun panas yang cukup baik. Efek samping yang
ditimbulkan antara lain adalah methemoglobin dan hepatotoksik.

Turunan 5-Pirazolon
Turunan 5-pirazolon seperti antipirin,amidopirin, dan metompiron mempunyai aktivitas
analgesic-antipiretik dan antirematik serupa dengan aspirin. Turunan ini digunakan untuk
mengurangi rasa sakit pada keadaan nyeri kepala, nyeri pada spsma usus, ginjal, saluran empedu
dan urin, neuralgia, migraine, dismenorhu, nyeri gigi dan nyeri pada rematik. Efek samping yang
ditimbulkan adalah agranulositosis, yang dalam beberapa kasus dapat berakibat fatal.
B. Obat Antiinflamasi Bukan Steroid (NSAID)
NSAIDs berkhasiat analgetis, anapiretik, serta antiradang dan banyak digunakan untuk menghilangkan
gejala penyakit rematik seperti A.R., artrosis dan spondylosis. Obat ini juga efektif terhadap peradangan
lain akibat trauma dan mencegah pembengkakan. NSAIDs juga berdaya terhadap terhadap kolik saluran
empedu dan kemih serta keluhan tulang pinggang, nyeri haid dan berguna pula untuk nyeri kanker akibat
metastase tulang. Berdasarkan struktur kimianya, NSAID dibagi menjadi tujuh kelompok yaitu turunan
salisilat, turunan 5-pirazolidindion, turunan asam N-arilantranilat, turunan asam arilasetat, turunan
heteroarilasetat, turunan oksikam, dan turunan lain-lain.
 Turunan Asam Salisilat
Asam salisilat mempunyai aktivitas analgesic-antipiretik dan antirematik, tetapi tidak digunakan
secara oral karena terlalu toksik. Yang banyak digunakan sebagai analgesic-antipiretik adalah
senyawa turunannya. Turunan asam salisilat digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada nyeri
kepala, sakit otot, dan sakit yang berhubungan dengan rematik. Kurang efektif untuk mengurangi
sakit gigi, sakit pada waktu menstruasi, dan sakit karena kanker. Tidak efektif untuk mengurangi
sakit karena kram, kolik, dan migraine. Turunan asam salisilat menimbulkan efek samping iritasi
lambung. Iritasi lambung yang akut kemungkinan berhubungan dengan gugus karboksilat yang
bersifat asam, sedang iritasi kronik kemungkinan disebabkan oleh penghambatan pembentukan
prostaglandin E1 dan E2, yaitu senyawa yang dapat meningkatkan vasodilatasi lambung dan
vasokonstriksi mukosa lambung yang menyebabkan nekrosis iskemik dan kerusakan mukosa
lambung. Contoh dari turunan asam salisilat diantaranya adalah aspirin, salsilamid, dan diflunisal.
 Turunan 5-Pirazolidindion
Turunan 5-Pirazolidindion seperti fenilbutazon dan oksifenbutason adalah antiinflamasi non
steroid yang banyak digunakan untuk meringankan rasa nyeri yang berhubungan dengan rematik,
penyakit pirai, dan sakit persendian. Turunan ini menimbulkan efek samping agranulositosi yang
cukup besar dan iritasi lambung.
 Turunan Asam N-Arilantranilat
Asam antranilat adalah analog nitrogen dari asam salisilat. Turunan asan N-arilantranilat terutama
digunakan sebagai antiinflamasi untuk pengobatan rematik, dan sebagai analgesic untuk
mengurangi rasa nyeri yang ringan dan moderat. Turunan ini menimbulkan efek samping iritasi
saluran cerna, mual, diare, nyeri abdominal, anemia, agranulositosis, dan trombositopenia.
Contoh dari turunan ini adalah asam mefenamat, asam flufenamat, natrium meklofenamat,
glafenin, floktafenin.
 Turunan Asam Arilasetat
Turunan ini mempunyai aktivitas antiinflamasi dan analgesic yang tinggi, dan terutama
digunakan sebagai antirematik. Seperti pada obat antirematik yang lain, turunan ini juga
menimbulakn efek samping iritasi saluran cerna cukup besar. Struktur umum turunan asam
arilasetat memiliki gugus alkil turunan asam fenilasetat seperti namokrisat, diklofenak Na,
ibufenak, fenbufen, ibuprofen, ketoprofen, dan fenoprofen.
 Turunan Asam Heteroarilasetat
Contoh turunan heteroasetat antara lain fentiazak, asam tiaprofenat, asam metiazinat, dan
ketorolak trometamol.
 Turunan Oksikam
Turunan ini pada umumnya bersifat asam, mempunyai efek antiinflamasi, analgesic, dan
antipiretik. Efektif untuk pengobatan simptomatik rematik arthritis, osteoarthritis, dan antipirai.
Contohnya piroksikam, tenoksikam, dan isoksikam.
 Turunan Lain-Lain
Seperti turunan yang terdahulu, turunan ini juga menimbulkan efek samping iritasi saluran cerna,
serta menyababkan ketidaknormalan hematologis dan kadang-kadang bersifat hepatotoksik atau
nefrotoksik. Contoh diantaranya benzidamin HCL, tinoridin, asam niflumat.
MEKANISME KERJA OBAT NSAID
Bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi, fisik, atau mekanis maka
enzim fosfolipase diaktifkan untuk mengubah fosfolipida yang ada menjadi asam arachidonat. Asam
arachidonat ini oleh enzim cyclooxygenase, sebagian diubah menjadi zat – zat prostaglandin. Bagian lain
dari asam arachidonat akan diubah menjadi leukotrien. Baik prostaglandin maupun leukotrien
bertanggung jawab bagi sebagian besar dari gejala peradangan.
Cyclo-oxygenase terdiri dari dua iso enzim yakni COX-1 dan COX-2 dengan berat molekul dan daya
enzimatis yang sama. COX-1 terdapat di kebanyakan jaringan, antara lain di pelat-pelat darah ginjal, dan
saluran cerna. Zat ini berperan dalam pemeliharaan perfusi ginjal, homeostase vaskuler, dan melindungi
lambung dengan jalan membentuk bikarbonat dan lendir, serta menghambat produksi asam. COX-2
dalam keadaan normal tidak terdapat di jaringan, tetapi dibentuk selama proses peradangan oleh sel-sel
radang dan kadarnya dalam sel meningkat sampai 80 kali. Menurut perkiraan, penghambatan COX-2
lah yang memberikan NSAID anti radangnya. Penghambatan COX-1 dengan demikian bertanggung
jawab atas efek sampingnya terhadap mukosa lambung, usus, dan di ginjal, sedangkan efek negatifnya ,
seperti iritasi dan efek toksiknya terhadap ginjal. Atas dasar perbedaan ini, telah dikembangkan NSAID
selektif ysng terutama menghambat COX-2 dan kurang mempengaruhi COX-1. Obat ini dinamakan
penghambat COX-2 selektif, dan yang kini dikenal adalah senyawa - senyawa coxib celecoxib, rofecoxib,
valdecoxib, parecoxib dan etorixoxib. Dua obat dengan selektivitas kurang tuntas adalah nabumeton dan
meloxicam.
Jenis Prostaglandin yang dikenal termasuk dalam 3 kelompok yaitu:
a) Prostaglandin A – F (Pg A – Pg F)  Prostaglandin ini dapat dibentuk oleh semua jaringan ,
yang terpenting adalah PgE2 dan PgF2. Zat – zat ini berdaya meradang dengan jalan vasodilatasi
dan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh dan membran synovial. Selain itu reseptor nyeri
disensibilisasi hingga efek dari
mediator lain (histamin, bradikinin dan lain-lain) diperkuat
sehingga dengan sendirinya zat ini tidak mengakibatkan nyeri. PgE2 berkhasiat menstimulasi
pertumbuhan tumor dan terdapat dalam kadar tinggi di mukosa usus. Penghambatan sintesanya
dalam waktu lama menghasilkan efek antitumor kuat terhadap kanker di usus besar dan rectum.
Sifat ini khususnya terdapat pada NSAIDs dengan siklus enterohepatis. Hal ini juga dipengaruhi
oleh supresi langsung dari pelepasan bradikinin, penghambatan migrasi dan fagositosis dari
granulosit.
b) Prostacyclin ( PgI2)  Dibentuk terutama di dinding pembuluh, berdaya vasodilatasi dan
antitrombotis juga memilki efek protektif terhadap mukosa lambung.
c) Tromboxan (Txa2, TxB2)  Khusus dibentuk dalam trombosit, berdaya vasokontriksi dan
menstimulasi agregrasi pelat darah (trombotis).
Efek farmakodinamik dari obat analgetika non opioid adalah :
1. Analgesik  obat ini hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang
misalnya sakit kepala, mialgia, atralgia, nyeri lain yang berasal dari integumen dan nyeri yang
berkaitan dengan inflamasi. Efek analgesiknya jauh lebih lemah daripada efek analgesic opiate,
tetapi tidak menimbulkan ketagihan. Menimbulkan efek analgesic dengan cara menghambat
secara langsung dan selektif enzim-enzim pada sistem saraf pusat yang mengkatalis biosintesis
prostaglandin, seperti siklooksigenase sehingga mencegah sensitasi reseptor rasa sakit oleh
mediator-mediator rasa sakit, seperti bradikinin, histamin serotonin, protasiklin, prostaglandin,
ion-ion hidrogen dan kalium, yang dapat merangsang rasa sakit secara mekanis atau kimiawi.
2. Antipiretik  Sebagai antipiretik, akan menurunkan suhu badan hanya pada keadaan demam,
dengan cara menimbulkan dilatasi pembuluh darah perifer dan mobilisasi air sehingga terjadi
pengenceran darah dan pengeluaran keringat. Tapi tidak semua obat berguna sebagai antipiretik
karena bersifat toksik bila digunakan secara rutin atau terlalu lama.
3. Antiinflamasi  kebanyakan obat ini lebih dimanfaatkan sebagai antiinflamasi pada pengobatan
kelainan musculoskeletal seperti arthritis rheumatoid, osteoarthritis, dan spondilitis ankilosa.
Analgetik non opioid menimbulkan efek antiinflamasi melalui beberapa kemungkinan, antara lain
adalah menghambat biosinteis dan pengluaran prostaglandin dengan cara memblok secara
terpulihkan enzim siklooksigenase sehingga menurunkan gejala inflamasi, menghambat enzimenzim yang terlibat pada biosintesis mukopolisakarida dan glikoprotein, meningkatkan pergantian
jaringan kolagen dengan memperbaiki jaringan penghubung dan mencegah pengeluaran enzimenzim lisosom melalui stabilisasi membran yang terkena inflamasi. Analgetika non opioid hanya
meringankan gejala nyeri dan inflamasi secara simtomatik tapi tidak menghentikan, memperbaiki,
atau mencegah kerusakan jaringan pada kelainan musculoskeletal.
Contoh obat NSAIDs :
A. Asam Mefenamat

Indikasi : sebagai analgesic; sebagai anti-inflamasi, asam mefenamat kurang efektif dari pada
aspirin. Asam mefenamat terikat sangat kuat pada protein plasma. Dengan demikian interaksi
terhadap obat antikoagulan harus diperhatikan.

Dosis asam mefenamat : 2-3 kali 250-500 mg sehari, dosis meklofenamat untuk penyakit sendi
adalah 200-400 mg sehari

Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul misalnya dyspepsia dan gejala iritasi lain
terhadap mukosa lambung. Pada orang usia lanjut efek samping diare hebat lebih sering
dilaporkan. Efek samping lain yang berdasarkan hipersensitivitas ialah eritem kulit dan
bronkokonstriksi. Anemia hemolitik pernah dilaporkan.

Kontradiksi : Karena efek toksiknya maka di Amerika Serikat obat ini tidak dianjurkan untuk
diberikan kepada anak <14 tahun dan wanita hamil, dan pemberian tidak melebihi 7hari.

Sediaan yang tersedia adalah oral : kapsul 250 mg
B. Diklofenak
 Indikasi :Obat ini dianjurkan untuk kondisi peradangan kronis seperti atritis rematoid dan
osteoarthritis serta untuk pengobatan nyeri otot rangka akut.
 Farmakodinamik : Obat ini mempunyai efek antiinflamasi, analgesic dan antipiretik.
 Farmakokinetik : Absorbsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap. Obat ini
terikat 99% pada protein plasma dan mengalami efek lintas awal (first-pass) sebesar 40-50%.
Walaupun waktu paruh singkat yakni 1-3 jam. Diklofenak diakumulasi di cairan sinovia yang
menjelaskan efek terapi di sendi jauh lebih panjang dari waktu paruh obat tersebut.
 Dosis orang dewasa 100-150mg sehari terbagi dua atau 3 dosis.
 Efek samping yang lazim ialah mual, gastritis, eritema kulit dan sakit kepala sama seperti obat
AINS (anti inflamasi non-steroid).
 Kontraindikasi : Pemakaian obat ini harus berhati hati pada penderita tukak lambung.
Peningkatan enzim transaminasi dapat terjadi pada 15% pasien dan umumnya kembali normal.
Pemakaian selama kehamilan tidak dianjurkan.
 Sediaan yang tersedia adalah oral : tablet salut enteric 25, 50, 75 mg.
C. Ibuprofen

Indikasi : Derivate asam propionate dapat mengurangi dieresis dan natriuresis furosemid dan
tiazid, juga mengurangi efek antihipertensi obat beta bloker, prazosin dan kaptopril. Efek ini
mungkin akibat hambatan biosintesis PG ginjal.

Dosis sebagai analgesic 4 kali 400 mg sehari tetapi sebaiknya dosis optimal pada tiap orang
ditentukan secara individual. Efek anti-inflamasinya terlihat dengan dosis 1200-2400 mg
sehari, pada dosis sekitar 2400 mg per hari, efek antiinflamasi ibuproven setara dengan 4 g
aspirin. Berdasarkan British National Formulary for Children (BNFC), dosis biasa untuk anak
umur 1-4 tahun dengan nyeri ringan sampai sedang atau demam adalah 300 mg,dosis untuk
umur 10-12 tahun adalah 900 mg.

Farmakokinetik : Absorbsi ibuprofen cepat melalui lambung dan kadar maksimum dalam
plasma dicapai setelah 1-2 jam. Waktu paruh dalam plasma sekitar 2jam. Sembilan puluh
persen ibuprofen terikat pada protein plasma tapi hampir tidak mengubah aktivitas obat
warafin dan oral hipoglikemik. Tetapi pada pemberian bersama dengan warafin, tetap harus
waspada karena adanya gangguan fungsi trombosit yang memperpanjang masa pendarahan.
Ekskresinya berlangsung cepat dan lengkap. Kira kira 90% dari dosis yang diabsorbsi akan
diekresi melalui urin sebagai metabolit atau konjugatnya. Metabolit utama merupakan hasil
hidroksilasi dan karboksilasi.

Farmakodinamik : Ibu profen merupakan derivate asam propionate.
Obat ini
bersifat
analgesic dengan daya anti-inflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama seperti
aspirin.

Efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan dengan aspirin, indometasin
atau naproksen. Efek samping lainnya yang jarang adalah eritema kulit, sakit kepala,
trombositopenia, ambliopia toksik yang reversible.

Kontraindikasi : Ibuprofen tidak dianjurkan diminum oleh wanita hamil dan menyusui.
Dengan alasan bahwa ibuprofen relative lebih lama dikenal dan tidak menimbulkan efek
samping serius pada dosis analgesic, maka obat ibuprofen dijual sebagai obat generic bebas
di beberapa Negara antara lain Amerika srikat dan inggris.

Sediaan yang tersedia adalah oral  tablet 200, 300, 400, 600, 800 mg.
D. Ketoprofen
 Indikasi : Kefektifan ketoproven sama seperti obat-obat AINS yang lain aspirin dalam
pengobatan arthritis rematoid dan osteoarthritis.
 Farmakodinamik : Derivate asam propionate ini memiliki efektifitas seperti ibuprofen dengan
sifat anti-inflamasi sedang.
 Farmakokinetik : Absorbsi berlangsung baik dari lambung dan waktu paruh plasma sekitar 2
jam. Obat ini dimetabolisme di hati.
 Dosis 2 kali 100 mg sehari, tetapi sebaiknya ditentukan secara individual.
 Efek samping sama dengan AINS lainnya terutama menyebabkan gangguan saluran cerna,
dan reaksi hipersensitivitas.
 Kontraindikasi : Pemberian ketoprofen bersama probenesid akan menaikkan kadar ketoprofen
dan memperpanjang waktu paruh plasmanya.
 Sediaan yang tersedia adalah oral: kapsul 25, 50 dan 75 mg.
E. Asam asetil salisilat

Salisilat lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah analgesic antipiretik dan anti inflamasi
yang sangat luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas. Sebagai obat prototip, obat ini
merupakan standar dalam menilai efek obat sejenis.

Indikasi : untuk mengobati nyeri yang tidak spesifik misalnya sakit kepala, nyeri sendi,
haid,neuralgia, dan mialgia.

Kontraindikasi : Aspirin tidak boleh diberikan pada penderita dengan kerusakan hati berat,
hipoprotombinemia, defisiensi vit.k, dan hemophilia , karena dapat menimbulkan pendarahan.
Salisilat dapat menurunkan fungsi ginjal pada penderita dengan hipovilemia atau gagal jantung.

Farmakodinamik : salisilat merupakan obat yang paling banyak digunakan sebagai analgesic,
antipiretik, dan anti-inflamasi. Aspirin dosis terapi bekerja cepat dan efektif sebagai antipiretik.
Dengan dosis ini laju metabolisme juga meningkat. Pada dosis toksik obat ini juga
memperlihatkan efek piretik sehingga mengakibatkan demam dan hiperhidrosis pada keracunan
berat.

Farmakokinetik : pada pemberian obat sebagian salisilat diabsorbsi dengan cepat dalam bentuk
utuh dilambung, tetapi sebagian besar diusus halus bagian atas. Kadar tertinggi kira kira dicapai
setelah 2 jam pemberian. Absorbsi yang diberikan secara rektal lebih lambat dan tidak sempurna
sehingga cara ini tidak dianjurkan. Asam salisilat diabsorbsi cepat dari kulit sehat, terutama bila
dipakai sebagai obat gosok/salep. Keracunan dapat terjadi pada pengolesan kulit yang luas. Obat
ini mudah menembus sawar darah otak dan sawar uri. Kira kira 80% sampai 90% salisilat plasma
terikat pada albumin. Aspirin diserap dalam bentuk utuh,dihidrolisis menjadi asam salisilat
terutama dalam hati , sehingga hanya sekitar 30 menit terdapat dalam plasma. Biotransformasi
salisilat terjadi dibanyak jaringan, terutama di mikrosom dan mitokondria hati. Salisilat diekskresi
dalam bentuk metabolismenya terutama melalui ginjal, sebagian kecil melalui keringat dan
empedu.

Efek terhadap pernapasan: gejala pernapasan terlihat serius gangguan keseimbangan asam basa
dalam darah. salisilat merangsang pernapasan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada
dosis terapi salisilat mempertinggi konsumsi oksigen dan produksi CO2. Peningkatan PCO2 akan
merangsang pernapasan sehingga pengeluaran CO2 melalui alveolar bertambah ICO2 dalam
plasma turun. Meningkatnya ventilasi ini pada awalnya ditandai dengan perapasan yang lebih
dalam sedangkan frekuensi hanya sedikit bertambah .

Efek terhadap keseimbangan asam-basa: dalam dosis terapi yang tinggi salisilat menyebabkan
peningkatan konsumsi oksigen dan produksi CO2 terutama diotot skelet karena perangsangan
fosforilasi oksidative. Keadaan yang lebih buruk biasanya terjadi pada bayi dan anak yang
mendapat dosis toksik atau pada orang dewasa yang menelan salisilat yang sangat besar. Pada
bayi dan anak fase alkaloksis respiratoar sering tidak terdeteksi sehingga mereka baru dibawa
kedokter setelah keadaan memburuk, yaitu terjadi pada saat asidosis metabolic.

Efek urikosurik : Dosis kecil (1gr atau 2gr sehari) mengakibatkan ekskresi asam urat, sehingga
kadar asam urat dalam darah meningkat. Dosis 2 atau 3gr sehari biasanya tidak mengubah
ekskresi asam urat, tetapi pada dosis lebih dari 5gr per hari terjadi peningkatan ekskresi asam urat
melalui urin, sehingga kadar asam-urat dalam darah menurun. Hal ini terjadi karena pada dosis
rendah salisilat menghambat sekesi tubuli sedangkan pada dosis tinggi salisilat juga menghambat
reabsorbsinya dengan hasil akhir peningkatan ekskresi asam urat.

Efek terhadap darah : pada orang sehat aspirin dapat memperpanjang massa pendarahan. Karena
asetilasi siklo-oksigenase trombosit sehingga pembentukan TXA2 terhambat, dosis tunggal 650
mg aspirin dapat memperpanjang massa pendarahan kira kira 2kali lipat. Pada pemakaian obat
antikoagulasi jangka lama sebaiknya berhati hati memberikan aspirin, karena bahaya pendarahan
mukosa lambung.

Efek terhadap hati dan ginjal: salisilat bersifat hepatotoksik dan ini berkaitan dengan dosis, bukan
respon imun. Gejala yang sering terlihat hanya kenaikan SGOT dan SGPT, beberapa penderita
menunjukan hepatomegali, anoreksia, mual, dan ikterus. Bila terjadi ikterus pemberian obat
aspirin harus dihentikan, karena dapat terjadi nekrosis hati yang fatal.

Efek terhadap saluran cerna: pendarahan lambung yang berat dapat terjadi pada dosis yang besar
dan pemberian kronik.

Sediaan yang tersedia adalah oral (regular atau salut enteric) : tablet 65, 81, 324, 325, 486, 500
mg, tablet lepas lambat : 650 dan 800 mg. Rektal : supositoria 60, 120, 125, 130, 195, 200, 300,
325, 600, 650, 1200 mg.

Aspirin tersedia dalam bentuk tablet 100 mg untuk anak dan tablet 500 mg untuk orang dewasa.
Metal-salisilat hanya digunakan sebagai obat luar dalam bentuk salep atau linimen
dan
dimaksudkan sebagai counter irritant bagi kulit. Asam salisilat yang berbentuk bubuk digunakan
sebagai karatolitik dengan dosis tergantung pada penyakit yang akan diobati.

Untuk memperoleh efek anti inflamasi yang baik kadar plasma perlu dipertahankan antara 250300mcg/ml. kadar ini tercapai dengan dosis aspirin oral 4 gram per hari untuk orang dewasa.
Pada penyakit demam reumatik, aspirin masih belum dapat digantikan oleh obat AINS yang lain
dan masih dianggap standar dalam studi perbandingan penyakit arthritis rheumatoid

Dosis salisilat untuk dewasa adalah 325 mg-650 mg, diberikan secara oral tiap 3 atau 4 jam.
Untuk anak 15-20 mg/kgBB, diberikan tiap 4-6 jam dengan dosis total tidak melebihi 3,6 gr per
hari.
Dosis optimal untuk anak-anak harus dihitung untuk tiap individu karena anak-anak mempunyai dosis
yang berbeda-beda menurut umur, berat badan, lebar tubuh dan penyakit tapi belum semua obat ditest
pada anak-anak sehinggan dosis obat NSAIDs untuk anak – anak tidak selalu tersedia. Sehingga tidak
terlalu mengejutkan bila terjadi dosing error pada saat pengobatan pada anak-anak.
Untuk anak-anak obat NSAIDs dalam bentuk tablet atau kapsul lebih sering diberikan daripada dalam
bentuk cairan karena obat yang tersedia kebanyakan dalam bentuk tablet/kapsul atau obat tablet/kapsul
adalah permintaan dari orang tua. Pada anak- anak ada tiga kemungkinan alasan untuk meresepkan
NSAIDs dengan dosisi yang rendah :
a) NSAIDs mungkin lebih efektif untuk penyakit dengan dosis rendah daripada menggunakan dosis
biasa, karena NSAIDs hanya digunakan pada waktu tertentu saja.
b) Dosis rendah munkin dianjurkan atau diberikan oleh dokter, karena dokter bimbang akan berapa
dosis yang harus diberikan.
c) Dokter berhati-hati akan efek merugikan yang dapat muncul dari dosis NSAIDs yang tinggi
DAFTAR PUSTAKA

Siswandono, Bambang Soekardjo. 2008. Kimia Medisinal ed 2. Surabaya : Airlangga University
Press.

Katzung, Bertram G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik ed 6. Jakarta : EGC.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan Efek
Sampingnya ed 6. Jakarta : Gramedia.

Amir Syarif et al. 2005. Farmakologi dan Terapi ed 4. Jakarta : Gaya Baru.

Kristina Star, Ola Caster, Andrew Bate, Ralph Ewards. Dose Variations Associated with
Formulation of NSAID Prescriptions for Children. Drug Saf 2011; 34 (4): 307-317
Download