Bab II Tinjauan Pustaka BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN PROYEK KONSTRUKSI Kegiatan proyek dapat diartikan sebagai satu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu dan dimaksudkan untuk melaksanakan tugas yang sasarannya telah digariskan dengan jelas (Soeharto,1995). Sedangkan, konstruksi merupakan suatu proses di mana rencana dan spesifikasi para perancang dikonversikan menjadi struktur dan fasilitas fisik (S.Barrie & Paulson, 1993). Dari dua pernyataan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa proyek konstruksi merupakan kegiatan dimana rencana dan spesifikasi para perancang dikonversikan menjadi struktur dan fasilitas fisik yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas. 2.2 MANAJEMEN PROYEK 2.2.1 PENGERTIAN UMUM MANAJEMEN Definisi Soeharto(1997: manajemen menurut 17) : adalah Koontz “Manajemen sebagaimana adalah proses dikutip oleh merencanakan, mengorganisir, memimpin, mengendalikan kegiatan anggota serta sumber daya yang lain untuk mencapai sasaran organisasi (perusahaan) yang telah ditentukan.“ Yang dimaksud dengan proses ialah mengerjakan sesuatu dengan pendekatan tenaga, keahlian, peralatan, dana, dan informasi. Menurut Henry Fayol, manajemen bukanlah bakat seseorang tetapi suatu kepandaian (skill) yang dapat dipelajari, yaitu dengan memahami teori serta prinsip-prinsip dasarnya. 2.2.2 MANAJEMEN PROYEK Manajemen proyek menurut H.Kerzner (1982) sebagai berikut : “merencanakan, mengorganisir, memimpin, dan mengendalikan sumber daya perusahaan untuk mencapai sasaran jangka pendek yang telah ditentukan. Lebih jauh, manajemen proyek menggunakan pendekatan system dan hirarki (arus kegiatan) vertikal maupun horizontal” 4 Bab II Tinjauan Pustaka 2.3 PROSES MANAJEMEN PROYEK Tiga prinsip utama sebagai panduan jalannya proses manajemen proyek adalah : - Perencanaan (Planning) - Pengendalian (Controlling) - Pengelolaan (Managing) Dimana untuk proses perencanaan (Planning) didalammnya terdapat beberapa penggolongan tahapan dari identifikasi dan rencana – rencana seperti penentuan masalah, tujuan yang dicapai dari project tersebut, membuat daftar pekerjaan, penentuan sumber daya awal, identifikasi asumsi dan resiko, identifikasi kegiatan, perhitungan waktu dan biaya, pembagian kegiatan, identifikasi kegiatan kritis dan proposal proyek. Sedangkan pada proses pengendalian (controlling) didalamnya terdapat beberapa tahapan seperti menentukan model manajemen, menentukan alat control, mempersiapkan laporan status, review penjadwalan proyek dan item-item perubahan. Sementara itu untuk proses pengelolaan (managing) bisa diartikan sebagai proses implementasi yang termasuk didalamnya tahap organisasi, kendali, eksekusi, control, penyelesaian, dan serah terima. 2.4 DEFINISI PENGENDALIAN Proyek konstruksi memiliki karakteristik unik yang tidak akan terulang, dimana proses pada proyek yang satu tidak akan terulang pada proyek yang lainnya, banyak hal yang mempengaruhi, diantaranya adalah : letak geografis, kondisi tanah, tipe pekerjaan dan lain lain. Pengendalian (control) diperlukan untuk menjaga kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan, dan untuk mengantisipasi terjadinya perubahan kondisi lapangan yang tidak pasti dan mengatasi kendala terbatasnya waktu manajemen dalam mengendalikan seluruh unsur pekerjaan proyek, maka diperlukan suatu konsep pengendalian yang efektif yang dikenal dengan nama Management by Execption (MBE). Teknik yang diterapkan MBE adalah dengen membandingkan antara perencanaan terhadap parameter proyek yang sedang diukur setiap saat. 5 Bab II Tinjauan Pustaka Laporan hanya dilakukan pada saat – saat tertentu jika terjadi kejanggalan atau performa yang tidak memenuhi standar. Ada tiga penilaian terhadap mutu suatu proyek konstruksi, yaitu penilaian atas mutu fisik konstruksi, biaya dan waktu. Divisi pengendalian mutu fisik konstruksi terpisah dengan divisi pengendalian jadwal dan biaya, dimana mutu fisik konstruksi pengendaliannya dilakukan oleh pengawas teknik sedangkan untuk jadwal dan biaya dimasukan dalam divisi manajemen proyek yang mencakup pemantauan kemajuan pekerjaan (progress), reduksi biaya, optimasi, model dana analitis. Tetapi kedua divisi itu satu sama lainnya akan saling berhubungan terutama pada saat pemantauan kemajuan pekerjaan (progress). 2.5 PENGENDALIAN BIAYA DAN WAKTU PROYEK Prakiraan anggaran biaya yang telah dibuat pada tahap perencanaan digunakan sebagai patokan untuk pengendalian biaya. Soeharto (1997) mengungkapkan definisi perkiraan biaya menurut National Estimating Society – USA adalah sebagai berikut: “Perkiraan biaya adalah seni memperkirakan ( the art of approximating) kemungkinan jumlah biaya yang diperlukan untuk suatu kegiatan yang didasarkan atas informasi yang tersedia pada waktu itu.” Menurut Soeharto(1995) Sebelum pembangunan proyek selesai dan siap dioperasikan, diperlukan sejumlah besar biaya atau modal yang dikelompokkan menjadi modal tetap (fixed capital) dan modal kerja (working capital). a. Modal Tetap Modal tetap adalah bagian dari biaya proyek yang sering dipakai untuk membangun instalasi atau menghasilkan produk proyek yang diingini, mulai dari pengeluaran studi kelayakan, desain engineering, pengadaan, pabrikasi, konstruksi sampai instalasi atau produk tersebut berfungsi penuh.Modal tetap dibagi menjadi biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (indirect cost. 1) Biaya Langsung Biaya langsung adalah biaya untuk segala sesuatu yang akan menjadi komponen permanen hasil akhir proyek. Biaya langsung terdiri dari : 6 Bab II Tinjauan Pustaka a) Penyiapan lahan (Site Preparation).Pekerjaan ini terdiri dari clearing, grubbing, menimbun, dan memotong tanah, mengeraskan tanah, dan lain-lain. Disamping itu juga pekerjaan-pekerjaan membuat pagar, jalan, dan jembatan. b) Pengadaan peralatan utama. Semua peralatan utama yang tertera dalam gambar desain engineering. c) Biaya merakit dan memasang peralatan utama. d) Pipa. Terdiri dari pipa transfer, pipa penghubung antara peralatan, dan lain-lain. e) Alat-alat listrik dan instrument. f) Pembangunan gedung perkantoran, pusat pengendalian operasi (control room), gudang, dan bangunan sipil lainnya. g) Fasilitas pendukung seperti utility dan off-site. h) Pembebasan tanah. 2) Biaya Tidak Langsung Biaya tidak langsung atau indirect cost adalah pengeluaran untuk manajemen, supervisi, dan pembayaran material serta jasa untuk pengadaan bagian proyek yang tidak akan menjadi instalasi atau produk permanen, tetapi diperlukan dalam rangka proses pembangunan proyek. Biaya tidak langsung meliputi : a) Gaji tetap dan tunjangan bagi tim manajemen, gaji dan tunjangan bagi tenaga bidang engineering, inspektor, penyelia konstruksi lapangan, dan lain-lain. b) Kendaraan dan peralatan konstruksi. Termasuk biaya pemeliharaan, pembelian bahan bakar, minyak pelumas, dan suku cadang. c) Pembangunan fasilitas sementara. Termasuk perumahan darurat tenaga kerja, penyediaan air, listrik, fasilitas komunikasi sementara untuk konstruksi, dan lain-lain. d) Pengeluaran umum. Butir ini meliputi bermacam keperluan tetapi tidak dapat dimasukkan ke dalam butir yang lain. e) Kontigensi laba atau fee. 7 Bab II Tinjauan Pustaka f) Overhead. Butir ini meliputi biaya untuk operasi perusahaan secara keseluruhan, terlepas dari ada atau tidak adanya kontrak yang sedang ditangani. g) Pajak, pungutan/sumbangan, biaya izin, dan asuransi. b.Modal Kerja (Working Capital) Modal kerja diperlukan untuk menutupi kebutuhan pada tahap awal operasi, yang meliputi antara lain : 1. Biaya pembelian bahan kimia, minyak pelumas, material, serta bahan lain untuk operasi. 2. Biaya persediaan (inventory) bahan mentah dan produk serta upah tenaga kerja pada masa awal operasi. 3. Pembelian suku cadang untuk keperluan operasi selam kurang lebih satu tahun Total Biaya Proyek Modal Tetap Modal Kerja (Fixed Capital) (Working Capital) Biaya Langsung Biaya Tak Langsung (Direct Cost) (Indirect Cost) Gambar 2.1 Klasifikasi perkiraan biaya proyek (Soeharto, 1995) 8 Bab II Tinjauan Pustaka Apabila biaya yang dikeluarkan sebenarnya lebih besar daripada yang diperkirakan sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa telah terjadi pembengkakan biaya. Santosa (1997) mengungkapkan beberapa sebab mengapa biaya proyek bisa membengkak, antara lain karena: 1. Informasi yang kurang akurat dan tidak pasti Informasi harga material dan tenaga kerja yang beraku pada saat penyelenggaraan proyek sangat dibutuhkan untuk membuat prakiraan biaya.Selain itu informasi mengenai lingkup pekerjaan juga harus jelas. Hal ini akan menentukan biaya yang dikeluarkan. Keakuratan dan kelengkapan informasi akan mempengaruhi ketepatan estimasi. Oleh karena itulah maka perlu disediakan danakemungkinan (contingencies) untuk memberikan kelonggaran terhadap ketidakpastian biaya yang harus dikeluarkan. 2. Perubahan desain Bila ada perubahan desain yang diinginkan oleh owner, maka akan mengakibatkan perlunya pembuatan desain ulang maupun penambahan pada desain. Hal ini tentu saja juga berpengaruh terhadap material dan sumberdaya yang dibutuhkan. 3. Faktor sosial dan ekonomi Faktor sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap peningkatan biaya adalah pemogokan buruh, tindakan konsumen, embargo dagang, pengurangan nilai mata uang, dan kelangkaan sumber daya. Faktor tersebut akan dapat mengakibatkan tertundanya pekerjaan, meningkatkan biaya administrasi dan overhead.Ada baiknya antisipasi terhadap faktor tersebut diatur dalam kontrak.Sehingga apabila benar-benar terjadi, maka kontraktor dapat mengatasinya. Soeharto (1997) berpendapat bahwa pembengkakan biaya yang terjadi dalam suatu proyek merupakan hal yang tidak diinginkan bagi semua pihak yang terkait dalam penyelenggaraan suatu proyek.Oleh karena itu, diperlukan tindakan pengendalian agar proyek terlaksana sesuai biaya yang telah direncanakan. 9 Bab II Tinjauan Pustaka 2.6 PENJADWALAN Penjadwalan dibuat untuk menggambarkan perencanaan dalam skala waktu. Penjadwalan menentukan kapan aktivitas dimulai, ditunda dan diselesaikan, sehingga pembiayaan dan pemakaian sumberdaya akan disesuaikan waktunya menurut kebutuhan yang akan ditentukan. Ada beberapa metode untuk menggambarkan rencana aktivitas pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang disebutkan oleh Reiss (1995). 1. Diagram Balok (Gantt – Chart) Kerzner (1992) menginformasikan bahwa diagram balok diperkenalkan oleh seorang konsultan manajemen yang bernama H.L Gantt diagram balok pada tahun 1917. Diagram balok dibuat untuk merencanakan dan mengidentifikasi urutan suatu kegiatan dalam pelaksanaan proyek berdasarkan waktu, yang terdiri dari waktu mulai, waktu penyelesaian dan pada saat pelaporan.Diagram ini menggambarkan jadwal pelaksanaan suatu aktivitas pekerjaan konstruksi.Diagram balok terdiri dari sumbu X dan sumbu Y yang digambarkan dengan garis tebal secara horizontal.Skala waktu digambarkan sebagai sumbu yang mendatar (X) dan sumbu Y merupakan aktivitasaktivitas yang direncanakan waktu pelaksanaannya.Panjang batang (garis tebal) horizontal menunjukkan lamanya suatu aktivitas, dimana ujung kiri merupakan waktu mulai dan ujung kanan merupakan waktu mulai untuk masing-masing pekerjaan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Barrie (1995), balok tersebut dapat mencerminkan kemajuan dari setiap aktivitas yang digambarkan diantara saat waktu mulai dan penyelesaian yang diperlihatkan oleh sumbu mendatarnya. Penjadwalan dengan metode diagram balok mudah dibuat dan dipahami. Sehingga dapat digunakan sebagai alat perencanaan dan komunikasi dalam penyelenggaraan proyek.Akan tetapi, penyajian jadwal dengan menggunakan diagram balok juga memiliki keterbatasan karena beberapa kendala. Soeharto (1997) mengemukakan beberapa kendala tersebut antara lain: a). Tidak menunjukkan hubungan ketergantungan antara satu kegiatan dengan yang lain, sehingga sulit untuk mengetahui dampak keterlambatan suatu kegiatan terhadap jadwal keseluruhan proyek. 10 Bab II Tinjauan Pustaka b). Sukar mengadakan perbaikan atau pembaharuan dengan membuat bagan baok baru. c). Untuk proyek berukuran sedang dan besar, penggunaan diagram balok akan menghadapi kesulitan karena banyaknya jumlah kegiatan yang memiliki keterkaitan tersendiri. 2. Diagram Skala Waktu (Time-Scale Diagram) Menurut pernyataan Reiss (1995) bahwa diagram balok sedikit disempurnakan dengan menggambarkan hubungan ketergantungan antara satu kegiatan dengan yang lain. Diagram ini dikenal dengan istilah diagam skala waktu (time-scale diagram). Akan tetapi bentuk balok ini masih belum dapat menunjukkan waktu secara tepat. 3. Diagram Panah (Arrow Diagram) Diagram panah (arrow diagram) merupakan salah satu bentuk jaringan kerja yang menyempurnakan metode diagram balok dari segi penyusunan jadwal terutama untuk proyek yang memiliki banyak kegiatan.Soeharto (1997) mengungkapkan bahwa keterbatasan yang ada pada metode diagram balok dapat dipecahkan dengan menggunakan diagram panah, seperti perkiraan kurun waktu penyelesaian proyek, mengetahui kegiatan yang bersifat kritis maupun pengaruh keterlambatan suatu kegiatan terhadap keseluruhan jadwal pelaksanaan. 4. Kurva S (S – Curve) Menurut Barrie (1995), bentuk kurva S berasal dari pemaduan kemajuan setiap satuan waktu untuk mendapatkan kemajuan kumulatif yang digunakan dalam pemantauan pekerjaan. Ukuran kemajuan dititikberatkan pada prestasi kerja dan biaya.Sumbu X menunjukkan skala waktu, sedang pada sumbu Y merupakan skala biaya atau prestasi kerja.Pada sebagian besar proyek, pengeluaran dari sumber daya untuk setiap satuan waktu condong berjalan lambat, berkembang ke puncak, kemudian berangsur-angsur berkurang bila telah mendekati ujung akhir.Karena itulah kemajuan sering tergambar seperti huruf S. Kemajuan aktual yang terjadi dalam suatu proyek dapat diukur dan digambarkan kurvanya untuk dibandingkan terhadap rencana semula. 11 Bab II Tinjauan Pustaka Dipohusodo (1996) menerangkan bahwa kurva S dapat ditampilkan dengan kurva Earliest Event Time (EET) dan kurva Latest Event Time (LET), yang membatasi perilaku kurva S sebenarnya. Adapun contoh keterkaitan antara waktu dengan prestasi kerja yang digambarkan dalam bentuk kurva S di bawah ini: Berdasarkan jadwal rencana kerja menggunakan jaringan kerja lintasan kritis dapat digambarkan kurva EET (b) dan LET (c).Rencana kemajuan atau kurva (a) terletak diantaranya. Fungsi pengendalian adalah supaya nantinya kemajuan aktual atau kurva (d) selalu masih terletak di dalam rentang batas antara kurva EET dan LET. Apabila sudah kelihatan bahwa rencana kemajuan atau kurva (a) cenderung keluar batas, maka sedini mungkin pihak yang terkait mengambil langkah pengendalian.Supaya nantinya kemajuan aktual atau kurva (d) tidak mengalami keterlambatan. 2.6.1 PENGENDALIAN KINERJA Memantau dan mengendalikan biaya dan jadwal secara terpisah tidak dapat menjelaskan kinerja proyek pada saat pelaporan.Soeharto mengemukakan suatu contoh dimana dapat terjadi bahwa dalam laporan suatu kegiatan dalam proyek berlangsung lebih cepat dari jadwal sebagaimana yang diharapkan.Akan tetapi ternyata biaya yang dikeluarkan melebihi anggaran. Bila tidak segera dilakukan tindakan pengendalian, maka dapat berakibat proyek tidak dapat diselesaikan secara keseluruhan karena kekurangan dana. Untuk mengkaji kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diharapkan seperti contoh tersebut, maka diperlukan pengendalian kinerja. Oleh karena itu perlu dikembangkan suatu metode yang dapat menunjukkan kinerja.Salah satu metode yang memenuhi tujuan ini adalah konsep analisa hasil atauEarned Value. 12 Bab II Tinjauan Pustaka 2.6.2 KETERLAMBATAN PROYEK Keterlambatan proyek dapat terjadi apabila terjadi ketidaksesuaian waktu yang dijadwalkan dengan pelaksaaan di lapangan (melebihi waktu yang telah direncanakan). Dalam pelaksanaan proyek konstruksi, ada banyak hal yang menyebabkan proyek tidak berjalan sesuai rencana sehingga mengakibatkan keterlambatan dalam pelaksanaan proyek. Kraiem dan Dickman (1987) mengatakan keterlambatan dapat dibagi menjadi 3 jenis utama, yaitu compensable, excusable, dan non excusable. 1. Non Excusable Delays Keterlambatan yang tidak dapat dimaafkan (Non excusable delays) adalah keterlambatan yang diakibatkan oleh tindakan, kelalaian, atau kesalahan kontraktor. Penyebab-penyebab yang termasuk dalam jenis keterlambatan ini adalah : a. Identifikasi, durasi, dan rencana urutan kerja yang tidak lengkap dan tidak tersusun dengan baik (Kraiem and Dickmann, 1987) Kunci utama keberhasilan melaksanakan proyek tepat waktu adalah perencanaan dan penjadwalan proyek yang lengkap dan tepat. Identifikasi aktivitas proyek merupakan tahap awal dari penyusunan jadwal proyek. Identifikasi yang tidak lengkap akan mempengaruhi durasi proyek secara keseluruhan dan mengganggu urutan kerja aktivitas. Estimasi mengenai identifikasi, durasi, dan rencana urutan kerja setiap jenis pekerjaan harus dibuat dengan jelas dan teliti sehingga proyek dapat diselesaikan tepat waktu. b. Gambar rencana proyek yang tidak jelas (Soeharto, 1995) Gambar rencana proyek memiliki pengaruh yang sangat penting di lapangan karena sebagai pedoman dalam bekerja. Ketidakjelasan gambar rencana dapat menimbulkan kesalahan penjadwalan proyek dan persepsi dari tim proyek yang akan berakibat pada pengulangan pekerjaan. Hal ini tentunya akan memerlukan tambahan waktu pengerjaan proyek secara keseluruhan. c. Ketidaktepatan perencanaan tenaga kerja (Arditi and Patel, 1989) tenaga kerja yang dibutuhkan dalam tiap tahapan pelaksanaan proyek berbeda-beda, salah satunya tergantung pada besar dan jenis pekerjaannya. Perencanaan yang tidak sesuai kebutuhan di lapangan dapat menimbulkan 13 Bab II Tinjauan Pustaka persoalan karena tenaga kerja adalah sumber daya yang seringkali tidak mudah didapat dan mahal harganya. d. Kualitas tenaga kerja yang buruk (Ahuja, 1984) Kegiatan proyek mempunyai sifat dinamis sehingga kontraktor dituntut menyediakan tenaga kerja yang berkualitas di bidangnya dalam melaksanakan pekerjaan. Kurangnya keterampilan dan keahlian pekerja dapat mengakibatkan pengulangan hasil pekerjaan karena cacat produk dan produktivitas tenaga kerja yang dihasilkan menjadi rendah sehingga diperlukan waktu yang lebih lama untuk menyelesaikan proyek. e. Keterlambatan penyediaan alat/material (Arditi and Patel, 1989) Salah satu faktor yang sangat mendukung dalam pelaksanaan proyek secara langsung adalah tersedianya peralatan dan material yang akan digunakan. Keterlambatan penyediaan alat dan material di proyek dapat dikarenakan keterlambatan pengiriman oleh supplier, kesulitan untuk mendapatkannya, dan kekurangan material itu sendiri. Penyediaan alat dan material yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan waktu yang direncanakan, akan membuat produktivitas pekerja menurun karena banyaknya jam nganggur sehingga menghambat laju pekerjaan. f. Penanganan keberadaan dan kualitas dari alat/material yang buruk (Chuette and Liska, 1994) Keberadaan alat/material yang tidak strategis menyebabkan mobilisasi pekerja menjadi lambat. Sedangkan kualitas alat yang buruk dapat menghambat penyelesaian proyek karena rendahnya produktivitas pekerja dan pengulangan pekerjaan karena kualitas material. g. Jenis peralatan yang digunakan tidak sesuai dengan proyek (Ahuja, 1984) Peralatan merupakan salah satu sumber daya yang digunakan secara langsung di dalam pengerjaan proyek. Perencanaan jenis peralatan harus disesuaikan dengan karakteristik dan besarnya proyek sehingga tujuan dari pengerjaan proyek dapat tercapai. h. Mobilisasi sumber daya yang lambat (Arditi and Patel, 1989) Lalu lintas merupakan suatu proses mengenai pergerakan dari setiap bagian, khususnya alat dan material. Mobilisasi yang dimaksud dalam hal ini adalah 14 Bab II Tinjauan Pustaka pergerakan dari supplier ke lokasi proyek, antar lokasi dalam proyek dan dari dalam lokasi ke luar lokasi proyek. Hal ini sangat dipengaruhi oleh penyediaan jalan proyek dan waktu pengiriman alat/material. i. Banyak hasil pekerjaan yang harus diulang/diperbaiki karena cacat/salah (Arditi and Patel, 1989) Faktor ini lebih mengarah pada masalah mutu/kualitas pelaksanaan pekerjaan, baik secara struktur atau penyelesaian akhir yang dipengaruhi gambar proyek, penjadwalan proyek, dan kualitas tenaga kerja. Pada dasarnya semua pengulangan/perbaikan akibat cacat/salah memerlukan tambahan waktu dan itu berarti pekerjaan tersebut terlambat diselesaikan. j. Kesulitan finansial (Arditi and Patel, 1989) Perputaran arus uang dalam proyek, baik arus masuk maupun arus keluar harus direncanakan dengan baik pengalokasian dan penggunaannya, agar tidak menimbulkan kesulitan untuk proyek itu sendiri. Kesulitan pembiayaan oleh kontraktor ini, terutama yang berkaitan dengan kewajiban pembayaran ke pemasok material dan pembayaran upah tenaga kerja. Hal itu akan menyebabkan tersendatnya dukungan sumber daya yang ada dan membuat pelaksanaan pekerjaan menjadi terhambat. k. Kurangnya pengalaman kontraktor (Nandakumar1985) Kontraktor berpengaruh pada penanganan masalah dalam bekerja bisa mengakibatkan keterlambatan proyek, misalnya dalam hal menangani masalah-masalah di dalam proyek. Kontraktor yang sudah berpengalaman dengan mudah mengatasi permasalahan yang timbul, lain halnya dengan kontraktor yang kurang pengalaman, akan membutuhkan waktu yang lebih banyak. l. Koordinasi dan komunikasi yang buruk dalam organisasi kontraktor Komunikasi adalah kunci awal bagi keberhasilan kerja tim. Dalam pelaksanaan proyek konstruksi, koordinasi memerlukan komunikasi yang baik agar masing-masing kelompok tidak terjadi pekerjaan yang tumpang tindih. Sebagai contoh pengulangan pekerjaan atau kesalahan dalam spesifikasi material sehingga dapat menyebabkan keterlambatan proyek. m. Metode konstruksi/teknik pelaksanaan yang salah/tidak tepat (Ahuja, 1984) 15 Bab II Tinjauan Pustaka Kesalahan atau ketidaktepatan memilih metode konstruksi, walaupun mungkin tidak sampai menimbulkan kegagalan penyelesaian struktur, seringkali berdampak lebih lamanya waktu penyelesaian yang diperlukan. Untuk mengatasi hal ini memang diperlukan tidak hanya keperluan teknis dan manajemen yang kuat tetapi juga pengalaman kerja yang baik. n. Kecelakaan kerja yang terjadi pada pekerja/pengunjung (Ritz, 1994) Kurangnya kontrol keselamatan kerja yang ada di dalam proyek dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja baik terhadap pengunjung ataupun pekerja itu sendiri. Hal ini dapat berdampak pada penderita secara fisik, hilangnya semangat kerja, dan trauma akibat kecelakaan yang pada akhirnya dapat mengakibatkan turunnya produktivitas kerja. 2. Compensable Delays Keterlambatan yang layak mendapatkan ganti rugi (Compensable delays) adalah keterlambatan yang diakibatkan oleh tindakan, kelalaian atau kesalahan pemilik. Pada kejadian ini, kontraktor biasanya mendapatkan kompensasi berupa perpanjangan waktu dan tambahan biaya operasional yang perlu selama keterlambatan pelaksanaan tersebut. Penyebab-penyebab yang termasuk dalam jenis keterlambatan ini adalah : a. Penetapan pelaksanaan jadwal proyek yang amat ketat (Kraiem and Dickmann, 1987) Jadwal proyek seringkali ditentukan oleh pemilik untuk kepentingan pemakaian yang mendesak. Kesalahan-kesalahan akan timbul karena adanya tekanan waktu, sehingga memerlukan perbaikan-perbaikan. Akibatnya jadwal yang direncanakan akan berubah dan perlu tambahan waktu. b. Persetujuan ijin kerja yang lama (Kraiem and Dickmann, 1987) Persetujuan ijin kerja kepada merupakan hal yang lazim dalam melaksanakan suatu aktivitas pekerjaan, terutama bagian-bagian pekerjaan yang penting seperti gambar kerja dan contoh bahan. Proses persetujuan ijin kerja ini akan menjadi kendala yang bisa memperlambat proses pelaksanaan pekerjaan, apabila untuk mendapatkan ijin tersebut diperlukan waktu yang lama untuk mengambil keputusan. 16 Bab II Tinjauan Pustaka c. Perubahan lingkup pekerjaan/detail konstruksi (Arditi and Patel, 1989) Permintaan pemilik untuk mengganti lingkup pekerjaan saat proyek sudah terlaksana akan berakibat pembongkaran ulang dan perubahan jadwal yang telah dibuat kontraktor. Secara normal, setiap pembongkaran ulang dalam pelaksanaan proyek memerlukan tambahan waktu penyelesaian. d. Sering terjadi penundaan pekerjaan (Uchechukwu,1993) Kondisi finansial pemilik yang kurang baik dari pemilik dapat berakibat penundaan/penghentian proyek yang bersifat sementara, yang secara langsung berakibat pada mundurnya jadwal proyek. e. Keterlambatan penyediaan material (Arditi and Patel, 1989) Dalam pelaksanaan proyek, sering terjadi adanya beberapa material yang disiapkan oleh pemilik. Masalah akan timbul apabila pemilik terlambat menyediakan material kepada kontraktor dari waktu yang telah dijadwalkan. Tidak dapat dilanjutkan, produktivitas pekerja rendah karena mengganggur, yang mengakibatkan keterlambatan proyek. f. Dana dari pemilik yang tidak mencukupi (Clough, 1994) Proyek dapat berhenti dan mengalami keterlambatan karena dana dari pemilik proyek yang tidak cukup. Sebagai contoh pemilik yang sekaligus pengembang beranggapan bahwa dana proyek diperoleh dari pembeli/pemakai rumah kepada pengembang. Tidak adanya pertimbangan dari pengembang bahwa pembayaran dari pembeli rumah sendiri, juga bisa mengalami hambatan sehingga dan ke kontraktor pun ikut berhenti. g. Sistem pembayaran pemilik ke kontraktor yang tidak sesuai kontrak (Majalah konsrtuksi, 1996) Pelaksanaan pembangunan proyek konstruksi membutuhkan biaya terus menerus sepanjang waktu pelaksanaannya, yang menuntut kontraktor sanggup menyediakan dana secara konsisten agar kelancaran pekerjaan tetap terjaga. Pembayaran termyn dari pemilik yang tidak sesuai kontrak dapat merugikan pihak kontraktor karena akan mengacaukan semua sistem pendanaan proyek tersebut dan mempengaruhi kelancaran pekerjaan kontraktor. Hal ini akan berpengaruh pada penyediaan material dan peralatan 17 Bab II Tinjauan Pustaka proyek tidak dapat didatangkan tepat waktu karena kondisi keuangan kontraktor yang kurang baik. h. Cara inspeksi/kontrol pekerjaan birokratis oleh pemilik (Kraiem and Dickmann, 1987) Cara inspeksi dan kontrol yang terlalu birokratis dapat membuat keleluasaan kontraktor dalam bekerja menjadi lebih terbatas. Keterbatasan inilah yang pada akhirnya akan menyebabkan pelaksanaan pekerjaan berjalan dengan lambat. 3. Excusable Delays Keterlambatan yang dapat dimaafkan (Excusable delays) adalah keterlambatan yang disebabkan oleh kejadian-kejadian diluar kendali baik pemilik maupun kontraktor. Keterlambatan jenis ini dikenal dalam kontrak dengan nama Force Majeur (Arditi and patel, 1989.) Pada kejadian ini, kontraktor hanya mendapatkan kompensasi berupa perpanjangan waktu saja. Penyebab-penyebab yang termasuk dalam jenis keterlambatan ini adalah : a. Terjadinya hal-hal yang tak terduga seperti banjir, badai, gempa bumi, tanah longsor, cuaca buruk (Arditi and Patel, 1989) Pada saat bekerja, cuaca sangat mempengaruhi produktivitas pekerja. Cuaca yang sangat buruk menyebabkan turunnya stamina para pekerja yang berarti menurunya produktivitas. Produktivitas pekerja yang rendah dan tidak sesuai yang direncanakan akan mengakibatkan mundurnya jadwal proyek. Selain itu faktor Force Majeur seperti gempa bumi, longsor, kebakaran dapat menyebabkan proyek terhenti sementara dan membutuhkan waktu lebih. b. Lingkungan sosial politik yang tidak stabil (Vanegas and Alarcon, 1997) Aspek sosial politik seperti huru-hara/kerusuhan, perang, keadaan sosial yang buruk dapat mengakibatkan hambatan dalam pelaksanaan proyek baik bersifat sementara atau permanen. Perbaikan-perbaikan pekerjaan akibat kerusakan yang terjadi memerlukan tambahan waktu yang akan memperpanjang jadwal proyek secara keseluruhan. c. Respon dari masyarakat sekitar yang kurang mendukung dengan adanya proyek (Soeharto, 1995) 18 Bab II Tinjauan Pustaka Respon masyarakat sekitar proyek yang berbeda-beda, ada yang setuju dan tidak jarang pula ada yang menolak. Dengan adanya respon negatif dari masyarakat sekitar menyebabkan adanya demo yang menyebabkan proyek dapat berhenti sesaat yang berarti mundurnya jadwal pelaksanaan proyek. Rangkuman untuk ketiga jenis penyebab keterlambatan proyek beserta 2.7 METODE EARNED VALUE Earned Value Method merupakan suatu metode pengendalian yang digunakan untuk mengendalikan biaya dan jadwal proyek secara terpadu. Metode ini memberikan informasi tentang status kinerja proyek pada suatu periode pelaporan dan memberikan informasi prediksi biaya yang dibutuhkan dan waktu untuk menyelesaikan seluruh pekerjaan berdasarkan indikator saat pelaporan. Konsep nilai hasil merupakan perkembangan dari konsep analisis varians. Dimana dalam analisis varians hanya menunjukan perbedaan hasil kerja pada waktu pelaporan dibandingkan dengan anggaran atau jadwalnya. Dalam konsep nilai hasil dapat mengetahui kinerja kegiatan yang sedang dilakukan serta dapat meningkatkan efektifitas dalam memantau kegiatan proyek. Dengan memakai asumsi bahwa kecenderungan yang ada dan terungkap pada saat pelaporan akan terus berlangsung, maka metode perkiraan atau proyeksi keadaan masa depan proyek, seperti : i. Dapatkah proyek diselesaikan dengan sisa dan yang ada ; ii. Berapa besar perkiraan biaya untuk menyelesaikan proyek ; iii. Berapa besar keterlambatan/kemajuan pada akhir proyek. Bila ditinjau dari jumlah pekerjaan yang diselesaikan berarti konsep ini mengukur besarnya unit pekerjaan yang telah diselesaikan pada suatu waktu bila dinilai berdasarkan jumlah anggaran yang disediakan untuk pekerjaan tersebut. Dengan perhitungan ini dapat diketahui hubungan antara apa yang sesungguhnya telah dicapai secara fisik terhadap jumlah anggaran yang telah dikeluarkan, yang dapat ditulis dengan rumus : Nilai Hasil : (% Penyelesaian) x (Anggaran) Sumber : Soharto, 1997 19 Bab II Tinjauan Pustaka Keterangan : - % penyelesaian yang dicapai pada saat pelaporan - Anggaran yang dimaksud adalah real cost biaya proyek 2.7.1 INDIKATOR-INDIKATOR YANG DIPERGUNAKAN Konsep dasar nilai hasil (Earned Value) dapat dipergunakan untuk menganalisis kinerja dan membuat perkiraan pencapaian sasaran. Indikator yang digunakan dalam analisis ini adalah biaya aktual (actual cost), nilai hasil (earned value) dan jadwal anggaran (planned value). 2.7.2 BIAYA AKTUAL / ACTUAL COST (AC) Actual Cost of Work Performed (ACWP) adalah jumlah biaya actual pekerjaan yang telah dilaksanakan pada kurun pelaporan tertentu. Biaya ini diperoleh dari data-data akuntansi atau keuangan proyek pada tanggal pelaporan. Jadi actual cost merupakan jumlah actual dari pengeluaran atau dana yang digunakan untuk melaksanakan pekerjaan pada kurun waktu tertentu. 2.7.3 NILAI HASIL / BCWP Nilai hasil / Earned Value(EV) atau biasanya disebut Budgeted Cost of Work Performance (BCWP) adalah nilai pekerjaan yang telah selesai terhadap anggaran yang disediakan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Bila angka actual cost (AC) dibandingkan dengan earned value (EV), akan terlihat perbandingan antara biaya yang telah dikeluarkan untuk pekerjaan yang telah terlaksana terhadap biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk maksud tersebut. 2.7.4 JADWAL ANGGARAN / PLANNED VALUE (PV) / BCWS Jadwal anggaran / Planned Value (PV) atau biasanya disebut Budgeted Cost of Work Schedule (BCWS) menunjukan anggaran untuk suatu paket pekerjaan yang disusun dan dikaitkan dengan jadwal pelaksanaan. Di sini terjadi perpaduan antara biaya, jadwal dan lingkup kerja, dimana pada setiap elemen pekerjaan telah diberi alokasi biaya dan jadwal yang menjadi tolak ukur dalam pelaksanaan pekerjaan. 20 Bab II Tinjauan Pustaka 2.7.5 VARIANS BIAYA DAN JADWAL TERPADU Telah disebutkan sebelumnya bahwa menganalisis kemajuan proyek dengan analisi varians sederhana dianggap kurang mencukupi, karena metode ini tidak mengintregasikan aspek biaya dan jadwal. Untuk mengatasi hal tersebut indikator PV, EV, dan AC digunakan dalam menentukan Varians Biaya dan Varians Jadwal secara terpadu. waktuTerpadu Gambar 2.2 Analisa Varians Sumber : Soeharto (1997: 272) Varians Biaya / Cost Varians (CV) dan Varian jadwal / Schedule Varians (SV) diformulasikan sebagai berikut : Varian Biaya (CV) = EV – AC atau CV = BCWP – ACWP ……………….. (1) Varian Jadwal (SV) = EV – PV atau SV = BCWP – BCWS 21 ……………….. (2) Bab II Tinjauan Pustaka 2.7.6 INDEKS PRODUKTIVITAS DAN KINERJA Pengelola proyek sering kali ingin mengetahui efisiensi penggunaan sumber daya, yang dapat dinyatakan sebagai indeks produktivitas atau indeks kinerja. Indeks Kinerja ini terdiri dari Indeks Kinerja Biaya (Cost Performance Index = CPI) dan Indeks Kinerja Jadwal (Schedule Performance Index = SPI) adapun rumusan Indeks Kinerja ini adalah : Indeks Kinerja Biaya (CPI) = EV/AC atau CPI = BCWP / ACWP ……………….. (3) Indeks Kinerja Jadwal (SPI) = EV/PV atau SPI = BCWP / BCWS ……………….. (4) Bila angka indeks kinerja ditinjau lebih lanjut, akan terlihat hal-hal sebagai berikut. a. Angka indeks kinerja kurang dari satu berarti pengeluaran lebih besar dari anggaran atau waktu pelaksanaan lebih lama dari jadwal yang direncanakan. Bila aanggaran dan jadwal sudah dibuat secara realistis, maka berarti ada sesuatu yang tidak benar dalam pelaksanaan pekerjaan. b. Sejalan dengan pemikiran diatas, bila angka indeks kinerja lebih dari satu, maka kinerja penyelenggaraan proyek lebih baik dari perencanaan, dalam arti pengeluaran lebih kecil dari anggaran ata jadwal lebih cepat dari rencana. c. Semakin besar perbedaan dari angka 1 maka semakin besar penyimpangannya dari perencanaan dasar atau anggaran. (Imam Soeharto M.Proyek Jilid 2 hal 237) 2.7.7 PROYEKSI PENGELUARAN BIAYA DAN JANGKA WAKTU PENYELESAIAN PROYEK Membuat prakiraan biaya atau jadwal penyelesaian proyek berdasarkan atas indikator yang diperoleh saat pelaporan, akan memberikan petunjuk besarnya biaya pada akhir proyek (estimate at completion = EAC) dan prakiraan waktu penyelesaian proyek (estimate all schedule = EAS) Prakiraan prakiraan biaya atau jadwal amat 22 Bab II Tinjauan Pustaka bermanfaat karena memberikan peringatan dini mengenai hal-hal yang akan terjadi pada masa yang akan dating, bila kecenderungan yang ada pada saat pelaporan tidak mengalami perubahan. Bila pada pekerjaan tersisa dianggap kinerjanya tetap seperti pada saat pelaporan, maka prakiraan biaya untuk pekerjaan tersisa (ETC) adalah : ……..………….. (6) ETC = (BAC – BCWP) / CPI EAC = ACWP – ETC ……..………….. (7) Sedangkan prakiraan waktu penyelesaian seluruh pekerjaan : ETS = (Sisa Waktu) / SPI ……..………….. (8) EAS = Waktu Selesai + ETS ……..………….. (9) Dimana : BAC (Budgeted at Completion) = Anggaran proyek Keseluruhan SPI (Schedule Performance Index) = Indeks Kinerja Jadwal CPI (Cost Performance Index) = Indeks Kinerja Biaya ETC (Estimate Temporary Cost) = Prakiraan Biaya untuk pekerjaan Tersisa. EAC (Estimate All Cost) = Prakiraan Total Biaya Proyek ETS (Estimate Temporary Schedule) = Prakiraan Waktu untuk Pekerjaan Tersisa. EAS (Estimate All Schedule) = Prakiraan Total Waktu Proyek 23