3_PENGARUH INTENSITAS RADIASI.cdr

advertisement
PENGARUH INTENSITAS RADIASI
SAAT GERHANA MATAHARI CINCIN
TERHADAP BEBERAPA PARAMETER CUACA
RADIATION EFFECT ON METEOROLOGICAL PARAMETERS CHANGES DURING
ANNULAR ECLIPSE
Wido Hanggoro
Puslitbang BMKG, Jl. Angkasa 1 No.2, Kemayoran Jakarta Pusat 10720
E-mail: [email protected]
ABSTRACT
The changes of meteorological parameters such as temperature, relative humidity, wind speed and
barometric pressure observed during annular eclipse January 26, 2009 at Gunung Sugih, Lampung.
Meteorological observation were made before, during and after the annular eclipse using Automatic
Weather Station and periodically measured with hourly and ten seconds interval. From the data, both
barometric pressure and relative humidity respectively increased during the annular eclipse but only air
temperature and relative humidity have a strong relationship with annular eclipse. The air temperature
decreased 4-5°C and reaches the minimum value just 5 minutes after annular eclipse.
Keywords: annular eclipse, automatic weather station, meteorological parameters
ABSTRAK
Pengamatan pengaruh kejadian gerhana matahari terhadap perubahan parameter-parameter cuaca
seperti temperatur udara, kelembaban udara, kecepatan angin serta tekanan udara dilakukan di Gunung
Sugih, Lampung pada tanggal 26 Januari 2009. Pengamatan dilakukan sebelum, selama dan sesudah
kejadian gerhana matahari menggunakan stasiun pengamatan cuaca otomatis (AWS) secara periodik
dengan interval pengamatan satu jam dan 10 detik-an. Dari data yang diperoleh, tekanan udara dan
kelembaban udara meningkat selama kejadian gerhana. Namun dari beberapa faktor cuaca yang diamati,
hanya suhu udara dan tekanan udara yang mempunyai hubungan yang cukup besar dengan gerhana
matahari. Penurunan suhu sebesar 4-5°C terjadi selama kejadian gerhana dan mencapai titik minimum 5
menit setelah kejadian gerhana.
Kata kunci: gerhana matahari, stasiun cuaca otomatis, parameter meteorologi
Naskah masuk : 5 Juli 2011
Naskah diterima : 13 September 2011
I. PENDAHULUAN
Gerhana matahari adalah keadaan dimana
matahari-bulan-bumi berada pada satu garis lurus
dan bayangan bulan jatuh pada bumi. Gerhana
matahari hanya terjadi pada awal bulan ketika
bulan mati. Periode bulan berumur 29 ½ hari tetapi
gerhana tidak terjadi setiap bulan, seperti diketahui
bahwa orbit bulan mengelilingi bumi miring
sebesar 5° terhadap orbit bumi mengelilingi
matahari1). Akibatnya bayangan bulan pada setiap
awal bulan tidak jatuh dipermukaan bumi, tetapi
paling sedikit dua kali dalam setahun berada pada
garis geometrinya sehingga bayangan bulan jatuh
pada permukaan bumi. Gerhana Matahari Cincin
(GMC) terjadi apabila jarak antara bulan dengan
bumi mendekati jarak terjauhnya (apogee)1). Pada
Gambar 1 dapat dilihat ilustrasi kejadian gerhana,
baik gerhana matahari total maupun gerhana
PENGARUH INTENSITAS RADIASI SAAT GERHANA.........................................................................................Wido Hanggoro
137
matahari cincin.
Gerhana matahari akan berpengaruh terhadap
parameter-parameter meteorologi, diantaranya
adalah radiasi matahari, suhu, tekanan udara,
kelembaban relatif, angin2),3),4),5). Parameter yang
paling dipengaruhi adalah radiasi matahari6),
dimana pada saat terjadi gerhana matahari tingkat
radiasi matahari akan berkurang. Menurut
Gerasopoulos, E. et al 4), besarnya nilai radiasi
surya di permukaan saat kejadian gerhana
berbanding lurus dengan persentase penutupan
radiasi matahari oleh bayangan bulan.
Radiasi yang dipancarkan oleh matahari
setelah mengalami berbagai proses diterima oleh
permukaan bumi hanya sebagian kecil. Radiasi
matahari yang diterima di puncak atmosfer bumi
kita sebesar 1360 Wm/2 dan rata-rata setengah nilai
tersebut diterima dipermukaan bumi setelah
mengalami proses pemantulan dan penyerapan
oleh awan7). Radiasi yang diterima di permukaan
bumi nilainya bervariasi terhadap letak lintang
serta keadaan atmosfer di tempat tersebut, faktor
ketinggian tempat juga berpengaruh terhadap
penerimaan radiasi.
Gambar 1. Ilustrasi Kejadian Gerhana Matahari1)
Umumnya setiap halangan ataupun tutupan
terhadap radiasi matahari berdampak pada
berkurangnya nilai radiasi yang diterima di
permukaan. Demikian pula dengan adanya gerhana
matahari akan mempengaruhi nilai radiasi yang
diterima di daerah tersebut. Dijelaskan oleh
Jagannathan et al, dalam Aplin dan Harrison8),
bahwa nilai radiasi matahari yang diterima selama
kejadian gerhana dapat didekati dengan rumus
sebagai berikut:
Di mana;
F(t) : Radiasi yang diterima di permukaan
(insolasi) terhadap waktu (t)
A(t) : nilai sun fraction obscurity terhadap waktu
(t)
e : konstanta elips orbit bumi (0.00335)
d : nomor hari dalam setahun (1 untuk 1 Januari
dan 32 untuk 1 Februari, dst)
Y : jumlah hari dalam setahun (365)
z(t) : sudut zenith terhadap waktu (t), dan
S : konstanta radiasi matahari 1360 Wm-2
Meskipun hanya sebagian kecil radiasi yang
dipancarkan matahari diterima di permukaan bumi,
namun radiasi surya merupakan sumber energi
utama untuk proses-proses fisika atmosfer. Prosesproses fisika atmosfer tersebut menentukan
keadaan cuaca dan iklim di atmosfer bumi kita7).
Sehingga dapat dijelaskan bahwa perubahan nilai
parameter-parameter cuaca lain yang diamati;
seperti suhu udara, tekanan udara, kelembaban
udara, dan kecepatan angin merupakan dampak
perubahan nilai radiasi yang diterima selama
kejadian GMC
Dengan berkurangnya tingkat radiasi ini akan
menyebabkan turunnya suhu udara dan
meningkatnya tekanan udara2). Penurunan suhu
udara secara tidak langsung dan peningkatan
tekanan udara juga akan berpengaruh terhadap
kecepatan angin7). Disamping itu karena radiasi
matahari berkurang maka kelembaban relatif akan
akan meningkat5).
Perubahan yang ditimbulkan oleh adanya
gerhana ini sangat dipengaruhi oleh waktu
kejadian, lama terjadinya, dan faktor lingkungan
yang ada disekitar tempat kejadian9). Perubahan
faktor meteorologi akibat gerhana akan lebih
terlihat jika gerhana terjadi pada saat matahari
memancarkan radiasinya secara maksimal.
Kejadian ini akan mengurangi radiasi matahari
secara drastis, maka perubahannya akan terlihat
semakin nyata. Lama kejadian gerhana juga akan
sangat berpengaruh terhadap perubahan faktor
meteorologi. Semakin lama gerhana terjadi pada
suatu daerah, maka perubahan yang teramati pun
akan semakin nyata.
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOLUME 12 NOMOR 2 - SEPTEMBER 2011: 137 - 144
138
Pada saat pengamatan, sensitivitas alat
pengamatan berperan penting dalam pencatatan
efek gerhana terhadap parameter-parameter
meteorologis. Alat yang kurang sensitif terhadap
perubahan parameter yang cepat (dalam orde detik)
dan dalam tempo yang relatif singkat dapat
mengakibatkan alat tidak dapat membaca
perubahan yang terjadi, sehingga perubahan yang
diharapkan terjadi tidak terbaca dengan baik5).
Makalah ini merupakan hasil pengamatan
fenomena Gerhana Matahari Cincin (GMC)
khususnya dalam hal pengaruh intensitas radiasi
matahari terhadap parameter-parameter
meteorologis seperti: suhu udara, kelembaban,
kecepatan angin, dan tekanan udara.
II. METODE PENELITIAN
2.1. Lokasi dan Metode Pengamatan
Lokasi pengamatan berada di daerah Gunung
Sugih propinsi Lampung (4°58`1``S dan
105°12`44.5``E). Daerah tersebut dipilih
berdasarkan pertimbangan aspek astronomis dan
aspek meteorologis.
Secara astronomis daerah ini merupakan salah
satu daerah di Indonesia yang dilewati oleh GMC,
sehingga diharapkan berkurangnya intensitas
radiasi matahari akibat GMC dapat optimal.
Gambar 2 memperlihatkan daerah-daerah di
Indonesia yang berada pada jalur GMC tanggal 26
Januari 2009.
Gambar 2. Peta Jalur Kejadian Gerhana Matahari Cincin 26 Januari 2009(10)
Aspek meteorologis juga penting diperhatikan
dalam pengamatan, hal ini diperlukan agar data
yang diperoleh dalam pengamatan parameter cuaca
dalam kondisi normal (tidak ada gangguan seperti
penutupan awan). Ditambah lagi pada saat Gerhana
Matahari Cincin daerah yang dilalui gerhana pada
umumnya sedang mengalami musim hujan, di
mana keadaan perawanan pada saat pengamatan
jelas sangat mengganggu pengamatan. Gambar 3
memperlihatkan hasil prediksi kondisi perawanan
di wilayah Indonesia yang didapat dari hasil
prediksi model Conformal Cubic Atmospheric
Model (CCAM). Di mana prediksi CCAM untuk
jam 7-10 UTC (14.00-17.00 WIB) memperlihatkan
adanya liputan awan pada daerah pengamatan.
Pengamatan pengaruh radiasi saat GMC
terhadap perubahan parameter-parameter cuaca
dilakukan selama 3 (tiga) hari, yaitu sehari sebelum
kejadian (25 Januari 2009), pada saat kejadian (26
Januari 2009) serta sehari setelah kejadian GMC
(27 Januari 2009) dengan menggunakan Automatic
Weather Station (AWS), dengan maksud variasi
harian di lokasi pengamatan dapat terlihat,
sehingga perubahan yang terjadi selama GMC
dapat diketahui. Parameter cuaca yang diamati
meliputi tekanan udara, suhu udara, dan
kelembaban udara pada ketinggian 1,2 meter dan
kecepatan angin pada ketinggian 10 meter.
PENGARUH INTENSITAS RADIASI SAAT GERHANA.........................................................................................Wido Hanggoro
139
Gambar 3. Hasil keluaran model CCAM untuk tutupan awan selama kejadian GMC (7-10 UTC 26 Januari 2009
Agar data yang diperoleh selama pengamatan
dapat memperlihatkan perubahan yang terjadi
selama GMC digunakan AWS dengan tingkat
sensitifitas yang tinggi dengan pencatatan data
dilakukan dalam orde 1 jam-an dan 10 detik-an.
Fokus pencatatan data dilakukan selama prosesi
gerhana yang terdapat pada tabel 1.
Tabel 1. Tabel Prosesi Gerhana Untuk Daerah
Lampung.
No
Prosesi Gerhana
Waktu
(WIB)
Waktu
(UTC)
1
2
Gerhana Matahari mulai (I)
Fase Gerhana Cincin mulai (II)
15:19
16:38
08:19
09:38
3
Puncak Gerhana Matahari Cincin
16:42
09:42
4
Fase Gerhana Cincin selesai (III)
16:45
09:45
5
Gerhana Matahari selesai (IV)
17:52
10:52
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Keadaan Cuaca Daerah Pengamatan
Indonesia merupakan salah satu wilayah yang
berada pada zona Inter Tropical Convergence Zone
(ITCZ), daerah ini ditandai dengan adanya pusat
tekanan rendah atau daerah konvergensi yang
merupakan pusat pertumbuhan awan. Sistem ITCZ
ini bersama-sama monsoon mempunyai peranan
penting dalam peyebaran curah hujan di wilayah
tropika7).
Pada umumnya sebagian besar wilayah di
Indonesia pada bulan Desember-Januari-Februari,
khususnya yang mempunyai pola hujan moonsonal
termasuk daerah Lampung, sedang mengalami
musim hujan. Menurut Asnani11), monsoon basah
terjadi pada bulan November hingga Maret, yang
ditandai dengan kehadiran ITCZ, sedangkan
monsoon kering terjadi pada bulan Mei hingga
September ketika angin kering berhembus dari
benua Australia.
Tabel 2. Tabel Hubungan antara nilai dbZ dengan
Intensitas Curah Hujan12).
No
Skala dbZ
Intensitas Curah Hujan
1
> 65
Ekstrem
2
46 - 65
Lebat
3
24 - 45
Sedang
4
8 - 23
Ringan
5
0-8
Tidak hujan / atau hujan
yang sangat ringan
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOLUME 12 NOMOR 2 - SEPTEMBER 2011: 137 - 144
140
Gambar 4 memperlihatkan data radar tentang
kondisi awan yang terjadi di sekitar daerah
pengamatan selama pengamatan GMC, dimana
nilai intensitas perawanan yang cukup tinggi
selama 3(tiga) hari pengamatan khususnya
menjelang sore hari diwakili oleh nilai dbZ (desibel
Z) atau nilai refleksifitas sinyal suatu radar yang
direfleksikan pada suatu objek dalam hal ini awan.
Dimana nilai refleksifitas tersebut tergantung pada
jenis, jumlah serta ukuran suatu objek. Suatu objek
dengan dengan ukuran yang besar akan
merefleksikan sinyal yang sama dengan suatu
kumpulan objek yang kecil dengan ukuran yang
sebanding dengan objek yang besar. Untuk
membedakan dua objek tersebut, seseorang harus
memahami karakteristik atmosfer setempat. Secara
sederhana hubungan antara nilai dbZ dan intensitas
curah hujan dapat dilihat pada tabel 2.
Saat kejadian GMC yaitu pada tanggal 26
Januari 2009, liputan awan menutupi matahari
hampir sepanjang hari. Hal tersebut jelas sangat
mengganggu pengamatan pengaruh GMC terhadap
parameter-parameter cuaca yang dilakukan.
Sehingga pengurangan radiasi matahari yang
terjadi tidak hanya dipengaruhi oleh kejadian GMC
tetapi juga oleh kondisi perawanan pada daerah
tersebut.
mempunyai pola yang sama kecuali untuk nilai
kecepatan angin yang cukup bervariasi. Suhu udara
pada saat H+1 (setelah kejadian GMC) rata-rata
bernilai lebih rendah dibanding nilai suhu udara
pada saat dan sebelum GMC terjadi, hal ini diikuti
dengan nilai tekanan udara dan kelembaban udara
yang lebih tinggi setelah kejadian GMC dibanding
sesaat dan sebelum GMC (Gambar 5).
Gambar 4. Nilai Intensitas Perawanan di sekitar daerah
pengamatan
Penurunan nilai radiasi yang terjadi selama
malam hari, menyebabkan tekanan udara dan
kelembaban udara naik tetapi menyebabkan suhu
udara mendingin. Begitu pula sebaliknya ketika
siang hari, nilai tekanan udara dan kelembaban
udara akan menurun sedangkan nilai suhu udara
akan naik mengikuti kenaikan nilai radiasi.
Selama pengamatan (Gambar 5), parameterparameter cuaca yang diamati umumnya
Gambar 5. Komparasi parameter-parameter cuaca
selama pengamatan
PENGARUH INTENSITAS RADIASI SAAT GERHANA.........................................................................................Wido Hanggoro
141
3.2. Perubahan Nilai Parameter Cuaca saat
GMC
3.2.1.Tekanan Udara
Gambar 6 memperlihatkan grafik tekanan
udara terhadap waktu selama kejadian GMC. Nilai
I, II, III, dan IV pada gambar melambangkan fasefase pada saat kejadian GMC. Menurut hasil
pengamatan Clayton
dalam Anderson 2) ,
memperlihatkan pola grafik tekanan udara pada 4
kejadian gerhana. Di mana adanya dua palung
tekanan udara antara fase I dan II serta fase III dan
IV. Tetapi pada pengamatan yang dilakukan di
Lampung pola tersebut tidak muncul. Hal tersebut
mungkin diakibatkan oleh intensitas radiasi yang
lebih banyak dipengaruhi oleh kondisi perawanan
sehingga menyebabkan pola tekanan udara yang
diamati tidak sesuai dengan perkiraan.
I
II
III
energi gelombang panjang yang kita rasakan
sebagai suhu udara akibat konsekuensi
berkurangnya radiasi gelombang pendek dari sinar
matahari yang terhalang bayangan bulan.
Dari Gambar 7 terlihat, suhu berkurang sekitar
4-5 °C selama prosesi GMC berlangsung. Yang
menarik, suhu minimum terjadi sekitar 5 menit
setelah fase GMC selesai (09:46 UTC). Secara teori
memang penurunan radiasi matahari tidak serta
merta secara real-time berpengaruh terhadap suhu
udara.
I
II
III
IV
IV
Gambar 7. Suhu Udara saat kejadian GMC
Gambar 6. Tekanan Udara saat kejadian GMC
Laju kenaikan tekanan udara yang terjadi
sebelum fase cincin lebih lambat dibandingkan laju
penurunan tekanan udaranya sesaat setelah fase
cincin selesai. Hal tersebut disebabkan oleh
penurunan nilai intensitas radiasi matahari yang
disebabkan oleh pola harian matahari.
Pola yang sesuai justru terjadi sekitar 10 menit
sebelum dan sesudah fase cincin. Kenaikan tekanan
udara yang terjadi selama fase cincin berlangsung
memang tidak terlalu signifikan yaitu hanya sekitar
0.3-0.4 mb, namun memang terlihat pengaruh
GMC terhadap tekanan udara. Pola yang terbentuk
memperlihatkan bahwa setiap penurunan radiasi
yang diakibatkan oleh terhalangnya radiasi
matahari, mengakibatkan kenaikan tekanan udara.
3.2.2. Suhu Udara
Berbeda dengan tekanan udara, secara umum
suhu udara akan mengalami penurunan akibat
adanya GMC. Hal ini disebabkan berkurangnya
3.2.3. Kelembaban Udara
Seperti halnya parameter tekanan udara dan
suhu udara, kelembaban udara juga dipengaruhi
oleh adanya kejadian GMC. Perubahan yang terjadi
selama kejadian GMC cukup besar, dimana selisih
antara nilai maksimum dan minimumnya sekitar
20%.
Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa terdapat
jeda waktu antara nilai penutupan matahari dengan
nilai kelembaban udara yaitu sekitar 7 menit. Di
mana nilai maksimum kelembaban udara bernilai
sekitar 81,38%.
I
II
III
Gambar 8. Kelembaban Udara saat kejadian GMC
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOLUME 12 NOMOR 2 - SEPTEMBER 2011: 137 - 144
142
IV
3.2.4. Kecepatan Angin
Pada Gambar 9, terlihat kecepatan angin
sangat fluktuatif selama kejadian GMC. Sehingga
pola pengaruh GMC terhadap gerhana matahari
sulit untuk diketahui, Gerasopoulos, E. et al4)
menjelaskan angin memang parameter cuaca yang
belum secara pasti diketahui pengaruhnya terhadap
kejadian gerhana. Secara teori dengan adanya
kejadian GMC, nilai tekanan udara di daerah yang
mengalami GMC akan lebih tinggi di banding
daerah sekitarnya, sehingga aliran massa udara
akan bergerak dari daerah GMC ke daerah
sekitarnya. Tapi apabila mengamati grafik tekanan
udara, nilai perubahan yang kurang signifikan
sepertinya tidak akan berpengaruh besar terhadap
nilai kecepatan angin.
I
II
III
IV
Gambar 9. Kecepatan Angin saat kejadian GMC
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Secara umum kondisi cuaca selama tiga hari
pengamatan mempunyai pola harian yang
cukup jelas kecuali untuk parameter kecepatan
angin.
2. Intensitas awan selama pengamatan cukup
tinggi, khususnya saat GMC.
3. Hanya suhu udara dan kelembaban udara yang
memiliki kaitan yang cukup jelas dengan
kejadian GMC. Sedangkan nilai kecepatan
angin dari rekaman data pengamatan, sulit
untuk dilihat keterkaitan antara kejadian GMC
dan kecepatan angin.
4. Jeda waktu perubahan sekitar 5-10 menit untuk
parameter suhu udara dan kelembaban udara
terhadap nilai tutupan matahari.
5. Pola perubahan yang kurang jelas dari tiap-tiap
parameter yang diamati mungkin juga
dipengaruhi oleh keadaan perawanan serta
penurunan nilai radiasi akibat pola diurnal.
6. Perubahan parameter cuaca yang terjadi sangat
dipengaruhi oleh faktor lokal.
V. UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
saudara Adi Bagus Putranto, ST dan Bambang
Sunardi, S.Si yang telah membantu dalam kegiatan
pengamatan Gerhana Matahari Cincin di
Lampung, 25-27 Januari 2009.
VI. DAFTAR PUSTAKA
1)
Science Popularisation Association of
Communicators & Educators. Annular Solar
Eclipse of January 26th, 2009/Partial in
northeast and southern India.
(2009).(www.space-india.org), diakses
tanggal 31 Januari 2009.
2)
Anderson, R. C., Keefer, D. R., & Myers, O.E.
(1972). Atmospheric Pressure and
Temperature Changes during The 7 March
1970 Solar Eclipse. Atmospheric Science,
29, 583-587.
3)
Gonzales, G. (1997). Ground Level Humidity,
Pressure and Temperature Measurement
during the October 24, 1995 Total Solar
Eclipse. Kodaikanal Obs. Bull., 13, 151-154.
4)
Gerasopoulos, E., Zerefos, C.S., Tsagouri, T.,
Founda, D., Amiridis, V., Bais, A. F. et al.
(2007). Effect of March 2006 Solar Eclipse
on Meteorology. (www.atmos-chem-physdiscuss.net/7/10631/2007), diakses tanggal
2 Februari 2009
5)
Machon, M. (2007). The Changes of
Meteorological and Physical Quantities
during Annular and Total Solar Eclipse.
Expedition Report.
6)
Aculinin, V. Smicov. (2006). Ground-based
Observation of Shortwave Solar Radition
During Solar Eclipse on October 3, 2005 in
Chisinau, Moldova. Moldovian Journal of
the Physical Sciences, 5.
7)
Handoko. (1993). Klimatologi Dasar. Bogor:
Jurusan Geofisika dan Meteorologi IPB.
8)
Aplin, K. L., & Harrison, R. G. (2002)
Meteorological effects of the eclipse of 11
August 1999 in cloudy and clear conditions.
The Royal Meteorological Society , 459,
353-371.
9)
Segal, M. Turner, R.W. Prusa, J. Bitzer, R. J.
PENGARUH INTENSITAS RADIASI SAAT GERHANA.........................................................................................Wido Hanggoro
143
Finley, S. V. (1996). Solar Eclipse Effect on
S h e l t e r Te m p e r a t u r e . A m e r i c a n
Meteorological Society, 77(1), 89-99.
10)
Eclipse Track over Indonesia. (2009). (http://
home.cc.umanitoba.ca/~jander/ase2009/),
diakses tanggal 31 Januari 2009
11)
Asnani, G. C. (1993). Tropical Meteorology
12)
Volume 1, Pune: Indian Institute of Tropical
Meteorology.
dbZMeteorology (2011). (http://en.wikipedia.
org/wiki/DBZ (meteorology)), diakses
tanggal 16 April 2011
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOLUME 12 NOMOR 2 - SEPTEMBER 2011: 137 - 144
144
Download