BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Laporan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Laporan keuangan merupakan ringkasan suatu proses pencatatan transaksitransaksi keuangan yang terjadi selama satu periode pembukuan perusahaan yang
bersangkutan. Menurut PSAK nomor 1 (revisi 2012), yaitu laporan keuangan adalah
suatu pengajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas.
Tujuan laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi mengenai posisi
keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian
besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan investasi. Laporan
keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan
sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Laporan keuangan diharapkan dapat
menyediakan informasi mengenai kinerja keuangan perusahaan dan bagaimana
manajemen perusahaan bertanggungjawab kepada pemilik. Dari laporan keuangan
tersebut baik pihak eksternal maupun pihak internal perusahaan dapat meramalkan,
membandingkan, dan menilai dampak keuangan yang timbul dari keputusan
ekonomis yang diambilnya terhadap perusahaan, karena dalam laporan keuangan
tersebut terdapat banyak informasi yang dibutuhkan oleh pihak-pihak tersebut, salah
satunya adalah informasi tentang laba.
Laba merupakan informasi yang paling potensial yang terkandung dalam
laporan keuangan. Menurut Generally Accepted Accounting Priciples (GAAP) No. 1,
informasi laba pada umumnya merupakan faktor penting dalam mengukur kinerja
manajemen, selain itu informasi laba tersebut membantu pemilik dan pihak lain yang
berkepentingan terhadap perusahaan melakukan penaksiran atas earning power
perusahaan di masa yang akan datang. Oleh karena itu perubahan informasi atas laba
bersih suatu perusahaan melalui berbagai cara akan memberikan dampak yang cukup
berpengaruh pada tindak lanjut para pengguna informasi laba tersebut, salah satunya
dengan cara melakukan manajemen laba (earnings management) (Nufus, 2010).
1
2
Manajemen laba pada umumnya didasarkan pada berbagai alasan baik untuk
memuaskan kepentingan pemilik perusahaan seperti menaikan nilai perusahaan
sehingga akan muncul anggapan bahwa perusahaan tersebut memiliki prospek yang
bagus untuk berinvestasi karena perusahaan memiliki risiko yang rendah, menaikkan
harga saham perusahaan, dan perilaku oportunistik manager seperti untuk
mendapatkan kompensasi, dan mempertahankan jabatannya (Juniarti dan Corolina,
2005). Akan tetapi dengan adanya manajemen laba, menurut Kim et al. (2003) semua
perusahaan dalam berbagai ukuran terbukti senantiasa melaporkan positive earnings,
untuk menghindari earnings losses atau earning decrease. Perilaku manajer tersebut
pada waktunya akan cenderung berdampak pada adanya praktik manipulasi
(Handayani dan Rachadi, 2009).
Menurut Dechow et al. (1995) manajemen laba adalah manipulasi laba, baik
di dalam maupun di luar batas-batas yang ditentukan oleh Generally Accepted
Accounting Priciples (GAAP). Manajemen laba yang merupakan usaha manajer atau
para penyusun laporan keuangan dalam penyusunan laporan keuangan suatu
perusahaan untuk menguntungkan dirinya sendiri maupun memenuhi tanggung jawab
dalam memaksimalkan laba pada suatu perusahaan, dengan menggunakan proksi
discretionary accrual (DA). Discretionary Accrual adalah komponen akrual yang
berada dalam kebijakan manajer, artinya manajer memberi intervensinya dalam
proses pelaporan akuntansi yang mengakibatkan asimetri informasi tentang kondisi
perusahaan, komponen discretionary acrual ini diantaranya penilaian piutang,
pengakuan biaya garansi (future waranty expense) dan asset modal (capitalization
assets). Manajemen laba berbeda dengan perataan laba yang dimuat dalam laporan
keuangan, dengan tujuan pelaporan eksternal, terutama bagi investor, karena
umumnya investor menyukai laba yang lebih relatif stabil. Oleh karena itu perataan
laba (income smooting) merupakan bagian dari manajemen laba (Gumanti dalam
Indriani, 2010).
3
Menurut Watts & Zimmerman (1990), besaran perusahaan dapat berpengaruh
negatif terhadap kualitas laba. Hal demikian dapat terjadi pada perusahaan besar
karena cenderung menggunakan prosedur akuntansi menurunkan laba (incomedecresing). Selain itu perusahaan dengan ukuran sedang dan besar lebih memiliki
tekanan yang kuat dari pada stakeholdersnya, agar kinerja perusahaan sesuai dengan
harapan para investornya dibandingkan dengan perusahaan kecil. Hal ini mendorong
manajemen untuk dapat memenuhi harapan investor tersebut (Barton dan Simko,
2002). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rezaei (2012) bahwa ukuran perusahaan
berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba. Begitu pula dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Handayani dan Rachadi (2009) yang menyatakan
bahwa semakin besar perusahaan akan cenderung untuk menurunkan praktik
manajemen laba, karena perusahaan besar secara politis lebih mendapat perhatian dari
institusi pemerintah dibandingkan dengan perusahaan kecil. Berbeda dengan hasil
penelitian yang dikemukakan oleh I Guna dan Herawaty (2010) mengenai
pembuktikan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap praktik
manajemen laba. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Kim et al.
(2003) yang menyatakan tidak ada batasan besaran suatu perusahaan untuk
melakukan manajemen laba karena perusahaan besar maupun kecil memiliki motivasi
yang sama dalam melakukan manajemen laba.
Leverage menurut Van Horne (2007) adalah penggunaan biaya tetap dalam
usaha untuk meningkatkan profitabilitas. Leverage merupakan pedang bermata dua,
yang mana jika laba perusahaan dapat diperbesar, maka begitu pula dengan
kerugiannya. Hasil penelitian I Guna dan Herawati (2010) yang menyatakan leverage
berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Hal ini dikarenakan perusahaan
melakukan plan tax dengan meningkatan debt to equity ratio (DER), rasio DER yang
kecil memicu perusahaan melakukan take a bath untuk menghindari pajak. Perbedaan
hasil penelitian ditunjukan oleh penelitian yang dilakukan Indriani (2010), yang
menyatakan bahwa leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
Hal ini dikarenakan kebijakan hutang yang tinggi menyebabkan perusahaan
4
dimonitor oleh pihak debtholders (pihak ketiga). Ketatnya monitoring menyebabkan
manajer akan bertindak sesuai dengan kepentingan debtholders dan shareholders.
Efektivitas perusahaan dalam menghasilkan laba melalui pengoperasian aktiva
yang dimiliki menjadi tolok ukur kinerja perusahaan dapat pula memotivasi tindakan
manajemen laba pada suatu perusahaan. Laba berfungsi untuk mengukur efektivitas
bersih dari sebuah usaha bisnis (Wahyu, 2011). Laba juga menjamin pasokan modal
dimasa depan untuk inovasi dan perluasan usaha (Pearce et al, dalam Wahyu 2011).
Semakin besar Return on Assets (ROA) sebagai rasio profitabilitas yang dimiliki oleh
sebuah perusahaan maka semakin efisien penggunaan aktiva sehingga akan
memperbesar laba.
Laba yang besar akan menarik investor karena perusahaan memiliki tingkat
pengembalian yang semakin tinggi. Dengan kata lain, semakin tinggi rasio ini maka
semakin baik produktivitas asset dalam memperoleh keuntungan bersih. Hal ini
selanjutnya akan meningkatkan daya tarik perusahaan kepada investor sehingga
menjadikan perusahaan tersebut makin diminati investor. Semakin tinggi rasio yang
diperoleh maka semakin efisien manajemen asset perusahaan. ROA memotivasi
manajemen untuk melakukan manajemen laba, dapat dikatakan pula ROA
berpengaruh positif terhadap manajemen laba, seperti halnya dalam penelitian I Guna
dan Herawati (2010) dan penelitian Widyastuti (2009) menyatakan ROA berpengaruh
positif signifikan terhadap tindakan manajemen laba. Berbeda dengan hasil penelitian
Wahyu (2011) yang menyatakan ROA berpengaruh negatif signifikan terhadap
tindakan manajemen laba. Berbeda pula hasil penelitian Sari (2012) yang menyatakan
ROA tidak berpengaruh signifikan terhadap tindakan manajemen laba.
Kepemilikan institusional merupakan saham perusahaan yang dimiliki oleh
institusi atau lembaga (perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan
kepemilikan institusi lainnya). Penelitian Balsam et al. (2002) menyatakan bahwa
kepemilikan institusional yang tinggi dapat meminimalisir praktik manajemen laba,
namun tergantung pada jumlah kepemilikan yang cukup signifikan, sehingga akan
5
mampu memonitor pihak manajemen yang berdampak mengurangi motivasi manajer
untuk melakukan manajemen laba.
Penyebab lain yang mendorong manajer melakukan manajemen laba adalah
aplikasi dari teori keagenan. Menurut penjelasan dari teori keagenan dalam suatu
perusahaan terdapat perbedaan informasi antara manajer (agen) dan investor. Manajer
yang bertindak sebagai internal perusahaan lebih mengetahui keadaan perusahaan
dari pada investor (eksternal), sehingga celah ini dimanfaatkan manajer melakukan
disfunctional behaviour (perilaku yang tidak semestinya) untuk melakukan
perekayasaan terhadap laba yang dilaporkan, yaitu salah satunya dengan melakukan
tindakan manajemen laba (earning management).
Manajemen laba muncul di Indonesia sudah lama, beberapa kasus manajemen
laba yang diduga dan terbukti terjadi pada pelaporan akuntansi yang secara luas
diantaranya adalah pada tahun 2011 PT. Ancora Mining Service (AMS) dilaporkan
Forum Masyarakat Peduli Keadilan (FMPK) ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
Kementerian Keuangan atas dugaan manipulasi laporan keuangan. Ketua Bagian
Investigasi FMPK, Mustopo, menjelaskan, indikasi manipulasi itu terlihat dari adanya
penghasilan sebesar Rp 34,9 miliar namun tidak ada pergerakan investasi. Selain itu,
ditemukan bukti pembayaran bunga sebesar Rp 18 miliar padahal AMS mengaku
tidak memiliki utang. FMPK juga menemukan bukti piutang senilai Rp 5,3 miliar
namun tidak ada kejelasan transaksinya (Shally Pristine, 2011).
PT. Katarina Utama Tbk diduga telah memanipulasi laporan keuangan
sebagaimana dituduhkan oleh salah satu pemegang sahamnya, PT. Media Intertel
Graha (MIG). Tentang laporan keuangan 2009 yang mencantumkan adanya piutang
usaha dari MIG sebesar Rp. 8,606 miliar dan pendapatan dari MIG Rp. 6,773 miliar.
Selain itu PT. Katarina Utama Tbk diduga telah melakukan penggelembungan aset
dengan memasukkan sejumlah proyek fiktif senilai Rp. 29,6 miliar dalam laporan
perseroan. Dengan rincian dari PT Bahtiar Mastura Omar (BMO) Rp.10,1 miliar, PT
Ejey Indonesia Rp 10 miliar dan PT Inti Bahana Mandiri Rp 9,5 miliar (Wahyu
Daniel, 2010).
6
Laporan keuangan Bumi Plc tahun 2011 hal 23 disebutkan adanya
penghapusan akun development fund senilai US$ 247 juta milik Bumi Resources dan
akun development asset US$ 75 juta milik Berau Coal. Penghapusan ini dilakukan
karena auditor Bumi Plc, Pricewaterhouse Coopers LLP tidak bisa membuktikan aset
dasar (underlying asset) dari sejumlah dana tersebut (Alexander, 2012).
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul pengaruh ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas, dan kepemilikan
institusional terhadap manajemen laba.
1.2 Identifikasi Masalah
Hal yang menjadi perhatian dan penilaian investor dan stakeholder lainnya
untuk proses pemgambilan keputusan salah satunya ialah laba. Agar mendapatkan
nilai laba yang dapat menarik perhatian dan minat stakeholders, pihak manajemen
memanfaatkan celah fleksibilitas dalam memilih kebijakan akuntansi untuk mengatur
nilai laba (earnings management). Adanya asimetri informasi antara pemilik dan
manajemen juga semakin memungkinkan timbulnya praktik manajemen laba. Maka
dari itu semua pihak yang berkepentingan (stakeholder) harus mengetahui apakah
laporan keuangan yang disajikan perusahaan tersebut mengandung tindakan
manajemen laba atau tidak. Hal tersebut dapat dianalisis dari tingkat ukuran
perusahaan, leverage, profitabilitas, dan kepemilikan institusional. Berdasarkan latar
belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat diidentifikasi beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Berapa besar pengaruh ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas, dan
kepemilikan institusional terhadap manajemen laba secara simultan.
2. Berapa besar pengaruh ukuran perusahaan terhadap praktik manajemen laba.
3. Berapa besar pengaruh leverage terhadap praktik manajemen laba.
4. Berapa besar pengaruh profitabiltas terhadap praktik manajemen laba.
5. Berapa besar pengaruh kepemilikan institusional terhadap praktik manajemen
laba.
7
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud penelitian ini adalah untuk mencari, mengumpulkan dan
mendapatkan
informasi
mengenai
pengaruh
ukuran
perusahaan,
leverage,
profitabilitas, dan kepemilikan institusional terhadap manajemen laba pada
perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di BEI.
Sedangkan tujuan penelitian secara khusus adalah untuk mendapatkan bukti
empiris mengenai:
1. Pengaruh ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas, dan kepemilikan
institusional terhadap manajemen laba secara simultan.
2. Pengaruh ukuran perusahaan terhadap praktik manajemen laba.
3. Pengaruh leverage terhadap praktik manajemen laba.
4. Pengaruh ROA sebagai rasio dari profitabiltas terhadap praktik manajemen
laba.
5. Pengaruh kepemilikan institusional terhadap praktik manajemen laba.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan, antara lain bagi:
1. Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pemahaman
penulis mengenai pengaruh ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas, dan
kepemilikan institusional terhadap manajemen laba pada perusahaan sektor
pertambangan.
2. Perusahaan Sektor Pertambangan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dan sumber
pemikiran untuk perusahaan sektor pertambangan terutama upaya dalam
menurunkan praktik manajemen laba yang ada di perusahaan sektor
pertambangan.
8
3. Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya
mengenai praktik manajemen laba.
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian
Pada penelitian ini, penulis memperoleh data melalui situs website:
www.idx.co.id di Pojok Bursa Universitas Widyatama yang beralokasi di Jalan
Cikutra No. 204A Bandung. Waktu penelitian dilakukan dari bulan April 2015
sampai dengan selesai.
Download