PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah gizi kurang merupakan masalah multidimensi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor baik langsung maupun tidak langsung. Faktor-faktor penyebab masalah gizi ini bersumber atau berakar dari terjadinya krisis ekonomi, politik dan sosial atau termasuk juga kejadian bencana alam. Gizi kurang terjadi karena defisiensi atau ketidakseimbangan energi (zat gizi). Gizi kurang dapat menurunkan produktivitas kerja sehingga pendapatan menjadi rendah, miskin, dan pangan tidak tersedia cukup. Selain itu gizi kurang mengakibatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit menjadi rendah sehingga rentan terserang penyakit (Suhardjo 2003). Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan pembangunan di suatu wilayah. Pembangunan akan berjalan baik apabila didukung oleh masyarakat yang berkualitas. Berkaitan dengan hal tersebut, untuk menciptakan SDM yang berkualitas, banyak faktor yang harus diperhatikan, antara lain faktor pangan (zat gizi), kesehatan, pendidikan, informasi, teknologi, dan jasa pelayanan lainnya seperti jasa pelayanan kesehatan. Dari sekian banyak faktor tersebut, zat gizi memegang peranan yang paling penting. Kekurangan gizi dapat merusak kualitas SDM, khususnya generasi penerus bangsa (anak-anak). Permasalahan gizi utama di Indonesia difokuskan pada 4 masalah, yaitu Kurang Energi Protein (KEP), Kurang Zat Besi (anemia), Kurang Vitamin A (KVA), dan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) (Khomsan et al. 2009a). Balita merupakan kelompok usia yang rawan terserang penyakit dan kekurangan zat gizi. Kekurangan gizi pada usia balita akan berdampak negatif bagi pertumbuhan balita tersebut karena akan mengakibatkan keterlambatan pertumbuhan pada balita. Anak atau balita yang kekurangan makanan bergizi akan tertinggal pertumbuhan fisik, mental dan intelektualnya. Gangguan pertumbuhan ini selain menyebabkan tingginya angka kematian anak, juga menyebabkan berkurangnya potensi belajar dan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit. Anak yang menderita kekurangan gizi juga cenderung lebih mudah menderita penyakit kronis dikemudian hari. Kurang Energi Protein (KEP) pada bayi dan anak-anak sering dijumpai di negara - negara yang sedang berkembang. Diare dan penyakit infeksi merupakan salah satu faktor yang 2 memegang peranan penting dalam menyebabkan gizi kurang pada balita selain faktor pemberian air susu ibu (ASI) (Suhardjo 2003). Menurut Soekirman (2000), KEP pada balita sangat berbeda sifatnya dengan KEP pada orang dewasa. Faktor penyebab timbulnya gizi kurang pada balita lebih kompleks dibandingkan pada orang dewasa. Untuk menanggulanginya diperlukan upaya penanggulangan yang menggunakan pendekatan dari berbagai segi kehidupan anak secara terintegrasi dengan cara memperbaiki aspek lingkungan hidup anak seperti pola asuh, pendidikan ibu, air bersih dan kesehatan lingkungan, mutu serta pelayanan kesehatan. Selain itu, partisipasi aktif dari orang tua dan masyarakat setempat juga penting dalam pencegahan dan penanggulangan masalah gizi kurang pada balita. Periode kritis anak berada pada lima tahun pertama setelah kelahiran. Jika pertumbuhan dan perkembangan anak pada periode ini optimal, maka anak tersebut akan tumbuh menjadi seorang manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, target utama posyandu adalah balita, ditambah wanita hamil dan menyusui (Khomsan et al. 2009a). Menurut Adi (2010), untuk menanggulangi masalah gizi kurang pada balita perlu adanya program peningkatan kesehatan masyarakat, pendidikan (penyuluhan), dan perbaikan pola konsumsi. Peningkatan kesehatan masyarakat dapat dilakukan dengan cara meningkatkan pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Salah satu program untuk menanggulangi masalah gizi kurang dan angka kesakitan pada balita yaitu dengan dilakukannya program intervensi pemberian makanan tambahan (PMT) pada balita yang mengalami KEP. Pemberian makanan tambahan ini diharapkan dapat membantu mengurangi prevalensi gizi kurang. Berdasarkan Riskesdas (2010), diketahui bahwa prevalensi gizi kurang di propinsi Jawa Barat berdasarkan BB/U sebesar 9,9%. Sukabumi merupakan salah satu kabupaten yang berada di provinsi Jawa Barat. Berdasarkan hasil penimbangan bulanan balita di kabupaten Sukabumi tahun 2010, diketahui prevalensi balita gizi kurang sebesar 8,55%. Prevalensi ini lebih sedikit dibandingkan prevalensi balita gizi kurang di provinsi Jawa Barat. Masalah gizi kurang pada balita akan berdampak negatif bagi kelangsungan hidup balita tersebut di kemudian hari. Oleh sebab itu, masalah tersebut harus dapat segera ditanggulangi. 3 Salah satu cara untuk dapat menanggulangi masalah gizi kurang pada balita KEP yaitu dengan cara memberikan makanan tambahan (PMT). Pemberian Makanan Tambahan (PMT) berupa biskuit yang disubstitusi tepung ikan lele Dumbo (Clarias gariepinus) merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan dalam upaya perbaikan gizi balita. Studi mengenai efikasi pemberian makanan tambahan tersebut telah dilakukan oleh Adi pada tahun 2010 dengan hasil yang positif. Sebagai tindak lanjut dari studi tersebut Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi memberikan biskuit yang disubstitusi tepung ikan lele Dumbo (Clarias gariepinus) sebagai upaya untuk mengurangi prevalensi gizi kurang dan gizi buruk serta memperbaiki status gizi balita gizi kurang dan gizi buruk pada tahun 2011 di kabupaten Sukabumi. Biskuit yang disubstitusi tepung ikan lele Dumbo (Clarias gariepinus) ini mengandung protein tinggi sehingga dengan adanya pemberian biskuit tersebut diharapkan dapat menambah asupan energi dan protein pada balita KEP. Dalam perbaikan pola konsumsi pangan balita, pola asuh anak oleh ibu merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi status gizi anak balita. Ibu sangat berperan penting dalam meningkatkan status gizi anak (balita). Pola makan anak hampir sepenuhnya tergantung pada kemampuan ibu untuk mentransfer pengetahuan gizi ke dalam sikap dan kebiasaan makan yang baik. Tingkat kepatuhan orang tua (pengasuh) dalam memberikan biskuit (PMT) juga sangat penting terhadap keberhasilan program Pemerintah Daerah kabupaten Sukabumi dalam upaya memperbaiki status gizi dan tingkat morbiditas balita gizi kurang di kabupaten Sukabumi. Terkait dengan hal-hal tersebut di atas, maka peneliti tertarik meneliti perubahan morbiditas dan status gizi balita pada awal dan akhir intervensi pemberian makanan tambahan (PMT) biskuit yang disubstitusi tepung ikan lele Dumbo (Clarias gariepinus) oleh Pemda Kabupaten Sukabumi pada tahun 2011. Daerah Sukabumi yang dijadikan lokasi penelitian ini merupakan daerah dataran tinggi tepatnya yaitu di kecamatan Sukalarang dan kecamatan Cibadak, kabupaten Sukabumi, provinsi Jawa Barat. Tujuan Tujuan umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji morbiditas dan status gizi balita pada awal dan akhir intervensi Pemberian Makanan Tambahan (PMT) 4 biskuit yang disubstitusi tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) di Kecamatan Sukalarang dan Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Tujuan khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui karakteristik sosial-ekonomi keluarga balita penerima PMT biskuit yang disubstitusi tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). 2. Mengetahui karakteristik kondisi lingkungan daerah tempat tinggal balita penerima PMT biskuit yang disubstitusi tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). 3. Mengetahui konsumsi pangan balita penerima PMT biskuit yang disubstitusi tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). 4. Mengetahui pola asuh ibu (pola asuh makan dan kesehatan) dan tingkat kepatuhan sasaran penerima PMT biskuit yang disubstitusi tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) terhadap pemberian makanan tambahan. 5. Menganalisis hubungan antara pola pengasuhan ibu dengan status gizi balita penerima PMT biskuit yang disubstitusi tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). 6. Menganalisis hubungan antara tingkat morbiditas dengan status gizi balita penerima PMT biskuit yang disubstitusi tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). 7. Mengkaji perubahan tingkat morbiditas balita penerima PMT biskuit yang disubstitusi tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). 8. Mengkaji perubahan status gizi balita penerima PMT biskuit yang disubstitusi tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan antara pola pengasuhan ibu dengan status gizi balita. 2. Terdapat hubungan antara tingkat morbiditas dengan status gizi balita. 3. Terdapat perbedaan morbiditas balita antara sebelum dan setelah dilakukan intervensi Pemberian Makanan Tambahan (PMT) biskuit yang disubstitusi tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). 4. Terdapat perbedaan status gizi balita antara sebelum dan setelah dilakukan intervensi Pemberian Makanan Tambahan (PMT) biskuit yang disubstitusi tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). 5 Kegunaan Penelitian Penelitian ini dapat membantu meningkatkan kesadaran, kepatuhan dan pemahaman masyarakat khususnya ibu balita terhadap pentingnya memperbaiki pola makan balita dan memperhatikan asupan zat gizinya agar mencukupi kebutuhan gizi balita. Disamping itu juga dapat meningkatkan pemahaman pengasuh (ibu) dalam hal perbaikan pola asuh terhadap anak balita dan juga memperhatikan aspek kesehatan lingkungan. Partisipasi masyarakat lainnya juga seperti kader sangat berperan terhadap kelancaran program intervensi Pemberian Makanan Tambahan (PMT) biskuit yang disubstitusi tepung ikan lele Dumbo (Clarias gariepinus) untuk meningkatkan status gizi balita gizi kurang dan gizi buruk. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah setempat dalam upaya menanggulangi masalah gizi kurang dan gizi buruk pada balita di Kabupaten Sukabumi. Dengan adanya penelitian ini diharapkan pemerintah mengetahui efikasi (pengaruh) dari Pemberian Makanan Tambahan PMT) biskuit yang disubstitusi tepung ikan lele Dumbo (Clarias gariepinus) terhadap perbaikan morbiditas dan status gizi balita gizi kurang di Kabupaten Sukabumi.