BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan peninjauan kembali teori-teori yang berkaitan dengan variabel sehingga dapat membuktikan bahwa teori dan masalah yang terjadi saling berkaitan atau behubungan satu sama lain. 2.1.1 Manajemen 2.1.1.1 Definisi Manajemen Kata manajemen diambil dari kata bahasa inggris yaitu “manage” yang berarti mengurus, mengelola, mengendalikan, mengusahakan, memimpin. Ada beberapa pengertian yang disebutkan oleh para ahli sebagai pengertian dari manajemen itu sendiri. Manajemen merupakan proses pengoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan-pekerjaan tersebut terselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain (Robbins & Coulter, 2007, p. 8). Manajemen adalah pencapaian sasaran-sasaran organisasi dengan cara yang efektif dan efisien melalui perencanaan pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian sumber daya organisasi (Daft, 2007, p. 8). Manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya dari anggota organisasi serta penggunaan semua sumber daya yang ada pada organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya (Stoner, Freeman, & Gilbert, 2006, p. 5) Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan proses pengkoordasian suatu kegiatan sehingga membuat suatu pekerjaan menjadi efisien dan efektif. Agar suatu manajemen menjadi efektif dan efisien, manajemen harus menjalankan fungsi-fungsi dengan baik.Fungsi manajemen merupakan elemen dasar agar suatu kegiatan manajemen dapat berjalan dengan baik dan tujuan perusahaan pun dapat tercapai. 11 12 2.1.1.2 Fungsi-Fungsi Manajemen Fungsi-fungsi manajemen adalah perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengawasan (Robbins & Coulter, 2007, p. 9). 1. Perencanaan Mencakup pendefinisian tujuan, penetapan strategi, dan mengembangkan rencana untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan. 2. Pengorganisasian adalah menentukan tugas apa saja yang dikerjakan, siapa yang mengerjakan, bagaimana tugas-tugas dikelompokkan, siapa melapor kepada siapa, dan pada tingkat mana keputusan harus dibuat. 3. Kepemimpinan meliputi kegiatan-kegiatan memotivasi bawahan, mengarahkan, menyeleksi saluran komunikasi yang paling efektif, dan memecahkan konflik. 4. Pengendalian meliputi pemantauan kegiatan-kegiatan untuk memastikan bahwa semua orang mencapai apa yang telah direncanakan dan mengkoreksi penyimpangan-penyimpangan yang ada. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi manajemen ada empat yaitu perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian. Dengan menjalani fungsi-fungsi manajemen dengan baik, maka suatu kegiatan yang ada di dalam organisasi akan terkoordinasi dengan baik. Dalam melaksanakan fungsi-fungsi manajemen, tentu saja peran sumber daya manusia (SDM) sangat penting, karena SDM merupakan salah faktor penting yang bisa menunjang keberhasilan suatu organisasi. Oleh karena itu selain Manajemen, kita harus memahami pula mengenai Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) 13 2.1.2 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.2.1 Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan organisasional (Robert & Jackson, 2006, p. 3). Manajemen sumber daya manusia (MSDM) adalah fungsi yang berkaitan dengan upaya untuk mewujudkan hasil tertentu melalui kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang (Hasibuan; Malayu S. P., 2007, p. 10). Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah suatu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan secara terpadu (Sutrisno, 2009, p. 86). Manajemen Sumber daya Manusia adalah proses dari perolehan, pelatihan, penilaian, kompensasi karyawan, dan hadir untuk hubungan kerja mereka, kesehatan dan keselamatan kerja, dan urusan keadilan (Schermerhorn, 2012, p. 145). Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan rancangan suatu sistem yang ada dalam suatu organisasi guna tercapainya tujuan organisasi secara efektif dan efisien.Sumber daya manusia didalam organisasi mempunyai beberapa aktifitas yang harus dijalankan dengan baik. Berbicara mengenai MSDM, tentu saja kinerja karyawan merupakan hasil akurat bagi seseorang didalam suatu organisasi,hasil dari suatu penilaian kinerja merupakan poin penting yang dapat perusahaan lihat guna berkembangnya suatu kinerja organisasi, oleh karena itu suatu Organizational Learning Culture (OLC) sangatlah penting. Suatu Organizational Learning merupakan salah satu cara 14 yang dilakukan oleh perusahaan kepada karyawannya guna suksesnya organisasi. Organizational Learning memungkinkan suatu organisasi mampu beradaptasi dengan suatu perubahan secara cepat. Oleh karena itulah menjadikan Organizational Learning sebagai suatu budaya diperusahaan sangatlah diperlukan. Faktor lain yang dapat meningkatkan suatu kinerja adalah faktor yang memang sudah ada dalam diri karyawan itu sendiri, salah satunya adalah Organizational Citizenship Behavior (OCB). OCB merupakan suatu perilaku yang dapat mendukung pencapaian organisasi lebih dari ekspektasi. Banyak hal yang bias kita lihat jika seseorang melakukan perilaku OCB seperti menolong orang lain tanpa diminta, bekerja lebih dari jam kerja yang diberikan, dan ramah dalam berinteraksi. 2.1.3 Organizational Learning Culture 2.1.3.1 Definisi Organizational Learning Culture Organizational Learning dengan Learning organization merupakan dua hal yang berbeda. Di dalam Organizational learning, proses reflektif dimainkan oleh para anggota pada semua level dari organisasi, yang melibatkan pengumpulan informasi dari lingkungan internal dan eksternal sedangkan Learning Organization merupakan salah satu yang secara proaktif menciptakan, memperoleh, dan mentransfer pengetahuan yang mengubah perilaku berdasarkan pengetahuan dan wawasan baru (Kreitner & Kinicki, 2009, p. 334). Organizational Learning berarti semua proses dimana ditemukan solusi baru untuk masalah administrasi yang masuk ke dalam memori manajerial perusahaan (Kirkpatrick, 2006, p. 82). Organizational Learning Culture (OLC) merupakan atribut, perilaku, kebiasaan, kepercayaan dan sistem yang dibangun untuk menciptakan, memperoleh, menyebarkan dan memelihara keterampilan dan pengetahuan yang diterapkan dalam suatu organisasi dalam rangka mempertahankan kelangsungan organisasi. OLC dapat diartikan sebagai sebuah sistem yang mendukung kerja tim, kolaborasi, kreativitas, dan proses pengetahuan dimana memiliki makna dan nilai yang kolektif. OLC lebih menekankan 15 pada proses belajar. OLC sebagai atribut, kelakuan, kebiasaan, kepercayaan, dan sistem untuk menciptakan, memperoleh, menyebarkan, dan mempertahankan kemampuan serta mempertahankan kelancaran organisasi untuk dapat membangun dan memperkuat budaya yang sudah kuat, timbul keinginan untuik memeriksa elemen-elemen dari sistem yang membentuk budaya pembelajaran. Untuk menjadi Learning Organization, elemen organisasi seperti peraturan, memori, nilai, sistem hubungan atau struktur, dan dinamika organisasi lainnya atau bentuk-bentuk dasar dimana mencirikan organisasi harus berubah (Yusuf, Hamid, Eliyana, Bahri, & Sudarisman, 2012). OLC merupakan salah satu komponen kontekstual untuk meningkatkan kepuasan karir, hal tersebut berpacu pada keterampilan organisasi dalam menciptakan, mendapatkan, dan mentransfer pengetahuan dan dalam memodifikasi perilaku untuk merefreksikan pengetahuan dan wawasan yang baru (Joo & Ready, 2012). Organisasi pembelajaran sebagai satu yang terus menerus memperluas kapasitasnya untuk menciptakan masa depan. Huber memperluas definisi dari Organizational Learning dengan memfokuskan pada akuisisi pengetahuan, distribusi informasi, intepretasi informasi dan ingatan organisasi (Malik & Danish, 2010). Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa OLC merupakan atribut, perilaku, kebiasaan, keyakinan dan sistem yang dibangun untuk menciptakan, memperoleh, menyebarkan dan memelihara keterampilan dan pengetahuan yang diterapkan dalam suatu organisasi dalam rangka mempertahankan kelangsungan organisasi. 2.1.3.2 Indikator dari Organizational Learning Culture Organizational Learning Culture merupakan suatu sistem di mana dapat mendukung suatu kerja sama tim, kolaborasi, kreativitas, dan proses pengetahuan dimana memiliki makna dan nilai yang kolektif. OLC sebagai atribut, perilaku, kebiasaan, kepercayaan, dan sistem yang dibangun untuk menciptakan, memperoleh, menyebarkan, dan memelihara keterampilan dan pengetahuan yang diterapkan dalam suatu organisasi dalam rangka mempertahankan kelangsungan organisasi (Yusuf, Hamid, Eliyana, Bahri, & Sudarisman, 2012). 16 Didukung oleh jurnal Career satisfaction: The influences of proactive personality, performance goal orientation, Organizational Learning Culture, and leader-member exchange quality (2012), ada tujuh identifikasi kegiatan yang penting dalam Learning Organization yaitu : 1. Membuat kesempatan belajar secara berkelanjutan 2. Memajukan penyelidikan dan dialog 3. Mendorong kolaborasi dan pembelajaran tim 4. Menyusun sistem untuk menangkap dan memberikan pembelajaran 5. Memberikan wewenang untuk memiliki visi kolektif 6. Menghubungkan organisasi ke lingkungan 7. Menggunakan pemimpin sebagai model dan pendukung pembelajaran pada individual, kelompok, dan level organisasi Jadi Learning Organization melibatkan suatu lingkungan dimana Organizational Learning yang terstruktur sehingga kerja sama tim, kolaborasi, kreativitas, dan proses pengetahuan memiliki makna dan nilai yang kolektif. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa OLC memiliki 7 indikator yang perlu diperhatikan Yaitu kesempatan belajar yang berkelanjutan, memajukan penyelidikan dan dialog, kolaborasi dan pembelajaran tim, sistem untuk memberikan pembelajaran, wewenang untuk memiliki visi kolektif, hubungan organisasi dengan lingkungan, pemimpin sebagai model dan pendukung pembelajaran. 2.1.4 Organizational Citizenship Behaviour 2.1.4.1 Pengertian Organizational Citizenhip Behaviour Organizational Citizenship Behaviour (OCB) seringkali didefinisikan sebagai perilaku extra dari seorang individu yang melebihi tugas formalnya. OCB merupakan perilaku dan sikap yang menguntungkan organisasi yang tidak bisa ditumbuhkan dengan basis kewajiban peran formal maupun dengan bentuk kontrak, seperti memberi bantuan kepada rekan kerja untuk meringankan beban kerja mereka, melaksanakan tugas yang tidak diminta, dan membantu orang lain dalam menyelesaikan masalah. Organizational Citizenship Behaviour (OCB) merupakan perilaku bebas yang bukan merupakan bagian dari persyaratan pekerjaan yang formal seorang karyawan, 17 dimana berfungsi secara efektif bagi sebuah organisasi (Robbins & Coulter, 2007, p. 121). Organizational Citizenship Behaviour (OCB) terdiri dari perilaku karyawan yang melampaui panggilan tugasnya, misalnya saja seperti gerakan konstruktif pernyataan tentang departemen, ekspresi dari kepentingan pribadi pada pekerjaan lain, merawat properti organisasi, dan ketepatan waktu serta kehadiran akan melampaui standar atau tingkat pelaksanaannya (Kreitner & Kinicki, 2009, p. 174). Organizational Citizenship Behaviour (OCB) didefinisikan sebagai perilaku karyawan yang memberikan kontribusi untuk lebih dari deskripsi kerja formalnya dan biasanya murni dari reward yang diberikan oleh organisasi. Dengan kata lain tidak ada insentif tambahan yang diberikan kepada individu dari organisasi yang berkontribusi lebih dari deskripsi pekerjaan formalnya (Yusuf, Hamid, Eliyana, Bahri, & Sudarisman, 2012). OCB adalah konstruk yang relatif baru dalam literatur perilaku organisasi, akan tetapi telah mendapat perhatian yang luas dari peneliti organisasi (Widyaningrum, 2010). Dari berbai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa OCB merupakan perilaku karyawan yang memberikan kontribusi untuk lebih dari deskripsi kerja formalnya dan biasanya murni dari reward yang diberikan oleh organisasi. 2.1.4.2 Dimensi dan Indikator dari Organizational Citizenhip Behaviour Pada jurnal The Antecedents of Employee’s Performance: Case Study of Nickel Mining’s Company, Indonesia (Yusuf, Hamid, Eliyana, Bahri, & Sudarisman, 2012) ada lima faktor yang mempengaruhi OCB, yaitu: 1. Altruism Perilaku untuk membantu orang lain atau kepentingan orang lain, seperti membantu rekan kerja yang mengalami kesulitan dalam pekerjaan mereka ketika mereka sendiri telah menyelesaikan tugas dalam proyek. 2. Seriousness 18 Perilaku untuk memenuhi persyaratan minimum seperti kehadiran, mematuhi peraturan dan bekerja sama, termasuk penggunaan ketersediaan waktu kerja yang efektif. 3. Sportmanship Seorang karyawan yang menempatkan dan menekankan aspek-aspek positif dari organisasi daripada aspek negatif, menunjukkan kesediaan untuk toleransi terhadap keadaan tanpa mengeluh. 4. Thinking about Public interest Berpikir tentang kepentingan publik dalam bentuk melibatkannya dalam fungsi organisasi, misalnya untuk berpikir tentang hidup organisasi dengan selalu mencari informasi baru yang mendukung kemajuan organisasi. 5. Keeping the good manners Menjaga sikap yang baik dan memiliki rasa hormat untuk orang lain, termasuk perilaku seperti membantu seseorang untuk mencegah masalah, jangan lewatkan informasi tentang berbagai kegiatan organisasi dan perubahan yang terjadi atau mencoba untuk menghindari atau mengurangi masalah yang meningkat dengan melakukan klarifikasi, sehingga tidak mudah terpengaruh jika diprovokasi. Dari dimensi diatas dapat dilihat bahwa indikator dari OCB adalah : 1. Dimensi Alturism mempunyai indikator yaitu membantu rekan kerja secara suka rela 2. Dimensi Seriousness mempunyai indikator yaitu memenuhi persyaratan minimum kehadiran, peraturan, dan jam kerja 3. Dimensi Sportmanship mempunyai indikator yaitu Aspek positif organisasi, ketersediaan untuk toleransi terhadap keadaan 4. Dimensi Thinking About Public Interest mempunyai indikator yaitu keterlibatan fungsi organisasi dan informasi tentang organisasi 5. Dimensi Keeping The Good Manners mempunyai indikator yaitu, Perilaku, rasa hormat terhadap orang lain, kegiatan organisasi, dan klarifikasi 2.1.5 Kinerja Karyawan 2.1.5.1 Definisi Kinerja 19 Istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang).Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja merupakan jumlah usaha seorang individu yang akan mengerahkan semua usahanya ke dalam pekerjaannya (Robbins & Coulter, 2007, p. 237). Kinerja karyawan merupakan sebagai hasil individu yang berdasarkan ukuran dan standar perilaku untuk pekerjaan yang terkait. Kinerja karyawan juga dapat didefinisikan sebagai perilaku yang mengarah ke hasil, terutama perilaku yang dapat mengubah lingkungan dengan cara tertentu. Kinerja karyawan adalah catatan hasil yang dihasilkan dalam fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama periode waktu tertentu yang terkait dengan tujuan organisasi (Yusuf, Hamid, Eliyana, Bahri, & Sudarisman, 2012). Pada hakikatnya kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar dan kriteria yang ditetapkan untuk pekerjaan tersebut. Kinerja merujuk pada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik, maka kinerja dinyatakan baik dan sukses (Widyaningrum, 2010). Dari definisi Kinerja Karyawan diatas dapat disimpulkan bahwa Kinerja Karyawan adalah hasil individu yang berdasarkan ukuran dan standar perilaku untuk pekerjaan yang terkait. 2.1.5.2 Faktor - Faktor yang mempengaruhi kinerja Kinerja karyawan adalah hasil dihasilkan oleh unit fungsional tertentu atau kegiatan individu selama periode waktu tertentu (Yusuf, Hamid, Eliyana, Bahri, & Sudarisman, 2012). Selain itu, kinerja karyawan dipengaruhi oleh dua faktor umum: • Faktor lingkungan kerja (situasi) termasuk lingkungan sosial, tekanan situasi, budaya organisasi, keterlibatan kerja, persaingan, dan komunikasi interpersonal. 20 • faktor individu meliputi keterampilan, motivasi, pengetahuan, tingkat pendidikan, persepsi, tujuan, Organizational Learning Culture, kemampuan diri, dan pengalaman kerja. Faktor-faktor yang berefek terhadap kinerja karyawan seperti usia membuat kinerja menjadi berkurang. Faktor lain seperti jenis kelamin, menempatkan perempuan lebih memilih untuk menyesuaikan diri dengan otoritas, sedangkan pria dikatakanlebih agresif dalam menciptakan harapan dan keberhasilan. Faktor seperti posisi atau senioritas menempatkan perbedaan dalam kebutuhan untuk menjadipuas sesuai dengan posisi yang mereka miliki. 2.1.5.3 Dimensi dan Indikator dari Kinerja Karyawan Ada 5 dimensi yang mempengaruhi nilai suatu kinerja karyawan (Yusuf, Hamid, Eliyana, Bahri, & Sudarisman, 2012), yaitu : 1. Job Skills kemampuan dan keahlian karyawan yang mendukung pelaksanaan tugas, yang mencakup kemampuan, pengetahuan, keterampilan interpersonal dan kecakapan teknis 2. Discipline Yakni kemampuan karyawan untuk mematuhi peraturan dan kebijakan untuk berperilaku dengan organisasi, termasuk timelines kerja, penyelesaian tugas, kehadiran, istirahat kerja, dan penyelesaian kerja 3. Responsibility Kemampuan seseorang untuk melakukan atau menyelesaikan pekerjaan dengan benar, contohnya waktu yang digunakan untuk bekerja dan kualitas pekerjaan 4. Cooperation kemampuan untuk membangun interaksi dengan rekan-rekan dan membantu satu sama lain dalam melaksanakan tugas 5. Creativity 21 Mengacu pada kemampuan karyawan untuk berperilaku dan mencoba hal-hal baru Dari pernyataan dimensi di atas, dapat dilihat bahwa indikator yang dapat diambil dari dimensi adalah : 1. Job Skills : Kemampuan, pengetahuan, keterampilan interpersonal, dan kecakapan teknis 2. Discipline : Timelines kerja, penyelesaian tugas, kehadiran, istirahat kerja, dan penyelesaian kerja 3. Responsibility : Waktu kerja dan kualitas kerja 4. Cooperation : Interaksi dengan rekan kerja 5. Creativity : inovasi karyawan 22 2.2 Kerangka Pemikiran Berikut ini merupakan kerangka pemikiran dari variabel Organizational Learning Culture, Organizational Citizenship Behaviour, dan Kinerja Karyawan. • • • • • Organizational Organizational Learning Culture (X) Cityzenship Behaviour (Y) Kesempatan belajar yang berkelanjutan Memajukan penyelidikan dan dialog Kolaborasi dan pembelajaran tim Sistem untuk memberikan • • membantu Kinerja Karyawan (Z) rekan kerja secara suka rela • Kemampuan memenuhi • Pengetahuan • Keterampilan persyaratan minimum kehadiran • peraturan • jam kerja pembelajaran • Kecakapan teknis • aspek positif organisasi Wewenang untuk • Timelines kerja • ketersediaan • Penyelesaian kerja • toleransi • Penyelesaian tugas • Kehadiran • Istirahat kerja • penyelesaian kerja • Waktu kerja • Kualitas kerja • Interaksi memiliki visi yang kolektif • Hubungan organisasi dengan lingkungan • Pemimpin sebagai model dan pemdukung pembelajaran (Journal Career Satisfaction: interpersonal terhadap keadaan • Keterlibatan fungsi organisasi • informasi tentang organisasi The Influences of Proactive • perilaku Personality, Performance Goal • rasa hormat terhadap orang lain Orientation, Organizational Learning Culture, and Leader • kegiatan organisasi, Member Exchange Qiuality • klarifikasi (2012) (Journal The Antecedents of dengan rekan kerja • Perilaku karyawan dan inovasi karyawan Employee’s Performance: (Journal The Antecedents of Case Study of Nickel Employee’s Mining’s Company, Case Indonesia) (2012) Mining’s Study Performance: of Indonesia) (2012) Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Nickel Company, 23 2.3 Rancangan Hipotesis Berdasarkan pada landasan teori dan kerangka pemikiran di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : T–1 Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Organizational Learning Culture dan Organizational Citizenship Behaviour pada PT. PLN Persero P3B Jawa Bali App Duri Kosambi Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara Organizational Learning Culture dan Organizational Citizenship Behaviour pada PT. PLN Persero P3B Jawa Bali App Duri Kosambi T-2 Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Organizational Learning Culture dan kinerja karyawan pada PT. PLN Persero P3B Jawa Bali App Duri Kosambi Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara Organizational Learning Culture dan Kinerja Karyawan pada PT. PLN Persero P3B Jawa Bali App Duri Kosambi T-3 Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Organizational Citizenship Bahaviour dan kinerja karyawan pada PT. PLN Persero P3B Jawa Bali App Duri Kosambi Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara Organizational Citizenship Bahaviour dan Kinerja Karyawan pada PT. PLN Persero P3B Jawa Bali App Duri Kosambi T-4 Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Organizational Learning Culture terhadap Organizational Citizenship Behaviour dan dampaknya terhadap Kinerja Karyawan pada PT. PLN Persero P3B Jawa Bali App Duri Kosambi 24 Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara Organizational Learning Culture terhadap Organizational Citizenship Behaviour dan dampaknya terhadap Kinerja Karyawan pada PT. PLN Persero P3B Jawa Bali App Duri Kosambi