BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan peninjauan kembali teori-teori yang berkaitan dengan
variabel sehingga dapat membuktikan bahwa teori dan masalah yang terjadi saling
berkaitan atau behubungan satu sama lain.
2.1.1 Manajemen
2.1.1.1 Definisi Manajemen
Kata manajemen diambil dari kata bahasa inggris yaitu “manage” yang berarti
mengurus,
mengelola,
mengendalikan, mengusahakan, memimpin.
Ada
beberapa
pengertian yang disebutkan oleh para ahli sebagai pengertian dari manajemen itu sendiri.
Manajemen merupakan proses pengoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan
sehingga pekerjaan-pekerjaan tersebut terselesaikan secara efisien dan efektif dengan
dan melalui orang lain (Robbins & Coulter, 2007, p. 8).
Manajemen adalah pencapaian sasaran-sasaran organisasi dengan cara yang efektif
dan efisien melalui perencanaan pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian
sumber daya organisasi (Daft, 2007, p. 8).
Manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan,
dan pengendalian upaya dari anggota organisasi serta penggunaan semua sumber daya
yang ada pada organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan
sebelumnya (Stoner, Freeman, & Gilbert, 2006, p. 5)
Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan
proses pengkoordasian suatu kegiatan sehingga membuat suatu pekerjaan menjadi
efisien dan efektif. Agar suatu manajemen menjadi efektif dan efisien, manajemen harus
menjalankan fungsi-fungsi dengan baik.Fungsi manajemen merupakan elemen dasar
agar suatu kegiatan manajemen dapat berjalan dengan baik dan tujuan perusahaan pun
dapat tercapai.
11
12
2.1.1.2 Fungsi-Fungsi Manajemen
Fungsi-fungsi manajemen adalah
perencanaan,
pengorganisasian,
kepemimpinan, dan pengawasan (Robbins & Coulter, 2007, p. 9).
1. Perencanaan
Mencakup pendefinisian tujuan, penetapan strategi, dan mengembangkan
rencana untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan.
2. Pengorganisasian
adalah menentukan tugas apa saja yang dikerjakan, siapa yang mengerjakan,
bagaimana tugas-tugas dikelompokkan, siapa melapor kepada siapa, dan
pada tingkat mana keputusan harus dibuat.
3. Kepemimpinan
meliputi kegiatan-kegiatan memotivasi bawahan, mengarahkan, menyeleksi
saluran komunikasi yang paling efektif, dan memecahkan konflik.
4. Pengendalian
meliputi pemantauan kegiatan-kegiatan untuk memastikan bahwa semua
orang
mencapai
apa
yang
telah
direncanakan
dan
mengkoreksi
penyimpangan-penyimpangan yang ada.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi manajemen ada
empat yaitu perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian.
Dengan menjalani fungsi-fungsi manajemen dengan baik, maka suatu kegiatan
yang ada di dalam organisasi akan terkoordinasi dengan baik.
Dalam melaksanakan fungsi-fungsi manajemen, tentu saja peran sumber daya
manusia (SDM) sangat penting, karena SDM merupakan salah faktor penting
yang bisa menunjang keberhasilan suatu organisasi.
Oleh karena itu selain
Manajemen, kita harus memahami pula mengenai Manajemen Sumber Daya
Manusia (MSDM)
13
2.1.2 Manajemen Sumber Daya Manusia
2.1.2.1 Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah rancangan sistem-sistem
formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia
secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan organisasional (Robert &
Jackson, 2006, p. 3).
Manajemen sumber daya manusia (MSDM) adalah fungsi yang berkaitan
dengan upaya untuk mewujudkan hasil tertentu melalui kegiatan yang dilakukan
oleh sekelompok orang (Hasibuan; Malayu S. P., 2007, p. 10).
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah suatu perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan,
kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja
dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan secara terpadu
(Sutrisno, 2009, p. 86).
Manajemen Sumber daya Manusia adalah proses dari perolehan, pelatihan,
penilaian, kompensasi karyawan, dan hadir untuk hubungan kerja mereka,
kesehatan dan keselamatan kerja, dan urusan keadilan (Schermerhorn, 2012, p.
145).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya
manusia merupakan rancangan suatu sistem yang ada dalam suatu organisasi
guna tercapainya tujuan organisasi secara efektif dan efisien.Sumber daya
manusia didalam organisasi mempunyai beberapa aktifitas yang harus dijalankan
dengan baik.
Berbicara mengenai MSDM, tentu saja kinerja karyawan merupakan hasil
akurat bagi seseorang didalam suatu organisasi,hasil dari suatu penilaian kinerja
merupakan poin penting yang dapat perusahaan lihat guna berkembangnya suatu
kinerja organisasi, oleh karena itu suatu Organizational Learning Culture (OLC)
sangatlah penting. Suatu Organizational Learning merupakan salah satu cara
14
yang dilakukan oleh perusahaan kepada karyawannya guna suksesnya organisasi.
Organizational Learning memungkinkan suatu organisasi mampu beradaptasi
dengan suatu perubahan secara cepat. Oleh karena itulah menjadikan
Organizational Learning sebagai suatu budaya diperusahaan sangatlah
diperlukan. Faktor lain yang dapat meningkatkan suatu kinerja adalah faktor
yang memang sudah ada dalam diri karyawan itu sendiri, salah satunya adalah
Organizational Citizenship Behavior (OCB). OCB merupakan suatu perilaku
yang dapat mendukung pencapaian organisasi lebih dari ekspektasi. Banyak hal
yang bias kita lihat jika seseorang melakukan perilaku OCB seperti menolong
orang lain tanpa diminta, bekerja lebih dari jam kerja yang diberikan, dan ramah
dalam berinteraksi.
2.1.3 Organizational Learning Culture
2.1.3.1 Definisi Organizational Learning Culture
Organizational Learning dengan Learning organization merupakan dua hal yang
berbeda. Di dalam Organizational learning, proses reflektif dimainkan oleh para
anggota pada semua level dari organisasi, yang melibatkan pengumpulan informasi dari
lingkungan internal dan eksternal sedangkan Learning Organization merupakan salah
satu yang secara proaktif menciptakan, memperoleh, dan mentransfer pengetahuan yang
mengubah perilaku berdasarkan pengetahuan dan wawasan baru (Kreitner & Kinicki,
2009, p. 334).
Organizational Learning berarti semua proses dimana ditemukan solusi baru
untuk masalah administrasi yang masuk ke dalam memori manajerial perusahaan
(Kirkpatrick, 2006, p. 82).
Organizational Learning Culture (OLC) merupakan atribut, perilaku, kebiasaan,
kepercayaan dan sistem yang dibangun untuk menciptakan, memperoleh, menyebarkan
dan memelihara keterampilan dan pengetahuan yang diterapkan dalam suatu organisasi
dalam rangka mempertahankan kelangsungan organisasi. OLC dapat diartikan sebagai
sebuah sistem yang mendukung kerja tim, kolaborasi, kreativitas, dan proses
pengetahuan dimana memiliki makna dan nilai yang kolektif. OLC lebih menekankan
15
pada proses belajar. OLC sebagai atribut, kelakuan, kebiasaan, kepercayaan, dan sistem
untuk menciptakan, memperoleh, menyebarkan, dan mempertahankan kemampuan serta
mempertahankan kelancaran organisasi untuk dapat membangun dan memperkuat
budaya yang sudah kuat, timbul keinginan untuik memeriksa elemen-elemen dari sistem
yang membentuk budaya pembelajaran. Untuk menjadi Learning Organization, elemen
organisasi seperti peraturan, memori, nilai, sistem hubungan atau struktur, dan dinamika
organisasi lainnya atau bentuk-bentuk dasar dimana mencirikan organisasi harus
berubah (Yusuf, Hamid, Eliyana, Bahri, & Sudarisman, 2012).
OLC merupakan salah satu komponen kontekstual untuk meningkatkan kepuasan
karir, hal tersebut berpacu pada keterampilan organisasi dalam menciptakan,
mendapatkan, dan mentransfer pengetahuan dan dalam memodifikasi perilaku untuk
merefreksikan pengetahuan dan wawasan yang baru (Joo & Ready, 2012).
Organisasi pembelajaran sebagai satu yang terus menerus memperluas
kapasitasnya untuk menciptakan masa depan. Huber memperluas definisi dari
Organizational Learning dengan memfokuskan pada akuisisi pengetahuan, distribusi
informasi, intepretasi informasi dan ingatan organisasi (Malik & Danish, 2010).
Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa OLC merupakan atribut,
perilaku, kebiasaan, keyakinan dan sistem yang dibangun untuk menciptakan,
memperoleh, menyebarkan dan memelihara keterampilan dan pengetahuan yang
diterapkan dalam suatu organisasi dalam rangka mempertahankan kelangsungan
organisasi.
2.1.3.2 Indikator dari Organizational Learning Culture
Organizational Learning Culture merupakan suatu sistem di mana dapat
mendukung suatu kerja sama tim, kolaborasi, kreativitas, dan proses pengetahuan
dimana memiliki makna dan nilai yang kolektif. OLC sebagai atribut, perilaku,
kebiasaan, kepercayaan, dan sistem yang dibangun untuk menciptakan, memperoleh,
menyebarkan, dan memelihara keterampilan dan pengetahuan yang diterapkan dalam
suatu organisasi dalam rangka mempertahankan kelangsungan organisasi (Yusuf,
Hamid, Eliyana, Bahri, & Sudarisman, 2012).
16
Didukung oleh jurnal Career satisfaction: The influences of proactive
personality, performance goal orientation, Organizational Learning Culture, and
leader-member exchange quality (2012), ada tujuh identifikasi kegiatan yang penting
dalam Learning Organization yaitu :
1. Membuat kesempatan belajar secara berkelanjutan
2. Memajukan penyelidikan dan dialog
3. Mendorong kolaborasi dan pembelajaran tim
4. Menyusun sistem untuk menangkap dan memberikan pembelajaran
5. Memberikan wewenang untuk memiliki visi kolektif
6. Menghubungkan organisasi ke lingkungan
7. Menggunakan pemimpin sebagai model dan pendukung pembelajaran pada
individual, kelompok, dan level organisasi
Jadi Learning Organization melibatkan suatu lingkungan dimana Organizational
Learning yang terstruktur sehingga kerja sama tim, kolaborasi, kreativitas, dan proses
pengetahuan memiliki makna dan nilai yang kolektif. Dari penjelasan diatas dapat
disimpulkan bahwa OLC memiliki 7 indikator yang perlu diperhatikan Yaitu
kesempatan belajar yang berkelanjutan, memajukan penyelidikan dan dialog, kolaborasi
dan pembelajaran tim, sistem untuk memberikan pembelajaran, wewenang untuk
memiliki visi kolektif, hubungan organisasi dengan lingkungan, pemimpin sebagai
model dan pendukung pembelajaran.
2.1.4 Organizational Citizenship Behaviour
2.1.4.1 Pengertian Organizational Citizenhip Behaviour
Organizational Citizenship Behaviour (OCB) seringkali didefinisikan sebagai
perilaku extra dari seorang individu yang melebihi tugas formalnya. OCB merupakan
perilaku dan sikap yang menguntungkan organisasi yang tidak bisa ditumbuhkan dengan
basis kewajiban peran formal maupun dengan bentuk kontrak, seperti memberi bantuan
kepada rekan kerja untuk meringankan beban kerja mereka, melaksanakan tugas yang
tidak diminta, dan membantu orang lain dalam menyelesaikan masalah.
Organizational Citizenship Behaviour (OCB) merupakan perilaku bebas yang
bukan merupakan bagian dari persyaratan pekerjaan yang formal seorang karyawan,
17
dimana berfungsi secara efektif bagi sebuah organisasi (Robbins & Coulter, 2007, p.
121).
Organizational Citizenship Behaviour (OCB) terdiri dari perilaku karyawan yang
melampaui panggilan tugasnya, misalnya saja seperti gerakan konstruktif pernyataan
tentang departemen, ekspresi dari kepentingan pribadi pada pekerjaan lain, merawat
properti organisasi, dan ketepatan waktu serta kehadiran akan melampaui standar atau
tingkat pelaksanaannya (Kreitner & Kinicki, 2009, p. 174).
Organizational Citizenship Behaviour (OCB) didefinisikan sebagai perilaku
karyawan yang memberikan kontribusi untuk lebih dari deskripsi kerja formalnya dan
biasanya murni dari reward yang diberikan oleh organisasi. Dengan kata lain tidak ada
insentif tambahan yang diberikan kepada individu dari organisasi yang berkontribusi
lebih dari deskripsi pekerjaan formalnya (Yusuf, Hamid, Eliyana, Bahri, & Sudarisman,
2012).
OCB adalah konstruk yang relatif baru dalam literatur perilaku organisasi, akan
tetapi telah mendapat perhatian yang luas dari peneliti organisasi (Widyaningrum,
2010).
Dari berbai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa OCB merupakan perilaku
karyawan yang memberikan kontribusi untuk lebih dari deskripsi kerja formalnya dan
biasanya murni dari reward yang diberikan oleh organisasi.
2.1.4.2 Dimensi dan Indikator dari Organizational Citizenhip Behaviour
Pada jurnal The Antecedents of Employee’s Performance: Case Study of Nickel
Mining’s Company, Indonesia (Yusuf, Hamid, Eliyana, Bahri, & Sudarisman, 2012) ada
lima faktor yang mempengaruhi OCB, yaitu:
1.
Altruism
Perilaku untuk membantu orang lain atau kepentingan orang lain, seperti membantu
rekan kerja yang mengalami kesulitan dalam pekerjaan mereka ketika mereka sendiri
telah menyelesaikan tugas dalam proyek.
2.
Seriousness
18
Perilaku untuk memenuhi persyaratan minimum seperti kehadiran, mematuhi
peraturan dan bekerja sama, termasuk penggunaan ketersediaan waktu kerja yang
efektif.
3.
Sportmanship
Seorang karyawan yang menempatkan dan menekankan aspek-aspek positif dari
organisasi daripada aspek negatif, menunjukkan kesediaan untuk toleransi terhadap
keadaan tanpa mengeluh.
4.
Thinking about Public interest
Berpikir tentang kepentingan publik dalam bentuk melibatkannya dalam fungsi
organisasi, misalnya untuk berpikir tentang hidup organisasi dengan selalu mencari
informasi baru yang mendukung kemajuan organisasi.
5.
Keeping the good manners
Menjaga sikap yang baik dan memiliki rasa hormat untuk orang lain, termasuk
perilaku seperti membantu seseorang untuk mencegah masalah, jangan lewatkan
informasi tentang berbagai kegiatan organisasi dan perubahan yang terjadi atau
mencoba untuk menghindari atau mengurangi masalah yang meningkat dengan
melakukan klarifikasi, sehingga tidak mudah terpengaruh jika diprovokasi.
Dari dimensi diatas dapat dilihat bahwa indikator dari OCB adalah :
1. Dimensi Alturism mempunyai indikator yaitu membantu rekan kerja secara suka rela
2. Dimensi Seriousness mempunyai indikator yaitu memenuhi persyaratan minimum
kehadiran, peraturan, dan jam kerja
3. Dimensi Sportmanship mempunyai indikator yaitu Aspek positif organisasi,
ketersediaan untuk toleransi terhadap keadaan
4. Dimensi Thinking About Public Interest mempunyai indikator yaitu keterlibatan
fungsi organisasi dan informasi tentang organisasi
5. Dimensi Keeping The Good Manners mempunyai indikator yaitu, Perilaku, rasa
hormat terhadap orang lain, kegiatan organisasi, dan klarifikasi
2.1.5 Kinerja Karyawan
2.1.5.1 Definisi Kinerja
19
Istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance
(prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang).Kinerja adalah
hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Kinerja merupakan jumlah usaha seorang individu yang akan mengerahkan
semua usahanya ke dalam pekerjaannya (Robbins & Coulter, 2007, p. 237).
Kinerja karyawan merupakan sebagai hasil individu yang berdasarkan ukuran
dan standar perilaku untuk pekerjaan yang terkait. Kinerja karyawan juga dapat
didefinisikan sebagai perilaku yang mengarah ke hasil, terutama perilaku yang dapat
mengubah lingkungan dengan cara tertentu. Kinerja karyawan adalah catatan hasil yang
dihasilkan dalam fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama periode waktu tertentu
yang terkait dengan tujuan organisasi (Yusuf, Hamid, Eliyana, Bahri, & Sudarisman,
2012).
Pada hakikatnya kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seseorang
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar dan kriteria yang ditetapkan untuk
pekerjaan tersebut. Kinerja merujuk pada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan
tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Jika tujuan yang
diinginkan dapat tercapai dengan baik, maka kinerja dinyatakan baik dan sukses
(Widyaningrum, 2010).
Dari definisi Kinerja Karyawan diatas dapat disimpulkan bahwa Kinerja
Karyawan adalah hasil individu yang berdasarkan ukuran dan standar perilaku untuk
pekerjaan yang terkait.
2.1.5.2 Faktor - Faktor yang mempengaruhi kinerja
Kinerja karyawan adalah hasil dihasilkan oleh unit fungsional tertentu atau
kegiatan individu selama periode waktu tertentu (Yusuf, Hamid, Eliyana, Bahri, &
Sudarisman, 2012). Selain itu, kinerja karyawan dipengaruhi oleh dua faktor umum:
•
Faktor lingkungan kerja (situasi) termasuk lingkungan sosial, tekanan
situasi, budaya organisasi, keterlibatan kerja, persaingan, dan komunikasi
interpersonal.
20
•
faktor individu meliputi keterampilan, motivasi, pengetahuan, tingkat
pendidikan,
persepsi,
tujuan,
Organizational
Learning
Culture,
kemampuan diri, dan pengalaman kerja.
Faktor-faktor yang berefek terhadap kinerja karyawan seperti usia membuat
kinerja menjadi berkurang. Faktor lain seperti jenis kelamin, menempatkan perempuan
lebih memilih untuk menyesuaikan diri dengan otoritas, sedangkan pria dikatakanlebih
agresif dalam menciptakan harapan dan keberhasilan. Faktor seperti posisi atau
senioritas menempatkan perbedaan dalam kebutuhan untuk menjadipuas sesuai dengan
posisi yang mereka miliki.
2.1.5.3 Dimensi dan Indikator dari Kinerja Karyawan
Ada 5 dimensi yang mempengaruhi nilai suatu kinerja karyawan (Yusuf, Hamid,
Eliyana, Bahri, & Sudarisman, 2012), yaitu :
1. Job Skills
kemampuan dan keahlian karyawan yang mendukung pelaksanaan tugas,
yang mencakup kemampuan, pengetahuan, keterampilan interpersonal dan
kecakapan teknis
2. Discipline
Yakni kemampuan karyawan untuk mematuhi peraturan dan kebijakan untuk
berperilaku dengan organisasi, termasuk timelines kerja, penyelesaian tugas,
kehadiran, istirahat kerja, dan penyelesaian kerja
3. Responsibility
Kemampuan seseorang untuk melakukan atau menyelesaikan pekerjaan
dengan benar, contohnya waktu yang digunakan untuk bekerja dan kualitas
pekerjaan
4. Cooperation
kemampuan untuk membangun interaksi dengan rekan-rekan dan membantu
satu sama lain dalam melaksanakan tugas
5. Creativity
21
Mengacu pada kemampuan karyawan untuk berperilaku dan mencoba hal-hal
baru
Dari pernyataan dimensi di atas, dapat dilihat bahwa indikator yang dapat
diambil dari dimensi adalah :
1. Job Skills : Kemampuan, pengetahuan, keterampilan interpersonal, dan
kecakapan teknis
2. Discipline : Timelines kerja, penyelesaian tugas, kehadiran, istirahat kerja, dan
penyelesaian kerja
3. Responsibility : Waktu kerja dan kualitas kerja
4. Cooperation : Interaksi dengan rekan kerja
5. Creativity : inovasi karyawan
22
2.2 Kerangka Pemikiran
Berikut ini merupakan kerangka pemikiran dari variabel Organizational Learning
Culture, Organizational Citizenship Behaviour, dan Kinerja Karyawan.
•
•
•
•
•
Organizational
Organizational
Learning Culture (X)
Cityzenship Behaviour (Y)
Kesempatan belajar yang
berkelanjutan
Memajukan penyelidikan
dan dialog
Kolaborasi dan
pembelajaran tim
Sistem untuk memberikan
•
•
membantu
Kinerja
Karyawan (Z)
rekan kerja
secara suka rela
•
Kemampuan
memenuhi
•
Pengetahuan
•
Keterampilan
persyaratan
minimum kehadiran
•
peraturan
•
jam kerja
pembelajaran
•
Kecakapan teknis
•
aspek positif organisasi
Wewenang untuk
•
Timelines kerja
•
ketersediaan
•
Penyelesaian kerja
•
toleransi
•
Penyelesaian tugas
•
Kehadiran
•
Istirahat kerja
•
penyelesaian kerja
•
Waktu kerja
•
Kualitas kerja
•
Interaksi
memiliki visi yang
kolektif
•
Hubungan organisasi
dengan lingkungan
•
Pemimpin sebagai model
dan pemdukung
pembelajaran
(Journal Career Satisfaction:
interpersonal
terhadap
keadaan
•
Keterlibatan
fungsi
organisasi
•
informasi
tentang
organisasi
The Influences of Proactive
•
perilaku
Personality, Performance Goal
•
rasa
hormat
terhadap
orang lain
Orientation, Organizational
Learning Culture, and Leader
•
kegiatan organisasi,
Member Exchange Qiuality
•
klarifikasi
(2012)
(Journal The Antecedents of
dengan
rekan kerja
•
Perilaku karyawan
dan
inovasi
karyawan
Employee’s Performance:
(Journal The Antecedents of
Case Study of Nickel
Employee’s
Mining’s Company,
Case
Indonesia) (2012)
Mining’s
Study
Performance:
of
Indonesia) (2012)
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Nickel
Company,
23
2.3 Rancangan Hipotesis
Berdasarkan pada landasan teori dan kerangka pemikiran di atas, hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
T–1
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Organizational Learning
Culture dan Organizational Citizenship Behaviour pada PT. PLN Persero P3B
Jawa Bali App Duri Kosambi
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara Organizational Learning Culture dan
Organizational Citizenship Behaviour pada PT. PLN Persero P3B Jawa Bali App
Duri Kosambi
T-2
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Organizational Learning
Culture dan kinerja karyawan pada PT. PLN Persero P3B Jawa Bali App Duri
Kosambi
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara Organizational Learning Culture dan
Kinerja Karyawan pada PT. PLN Persero P3B Jawa Bali App Duri Kosambi
T-3
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Organizational Citizenship
Bahaviour dan kinerja karyawan pada PT. PLN Persero P3B Jawa Bali App Duri
Kosambi
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara Organizational Citizenship Bahaviour
dan Kinerja Karyawan pada PT. PLN Persero P3B Jawa Bali App Duri Kosambi
T-4
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Organizational Learning
Culture terhadap Organizational Citizenship Behaviour dan dampaknya terhadap
Kinerja Karyawan pada PT. PLN Persero P3B Jawa Bali App Duri Kosambi
24
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara Organizational Learning Culture
terhadap Organizational Citizenship Behaviour dan dampaknya terhadap Kinerja
Karyawan pada PT. PLN Persero P3B Jawa Bali App Duri Kosambi
Download