Pengaruh initial public offering (IPO)

advertisement
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bank
Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10
November 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah
“badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentukbentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.
Dari definisi bank di atas dapat ditarik kesimpulan, yaitu bank
merupakan suatu lembaga di mana kegiatannya menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan, seperti tabungan, deposito, maupun giro,
dan menyalurkan dana simpanan tersebut kepada masyarakat yang
membutuhkan, baik dalam bentuk kredit maupun bentuk-bentuk lainnya.
Maka bank bisa juga disebut sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang
keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang
keuangan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan, perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan
demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Demokrasi
ekonomi itu sendiri dilaksanakan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Berdasarkan asas yang digunakan dalam perbankan, maka tujuan
perbankan Indonesia adalah menunjang pelaksanaan pembangunan nasional
dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan, pertumbuhan
ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat
banyak.
Berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998, fungsi bank di Indonesia adalah:
1. Sebagai tempat menghimpun dana dari masyarakat, bank bertugas
mengamankan uang tabungan dan deposito berjangka serta simpanan
dalam rekening koran atau giro. Fungsi tersebut merupakan fungsi utama
bank.
2. Sebagai penyalur dana atau pemberi kredit. Bank memberikan kredit bagi
masyarakat yang membutuhkan terutama untuk usaha-usaha produktif.
8
Dua cara yang dapat ditempuh oleh bank dalam menjalankan
usahanya, yaitu:
1. Secara konvensional
Dalam hal ini bank menggunakan cara-cara yang biasa dipraktikkan
dalam dunia perbankan pada umumnya yaitu menggunakan instrumen
“bunga” (interest). Bank akan memberikan jasa bunga tertentu kepada
penabung, deposan, atau giran, di sisi lain bank akan mengenakan jasa
atau biaya bunga juga kepada debitur, tentunya dengan tingkat yang lebih
tinggi.
2.
Prinsip Syariah
Pada butir 13 Pasal 1 UU Nomor 10 Tahun 1998, dijelaskan bahwa
“Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam
antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau
pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai
dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil
(mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal
(musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan
(murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa
murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan
kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain
(ijarah wa iqtina)”.
Bank memiliki klasifikasi berdasarkan kepemilikannya, yaitu sebagai
berikut:
Bank Milik Negara
Bank yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara. Tahun 1999, lahir
bank pemerintah yang baru yaitu Bank Mandiri, yang merupakan hasil
merger atau penggabungan bank-bank pemerintah yang ada sebelumnya.
Bank Pemerintah Daerah
Bank yang sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Bank milik
Pemerintah Daerah yang umum dikenal adalah Bank Pembangunan Daerah
(BPD) didirikan berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 1962. Masing-masing
Pemerintah Daerah telah memiliki BPD sendiri. Di samping itu beberapa
9
Pemerintah Daerah memiliki Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yaitu salah satu
jenis bank yang dikenal melayani golongan pengusaha mikro, kecil, dan
menengah dengan lokasi yang pada umumnya dekat dengan tempat
masyarakat yang membutuhkan.
Bank Swasta Nasional
Setelah pemerintah mengeluarkan paket kebijakan deregulasi pada
bulan Oktober 1988 (Pakto 1988), muncul ratusan bank-bank umum swasta
nasional yang baru. Namun demikian, bank-bank baru tersebut pada akhirnya
banyak yang dilikuidasi oleh pemerintah. Bentuk hukum bank umum swasta
nasional adalah Perseroan Terbatas (PT), termasuk di dalamnya Bank Umum
Koperasi Indonesia (BUKOPIN) yang telah merubah bentuk hukumnya
menjadi Perseroan Terbatas tahun 1993.
Bank Swasta Asing
Bank swasta asing adalah bank-bank umum swasta yang merupakan
perwakilan (kantor cabang) bank-bank induknya di negara asalnya. Pada
awalnya, bank-bank swasta asing hanya boleh beroperasi di DKI Jakarta saja.
Namun setelah dikeluarkan Pakto 27, 1988, bank-bank swasta asing ini
diperkenankan untuk membuka kantor cabang pembantu di delapan kota,
yaitu Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung, Denpasar, Ujung Pandang
(Makasar), Medan, dan Batam. Bank-bank asing ini menjelaskan fungsi
sebagaimana layaknya bank-bank umum swasta nasional, dan mereka tunduk
pula pada ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Bank Umum Campuran
Bank campuran (joint venture bank) adalah bank umum yang
didirikan bersama oleh satu atau lebih bank umum yang berkedudukan di
Indonesia dan didirikan oleh warga negara dan atau badan hukum Indonesia
yang dimiliki sepenuhnya oleh warga negara Indonesia, dengan satu atau
lebih bank yang berkedudukan di luar negeri.
10
2.2. Bank Pembangunan Daerah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1962 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah, Bank Pembangunan
Daerah (BPD) didirikan dengan maksud khusus untuk menyediakan
pembiayaan bagi pelaksanaan usaha-usaha pembangunan daerah dalam
rangka Pembangunan Nasional Semesta Berencana. BPD memberikan
pinjaman untuk keperluan investasi, perluasan dan pembaruan proyek-proyek
pembangunan
daerah
di
daerah
yang
bersangkutan,
baik
yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah maupun yang diselenggarakan oleh
perusahaan-perusahaan campuran antara Pemerintah Daerah dan Swasta.
Tujuan Negara Pancasila Indonesia adalah membangun masyarakat
yang adil dan makmur. Dengan demikian kebijaksanaan pembangunan
haruslah ditujukan untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat
yang merata. Berhubungan dengan hal tersebut maka segenap modal dan
potensi yang ada perlu dimobilisasi guna kepentingan pembangunan,
terutama dengan tujuan meninggikan produksi dan pendapatan nasional.
Pembangunan daerah akan berakibat bertambah tingginya taraf kemakmuran
daerah, yang merupakan dorongan pula ke arah otonomi yang luas bagi
daerah.
Sesuai dengan maksud itu pula, maka berdasarkan Undang-Undang
No. 19 Prp tahun 1960 tentang Perusahaan Negara Pemerintah Pusat akan
menyerahkan perusahaan-perusahaan regional tertentu kepada daerah. Untuk
mengembangkan daya produksi di daerah itu maka perlu segenap modal dan
potensi dikerahkan. Pihak swasta harus pula diikutsertakan secara aktif untuk
bersama-sama mengusahakan pembiayaan proyek-proyek daerah dalam
rangka Pembangunan Nasional Semesta Berencana. Perpaduan potensi antara
Pemerintah Daerah dan Swasta itu terjelma dalam Bank-Bank Pembangunan
Daerah.
Peraturan tentang saham yang sesuai dengan UU No.13 tahun 1962,
bahwa saham Bank Pembangunan Daerah (BPD) terdiri dari saham-saham
prioritet dan saham-saham biasa. Saham-saham prioritet hanya dapat dimiliki
oleh Daswati I yang bersangkutan dan Daerah-daerah Swatantra tingkat
11
lainnya dalam wilayah Daswati I tersebut. Sedangkan saham-saham biasa
dapat dimiliki oleh daerah-daerah yang berhak mengurus rumah tangganya
sendiri, warga negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan
berdasarkan undang-undang Indonesia dan yang pesertanya terdiri dari warga
negara Indonesia.
2.3. Struktur Modal
Struktur modal merupakan perimbangan jumlah utang jangka pendek
yang bersifat permanen, utang jangka panjang, saham preferen, dan saham
biasa. Sementara struktur keuangan adalah perimbangan antara total utang
dengan modal sendiri. Dengan kata lain, struktur modal adalah bagian dari
struktur keuangan. Salah satu isu paling penting yang dihadapi oleh para
manajer keuangan adalah hubungan antara struktur modal dan nilai
perusahaan (Sartono, 1997).
Menurut Keown (2002), struktur modal (capital structure) adalah
bauran sumber-sumber dana jangka panjang (long-term sources of funds)
yang digunakan perusahaan. Pada dasarnya, konsep ini menghapus kewajiban
jangka pendek. Sehingga yang dimaksud dengan sumber dana jangka panjang
adalah dana yang diperoleh dari sumber dana berbiaya tetap, yaitu utang
jangka panjang dan saham preferen yang dikombinasikan dengan ekuitas
biasa pada proporsi yang paling sesuai bagi pasar investasi.
Komponen struktur modal ada dua, yaitu pembiayaan utang jangka
panjang dan modal sendiri.
1. Utang Jangka Panjang (Long Term Debt)
Menurut Sundjaja dan Barlian (2003), utang jangka panjang
merupakan salah satu bentuk dari pembiayaan jangka panjang yang
penting. Pembiayaan jangka panjang dapat diperoleh dalam bentuk
pinjaman berjangka melalui:
 Negosiasi dengan lembaga keuangan
 Penjualan obligasi, seperti: penjualan sejumlah utang kepada lembaga
dan orang yang memberi pinjaman
12
2. Modal Sendiri (Equity)
Menurut Sundjaja dan Barlian (2003), “modal sendiri/ekuitas
merupakan modal
jangka
panjang
yang diperoleh dari pemilik
perusahaan/pemegang saham. Modal sendiri diharapkan tetap berada
dalam perusahaan untuk jangka waktu yang tidak terbatas sedangkan
modal pinjaman mempunyai jatuh tempo. Ada dua sumber utama modal
sendiri yaitu modal saham preferen dan modal saham biasa yang terdiri
dari modal saham biasa dan laba ditahan”.
Pendanaan dengan modal sendiri akan menimbulkan opportunity
cost. Keuntungan dari memiliki saham perusahaan bagi owner adalah
kontrol terhadap perusahaan. Namun, return yang dihasilkan dari saham
tidak pasti dan pemegang saham adalah pihak pertama yang menanggung
risiko perusahaan.
Menurut Brigham dan Weston (1990) struktur modal optimal yang
digunakan perusahaan dipengaruhi oleh banyak faktor. Adapun faktorfaktor tersebut antara lain:
a.
Stabilitas Penjualan
Perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil mungkin akan lebih
mudah memperoleh pinjaman yang mengakibatkan biaya tagihan
tetapnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan perusahaan yang
penjualannya tidak stabil.
b.
Struktur Aktiva
Apabila aktiva perusahaan cocok untuk dijadikan agunan kredit,
perusahaan tersebut cenderung menggunakan banyak utang. Aktiva
multiguna yang dapat digunakan oleh banyak perusahaan merupakan
agunan yang baik, sedangkan aktiva yang hanya digunakan untuk
tujuan tertentu tidak.
c.
Operation Laverage
Jika hal-hal lain sama, perusahaan dengan laverage operasi yang lebih
kecil lebih mampu untuk memperbesar levarage keuangan, karena
interaksi laverage operasi dan keuangan yang mempengaruhi
13
penurunan penjualan terhadap laba operasi dan arus kas bersih secara
keseluruhan.
d.
Tingkat Pertumbuhan
Jika hal-hal lain sama, perusahaan yang bertumbuh dengan pesat
terpaksa lebih banyak bergantung pada modal eksternal. Lebih jauh
lagi, biaya emisi untuk penjualan saham biasa lebih besar daripada
biaya penerbitan surat utang. Karena itu, perusahaan yang bertumbuh
pesat cenderung lebih banyak menggunakan utang daripada
perusahaan yang tumbuh secara lambat.
e.
Profitabilitas
Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi
menggunakan utang yang relatif kecil, karena laba ditahannya sudah
memadai untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan.
f.
Pajak
Bunga adalah beban yang dapat dikurangkan untuk tujuan perpajakan
(deductible expense), dan pengurangan tersebut sangat bernilai bagi
perusahaan yang terkena tarif pajak yang tinggi. Karena itu, makin
tinggi tarif pajak perusahaan, makin besar keuntungan dari
penggunaan utang.
g.
Pengendalian
Pengaruh akibat penerbitan surat-surat utang versus saham terhadap
posisi pengendalian manajemen bisa mempengaruhi struktur modal.
Jika manajemen saat ini mempunyai hak suara untuk mengendalikan
perusahaan (mempunyai lebih dari 50% dari saham) tetapi sama sekali
tidak diperkenankan untuk membeli saham tambahan, maka
pembiayaan tambahan mungkin akan dipenuhi dengan pinjaman. Di
pihak lain, manajemen mungkin juga lebih menghendaki penggunaan
ekuitas daripada utang jika kondisi keuangan perusahaan begitu lemah
sehingga penggunaan utang dapat menjerumuskan perusahaan menuju
kepailitan. Dengan demikian, masalah pengendalian tidak selalu
menghendaki penggunaan utang atau ekuitas karena jenis modal yang
14
memberi keamanan bagi manajemen bervariasi dari satu situasi ke
situasi lain.
h.
Sikap Manajemen
Dengan tidak adanya bukti bahwa struktur modal yang satu akan
membuat harga saham lebih tinggi daripada struktur modal lainnya,
manajemen dapat menilai sendiri struktur modal yang dianggap tepat.
Ada manajemen yang lebih konservatif daripada manajemen lainnya
sehingga menggunakan jumlah utang yang lebih kecil daripada ratarata industri.
i.
Sikap Pemberi Pinjaman dan Perusahaan Penilai Kredibilitas
Kendatipun manajer mempunyai analisis tersendiri mengenai leverage
yang tepat bagi perusahaannya namun acap kali sikap pemberi
pinjaman dan perusahaan penilai kredibilitas sangat berpengaruh
terhadap keputusan struktur keuangan.
j.
Kondisi Pasar
Kondisi di pasar saham dan obligasi mengalami perubahan jangka
panjang dan pendek yang bisa mempunyai pengaruh penting terhadap
struktur modal perusahaan yang optimal. Perusahaan yang mempunyai
peringkat rendah dan membutuhkan modal terpaksa beralih ke pasar
saham atau pasar utang jangka pendek tanpa mempedulikan struktur
modal yang mereka targetkan. Akan tetapi setelah keadaan membaik,
perusahaan bersangkutan dapat menata ulang struktur modalnya
sehingga cocok dengan struktur yang ditargetkan semula.
k.
Kondisi Internal Perusahaan
Kondisi internal perusahaan juga berpengaruh terhadap struktur modal
yang ditargetkannya. Misal, perusahaan yang memproyeksikan laba
lebih tinggi dalam waktu dekat tetapi kenaikan labanya belum
diantisipasi oleh investor, karenanya belum tercermin dalam harga
saham. Maka perusahaan akan menggunakan pembiayaan dengan
utang sampai kenaikan laba tersebut terealisasi dan tercermin dalam
harga saham.
15
2.4. Initial Public Offering (IPO)
Initial Public Offering/IPO (penawaran umum perdana) adalah
penjualan pertama saham umum sebuah perusahaan kepada investor umum.
IPO bisa juga diartikan sebagai kegiatan penawaran efek yang dilakukan oleh
emiten untuk pertama kalinya dengan menjual efek kepada masyarakat
berdasarkan tata cara yang diatur dalam Undang-Undang Pasar Modal dan
peraturan pelaksanaanya.
Penawaran umum dilaksanakan melalui pasar perdana
yang
berlangsung relatif singkat, yaitu hanya beberapa hari. Dalam pasar perdana,
penawaran efek dilakukan langsung oleh emiten kepada calon investor
dengan bantuan perusahaan efek selaku penjamin emisi efek dan juga dibantu
oleh agen penjualan (jika ada). Harga penawaran efek di pasar perdana
ditetapkan bersama-sama emiten dengan penjamin emisi efek.
Perusahaan yang akan melakukan penawaran umum (go public)
tentunya sudah mempertimbangkan keuntungan dan kerugiannya. Menurut
Hariyani dan Serfianto (2010), beberapa keuntungan yang akan diraih
perusahaan melakukan penawaran umum saham:
1. Perusahaan akan mendapat tambahan dana segar dari hasil penjualan
saham yang tidak berakibat pada penambahan jumlah utang perusahaan.
2. Hasil penjualan saham dapat digunakan untuk menambah modal usaha
maupun untuk membayar utang perusahaan.
3. Perusahaan dapat melakukan penawaran efek di pasar sekunder.
4. Likuiditas keuangan perusahaan bertambah lancar.
5. Keikutsertaaan masyarakat sebagai pemegang saham dapat menaikkan
kinerja perusahaan karena adanya prinsip keterbukaan dan akuntabilitas
publik.
6. Beban kerugian perusahaan dapat ditanggung lebih banyak pemegang
saham.
7. Dapat mempercepat kemajuan perusahaan, terutama jika investor yang
masuk memang memiliki keahlian khusus di bidang usaha yang digeluti
perusahaan.
16
Namun selain keuntungan yang akan diraih, akan ada pula kerugian
yang harus diterima. Berikut beberapa kerugian bagi perusahaan melakukan
penawaran umum:
1. Hilangnya
kepemilikan
sejumlah
saham
lama
dapat
berakibat
berkurangnya kontrol pemilik saham lama terhadap manajemen
perusahaan.
2. Proses penawaran umum memakan banyak waktu dan biaya.
3. Bertambahnya kewajiban yang harus dipikul sebagai emiten, seperti
kewajiban di bidang administrasi efek, pendaftaran, pelaporan, dan lainlain.
4. Perusahaan yang sudah jadi emiten atau perusahaan publik wajib
mengumumkan besarnya laba perusahaan dan cara pembagian dividen.
5. Efek yang diterbitkan atau dijual ada kemungkinan tidak terjual
semuanya.
Widoatmodjo (2004) mengelompokkan empat tahap utama yang harus
dilalui perusahaan bila hendak go public, yaitu:
1. Masa Persiapan (termasuk pengajuan pernyataan pendaftaran ke Bapepam
dan pembuatan prospektus)
2. Masa Penawaran
3. Masa Pencatatan
4. Kewajiban setelah go public
Berikut ini adalah tahapan penawaran umum (Go Public) disajikan
dalam Gambar 1.
17
Tahap Persiapan Penawaran Umum
Calon emiten membuat rencana go public dan meminta persetujuan RUPS.
Setelah disetujui RUPS, emiten menunjuk penjamin emisi efek, lembaga penunjang
pasar modal, dan profesi penunjang pasar modal.
Tahap Pengajuan Pernyataan Pendaftaran
Calon emiten mengajukan pernyataan pendaftaran kepada Bapepam hingga kemudian
pernyataan pendaftaran tersebut dinyatakan efektif, sehingga sudah bisa mulai
membuat prospektus.
Tahap Penawaran Saham di Pasar Perdana
Emiten dibantu penjamin emisi dan agen penjual menawarkan saham kepada
masyarakat, dengan harga yang telah ditentukan emiten dan penjamin emisi.
Tahap Pencatatan Saham di Bursa Efek
Saham dicatatkan di bursa efek sehingga dapat diperdagangkan di bursa.
Harga saham di bursa senantiasa berfluktuasi mengikuti mekanisme pasar.
Kewajiban setelah Go Public
Menerbitkan laporan tahunan, membayar biaya go public, mengadakan RUPS, dan
emiten harus bersikap terbuka, misal dengan membentuk sekretariat perusahaan.
Gambar 1. Tahapan penawaran umum (Hariyani dan Serfianto, 2010)
18
Proses IPO secara rinci adalah sebagai berikut:
Persiapan sebelum
Go Public
Pembentukan Tim
IPO
Rencana Penawaran
Umum
Penentuan Struktur
Ketua Tim
RUPS
Penentuan
Rencana Investasi
Sekretaris Tim
Mandat
Penunjukkan
Penentuan Jumlah
Dana
Bidang Keuangan
Rapat Teknis
Penetapan Laporan
Keuangan
Bidang Hukum
Registrasi
BAPEPAM
Bidang Penjamin
dan Pemasaran
DDM & Public
Expose
Waktu Penawaran
Listing
Gambar 2. Proses Initial Public Offering (IPO)
2.5. Pasar Modal
Pasar modal (capital market), sesuai dengan Undang-Undang Pasar
Modal Nomor 8 Tahun 1995 diartikan sebagai “kegiatan yang bersangkutan
dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang
19
berkaitan dengan efek diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang
berkaitan dengan efek”. Efek yang dimaksud adalah surat berharga yaitu
surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti
utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek,
dan setiap derivatif dari efek.
Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun
institusi pemerintah, sekaligus sebagai sarana bagi masyarakat untuk
melakukan kegiatan investasi. Pasar modal merupakan salah satu elemen
penting dan tolok ukur kemajuan perekonomian suatu negara. Salah satu ciri
negara industri maju maupun negara industri baru adalah adanya pasar modal
yang tumbuh dan berkembang.
Berikut enam manfaat keberadaan pasar modal (Bapepam-LK dalam
Hariyani dan Serfianto, 2010):
1. Menyediakan sumber pembiayaan jangka panjang bagi dunia usaha
sekaligus memungkinkan terciptanya alokasi sumber dana secara optimal.
2. Memberikan wahana investasi bagi investor, sekaligus memungkinkan
adanya upaya diversifikasi portofolio investasi.
3. Penyebaran kepemilikan perusahaan sampai ke lapisan masyarakat
menengah.
4. Memberikan kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dan prospektif.
5. Menciptakan iklim usahan yang sehat, terbuka, dan profesional.
6. Menciptakan lapangan kerja atau profesi yang menarik.
Pasar Modal Indonesia atau yang dikenal dengan Bursa Efek
Indonesia adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan
atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak
lain dengan tujuan memperdagangkan efek di antara mereka. Anggota bursa
efek adalah perusahaan efek (selaku perantara pedagang efek) yang telah
memperoleh izin usaha dari Bapepam-LK dan mempunyai hak untuk
mempergunakan sistem dan atau sarana bursa efek sesuai dengan peraturan
bursa efek (UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal).
Kegiatan Pasar Modal Indonesia diawasi oleh badan pengawas pasar
modal yang saat ini ditangani oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan
20
Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Selain mengawasi pasar modal,
Bapepam-LK juga bertugas mengawasi lembaga keuangan non-bank seperti
dana pensiun, pembiayaan dan penjaminan serta perasuransian. Sementara
itu, pengawasan terhadap lembaga keuangan perbankan saat ini masih
ditangani oleh Bank Indonesia. Bapepam-LK belum sepenuhnya independen
seperti halnya Bank Indonesia karena masih berada di bawah kendali
Pemerintah cq Menteri Keuangan.
Layaknya organisasi, Pasar Modal Indonesia juga memiliki struktur
yang menggambarkan mekanisme kerja dalam sistem pasar modal di
Indonesia. Berikut ini skema struktur Pasar Modal Indonesia disajikan pada
Gambar 3.
Pemerintah cq Menteri
Keuangan
Badan Pengawas Pasar
Modal (Bapepam-LK)
Bursa Efek Indonesia
(BEI)
Lembaga Kliring &
Penjaminan (LKP)
Lembaga Penyimpanan
& Penyelesaian (LPP)
Perusahaan Efek
Penjamin Emisi
Perantara Pedagang Efek
Manajer Investasi
Lembaga Penunjang
Biro Administrasi Efek
Kustodian Wali Amnat
Profesi Penunjang
Akuntan, Penilai,
Notaris, Konsultan
Hukum, dan Profesi lain
sesuai PP
Wakil Perusahaan Efek
WPEE, WPPE, WMI
Pemodal / Investor
Domestik / Asing
Agen Penjual
Reksadana
WAPERD
Penasihat Investasi
Perseorangan /
Perusahaan
Perusahaan
Pemeringkat Efek
Perusahaan Publik
Reksadana
Emiten
Gambar 3. Struktur pasar modal Indonesia(Hariyani dan Serfianto, 2010)
21
2.6. Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan pada dasarnya merupakan hasil yang dicapai suatu
perusahaan dengan mengelola sumber daya yang ada dalam perusahaan
seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan
manajemen.
Penghasilan bersih (laba) seringkali digunakan sebagai ukuran kinerja
atau sebagai dasar bagi ukuran yang lain seperti imbalan investasi (return on
investement) atau penghasilan per saham (earnings per share). Unsur yang
langsung berkaitan dengan pengukuran penghasilan bersih (laba) adalah
penghasilan dan beban. Pengakuan dan pengukuran penghasilan dan beban,
dan karenanya juga penghasilan bersih (laba), tergantung sebagian pada
konsep modal dan pemeliharaan modal yang digunakan perusahaan dalam
penyusunan laporan keuangannya (Ikatan Akuntan Indonesia, 2004).
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2004) laporan keuangan
merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang
lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi
keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya, sebagai
laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi
penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Di
samping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan
dengan laporan tersebut, misalnya informasi keuangan segmen industri dan
geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga.
Komponen laporan keuangan yang lengkap terdiri dari:
1) Neraca
2) Laporan laba-rugi
3) Laporan perubahan ekuitas
4) Laporan arus kas
5) Catatan atas laporan keuangan
2.6.1 Analisis Rasio Keuangan
Analisis laporan keuangan seringkali juga memasukkan
aktivitas untuk membuat berbagai macam transformasi atas laporan
22
keuangan. Jika analis hanya menganalisis item atau akun yang ada
dalam laporan keuangan, maka analis kesulitan untuk menilai seberapa
baik perusahaan beroperasi. Teknik analisis yang digunakan adalah
analisis rasio dan analisis persentase yang memungkinkan untuk
mengidentifikasi, mengkaji, dan merangkum hubungan-hubungan yang
signifikan dari data keuangan perusahaan. Rasio keuangan adalah alat
untuk mengevaluasi kinerja dan kondisi keuangan perusahaan, analisis
keuangan dan analisis terhadap kesehatan perusahaan (Darsono dan
Ashari, 2004).
Analisis keuangan yang mencakup analisis rasio keuangan,
analisis kelemahan dan kekuatan di bidang finansial akan sangat
membantu dalam menilai prestasi manajemen masa lalu dan
prospeknya di masa datang. Dengan analisis keuangan ini dapat
diketahui kekuatan serta kelemahan yang dimiliki oleh seorang
business entreprise. Rasio tersebut dapat memberikan indikasi apakah
perusahaan memiliki kas yang cukup untuk memenuhi kewajiban
finansialnya, besarnya piutang yang cukup rasional, efisiensi
manajemen persediaan, perencanaan pengeluaran investasi yang baik,
dan struktur modal yang sehat sehingga tujuan memaksimumkan
kemakmuran pemegang saham dapat dicapai.
Analisis rasio keuangan ini dapat dilakukan dengan cara
membandingkan prestasi satu periode dibandingkan dengan periode
sebelumnya sehingga diketahui adanya kecenderungan selama periode
tertentu. Selain itu dapat pula dilakukan dengan cara membandingkan
dengan perusahaan sejenis dalam industri itu sehingga dapat diketahui
posisi perusahaan dalam industri.
Penggunaan analisis rasio keuangan sangat bervariasi dan
tergantung pada pihak yang memerlukan sesuai dengan tujuan dan
harapan yang ingin dicapai. Misalkan suplier akan lebih menekankan
segi jaminan yang diberikan yang ditunjukkan dengan besarnya aktiva
lancar perusahaan. Pemegang saham preferen dan obligasi akan lebih
menitik beratkan pada aliran kas dalam jangka panjang. Sementara
23
pemilik (pemegang saham) dan calon investor akan melihat dari segi
profitabilitas dan risiko, karena kestabilan harga saham sangat
tergantung dengan tingkat keuntungan yang diperoleh dan dividen di
masa datang. Bagi manajemen akan lebih memperhatikan semua aspek
analisis keuangan apakah yang sifatnya jangka pendek maupun jangka
panjang, karena tanggung jawabnya untuk mengelola operasi
perusahaan setiap hari dan memperoleh laba yang kompetitif.
2.6.2 Tingkat Kesehatan Bank dengan Rasio CAMEL
Tingkat kesehatan bank diatur oleh Bank Indonesia dalam
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP 31 Mei 2004 kepada
semua bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional perihal sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum
dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April
2004 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum, bank
wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan bank secara triwulan
untuk posisi bulan Maret, Juni, September, dan Desember.
Tingkat kesehatan bank dapat dinilai dari beberapa indikator.
Salah satu sumber utama indikator yang dijadikan dasar penilaian
adalah laporan keuangan bank yang bersangkutan.
Untuk menilai
kinerja perusahaan perbankan umumnya digunakan lima aspek
penilaian, yaitu : 1) capital; 2) assets; 3) management; 4) earnings; 5)
liquidity yang biasa disebut rasio CAMEL. Aspek-aspek tersebut
menggunakan rasio keuangan. Hal ini menunjukan bahwa rasio
keuangan dapat digunakan untuk menilai tingkat kesehatan bank.
Dalam kamus Perbankan (Institut Bankir Indonesia), edisi
kedua tahun 1999, CAMEL adalah aspek yang paling banyak
berpengaruh terhadap kondisi keuangan bank, yang mempengaruhi
pula tingkat kesehatan bank, CAMEL merupakan tolok yang menjadi
objek pemeriksaan bank yang dilakukan oleh pengawas bank. CAMEL
terdiri atas lima kriteria yaitu modal, aktiva, manajemen, pendapatan
dan likuiditas.
24
Menurut Taswan (2010), pada dasarnya tingkat kesehatan bank
dinilai dengan pendekatan kualitatif atas berbagai aspek yang
berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian
kuantitatif terhadap faktor permodalan, kualitas aset, manajemen,
rentabilitas, dan likuiditas. Hasil penilaian ditetapkan dalam lima
peringkat komposit (PK) yaitu PK-1 = sangat baik, PK-2 = baik, PK-3
= cukup baik, PK-4 = kurang baik, dan PK-5 = tidak baik. Kriterianya
sebagai berikut:
PK-1
Bank tergolong sangat baik dan mampu mengatasi pengaruh
negatif dari kondisi perekonomian dan industri keuangan.
PK-2
Bank tergolong baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif
dari kondisi perekonomian dan industri keuangan namun
bank masih memiliki kelemahan minor yang dapt segera
diatasi oleh tindakan rutin.
PK-3
Bank tergolong cukup baik namun terdapat beberapa
kelemahan yang dapat menyebabkan peringkat kompositnya
memburuk apabila bank tidak segera melakukan tindakan
korektif.
PK-4
Bank tergolong kurang baik dan sangat sensitif terhadap
pengaruh negatif dari kondisi perekonomian dan industri
keuangan atau bank memiliki kelemahan keuangan yang
serius atau kombinasi dari kondisi beberapa faktor yang
tidak memuaskan, yang apabila tidak dilakukan tindakan
korektif yang efektif berpotensi mengalami kesulitan yang
membahayakan kelangsungan usahanya.
PK-5
Bank tergolong tidak baik dan sangat sensitif terhadap
pengaruh negatif perekonomian dan industri keuangan serta
mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan
usahanya.
25
2.7. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Pratama (2007), melakukan penelitian dengan judul “Initial Public
Offering dan Kinerja Jangka Panjang Perusahaan (Studi Kasus: PerusahaanPerusahaan di Indonesia yang Melakukan Initial Public Offering Periode
2001-2002)”. Tujuan dari penelitiannya ini adalah meneliti bagaimana
dampak Initial Public Offering terhadap kinerja perusahaan jangka panjang di
Indonesia. Objek yang diteliti sebanyak 40 perusahaan yang terbagi dalam
sembilan sektor, yaitu sektor pertanian, pertambangan, aneka industri dasar
dan kimia, konsumsi, infrastruktur, keuangan, perdagangan, jasa dan
investasi, serta properti. Metode yang digunakan adalah menggunakan dua
model yaitu Cumulative Average Matching Firms-adjusted Return dan
Wealth Relative Model. Dalam penelitian ini, variabel yang sangat
mempengaruhi model adalah return dari saham yang diperoleh dari
perusahaan. Return tersebut dihitung untuk dua interval periode yaitu The
Initial Return Period dan The Aftermarket Period. Hasil dari penelitian ini,
dengan menggunakan analisis data Cumulative Average Matching Firmsadjusted Returns (CAR) dan Wealth Relative (WR), hasilnya menunjukkan
bahwa IPO berpengaruh negatif terhadap kinerja jangka panjang perusahaan.
Jangka panjang yang dimaksud di sini adalah di atas tiga tahun pasca IPO.
Beberapa alasan yang menyebabkan tidak adanya pengaruh (pengaruh
negatif) IPO terhadap kinerja jangka panjang antara lain dikarenakan
perusahaan terlalu kecil sehingga menjadi tidak likuid, risiko-risiko yang
tidak disadari dapat terjadi, ketidakberuntungan, serta melemahnya posisi
perusahaan tersebut ataupun karena manajemen terlalu optimis sehingga
performa perusahaan menjadi semakin menurun.
Astria (2009), melakukan penelitian dengan judul “Fenomena
Manajemen Laba Menjelang IPO dan Kaitannya dengan Nilai Perusahaan
Perdana serta Kinerja Perusahaan Pasca-IPO: Studi Empiris pada Perusahaan
yang IPO di Indonesia tahun 2000-2003”. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui adanya praktik manajemen laba pada perusahaan yang
akan melakukan penawaran saham perdana ke publik; mengetahui apakah
manajemen laba yang dilakukan perusahaan menjelang kegiatan penawaran
26
saham perdana ke publik dilakukan dengan tujuan untuk mendongkrak harga
saham perdana perusahaan; mengetahui apakah manajemen laba yang
dilakukan perusahaan menjelang kegiatan penawaran saham perdana ke
publik mengakibatkan perusahaan tidak mampu mempertahankan kinerjanya
pasca kegiatan penawaran saham perdana ke publik. Total sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 39 sampel. Model yang digunakan
adalah model Jones modifikasi yang dikembangkan oleh Dechow et al.
(1995). Penelitian ini menggunakan pengujian one sample t-test dan regresi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan terbukti melakukan
manajemen laba pada periode menjelang terjadinya IPO dan juga manajemen
laba yang dilakukan perusahaan berhubungan positif pada nilai perusahaan
saat IPO dan berhubungan negatif pada nilai rata-rata pertumbuhan EVA
(Economic Value Added) perusahaan pasca IPO, dengan kata lain IPO
berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan.
Download