BAB II Tinjauan Teoritis BAB II TINJAUAN TEORITIS Pada bab ini akan dibahas teori yang menunjang perancangan sistem. Pada bab ini juga akan dibahas secara singkat komponen - komponen yang digunakan serta penjelasan mengenai metoda – metoda yang digunakan dalam perancangan penguat yang akan direalisasikan 2.1 Tinjauan Pustaka Penguat daya RF yang telah dibuat sebagai proyek akhir di program studi Teknik Telekomunikasi pada umumnya mempunyai spesifikasi yang berbeda seperti frekuensi, komponen transistor, metoda yang digunakan dan fungsi penguat itu sendiri. Berikut ini adalah proyek akhir yang pernah di realisasikan: 1) Rizki Robiul Tsani Amin. 2009. realisasi pada penguat ini menggunakan transistor jenis NPN BLU 30/12 yang menghasilkan output 4 watt,dan memiliki penguatan sebesar 6dB 2) Agustinus PHS. 2009. Realisasi Penguat RF Daya dengan Penguatan 13 dB untuk Televisi Berwarna Kanal 4 VHF-Low (61 - 68 MHz) dengan input 1 Watt, pada penguat daya RF ini, di realisasikan penguat 2 tingkat , dengan jenis transistor 25C2904 sebagai driver dan jenis transistor 2SC2782 sebagai final. Pada perancangan yang dibuat tidak terdapat parameter-parameter hasil perhitungan sehingga tidak terdapat analisa yang membandingakan hasil perhitungan dan realisasi. 3) Wisnu Septian. 2011. Desain dan Implementasi Penguat Daya Kelas AB untuk Pemancar Televisi VHF Kanal 11. Pada realisasi penguat ini terdapat rangkaian driver dan rangkaian final, dengan jenis transistor yang berbeda yaitu transistor tipe 2SC1971 dan 2SC1946A. daya output yang diinginkan adalah sebesar 10 watt, namun pada realisasinya nilai yang didapat hanya sebesar 7 watt. . Siska Novia Handyane, 091331028 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012 4 BAB II Tinjauan Teoritis 2.2 Landasan Teori Penguat RF merupakan perangkat yang berfungsi memperkuat sinyal frekuensi tinggi yang dihasilkan osilator RF dan diterima oleh antena untuk dipancarkan. Penguat RF yang ideal harus menunjukkan tingkat perolehan daya yang tinggi, gambaran noise yang rendah, stabilitas dinamis yang baik dan selektivitas yang cukup untuk mencegah masuknya frekuensi IF, frekuensi bayangan, dan frekuensi-frekuensi lainnya yang tidak diinginkan. Dalam merancang sebuah penguat daya RF banyak faktor yang dapat mempengaruhi seperti karakteristik komponen yang digunakan baik komponen aktif maupun komponen pasif, jenis penguat, rangkaian biasing, dan rangkaian penyesuai impedansi. 2.3 Komponen R, L dan C pada Frekuensi Tinggi Rangkaian penguat dapat terdiri dari satu komponen aktif dan beberapa komponen pasif. Komponen aktif dapat berupa transistor atau IC, sedangkan komponen pasif dari suatu rangkaian penguat terdiri dari resistor, kapasitor, dan induktor. Pada operasi frekuensi tinggi komponen pasif tidak lagi bersifat komponen pasif murni, karena adanya efek kapasitansi stray dan induktasi stray yang dijelaskan menggunakan rangkaian ekuivalen frekuensi tinggi. 2.3.1 Resistor Resistor adalah komponen elektronik 2 kutub yang didesain untuk menahan arus listrik dengan memproduksi penurunan tegangan di antara kedua kutubnya sesuai dengan arus yang mengalirinya. Resistor bersifat resistif dan umumnya terbuat dari bahan karbon. Satuan resistansi dari suatu resistor disebut Ohm atau dilambangkan dengan symbol β¦ (Omega).Berikut adalah rangkaian ekuivalen dari resistor : Siska Novia Handyane, 091331028 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012 5 BAB II Tinjauan Teoritis Gambar 1. Rangkaian Ekuivalen Resistor Suatu resistor dapat mulai bersifat seperti kapasitor atau induktor pada daerah RF. Perilaku tersebut disebabkan oleh adanya kapasitansi stray atau induktansi stray. Karena kedua hal tersebut pada umumnya tidak diinginkan dan membatasi unjuk kerja komponen komponen pada frekuensi tinggi, maka mereka dinamakan juga sebagai parasitic effects [2]. 2.3.2 Kapasitor Dalam bidang elektronika, komponen kapasitor disebut juga kondensator. Kapasitor sendiri berasal dari kata kapasitance (kapasitas), yang artinya adalah untuk menyimpan arus listrik (didalam istilah elektronika disebut muatan listrik). Gambar 2. Rangkaian Ekuivalen Kapasitor Dalam operasi frekuensi tinggi,efek induktasi yang ditimbulkan oleh kakikaki kapasitor dapat menimbulkan perubahan karakteristik dari kapasitor itu sendiri,menjadi komponen yang komplek yang terdiri dari induktansi, kapasitansi, dan resistansi. Besarnya pengaruh reaktansi kapasitif adalah : Xc= 1 2πππ ( 1) Dimana, Xc = reaktansi kapasitif (β¦) F = frekuensi (Hz) C = kapasitansi (F) 2.3.3 Induktor Induktor merupakan salah satu komponen yang sering dipakai dalam perancangan rangkaian resonansi filter, penggeser phasa dan RFC (Radio Frequency Siska Novia Handyane, 091331028 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012 6 BAB II Tinjauan Teoritis Choke). RFC digunakan untuk mencegah atau setidaknya menurunkan sinyal AC agar tidak masuk ke suatu bagian dari rangkaian. Besarnya nilai reaktansi indutif (X L) dari suatu induktor tergantung pada frekuensi yang digunakan dan nilai induktansi dari induktor tersebut, yang sesuai dengan persamaan berikut ini : ππΏ = π. πΏ = 2ππΉ. πΏ ( 2) Gambar 3. Rangkaian Ekuivalen Induktor Induktor yang digunakan pada perancangan penguat RF ini menggunakan induktor dengan inti udara, dimanana banyaknya lilitan yang diperlukan untuk mencari sebuah induktor dengan sebuah harga dapat dicari menggunakan persamaan : π= πΏ(9π +10π) 0,394π 2 ( 3) Dimana, N = banyaknya lilitan yang diperlukan L = nilai induktansi dari induktor r = jari-jari lilitan (cm) l = panjang lilitan (cm) sedangkan diameter dari kawat yang digunakan dapat dicari dengan persamaan π ππππ€ππ‘ = π ( 4) Dimana, dkawat = diameter kawat tembaga (cm) l = panjang lilitan (cm) N = banyaknya lilitan Siska Novia Handyane, 091331028 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012 7 BAB II Tinjauan Teoritis 2.4 Transistor pada Frekuensi Tinggi Komponen aktif yang digunakan pada penguat RF bisa berupa transistor atau Integrated Circuit (IC). Pada proyek akhir yang akan direalisasikan digunakan sebuah transistor tipe NPN Bipolar. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa komponen-komponen pasif seperti resistor, kapasitor, dan induktor tidak lagi bersifat komonen pasif murni karena adanya kapasitansi stray dan induktansi stray , Ini berlaku juga pada transistor, transistor pada frekuensi tinggi mempunyai model ekuivalen yang disebut model hybrid π, seperti terlihat pada gambar 4 yang menunjukan konfigurasi common emitter dengan pengaruh kaki-kaki transistor. RB’C CC B C RBB’ LB IB RCE CE RB’E ßIB E E (a) RB’C CC B C RBB’ LB IB RB’E LC RCE CE βIB RL LE E E (b) Gambar 4. (a)Rangkaian Ekuivalen Transistor Model Hybrid π (b) Rangkaian Ekuivalen Transistor Model Hybrid dengan pengaruh kaki transistor Siska Novia Handyane, 091331028 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012 8 BAB II Tinjauan Teoritis Dimana : RB = resistansi pada junction basis RC = resistansi input pada collector RE = resistansi input pada emitter Ib = π½. πΌπ π½ = πΌπ πΌπ΅ ( 5) ( 6) Gambar 4(a) hanya menggambarkan komponen yang terdapat dalam transistor itu sendiri. Untuk menghubungkan transistor dengan kaki-kakinya dibutuhkan sebuah kawat yang disebut bonding wire. Kawat penghubung tersebut jika dalam frekuensi tinggi menimbulkan efek induktansi terhadap rangkaian ekuivalen transistor. Kakikaki dari transistor tersebut cenderung menjadi induktansi seri dan rangkaian euivalen dari transistor berubah menjadi seperti Gambar 4(b) dimana LB, LE dan Lc adalah kaki dari basis, emitter dan kolektor. 2.5 Large Signal Amplifier Pada Penguat Sinyal kecil untuk mencari penyesuai impedansi digunakan spesifikasi parameter Y dan S sedangkan untuk penguat daya RF, Pabrikan akan memberikan spesifikasi untuk large signal input impedance dan large signal output impedance dari tipe transistor tersebut. Parameter – parameter yang tercantum dalam datasheet didapat dari hasil pengukuran pada saat komponen beroperasi sebagai matched amplifier pada tegangan DC dan level daya output RF tertentu. Matched amplifier adalah keadaan dimana impedansi input dan impedansi output match terhadap sumber dan beban. Informasi penting untuk perancangan suatu penguat daya RF yang terdapat pada datasheet RF power transistor adalah nilai impedansi input dan impedansi output sinyal besar. Di dalam datasheet juga terdapat informasi mengenai impedansi seri dan parallel hal ini akan memberi kemudahan bagi perancangan untuk menentukan format impedansi yang dibutuhkan dalam perancangan penguat. Siska Novia Handyane, 091331028 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012 9 BAB II Tinjauan Teoritis Informasi mengenai komponen seri dan parallel yang di gunakan tersebut biasanya sesuai dengan spesifikasi tertentu yang juga dicantumkan pada datasheet. Besarnya daya sinyal input yang diperlukan untuk menghasilkan daya output yang diinginkan juga di cantumkan pada datasheet. Sebagai catatan apabila level input driver di naikan maka frekuensi akan beratambah. Daya output akan turun apabila frekuensi operasi bertambah dengan kondisi level daya input tetap. 2.6 Kelas Operasional Penguat Daya Penguat daya diklasifikasikan berdasarkan kelas operasinya. Masing masing kelas operasi mempunyai sifat yang berbeda satu sama lain. Penggunaan dari masing masing kelas disesuaikan dengan kebutuhan. Kelas operasi menentukan linieritas dan efisiensi dari penguat daya. Linieritas adalah perbandingan dari seberapa mirip sinyal output menyerupai sinyal inputnya sedangkan efisiensi dari penguat itu yang dinyatakan dengan besaran persentasi dari daya keluaran dibandingkan dengan besarnya daya catu daya. Sistem penguat dikatakan memiliki tingkat efisiensi tinggi (100 %) jika tidak ada rugi-rugi pada proses penguatannya yang terbuang menjadi panas. Berdasarkan lokasi titik kerja, kelas operasi penguat daya dapat dibagi beberapa kelas yaitu kelas A, B, AB dan C. 2.6.1 Penguat Daya Kelas A Penguat kelas A, penguat yang titik kerja efektifnya setengah dari tegangan VCC . Penguat kelas A adalah penguat dengan linieritas yang baik, dan memiliki kemampuan terbesar dalam memproduksi masukan dengan tingkat distorsi (cacat sinyal) terkecil[4]. Operasi kelas A berarti bahwa transistor selalu beroperasi di daerah aktif. Ini mengandung arti bahwa arus kolektor mengalir sepanjang 360 o dari siklus ac. Kekurangan pada penguat daya kelas A ini adalah efisiensi yang lebih kecil. Siska Novia Handyane, 091331028 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012 10 BAB II Tinjauan Teoritis Gambar 5. Rangkaian Bias penguat kelas A Ic (mA) Garis beban DC Q 6 12 Vce Gambar 6. Garis beban DC penguat kelas A 2.6.2 Penguat Daya Kelas B Dalam kondisi tidak ada sinyal input maka penguat kelas B berada dalam kondisi OFF dan baru bekerja jika ada sinyal input dengan level diatas 0.6Volt (batas tegangan bias transistor). Penguat kelas B mempunyai efisiensi yang tinggi sekitar 70% . Namun karena ada batasan tegangan 0.6 Volt maka penguat kelas B tidak bekerja jika level sinyal input dibawah 0.6Volt. Hal ini menyebabkan distorsi (cacat sinyal) yang disebut distorsi cross over, yaitu cacat pada persimpangan sinyal sinus bagian atas dan bagian bawah. Untuk menghindari distorsi yang dapat terjadi maka harus menggunakan dua transistor dalam susunan push-pull. Ini berarti bahwa satu transistor bekerja selama setengah siklus dan transistor yang lain bekerja selama setengah siklus yang lain Siska Novia Handyane, 091331028 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012 11 BAB II Tinjauan Teoritis Gambar 7. Rangkaian bias penguat kelas B πππ ππ + ππΈ Ic(sa t) Gambar 8. Garis Beban DC Penguat Kelas B 2.6.3 Penguat Daya Kelas C Penguat kelas C adalah penguat yang titik kerja dari transistor yang diguakan berada pada daerah cut off. Transistor diberi bias dimana tidak ada arus kolektor yang mengalir pada transistor. Lineraritas dari kelas C adalah yang terburuk jika dibandingkan dengan kelas penguat lainnya. Hal ini disebabkan karena penguat kelas C hanya bekerja pada setengah siklus saja sehingga output yang dihasilkan cacat. Namun, dari segi efisiensi, kelas C memiliki efisiensi yang paling besar yaitu sekitar 85 % karena penguat kelas C hanya bekerja ketika adanya sinyal input yang diberikan pada transistor. Untuk memberi bias pada transistor dalam konfigurasi kelas C, sangat penting untuk membuat reverse bias pada base – emitter junction. Biasanya tidak diperlukan namun karena memungkinkan transistor untuk menghasilkan biasing-nya sendiri. Jika basis transistor dikembalikan ke ground melalui RFC (Radio Frequency Choke), Siska Novia Handyane, 091331028 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012 12 BAB II Tinjauan Teoritis arus basis akan mengalir melalui resistansi yang ada pada basis internal (rbb) untuk menjaga basis – emitter tetap dalam keadaan reverse bias. Gambar 9. Rangkaian Bias Penguat Kelas C 2.6.4 Penguat Daya Kelas AB Penguat kelas AB adalah penguat yang mempunyai daerah kerja antara titik kerja penguat kelas A dan penguat kelas B. Untuk mendapatkan siklus yang penuh biasanya penguat kelas AB membutuhkan konfigurasi push pull, dengan level bias DC biasanya mendekati level arus nol untuk mendapatkan efisiensi daya yang lebih baik, tetaphi penggunaan transistor tunggal bisa digunakan, hanya saja membutuhkan penempatan rangkaian resonansi pada output transistor. Untuk penguat keas AB sinyal output akan berubah-ubah periode antara 180o dan 360o. Gambar 10. Rangkaian Bias Penguat Kelas AB 2.7 Pra Tegangan (Biasing) Dalam pemberian pra tegangan (biasing) berfungsi untuk menentukan garis beban DC dan titik kerja transistor. Tipe dari bias yang digunakan untuk transistor Siska Novia Handyane, 091331028 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012 13 BAB II Tinjauan Teoritis daya RF ditentukan oleh kelas penguat yang di inginkan. Adapun beberapa contoh rangkaian biasing yang digunakan adalah : ο· Fixed Biasing ο· Self Biasing 2.7.1 Rangkaian Fixed Bias VCC RC IB+IC VC IB VCE RE VB VBE Gambar 11. Rangkaian fixed bias Persamaan pada loop Basis Emitter dengan menggunakan hukum tegangan Kirchhoff: + RB - VCC + - IB + VBE - Gambar 12. Loop basis emitter VCC - IBRB - VBE = 0 ( 7) Selain itu, dari gambar 16, didapat persamaan sebagai berikut: IB = (VCC - VBE) / RB ( 8) VBE = VB - VE ( 9) Siska Novia Handyane, 091331028 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012 14 BAB II Tinjauan Teoritis Karena VE = 0 maka VBE = VB ( 10) Persamaan pada loop Collector Emitter dengan menggnakan hukum tegangan Kirchhoff: + RC IC - + + - VCE VCC - Gambar 13. Loop Collector-Emitter VCE + IcRc – VCC = 0 ( 11) Maka untuk mencari VCE, didapat persamaan sebagai berikut: VCE= VCC – ICRC ( 12) Selain itu mencari VCE dapat pula menggunakan persamaan berkut: VCE = VC – VE ( 13) Karena VE = 0 V maka VCE = VC ( 14) 2.7.2 Rangkaian Self Bias VCC R1 IBB+IB RC IC VC IB VCE VBB VBE IE R2 IBB VE RE Gambar 14. Rangkaian self bias Siska Novia Handyane, 091331028 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012 15 BAB II Tinjauan Teoritis Self bias adalah teknik pemberian tegangan basis transistor dan kaki transistor yang berdiri sendiri. Rangkaian self bias ini sering juga disebut sebagai rangkaian pembagi tegangan (voltage divider). Berikut adalah langkah – langkah yang dilakukan untuk analisa DC rangkaian dengan self bias : 1. Mencari RTH Sumber rangkaian diganti dengan short circuit seperti gambar di bawah ini sehingga didapat: RTH = R1||R2 ( 15) Atau dapat ditulis dengan persamaan berikut: RTH = R 1 ×R 2 ( 16) R 1 +R 2 R1 R2 RTH Gambar 15. Menentukan RTH 2. Mencari VTH Untuk menentukan tegangan Thevenin, VCC dikembalikan ke rangkaian dan rangkaian di open seperti gambar 19 sehingga didapat: VTH = R 2 ×V CC ( 17) R 1 +R 2 R1 + VCC + R2 VTH - Gambar 16. Menentukan VTH Siska Novia Handyane, 091331028 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012 16 BAB II Tinjauan Teoritis 3. Dengan menggunakan rangkaian thevenin, buatlah persamaan menggunakan hokum Kirchhoff : RTH B + VTH + IB - VBE - RE E IE Gambar 17. Rangkaian ekuivalen Thevenin Maka persamaan untuk gambar 17 adalah: VTH – IBRTH – VBE – IB RE = 0 ( 18) Substitusi IE = (β +1) IB sehingga akan didapat persamaan IB sebagai berikut: IB = V TH − V BE R TH + (β+1)R E 2.8 (17) Penyesuai Impedansi Penyesuai impedansi sering digunakan pada rangkaian frekuensi radio agar diperoleh transfer daya maksimum antara sumber dan beban. Rugi-rugi yang terjadi pada suatu rangkaian penguat sinyal besar tidak dapat di toleransi. Oleh karena itu, ketelitian dalam perancangan sebuah penguat RF perlu diperhatikan, agar impedansi sumber sesuai dengan impedansi bebannya. Rangkaian penyesuai impedansi ada yang berbentuk L, dan penyesuai impesansi three-element yaitu T, dan Pi 2.8.1 Penyesuai Impedansi Tipe L Penyesuai impedansi tipe L adalah rangkaian yang paling sederhana dan sering digunakan untuk penyesuai impedansi. Rangkaian ini disebut tipe L karena posisi dari penggunaan komponennya menyerupai bentuk dari huruf L. Siska Novia Handyane, 091331028 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012 17 BAB II Tinjauan Teoritis ZS L ZS L C AC ZL AC C ZL (A) Low-pass C ZS C ZS AC L ZL AC L ZL (B) High-pass Gambar 18. Empat Konfigurasi Bentuk L QS = QP merupakan faktor kualitas seri ataupun paralel QS = QP = π π π π −1 Error! Reference source not found.] (18) Untuk mendapatkan nilai L dan C pada rangkaian dapa didapatkan dengan mengetahui Xs dan Xp, dimana Xs dan Xp adalah nilai dari reaktansi seri dan paralel yang nantinya dapat dihitung untuk penggunaan konfigurasi tipe L yang digunakan, dengan persamaan seperti dibawah ini : Xs = QsRs Error! Reference source not found.] (19) π XP = ππ π Error! Reference source not found.] (20) Siska Novia Handyane, 091331028 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012 18 BAB II Tinjauan Teoritis RS XS AC XP RP Gambar 19. Rangkaian ekuivalen bentuk L Gambar 19 menunjukan rangkaian ekuivalen bentuk L untuk Zin dan Zout yang nilainya kompleks. Ada dua cara pendekatan untuk mengatasi nilai kompleks untuk penyesuai impedansi, yaitu : 1) Absorption ,Cara ini biasanya mengubah reaktansi stray ke dalam bentuk rangkaian matching itu sendiri. Ini dapat dilakukan dengan meletakkan masing-masing dari komponen matching secara tepat, seperti komponen kapasitor yang di paralelkan dengan kapasitansi stray, dan komponen induktor yang di-seri kan dengan induktansi straynya. Komponen stray adalah jumlah dari pengurangan nilai komponen yang telah dihitung, dan dinotasikan dengan nilai komponen yang baru (C’, L’), yang nilainya lebih kecil dibandingkan dengan nilai perhitungan. 2) Resonance dengan cara meresonansi setiap reaktansi stray dengan nilai reaksansi yang sama dan berlawanan sifat (kapasitif & induktif) pada frekuensi yang diinginkan. 2.8.2 Penyesuai Impedansi three element Pada rangkaian penyesuai impedansi tipe L terdapat suatu kelemahan, yaitu perancang tidak dapat menentukan faktor Q dari rangkaian penyesuai impedansi yang berhubungan tentang bandwidth. Maka untuk menentukan bandwidth dapat digunakan penyesuai impedansi three-element, selain itu rangkaian penyesuai impedasi three element itu dapat dikatakan rangkaian resonansi sehingga rangkaian tersebut bisa menjadi filter untuk Siska Novia Handyane, 091331028 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012 19 BAB II Tinjauan Teoritis rangkaian penguat daya itu sendiri. Ada dua model penyesuai impedansi three element yaitu : a) Penyesuai impedansi tipe T Bentuk penyesuai impedansi tipe T dapat digambarkan sebagai “back-to- back” tipe L, dimana dua buah bentuk L yang digabungkan dengan saling membelakangi. menyesuaikan beban dan sumber ke sebuah resistansi virtual yang berada diantara Rangkaian penyesuai impedansi ini dikonfigurasi kedua L network. Resistansi virtual tersebut nilainya lebih besar dari untuk resistansi sumber dan bebannya. rumus untuk menentukan beban Q bentuk T adalah: Q= π π π ππππ − 1 Error! Reference source not found.]( 21) dimana, R= virtual resistansi Rsmall = terminating resistor terkecil Q2 = π π π π −1 Error! Reference source not found.] (22) Dimana, RP = resistansi paralel dari bentuk L RS = resistansi seri dari bentuk L RS XS2 XS1 AC XP1 XP2 RL Gambar 20. Rangkaian ekuivalen bentuk T XS1 = Q.RS Error! Reference source not found.] (23) Siska Novia Handyane, 091331028 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012 20 BAB II Tinjauan Teoritis π π XP1 = π Error! Reference source not found.] (24) XS2 = Q 2.RL Error! Reference source not found.] (25) π XP2 = π Error! 2 Reference source not found.] (26) Maka rumus untuk mendapatkan nilai L dan C sebagai berikut: 1 C = 2πππ Error! π Reference source not found.] (27) π π L = 2ππ Error! Reference source not found.] (28) b) Penyesuai Impedansi Tipe Phi Rangakain penyesuaian impedansi Phi, bentuknya sama persis dengan rangkaian penyesuai impedansi tipe T yaitu penggabungan 2 buah rangkaian penyesuai impedansi tipe L. RS X2 AC X1 X3 RL Gambar 21. Rangkaian ekuivalen bentuk Phi Perancangan dari masing-masing bagian pada tipe phi sama halnya dengan tipe L. Resistansi virtual harus lebih kecil dari pada RS dan RP. R dapat ditentukan dari harga Q yang diinginkan sesuai spesifikasi pada awal perancangan, harga Q dari bentuk phi ini dapat didefinisikan sebagai : Siska Novia Handyane, 091331028 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012 21 BAB II Tinjauan Teoritis Q= π π» π −1 Reference source not found.] (29) dimana, RH = terminating impedance terbesar dari RS atau RL R = virtual resistansi Error! QS = QP = π π π π −1 Error! Reference source not found.] (30) Xs = QsRs Error! Reference source not found.] (31) π XP = ππ Error! π Reference source not found.] (32) 2.9 Koefisien Refleksi Koefisien refleksi pada sebuah penguat merupakan perbandingan antara gelombang pantul dan gelombang datang. Gelombang pantul disebabkan oleh ketidaksuaian impedansi antara impedansi sumber ZS dan impedansi output transistor Zin, dan antara impedansi output transistor Zout dan impedansi beban ZL. Perbandingan antara gelombang pantul input dengan gelombang datang input akan menghasilkan koefisien refleksi input, sesuai dengan persamaan berikut: Γππππ’π‘ = ππππππππ‘ππ πππππππππ‘ (33) Sedangkan perbandingan antara gelombang pantul output dengan gelombang datang output akan menghasilkan koefisien refleksi output, sesuain dengan persamaan berikut ini. Γππ’π‘ππ’π‘ = ππππππππ‘ππ πππππππππ‘ Siska Novia Handyane, 091331028 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012 (34) 22 BAB II Tinjauan Teoritis Harga dari magnitude koefisien normalnya adalah antara nol sampai dengan satu. Jika harga dari koefisien refleksi ini berharga satu, maka ini disebut dengan pantulan sempurna (perfect mismatch), dimana semua daya yang ditransfer ke beban sepenuhnya dipantulkan kembali ke sumber. Siska Novia Handyane, 091331028 Laporan Proyek Akhir Tahun 2012 23