skripsi final_01

advertisement
BAB I PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini akan membahas beberapa alasan yang menjadi latar belakang
dilakukannya penelitian. Selain itu, bab ini juga menguraikan tentang rumusan
masalah yang menjadi fokus utama penelitian, tujuan, dan kontribusi penelitian,
serta sistematika penulisan.
1.1.Latar Belakang
International Financial Reporting Standards (IFRS) dengan pengukuran
berbasis nilai wajar (fair value) dianggap dapat memberikan informasi yang
lebih relevan dalam pengambilan keputusan (Ernst & Young, 2013). Nilai
wajar merupakan harga yang akan diterima untuk menjual suatu aset atau harga
yang akan dibayar untuk mengalihkan suatu liabilitas dalam transaksi teratur
antara pelaku pasar pada tanggal pengukuran (IAI, 2015). Salah satu
penggunaan konsep nilai wajar yang diadopsi oleh Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI) yaitu mengenai penurunan nilai aset yang ada dalam International
Accounting Standards (IAS) 36 Impairment of Assets 1 dan diadopsi dalam
PSAK 48 (Revisi 2009) Penurunan Nilai Aset2 . Penurunan nilai dari aset
jangka panjang merupakan suatu kondisi yang terjadi ketika nilai tercatat dari
aset (carrying amount) melebihi jumlah terpulihkan (recoverable amount).
1
IAS 36 Impairment of Assets diterbitkan oleh IASC (International Accounting Standards
Committee) pada tahun 1998 dan efektif digunakan mulai tahun 1999.
2
PSAK 48 (Revisi 2009) mulai efektif digunakan sejak 1 Januari 2011. Saat ini IAI telah
menerbitkan PSAK 48 (Revisi 2013) yang mulai efektif digunakan 1 Januari 2015. Penelitian ini
masih mengacu pada PSAK 48 (Revisi 2009) karena sampel penelitian yang digunakan masih
mengacu pada PSAK 48 (Revisi 2009). 1 PSAK 48 (Revisi 2009) Penurunan Nilai Aset merupakan Revisi dari
PSAK 48 (1998) Penurunan Nilai Aktiva. PSAK 48 (Revisi 2009) mulai efektif
digunakan sejak 1 Januari 2011. PSAK 48 (Revisi 2009) memuat beberapa
pengaturan yang berbeda dengan PSAK 48 (1998) sebelumnya, misalnya
mengenai tes penurunan nilai setiap tahun atas goodwill dan aset tidak
berwujud dengan masa manfaat tidak terbatas.
Pada setiap akhir periode pelaporan, suatu entitas harus melakukan tes
penurunan nilai untuk mengetahui apakah terdapat indikasi suatu aset jangka
panjang mengalami penurunan nilai. Tes penurunan nilai aset jangka panjang
dapat dilakukan kapan saja dalam suatu periode tahunan asalkan dilakukan
pada saat yang sama setiap tahunnya. Tes penurunan nilai dilakukan untuk
empat kategori aset jangka panjang, yaitu aset (atau kelompok aset) jangka
panjang termasuk aset jangka panjang berwujud3, aset tidak berwujud dengan
masa manfaat terbatas, aset tidak berwujud dengan masa manfaat tidak terbatas
selain goodwill, dan goodwill. Pengujian penurunan nilai aset jangka panjang
dapat dilakukan untuk satu unit aset tunggal maupun satu kelompok aset.
Tujuan dari PSAK 48 (Revisi 2009) adalah untuk menetapkan prosedurprosedur yang diterapkan entitas agar jumlah tercatat aset dalam laporan
keuangan tidak melebihi jumlah terpulihkan. Tes penurunan nilai aset jangka
panjang dilakukan dengan menguji apakah jumlah tercatat (carrying amount)
suatu aset melebihi jumlah terpulihkan (recoverable amount) yaitu nilai
tertinggi antara (1) nilai wajar dikurangi biaya penjualan (fair value less cost to
3
Aset jangka berwujud dalam hal ini tidak termasuk tanah karena tanah nilainya akan cenderung
naik sehingga pengukurannya adalah dengan fair value accounting berdasarkan bukti pasar sesuai
dengan PSAK 16 (Revisi 2009).
2
sell) atau (2) nilai pakai (value in use). Kerugian penurunan nilai aset jangka
panjang diakui jika jumlah tercatat melebihi jumlah terpulihkan, namun apabila
jumlah terpulihkan ternyata lebih tinggi dari jumlah tercatat maka tidak terjadi
penurunan nilai. Rugi penurunan nilai segera diakui dalam laporan laba rugi
pada bagian pendapatan dan biaya lain. Namun, kerugian penurunan nilai atas
aset revaluasian (sesuai dengan model revaluasi pada PSAK 16) diakui dalam
pendapatan komprehensif lain (other comprehensive income).
Penerapan standar PSAK 48 (Revisi 2009) ini memiliki implikasi yang
besar terhadap entitas, auditor, dan investor sebagai pengguna laporan
keuangan. Menurut Dunne et al. (2008) penerapan standar ini di satu sisi akan
meningkatkan relevansi informasi mengenai nilai aset perusahaan dan
memperbaiki pengelolaan aset produktif perusahaan. Tapi di sisi lain,
penerapan standar ini menuai berbagai kritik balik dari perusahaan, auditor,
maupun pelaku pasar modal. Menurut Andersson & Wenzel (2014) kritik
terbesar berkaitan dengan ketidakjelasan prosedur implementasi dari tes
penurunan nilai, aplikasi nilai pakai dan penentuan unit penghasil kas, dan
besarnya subjective judgment yang harus dilakukan oleh perusahaan yang dapat
memicu munculnya perilaku manajemen laba (Beatty & Webber, 2006;
Andrews, 2012; Liu & Yu, 2013).
Konsep penurunan nilai aset jangka panjang didasarkan pada konsep
kehati-hatian, yaitu konep konservatisme atau menurut IFRS disebut dengan
prudence. Pengertian prudence (bijak) dalam akuntansi adalah mengukur aset
dan liabilitas dengan kehati-hatian karena aktivitas ekonomi dan bisnis
dilingkupi suatu ketidakpastian. Aset harus disajikan sebesar nilai yang
3
mencerminkan manfaat ekonomi yang akan diperoleh di masa depan. PSAK 48
(Revisi 2009) prg. 41, menyatakan jika nilai terpulihkan dari suatu aset lebih
kecil dari nilai tercatatnya, nilai tercatat aset harus diturunkan menjadi sebesar
nilai terpulihkan. Penurunan tersebut merupakan rugi penurunan nilai dan harus
segera diakui sebagai biaya pada laporan laba rugi.
Penelitian tentang akuntansi penurunan nilai sebelumnya telah dilakukan
terutama untuk penerapan standar SFAS 121 Accounting for the Impairment of
Long-Lived Assets and Long-Lived Assets to be Disposed of. Misalnya
penelitian Elliot dan Shaw (1988) yang membuktikan bahwa write-off4 aset
berpengaruh pada perolehan ROA dan ROE yang lebih rendah pada tahun
berjalan dan menunjukkan return saham dan pertumbuhan perusahaan yang
lebih rendah pada tahun berjalan. Penelitian Bartov et al., (1998) dalam Gordon
& Hsu (2014) menunjukkan adanya abnormal return5 yang lebih rendah dalam
tahun berikutnya setelah pengakuan penurunan nilai. Hirschey dan Richardson
(2002) juga menemukan adanya abnormal return negatif untuk sampel mereka
setelah pengumuman write-down goodwill di bawah US GAAP.
Riedl (2004) meneliti insentif pelaporan dan faktor-faktor ekonomi yang
berpengaruh terhadap write-off aset jangka panjang sebelum dan sesudah
penerapan SFAS 121. Hasil penelitian menujukkan bahwa faktor-faktor
ekonomi kurang berpengaruh terhadap write-off, sedangkan insentif pelaporan
4
Write-Off adalah proses penghapusbukuan suatu aset dari catatan akuntansi. Dalam penelitian ini
digunakan istilah impairment, write-off, write down secara bergantian yang merujuk pada istilah
penurunan nilai aset jangka panjang.
5
Abnormal return atau excess return merupakan kelebihan dari return yang sesungguhnya terjadi
terhadap return normal (Hartono, 2014).
4
berpengaruh pada pengakuan rugi penurunan nilai setelah penerapan SFAS
121. Temuan Riedl mengindikasikan bahwa kualitas pelaporan keuangan
dibawah US GAAP menurun ketika terjadi perubahan standar akuntansi.
Penelitian Gordon dan Hsu (2013) memberikan bukti yang lebih kuat yang
menyatakan bahwa penurunan nilai aset jangka panjang dibawah IFRS lebih
dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, sedangkan untuk penurunan nilai di
bawah US GAAP lebih dipengaruhi insentif pelaporan keuangan.
Hasil penelitian Wu & Feng (2011) menunjukkan bahwa kebijakan
penurunan nilai aset berpengaruh terhadap keterbukaan informasi yang
dilaporkan perusahaan tetapi pengaruhnya berbeda sesuai jenis industrinya.
Penelitian D’Alauro (2013) menunjukkan tingkat pengungkapan penurunan
nilai goodwill berpengaruh positif terhadap goodwill write-off dan kinerja
keuangan pada perusahaan di Italia. Namun, tidak berpengaruh siginifikan
pada perusahaan di Inggris. Penelitian Penner et al., (2013) menunjukkan
bahwa penurunan nilai aset
yang dilaporkan menurut IFRS berpengaruh
signifikan negatif terhadap ROA dan asset turnover tahun berjalan. Penelitian
Jeon et al. (2013) menunjukkan bahwa pengakuan penurunan nilai aset
berpengaruh negatif terhadap penilaian kredit obligasi korporasi.
Penelitian Gordon & Hsu (2014) dilakukan dengan menganalisis
pengaruh penurunan nilai aset jangka panjang dalam memprediksi arus kas
operasi masa depan menurut US GAAP dan IFRS. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa jumlah penurunan nilai yang dilaporkan menurut IFRS
secara persisten lebih informatif dalam memperediksi arus kas operasi masa
5
depan sementara yang dilaporkan menurut US GAAP umumnya tidak. Tingkat
informatif tersebut tergantung pada tipe aset dan karakteristik negara.
Dalam penelitian-penelitian sebelumnya, masih jarang hasil penelitian
yang membuktikan pengaruh penurunan nilai aset di negara berkembang
khususnya Indonesia. Penelitian ini berhasil memberikan bukti pengaruh
penurunan nilai aset jangka panjang terhadap profitabilitas masa depan
perusahaan di Indonesia. Karena di Indonesia menggunakan PSAK 48 (Revisi
2009) sebagai standar penurunan nilai aset jangka panjang yang berbasis IFRS,
maka penelitian ini meneliti pengaruh penurunan nilai aset jangka panjang
terhadap profitabilitas masa depan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia setelah penerapan PSAK 48 (Revisi 2009) Penurunan Nilai Aset.
Suatu entitas harus melakukan tes penurunan nilai untuk mengetahui
apakah terdapat indikasi terjadinya penurunan nilai. Apabila terdapat indikasi
penurunan nilai entitas harus segera mengakui kerugian penurunan nilai.
Akuntansi nilai wajar mengharuskan entitas melaporkan total penurunan nilai
aset jangka panjang dalam laporan posisi keuangan sesuai dengan nilai wajar
dan mengakui penurunan nilai aset jangka panjang sebagai kerugian dalam
laporan laba rugi. Hal ini memiliki implikasi lebih lanjut bahwa pengakuan rugi
penurunan nilai aset jangka panjang akan berpengaruh terhadap nilai laba
bersih pada tahun berjalan. Selain mempengaruhi laba, penurunan nilai aset
jangka panjang juga akan berpengaruh pada nilai aset dalam laporan posisi
keuangan. Menurut Penner et al. (2013), apabila perusahaan mencatat
terjadinya penurunan nilai aset hal ini akan mengurangi laba tahun berjalan.
Namun laba perusahaan di tahun berikutnya justru akan naik karena nilai buku
6
aset perusahaan yang terdepresiasi akan menurun. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini penurunan nilai aset diekspektasikan akan berpengaruh positif
terhadap profitabilitas masa depan perusahaan.
Dalam penelitian ini, profitabilitas masa depan (future period)
diproksikan dengan ROAt+1. Profitabilitas masa depan (ROAt+1) diukur dengan
menghitung perbandingan antara laba bersih setelah pajakt+1 dibagi dengan total
asett+1. Semakin tinggi nilai rasio ROA sebuah perusahaan maka semakin baik
pula kemampuan aset perusahaan dalam menghasilkan laba. Peningkatan daya
tarik perusahaan ini menjadikan perusahaan semakin diminati oleh investor
karena return yang diperoleh dari berinvestasi akan semakin besar.
Kesalahan dalam melakukan estimasi dan perhitungan penurunan nilai
akan berdampak pada under/overstated rugi penurunan nilai yang harus diakui,
dan tentu saja ini akan berdampak pada under/overstated laba dan nilai aset
yang diakui dalam laporan keuangan. Adanya ketidaksesuaian informasi dalam
laporan keuangan ini tentunya akan menyesatkan stakeholder (pemangku
kepentingan) khususnya investor dan kreditor sebagai pengguna laporan
keuangan dalam melakukan pengambilan keputusan.
Berdasarkan
“PENGARUH
uraian
di
PENURUNAN
atas,
penelitian
NILAI
ASET
ini
mengambil
JANGKA
judul
PANJANG
TERHADAP PROFITABILITAS MASA DEPAN (Studi Empiris pada
Perusahaan Publik yang Terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia Tahun
2011-2013)”.
Perusahaan yang telah menerapkan PSAK 48 (Revisi 2009) ditelusuri
melalui ikhtisar kebijakan akuntansi pada Catatan Atas Laporan Keuangan.
7
Sampel penelitian merupakan perusahaan publik yang terdaftar di BEI tahun
2011-2014 (sesudah tanggal efektif PSAK 48 (Revisi 2009)). Sampel
perusahaan yang diambil terdiri dari sektor pertambangan, sektor manufaktur,
dan sektor jasa. Sampel perusahaan tersebut terdiri dari berbagai macam sub
sektor perusahaan yang memiliki jumlah aset jangka panjang yang besar dan
digunakan sebagai aset utama operasi perusahaan. Dengan aset yang besar
memungkinkan perusahaan memiliki total kewajiban hutang yang besar pula,
dimana sebagian aset dibiayai oleh hutang perusahaan kepada pihak lain. Oleh
karena itu dalam penelitian ini digunakan Debt to Asset Ratio (DAR), Asset
Growth (ASG), dan ukuran perusahaan (SIZE) sebagai variabel kontrol.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang hendak dikaji dalam
penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara penurunan nilai aset
jangka panjang terhadap profitabilitas masa depan pada perusahaan publik
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
1.3.Tujuan dan Kontribusi Penelitian
Bagian ini akan menjelaskan tentang tujuan dan kontribusi dari penelitian.
1.3.1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penurunan
nilai aset jangka panjang terhadap profitabilitas masa depan perusahaan,
khususnya setelah penerapan PSAK 48 (Revisi 2009).
8
1.3.2. Kontribusi Penelitian
Kontribusi penelitian ini secara umum adalah dapat memberikan
masukan dan sumbangan berupa referensi ilmiah terhadap ilmu
pengetahuan di bidang akuntansi, khususnya bidang akuntansi keuangan.
Secara khusus, kontribusi penelitian ditujukan bagi akademisi, perusahaan,
investor dan kreditor yang dijabarkan di bawah ini.
1. Bagi akademisi, menyediakan tambahan literatur, kajian serta pengujian
terkait konsep penurunan nilai aset jangka panjang. Penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa penurunan nilai aset jangka panjang
yang dilaporkan berdasarkan IFRS lebih berhubungan dengan kinerja
masa depan daripada yang dilaporkan berdasarkan US GAAP (Gordon
& Hsu, 2014). Sedangkan penelitian ini menunjukkan bukti pengaruh
positif penurunan nilai aset jangka panjang terhadap profitabilitas masa
depan perusahaan di Indonesia setelah penerapan standar berbasis IFRS
yaitu PSAK 48 (Revisi 2009) Penurunan Nilai Aset.
2. Bagi perusahaan, sebagai salah satu pertimbangan dalam pengambilan
keputusan terkait dengan kebijakan penurunan nilai aset jangka panjang
dan penerapan standar penurunan nilai.
3. Bagi investor dan kreditor, penelitian ini dapat memberikan masukan
dalam memilih perusahaan dengan menilai hubungan penurunan nilai
terhadap kinerja keuangan masa depan sehingga investasi dan
pemberian modal menjadi tepat dalam menghasilkan keuntungan yang
diharapkan.
9
1.4. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun dalam lima bab dengan tujuan untuk penyajian yang
sistematis dan kemudahan memahami hubungan antara bab yang satu dengan
bab yang lain sebagai suatu rangkaian yang konsisten.
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah tujuan dan
kontribusi penelitian, serta sistematika penulisan skripsi berupa uraian-uraian
singkat mengenai bab-bab dalam skripsi.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Bab ini akan diuraikan berbagai teori yang relevan terhadap penelitian serta
pendapat para ahli dan hasil penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan
permaslahan yang diteliti serta kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini berisi uraian variabel penelitian dan definisi operasionalnya, populasi
dan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, serta metode
analisis yang digunakan dalam penelitian ini.
BAB IV HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi uraian tentang hasil dan pembahasan dari penelitian yang
dilakukan, terdiri dari analisis data, dan pembahasan hasil penelitian.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian yang diperoleh
dan pembahasan dari penelitian sebelumnya serta keterbatasan penelitian serta
saran kepada pihak berkepentingan terhadap hasil penelitian.
10
Download