BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Proyek
Umumnya suatu pekerjaan dapat dikerjakan oleh seseorang atau beberapa orang
dengan mencatat setiap poin-poin penting ke dalam ”to do list” yang simpel, namun
pekerjaan-pekerjaan tersebut dapat berubah menjadi sebuah proyek ketika terjadi
perkembangan tugas dengan kompleks dan pada akhirnya tidak dapat ditangani secara
individual ketika menemukan batas waktu, budget, dan perusahaan yang terkait.
Menurut Schwalbe (2004,p4) Proyek merupakan suatu usaha yang bersifat
sementara untuk menghasilkan suatu produk atau layanan yang unik. Sebuah proyek juga
memiliki pengertian sebagai satu kegiatan bersifat sementara yang berlangsung dalam
jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu dan dimaksudkan untuk
menghasilkan produk atau deliverable yang kriteria mutunya telah digariskan dengan jelas
(Iman Soeharto, 1999, p2). Sedangkan menurut Snead dan Wycoff (Karl A. Smith, 2000,
p44) proyek merupakan kegiatan yang bersifat nonrutin dan memiliki tujuan ke depan yang
jelas, serta mengidentifikasikan bahwa suatu proyek dapat sukses apabila didasari dengan
kemampuan yang efektif tujuannya.
Di dalam bukunya Gray dan Larson (2000, p4) sebuah proyek dapat diartikan
sebagai kegiatan yang kompleks, bersifat nonrutin, dan hanya terjadi satu kali yang ruang
lingkupnya dibatasi oleh waktu, budget, sumber daya, dan spesifikasi desain penampilan
untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
Bahkan menurut Weiss dan Wysocki (1992, p3) mengidentifikasi bahwa suatu proyek
memiliki karakteristik, sebagai berikut:
•
Kompleks dan memiliki banyak aktivitas
•
Unik, karena setiap aktivitas atau kejadian hanya terjadi sekali dan tidak dapat
diulang kembali
•
Terbatas, yaitu ditandai dengan tanggal awal dan berakhirnya
•
Terbatas budget dan sumber daya
•
Banyak orang yang terlibat dalam melaksanakan setiap aktivitas
•
Akitivitas atau kegiatan yang bersifat kontinu atau berkesinambungan
•
Berorientasi pada sebuah tujuan yang jelas
•
Menghasilkan suatu produk atau jasa.
Kumpulan dari beberapa proyek dapat juga disebut sebagai program, yaitu memiliki
lingkup atau batasan yang lebih luas. Contohnya : Pemerintahan Indonesia memiliki Program
Penuntasan Kemiskinan, dengan beberapa proyek didalamnya yaitu Pengadaan Sarana
Sekolah secara merata di seluruh wilayah Indonesia, Internet masuk desa, dll.
2.1.2 Perbedaan Kegiatan Proyek dan Kegiatan Operasional
Kerap kali orang-orang menyamakan pengertian antara kegiatan proyek dengan
kegiatan operasional, walaupun memiliki ciri-ciri yang mirip, namun juga terdapat perbedaan
yang mendasar keduanya. Berdasarkan buku Iman Soeharto (1999,p4) adapun perbedaan
mendasar antara proyek dengan operasional yaitu kegiatan operasi didasarkan pada konsep
yang mendayagunakan sistem yang telah ada, dapat berbentuk pabrik, gedung, atau fasilitas
lain secara terus-menerus dan berulang-ulang, sedangkan kegiatan proyek yaitu bermaksud
mewujudkan atau membangun system yang belum ada. Contoh dari suatu kegiatan
operasional yaitu memproduksi semen di pabrik atau merakit mobil di bengkel.
Tabel 2.1 Perbedaan antara kegiatan proyek dengan kegiatan operasional
Kegiatan Proyek
Kegiatan Operasional
Bercorak dinamis, nonrutin
Berulang-ulang, rutin
Siklus proyek relatif pendek
Berlangsung dalam jangka panjang
Intensitas kegiatan di dalam periode siklus
Intensitas Kegiatan relatif sama
proyek berubah-ubah(naik turun)
Kegiatan harus diselesaikan berdasarkan
anggaran dan jadwal yang ditentukan
Terdiri dari bermacam-macam kegiatan yang
Batasan anggaran dan jadwal tidak setajam
proyek.
Macam kegiatan tidak banyak
memerlukan disiplin ilmu
Keperluan sumber daya berubah, baik
macam maupun volumenya
Macam dan volume keperluan sumber daya
relatif konstan.
Sumber : Iman Soeharto, “ Manajemen Proyek dari Konseptual Sampai Operasional”, 1999,
p3
2.1.3 Batasan Dalam Proyek
Sebuah proyek memiliki 3 batasan yang saling terkait dalam menjalankan setiap
kegiatannya, yaitu (Iman Soeharto, 1999, p3) :
•
Anggaran atau Budgeting
Dimana sebuah proyek harus diselesaikan dengan biaya yang tidak melebihi
anggaran, dan biaya tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan
•
Jadwal
Proyek memiliki batasan waktu tertentu, yaitu durasi waktu dimana mengatur kapan
proyek harus dimulai dan kapan proyek harus berakhir.
•
Mutu
Produk atau jasa yang dihasilkan harus memenuhi spesifikasi dan kriteria yang
dipersyaratkan.
Ketiga batasan tersebut diatas bersifat tarik menarik. Artinya jika ingin meningkatkan
kinerja produk yang telah disepakati dalam kontrak, maka umumnya harus diikuti dengan
meningkatkan mutu. Hal ini selanjutnya dapat berakibat pada naiknya biaya sehingga
melebihi anggaran. Sebaliknya jika ingin menekan biaya, maka biasanya harus berkompromi
dengan mutu atau jadwal (Iman Soeharto, 1999, p3)
Anggaran
Biaya
Jadwal
Mutu
Waktu
Kinerja
Gambar 2.1 Tiga Kendala Proyek
Sumber : Iman Soeharto, “ Manajemen Proyek dari Konseptual Sampai Operasional”, 1999,
p3
Sumber yang Dapat Menciptakan Suatu Proyek
Sebuah proyek dapat timbul karena beberapa sumber sebagai berikut ( Iman Soeharto,
1999,p7) :
a. Rencana Pemerintah
Yaitu proyek pembangunan jalan tol, busway, monorail, dan infrastruktur lainnya.
Tujuan dari proyek ini menitikberatkan pada kepentingan umum dan masyarakat.
b. Permintaan Pasar
Yaitu sebuah proyek dapat timbul pada saat pasar memerlukan kenaikan suatu
macam produk atau jasa dalam jumlah yang besar. Permintaan ini dapat dipenuhi
dengan pengadaan proyek baru.
c.
Dari Dalam Perusahaan yang Bersangkutan
Yaitu sebuah proyek dapat timbul dengan adanya desakan keperluan dan setelah
dikaji dari segala aspek menghasilkan keputusan untuk merealisasikannya menjadi
proyek. Contoh : proyek dengan tujuan meningkatkan kinerja karyawan.
d. Dari Kegiatan Penelitian dan Pengembangan
Yaitu kegiatan proyek dapat timbul akibat dari dihasilkannya produk atau jasa yang
baru dan diperkirakan akan banyak manfaat dan peminatnya, sehingga mendorong
dibangunnya fasilitas produksi.
Tingkat Kompleksitas Proyek
Adapun tingkat kompleksitas sebuah proyek dapat diukur berdasarkan (Iman Soeharto,
1999,pp 4-5) :
•
Jumlah jenis kegiatan atau setiap aktivitas di proyek tersebut
•
Jumlah orang yang terlibat (antar individu dengan organisasi) di dalam proyek
tersebut dengan berbagai macam divisi.
•
Jumlah hubungan yang terjalin dengan pihak luar selama pelaksanaan proyek
tersebut.
2.1.4 Siklus Proyek
Untuk mengilustrasikan keunikan yang ada pada sebuah proyek dapat dilihat dari siklus
perputaran proyek atau project life cycle ( Gray dan Larson, 2000, p5). Dari siklus sebuah
proyek dapat dilihat jika proyek hanya memiliki waktu yang terbatas dan dapat diprediksi
untuk melakukan suatu perubahan, khususnya dalam usaha apa yang harus ditempuh saat
itu.
Siklus sebuah proyek umumnya akan melalui 4 tahapan, yaitu (Gray dan Larson, 2000,
pp 5-6) :
1. Tahap Pendefinisian Proyek,
Yaitu tahap untuk melakukan spesifikasi pada proyek yang akan dijalankan,
membangun objektif sebuah proyek, membentuk tim kerja, hingga rencana kerja tim
per divisi dibuat.
2. Tahap Merencanakan,
Yaitu tahap untuk menyempurnakan spesifikasi proyek yang sudah dirumuskan pada
tahap pendefinisian proyek, serta tahap pengembangan rencana untuk menentukkan
proyek lebih detail, kapan proyek dilaksanakan, keuntungan apa yang akan timbul
jika ada proyek tersebut, kualitas kinerja seperti apa yang harus diterapkan dalam
proyek tersebut, dan bagaimana menentukkan budget yang optimal.
3. Tahap Mengeksekusi (implementasi),
Yaitu tahap dimana menjalankan rencana kerja yang telah dibuat secara real dan
memerlukan kombinasi mental dan fisik dari tim kerja (team work)
4. Tahap Mendelivery (menyampaikan produk dan jasa),
Yaitu tahap akhir dari sebuah proyek, dimana terbagi kedalam dua aktivitas :
menyampaikan produk dan jasa hingga sampai ke konsumen, dan mengadakan
pendistribusian ulang terhadap sumber daya yang dibutuhkan dalam proyek
tersebut. Tahap Delivery dapat mencakup customer training dan transfer dokumen.
Selain itu, pengadaan pendistribusian ulang mencakup melepaskan sumber daya
yang ada ke proyek lain dan mencari proyek baru untuk timnya.
1.Goals
2.Specifications
3.Tasks
4.Responsibilities
5.Terms
1.Schedules
2.Budgets
3.Resources
4.Risks
5.Staffing
1.Status Reports
2.Changes
3.Quality
4.Forecasts
1.Train Customer
2.Transfer Documents
3.Releases Documents
4.Reassign Staff
5.Lessons learned
Gambar 2.2 Project Life Cycle
Sumber : Gray dan Larson, ”Project Management”, p6
Sedangkan dalam proyek yang lebih bersifat pelayanan manajemen, juga dapat
digolongkan dengan terdiri dari berbagai macam bentuk dan kegiatan(Iman Soeharto, 1999,
p14). Pada umumnya hasil akhirnya berbetuk nonfisik, misalnya laporan hasil studi atau
penelitian manajemen(Iman Soeharto, 1999, p14). Contoh jenis proyek tersebut adalah studi
untuk memperbaiki efisiensi kerja suatu perusahaan. Langkah-langkah yang diambil
umumnya mengikuti urutan berikut(Iman Soeharto, 1999, p14) :
•
Tahap Konseptual
Mengkadi persoalan atau keperluan yang dihadapi. Jadi disini diusahakan untuk
menggali dan merumuskan penyebab terjadinya keadaan yang tidak efisien tersebut.
Bila telah ditemukan indikasi sumber atau inti penyebab persoalan, maka ditelusuri
lebih lanjut seberapa jauh akibat atau pengaruhnya terhadap sistem keseluruhan.
Dari pengkajian persoalan ini, seringkali muncul pula pemikiran mengenai arah
pemecahannya. Dalam contoh ini misalnya, terungkap bahwa sumber persoalan
disebabkan oleh komunikasi dan prosedur kerja yang tidak lagi dapat mengikuti
perkembangan perusahaan. Akibatnya, kejadian penyimpangan di daerah atau
sektor yang baru dikembangkan terlambat diketahui atau dideteksi.
•
Tahap Definisi
Meskipun pada tahap sebelumnya telah disinggung adanya pemikiran mengenai arah
pemecahan persoalan, hal ini masih dalam tahap konseptual. Baru dalam tahap studi
ini aspek pemecahan persoalan mendapatkan perhatian spenuhnya untuk dikaji
secara mendalam. Dalam konteks contoh diatas, jalan keluarnya adalah melakukan
perampingan organisasi, menambah fasilitas komunikasi, dan menyempurnakan
prosedur laporan dan pemantauan. Tahap ini ditutup dengan membuat laporan
sementara (interim report) perihal usulan di atas, termasuk indikasi biaya dan jadwal
yang diperlukan bila usulan tersebut dilaksanakan.
•
Tahap Implementasi
Pada tahap ini, segala rencana dan usulan tajap terdahulu, setelah ditemukan
alternatif yang dianggap terbaik, dirinci, dijabarkan, dihitung dan disusun menjadi
suatu sistem yang bile direalisasikan diperkirakan dapat memecahkan persoalan
yang dihadapi oleh perusahaan. Dalam contoh di atas, ini berarti melakukan kegiatan
menyusun organisasi yang diusulkan, berikut kualifikasi personil untuk posisi kunci,
membuat kriteria spesifikasi teknis fasilitas dan peralatan komunikasi yang
diinginkan, kemudian menyiapkan prosedur operasinal pelaporan dan pemantauan.
Ini semua dituangkan dalam laporan akhir yang juga memuat jadwal dan biaya yang
diperlukan.
•
Tahap Operasi atau utilisasi
Perusahaan yang memberi tugas menerima laporan akhir kemudia membahasnya
untuk menentukkan direalisasi atau tidaknya usulan yang dimuat dalam laporan
tersebut. Bila direalisasi maka laporan dapat digunakan sebagai pedoman untuk
pelaksanaan.
Apabila seorang manajer proyek tidak mengidentifikasi, membuat rencana kerja
suatu proyek atau tidak mengerjakan proyek dengan merancangnya terlebih dahulu ,
menurut Danek Bienkowski (Weiss dan Wysocki, 1994, p 6) sebuah proyek tidak akan
berjalan dengan efektif dan efisien. Sebuah proyek dapat dikatakan menjadi tidak efektif
apabila ditemukan:
1. Sebuah proyek adalah sebuah solusi dalam pemecahan masalah
2. Tim dalam sebuah proyek hanya mementingkan hasil akhir saja
3. Tidak ada yang bertanggung jawab atas suatu kegiatan
4. Perencanaan proyek yang kurang bahkan tidak mendetail
5. Perencanaan proyek yang kurang terstruktur
6. Sebuah proyek tidak memiliki budget yang cukup
7. Penggunaan sumber daya dengan tidak efektif
8. Sebuah proyek menyimpang dari perencanaan
9. Tim dari proyek tidak saling berkomunikasi
10. Proyek menyimpang dari tujuannya
2.1.5 Konsep dan Pemikiran dalam Manajemen Proyek
Dalam manajemen proyek tercakup tiga manajemen modern yang mempengaruhi.
Adapun ketiga pemikiran manajemen yang mempengaruhi manajemen proyek, adalah (Iman
Soeharto, 1999, pp21 – 23):
•
Manajemen Klasik atau Manajemen Fungsional atau ”general management”
Yaitu merupakan konsep manajemen pada umumnya yang memiliki fungsi-fungsi secara
umum. Adapun fungsi-fungsi manajemen yang dimaksud adalah :
o
Merencanakan
Yang berarti memilih dan menentukan langkah-langkah kegiatan yang akan
datang yang diperlukan untuk mencapai sasaran. Artinya menentukan
sasaran yang hendak dicapai, kemudia menyusun urutan langkah kegiatan
untuk mencapainya. Dari pernyataan tersebut dapat ditarik kesimpulan
perencanaan dimaksudkan untuk menjembatani antara sasaran yang akan
diraih dengan keadaan situasi awal. Salah satu kegiatan perencanaan adalah
pengambilan keputusan, mengingat hal ini diperlukan dalam proses
pemilihan alternatif.
o
Mengorganisir
Yaitu dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan cara
bagaimana mengatur dan mengalokasikan kegiatan serta suber daya kepada
para peserta kelompok (organisasi) agar dapat mencapai sasaran secara
efisien. Hal ini memberi pengartian bahwa sangat perlunya pengaturan
peranan masing-masing anggota dalam sebuah proyek. Peranan ini
kemudian dijabarkan menjadi pembagian tugas, tanggung jawab, dan
otoritas. Selanjutnya dari hal tersebut disusunlah struktur organisasi.
o
Memimpin
Yaitu merupakan aspek yang sangat penting dalam mengelola suatu usaha,
yaitu mengarahkan dan mempengaruhi sumber daya manusia dalam
organisasi agar mau bekerja dengan sukarela untuk mencapai tujuan yang
telah digariskan. Mengarahkan dan mempengaruhi ini erat hubungannya
dengan motivasi, pelatihan, kepenyeliaan, koordinasi, dan konsultasi. Faktor
lain yang perlu diperhatikan adalah gaya kepemimpinan yang hendak
diterapkan karena berpengaruh besar terhadap keberhasilan dalam proses
mencapai tujuan.
o
Mengendalikan
Yaitu menuntun, dalam arti memantau, mengkaji, dan bila perli mengadakan
koreksi agar hasil kegiatan sesuai dengan yang telah ditentukan. Jadi dalam
fungsi ini, hasil-hasil pelaksanaan kegiatan selalu diukur dan dibandingkan
dengan rencana. Oleh karena itu, umumnya telah dibuat tolak ukur, seperti
anggaran, standar mutu, jadwal penyelesaian pekerjaan, dan lain-lain. Bila
terjadi
penyimpangan,
maka
segera
dilakukan
pembetulan.
Dengan
demikian, pengendalian merupakan salah satu upaya untuk meyakini bahwa
arus kegiatan bergerak ke arah sasaran yang diinginkan.
o
Staffing
Yaitu sering dimasukkan sebagai salah satu fungsi manajemen, tetapi
banyak yang menganggap kegiatan ini merupakan bagian dari fungsi
mengorganisir. Staffing meliputi pengadaan tenaga kerja, jumlah ataupun
kualifikasi yang diperlukan bagi pelaksanaan kegiatan, termasuk perekrutan,
pelatihan, dan penyeleksian untuk menempati posisi-posisi dalam organisasi.
Dari kelima fungsi manajemen diatas dapat diterapkan prinsip-prinsip dalam
manajemen klasik, yaitu :
a. Departementalisasi dan Spesialisasi
Salah satu upaya dalam peningkatan efisiensi dan produktivitas dalam suatu
usaha adalah dengan membagi atau mengelompokkan kegiatan sejenis ke dalam
satu wadah atau satu departemen. Oleh karena itu, struktur organisasi dalam
manajemen klasik disusun sesuai tujuan tersebut, misalnya berdasarkan fungsi
uang sejenis, produk yang semacam, atau lokasi teritorial. Pemisahan kegiatan
tersebut dapat membantu masing-masing koordinator bidang fokus pada tugas
dan tanggung jawabnya karena mereka memiliki spesialisasi di bidang tersebut.
b. Struktur Piramida
Sebuah organisasi disusun menurut struktur piramida vertikal yang berfungsi
sebagai kesatuan yang terpadu. Struktur ini menggambarkan ukuran besar
kecilnya kompetensi sebanding dengan tinggi rendahnya suatu tingkatan lapisan
yang berjenjang di organisasi tersebut. Yang mengatur keputusan-keputusan
dan arus kegiatan perusahaan mengalir turun naik secara hierarki. Semakin
tinggi posisi seorang maka akan semakin tinggi pula wewenang untuk
mengambil keputusan, begitu juga sebaliknya. Pelaksanaan dan penjabaran
keputusan disampaikan ke bawah, sedangkan informasi dan laporan pelaksanaan
diajukan ke atas melalui lapisan birokrasi.
c.
Otoritas dan Rantai Komando
Yaitu gambaran atau pola dimana otoritas (wewenang) mengikuti komando
vertikal, mengalir dari tingkatan yang paling atas sampai ke tingkatan yang
paling bawah. Seorang bawahan hanya menerima dan melapor ke satu
atasannya saja. Karena jika lebih dari satu, akan mengakibatkan kebingungan
arah pelaporan. Sedangkan wewenang dari para atasan terbatas dari batasbatas area ( unit) yang bersangkutan atau didasarkan pada dokumen tertentu
yang memberi penjelasan dan kewenangan khusus. Kegiatan atau tugas dan
tanggung
jawab
dari
masing-masing
tingkatan
tercantum
pada
Job
Descriptionnya atau pada bagan organisasinya.
d. Pengambilan Keputusan dan Disiplin
Dalam hal ini, menitikberatkan pada pejabat eksekutif agar dapat mengambil
keputusan secara baik. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam
pengambilan keputusan, seorang manajer harus dipilih melalui seleksi yang
ketat, pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan, dan juga penugasan di
divisi lain agar dapat memiliki analytical skill dan intuitif yang tajam dan
menyeluruh. Dan seluruh organisasi menghormati dan mentaati keputusan yang
dibuat oleh pejabat eksekutif (tidak terkecuali), dan adanya sanksi atas
pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.
e. Lini dan Staf
Dalam Manajemen Klasik dibedakan antara lini dan staf. Yaitu lini bertanggung
jawab membuat keputusan-keputusan sesuai dengan wewenangnya, sedangkan
anggota staf memberikan nasihat hasil dari pemikiran dan pengalamannya.
Anggota staf tidak memiliki wewenang mengeluarkan perintah terhadap lini. Dan
umumnya anggota staf berhubungan dengan kegiatan yang bersifat keahlian
atau spesialisasi.
f.
Hubungan Atasan-Bawahan
Dengan adanya struktur piramida dan arus rantai komando menyebabkan
adanya hubungan atasan dan bawahan. Hubungan atasan dan bawahan akan
menjadi berhasil apabila terdapat hubungan terjalin secara sehat, sehingga
menciptakan bawahan yang memiliki ruang gerak yang bebas dan diharapkan
dapat menciptakan kreativitas, ide-ide, dan inovasi yang berpotensi baik bagi
organisasi itu sendir.
g. Arus Kegiatan Horisontal
Hubungan yang bersifat horisontal dalam sebuah organisasi dapat terselenggara
dalam berbagai bentuk, misalnya rapat koordinasi antar divisi, pembentukan
komite, dan panitia untuk membicarakan dan membagi pekerjaan yang sifatnya
memerlukan koordinasi yang intensif.
h. Kriteria Keberhasilan dan Tujuan yang Tunggal
Dalam Manajemen Klasik cenderung menitikberatkan pada tujuan tunggal,
misalnya keuntungan perusahaan. Padahal perkembangan dunia dewasa ini
khususnya dunia bisnis, menuntut agar di samping mencapai tujuan tunggal,
juga harus diperhatikan faktor lain seperti: kelestarian lingkungan, pembukaan
lapangan pekerjaan pada masyarakat sekitar, dll
•
Pemikiran sistem
Yaitu pemikiran yang memandang segala sesuatu dari wawasan totalitas. Metodologinya
yang erat berhubungan dengan penyelenggaraan proyek adalah sistem analisis, sistem
engineering, dan sistem manajemen. Sistem engineering mencoba menjelaskan proses
terwujudnya suatu sistem atau dengan kata lain mencoba menerangkan langkahlangkah yang harus dilalui untuk mewujudkan suat gagasan menjadi sistem yang
berbentuk fisik.
•
Pendekatan Contingency
Yaitu mendasarkan pada pendapat bahwa suatu manajemen yang terbaik dapat dipakai
untuk mengelola setiap macam kegiatan. Atau dengan kata lain, teknik pengelolaan
yang bekerja baik untuk suatu kegiatan tertentu tidak menjamin keberhasilan yang
sama bagi kegiatan yang berbeda. Situasinya dapat berubah setiap waktu atau bersifat
fleksibel.
Manajemen
Klasik
(Manajemen
berdasarkan
fungsi)
Manajemen
Proyek
Pendekatan
Sistem
(Manajemen
berorientasi
pada totalitas)
Pendekatan
Contingency
(Manajemen
sesuai situasi)
(Mengelola
kegiatan yang
dinamis)
Dukungan
Disiplin Lain
(Arsitek,
Engineering,
Sosial,
Ekonomi, dan
lain-lain)
Gambar 2.3 Masukan pada Manajemen Proyek dan Keterkaitannya dengan
Berbagai Pemikiran Manajemen dan Disiplin Ilmu
Sumber : Iman Soeharto, “ Manajemen Proyek dari Konseptual Sampai Operasional”, 1999,
p20
2.1.6 Perilaku dan Pengelolaan Proyek
Dalam Manajemen Klasik, pengelolaan kegiatan operasional yang rutin dengan
lingkungan yang relatif stabil dinilai tidak cukup efektif untuk diterapkan dewasa ini yang
relatif bersifat lebih dinamik dan cepat berubah. Diantara perilaku yang memiliki pengaruh
terhadap tuntutan pengelolaan sebuah proyek, yaitu (Iman Soeharto, 1999, pp 23 – 27):
•
Jenis dan Intensitas Kegiatan Cepat Berubah dalam waktu Kurun Waktu
yang Relatif Pendek
Sebuah proyek umumnya berusia tidak lebih dari empat tahun. Dalam kurun waktu
empat tahun tersebut, jenis dan aktivitas setiap kegiatan mengalami perubahan yang
sangat
cepat.
Yaitu
dimulai
dari
penelusuran
konsep
proyek
tersebut,
pengidentifikasian, dan diakhiri oleh implementasi perencanaan tersebut.
•
Sifat Kegiatan yang Tidak Rutin dengan Sasaran Jelas dan Waktu
Terbatas.
Karena terbatas oleh ketiga batasan (budget, waktu, dan mutu), sebuah proyek
menjadi bersifat sementara, dan sering diartikan sebagai kegiatan yang bercorak
program kilat (cash program) yang memiliki kecenderungan untuk lebih mencapai
jadwal (batasan waktu) ketimbang sasaran yang lain. Hal tersebut bukan suatu yang
disengaja, namun dalam prakteknya karena keterbatasan waktu, maka perencanaan
dan keputusan yang diambil cenderung bersifat ”terburu waktu” sedangkan tim
proyek harus mengambil keputusan dengan matang.
•
Terdiri dari Kegiatan dan Aktivitas yang beraneka ragam sehingga
meliputi berbagai keahlian atau keterampilan.
Tim dalam sebuah proyek dibagi-bagi menjadi beberapa divisi yang lebih spesifik dan
masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda dibawah
koordinator masing-masing divisi. Peningkatan kualitas kinerja dari masing-masing
anggota tim dimungkinkan apabila mereka tetap berada di departemennya masingmasing.
•
Bersifat Mulltikompleks
Disamping ditandai dengan oleh bermacam-macam aktivitas dan kegiatan, sebuah
proyek juga memiliki jumlah hubungan ke dalam dan ke luar dari organisasiorganisasi yang berpartisipasi (mengadakan kerjasama) dengan sebuah proyek.
Hubungan dari dalam sebuah proyek yaitu hubungan antar divisi fungsional, mulai
dari pemasaran, keuangan, logistik, dll. Sedangkan hubungan ke luarnya yaitu dapat
terdiri dari rekanan, instansi, sponsor atau penyandang dana, dll. Seringkali karena
adanya
hubungan
yang
relatif
cukup
besar
cakupannya
mengalami
”miscommunication”, oleh karena itu ada beberapa solusi untuk menghindari hal
tersebut yaitu dengan :
o
Mengadakan rapat koordinasi atau kontak bentuk lain antara pihak-pihak
yang berkepentingan
o
Membentuk panitia ad-hoc dengan anggota yang terdiri dari wakil organisasi
yang berkepentingan
•
o
Membuat prosedur dan peraturan kerja sama
o
Membuat rencana kerja dengan melibatkan mereka yang bersangkutan.
Kegiatan yang Berlangsung Sekali Lewat dengan Memiliki Risiko Tinggi
Yang dimaksud dengan kegiatan yang berlangsung sekali lewat adalah tidak
dikehendakinya adanya pengulangan karena akan mengakibatkan penambahan
biaya dan melewati jadwal yang telah ditentukan. Untuk menghindari hal tersebut,
maka sebaiknya sebuah proyek menggunakan pendekatan melakukan pengkajian
yang menyoroti semua aspek kelayakan proyek sebelum memasuki tahap
implementasi; Pengkajian harus dilakukan tahap demi tahap, dimana di setiap akhir
tahap harus melihat perlu tidaknya untuk melanjutkan tahap berikutnya; Untuk
menghindari pengulangan diusahakan membuat perencanaan pekerjaan seteliti
mungkin, dengan memakai metode yang sesuai.
•
Peserta Mempunyai Multisasaran yang Seringkali Berbeda
Disamping memiliki sasaran yang sama, sebuah tim proyek memiliki tujuan atau
sasaran yang berbeda dalam aktivitasnya. Misalnya : dalam proyek penyelenggaraan
konser, seringkali divisi talent atau acara menginginkan budget yang besar untuk
mendapatkan artis yang diinginkan, namun seringkali kebalikan dengan tujuan divisi
keuangan yang menginginkan mendapatkan artis yang baik, namun dengan biaya
yang serendah mungkin.
•
Waktu Mulai dan Penutupan
Mengingat periode berlangsungnya sebuah proyek relatif pendek, maka akan selalu
ada kegiatan awal(initiating), yaitu pada tahap ini menandai dan mengakui proyek
mulai berlangsung. Peristiwa ini umumnya didahului oleh aktivitas lainnya.Dan pada
waktu penutupan (closing), merupakan tahap akhir dalam proyek ditandai dengan
adanya kegiatan penyerahan hasil proyek.
Tabel 2.2 Beberapa perilaku dan fenomena kegiatan proyek dan pengelolaan yang
diperlukan
Perilaku dan Fenomena Kegiatan
Tuntutan Pengelolaan dan
Proyek
Tanggapan untuk Mengatasinya
a. Bersifat dinamis, intensitas dan jenis
Cepat tanggap atas adanya perubahan,
kegiatan berubah dalam waktu yang
metode pemantauan dan pengendalian
relatif pendek
harus sensitif, dan perencanaan serta
pengendalian terpadu
b.
NonRutin,
belum
dikenal,
tetapi
sasaran telah digariskan dengan jelas
Perhatian
khusus
oleh
tim
yang
berdedikasi di bawah pimpro
dan waktu terbatas
c. Kegiatan bermacam ragam meliputi
Agar pemakaian sumber daya efisien dari
bermacam keahlian dan keterampilan
segi
perusahaan,
perlu
pemakaian
bersama (share), digunakan organisasi
matriks
d. Bersifat Multikompleks, Melibatkan
Penanggung jawab tunggal, penekanan
banyak peserta dari luar dan dari dalam
pada
organisasi.
pendekatan dalam sistem implementasi
e. Kegiatan Berlangsung Sekali Lewat,
Pendekatan
dengan risiko relatif tinggi.
setapak, digunakan analisis sistem dalam
koordinasi
dan
pragmatis,
integrasi,
setapak
dan
demi
perencanaan
f. Pelaksanaan kegiatan oleh banyak
Untuk
mempekecil
hambatan
dalam
pihak, bidang, atau organisasi
birokrasi, diciptakan arus kegiatan dan
komunikasi horizontal
g. Organisasi peserta proyek sering
Bersifat joint venture dan Pendekatan
memiliki
manajemen sistem
sasaran
yang
sama
dan
berbeda pada waktu yang bersamaan
Sumber : Iman Soeharto, “ Manajemen Proyek dari Konseptual Sampai Operasional”, 1999,
p27
2.1.7 Manajemen Proyek dalam Organisasi Perusahaan
Menurut Lock (1994,p1) Manajemen proyek adalah suatu cabang khusus dalam
bidang manajemen. Bidang ini tumbuh dan berkembang karena adanya kebutuhan dalam
dunia industri modern untuk mengkoordinasi dan mengendalikan berbagai kegiatan yang
kian kompleks. Manajemen Proyek menurut Murch (2001, p10) juga diartikan sebagai suatu
proses kegiatan yang bersifat kontinu dan diperlukan suatu improvisasi serta inisiatif oleh
sebuah tim proyek. Walaupun dalam perjalanannya, manajemen proyek mengalami proses
improvisasi namun kunci keberhasilan dari menjalankan sebuah proyek adalah selalu
memperhatikan ketiga batasan yang selalu dihadapi oleh sebuah proyek. Dan juga sebuah
proyek dipengaruhi oleh sumber daya manusianya, proses, dan teknologi yang berkolaborasi
dalam satu kesatuan(proyek) untuk melakukan kegiatan atau aktivitas proyek lebih baik,
lebih cepat, dan lebih efisien.
Manajemen
Proyek
juga
dapat
diartikan
sebagai
kegiatan
merencanakan,
mengorganisir, memimpin dan mengendalikan sumber daya perusahaan unuk mencapai
sasaran jangka pendek yang telah ditentukan. Lebih jauh, manajemen proyek menggunakan
pendekatan sistem dan hierarki(arus kegiatan) vertikal dan horizontal (Iman Soeharto, 1999,
p 28). Dari definisi tersebut konsep manajemen proyek mengandung hal-hal pokok sebagai
berikut :
•
Menggunakan pengertian manajemen berdasarkan fungsinya, yaitu merencanakan,
mengorganisir, memimpin dan mengendalikan sumber daya perusahaan yang berupa
manusia, dana, dan material
•
Kegiatan yang dikelola berjangka pendek, dengan sasaran yang telah digariskan
secara spesifik. Ini memerlukan teknik dan metode pengelolaan yang khusus,
terutama aspek perencanaan dan pengendalian
•
Memakai pendekatan sistem (system approach to management)
•
Mempunyai hierarki (arus kegiatan) horizontal di samping hierarki vertikal.
Walaupun juga menggunakan aspek-aspek fungsional dari Manajemen Klasik, namun
di dalam Manajemen Proyek tugas dan tanggung jawab dari fungsional tersebut lebih
dikembangkan dan lebih terbagi ke dalam spesialisasi. Pengkhususan atau spesialisasi
tersebut dapat dirumuskan, menjadi :
1. Merencanakan
Dalam aspek perencanaan, manajemen proyek maupun klasik tetap mengikuti
hierarki
perencanaan
(sasaran-objektif-strategi-operasional).
Namun
pada
tahap
operasionalnya, manajemen proyek perlu didukung oleh suatu metode perencanaan yang
dapat menyusun dan membagi urutan kegiatan atau aktivitas dengan cermat ataupun dalam
penggunaan sumber daya dari setiap kegiatan atau aktivitas. Metode yang digunakan, yaitu
•
Analisis jaringan kerja, yaitu Metode Jalur Kritis (CPM), Teknik Pengkajian
Telaah Proyek (PERT), dan Metode Preseden Diagram.
•
Metode penyusunan perkiraan biaya proyek, dilakukan secara bertahap,
sesuai dengan keperluan dan informasi yang tersedia pada waktu yang
bersangkutan,
yang
dikenal
dengan
perkiraan
biaya
pendahuluan
(preliminary cost estimate), perkiraan biaya proyek, dan perkiraan biaya
definitif.
1. Mengorganisir
Yaitu susunan organisasi yang memacu terselenggaranya arus kegiatan horizontal
ataupun vertikal, dengan tujuan dicapainya penggunaan sumber daya secara optimal. Dalam
hal ini dapat diperkenalkan WBS (Work Breakdown Structure) atau susunan rincian lingkup
kerja yang ”mempertemukan” pelaksana dengan paket yang hendak dikerjakan. Yang
dimaksud dengan arus horisontal adalah pengelola proyek (yaitu : para manajer, tenaga ahli,
pengawas, dan lain-lain yang berhubungan dengan kegiatan pelaksanaan proyek) yang
dalam tugasnya membuka hubungan atau komunikasi satu dengan yang lain agar arus
kegiatan dapat mengalir secara horisontal. Dan yang dimaksud dengan arus vertikal yaitu
proses birokrasi yang terjadi dalam sebuah proyek.
2. Memimpin
Yaitu aspek kepemimpinan dalam sebuah manajemen proyek menjadi tiitik berat
dalam pelaksanaan sebuah proyek. Karena seorang pemimpin proyek harus memiliki
beberapa keterampilan yang merangkap, yaitu : keterampilan pribadi, teknikal, management
skill , dan kondisional (bertahan dalam kondisi apapun).
3. Mengendalikan
Dalam kegiatan atau aktivitas proyek, diperlukan adanya keterpaduan antara
perencanaan dan pengendalian yang relatif lebih erat dibandingkan dengan kegiatan yang
bersifat rutin.
4. Menggunakan Pendekatan Sistem
Dimana menekankan bahwa proyek adalah bagian dari sistem siklus yang lengkap.
5. Pendekatan Situasional
Dimana merupakan poin pengembangan dalam fungsional manajemen klasik. Yang
dapat mengidentifikasi teknik dan metode mana yang harus digunakan untuk menangani
suatu kegiatan pada waktu dan kondisi tertentu untuk mencapai tujuan perusahaan menjadi
efektif dan efisien
A.Manajemen Klasik-Fungsional
(5 Fungsi Manajemen)
Merencanakan
Mengorganisir
Staffing
Memimpin
Mengendalikan
B.Perilaku Proyek
(perbedaan yang dominan terhadap operasi rutin)
-Nonrutin
-Sekali Lewat
-Kompleks
-Erat Terkait
-Banyak Peserta
-Banyak Ragam
Pekerjaan
-Waktu Pendek
-Sementara
-Sementara
-Waktu Pendek
-Jenjang Karir
-Bukan
Komando
Tunggal
-Tenaga Ahli
-Kurang Otoritas
-Kurang Sasaran
motivasi
-Sekali Lewat
-Erat Terkait
-Berubah Cepat
C. Manajemen Proyek
(penerapan 5 fungsi manajemen terhadap kegiatan proyek)
• Management by
exception
• Jaringan Kerja
(Jalur Kritis)
• Setapak demi
Setapak
•
•
•
•
•
Matriks
Horisontal
Koordinasi
Integrasi
Vertikal
• Sumber luar
yang siap
• Pelatihan
minimal
• Penanggung
jawab tunggal
• Expert dan
reference
power
• Gaya partisipasi
• Deteksi Sensitif
• Peramalan
• Erat dengan
perencanaan
Gambar 2.4 Ringkasan Hubungan Manajemen Fungsional dengan Manajemen
Proyek
Sumber : Iman Soeharto, “ Manajemen Proyek dari Konseptual Sampai Operasional”, 1999,
p31
2.1.8 Membangun Tim Manajemen Proyek
Salah satu bagian yang terpenting bahkan sangat krusial dalam menjalankan sebuah
proyek secara efektif dan efisien adalah dengan memperhatikan proses pemilihan,
perekrutan, dan penyeleksian anggota tim proyek. Secara umum pengertian tim dalam
sebuah proyek adalah semua personil yang tergabung dalam organisasi pengelola proyek
(Budi Santosa, 2003, p27). Terdapat personil fungsional dari organisasi induk, ada juga
personil yang menjadi inti dari tim. Tim inti hanya bertanggung jawab ke manajer proyek,
sedangkan personil fungsional melapor ke kedua atasan, yakni manajer fungsional dan
manajer proyek. Tim inti sering juga disebut dengan project office (Budi Santosa, 2003,p27).
Berdasarkan
pendapat
Adrie
Subono
(2004,pp26-27),
dalam
menjalankan
kepanitiaannya (tim proyek) ia menggunakan tenaga outsourcing dalam takaran yang
tertentu. Jadi tim inti mengendalikan atau bertindak sebagai koordinator dalam masingmasing divisi. Manajer tim yang baik, yaitu yang memiliki kemampuan untuk mengakses
langsung atas informasi atau segala permasalahan yang ada dalam sebuah proyek dan dapat
menghindari time lag (infomasi atas masalah yang dihadapi tak sepenuhnya lengkap,
sehingga menimbulkan kesan ada yang ditutup-tutupi).
Kesuksesan sebuah tim proyek juga tak luput dari peran manajer proyek dalam
memberikan kontribusinya dan bagaimana cara manajer proyek tersebut membangun
hubungan baik dalam jaringan kerja (Gray dan Larson, 2000, p261). Berdasarkan pendapat
Kotter (Gray dan Larson, 2000, p262), seorang manajemen proyek harus dapat menjalankan
peran yang dibagi dua, yaitu memanage dan leadership (kepemimpinan). Manajemen
merupakan peran yang berhubungan dengan mengatur dan menyusun aktivitas atau
kegiatan yang harus dilakukan setiap divisinya yang serba kompleks, sedangkan
Kepemimpinan merupakan peran yang berhubungan dengan kondisi atau situasional yang
berubah-ubah dengan cepat. Manajemen yang baik akan menghasilkan keefektifan dan
kestabilan karena perumusan formulasi yang baik dalam penerapan perencanaan dan tujuan,
mendesain struktur dan prosedur, monitoring hasil yang diperoleh terhadap perencanaan,
dan mengambil jalan alternatif terbaik yang bertujuan mengkoreksi jika terjadi kesalahan.
Sedangkan kepemimpinan (leadership) yang berjalan efektif apabila meliputi kemampuan
untuk mengarahkan dan mengoperasikan sebuah proyek, yang mencakup sumber daya
manusia, dan dapat memotivasi tim proyek dalam menghadapi hambatan-hambatan
terutama dalam kondisi yang berubah-ubah
Keefektifan sebuah proyek juga didasari oleh kemampuan manajer proyek untuk
menyadari bahwa terdapat beberapa group baik internal maupun eksternal yang
mempengaruhi sebuah proyek dan bagaimana membina hubungan yang efektif antar pihak
internal dan eksternal tersebut (Gray dan Larson, 2000, pp264-265). Adapun pihak group
yang sangat mempengaruhi kinerja sebuah proyek :
•
Tim dalam Proyek
Yaitu bertanggung jawab dalam mengerjakan dan menyelesaikan setiap kegiatan
dalam sebuah proyek. Kebanyakan dari anggota tim proyek berharap dapat
memperlihatkan kinerja yang baik, namun di saat yang bersamaan mereka juga
cenderung memperhatikan kepentingan lainnya (misalnya : kepentingan pribadi, dll),
dan juga keterlibatan seseorang anggota tim dalam sebuah proyek akan memberikan
kontribusi terhadap tujuan dan aspirasi mereka pribadi.
•
Manajer Proyek
Yaitu secara alami akan berkompetisi satu sama lain untuk mendapatkan sumber
daya yang baik dan support yang baik pula terutama dari top management. Namun
di saat yang sama seorang manajer proyek juga harus sering membagikan sumber
daya secara efektif ke divisi masing-masing, dan sebagai tempat bertukarnya
informasi.
•
Staf Administratif
Yaitu yang meliputi sumber daya manusia, sistem informasi, agen pembelian, dan
perawatan yang menyediakan dukungan untuk sebuah proyek. Namun dalam waktu
yang bersamaan, mereka juga harus memperhatikan kendala dan persyaratan yang
dihadapi dalam sebuah proyek, misalnya pembatasan budget pembelian, waktu, dan
ketepatan dalam menyampaikan informasi.
•
Manajer Fungsional
Yaitu pihak yang bertanggung jawab atas per divisi sehingga divisi tersebut akan
berkinerja baik jika didukung oleh bagaimana Manajer Fungsional dapat mengatur
dengan tepat kegiatan apa yang harus dilakukan divisinya. Dalam keseluruhan tim
proyek, tanggung jawab utama seorang manajer fungsional adalah memberikan
tanggung jawab ke anggota divisinya, memecahkan masalah yang dihadapi divisinya,
dan memberikan solusi terbaik yang harus diambil timnya. Bahkan di dalam sebuah
proyek, masukan-masukan yang bersifat teknis dari manajer fungsional seringkali
sangat berguna dan dapat digunakan untuk menyelesaikan sebuah proyek. Manajer
fungsional hanya mau bekerjasama dengan poin yang sudah pasti. Dan seringkali
manajer fungsional harus dapat mempertahankan kepemimpinannya di sebuah
organisasi dalam meminimalisir hambatan-hambatan yang ada.
•
Management Top
Yaitu tingkatan atas dalam sebuah organisasi yang memiliki peran sebagai
pengumpulan
persetujuan
kegiatan
dan
menerapkan
prioritas
yang
harus
didahulukan dalam organisasi. Tingkatan ini juga mengidentifikasi keputusan
pemberian penghargaan kepada tim proyek jika sebuah proyek berhasil. Pihak ini
juga sangat berwenang untuk membuat keputusan dalam hal budget, jangkauan
proyek, dan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah proyek.
•
Project Sponsors
Yaitu pihak yang memiliki pengaruh sangat penting dalam sebuah proyek. Reputasi
dari Project Sponsors ini sangat bergantung pada keberhasilan proyek, dan sebagai
tim proyek harus selalu menginformasikan perkembangan-perkembangan yang baru
dalam pengerjaan sebuah proyek..
•
Subcontractors
Yaitu pihak yang bekerja sama dengan tim sebuah proyek untuk memberikan
beberapa kontribusinya, dalam beberapa kasus “partner” ini dapat juga bertanggung
jawab penuh atas sebagian kegiatan proyek. Kinerja yang buruk dan segala bentuk
keterlambatan dapat mengakibatkan inti kegiatan dari sebuah proyek. Jadi jika
kontaktor utamanya mengerjakan proyek dengan baik, maka harus diimbangi
dengan memberikan kontribusi yang baik pula dari sub-kontraktor yang lainnya.
•
Government agencies
Yaitu pihak yang memberi batasan pada kerja proyek, diperlukan adanya perizinan,
pelaporan yang berkala, dan seringkali beberapa produk dan jasa harus memenuhi
standar keamanan yang sudah ditentukan.
•
Other Organizations
Yaitu pihak yang dapat memiliki pengaruh langsung dan tidak langsung dalam
sebuah proyek. Contohnya, seorang supplier sangat berpengaruh pada penyediaan
bahan-bahan baku dalam sebuah proyek. Namun keterlambatan pengiriman, kinerja
buruk, dan waktu yang dibutuhkan untuk memelihara bahan baku dapat
mengakibatkan kegiatan sebuah proyek menjadi terlambat.
•
Customers
Yaitu pihak luar yang memiliki pengaruh sangat besar dalam kepuasaan terhadap
produk atau jasa yang ditawarkan. Proyek Manajer perlu bersifat responsif dalam
mengikuti kebutuhan pasar yang cepat berubah sehingga dapat menghasilkan
produk atau jasa yang dapat memuaskan kebutuhan konsumen. Konsumen
cenderung lebih memilih produk dan jasa yang menawarkan kelebihan-kelebihan.
2.1.9 Metode, Teknik Perencanaan Waktu, dan Penyusunan Jadwal
Metode yang pertama kali digunakan dalam penyusunan jadwal yaitu Bagan Gantt
(Gantt Charts) yang diberi nama sesuai dengan nama penemunya Henry L. Gantt (Budi
Santosa, 2003, p56). Adapun cara penyusunan penjadwalan proyek, yaitu dengan
mengurutkan setiap kegiatan yang berhubungan dengan waktu, dan digambarkan sesuai
batas waktunya. Namun Gantt Charts tidak bisa secara eksplisit menunjukkan keterkaitan
antar aktivitas dan bagaimana suatu aktivitas berakibat pada aktivitas lain bila waktunya
terlambat atau dipercepat, sehingga perlu dilakukan modifikasi terhadap Gantt Charts. Oleh
karena itu, dikembangkan teknik baru yang bisa mengatasi kekurangan-kekurangan yang
ada pada Gantt Charts. Teknik baru itu dinamakan Network (Budi Santosa, 2003, p56).
No
Aktivitas
Minggu
1
1
Aktivitas A
2
Aktivitas B
3
Aktivitas C
4
Aktivitas D
2
3
4
5
6
7
8
5
Aktivitas E
6
Aktivitas F
7
dst
Gambar 2. 5 Gantt Chart
Sumber : Budi Santosa, “Manajemen Proyek”, 2003, p56
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan jaringan kerja (network)
adalah (Budi Santosa, 2003, p56):
1. Macam-macam aktivitas yang ada.
2. Ketergantungan antar aktivitas, mana yang lebih dahulu diselesaikan mana yang
menyusul
3. Urutan logis dari masing-masing aktivitas.
4. Waktu penyelesaian tiap aktivitas.
2.1.10 Jaringan Kerja (Network)
Dalam
keempat
teknik
diatas
rangkaian
jaringan
dan
aktivitas
umumnya
digambarkan dengan menggunakan lambang lingkaran atau node (untuk sebuah aktivitas,
misalnya : Aktivitas atau Peristiwa A, B, C, dst). Sedangkan antara peristiwa-peristiwa
tersebut saling dihubungkan dengan menggunakan garis yang setiap garisnya mewakili
kegiatan apa yang harus dikerjakan.
x
A
n
ES
Anak Panah
Simpul/node
LS
Gambar 2.6 Node dan Anak Panah
Sumber : Budi Santosa, ”Manajemen Proyek”, 2003, p57
Ada dua pendekatan dalam hal menggambarkan diagram kerja. Yang pertama,
kegiatan digambarkan dengan simpul (node), Activity On Node (AON). Yang kedua, aktivitas
digambarkan dengan anak panah, Activity On Arch. Sedangkan kegiatan digambarkan
dengan simpul(node).
Kegiatan
b. Hubungan peristiwa dan
kegiatan pada AOA
a. Hubungan peristiwa dan
kegiatan pada AON
c.
Kegiatan A
Kegiatan B mulai setelah
A selesai
Garis
Kegiatan B
A
B
B
d. Kegiatan B dan C dapat
dimulai setelah A selesai
(kegiatan memencar)
e. Kegiatan C dan D dapat
dimulai setelah kedua
kegiatan A dan B selesai
A
C
A
B
C
D
Gambar 2.7 Tanda/simbol dalam membuat jaringan kerja
Sumber : Iman Soeharto, “ Manajemen Proyek dari Konseptual Sampai Operasional”, 1999,
p244
Selain gambar aktivitas dan kegiatan di atas, terdapat pula aktivitas semu (dummy).
Kegiatan semu berfungsi sebagai penghubung yang tidak membutuhkan sumber daya
maupun waktu penyelesaian (Budi Santosa, 2003, p57). Aktivitas semu diperlukan karena
tidak boleh ada dua aktivitas mulai dari simpul yang sama dan berakhir pada simpul lain
yang sama juga. Aktivitas semu juga digambarkan sebagai anak panah putus-putus.
B
A
C
C : aktivitas semu
Gambar 2.8 Aktivitas Semu dalam Jaringan Kerja
Sumber : Budi Santosa, “Manajemen Proyek”, 2003, p57
Metode Jalur Kritis (CPM)
Metode lintasan kritis pertama digunakan pada proyek konstruksi di perusahaan Du
Pont pada tahun 1957 (Budi Santosa,2003,p72). Merupakan metode yang memiliki rangkaian
komponen-komponen kegiatan dengan total jumlah waktu terlama dan menunjukkan kurun
waktu penyelesaian proyek yang tercepat (Iman Soeharto,1999,p254). Jadi jalur kritis terdiri
dari rangkaian kegiatan kritis, dimulai dari kegiatan pertama sampai pada kegiatan terakhir
proyek. Makna jalur kritis penting bagi pelaksana proyek, karena pada jalur ini terletak
kegiatan-kegiatan yang bila pelaksanannya terlambat akan menyebabkan keterlambatan
proyek secara keseluruhan. Kadang-kadang dapat dijumpai lebih dari satu jalur kritis dalam
suatu jaringan kerja(Iman Soeharto, 1999, pp 254 – 255) :
B.
Terminologi dan Perhitungan
Dalam proses identifikasi jalur kritis, dikenal beberapa terminologi dan
rumus-rumus perhitungan sebagai berikut :
•
TE = E
Yaitu waktu paling awal peristiwa (node/event) dapat terjadi (Earliest
Time of Occurance), yang berarti waktu paling awal suatu kegiatan yang
berasal dari node tersebut dapat dimulai, karena menurut aturan dasar
jaringan kerja, suatu kegiatan baru dapat dimulai bila kegiatan terdahulu
telah selesai.
•
TL = L
Yaitu waktu paling akhir peristiwa boleh terjadi (Latest Allowable
Event/Occurance Time), yang berarti waktu paling lambat yang masih
diperbolehkan bagi suatu peristiwa terjadi.
•
ES
Yaitu waktu mulai paling awal suatu kegiatan (Earliest Start Time). Bila
waktu kegiatan dinyatakan atau berlangsung dalam jam, maka waktu ini
adalah jam paling awal kegiatan dimulai.
•
EF
Yaitu waktu selesai paling awal suatu kegiatan (Earliest Finish Time). Bila
hanya ada satu kegiatan terdahulu, maka EF suatu kegiatan terdahulu
merupakan ES kegiatan berikutnya.
•
LS
Yaitu waktu paling akhir kegiatan boleh dimulai (Latest Allowable Start
Time), yaitu waktu paling akhir kegiatan boleh dimulai tanpa
memperlambat proyek secara keseluruhan.
•
LF
Yaitu waktu paling akhir kegiatan boleh selesai (Latest Allowable Finish
Time) tanpa memperlambat penyelesaian proyek.
•
D
Yaitu kurun waktu suatu kegiatan. Umumnya dengan satuan waktu hari,
minggu, bulan, dan lain-lain.
Perhitungan Maju
Dalam menggunakan metode CPM(metode jalur kritis) terdapat perhitungan maju,
dimana harus memperhatikan aspek (Iman Soeharto, 1999, pp 255 – 257) :
•
Kecuali kegiatan awal, maka suatu kegiatan baru dapat dimulai bila
terdapat kegiatan yang mendahuluinya (predeccesor) telah selesai.
Yaitu peristiwa yang pertama, menandai dimulainya proyek. Disini
berlaku pengertian bahwa waktu paling awal peristiwa terjadi adalah = 0
atau E(1) = 0
•
Waktu selesai yang paling awal suatu kegiatan adalah sama dengan
waktu mulai paling awal, ditambah kurun waktu kegiatan yang
bersangkutan. EF = ES + D atau EF(i-j) = ES(i-j) + D(i-j). Jadi untuk
kegiatan 1-2 didapat : EF(1-2) = ES(1-2) + D = 0 + 2 = 2.
•
Bila suatu kegiatan memiliki dua atau lebih kegiatan-kegiatan terdahulu
yang menggabung, maka waktu mulai paling awal (ES) kegiatan
tersebut adalah sama dengan waktu selesai paling awal (EF) yang
terbesar dari kegiatan terdahulu.
a
b
d
c
Gambar 2.9 Suatu Kegiatan dengan Dua atau Lebih Kegiatan-Kegiatan Terdahulu
yang Menggabung
Sumber : Iman Soeharto, “ Manajemen Proyek dari Konseptual Sampai Operasional”, 1999,
p256
Perhitungan Mundur
Yaitu dimaksudkan untuk mengetahui waktu atau tanggal paling akhir kita masih
dapat memulai dan mengakhiri masing-masing kegiatan tanpa menunda kurun waktu
penyelesaian proyek secara keseluruhan, yang telah dihasilkan dari hitungan maju. Hitungan
mundur dimulai dari ujung kanan (hari terakhir penyelesaian proyek) suatu jaringan kerja.
Adapun dalam perhitungan mundur, harus diperhatikan aspek :
•
Waktu mulai paling akhir suatu kegiatan adalah sama dengan waktu
selesai paling akhir dikurangi kurun waktu berlangsungnya kegiatan
yang bersangkutan, atau : LS = LF – D.
•
Bila suatu kegiatan memiliki (memecah menjadi) 2 atau lebih kegiatankegiatan berikutnya (succesor), maka waktu selesai paling akhir (LF)
kegiatan tersebut adalah sama dengan waktu mulai paling akhir (LS)
kegiatan berikutnya yang terkecil.
Setelah menerapkan langkah-langkah diatas, kita dapat mengetahui jalur kritis suatu
proyek. Jalur kritis merupakan jalur kegiatan yang memerlukan perhatian maksimal
dari
pengelola proyek, terutama pada periode perencanaan dan implementasi pekerjaan/kegiatan
yang bersangkutan, misalnya diberikan prioritas utama dalam alokasi sumber daya yang
dapat berupa tenaga kerja, peralatan dan penyelia. Pengalaman menunjukkan bahwa
kegiatan-kegiatan kritis dari suatu proyek umumnya kurang dari 20 % total dari pekerjaan,
sehingga jalur kritis dapat memberikan perhatian lebih kepadanya dianggap tidak akan
mengganggu kegiatan yang lain bila telah direncanakan dengan sebaik-baiknya (Iman
Soeharto, 1999,p264).
Adapun sifat atau syarat umum dari jalur kritis adalah (Iman Soeharto, 1999, p257):
1. Pada kegiatan pertama : ES = LS = 0, atau E(1) = L(1) = 0
2. Pada kegiatan terakhir atau terminal : LF = EF
3. Float total : TF = 0
Peran jalur kritis juga sangat penting dalam sebuah proyek karena kegiatan yang
terletak di jalur kritis dapat menyebabkan keterlambatan sebuah proyek apabila tidak
dijalankan secara efektif (Render, Stair, dan Hanna, 2003, p520).
2.1.11 Metode PERT ( Program Evaluation and Review Technique)
Meskipun pada dasarnya terdapat persamaan pendekatan antara metode CPM
dengan metode PERT (Program Evaluation and Review Technique), namun keduanya
memiliki perbedaan yang mendasar dalam mengestimasi waktu kegiatan (Render, Stair, dan
Hanna, 2003, p520). Dalam metode PERT (Program Evaluation and Review Technique),
kegiatan yang ada di dalamnya terdapat tiga jenis estimasi yang dikombinasikan ke standar
waktu yang penyelesaian yang diharapkan, dan variansnya. Oleh karena itu metode
PERT(Program Evaluation and Review Technique) merupakan teknik yang menggunakan
probablitas, yaitu yang memungkinkan untuk merumuskan probabilitas yang dapat terjadi di
estimasi waktu yang berbeda-beda. Sedangkan metode CPM dapat disebut sebagai metode
yang menggunakan metode deterministic, yaitu menggunakan dua jenis estimasi waktu:
waktu normal dan waktu tercepat.
Dengan menggunakan metode PERT(Program Evaluation and Review Technique)
diharapkan dapat menjawab pertanyaan seperti (Render, Stair, dan Hanna, 2003,p521) :
1. Kapan seluruh proyek dapat diselesaikan?
2. Kegiatan manakah yang menjadi jalur kritis, dimana dapat menyebabkan
keterlambatan seluruh proyek apabila tidak berjalan efektif?
3. Kegiatan manakah yang bukan bagian jalur kritis, dimana jika kegiatan tersebut
berjalan kurang efektif kurang mempengaruhi kegiatan seluruh proyek?
4. Berapakah probabilitas jika sebuah proyek dapat diselesaikan dengan waktu
yang efektif?
5. Dalam situasi yang normal, apakah sebuah proyek dapat berjalan lebih cepat
daripada waktu normal, sesuai waktu normal, atau dapat juga berjalan lebih
lambat?
6. Dalam suatu waktu tertentu, apakah biaya yang dikeluarkan dapat sama,
kurang, atau bahkan lebih daripada estimasi biaya?
7. Apakah terdapat sumber daya yang tersedia untuk menyelesaikan proyek tepat
waktu?
8. Apabila proyek dapat diselesaikan lebih cepat, apakah dapat mengurangi biaya?
Tahap-tahap yang harus diperhatikan apabila menggunakan metode PERT(Program
Evaluation and Review Technique), yaitu : mengidentifikasi masalah, membangun atau
memilih metode yang akan digunakan, menginput data-data, membangun solusi-solusi yang
ada, menguji solusi yang ada, menganalisis hasil dari pengujian dari solusi tersebut, dan
mengimplementasikan hasilnya (Render, Stair, Hanna, 2003, p522).
Defining the
Problem
Developing a
Model
Acquiring
Input Date
Developing a
Solution
Testing the
Solution
Analyzing the
Results
Implementing
the Results
Gambar 2.10 Tahap Menggunakan Metode PERT (Program Evaluation and Review
Technique)
Sumber : Render, Stair, dan Hanna, ”Quantitative Analysis for Management”, 2003, p522
Setelah masalah diidentifikasikan ke dalam kegiatan-kegiatan (tahap 1), dan pihak
manajemen mulai memilih metode yang harus digunakan (tahap 2), maka jaringan kerja
dapat
digambar
atau
dibuat(tahap
3).
Pembuatan
jaringan
kerja
dalam
metode
PERT(Program Evaluation and Review Technique) juga sama dengan pembuatan jaringan
kerja dalam metode CPM. Terdapat dua jenis, yaitu : AON (Activity on Node), yaitu setiap
simpul melambangkan kegiatannya dan AOA (Activity on Arrow), yaitu setiap garis
melambangkan kegiatannya (Render, Stair, dan Hanna, 2003, p523).
Langkah selanjutnya (tahap 4) adalah mengestimasi waktu penyelesaian masingmasing kegiatan hingga penyelesaian proyek secara keseluruhan(Render, Stair, dan Hanna,
2003,p523). Mengestimasi waktu untuk sebuah proyek yang baru bukanlah sebuah
pekerjaan yang mudah apabila tidak didasari dengan data historis, dan para manajer tidak
yakin akan estimasi masing-masing kegiatan. Oleh karena itu, penggunaan metode PERT
membagi waktu menjadi tiga jenis estimasi untuk masing-masing aktivitas, yaitu (Render,
Stair dan Hanna, 2003, p524):
•
Waktu Optimis (a) : disini waktu dari masing-masing kegiatan, dianggap dapat
berjalan seoptimal atau seminim mungkin, dimana probabilitas akan terjadinya
kegiatan kecil (misalnya hanya 1/100).
•
Waktu Pesimis (b) : dimana waktu dari masing-masing kegiatan, dianggap
yang berjalan seburuk mungkin (terlambat) dan merupakan kondisi yang paling
tidak disukai. Hal ini juga memiliki probabilitas yang kecil karena setiap kegiatan
kecil kemungkinannya untuk selalu terlambat.
•
Waktu normal (m) : dimana merupakan waktu yang paling normal atau wajar
dalam melakukan sebuah kegiatan.
Metode PERT (Program Evaluation and Review Technique) mengasumsikan
penyusunan estimasi waktu berdasarkan pendistribusian probabilitas beta (Beta Probability
Distribution). Dimana pengestimasian waktu (t) berdasarkan distribusi beta(Render, Stair,
dan Hanna, 2003,p524) :
t=
a + 4m + b
6
Dan juga jika kita ingin mengetahui varians waktu penyelesaian proyek :
Variance :
P
r
o
b
a
b
i
l
i
t
y
Probability of 1 in 100
of a Occuring
b-a
2
6
Probability of 1 in 100
of b Occuring
Activity
Time
Most
Optimistic
Time (a)
Most
Likely
Time (m)
Most
Pessimistic
Time (b)
Gambar 2.11 Pendistribusian Probabilitas Beta untuk Estimasi Tiga Jenis Waktu
Sumber : Render, Stair, dan Hanna, ”Quantitative Analysis for Management”, 2003, p524
Setelah menemukan varians dan waktu estimasi melalui formulasi diatas, maka kita
akan dapat merumuskan jalur kritisnya(tahap 5). Telah diketahui, bahwa jalur kritis
merupakan jalur yang terpenting dalam sebuah kegiatan proyek. Jalur ini harus berjalan
dengan efektif agar tidak menimbulkan keterlambatan bagi keseluruhan proyek. Untuk
menemukan jalur kritis dalam metode PERT(Program Evaluation and Review Technique),
terlebih dahulu diperlukan identifikasi terhadap setiap kegiatan dalam jaringan kerja, yaitu
(Render, Stair, dan Hanna, 2003, p526) :
1. Earliest start time (ES)
: yaitu waktu kegiatan yang memungkinkan kegiatan
dimulai secepat mungkin dimana dapat dimulai tanpa ada
kegiatan yang mendahului.
2. Earliest Finish time (EF)
: yaitu waktu kegiatan selesai yang tercepat.
3. Latest start time (LS)
: yaitu waktu mulai kegiatan terlama namun kegiatan
tersebut tidak akan mempengaruhi seluruh proyek menjadi
terlambat.
4. Latest Finish Time (LF)
: yaitu waktu penyelesaian suatu kegiatan dimana tidak
akan mempengaruhi seluruh proyek menjadi terlambat.
Dalam sebuah jaringan kerja, hubungan waktu di atas dapat digambarkan seperti :
Activity
t
ES
EF
LS
LF
Gambar 2.12 Jaringan Kerja dalam PERT
Sumber : Render, Stair, dan Hanna, ”Quantitative Analysis for Management”, 2003, p526
Terminologi
Adapun cara menentukkan komponen-komponen dari ES, LS, EF, dan LF tersebut
diatas dengan cara (Render, Stair, dan Hanna, 2003,pp526-528):
Earliest Finish Time
= Earliest Start Time + Expected Activity Time
EF
= ES + t
Jika terdapat beberapa kegiatan yang mendahului sebelum sebuah kegiatan, maka
untuk menemukan ES berikutnya harus memperhatikan EF yang terbesar dari beberapa
kegiatan sebelumnya.
Earliest Start
= Waktu terbesar dari EF yang sebelumnya
ES
= EF terbesar sebelumnya.
Sedangkan untuk menentukkan Latest Times adalah dengan perhitungan mundur
dari kegiatan (backward pass) di seluruh jaringan kerja, yaitu :
Latest Start Time
= Latest Finish Time – activity time
LS
= LF – t
Latest Finish Time
= Smallest of latest start times for following activities
LF
= Smallest LS of following activities.
2.2 Analisis Persaingan : Model Lima Kekuatan Porter
Model Lima Kekuatan Porter menurut David (2004,p128) mengenai analisis
persaingan merupakan pendekatan yang dipakai secara luas untuk mengembangkan strategi
dalam banyak industri. Intensitas persaingan di antara perusahaan amat bervariasi
tergantung pada industri. Intensitas persaingan paling tinggi dalam industri dengan laba
terkecil. Menurut Porter (Fred R. David, 2004,pp 128 - 131), sifat persaingan dalam suatu
industri dapat dilihat sebagai gabungan dari lima kekuatan:
1. Perseteruan di antara perusahaan yang bersaing
Yaitu aspek yang paling berpengaruh di antara lima kekuatan. Strategi yang
dijalankan oleh salah satu perusahaan dapat berhasil hanya sejauh bahwa strategi
itu menyediakan keunggulan bersaing atas strategi yang dijalankan oleh perusahaan
bersaing. Perubahan dalam strategi perusahaan dapat diimbangi dengan pembalasan
gerakan pengimbang seperti menurunkan harga, meningkatkan mutu, menambah
sifat, meyediakan pelayanan, memperpanjang garansi, dan meningkatkan iklan.
2. Masuknya Pesaing Baru
Jika ada perusahaan baru yang mudah untuk masuk ke dalam sebuah industri,
intensitas persaingan di antara perusahaan meningkat. Namun, hambatan untuk
masuk dapat termasuk keperluan untuk memperoleh skala ekonomi dengan cepat,
keperluan memperoleh teknologi dan pengetahuan khusus, kurangnya pengalaman,
loyalitas pelanggan yang kuat, persyaratan modal yang besar, kurangnya saluran
distribusi yang memadai, kebijakan peraturan pemerintah, tarif, kurangnya akses ke
bahan baku, kepemilikan yang paten, lokasi tidak menguntungkan, serangan balik
oleh perusahaan yang bertahan, dan kejenuhan potensial pasar.
3. Potensi Pengembangan Produk Pengganti
Dalam sebuah industri, perusahaan yang satu akan bersaing ketat dengan
perusahaan produsen produk pengganti dalam industri lain. Adanya produk
pengganti menempatkan batas atas dari harga yang dapat diterapkan sebelum
konsumen akan pindah ke produk pengganti.
4. Kekuatan Tawar Menawar dari Pemasok
Kekuatan tawar menawar dari pemasok mempengaruhi intensitas persaingan dalam
suatu industri, terutama jika jumlah pemasoknya banyak, jika hanya sedikit bahan
baku pengganti yang baik, atau biaya penggantian bahan baku sangat tinggi.
5. Kekuatan Tawar Menawar dari Konsumen
Jika memiliki konsumen dalam jumlah yang besar, atau membeli dalam jumlah yang
banyak, maka mengakibatkan kekuatan menawarnya menjadi tinggi. Perusahaan
pesaing mungkin dapat menawarkan garansi yang lebih lama atau pelayanan khusus
Pengembangan Potensial dari
Produk Pengganti
Kekuatan
Menawar
dari
Konsumen
Perseteruan di
antara Perusahaan
Yang Bersaing
Kekuatan
Menawar
dari
Pemasok
Entri Potensial dari Pesaing Baru
Gambar 2.13 Model Lima-Kekuatan Bersaing
Sumber : Fred R. David, ”Manajemen Strategis: Konsep”,1998,p129
2.2 Kerangka Pemikiran
•
Tahap I :
Tahap
Mengidentifikasi
•
•
Tahap II:
Tahap
Perencanaan
•
•
Penentuan Artis
yang didatangkan
Membuat rencana
kerja dan proposal
Mengidentifikasikan
Batasan Waktu
melalui Metode
PERT (Program
Evaluation and
Review Technique)
Penerapan Konsep
Manajemen Proyek
dalam Dunia Show
Business
•
•
Tahap III :
Tahap
Implementasi
•
•
Tahap IV :
Tahap Delivery
Produk dan Jasa
Sumber : Data Diolah, 2006
Observasi Minat
Pasar terhadap
Penjualan CD, kaset,
dan ringtone.
Observasi Tempat
penyelenggaraan
Konser
•
•
Mengadakan
Kontrak dengan
Manajemen Artis
Pelaksanaan
rencana kerja oleh
seluruh divisi
Mengetahui
”progress” proyek
melalui rapat all
division
Melakukan
outsorcing dengan
pihak-pihak terkait
Hari Konser
Evaluasi dari
Masing-masing Divisi
Download