Panduan Untuk Pengusaha Tentang Perlindungan Ibu Hamil di

advertisement
Panduan Untuk Pengusaha
Tentang Perlindungan Ibu Hamil di Tempat
Kerja
Better Work Indonesia
Betterworkindo
www.betterwork.org/indonesia
Better Work Indonesia didanai oleh:
DAFTAR ISI
Pendahuluan
1.
1.1.
1.2
2.
Apa itu Perlindungan Maternitas / Perlindungan terhadap Pekerja yang Hamil di Tempat
Kerja?
Definisi
Tantangan-Tantangan Praktis pada Perlindungan Maternitas di Industri Garmen Indonsia
2.1.
2.2.
Mengapa Perlindungan terhadap Pekerja Hamil adalah sebuah Kekhawatiran di Tempat
Kerja?
Pengakuan oleh Instrumen Nasional
Pentingnya dan Manfaat
3.
3.1.
3.2.
Hak-Hak Pekerja yang Hamil
Cuti Hamil dan Cuti Terkait Lainnya
Manfaat Uang Tunai dan Medis
4.
4.1.
Pengaturan Menyusui di Tempat Kerja
Apa itu Menyusui?
5.
5.1.
Perlindungan Kesehatan di Tempat Kerja untuk Pekerja yang Hamil
Menilai Resiko pada Kesehatan dan Kehamilan
6.
Praktek-Praktek yang baik pada Keselamatan dan Kesehatan untuk Pekerja yang Hamil
7.
7.1.
7.2.
Perlindungan Pekerjaan dan Non-Diskriminasi
Definisi
Persyaratan dan prosedur selama kerja dan perekrutan
8.
Pertanyaan-Pertanyaan yang Sering Ditanya
9.
Daftar Pustaka
1
PANDUAN UNTUK PENGUSAHA TENTANG PERLINDUNGAN MATERNITAS DI TEMPAT KERJA
Pendahuluan:
Untuk perempuan yang bekerja, kehamilan dan persalinan adalah saat-saat yang rentan. Cuti
melahirkan dan rehat menyusui di tempat kerja dilindungi oleh Undang-Undang nasional dan hukum
internasional di kebanyakan negara, tetapi pada kenyataannya, hak-hak ini seringkali dihiraukan atau
seringkali sifatnya bersyarat sesuai dengan informasi yang salah dari para pengusaha. Diskriminasi
yang berkaitan dengan kehamilan didorong oleh segudang alasan yang mencakup ketakutan akan
berkurangnya produktivitas yang belum dapat dibuktikan kebenarannya atau mungkin pandangan
paternalistic bahwa perempuan yang sedang hamil tidak dapat atau tidak seharusnya bekerja.
Perlindungan khusus dibutuhkan di tempat kerja untuk ibu yang yang sedang menunggu persalinan
dan ibu yang sedang menyusui untuk mencegah bahaya terhadap kesehatan mereka atau kesehatan
anak mereka, dan mereka membutuhkan waktu yang memadai untuk melahirkan, pemulihan, dan
merawat anak mereka. Mereka juga membutuhkan perlindungan sosial untuk menjamin adanya
kepastian pekerjaan yang mencegah pemberhentian pekerjaan yang didasarkan oleh kehamilan atau
cuti hamil. Perlindungan semaam itu tidak hanya menjamin kesetaraan akses perempuan terhadap
pekerjaan, tetapi seringkali juga menjamin keberlanjutan penghasilan penting, yang sangat
dibutuhkan untuk kesejahteraan seluruh anggota keluarga mereka. Melindungi kesehatan ibu yang
sedang menanti persalinan dan ibu yang sedang merawat anak mereka dan melindungi mereka dari
diskriminasi pekerjaan, adalah sebuah prasyarat untuk mencapai kesetaraan kesempatan dan
perlakuan yang sesungguhnya antara laki-laki dan perempuan di tempat kerja, dan memungkinkan
pekerja untuk memelihara keluarga dalam suatu kondisi yang memiliki kepastian.
Kesetaraan gender mendorong efisiensi ekonomi. Perempuan memiliki potensi besar sebagai agen
ekonomi dalam mengurangi kemiskinan, memperkuat ekonomi, memberikan kontribusi terhadap
bisnis, dan merubah masyarakat. Pada kenyataannya, banyak pegawai di dunia telah melaporkan
bahwa dengan mengimplementasi perlindungan maternitas di tempat kerja (contohnya memberikan
cuti, kepastian pekerjaan dan non-diskriminasi, pengaturan pada menyusui,dll.) telah membawa
manfaat nyata dan penghematan biaya pada bisnis mereka yang berkaitan dengan perputaran
karyawan yang lebih rendah, tingkat kembali kerja setelah cuti, biaya kesehatan yang lebih rendah,
dan tingkat loyalitas dan moral pekerja yang lebihg tinggi.
Di Indonesia, sebagian besar pekerja yang bekerja di pabrik garmen adalah perempuan berusia muda
yang baru memiliki anak atau berencana untuk mempunyai anak dalam waktu dekat. Walaupun
banyak panggilan dan komitmen untuk perlindungan maternitas untuk semua pekerja, banyak
perempuan yang ditolak untuk diberikan hak semacam ini dan tetap menjadi rentan selama kehamilan.
Pada beberapa kasus, pekerja perempuan masih kurang memiliki perlindungan kehamilan di tempat
kerja, karena walaupun mereka berhak mendapatkan hak tersebut secara hukum, hak-hak ini tidak diakui
oleh banyak pengusaha atau hak-hak seperti ini sulit untuk didapatkan. Salah satunya, mereka takut
pekerjaan mereka akan membahayakan kesehatan kehamilan mereka atau takut bahwa cuti hamil akan
mengancam kesejahteraan dan jaminan ekonomi mereka.
Indonesia telah meratifikasi Konvensi PBB pada Penghapusan Diskriminasi Seluruh Perempuan
(CEDAW) pada 28 Februari 2000; dan Konvensi Diskriminasi ILO (Pekerjaan dan Jabatan) tahun 1958
(No. 111) pada 7 Juni 1999. Diskriminasi terhadap pekerja yang hamil dilarang oleh banyak UndangUndang nasional. Undang-Undang No.13 pada Ketenagakerjaan, dan peraturan terkaitnya, adalah
Undang-Undang besar yang berkenaan dengan perlindungan pekerja yang hamil di Indonesia. Akan
tetapi, tingkat perlindungan terhadap pekerja yang hamil secara relatif masih rendah di Indonesia
karena pemerintah masih belum meratifikasi Konvensi ILO pada Perlindungan maternitas, tahun
2
2000 (No.183), yang merupakan standar yang paling komprehensif. Perlindungan hukum ini tidak
selalu dilaksanakan dalam prakteknya. Menurut laporan penilaian Better Work Indonesia (Better
Work Indonesia 2012), Menurut laporan penilaian BWI (Better Work Indonesia 2012), satu pabrik
mewajibkan perempuan untuk menjalani tes kehamilan sebagai suatu persyaratan untuk perekrutan
pekerja. Menyusui, khususnya, adalah salah satu hak yang seringkali dihiraukan karena berbagai
alasan budaya dan alasan yang berkaitan dengan produktivitas yang sudah dianggap.
Tujuan dari Panduan ini adalah untuk memberikan pedoman praktis dan memberikan saran untuk
para pengusaha tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan pekerja yang sedang hamil di
tempat kerja.
Panduan ini secara garis besar terdiri dari dua bagian:
1)
2)
Hak-hak pekerja perempuan – cuti hamil dan jenis cuti yang berkaitan; menyusui;
uang tunai dan manfaat medis; dan non-diskriminasi yang berkenaan dengan
kehamilan; dan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk pekerja yang sedang hamil.
Dasar Hukum:
Kerangka hukum nasional dan internasional menetapkan hak-hak perlindungan maternitas di
Indonesia. Secara internasional, Indonesia adalah pihak dalam Konvensi PBB tentang Penghapusan
Diskriminasi terhadap Semua Perempuan (CEDAW); Perjanjian Internasional tentang Hak Ekonomi,
Sosial dan Budaya (ICESCR); dan, Konvensi Hak-Hak Anak (CRC). Indonesia juga telah meratifikasi
Konvensi ILO tentang Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan), 1958 (No. 111), namun belum
meratifikasi Konvensi ILO tentang Perlindungan Maternitas, 2000 (No. 183). Di tingkat nasional, hakhak perlindungan maternitas telah ditetapkan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, diadopsi pada
tahun 1984 (Organisasi Buruh Internasional 1984).
Kerangka Global Perlindungan Maternitas:
Penyusunan Pedoman ini didasarkan pada kerangka hukum nasional dan internasional ini, HAM dan
standar perburuhan, serta peraturan perundang-undangan yang relevan, antara lain:
1. Perjanjian Hak Asasi Manusia:
Bersama, negara-negara di dunia telah berulang kali menegaskan pentingnya perlindungan
maternitas bagi hak asasi manusia, hak perempuan, hak anak, dan untuk kesetaraan gender.
Beberapa instrument HAM global memuat ketentuan-ketentuan terkait perlindungan
maternitas, termasuk diantaranya:

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR), 1948;

Perjanjian Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR), 1966;

Konvensi PBB tentang Penghapusan Diskriminasi terhadap Semua Perempuan
(CEDAW), 1979; dan

Konvensi Hak-Hak Anak (CRC), 1989.
3
Ketentuan-Ketentuan dari instrumen terkait perlindungan ditunjukkan di bawah ini.

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR), 1948 (PBB 2014)
 Pasal. 25(2): Ibu dan anak berhak atas perawatan dan bantuan khusus.

Perjanjian Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR), 1966
(PBB HAM 1966)
 Pasal. 10(2): Perlindungan khusus harus diberikan kepada para ibu
selama periode yang wajar sebelum dan sesudah melahirkan. Selama
periode tersebut, para ibu yang bekerja harus diberikan cuti atau cuti
dengan tunjangan jaminan sosial yang memadai.

Konvensi PBB tentang Penghapusan Diskriminasi terhadap Semua Perempuan
(CEDAW), 1979 (PBB Perempuan 1979)
Pembukaan: Hak perempuan atas non-diskriminasi, termasuk dalam hal
kehamilan dan persalinan: secara implisit mengarah ke perlindungan
maternitas di tempat kerja, cuti ayah dan orang tua, serta untuk memahami
tanggung jawab masyarakat terhadap perempuan mengenai maternitas.

Pasal. 11: Non-diskriminasi dalam pekerjaan; kesehatan dan
keselamatan di tempat kerja; melarang pemecatan selama kehamilan
dan cuti hamil; cuti hamil yang dibayar; layanan yang memungkinkan
perempuan untuk menggabungkan kewajiban keluarga dan bekerja
(fasilitas perawatan anak); perlindungan terhadap jenis pekerjaan
yang berbahaya selama kehamilan.
(1): Pihak Pemerintahwajib melakukan segala langkah yang diperlukan
untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan dalam bidang
kerja untuk menjamin, atas dasar kesetaraan laki-laki dan perempuan,
kesamaan hak-hak, khususnya: [...]
(f) Hak atas perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja,
termasuk perlindungan fungsi reproduksi.
(2): Untuk mencegah diskriminasi terhadap perempuan atas dasar
perkawinan atau kehamilan dan untuk menjamin hak efektif mereka
untuk bekerja, Pihak Pemerintahwajib membuat peraturan-peraturan
yang tepat:
(a) Untuk melarang, pengenaan sanksi, pemecatan atas dasar
kehamilan atau cuti hamil dan diskriminasi dalam
pemberhentian atas dasar perkawinan;
(b) Untuk memberlakukan cuti hamil yang dibayar atau dengan
tunjangan sosial yang sepadan tanpa kehilangan pekerjaan
sebelumnya, senioritas atau tunjangan sosial;
4
(c) Untuk mendorong ketentuan pelayanan sosial yang
diperlukan
guna
memungkinkan
orang
tua
untuk
menggabungkan kewajiban keluarga dengan tanggung jawab
pekerjaan dan partisipasi dalam kehidupan bermasyarakat,
khususnya
dengan
meningkatkan
pembentukan
dan
pengembangan jaringan tempat-tempat penitipan anak;
(d) Memberikan perlindungan khusus kepada perempuan
selama kehamilan dalam jenis pekerjaan yang terbukti
berbahaya bagi mereka.


Pasal. 12.2:…Pihak Pemerintahharus menjamin pelayanan yang tepat
bagi perempuan sehubungan dengan kehamilan, persalinan dan masa
pasca-persalinan, pemberian layanan gratis jika diperlukan, serta gizi
yang cukup selama masa kehamilan dan menyusui.
Konvensi Hak-Hak Anak (CRC), 1989 (PBB 1989)
 Pasal. 18(2): Untuk tujuan menjamin dan meningkatkan hak-hak yang
dinyatakan dalam Konvensi ini, maka Pihak Pemerintah harus
memberikan bantuan yang tepat kepada orang tua dan wali hukum,
dalam melaksanakan tanggung jawab membesarkan anak mereka,
dan harus menjamin perkembangan berbagai lembaga, fasilitas dan
pelayanan bagi pengasuhan anak-anak.
 Pasal. 18(3): Pihak Pemerintah harus mengambil semua langkah yang
tepat untuk menjamin bahwa anak-anak dari orang tua yang bekerja
berhak atas keuntungan dari pelayanan-pelayanan dan fasilitasfasilitas pengasuhan anak, yang untuknya mereka memenuhi syarat.
2. Standar Perburuhan Internasional

Konvensi ILO tentang Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan), 1958 (No. 111)
Indonesia meratifikasi Konvensi ILO No. 111 tahun 1999. Konvensi No. 111
mempromosikan kesetaraan dan melarang diskriminasi dalam pekerjaan dan
jabatan. Konvensi tersebut mendefinisikan diskriminasi sebagai 'setiap
pembedaan, pengecualian atau preferensi yang dibuat atas dasar ras, warna
kulit, jenis kelamin, agama, opini politik, keturunan atau asal usul sosial, yang
memiliki efek meniadakan atau merusak kesetaraan kesempatan atau
perlakuan dalam pekerjaan atau jabatan'. (Psl.1 (1a)). Diskriminasi terjadi
ketika diferensial dan perlakuan yang kurang menyenangkan diadopsi
berdasarkan salah satu alasan tersebut di atas pada setiap tahap siklus kerja,
mulai dari pendidikan dan pelatihan kerja, mencarian kerja, rekrutmen, saat
bekerja, sampai setelah meninggalkan pasar tenaga kerja.
Konvensi No. 111 tidak secara langsung melarang diskriminasi atas dasar
kehamilan dan persalinan. Namun, mengingat bahwa perempuan hamil yang
hanya diskriminasi atas dasar ini, maka dapat dianggap sebagai diskriminasi
berdasarkan jenis kelamin.
5
‘;

Konvensi ILO tentang Perlindungan Maternitas , 2000 (No. 183) (Organisasi
Buruh Internasional 2014)
Konvensi Perlindungan Maternitas terbaru (No. 183) dan Rekomendasi (No.
191) diadopsi pada tahun 2000 membentuk kerangka perlindungan paling
komprehensif untuk perlindungan maternitas bagi pekerja di seluruh dunia.
Kerangka tersebut memberikan:






14 minggu cuti maternitas, termasuk enam minggu cuti wajib pasca
persalinan;
Tunjangan tunai pada tingkat yang menjamin perempuan dapat
mempertahankan diri dan anaknya dalam kondisi kesehatan yang
layak dan dengan standar hidup berkelanjutan;
Akse perawatan kesehatan gratis, termasuk perawatan prapersalinan, pada saat persalinan, dan pasca-persalinan, serta
perawatan rumah sakit bila diperlukan;
Perlindungan kesehatan: Hak perempuan hamil atau menyusui untuk
tidak melakukan pekerjaan yang merugikan kesehatan mereka atau
anak mereka;
Menyusui: minimal istirahat satu jam sehari, dengan tetap dibayar; dan
Perlindungan kerja dan non-diskriminasi.
3. Instrumen Nasional

Konstitusi Indonesia: Bab XA Hak Asasi Manusia




Pasal. 28D(1): Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan dan kepastian hukum yang adil di hadapan hukum;
dan perlakuan yang sama di hadapan hukum. (2) Setiap orang
berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan
yang adil dan layak dalam pekerjaan.
Pasal. 28G(1): Setiap orang berhak atas perlindungan bagi dirinya
sendiri, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda, dan
berhak untuk merasa aman dan menerima perlindungan dari
ancaman ketakutan untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu yang merupakan hak asasi manusia.
Pasal. 28H(1): Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik
dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. (3)
Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermartabat.
Pasal. 28I(2): Setiap orang berhak untuk bebas dari perlakuan yang
bersifat diskriminatif atas dasar apapun berdasarkan apapun, dan
berhak atas perlindungan dari perlakuan yang bersifat diskriminatif
itu.
6

Undang-Undang Ketenagakerjaan (2003):
[Perlindungan Kerja dan Non-Diskriminasi]
Bab III Kesempatan dan Perlakuan yang Sama:


Pasal. 5: Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama
tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan.
Pasal. 6: Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan
yang sama tanpa diskriminasi dari perusahaan.
BAB XII Pemutusan Hubungan Kerja

Pasal. 153: (1) Perusahaan dilarang melakukan pemutusan
hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan alasan:
[...] e. Pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur
kandungan, atau menyusui bayinya.
[Tunjangan Tunai dan Medis]
Bab X Perlindungan, Pengupahan dan Kesejahteraan

SUBBAGIAN 4 WAKTU KERJA, Pasal. 84: Setiap pekerja/buruh
yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 79 ayat (2) huruf b, c dan d, Pasal 80 dan Pasal 82
berhak mendapat upah penuh.
[Cuti Maternitas dan jenis-jenis cuti terkait]
Bab X Perlindungan, Pengupahan dan Kesejahteraan

SUBBAGIAN 4 WAKTU KERJA, Pasal. 82:
Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama
1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan
1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut
perhitungan dokter kandungan atau bidan.
Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan
berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau
sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.
7

SUBBAGIAN 4 WAKTU KERJA, Pasal. 93:
Tetapi, ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak
berlaku dan perusahaan wajib membayar upah apabila if the
pekerja/buruh tidak melaksanakan pekerjaan dengan alasan
berikut: [...] c. Pekerja/buruh tidak masuk kerja karena: menikah,
menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri
melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau
anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota…
Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang tidak masuk
kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c sebagai
berikut, [...] e. Apabila isteri pekerja/buruh melahirkan atau
keguguran kandungan, berhak dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
[Perlindungan Kesehatan di Tempat Kerja]
Bab X Perlindungan, Pengupahan dan Kesejahteraan

SUBBAGIAN 3 PEREMPUAN, Pasal 76: (2) Perusahaan dilarang
mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut
keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan
kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00
sampai dengan pukul 07.00.
[Pengaturan Menyusui pada waktu Kerja]
Bab X Perlindungan, Pengupahan dan Kesejahteraan

SUBBAGIAN 4 WAKTU KERJA, Pasal. 83: Pekerja/buruh perempuan
yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya
untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu
kerja.
8

Undang-Undang Keselamatan (1970)
Bab Ⅲ Syarat-syarat keselamatan

Pasal. 3: (1) Dengan peraturan perundang-undangan ditetapkan
syarat-syarat keselamatan kerja untuk:
a. Mencegah
dan
mengurangi
kemungkinan
kecelakaan; [...]
b. Menyediakan sarana untuk menyelamatkan diri
dari kebakaran dan bahaya lainnya;
c. Memberi pertolongan pertama jika terjadi
kecelakaan; [...]
d. Mencegah dan mengendalikan timbul atau
menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu,
kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca,
sinar atau radiasi, suara dan getaran;
e. Mencegah atau mengendalikan timbulnya
penyakit akibat kerja baik fisik maupun psikologis;
keracunan; infeksi; atau, penularan;
f. Memberikan penerangan yang cukup dan sesuai;
g. Memberikan suhu dan tingkat kelembaban yang
memuaskan;
h. Memberikan sirkulasi udara yang memuaskan;
i. Menjaga kebersihan, kesehatan dan ketertiban.

Pasal. 4: Syarat-syarat keamanan dalam kaitannya dengan
perencanaan, produksi, transportasi, sirkulasi, pemasaran,
instalasi, penggunaan, aplikasi, pemeliharaan dan penyimpanan
bahan, barang, produk teknis dan alat-alat produksi, yang
melibatkan atau dapat menyebabkan bahaya kecelakaan,
ditetapkan dengan peraturan perundangan.
(2) Syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip
teknik ilmiah yang disusun menjadi suatu kumpulan
ketentuan yang teratur, jelas dan praktis serta
mencakup berbagai bidang – termasuk konstruksi,
pengolahan dan pembuatan, perlengkapan
perlindungan, pengujian dan pengesyahan,
pengepakan atau pembungkusan, pemberian tanda
merek pada bahan, barang, produk teknis dan alat-alat
produksi guna menjamin keselamatan barang-barang
itu sendiri, keselamatan tenaga kerja yang
melakukannya dan keselamatan umum.
9.
Bab Ⅵ Komite Keselamatan dan Kesehtan Kerja

1.
Pasal. 10: Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia
Keselamatan dan Kesehatan Kerja guna memperkembangkan kerja
sama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau
pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk
melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang keselamatan
dan kesehatan kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi.
Susunan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan
lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
Apa itu Perlindungan maternitas / Perlindungan terhadap Pekerja yang Hamil di Tempat
Kerja?
1.1
Definisi
Perlindungan maternitas di tempat kerja adalah elemen yang penting pada ‘kesetaraan
kesempatan dan perlakuan’ dan ‘perlindungan kesehatan’ (International Labour
Organisation 2012).
Perlindungan maternitas memiliki dua tujuan:

Untuk memelihara kesehatan ibu dan anaknya yang baru lahir; dan,

Untuk memberikan kepastian pekerjaan dan penghasilan; perlindungan dari
pemberhentian kerja dan diskriminasi; hak untuk lanjut bekerja setelah cuti; dan, untuk
mempertahankan upah dan penghasilan selama kehamilan.
Perlindungan maternitas di tempat kerja, dan panduan ini, ditujukan untuk tempat kerja
manapun yang mempekerjakan pekerja perempuan yang sedang hamil atau kembali bekerja
setelah cuti hamil.
1.2
Tantangan-tantangan praktis pada Perlindungan maternitas di industri garmen
Indonesia
Angkatan kerja pada industri garmen Indonesia yang disurvei oleh Better Work Indonesia
pada tahun 2012 92,2 persennya adalah wanita. Proporsi pekerja perempuan yang luar
biasa ini mencerminkan komposisi gender yang secara umum diamati di industri garmen
Indonesia, dimana sejak tahun 2008, 78 persen dari total 500.000 pekerja adalah
perempuan. Sebagian besar pekerja juga berusia muda; Sebanyak 80.3 persen pekerja
berusia 21-35, yang biasanya dianggap sebagi usia yang reproduktif.
Akan tetapi, walaupun terdapat banyak panggilan, dan komitmen untuk perlindungan
maternitas bagi seluruh pekerja, banyak perempuan yang masih kurang memiliki hak semacam
itu dan tetap menjadi rentan selama kehamilan. Pada beberapa kasus, pekerja perempuan
menolak atau ditolak untuk diberikan hak semacam ini walaupun mereka berhak mendapatkan
hak tersebut secara hukum. Beberapa perempuan melaporkan bahwa mereka takut pekerjaan
mereka akan membahayakan kesehatan kehamilan mereka atau takut bahwa kehamilannya
akan mengancam kesejahteraan dan jaminan ekonomi mereka. Menurut laporan penilaian BWI
(Better Work Indonesia 2012), satu pabrik mewajibkan perempuan untuk menjalani tes
kehamilan sebagai suatu persyaratan untuk perekrutan pekerja.
10.
Menyusui, khususnya, adalah salah satu hak yang seringkali dihiraukan karena berbagai
alasan budaya dan alasan yang berkaitan dengan produktivitas yang sudah dianggap.
Tujuan dari Panduan ini adalah untuk memberikan pedoman praktis dan memberikan saran
untuk para pengusaha tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan pekerja yang
sedang hamil di tempat kerja.
Panduan ini secara garis besar terdiri dari dua bagian:
2.
3)
Hak-hak pekerja perempuan – cuti hamil dan jenis cuti yang berkaitan; menyusui;
uang tunai dan manfaat medis; dan non-diskriminasi yang berkenaan dengan
kehamilan; dan
4)
Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk pekerja yang sedang hamil.
Mengapa Perlindungan terhadap Pekerja Hamil adalah sebuah Kekhawatiran di Tempat Kerja?
2.1
Pengakuan oleh Instrumen Nasional – silahkan merujuk pada Global Frameworks
on Maternity Protection untuk perincian yang lebih jauh.
2.2
Pentingnya dan Manfaat
Perlindungan maternitas penting karena alasan-alasan berikut:

Perlindungan maternitas adalah hak asasi manusia yang mendasar: hak untuk
hidup bebas dari diskriminasi dan pelecehan dan bekerja dengan martabat dan
keamanan pada kondisi yang baik di tempat kerja adalah sebuah hak asasi
manusia. Perlindungan maternitas sudah jelas sangat sangat signifikan dalam
perwujudan hak-hak asasi manusia ini. Perlindungan maternitas secara eksplisit
memberikan hak kepada semua perempuan pada usia reproduktif untuk
berpartisipasi pada pekerjaan yang dibayar tanpa adanya ancaman diskriminasi
dan, dalam kasus kehamilan, hak perempuan untuk bekerja pada suatu kondisi
yang memungkinkan adanya jaminan ekonomi dan kesetaraan kesempatan,
serta mengambil manfaat dari kondisi di tempat kerja yang baik.

Perlindungan maternitas adalah sebuah komponen yang penting dari
kesetaraan gender: perlindungan maternitas juga merupakan suatu landasan
untuk kesetaraan gender, yang tidak hanya penting dalam hal hak dan
keadilan, tetapi juga penting dalam hal efisiensi ekonomi. Hal ini merupakan
penggerak pertumbuhan ekonomi dan penguranan kemiskinan, dan
perlindungan maternitas juga meningkatkan kesejahteraan ekonomi, sosial,
dan fisik bagi perempuan, anak-anak, dan rumah tangga mereka, serta
masyarakat sekitar mereka. Perlindungan maternitas diperlukan untuk
memungkinkan perempuan untuk melaksanakan peran biologis mereka,
seperti menjalani persalinan dan menyusui, tanpa harus termarjinalisasi pada
pasar tenaga kerja dalam perlakuan yang mengancam peran produktif mereka
sebagai pekerja dan merongrong kepastian ekonomi mereka. Maka, kehamilan
adalah suatu kondisi yang membutuhkan perlakuan yang berbeda untuk
mencapai kesetaraan yang sesungguhnya dan, dalam pengertian ini,
perlindungannya adalah sebuah alasan pencapaian prinsip kesetaraan
kesempatan dan perlakuan di tempat kerja.
11.

Perlindungan maternitas membantu meningkatkan kesehatan ibu dan akan:
cuti hamil bertujuan untuk mengamankan kesehatan seorang perempuan dan
anaknya selama masa sebelum persalinan. Cuti yang bertujuan untuk
melindungi ini sangat penting untuk mendorong tingkat kesehatan yang lebih
baik, dalam hal permintaan psikologis khusus yang berkenaan dengan
kehamilan dan persalinan anak. Perlindungan ini juga mengatasi resiko
kesehatan dan mencegah keikutsertaan pada praktek pekerjaan yang
berbahaya yang dapat menghambat atau mempengaruhi kondisi perempuan
dan anak selama masa kehamilan, setelah persalinan dan selama masa
menyusui.

Perlindungan maternitas memiliki peran penting pada pertumbuhan ekonomi
dan pengurangan kemiskinan: perlindungan maternitas memperkuat peran
ekonomi perempuan dan keterikatannya terhadap tenaga kerja atau LFA, yang
mengacu pada kurangnya keterlibatan penuh pada pendidikan dan pekerjaan.
Memberikan cuti hamil dan perlindungan terhadap diskriminasi adalah suatu
cara untuk mendorong perempuan muda pada usia reproduktif untuk
berpartisipasi dalam pasar tenaga kerja. Hal ini juga sangat bermanfaat bagi
ibu-ibu muda untuk tetap mempertahankan keterikatan terhadap pasar tenaga
kerja dan kembali bekerja setelah cuti selesai. Keterikatan terhadap angkatan
kerja yang meningkat akan menghasilkan manfaat produktivitas dan
menstimulasi bisnis. Hal ini meningkatkan kemungkinan bahwa keterampilan
perempuan dan investasi pada pendidikan dan pelatihan mereka dapat
digunakan secara efisien. Dengan begini, perlindungan maternitas dapat
menghasilkan manfaat bagi para pengusaha untuk dapat merekrut dan tetap
mempekerjakan pekerja perempuan yang memiliki keterampilan,
pengetahuan, dan pengalaman.

Perlindungan maternitas adalah bagian dan paket dari Decent Work Agenda,
yang tujuan keseluruhannya adalah untuk menghasilkan perubahan positif
pada kehidupan masyarakat melalui penciptaan pekerjaan, menjamin hak hak pada pekerjaan, memperluas perlindungan sosial, dan mendukung
adanya dialog sosial. Banyak perempuan yang masih kurang memiliki
akses terhadap pekerjaan yang layak yang memungkinkan mereka untuk
bangkit dari kemiskinan dan bekerja pada lingkungan yang aman di
tempat kerja; banyak perempuan yang berada di luar sistem hukum
tradisional dan perlindungan sosial yang melindungi mereka dari
kerentanan dan memberikan akses terhadap pelayanan kesehatan. Melalui
Decent Work Agenda, suatu bagian yang mendasar yang mana adalah
perlindungan maternitas, ILO memiliki sasaran untuk memastikan
bahwa perempuan memiliki manfa at yang setara dari pekerjaan,
hak, perlindungan sosial, serta dialog untuk mewujudkan
pekerjaan yang layak bagi semuanya.
12.
Manfaat bagi Perusahaan-Perusahaan terdiri dari:

Pekerja yang sedang hamil yang memiliki kesehatan yang baik dan kepastian
ekonomi akan lebih mungkin untuk kembali bekerja setelah cuti hamil;

Pekerja yang hamil dapat terus bekerja secara produktif;

Perlindungan maternitas adalah investasi yang cerdas untuk para pengusaha
agar dapat mempertahankan pekerja mereka yang merupakan ibu untuk tetap
menjadi produktif dan terlibat dalam pekerjaan, karena apabila manfaat
kehamilan mereka dilindungi, pekerja perempuan akan lebih mungkin untuk
melihat pabrik sebagai suatu tempat yang baik untuk bekerja; dan,

Para pengusaha dapat meningkatkan produktivitas, meningkatkan moral
karyawan, mengurangi tingkat perputaran karyawan, mengurangi tingkat
kesakitan, dan mengurangi biaya pelatihan dan perekrutan melalui angkatan
kerja yang lebih sehat dan bugar pada masa sekarang dan masa yang akan
datang.
Manfaat untuk Pekerja yang Hamil

Pekerja yang sedang hamil memperoleh kualitas hidup yang lebih baik,
merasakan lingkungan kerja yang lebih baik, memiliki kepastian pekerjaan yang
lebih baik, merasakan masa kehamilan yang lebih sehat, persalinan yang lebih
aman, mengalami komplikasi yang lebih sedikit, meraskan manfaat emsional
dan kesehatan dari pemberian makanan kepada bayi, dan peningkatan
kesehatan di masa yang akan datang dan kemungkinan hidup.

Anak-anak memiliki awal hidup yang lebih sehat, lebih kuat, dan lebih aman;
dan meningkatnya kemungkinan terciptanya kesehatan yang lebih baik di
kemudian hari, karena manfaat diberikan ASI.
Manfaat untuk Masyarakat

Secara garis besar, masyarakat akan mendapatkan manfaat dari populasi yang
lebih sehat, biaya yang lebih rendah bagi masyarakat yang biasanya tinggi
akibat tingkat kematian bayi dan kehamilan yang tinggi, angkatan kerja yang
lebih produktif, dan kualitas hidup yang lebih baik melalui kesehatan yang lebih
baik dan kemungkinan hidup yang lebih panjang.
13.
3.
Hak-Hak Pekerja yang Hamil
Berbagai jenis kerangka internasional, standar ketenagakerjaan, dan panduan telah
membahas pelindungan terhadap ibu hamil di tempat kerja. Konvensi ILO pada Perlindungan
teradap Ibu Hamil Tahun 2000 (N0.183) adalah salah satu standard ketenagakerjaan
inetrnasional yang paling komprehensif. Konvensi ini sepakat bahwa ibu memiliki hak
untuk suatu periode istirahat yang berkaitan dengan persalinan, dengan manfaat uang
tunai dan manfaat medis, kepastian pekerjaan dan non-diskriminasi, perlindungan
kesehatan dan hak untuk menyusui. Akan tetapi, pemerintah Indonesia belum meratifikasi
Konvensi ini; maka, hak-hak untuk oekerja yang hamil masih sangat terbatas pada UndangUndang di Indonesia. Tabel di bawah ini menunjukkan hak-hak pekerja yang hamil
berdasarkan
Undang-Undang
Nasional
Indonesia,
seperti
Undang-Undang
Ketenagakerjaan:
Table 3.1 Hak-Hak Pekerja yang Hamil sesuai dengan Undang-Undang di Indonesia
Kondisi dan Cakupan yang
Memenuhi Syarat
Pekerja yang hamil dan
pasangannya, berdasarkan
keterangan kehamilan dari
dokter.
Masing-masing 1,5 (satu
setengah) bulan sebelum dan
sesudah melahirkan,
Total 3 bulan dengan
100% upah, yang
merupakan kewajiban
pengusaha
(International Labour
Organisation 2012)
(Pasal. 82 – (1) dan Pasal.
84, Bab 10 No. 13, 25 Maret
2003 tentang Ketenagakerjaan).
Pasangan, berdasarkan
keterangan kehamilan dari
dokter (diperbolehkan 2 hari
cuti yang dibayar untuk
pekerja yang pasangannya
melahirkan atau keguguran
seperti yang ada pada
undang-undang
Ketenagakerjaan Indonesia.
2 hari untuk pasangan
(Pasal. 93 – (2)(C) dan (4)(e), Bab
10 No. 13, 25 Maret 2003
tentang Ketenagakerjaan).
Cuti Hamil
Kehamilan
&
Persalinan
Tingkat Bantuan & Waktu
14.
Larangan
pada Shift
Malam
Cuti Keguguran
& Cuti Kelahiran
Janin Mati
Setelah
Persalinan
&
Perawatan
Anak
3.1
Rehat
Menyusui
Pekerja yang hamil,
berdasarkan catatan
referensi dokter yang
menganjurkan pelayanan
kesehatan untuk pekerja
yang hamil dan janin.
Shift malam antara jam
23:00 dan 07:00
dilarang.
(Pasal. 76, Bab 10 No.
13, 25 Maret 2003
tentang
Ketenagakerjaan).
Pekerja yang hamil,
berdasarkan catatan
referensi dokter yang
menyatakan keguguran atau
kelahiran dengan janin yang
mati
1,5 bulan untuk ibu
(Pasal. 82 – (2), ayat 10
dari Bab 10 No. 13, 25
Maret 2003 tentang
Ketenagakerjaan).
Pasangan, berdasarkan
keterangan kehamilan dari
dokter*.
2 hari untuk pasangan
(Pasal. 93 – (2)(C) dan (4)(e),
Bab 10 No. 13 , 25 Maret
2003 tentang
Ketenagakerjaan).
Pekerja yang menjalani
persalinan.
Selama jam kerja, rehat
selama 30 menit pada
masing-masing pagi hari dan
siang hari (dua kali sehari,
total 1 jam) untuk
memberikan ASI dan
menyusui bayi yang berusia
d bawah 6 bulan
(Pasal. 83, Bab 10 No.
13, 25 Maret 2003
tentang
Ketenagakerjaan dan
Undang-Undang
Kesehatan No. 36/2009
Article 128).
Cuti Hamil dan Cuti Terkait Lainnya
Pemberian cuti mencakup inti dari perlindungan maternitas dan kebijakan pekerjaankeluarga. Dasar pemikiran untuk cuti hamil adalah untuk mendukung perempuan dalam
mengatasi kebutuhan fisik dan psikologis dari kehamilan, persalinan, dan menyusui. Selain
cuti hamil, terdapat juga cuti jenis lainnya yang terkait seperti misalnya cuti istri melahirkan,
cuti kelahiran janin mati dan cuti keguguran, di Indonesia.
15.

3.1.1 Cuti Hamil
Cuti hamil adalah hak perempuan untuk mendapatkan masa istirahat dari
pekerjaan mereka karena kehamilan, persalinan, dan masa setelah persalinan. Cuti
hamil mencakup masa sebelum, selama, dan setelah persalinan. Tujuannya adalah
untuk melindungi kesehatan ibu dan anak selama masa sebelum persalinan,
mengingat kebutuhan khusus yang bersifat fisik maupun psikologis yang
berhubungan dengan kehamilan dan persalinan. Di Indonesia, hak pekerja untuk
memperoleh cuti hamil diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan yang
berlaku untuk semua pekerja perempuan, yaitu perempuan yang bekerja untuk
mendapatkan upah atau imbalan bentuk lainnya. Total lama cutinya paling sedikit
tiga bulan; satu setengah bulan sebelum persalinan dan satu setengah bulan
setelah persalinan.
a) Cuti hamil sebelum persalinan
Walaupun kehamilan dan persalinan memiliki tuntutan fisik yang besar,
kehamilan bukanlah suatu penyakit dan sangat sedikit aspeknya yang akan
mempengaruhi perempuan untuk bekerja karena kehamilannya. Akan
tetapi, dalam setiap kehamilan, terdapat suatu jangka waktu dimana tidak
dianjurkan secara medis bagi perempuan untuk bekerja. Dalam hal ini,
masa cuti sebelum persalinan penting bagi perempuan untuk
mempersiapkan diri dengan memadai untuk kelahiran bayinya.
Lamanya masa cuti hamil yang dibutuhkan akan berbeda untuk setiap
perempuan dan tergantung pada sejauh mana komplikasi an kondisi
medis yang sudah ada sebelumnya. Cuti hamil juga bergantung pada
bahaya pekerjaan yang tidak dapat dihapuskan atau ditangani dengan
menyesuaikan kondisi lingkungan kerja seorang pekerja perempuan yang
hamil atau memindahkannya ke bagian pekerjaan lain. Kesepakatan
medis menyatakan bahwa untuk kehamilan tunggal, dan tanpa
komplikasi, cuti hamil yang berkaitan dengan kesehatan mungkin akan
dibutuhkan untuk memulai jangka waktu dua hingga enam bulan sebelum
tanggal yang diperkirakan untuk persalinan (International Labour
Organisation 2012).
b) Cuti hamil setelah persalinan
Cuti hamil setelah persalinan sangat penting untuk kesehatan ibu dan bayi
yang baru lahir. jam-jam awal, hari-hari, dan minggu-minggu awal setelah
persalinan sangat penting untuk pengikatan jalinan antara ibu dan anak,
pemulihan untuk ibu, dan untuk menentukan pondasi yang kuat untuk
perkembangan anak. Waktu-waktu ini juga membawa resiko kesehatan
yang cukup besar bagi ibu dan bayi yang baru lahir. Dua pertiga kematian
ibu dan bayi yang baru lahir terjadi pada dua hari pertama setelah
persalinan, sementara empat persen kematian ibu dan hamper tiga puluh
persen kematian bayi yang baru lahir terjadi antara minggu kedua dan
keenam setelah persalinan.
Masa cuti setelah persalinan yang diatur dalam Undang-Undang Indonesi
adalah satu setengah bulan. Waktu yang diperpanjang mungkin terjadi
sesuai dengan masing-masing kasus. Perpajangan cuti hamil yang
berkaitan dengan menyusui harus didasarkan pada keterangan dokter
16.
dan perjanjian tertulis lainnya antara perusahaan dan pekerja yang
bersangkutan dan/atau serikat pekerja, misalnya melalui perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, dan/atau perjanjian perundingan bersama (Better
Work Indonesia 2012).
~
Perpanjangan cuti: lamanya masa cuti hamil dapat diperpanjang
apabila dibutuhkan. Hal ini harus disahkan dengan pernyataan
tertulis dari dokter kandungan atau bidan, sebelum atau sesudah
persalinan (Catatan penjelasan untuk Pasal 82 Undang-Undang
Ketenagakerjaan tahun 2003).
~
Cuti yang disebabkan oleh penyakit atau komplikasi: tidak terdapat
hak umum untuk cuti yang disebabkan oleh penyakit atau
komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan. Akan tetapi,
pekerja yang mengalami keguguran berhak mendapatkan masa cuti
selama satu setengah bulan, atau masa cuti seperti yang tertera
pada surat pernyataan medis dari dokter kandungan atau bidan
(Pasal 82 Undang-Undang Ketenagakerjaan tahun 2003).
Manfaat Cuti Hamil
Mengambil cuti hamil memiliki banyak manfaat untuk ibu dan anak. Cuti hamil
membantu mengurangi tingkat kematian dan morbiditas bayi, dan membantu untuk
meningkatkan kesehatan secara keseluruhan.
Cuti hamil penting untuk memungkinkan ibu untuk:
~
Mendeteksi dan melaporkan komplikasi setelah persalinan dan
resiko kesehatan yang mungkin akan timbul;
~
Menjalani proses penyembuhan, istirahat, dan pemulihan fisik
setelah proses persalinan, dan termasuk kekurangan atau gangguan
tidur yang berkaitan dengan persalinan, dan pusing yang
menyertainya;
~
Melakukan dan mempertahankan pemberian ASI eksklusif, yang
artinya anak hanya diberi ASI dan bukan jenis makanan dan
minuman lainnya;
~
Dengan ayah bayinya, mengatur dan menyesuaikan keadaan secara
fisik dan psikologis karena telah menjadi orangtua;
~
Membangun jalinan dengan anak dan belajar untuk memenuhi
kebutuhannya untuk menjamin perkembangan bayi yang optimal;
dan,
~
Mendapatkan waktu untuk layanan kesehatan setelah persalinan
dan layanan kesehatan untuk bayi yang baru lahir dari ahli medis.

3.1.2 Cuti terkait lainnya
a) Cuti Istri Melahirkan:
Di Indonesia, dua hari cuti yang dibayar diperbolehkan untuk pasangan
yang memiliki istri yang melahirkan atau mengalami keguguran – ini
adalah bagian dari hak paternitasnya. Cuti ini bertujuan untuk
memungkinkan para ayah untuk menghabiskan waktu dengan ibu dan
bayinya yang baru lahir selama persalinan; untuk berpartisipasi pada
acara atau perayaan yang berhubungan dengan persalinan; dan untuk
melaksanakan formalitas lainnya. Cuti istri melahirkan juga memberikan
17.
kesempatan bagi para ayah untuk merawat dan membangun jalinan
dengan anaknya; untuk member dukungan ibu dari anaknya dalam
mengatasi kebutuhan fisik dan psikologis yang banyak yang berhubungan
dengan persalinan; dan untuk menyesuaikan diri dengan tanggung jawab
baru sebagai orangtua.
b) Cuti keguguran:
Keguguran adalah istilah yang digunakan untuk kematian janin pada
kandungan. Indonesia memberikan cuti selama satu setengah bulan pada
kasus keguguran.
c) Cuti Orangtua:
Tidak ada Undang-Undang yang ditemukan di Indonesia terkait hal ini.
Undang-Undang Ketenagakerjaan Indonesia tidak bersuara pada hak
adopsi dan hak perwalian, tetapi pada kasus hak adopsi, selama semua
dokumen yang sah diberikan kepada pengusaha, orangtua dari anak yang
diadopsi memiliki hak-hak maternal dan paternal seperti orangtua dari
anak yang lahir secara alami. Terkait dengan hak perwalian, cuti mungkin
dapat diberikan pengusaha sebagai cuti yang tidak dibayar. Hal ini juga
berlaku untuk pengasuhan darurat untuk tanggungan dari pekerja,
pasangan, atau anggota keluarga dekat. Pekerja mungkin dapat diberikan
ijin untuk mendapatkan cuti yang tidak dibayar (Thomson Reuters Legal
Solutions 2014).
18.
3.2
Manfaat uang tunai dan medis

3.2.1 Manfaat uang tunai
a) Manfaat yang diperoleh pada cuti hamil:
Setiap pekerja yang menggunakan haknya untuk mengambil cuti hamil
harus menerima upahnya secara penuh (Pasal 84 Undang-Undang
Ketenagakerjaan tahun 2003). Hak untuk memperoleh bayaran
selama cuti hamil berlaku untuk semua pekerja, yaitu orang yang
bekerja untuk memperoleh upah atau imbalan bentuk lainnya,
yang menggunakan haknya untuk mengambil cuti hamil (Pasal 82
and 84 Undang-Undang Ketenagakerjaan). Manfaat uang tunai diberikan
selama cuti hamil yang diambil oleh pekerja, yang sesuai dengan
undang-undng di Indonesia. Masa pemerolehan hak utama adalah
hingga tiga bulan. Masa cuti hamil pekerja dapat diperpanjang sesuai
dengan kebutuhan yang tertera pada pernyataan tertulis dari dokter
kandungan atau bidan. Masih belum jelas apakah pekerja perempuan
berhak mendapatkan upah penuh untuk masa cuti yang diperpanjang
(Pasal 82 and 84 Undang-Undang Ketenagakerjaan tahun 2003)
b) Manfaat yang diperoleh pada cuti istri melahirkan:
Apabila seorang pekerja tidak masuk kerja karena pasangannya menjalani
persalinan atau karena pasangannya mengalami keguguran, pekerja
tersebut berhak mendapatkan bayaran untuk dua hari kerja selama
ketidakhadirannya (Pasal 93(4)(e) Undang-Undang Ketenagakerjaan
tahun 2003). Hak untuk diberikan bayaran saat cuti istri melahirkan
berlaku pada pekerja yang dipekerjakan oleh pengusaha.
Seorang pekerja adalah orang yang bekerja untuk memperolah upah atau
bentuk imbalan lainnya.
Pekerja berhak memperoleh cuti yang dibayar apabila pasngannya
menjalani persalinan atau mengalami keguguran (Pasal 93(2)(c) dan
93(4)(e) Undang-Undang Ketenagakerjaan tahun 2003). Hak untuk
memperoleh bayaran pada saat cuti istri melahirkan adalah untuk
jangka waktu dua hari (Pasal 93(2)(c) dan 93(4)(e) Undang-Undang
Ketenagakerjaan tahun 2003). Pekerja berhak menerima bayaran untuk
dua hari kerja selama ketidakhadirannya (Pasal 93(4)(e) Undang-Undang
Ketenagakerjaan tahun 2003). M anfaat ini harus dibayarkan o leh
pengusaha (Pasal 93 Undang-Undang Ketenagakerjaan tahun 2003).
(International Labour Organisation 2011).
Seorang pengusaha adalah:
a. Seorang individu (pemilik), kemitraan, atau badan hukum yang
menjalankan sebuah perusahaan yang dimilikinya;
b. Seorang individu, kemitraan, atau badan hukum yang secara
independen menjalankan sebuah perusahaan yang bukan
miliknya.
c. Seorang individu, kemitraan, atau badan hukum yang
bertempat di Indonesia tetapi mewakilkan sebuah perusahaan
seperti yang dirujuk oleh poin a) dan poin b), yang memiliki basis
di luar teritori Indonesia (Pasal 1 (3), 1(5), 93(2) Undang-Undang
19.
Ketenagakerjaan tahun 2003).
c) Manfaat yang diperoleh pada cuti adopsi:
Tidak ada Undang-Undang terkait yang ditemukan di Indonesia.

3.2.2 Manfaat Medis
a) Pekerja berhak mendapatkan manfaat medis sesuai dengan yang diatur
pada Undang-Undang jaminan sosial nasional.
~
Pelayanan kesehatan sebelum persalinan, saat persalinan, dan
setelah persalinan:
Pekerja, pasangannya, dan hingga tiga anaknya berhak untuk
mendapatkan
manfaat
pelayanan
kesehatan,
termasuk
pemeriksaan ibu hamil dan proses persalinan. Seorang pekerja yang
membutuhkan pemeriksaan kehamilan dan/atau membutuhkan
bantuan di tempat kerja harus mendapatkan layanan ini dari rumah
sakit ibu dan anak yang sudah ditunjuk sebelumnya (Pasal 16
Undang-Undang tentang Jaminan Sosial Pekerja; Pasal 33 dan 42
Peraturan Pemerintah No.14 tentang implementasi program
jaminan sosial pekerja).
~
Pembiayaan manfaat:
Pembiayaan manfaat ini termasuk program jaminan sosial pekerja.
Pemberian kontribusi pada bagian Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan harus ditanggung sepenuhnya oleh pengusaha. Hanya
pengusaha yang mempekerjakan 10 pekerja atau lebih, atau
menghabiskan paling sedikit Rp 1.000.000 untuk upah setiap
bulannya, yang diwajibkan untuk menjamin pekerjanya pada
program jaminan sosial pekerja (Pasal 6 Undang-Undang tentang
Jaminan Sosial Pekerja; dan, Pasal 2 dan 9(2) of the Government
regulation No. 14 Peraturan Pemerintah No. 14 t e n t a n g
implementasi program jaminan sosial pekerja).
20.
4.
Pengaturan menyusui di tempat kerja (Better Work Indonesia 2012)
‘ASI adalah makanan terbaik yang dapat diperoleh bayi dan menyusui dapat
memberikan anak awal yang terbaik dalam hidup.’
Anthony Lake, UNICEF Executive Director, Juli 2010
4.1
Apa itu Menyusui?
Proses menyusui memberikan makanan yang diproduksi secara alami untuk pertumbuhan
dan perkembangan yang sehat untuk bayi; proses menyusui juga merupakan bagian yang
terintegrasi dengan proses reproduksi dengan dampak yang penting bagi kesehatan sang ibu.
Pemberian ASI eksklusif untuk enam bulan pertama usia bayi adalah cara pemberian makann
yang optimal, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Amerika
Serikat. Penelitian ini mengemukakan bahwa selama bulan-bulan awal dalam kehidupan,
bayi yang diberikan ASI eksklusif mendapatkan perlindungan yang lebih kuat dari infeksi
disbanding dengan bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif (Departemen Kesehatan dan
Pelayanan Masyarakat tahun 2000). Menyusui bayi pada jangka waktu yang lebih panjang
juga memberikan perlindungan yang lebih kuat terhadap infeksi. Maka dari itu, penting
bagi suatu tempat kerja untuk memiliki ruang menyusui yang layak dan memberikan
waktuyang dibutuhkan ibu yang bekerja untuk memberikan ASInya.
Pada Undang-Undang Kesehatan Indonesia, ibu dianjurkan untuk menyusui anaknya secara
eksklusif dari sejak lahir hingga usia enam bulan. Diharapkan anggota keluarga, pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat untuk mendukung ibu menyusui dengan memberikan
waktu dan tempat untuk mereka agar dapat menyusui anaknya di tempat kerja dan tempattempat umum. Peraturan ini sesuai dengan dua peraturan gabungan yang dikeluarkan pada
tahun 2008 oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan, Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, dan Menteri Kesehatan. Pihak manapun yang dengan sengaja mengganggu
proses menyusui akan menerima kewajiban hukuman penjara hingga satu tahun dan denda
hingga Rp 100.000.000. Apabila tindakan yang melanggar hukum ini dilakukan oleh sebuah
perusahaan, dendanya dapat dilipatgandakan sebanyak tiga kali. Selain itu, ijin usaha
dan/atau status badan hukum dari perusahaan tersebut dapat dicabut.
Untuk perincian yang lebih jauh tentang menyusui, silahkan mengacu pada dokumen Better
Work Indonesia, T em p a t K e r j a y a n g R a m a h u n t u k M e n y u s u i: P a n d ua n u n t u k
P e n g u s a h a , y a n g d a pa t d i p e r o le h d i h a l am a n s i t u s B W I .
 Manfaat Menyusui:
Manfaat untuk Pekerja
~
~
~
~
~
Memperoleh fasilitas yang layak, baik, dan bersih untuk
memberikan ASI.
Melindungi hak anak-anak pekerja untuk memiliki nutrisi yang
terbaik dan paling lengkap, yang dapat diperoleh dari ASI.
Dengan memenuhi hak anak untuk memperoleh ASI, kesehatan anak
akan lebih terjamin, yang akan mengurangi penggantian biaya
kesehatan untuk pekerja di masa yang akan datang pada karir
mereka.
Pekerja yang menyusui memperoleh manfaat fisik dan psikologis,
yang pada akhirnya memberikan dampak positif pada kinerja dan
produktivitasnya di tempat kerja.
Anak-anak yang memperoleh ASI lebih sehat dan lebih tidak rentan terhadap
penyakit.
21.
Manfaat untuk Perusahaan
5.
~
Biaya Kesehatan yang Lebih Rendah
Menyusui dapat mengurangi biaya kesehatan untuk ibu dan anak.
Untuk setiap 1.000 bayi yang tidak mendapatkan ASI, terdapat 2.033
kunjungan tambahan ke dokter, 212 hari di rumah sakit, dan 609
resep obat.
~
Ketidakhadiran yang Lebih Rendah
Ketidakhadiran selama satu hari untuk merawat anak-anak yang sakit
terjadi dua kali lebih sering pada ibu yang memberikan bayinya susu
formula dibandingkan dengan ibu yang menyusui bayinya.
~
Mempertahankan Pekerja yang Berharga
Tingkat perputaran pegawai yang tinggi memiliki biaya yang tinggi
bagi perusahaan. Pengusaha ingin mempertahankan pekerja yang
berharga, termasuk mereka yang sedang mengambil cuti hamil.
Memberikan program yang berfokus pada keluarga untuk membantu
pekerja menyeimbangkan keluarga dan komitmen pekerjaan dapat
menghasilkan dampak positif pada tingkat retensi, yang
mengakibatkan kemungkinan adanya penghematan biaya bagi
perusahaan. Sebuah studi yang meneliti berbagai perusahaan yang
memiliki program untuk mendukung menyusui memiliki tingkat
retensi rata-rata sebesar 94 persen.
~
Hubungan Masyarakat yang Positif
Kebijakan menyusui dapat membantu pengusaha untuk membangun
itikad baik di antara masyarakat. Selain itu, pengakuan apapun
terhadap tempat kerja yang ramah untuk menyusui dapat menjadi
bernilai karena hal ini memberikan perusahaan suatu keunggulan
keunggulan bersaing dalam perekrutan dan mempertahankan
pekerja.
Perlindungan kesehatan di tempat kerja untuk pekerja yang hamil (International Labour
Organisation 2012.)
Salah satu aspek penting dari perlindungan maternitas di tempat kerja adalah untuk
memastikan bahwa ibu hamil tidak terpapar lingkungan kerja atau zat-zat yang dapat
menimbulkan resiko tertentu pada saat kehamilan. karena pekerja yang hamil dianggap
sebagai kelompok resiko yang spesifik, kondisi di tempat kerja yang mungkin dianggap
dapat diterima pada situasi normal mungkin saja tidak dapat diterima pada saat kehamilan.
maka, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah pertimbangan yang penting, dan
tindakan-tindakan yang perlu harus dilakukan dengan mengingat keselamatan dan
kesehatan pekerja yang hamil.
Pengusaha memiliki tugas yang sah menurut hukum untuk memenuhi kebutuhan pekerja
yang hamil. Para pekerja dilindungi selama kehamilannya sejak pengusaha diberikan
informasi tentang kondisi pekerja. Memenuhi persyaratan ini akan menguntungkan untuk
pabrik maupun pekerja.
22.
5.1
Menilai Resiko pada Kesehatan dan Kehamilan
Untuk perlindungan maternitas, sangat penting untuk dilakukan penilaian resiko untuk
pekerja yang hamil di tempat kerja. Pada saat pengusaha menerima pemberitahuan bahwa
seorang pekerja sedang hamil, pengusaha harus menilai resiko-resiko spesifik untuk pekerja
tersebut dan melakukan tindakan untuk memastikan bahwa dia tidak terpapar apapun yang
dapat membahayakan keselamatan atau kesehatannya, atau membahayakan janinnya yang
sedang berkembang.
Penilaian resiko harus diawasi seiring dengan berjalannya kehamilan karena kondisi dapat
berubah-ubah selama kehamilan. perubahan signifikan apapun pada kesehatan seorang
individu (atau komplikasi pada kehamilan atau persalinan) atau perubahan-perubahan yang
diajukan untuk pekerjaan, peralatan pekerjaan, angkatan kerja atau tempat kerja juga harus
dinilai resikonya untuk mengukur dampaknya terhadap kesehatan pekerja, penilaian
semacam itu memberikan kesempatan untuk mencegah resiko dan bahaya, dan untuk
terlibat dalam pendidikan dan pelatihan tentang kehamilan yang aman di tempat kerja.
pekerja di industri garmen terpapar debu kapas pada kadar yang tinggi di tempat kerja; tingkat
kebisingan yang tinggi di area penenunan; proses penyelesaian; panas yang ekstrim; debu dari
serat tekstil; dan, bahaya ergonomis (Lu 2011). Bagan di bawah ini memberikan contoh
untuk mengatasi resiko yang mungkin timbul di industri garmen. Secara umum, prosesproses di pabrik –pabrik garmen terdiri dari enam langkah: menyimpan bahan mentah,
pemotongan, penjahitan, penyeterikaan, inspeksi/pengemasan, dan pengiriman.1 Masingmasing langkah memiliki resiko seperti yang ada di bawah ini:
Menyimpan
bahan mentah
Pemotongan
Penjahitan
Penyeterikaan
Inspeksi/Peng
emasan
Pengiriman
Penyakit tulang
dan otot
Debu,
penyakit
tulang dan
otot
Cahaya, debu,
penyakit
tulang dan
otot
Terbakar,
debu,penyakit
tulang dan
otot
Cahaya,
penyakit
tulang dan
otot
Terjatuh,
penyakit
tulang dan
otot
Penyakit tulang
dan otot
Debu,
penyakit
tulang dan
otot
Cahaya, debu,
penyakit
tulang dan
otot
Terbakar,
debu,penyakit
tulang dan
otot
Cahaya,
penyakit
tulang dan
otot
Terjatuh,
penyakit
tulang dan
otot
Terdapat banyak jenis bahaya reproduktif di tempat kerja yang dapat mempengaruhi ibu
dan anak. Kelompok bahaya yang berbeda-beda tersebut adalah: zat biologis, zat kimia dan
zat berbahaya lainnya, sumber fisik, kebutuhan fisik dan mental, kondisi di tempat kerja,
dan kesehatan di tempat kerja linnya, masalah keselamatan dan kebersihan. Bagian ini akan
memberikan contoh bagaimana zat dan kondisi di tempat kerja dapat mempengaruhi
kesehatan reproduktif, dengan penekanan khusus dalam efek pada kehamilan.
1
Badan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Korea (KOSHA), Penilaian Resiko K3 pada pabrik garmen, 2012, P.2
23.

5.1.1 Bahaya Biologis
Bakteri, virus, parasit, dan jamur adalah contoh umum bahaya biologis, termasuk
infeksi yang dibawa dan ditularkan oleh manusia, penyakit tertentu yang dibawa
oleh hewan atau satwa liar lainnya, dan beberapa jenis mikro-organisme yang dapat
ditemukan di air, makanan, tanah, atau zat lainnya.
~
~
~
~
~

Infeksi parah yang dihasilkan dari bayaha biologis sangat mungkin
untuk membahayakan ibu dan menimbulkan resiko terhadap bayi.
Khususnya, beberapa jenis mikro organism dapat menyebabkan
infeksi pada kandungan dan menyebabkan keguguran, kematian
janin, lahir cacat, kelahiran bayi yang mati, kelahiran prematur,
atau kematian neonatal dini.
Beberapa jenis zat dapat menimbulkan resiko yang lebih tinggi akan
terjadinya kanker, penyakit atau masalah kesehatan lainnya untuk
ibu dan anak pada masa yang akan datang.
Sedikit jenis zat dapat menyebabkan pendarahan yang abnormal,
pembekuan darah, atau komplikasi pada persalinan.
Ibu dari anak dapat menularkan infeksi tanpa dirinya merasakan
adanya gejala.
5.1.2 Bahaya Kimia (zat-zat berbahaya)
Bahan-bahan kimia, senyawa kimia atau senyawa antara kimia dalam bentuk
apapun juga berbahaya untuk pekerja yang hamil dan bayinya, termasuk bahanbahan kimia yang bersifat karsinogenik atau yang mungkin bersifat karsinogenik,
teratogenik, atau mutagenik, atau beracun bagi kehamilan dalam tahap manapun;
beberapa jenis logam berat (contohnya merkuri, timah); beberapa jenis obatobatan; dan, bahan-bahan kimia berbahaya yang dapat terserap melalui kulit,
tertelan atau terhirup (contohnya pestisida atau asap rokok).
~
~
~
~
Sebelum pembuahan: Kelainan menstruasi; jumlah sperma yang
rendah, infertilitas atau kemandulan; dorongan seksual yang rendah
atau impotensi; kerusakan pada organ reproduksi pada pria atau
wanita; kerusakan genetik yang tidak dapat disembuhkan pada
sperma dan telur yang dapat menyebabkan penyakit atau kelahiran
yang cacat; keguguran; atau, kelahiran janin yang mati.
Setelah pembuahan: kesulitan untuk mengandung .
Selama kehamilan: Keguguran, kelahiran janin yang mati, kanker,
penyakit, kelahiran yang cacat dan/atau masalah pertumbuhan
Pada anak atau setelah kelahirn, atau saat menyusui:
o Kelahiran prematur, kematian neonatal dini,
berat lahir yang rendah atau masalah
pertumbuhan karena efek beracun dari zat-zat
yang mempengaruhi pertumbuhan janin;
o Kanker dini pada masa kanak-kanak karena efek
dari paparan sebelumnya terhadap zat-zat
karsinogen; dan,
o Efek beracun, termasuk masalah pertumbuhan dan
alergi karena zat-zat yang terbawa pada ASI atau
baju kerja orangtua atau kulit.
24.

5.1.3 Bahaya Fisik
Sumber bahaya fisik dapat menimbulkan berbagai bahaya reproduktif untuk ibu dan
anak. Kebisingan, panas atau dingin yang ekstrim (termasuk iklim), dan kondisi yang
pengap adalah contoh-contoh yang paling umum dari bahaya fisik. Tergantung pada
sifat dan waktu paparan itu sendiri, bahaya ini dapat:
~
~
~
~

Membahayakan ibu yang sedang hamil
Mengancam kesehatan dan kehamilannya
Menyebabkan luka/lesi pada janin atau kerusakan lainnya
Mengakibatkan berat lahir yang rendah, keguguran, atau kelahiran
prematur
5.1.4 Kebutuhan fisik dan mental, pergerakan dan postur
Karena sifat dari proses pekerjaan di pabrik garmen, pengusaha harus
memperhatikan poin-poin bahaya ini: pekerjaan yang berat; pemuatan secara
manual; duduk atau berdiri dalam jangka waktu lama; pergerakan atau postur yang
aneh; transportasi atau bepergian; pekerjaan atau kondisi di tempat kerja yang
menimbulkan stress; beban pekerjaan yang berat; pekerjaan yang membutuhkan
keseimbangan; atau, seragam yang sempit atau membatasi pergerakan.
Contoh-contoh berbahaya di bawah mungkin dapat menimbulkan
bahaya reproduktif.
~
~
~
~
Resiko yang lebih tinggi akan terjadinya cedera atau sakit karena
stress atau ketegangan pada tubuh ibu hamil, terutama pada
jantung, sistem pernapasan, betis atau punggung;
Resiko yang lebih tinggi akan terjadinya kecemasan dan stress;
Kesakitan dan pusing; dan,
Kemungkinan adanya resiko tinggi pada kesehatan dan
pertumbuhan janin, dan pada kehamilan.
Khususnya, bahaya yang mungkin timbul dari duduk atau berdiri dalam jangka
waktu lama, masalah postur, pengerahan tenaga yang berlebih, stress yang
berkepanjangan, dan pusinh, adalah masalah-masalah yang paling sering
terdokumentasi.

5.1.5 Waktu dan kondisi kerja
Bahaya umum dan contoh buruk waktu dan kondisi kerja terdiri dari: pekerjaan di
malam hari; shift bergilir; jam kerja yang panjang atau tidak fleksibel (termasuk
lembur); pembatasan rehat; waktu mulai dan selesai kerja (terlalu awal atau terlalu
terlambat); pekerjaan yang sendirian; pelecehan di tempat kerja; pelecehan seksual;
kurangnya dukungan psikologis; pembatasan pada cuti hamil atau cuti untuk
pelayanan kesehatan; kurangnya rehat menyusui; dan, fasilitas menyusui.
25.
Dalam hal bahaya reproduksi yang mungkin dapat terjadi, pengusaha harus
mengingat poin-poin berikut:
~
Jam kerja yang panjang ditambah dengan pekerjaan yang berat dan
lama dapat meningkatkan resiko pusing dan kelelahan. Hal ini juga
dapat memperburuk masalah lainnya, seperti misalnya resiko dari
pekerjaan manual, ketegangan postur atau paparan yang
berbahaya. Untuk alasan ini, menurut pernyataan dokter, pekerja
yang hamil yang beresiko merusak kesehatannya atau mengganggu
keselamatannya atau keselamatan janinnya harus dilarang untuk
bekerja antara jam 11 malam dan 7 pagi (Pasal 76 Bab 10 tentang
Perlindungan, Upah dan Kesejahteraan pada Undang-Undang
Ketenagakerjaan No. 10 (2003).
~
Sistem pekerjaan borongan yang tidak fleksibel, beban pekerjaan
yang berat, kurangnya pengendalian akan laju pekerjaan, atau tidak
dapat untuk istirahat atau rehat untuk ke kamar kecil apabila
dibutuhkan, dapat meningkatkan ketegangan dan stress fisik dan
mental.
~
Kurangnya dukungan psikologis atau fitnah yang disengaja dari
pengusaha atau teman kerja mengenai kehamilan, cuti hamil dan
menyusui, dapat menimbulkan konsekuensi mental pada ibu dan
anak.
~
Cuti hamil yang tidak memadai sebelum dan sesudah persalinan,
atau tidak diperbolehkan untuk mengambil cuti sakit apabila terjadi
komplikasi medis, dapat meningkatkan resiko pada ibu dan anak.
Langkah-langkah pencegahan sangat penting – langkah-langkah ini
dapat membantu mendeteksi dan mencegah komplikasi yang lebih
lanjut.

5.1.6 Masalah di tempat kerja dan masalah kebersihan
Masalah di tempat kerja dan masalah kebersihan diantaranya: perlengkapan
pertolongan pertama yang tidak memadai; prosedur kebakaran dan keadaan
darurat; kondisi di tempat kerja yang tidak higienis atau tidak bersih; kurangnya
akses terhadap toilet, fasilitas mencuci, dan fasilitas penggantian pakaian yang
bersih; area tempat makan dan istirahat yang tidak bersih; kurangnya air minum
yang aman untuk diminum; kurangnya fasilitas menyusui dan beristirahat; air yang
tidak aman (untuk mencuci, membersihkan, memasak atau minum); lahan yang
kasar; permukaan lantai yang tidak rata atau licin; kurangnya tempat kosong atau
buruknya tatanan di tempat kerja; dan, lingkungan/tempat kerja yang terpencil dan
sulit diakses.
Contoh bahaya reproduktif yang harus dipertimbangkan pengusaha terdiri dari:
~
~
~
Kurangnya fasilitas mencuci, penggantian pakaian, dan sanitasi yang
layak dan buruknya kebersihan umum akan meningkatkan resiko
infeksi, kontaminasi, ketidaknyamanan dan stress.
Air yang tidak aman untuk diminum dan pemasokan air industry
yang terkontaminasi dapat meningkatkan resiko dehidrasi dan stress
karena kepanasan.
Pekerja perempuan yang memiliki pergerkan yang dibatasi dapat
menjadi rentan pada saat keadaan darurat pada kesehatan atau
kebakaran. Dalam hal menyusui, ruang menyusui tidak seharusnya
berada di toilet.
26.
6.
Praktek-praktek yang baik pada keselamatan dan kesehatan untuk pekerja yang hamil
(Better Work Vietnam 2014)
Manajer dan supervisor harus berusaha untuk mengembangkan respon-respon yang kreatif
dan fleksibel untuk kebutuhan individu yang berkaitan dengan kehamilan. solusi sementara
dapat terdiri dari hal-hal sebagai berikut:

Mengizinkan pembebasan dari pekerjaan tanpa kehilangan gaji, untuk
memungkinkan ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan sebelum persalinan;

Mengizinkan cuti untuk sakit atau komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan;

Mengizinkan pekerja yang hamil untuk melakukan rehat singkat, untuk berjalan, dan
untuk meregangkan otot beberapa kali sehari;

Menghindari untuk meminta pekerja yang hamil untuk kerja lembur;

Memastikan bahwa semua pekerja yang hamil dapat mengambil manfaat dari
perlindungan khusus terhadap pekerjaan berbahaya dan kerja malam;

Melakukan tindakan-tindakan untuk melindungi pekerja yang hamil dari resiko yang
berhubungan dengan pekerjaan berbahaya tertentu:







7.
Menghindari bersentuhan dengan bahan-bahan kimia berbahaya;
Menghindari untuk berdiri untuk jangka waktu yang lama, dan
menggunakan kursi yang nyaman;
Menghindari untuk mengangkat barang atau muatan yang berat;
Menghindari pekerjaan yang memiliki resiko terjatuh atau terpeleset;
Menghindari pekerjaan yang memerlukan pekerja untuk meringkuk
atau membungkuk secara terus menerus;
Menghindari bekerja untuk jam kerja yang panjang pada temperatur
yang panas; dan,
Menghindari bekerja untuk jam kerja yang panjang dengan tingkat
kebisingan yang tinggi.
Perlindungan pekerjaan dan non-diskriminasi
Perlindungan maternitas sering menimbulkan adanya sumber diskriminasi pada pekerjaan,
yang berhubungan dengan akses terhadap pekerjaan, kesempatan yang setara, perlakuan di
tempat kerja dan pemutusan hubungan kerja. Bagian pertama pada bagian ini membantu
untuk menjelaskan meliputi apa sajakah perlindungan pekerjaan dan non-diskriminasi,
kemudian dilanjutkan oleh tindakan-tindakan yang dianjurkan yang dapat dilakukan oleh
pengusaha untuk mencegah dan menangani diskriminasi, seperti contohnya yang
berhubungan dengan cara yang baik untuk merekrut dan mempekerjakan pekerja
perempuan.
27.
Definisi
Perempuan yang sedang hamil menghadapi diskriminasi berdasarkan dari demografik ini
dalam banyak hal. Diskriminasi ini menjelma melalui penolakan perusahaan untuk
mempekerjakan perempuan karena mereka sedang hamil atau mungkin akan hamil selama
masa kerja mereka; atau, diskriminasi ini dapat menjelma dalam bentuk pemberhentian
kerja yang tidak adil pada perempuan karena mereka hamil. Baik diskriminasi kehamilan
maupun keluhan yang terjadi akan hal tersebut, atau gabungan keduanya, terus meningkat,
tetapi kenyataan akan diskriminasi yang terus-menerus ada adalah suatu hal yang tidak
dapat diterima dan menuntut adanya suatu langkah. Maka, langkah-langkah untuk
melindungi pekerjaan pekerja yang sedang hamil dan untuk mencegah semua bentuk
diskriminasi terhadap perempuan dalam setiap pekerjaan yang berdasarkan pada kehamilan
keduanya adalah bagian integral dari perlindungan maternitas.

7.1.1 Bentuk-Bentuk Diskriminasi
~
Menolak Pekerjaan
Kehamilan nampaknya merupakan sebuah faktor yang mempengaruhi
bukan hanya perempuan untuk kehilangan pekerjaannya, tetapi juga
bahkan faktor yang mempengaruhi perempuan untuk kesulitan mencari
pekerjaan. Better Work Indonesia menemukan bahwa paling tidak ada
satu perusahaan yang mewajibkan perempuan untuk melakukan tes
kehamilan sebagai suatu persyaratan kerja (Better Work Indonesia 2012).
Selain tes kehamilan, sering terjadi pada wawancara kerja, perusahaan
menanyakan rencana pelamar kerja untuk hamil. Beberapa perusahaan
sengaja menolak untu mempekerjakan pekerja perempuan yang berusia
muda untuk menghindari kemungkinan bahwa mereka akan
menggunakan cuti hamil pada suatu saat nanti di masa kerja mereka.
Akan tetapi, pada dasarnya, perempuan memiliki hak untuk tidak
didiskriminasi karena potensi reproduktifnya.
~
Pemberhentian Kerja
Diskriminasi yang berkaitan dengan kehamilan telah berkembang pada
tahun-tahun belakangan ini sebagai salah satu bentuk umum diskriminasi
di seluruh dunia sejak krisis ekonomi (International Labour Organisation
2012). Pada beberapa negara yang dikategorikan sebagai Zona
Pemrosesan Ekspor, pekerja perempuan seringkali dipaksa untuk
menyerahkan tissue bekas pakainya untuk membuktikan bahwa mereka
tidak hamil. Dalam hal ini, pekerja perempuan sangat mudah untuk
diberikan tekanan semacam ini sehingga mereka terpaksa mengundurkan
diri, atau diberhentikan secara tidak sah. Indonesia bukan merupakan
pengecualian. Di Indonesia, banyak kasus telah muncul bahwa
perusahaan memecat pekerja yang hamil atau pekerja yang sedang
mengambil cuti hamil, atau memaksa mereka untuk mengundurkan diri.
Menurut laporan tahun 2003 yang dilakukan oleh International
Confederation of Free Trade Unions, pekerja di Indonesia dipecat karena
mengambil cuti hamil selama tiga bulan (Labour Behind the Label 2014).
Praktek pemberhentian kerja yang tidak adil ini biasanya didorong oleh
ketakutan yang belum dibuktikan kebenarannya tentang produktivitas
yang menurun atau pandangan paternalistik bahwa seorang perempuan
yang sedang hamil tidak dapat atau tidak seharusnya bekerja. Tetapi,
pemberhentian kerja yang disebabkan oleh kehamilan secara langsung
berdampak pada jaminan ekonomi dan kesehatan korban diskriminasi dan
28.
juga anak-anak mereka. Penghasilan yang lebih rendah karena kehilangan
pekerjaan berarti pendapatan yang juga berkurang untuk membesarkan
seorang bayi yang baru lahir. Kurangnya akses terhadap layanan
kesehatan yang terjangkau dengan kualitas yang memadai juga
merupakan sebuah resiko untuk perempuan yang tidak memiliki
pekerjaan, yang malah sebaliknya dapat meningkatkan insiden kematian
ibu dan bayi yang sebenarnya dapat dicegah.

7.1.2 Perlakuan yang Salah di Tempat Kerja
Terdapat banyak bentuk perlakuan yang salah yang dapat muncul di
tempat kerja. Contohnya, pelecehan terhadap pekerja yang hamil adalah
tindakan yang tidak pantas dan tidak dapat ditoleransi. Hal ini dapat
mencakup kekerasan secara verbal, kuota produksi yang lebih tinggi, jam
kerja yang lebih lama, dan masih banyak pekerjaan-pekerjaan sulit lainny,
seperti berdiri ketimbang duduk atau dipindahkan pada area kerja yang
lebih panas (Labour Behind the Label 2014). Bentuk lainnya pada
perlakuan yang salah adalah mengubah status kerja, jabatan, upah,
manfaat, atau senioritas pekerja selama pekerja yang bersangkutan
sedang cuti hamil. Dari sudut pandang kesempatan kerja, praktek-praktek
yang tidak adil ini dapat memiliki efek merugikan pada gaji perempuan
dan aksesnya kepada manfaat tertentu seperti senioritas dan kenaikan
jabatan.
7.2
Persyaratan dan prosedur selama kerja dan perekrutan

7.2.1 Merekrut seorang perempuan yang hamil atau seorang perempuan yang
mungkin akan hamil
~
~
~
Perusahaan tidak diperbolehkan untuk meminta pelamar kerja untuk
melakukan tes kehamilan atau meminta bukti sterilisasi sebagai
suatu persyaratan kerja, dan mereka juga tidak diperbolehkan untuk
menanyakan perempuan tentang rencana kehamilan mereka: pada
dasarnya, perempuan memiliki hak untuk tidak didiskriminasi
karena kemampuan reproduktifnya.
Maka, selama proses
perekrutan, tidak pantas untuk bertanya tentang maksud pelamar
kerja yang berkaitan dengan kehamilanpada masa yang akan datang,
atau bagaimana kebutuhan perawatan anak akan dipenuhi.
Pertanyaan-pertanyaan seperti itu dapat terlihat seperti atau
mengindikasikan adanya diskriminasi jenis kelamin atau maternitas.
Perusahaan harus memastikan bahwa resiko keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) yang berhubungan dengan kehamilan yang
mungkin terjadi tidak digunakan sebagai halangan untuk
mempekerjakan perempuan di tempat kerja: karena perusahaan
mungkin akan merekrut perempuan yang hamil, maka harus ada
penilaian resiko K3 yang dapat mencakup kemungkinan ini. Ini
adalah sebuah faktor yang harus dicakupkan pada perencanaan
perekrutan. Informasi medis tentang kehamilan dapat diminta agar
perusahaan dapat menangani masalah K3 dan selama informasi
tersebut tidak digunakan untuk tindakan yang mendiskriminasi saat
menerimanya.
Perusahaan harus menjamin hak untuk kembali bekerja atau
menjamin posisi yang sama: hak untuk kembali bekerja setelah cuti
29.
~
hamil pada jabatan yang sama atau setara seperti sebelum cuti hamil
adalaah bagian yang penting perlindungaan pekerjaan selama
kehamilan.
Beban untuk membuktikan bahwa pemberhentian kerja tidak
terkait dengan kehamilan berada pada perusahaan: mengingat
alasan sebenarnya untuk pemberhentian kerja pada umumnya
hanya diketahui oleh perusahaan, sangat sulit prakteknya bagi
pekerja untuk menunjukkan bahwa pemberhentian kerja memang
pada kenyataannya adalah diskriminasi yang berdasarkan
kehamilan. maka, memindahkan beban bukti kepada perusahaan
memperkuat perlindungan pekerja dan menegakkan prinsip
perlakuan yang setara (Pasal 8 Konvensi Perlindungan terhadap
Ibu Hamil, 2000 [No. 183]).
30.
8.
Pertanyaan-Pertanyaan yang Sering Ditanya
Pertanyaan-Pertanyaan yang Sering Ditanya
P1. Berapa lama cuti hamil berlangsung?
P2. Hak-hak apa saja, termasuk hak untuk
mendapatkan bayaran dan manfaat, yang
dimiliki perempuan selama cuti hamil?
Cuti
Hamil &
Cuti
Terkait
Lainnya
P3. Hak-hak apa saja yang dimiliki oleh
perempuan setelah mereka kembali
bekerja dari cuti hamil?
P4. A p a k a h a y a h m e m i l i k i h a k u n t u k
mengambil cuti istri melahirkan?
P5. Apakah terdapat hak untuk
mengambil cuti orangtua lainnya yang
harus diamati oleh pengusaha?
P6. A p a k a h p e k e r j a b e r h a k u n t u k
bekerja secara fleksibel apabila
mereka memiliki tanggung jawab
untuk merawat tanggungan mereka?
31.
Jawaban
Cuti hamil berlangsung selama tiga
bulan; satu setengah bulan sebelum
persalinan dan satu setengah bulan
setelah persalinan. Dalam kasus
keguguran, pekerja perempuan berhak
mendapatkan cuti selama satu
setengah bulan setelah keguguran.
Seorang pekerja perempuan berhak
memperoleh cuti yang dibayar selama
cuti hamil. Hal yang sama juga berlaku
untuk keguguran.
Apabila dapat diterapkan, seorang
pekerja yang masih menyusui anaknya
harus diberikan waktu dan fasilitas
yang baik untuk menyusui anaknya
apabila proses tersebut harus dilakukan
selama jam kerja. Dia diperbolehkan
untuk melakukan pekerjaan ringan
selama dua bulan setelah kembali dari
cuti hamil.
Ya, apabila pasangan pekerja melahirkan
atau keguguran, dia boleh mengambil cuti
yang dibayar selama dua hari.
Ya, APasal 93 (4) Undang-Undang
Ketenagakerjaan menyatakan hak cuti
orangtua yang dibayar antara lain:
1) Apabila anak dari pegawai menikah,
dua hari;
2) Apabila anak dari pegawai disunat,
dua hari;
3) Apabila anak dari pegawai dibaptis,
dua hari;
4) Apabila pasangan dari pegawai,
orangtua pegawai atau mertua, anak,
atau anak menantu meninggal, dua
hari; dan,
5) Apabila anggota keluarga dari
pegawai yang tinggal serumah
meninggal, satu hari.
Seorang pekerja yang masih menyusui
anaknya harus diberikan kesempatan
yang layak untuk menyusui anaknya
apabila proses ini harus dilakukan
selama jam kerja.
9.
Daftar Pustaka
Better Work Indonesia 2012, Better Work Indonesia Assessment 2012, International Labour
Organisation Jakarta.
International Labour Organisation 1984, NATLEX, dilihat pada 29 Agustus 2013,
<http://www.ilo.org/dyn/natlex/natlex_browse.details?p_lang=en&p_country=IDN&p_classification
=16&p_origin=COUNTRY&p_sortby=SORTBY_COUNTRY>
United Nations 2014, Official Documents System of the United Nations, dilihat pada 23
Agustus ust 2013,
<http://daccess-dds-ny.un.org/doc/RESOLUTION/GEN/NR0/043/88/IMG/NR004388.pdf?
OpenElement>
United Nations Human Rights 1966, International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights,
dilihat pada 23 of Agust 2013, <http://www.ohchr.org/EN/ProfessionalInterest/Pages/CESCR.aspx>
United Nations Women 1979, Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination
against Women, dilihat pada 23rd of Agustus 2013,
< http://www.un.org/womenwatch/daw/cedaw/text/econvention.htm>
United Nations Human Rights 1989, Convention on the Rights of the Child, dilihat pada 23 Agustus
2013, <http://www.ohchr.org/EN/ProfessionalInterest/Pages/CRC.aspx>
International Labour Organisation 2014, Practical challenges for maternity protection in the
Cambodian garment industry (ILO), dilihat pada 23 Agustus 2013,
<http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---srobangkok/documents/publication/wcms_203802.pdf>
International Labour Organisation 2012, Module 1 Maternity Protection at work: What is it?
- ILO Maternity Protection Resource Package (Geneva), dilihat pada 15 Agustus <http://mpr
p.itcilo.org/allegati/en/m1.pdf>
Better Work Indonesia 2012, Impact Research Indonesia Baseline Report 2013, International Labour
Organisation Jakarta.
International Labour Organisation 2012, Module 12 Assessing national legislation on Maternity
Protection at work - ILO Maternity Protection Resource Package (Geneva), dilihat pada on 15
Agustus <http://mprp.itcilo.org/allegati/en/m12.pdf>
International Labour Organisation 2012, Module 6. Maternity leave and related types of leave - ILO
Maternity Protection Resource Package (Geneva), dilihat pada 15 Agustus 2013
<http://mprp.itcilo.org/allegati/en/m6.pdf>
32.
Better Work Indonesia 2012, BWI Breastfeeding Guidelines 2012, Pasal 35, International Labour
Organisation Jakarta.
Thomson Reuters Legal Solutions 2014, Employment and employee benefits in Indonesia: overview:
Statutory rights of parents and carers, dilihat pada 12 September 2013
<http://practicallaw.com/0- 508-0242#a314290>
International Labour Organisation 2014, Travail – Conditions of Work and Employment Programme
2011, dilihat pada 12 September 2013
<http://www.ilo.org/dyn/travail/travmain.sectionReport1?p_lang=en&p_countries=ID&p_sc_id=200
0&p_year=2011&p_structure=3>
Better Work Indonesia 2012, BWI Breastfeeding Guidelines 2012, Pasal 35, International Labour
Organisation Jakarta.
Department of Health and Human Services 2000, Office on Women’s Health, HHS Blueprint for Action
on Breastfeeding, Department Of Health and Human Services Office on Women’s Health, Washington,
D.C.
International Labour Organisation 2012, Module 8 Health Protection at the Workplace - ILO
Maternity
Protection
Resource
Package
(Geneva),
dilihat pada 15 Agustus 2013
<mprp.itcilo.org/allegati/en/m8.pdf>
Lu 2011, ‘Occupational Health and Safety of Women Workers: Dilihat pada Light of Labour
Regulations’, Journal of International Women’s Studies, Volume 12 Issue 1, page 71.
Korea Occupational Safety and Health Agency (KOSHA), KOSHA Risk Assessment OSH at garment
factory, 2012, P.2
Better Work Vietnam 2014, Good Practices: Health and Safety for Pregnant workers, International
Labour Organisation Jakarta
International Labour Organisation 2012, Module 9. Employment Protection and Non-Discrimination ILO Maternity Protection Resource Package (Geneva), dilihat pada 9 September 2013
<http://mprp.itcilo.org/allegati/en/m9.pdf>
Labour Behind the Label 2014, Harassment and Violence, dilihat pada 29 Agustus
2013, <http://www.labourbehindthelabel.org/news/item/746-harassment-and-violence>
33.
Download