Skripsi S1 HUBUNGAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN

advertisement
Skripsi S1
HUBUNGAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN KENDALI
TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI RUMAH SAKIT
DR.CIPTO MANGUNKUSUMO
Aravinda Pravita Ichsantiarinia, Pringgodigdo Nugrohob
a
b
Program Studi Pendidikan Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RS Dr Cipto
Mangunkusumo
ABSTRAK
Hipertensi sebagai penyebab kematian terbanyak di dunia seringkali disertai beberapa
penyakit lain, di antaranya ialah diabetes melitus (DM) tipe 2. Beberapa studi sebelumnya
menunjukkan DM tipe 2 berpengaruh terhadap ketidakterkendalian tekanan darah pada
pasien hipertensi, meningkatkan komplikasi kardiovaskular dan serebrovaskular.Oleh karena
itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui korelasi antara keduanyasehingga membantu
dalam pencegahan, penatalaksanaan, serta deteksi dini komplikasi hipertensi.Penelitian yang
dilakukan menggunakan menggunakan data sekunder dari rekam medik Poliklinik Ginjal
Hipertensi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Ciptomangunkusumo pada tahun
2013 dengan metode cross sectional. Melalui consecutive sampling didapatkan 117 jumlah
sampel, diperoleh karakteristik berupa usia, jenis kelamin, kendali hipertensi, dan
keberadaan diabetes melitus (DM) tipe 2. Didapatkan proporsi penderita DM tipe 2 pada
pasien hipertensi ialah 30,8% dengan proporsi hipertensi tidak terkendali lebih tinggi (58,3%)
dibandingkan proporsi hipertensi terkendali (41,7%). Sementara itu, pada pasien tanpa DM
tipe 2, proporsi hipertensi tak terkendali (33,3%) lebih rendah dibandingkan proporsi
hipertensi terkendali (66,7%) (p= 0,011; RP= 1,750; dan 95% CI= 1,157 – 2,646). Dapat
disimpulkan bahwa DM tipe 2 merupakan faktor risiko tekanan darah yang tidak terkendali
pada pasien hipertensi.
Kata Kunci: Diabetes Melitus tipe 2; Hipertensi; Kendali Tekanan Darah.
Hubungan diabetes lelitus..., Aravinda Pravita I, FK UI, 2013
Abstract
Hypertension as a major health problem causing death in the world is often accompanied by
several other diseases, including type 2 diabetes mellitus (DM). Several previous studies
indicated that type 2 DMstrongly correlated with uncontrolled hypertension, increased
cardiovascular and cerebrovascular complications. Therefore, this study was conducted to
determine the relation between them, so that help in the prevention, management, and early
detection of complications of hypertension. Research conducted using secondary data from
medical records of Kidney Hypertension Polyclinic, Internal Medicine Department of
Ciptomangunkusumo Hospital in 2013 with a cross sectional method. Through consecutive
sampling 117 the number of samples obtained, acquired the characteristics of age, gender,
blood pressure control, and the presence of type 2 DM. Analyzed using SPSS 20.0 obtained
the proportion of patients with type 2 DM in hypertensive patients was 30.8% with the
proportion of higher uncontrolled hypertension (58.3%) compared to the proportion of
uncontrolled hypertension (41.7%). Meanwhile, in patients without type 2 DM, the
proportion of uncontrolled hypertension (33.3%) was lower than the proportion of
uncontrolled hypertension (66.7%) (p = 0.011; RP = 1.750, and 95% CI = 1.157 to 2.646). It
can be concluded that type 2 DM is a risk factor for uncontrolled blood pressure in
hypertensive patients.
Keywords: Blood Pressure Control; Hipertension; Type 2 Diabetes Mellitus.
PENDAHULUAN Transisi epidemiologis penyebab kematian utama dari penyakit infeksi menjadi
penyakit degeneratif, membuat hipertensi merupakan penyakit yang perlu diwaspadai. Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan prevalensi penduduk Indonesia
berusia lebih dari 18 tahun yang menderita hipertensi mencapai 31,7%.1 Di DKI Jakarta
sendiri didapatkan persentase penderita hipertensi yang cukup tinggi, yakni mencapai 28,8%
dari jumlah penduduk dewasa. 1
Sementara itu, pada tahun 2011 DM tipe 2, merupakan penyakit penyerta yang
seringkali ditemukan menyertai penyakit hipertensi.2
Di Indonesia sendiri didapatkan
kecenderungan prevalensi DM tipe 2 yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan
Riskesdas tahun 2007, DM adalah penyebab kematian nomor 6 di Indonesia dengan proporsi
kematian yaitu 5,7%.1 Berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan pada tahun
2030 prevalensi DM pada daerah urban mencapai 14,7% dan daerah rural mencapai 7,2%.1
Beberapa penelitian di luar negeri menunjukkan adanya asosiasi antara keberadaan
penyakit penyerta DM tipe 2 dan hipertensi, terutama dalam korelasinya dengan kendali
tekanan darah.3
Pada pasien dengan DM tipe 2, kendali tekanan darah seringkali sulit dicapai.
Hubungan diabetes lelitus..., Aravinda Pravita I, FK UI, 2013
4
Sebagaimana yang ditemukan dalam analisis data dari studi Framingham, prediktor utama
yang mempengaruhi tidak terkendalinya tekanan darah akibat resistensi terhadap tata laksana
hipertensi ialah keberadaan penyakit komorbid, yakni DM tipe 2 dan penyakit ginjal kronik.2
Antihypertensive and Lipid-Lowering Treatment to Prevent Heart Attack Trial
(ALLHAT) tahun 2003 menunjukkan bahwa keberadaan penyakit penyerta DM tipe 2
diprediksi sebagai faktor yang mempengaruhi rendahnya kendali tekanan darah pada pasien
hipertensi.3 Studi di Kanada tahun 2005 juga melaporkan bahwa 50% dari pasien hipertesi
memiliki DM tipe 2, dan hanya 9% yang memiliki tekanan darah terkendali.6 Pada penelitian
di Diabetes Care Program of Nova Scotia (DCPNS) tahun 1997–2001, ditemukan bahwa
hanya 27.5% dari pasien diabetes mellitus yang diseleksi secara acak memiliki tekanan darah
yang terkendali. 7
Tekanan darah yang tidak terkendali pada pasien hipertensi berkorelasi tinggi dengan
munculnya
komplikasi
kardiovaskular
dan
serebrovaskular,
diasosiasikan
dengan
peningkatan risiko stroke, penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, penyakit ginjal
stadium akhir, hingga kematian.8 Studi Framingham menunjukkan bahwa risiko kematian
pada pasien DM tipe 2 saja ialah 7% dan risiko terjadinya komplikasi kardiovaskular sebesar
9%. Sementara itu, baik risiko kematian maupun komplikasi kardioaskular pada pasien DM
tipe 2 yang memiliki hipertensi tak terkendali meningkat menjadi 44% untuk risiko kematian
dan 41% untuk risiko komplikasi kardiovaskular.2 Beberapa studi lain juga menunjukkan
konsekuensi yang serupa dari rendahnya kendali tekanan darah pada pasien hipertensi dengan
DM tipe 2. Sebuah systematic review dari studi observasional yang melibatkan 48 000 pasien
menunjukkan bahwa pasien hipertensi dan DM tipe 2 dengan tekanan darah yang tidak
terkendali menunjukkan dampak signifikan terhadap komplikasi DM. 9
Di sisi lain, penelitian yang dilakukan the Hypertension in Diabetes Study (HDS)
menemukan bahwa terdapat banyak manfaat dari mengontrol tekanan darah pada pasienpasien hipertensi dengan penyait penyerta DM tipe 2.8 Dalam sebuah studi kohort, ditemukan
bahwa penurunan tekanan darah sekitar 5 - 10 mmHg dapat mengurangi risiko kematian
terkait DM tipe 2 hingga tiga kali lipat, mengurangi risiko terjadinya komplikasi berupa
insidens stroke hingga 50% dan mengurangi risiko terjadinya gagal jantung hingga tiga kali
dibanding pasien yang tekanan darahnya tidak terkendali.10 Manfaat mengontrol tekanan
darah pada pasien hipertensi dengan penyakit penyerta DM tipe 2 juga didapatkan lebih
signifikan untuk mengurangi risiko komplikasi mikrovaskular dibandingkan dengan kendali
kadar gula darah.
11
Manfaat lain yang dapat diperoleh ialah meningkatkan kualitas hidup
maupun efektivitas penggunaaan biaya kesehatan.12 Manfaat ini diperoleh dari berkurangnya
Hubungan diabetes lelitus..., Aravinda Pravita I, FK UI, 2013
biaya kesehatan yang dikeluarkan untuk menatalaksana komplikasi yang muncul. 13
Oleh karenanya, apabila terdapat korelasi yang jelas antara kendali tekanan darah
pada pasien hipertensi dan DM tipe 2 tata laksana pasien kedua penyakit tersebut harus lebih
diperhatikan. Akan tetapi, publikasi penelitian terkait hubungan DM tipe 2 terhadap kendali
tekanan darah pada pasien hipertensi masih sulit diperoleh di Indonesia.
TINJAUAN TEORITIS
Hipertensi oleh The Seventh Report of The Joint National Committee in Prevention,
Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII)
didefinisikan
sebagai keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik
lebih dari 90 mmHg. Nilai tekanan darah ditetapkan setelah melalui pengukuran sebanyak
minimal dua kali pada kunjungan yang berbeda. Rerata hasil pengukuran tekanan darah
tersebut kemudian oleh JNC VII digolongkan berdasarkan tabel berikut.14
Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC VII (2003) 15
Tipe
Darah
Normal
Tekanan
Sistolik
(mmHg)
< 120
Diastolik
(mmHg)
< 80
Pre-hipertensi
120 - 139
dan/atau
80 – 89
Hipertensi 1
140 - 159
dan/atau
90 – 99
Hipertensi 2
≥160
≥100
Secara garis besar, patofisiologi hipertensi disebabkan oleh proses adaptasi
baroreseptor aorta dan karotis terhadap tekanan darah yang tinggi, sehingga pusat kendali
kardiovaskular di otak menginterpretasikan tekanan darah yang tinggi tersebut sebagai suatu
kondisi
yang
normal
dan
tidak
menyebabkan
terinisiasinya
menurunkannya.16,17,18Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan
refleks
untuk
relaksasi pembuluh
darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia
simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang akan merangsang
serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.19
Hubungan diabetes lelitus..., Aravinda Pravita I, FK UI, 2013
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan
aktivitas
vasokontriksi.Medula
adrenal
mengsekresi
epinefrin
yang
menyebabkan
vasokontriksi.Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapt
memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah.Vasokontriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin.Renin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks
adrenal.Hormon
ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal dan
menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus
keadaan hipertensi20.
Pada kondisi hipertensi, terdapat beberapa definisi yang menjelaskan terkendalinya
tekanan darah. Pada tahun 2003, JNC VII mendefinisikan tekanan darah terkendali sebagai
hasil pengukuran tekanan darah <140/90 mmHg. Sedangkan pada pasien hipertensi yang juga
memiliki penyakit DM, tekanan darahnya yang dinyatakan terkendali adalah < 130/80
mmHg.
14,15
Sementara itu, pada tahun 2011, the National Cholesterol Education Program
Third Adult Treatment Panel (NCEP-ATP III) mendefinisikan hipertensi terkendali sebagai
pengukuran tekanan darah <130/90 untuk semua pasien termasuk yang memiliki DM tipe 2.
Namun, apabila pada penderita DM ditemukan poteinuria, maka pengukuran tekanan darah
yang digolongkan terkendali ialah <130/80mmHg.17
Faktor yang diduga mempengaruhi kendali tekanan darah pada pasien hipertensi
antara lain ialah usia21,22, jenis kelamin2, indeks massa tubuh (IMT) 23,24, Penyakit penyerta
seperti DM
Tipe 226, dan penyakit ginjal kronis27,28, status pernikahan18, tingkat
pendidikan30, pekerjaan29,30, ketrsediaan layanan kesehatan27, serta jumlah maupun jenis obat
antihipertensi27 yang dikonsumsi.
Pada tahun 2010, American Diabetes Association (ADA) mendefinisikan
DM
sebagai kelompok penyakit metabolik dengan karakter utama berupa hiperglikemia akibat
adanya kelainan pada sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.19Sedangkan menurut
WHO tahun 1980 dikatakan bahwa DM merupakan suatu kumpulan problema anatomik dan
kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin
absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin. 26
DM tipe 2 disebabkan kegagalan relatif sel β dan resistensi insulin.Resistensi insulin
adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan
perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati.Sel β tidak mampu mengimbangi
Hubungan diabetes lelitus..., Aravinda Pravita I, FK UI, 2013
resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan
ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada
rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekrasi insulin lain. Berarti sel β pankreas
mengalami desensitisasi terhadap glukosa. 20
Patogenesis DM tipe 2 utamanya disebabkan oleh predisposisi genetik
terhadap
gangguan sekresi insulin pada sel beta dan resistensi insulin yang berinteraksi dengan faktor
lingkungan. Kondisi tersebut menyebabkan hilangnya sinyal pengenalan glukosa oleh sel
beta yang dapat dijelaskan melalui dua mekanisme20.
Mekanisme pertama disebabkan oleh peningkatan UCP2 (uncoupling protein 2) di sel
beta orang dengan DM tipe 2 yang dapat menyebabkan hilangnya sinyal glukosa yang khas
pada penyakit. UCP2 adalah suatu protein mitokondria yang memisahkan respirasi biokimia
dari fosforilasi oksidatif (sehingga menghasilkan panas, bukan ATP) yang kemudian
diekspresikan dalam sel beta. Kadar UCP2 intrasel yang tinggi akan melemahkan respon
insulin sedangkan kadar yang rendah akan memperkuatnya. 20,21
Mekanisme kedua akibat adanya pengendapan amiloid di islet. Pada 90% pasien diabetes
tipe 2 ditemukan endapan amiloid pada autopsi. Amilin yang merupakan komponen utama
amiloid yang mengendap ini secara normal dihasilkan oleh sel beta pankreas dan disekresikan
dengan insulin sebagai respons terhadap pemberian glukosa. Namun pada jika kemudian
terjadi resistensi insulin yang menyebabkan hiperinsulinemia, maka akan berdampak pada
peningkatan produksi amiloid di islet. Amilin yang mengelilingi sel beta menyebabkan sel
beta agak refrakter dalam menerima sinyal glukosa atau dengan kata lain amiloid bersifat
toksik bagi sel beta sehingga mungkin berperan menyebabkan kerusakan sel beta. 20,21
Diagnosis DM tipe 2 berdasarkan American Diabetes Association (ADA) tahun 2010
ditegakkan apabila memenuhi salah satu kriteria 22 (1) Hasil pemeriksaan kadar HbA1C >6,5
%; atau (2) Kadar gula darah puasa >126 mg/dL; atau (3) Kadar gula darah 2 jam pp >200
mg/dL pada tes toleransi glukosa oral yang dilakukan dengan 75 g glukosa standar WHO)
(4). Pasien dengan gejala klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia dengan kadar gula
sewaktu >200 mg/dL.
Resistensi insulin dan hiperinsulinemia pada penderita DM diyakini dapat meningkatkan
resistensi vaskular perifer dan kontraktilitas otot polos vaskular melalui respons berlebihan
terhadap norepinefrin dan angiotensin II.
22
Kondisi tersebut menyebabkan peningkatan
Hubungan diabetes lelitus..., Aravinda Pravita I, FK UI, 2013
tekanan darah melalui mekanisme umpan balik fisiologis maupun sistem Renin-AngiotensinAldosteron.
22
Kondisi hiperglikemia pada penderita DM juga menginduksi overekspresi
fibronektin dan kolagen IV yang memicu disfungsi endotel serta penebalan membran basal
glomerulus yang berdampak pada penyakit ginjal hipertensi.23
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional analitik. Pengumpulan data
dilakukan sepanjang bulan Mei 2013. Sampel yang digunakan pada penelitian ini berupa
rekam medis yang dipilih secara consecutive sampling dari subjek penelitian populasi
terjangkau, yakni rekam medis seluruh pasien hipertensi di Poliklinik Ginjal Hipertensi
Departemen IPD RSCM pada tahun 2013. Diperoleh jumlah sampel minimal yang
dibutuhkan ialah 89. Diharapkan sampel dapat mewakili populasi target, yakni seluruh pasien
hipertensi di sarana pelayanan kesehatan di Provinsi DKI Jakarta.
Sampel yang diperoleh telah memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria
eksklusi. Kriteria inklusi penelitian ini ialah rekam medis pasien yang telah didiagnosis
hipertensi, merupakan rekam medis pasien RSCM, dan dalam rekam medis terrcatat sedang
menjalani pengobatan obat antihipertensi setidaknya dalam kurun waktu 2 bulan. Sementara
itu, yang menjadi kriteria eksklusi adalah tidak ada atau tidak lengkapnya data rekam medis
yang menyangkut variabel penelitian.
Dalam proses pengumpulan data, kondisi hipertensi tidak terkendali didefinisikan
secara operasional berdasarkan kriteria National Institutes of Health: Third Report of the
National Cholesterol Education Program Expert Panel on Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Cholesterol in Adult Treatment Panel III (NCP ATP III) sebagai
berikut:
a. Rekam medis pasien yang tercatat didiagnosis hipertensi, atau mengkonsumsi obat
antihipertensi, didapatkan data dari minimal dua kali pengukuran pada kunjungan
yang berbeda dengan hasil rerata tekanan darah sistolik >140 atau tekanan darah
diastolik > 90 mmHg.
b. Rekam medis pasien yang tercatat didiagnosis hipertensi dengan diagnosis DM tipe 2
dengan data proteinuria dan albuminuria yang diperoleh pada rekam medis,
didapatkan data dari minimal dua kali pengukuran pada kunjungan yang berbeda
dengan hasil rerata tekanan darah sistolik >130 atau tekanan darah diastolik > 80
mmHg
Hubungan diabetes lelitus..., Aravinda Pravita I, FK UI, 2013
Sementara itu, hipertensi terkendali adalah rekam medis pasien yang tercatat dengan
diagnosis hipertensi dan didapatkan hasil rerata tekanan darah dari minimal dua kali
pengukuran pada kunjungan yang berbeda dengan kriteria diluar kriteria hipertensi tak
terkendali.
DM tipe 2 pada penelitian ini secara operasional didefinisikan berdasarkan kriteria
American Diabetes Association (ADA), yakni:
a. Rekam medis pasien yang tercatat didiagnosis DM tipe 2.
b. Rekam medis pasien yang belum tercatat didiagnosis DM tipe 2, namun terdapat
catatan rekam medis yang meliputi kriteria berikut:
i.
Hasil pemeriksaan kadar HbA1C >6,5 %; atau
ii.
Kadar gula darah puasa >126 mg/dL; atau
iii.
Kadar gula darah 2 jam pp >200 mg/dL pada tes toleransi glukosaoral yang
dilakukan dengan 75 g glukosa standar WHO)
iv.
Pasien dengan catatan pada anamnesis memiliki gejala klasik hiperglikemia
atau krisis hiperglikemiadengan kadar gula sewaktu >200 mg/dL.
Pada penelitian ini, nilai p yang digunakan sebesar 0,05 dengan interval kepercayaan
sebesar 95%. Adanya hubungan bermakna antara variabel bebas dengan variabel terikat
ditegakkan apabila dalam analisis didapatkan nilai p< 0,05. Akan tetapi, apabila didapatkan
nilai p > 0,05, secara statistik variabel bebas dikatakan tidak memiliki hubungan bermakna
dengan variabel terikat. Selanjutnya, pada data yang diperoleh akan dilakukan analisis
terhadap rasio prevalens dengan interpretasi berikut :
a) Apabila rasio prevalens = 1, dapat diartikan bahwa variabel yang diteliti bersifat
netral. Tidak terdapat pengaruh yang ditimbulkan variabel faktor risiko terhadap
terjadinya efek.
b) Apabila rasio prevalens >1 dan rentang nilai interval kepercayaan tidak mencakup
angka 1, dapat diartikan bahwa
variabelyang diteliti merupakan faktor risiko
timbulnya penyakit.
c) Apabila rasio prevalens <1 dan rentang nilai interval kepercayaan tidak mencakup
angka 1, dapat diartikan bahwa faktor yang diteliliti merupakan faktor protektif
terhadap terjadinya efek.
d) Apabila nilai interval kepercayaan rasio prevalens mencakup angka 1, dapat
diartikan bahwa pada populasi yang terwakili oleh sampel tersebut mungkin nilai
prevalensnya = 1, sehingga belum dapat disimpulkan bahwa faktor yang diteliti
apakah merupakan faktor risiko atau faktor protektif.
Hubungan diabetes lelitus..., Aravinda Pravita I, FK UI, 2013
HASIL PENELITIAN Dari keseluruhan rekam medis pasien yang datang ke Poliklinik Ginjal Hipertensi
Departemen IPD RSCM pada bulan Mei tahun2013, didapatkan data sejumlah 198 rekam
medis pasien. Akan tetapi, terdapat 81 rekam medis yang tidak memenuhi kelengkapan
variabel sehingga melalui teknik consecutive sampling didapatkan 117 sampel yang
memenuhi kriteria inklusi untuk selanjutnya dianalisis. Diperoleh persebaran karakteristik
subjek penelitian berdasarkan usia, jenis kelamin, dan keberadaan DM ripe 2 sebagai
penyakit penyerta ialah sebagaimana dipaparkan dalam tabel berikut.
Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian
n (%)
Hipertensi
terkendali
tak Hipertensi
terkendali
Perempuan
62 (53%)
25 (40,3%)
37 (59,7%)
Laki-laki
55 (47%)
23 (41,8%)
32 (58,2%)
20-39 tahun
2 (1,7%)
0 (0%)
2 (100%)
40-59 tahun
43 (36,8%)
17 (39,5%)
26 (60,5%)
60-79 tahun
65 (55,6%)
27 (41,5%)
38 (58,5%)
≥ 80 tahun
7 (6,0%)
4 (57,1%)
3 (42,9%)
36 (30,8%)
21 (58,3%)
15 (41,7%)
81 (69,2%)
27 (33,3%)
54 (66,7%)
117 (100%)
48 (41%)
69 (59%)
Jenis kelamin
Usia
Penyakit Penyerta DM tipe2
DM tipe 2
Tidak DM tipe 2
TOTAL
Dari data yang telah diperoleh, dilakukan uji statistik terhadap hipotesis komparatif
variabel kategorik tidak berpasangan mengenai hubungan DM tipe 2 kendali tekanan darah
pada pasien hipertensi menggunakan tabel 2x2. Dari penghitungan expected count didapatkan
seluruh nilai >5 sehingga memenuhi syarat analisis mengunakan chi square. Selanjutnya,
didapatkan nilai p 0,011 dengan rasio prevalens (RP) 1,750dengan interval kepercayaan 95%
dalam rentang 1,157-2,646.
Hubungan diabetes lelitus..., Aravinda Pravita I, FK UI, 2013
Tabel 2. Hubungan Penyakit Penyerta DM tipe 2Terhadap Kendali Hipertensi
Hipertensi (n,%)
Tak terkendali
Terkendali
DM Tipe 2
21
58,3 %
15
41,7 %
Tidak DM
tipe 2
27
33,3 %
54
66,7 %
p
RP (IK 95%: minmax)
0,011
1,750 (1,157 –2,646)
DM tipe 2
PEMBAHASAN
Dari keseluruhan sampel, didapatkan proporsi hipertensi tidak terkendali paling
banyak pada perempuan (40,3%). Akan tetapi, hal ini tidak bermakna karena pada sampel,
didapatkan proporsi hipertensi yang juga lebih banyak pada perempuan (53%). Kondisi ini
sesuai apabila dibandingkan dengan profil kesehatan Indonesia tahun 2005 yang menyatakan
bahwa jumlah penduduk laki-laki dan perempuan hampir berimbang.1
Berdasarkan karakteristik usia, didapatkan proporsi hipertensi meningkat seiring usia
dengan proporsi tertinggi terdapat pada kelompok usia 60-79 tahun (55,6%).Fenomena
tersebut mirip dengan data global di Indonesia. Menurut Riskesdas 2007, prevalensi
hipertensi sebesar 19% pada kelompok usia 25-34 tahun, meningkat menjadi 63,5% pada
kelompok usia 65-74 tahun, dan 67,2% untuk penduduk kelompok usia di atas 75 tahun.1
Pada penelitian ini, proporsi hipertensi jauh menurun pada kelompok usia di atas 80 tahun.
Kondisi ini dapat disebabkan sedikitnya jumlah pasien hipertensi dengan usia melebihi 80
tahun, sejalan dengan data global dari Riskesdas 2007 yang menyatakan bahwa
umur
harapan hidup penduduk Indonesia mencapai 69,1 tahun.1
Sementara itu, proporsi penderita DM tipe 2 pada pasien hipertensi ialah 30,8%.
Apabila dibandingkan dengan data global, menurut riskesdas 2007 persentase penderita DM
tipe 2 di Indonesia ialah 5,7%.1 Pada penelitian ini, perolehan data DM tipe 2 hanya
didasarkan pada diagnosis dan catatan hasil uji laboratorium yang tertera dalam rekam medis
pasien RSCM, berbeda dengan data primer yang diperoleh riskesdas.1
Berdasarkan kendali tekanan darah, proporsi hipertensi terkendali pada sampel lebih
banyak (59%). Persentase hipertensi tidak terkendali yang diperoleh di RSCM pada tahun
2013 mencapai 59%. Jumlah ini lebih kecil apabila dibandingkan dengan yang terdapat di
Malaisya pada tahun 2009, yakni 76,5%. Sementara data perbandingan secara nasional dalam
negeri belum didapatkan.
Hubungan diabetes lelitus..., Aravinda Pravita I, FK UI, 2013
Perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan standardisasi penetapan kendali
hipertensi yang digunakan. Penelitian yang dilakukan oleh Chew dkk tersebut, menggunakan
JNC VII tahun 2003 sebagai acuan penetapan terkendali atau tidaknya tekanan darah pasien.
JNC VII menetapkan batasan tekanan darah terkendali apabila kurang dari 140/90mmHg
dan kurang dari 130/80mmHg pada pasien dengan DM.3 Sementara itu, penelitian ini
menggunakan NCEP ATP tahun 2011 sebagai acuan dalam menetapkan kendali hipertensi.
Perbedaannya terutama ialah pada NCEP ATP batasan tekanan darah terkendali untuk
semua pasien ialah kurang dari 140/90 mmHg termasuk pada pasien dengan DM, kecuali
apabila pasien dengan DM atau penyakit ginjal kronis disertai proteinuria dan albuminuria
pada hasil pemeriksaan laboratorium.17 Pada penelitian ini, dari 36 subjek penelitian yang
tergolong DM tipe 2 hanya 3% di antaranya yang juga tercatat mengalami proteinuria atau
albuminuria. Artinya, terdapat persentase subjek penetian yang menggunakan acuan target
kendali tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan penelitian sejenis.
Dari data kendali tekanan darah tersebut, dapat dilihat bahwa pasien dengan DM tipe
2 memiliki proporsi hipertensi tidak terkendali lebih tinggi (58,3%) dibandingkan hipertensi
terkendali (41,7%).Sementara itu, sebaliknya pada pasien tanpa DM tipe 2, proporsi
hipertensi tak terkendali (33,3%) lebih rendah dibandingkan proporsi hipertensi terkendali
(66,7%).
Perolehan nilai p< 0,05 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara DM tipe 2 dengan kendali tekanan darah pada pasien hipertensi. Didapatkan pula rasio
prevalens
(RP) 1,750 dengan interval kepercayaan dari 1,157 - 2,646. Secara statistik,
kondisi ini bermakna keberadaan penyakit penyerta DM tipe 2 sebagai penyakit penyerta
merupakan faktor risiko terhadap terjadinya hipertensi tidak terkendali.
Hasil tersebut sejalan dengan kondisi DM tipe 2 yang mempengaruhi peningkatan
sistem renin-angiotensin-aldosteron, retensi garam dan cairan, serta kekakuan vaskuler
sehingga memicu kecenderungan tingginya tekanan darah.Antihypertensive and LipidLowering Treatment to Prevent Heart Attack Trial (ALLHAT) tahun 2003 menunjukkan
bahwa keberadaan DM tipe 2 merupakan faktor yang mempengaruhi rendahnya kendali
tekanan darah pada pasien hipertensi.3 Penelitian oleh Bisognano dkk juga menunjukkan
bahwa DM tipe 2 juga merupakan faktor yang berhubungan dengan ketidakterkendalian
tekanan darah pada pasien hipertensi.
Akan tetapi, penelitian ini merupakan penelitian cross sectional sehingga hubungan
yang diperoleh hanya merupakan estimasi risiko relative, belum dapat ditentukan dengan
pasti hubungan kausal antarvariabel karena pengambilan data dilakukan sewaktu tanpa
Hubungan diabetes lelitus..., Aravinda Pravita I, FK UI, 2013
memperhatikan variabe mana yang lebih dahulu muncul. Selain itu, 40,9% dari seluruh data
yang diperoleh tidak lengkap sehingga secara consecutive sampling jumlah sampel penelitian
dibatasi hanya 117. Hal tersebut dapat memungkinkan terjadinya perbedaan hasil yang
didapatkan pada penelitian ini apabila dibandingkan dengan penelitian lain yang sejenis.
KESIMPULAN
Pada penelitian ini diperoleh 117 data rekam medis yang memenuhi kriteria inklusi
sebagai sampel penelitian. Berdasarkan jenis kelamin, perempuan memiliki proporsi
hipertensi lebih tinggi (53%). Proporsi hipertensi meningkat seiring pertambahan usia dengan
proporsi tertinggi (55,6%) didapatkan pada kelompok usia 60-79 tahun. Berdasarkan kendali
tekanan darah, proporsi hipertensi terkendali pada sampel lebih tinggi (59%). Di antara
pasien hipertensi tak terkendali, berdasarkan jenis kelamin proporsi tertinggi pada perempuan
(40,3%) sedangkan berdasarkan usia proporsi tertinggi pada kelompok usia 60-79 tahun
(41,5%). Sementara itu, proporsi penderita DM tipe 2 pada pasien hipertensi ialah 30,8%
dengan proporsi hipertensi tidak terkendali lebih tinggi (58,3%) dibandingkan hipertensi
terkendali (41,7%). Sementara itu, sebaliknya pada pasien tanpa DM tipe 2, proporsi
hipertensi tak terkendali (33,3%) lebih rendah dibandingkan proporsi hipertensi terkendali
(66,7%) (p= 0,011; RP= 1,750; dan 95% CI= 1,157 – 2,646). Dari hasil analisis, dapat
disimpulkan bahwa DM tipe 2 merupakan faktor risiko tekanan darah yang tidak terkendali
pada pasien hipertensi.
SARAN
Dalam praktik klinik, mengingat DM tipe 2 merupakan faktor tidak terkendalinya tekanan
darah pada pasien hipertensi, disarankan kepada dokter dan tenaga kesehatan untuk lebih
memperhatikan pasien hipertensi yang juga memiliki DM tipe 2. Pendekatan yang lebih
komprehensif dan penatalaksanaan yang lebih adekuat terhadap pasien tersebut diharapkan
dapat memberikan hasil yang lebih baik pada kendali tekanan darah dan mencegah risiko
terjadinya komplikasi. Selain itu, kualitas pengisian rekam medis perlu ditingkatkan agar
dapat membantu dokter dalam memantau kendali hipertensi pasien.
Pada penelitian selanjutnya, disarankan ntuk menggunakan metode cohort sehingga dapat
diketahui pengaruh intervensi terhadap penyakit penyerta DM tipe 2 dan efektivitasnya dalam
meningkatkan keterkendalian tekanan darah pada pasien hipertensi. Analisis tersebut akan
sangat membantu dalam pencegahan, penatalaksanaan, dan deteksi dini komplikasi hipertensi
pada pasien dengan DM tipe 2 di kemudian hari.
Hubungan diabetes lelitus..., Aravinda Pravita I, FK UI, 2013
KEPUSTAKAAN
1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Laporan
Riset Kesehatan Dasar 2007. Diunduh dari http://labmandat.litbang.depkes.go.id/risetbadan-litbangkes/menu-riskesnas/menu-riskesdas/147-rkd-2007.Diakses pada 1 Juni
2013.
2. Chen G, McAlister FA, Walker RL, Hemmelgarn BR, Campbell NRC:Cardiovascular
Outcomes in Framingham Participants With Diabetes: The Importance of Blood
Pressure. Hypertension 2011, 57(5):891–897.
3. Cushman WC, et al. Success and predictors of blood pressure control in diverse North
American settings: the Antihypertensive and Lipid-Lowering and Treatment to Prevent
Heart Attack Trial (ALLHAT). Journal of Clinical Hypertension.2002;4:393– 404.
4. Williams B. The Hypertension in Diabetes Study (HDS): a catalyst for change. Diabet
Med 2008, 25(Suppl 2):13–19.
5. Fowler MJ.
Microvascular and Macrovascular Complications of Diabetes. Clinical
Diabetes 2008, 26(2):77–82.
6. Joffres MR, Hamet P, MacLean DR, L’Italien GJ, Fodor G. Distribution ofblood
pressure and hypertension in Canada and the United States. American Journal
ofHypertension 2001, 14(11 Pt 1):1099–1105.
7. Kaplan NM, Victor RG. Kaplan’s clinical hypertension. 10th ed. Lippicott Williams &
Wilkins. 2010 [ebook].
8. Hypertension in Diabetes Study G: HDS 1: Prevalence of hypertension in newly
presenting type 2 diabetic patients and the association with risk factors for cardiovascular
and diabetic complications. J Hypertens 1993,11(3):309–317
9. McLean DL, Simpson SH, McAlister FA, Tsuyuki RT. Treatment and blood pressure
control in 47,964 people with diabetes and hypertension: A systematic review of
observational studies. Canadian Journalof Cardiology 2006, 22(10):855–860.
10. Adler AI, et al.Association of systolic blood pressure with macrovascular and
microvascular complications of type 2 diabetes (UKPDS 36): prospective observational
study. BMJ 2000, 321(7258):412– 419.
11. Clarke P, Gray A, Briggs A, Stevens R, Matthews D, Holman R: Cost-utility analyses of
intensive blood glucose and tight blood pressure control in type 2 diabetes (UKPDS 72).
Diabetologia 2005, 48(5):868–877.
Hubungan diabetes lelitus..., Aravinda Pravita I, FK UI, 2013
12. Raikou M, Gray A, Briggs A, Stevens R, Cull C. Cost effectiveness analysis ofimproved
blood pressure control in hypertensive patients with type 2 diabetes: UKPDS 40. UK
Prospective Diabetes Study Group. BMJ 1998, 317(7160):720–726.
13. Clarke P, Gray A, Briggs A, Stevens R, Matthews D, Holman R. Cost-utility analyses of
intensive blood glucose and tight blood pressure control in type 2 diabetes (UKPDS 72).
Diabetologia 2005, 48(5):868–877.
14. Cordero A, Martinez VB, Mazon P, Facila L, Gonzalez VB. Factors Associated With
Uncontrolled Hypertension in Patients With and Without Cardiovascular Disease. Rev
Esp Cardiol. 2011;64(7):587–593.
15. Yogiantoro M. Hipertensi Esensial Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed V,
Jilid II Jakarta: Interna Publishing. 2010. Hal.1079-83.
16. Sutter M. Systemic Hypertension. In: Mcphee SJ, Papadakis MA, Tierney LM. Editors.
Current Medical Diagnosis and Treatment 46th ed. New York: McGraw-Hill;
2007.p.429-59.
17. National Institutes of Health: Third Report of the National Cholesterol Education
Program Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Cholesterol in Adults (Adult Treatment Panel III). Diunduh pada 7 Mei 2013 pukul
20.10pada http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/cholesterol/ index.htm.
18. Silverthorn, DU. Human physiology: an integrated approach. 5th ed. San Fransisco:
Pearson. 2010; p. 513-30.
19. McPhee SJ, Lingappa VR, Ganong WF, Lange JD. Patophysiology of disease. 2nd ed.
Connecticut: Appleton&Lange. 1997; p. 269-74.
20. Kumar, Abbas, Fausto. Robbin’s and Cotran’s pathologic basis of disease. 7th ed.
Philadelphia: ElSevier-Saunders. 2009; ch. 12. The Heart. [e-book]
21. Keenan NL, Rosendorf KA. Prevalence of hypertension and controlled hypertension –
United States. MMWR CDC. 2011: 60 (01); 94-7.
22. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes
melitus tipe 2 di Indonesia. 2011.[Ebook]
23. Wang W, et al. A longitudinal study of hypertension risk factors and their relation to
cardiovascular disease: the strong heart study. Journal of Hypertension. 2006;47:403-9.
24. Fuster V, Walsh RA, O’rourke RA, Poole-Wilson P. Hurst’s the heart. 12thed. New
York: McGraw-hill.2009; ch 51.Preventive strategies for coronary heart disease.[e-book]
25. Knight EL et al. Predictors of uncontrolled hypertension in ambulatory patients.
Journal of Hypertension 2001. 38: 809-14
Hubungan diabetes lelitus..., Aravinda Pravita I, FK UI, 2013
26. Bizien MD et al. Blood pressure control and factors predicting control in a treatmentcompliant population, Journal of Pharmacotherapy 2004. 24(2): 179-87
27. Bisognano JD, Townsend KA, Skyles AJ, Samuels KM. Prevalence of comorbidities
and their influence on blood pressure goal attainment in geriatric patient. The
American Journal of Geriatric Cardiology. 2007. 16: 24-9
28. David DS. Compliance with hypertensive therapy. Hypertension. 2006. 48(4)
29. Lonneke V, Sadetsky N, Kwan L, Litwin MS. Severity of cardiovascular disease and
health-related quality of life in men with prostate cancer: a longitudinal analysis from
CaPSURE. Quality of Life Journal. 2008; 17; 845-55.
30. Cutler DM. Education and health. National Poverty Center Policy Brief. Ford of Public
Policy School, University of Michigan. 2007; p. 1-4.
31. Rahajeng E, Tuminah S. Prevalensi hipertensi dan determinannya di Indonesia. Majalah
Kedokteran Indonesia. 2009; 59 (12): 580-7.
32. Robert Johnson Foundation.Work matters for health.Work and Health Issue.2008;p.1-18.
33. Basuki B, Setianto B. Age, body posture, daily working load – past antihypertensive
drugs and risk of hypertension: a rural Indonesia study. Medical Journal of Indonesia.
2001; 10(1): 29-33
34. Setiawan, Zamhir. Karakteristik sosiodemografi sebagai faktor risiko hipertensi studi
ekologi di pulau Jawa tahun 2004 [Tesis]. Jakarta: Program Studi Epidemiologi Program
Pasca Sarjana FKM-UI; 2006.
35. Marcovitch H. Black’s medical dictionary. 41st ed. London: A&C Black. 2005; p. 343-5.
36. Chew BH et al. Determinants of uncontrolled hypertension in adult type 2 diabetes
mellitus: an analysis of the Malaysian diabetes registry 2009
Hubungan diabetes lelitus..., Aravinda Pravita I, FK UI, 2013
Download