BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak permasalahan yang dialami oleh masyarakat Indonesia yakni menyandang penyakit berbahaya hingga mematikan. Salah satu penyakit berbahaya dan mematikan yaitu kanker. Penyakit ini menyerang di segala kelompok usia, mulai dari anak-anak hingga lansia. Berdasarkan data yang bersumber dari International Agency for Research on Cancer (IARC) pada tahun 2012, kanker payudara merupakan penyakit kanker paling mematikan kedua setelah kanker paru-paru. Jumlah orang yang meninggal pada tahun tersebut tercatat sebanyak 198.000 jiwa (http://globocan.iarc.fr/Pages/fact_sheets_cancer.aspx?cancer=breast; Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells, & Pasey, 2008). Kanker payudara banyak menyerang wanita direntang usia antara 20 sampai 59 tahun. Jumlah wanita yang meninggal karena kanker payudara berkisar 40.460 jiwa dari jumlah kasus kanker payudara sebanyak 178.480 pada tahun 2007 (Dipiro dkk, 2008). Kasus kanker payudara digambarkan setiap delapan orang wanita yang berusia 20 sampai 59 tahun satu diantaranya menyandang kanker payudara (Dipiro dkk, 2008). Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di dunia, bahkan tercatat 8,2 juta jiwa melayang akibat kanker pada tahun 2012 (http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-kanker). Masih dalam sumber yang sama disebutkan penyakit kanker yang paling tinggi penyebab kematian yaitu kanker paru-paru, kanker hati, dan kanker payudara. Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menyebutkan jumlah penyandang kanker sebanyak 1,4 ‰ atau 347.792 jiwa di Indonesia, dan kota yang paling tinggi prevalensi kanker yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta sebanyak 4,1 ‰ 1 2 (http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil-Riskesdas-2013.pdf). Hasil riset menunjukkan bahwa risiko kanker meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Selain itu, penduduk kota lebih berisiko dibandingkan dengan penduduk desa, prevalensi kanker lebih tinggi pada orang dengan tingkat pendidikan tinggi (http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil-Riskesdas-2013.pdf). Penyakit kanker sering dikaitkan dengan penyakit keturunan padahal kenyataannya tidak semua penyakit kanker merupakan penyakit bawaan dari genetik keturunan. Hal ini didasari oleh penelitian yang dilakukan Profesor Melissa dari Universitas Melbourne & Profesor Goldgar dari Universitas Utah yang menyebutkan bahwa penyakit kanker dapat dialami oleh semua orang meskipun tidak ditemukan genetik keturunan dan biasanya terjadi pada usia yang masih muda (http://www.iarc.fr/en/media-centre/iarcnews/2012/XRCC2-ajhg.php). World Health Organization (WHO) memaparkan faktor risiko yang menyebabkan kanker yaitu merokok, mengonsumsi alkohol, kelebihan berat badan, diet yang tidak sehat, kurang mengonsumsi buah dan sayur, konsumsi makanan cepat saji yang berlebihan, kurangnya kegiatan fisik, terpapar radiasi yang berbahaya dan polusi udara (http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs297/en/). Hal ini diperkuat oleh pernyataan Dipiro, dkk (2008) bahwa risiko kanker payudara dipicu oleh faktor endokrin yang berkaitan dengan fase menstruasi maupun fase melahirkan pada wanita dan faktor genetik. World Health Organization menyebutkan fakta-fakta mengenai kanker yaitu kanker dapat menyerang setiap bagian tubuh manusia, pada wanita penyebab utama kematian akibat kanker ialah kanker payudara, kanker paru-paru, dan kanker serviks (http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs297/en/). Masih dalam sumber yang sama disebutkan pula penyebab kematian akibat kanker pada laki-laki yaitu kanker paru-paru, perut, liver, kolorektal, dan kanker leher. Penggunaan tembakau meningkatkan risiko menyandang kanker dengan prosentase sebanyak 22%. Hal ini dapat memberikan gambaran bahwa kanker dapat dicegah misalnya dengan tidak 3 mengonsumsi alkohol dan tembakau, melakukan diet sehat dan memperbanyak aktivitas fisik (http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs297/en/). Penyakit kanker bukan suatu penyakit yang mudah untuk dijalani. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Rahmandani & Subandi (2010) menunjukkan bahwa seseorang yang menyandang kanker bisa mengalami stres dan depresi karena merasa takut dan dibayang-bayangi oleh kematian yang semakin dekat. Orang-orang yang tidak kuat dalam menerima kenyataan menyandang penyakit ini akan semakin menurun daya tahan tubuhnya dan tentu akan semakin memperburuk keadaan diri (Rahmandani & Subandi, 2010). Salmon (dalam Rahmandani, & Subandi, 2010) mengatakan bahwa pada penyandang kanker akan muncul tiga reaksi emosional utama yaitu kecemasan, depresi, dan kemarahan. Reaksi lain yang muncul yaitu reaksi kognitif yang meliputi pemaknaan terhadap penyakit yang dialami, sikap menyalahkan diri sendiri, dan perasaan bahwa dirinya mampu mengendalikan keadaan padahal kenyataannya dirinya tidak berdaya (Rahmandani & Subandi, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Elwina, Fasikhah, & Karmiyati (2012) menunjukkan bahwa penyandang kanker menjadi depresi karena dirinya merasakan ketakutan yang berlebih terhadap kematian yang terus membayangi dan ketakutan penyandang tidak dapat melanjutkan rencana hidup yang sudah disusun. Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa penyandang mengalami ketakutan terhadap perubahan bentuk tubuh dan kepercayaan diri, mengalami perubahan peran sosial dan gaya hidup yang tidak bisa diterima, dan mengalami permasalahan finansial (Elwina, Fasikhah, & Karmiyati, 2012). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Selvianti & Aryani (2009) ditemukan beberapa pandangan yang dimiliki oleh penyandang kanker payudara yaitu kanker payudara merupakan penyakit yang mengerikan dan menakutkan, juga penyakit berbahaya yang menyebabkan kematian. Kanker payudara menyebabkan perasaan takut karena kematian akan segera datang, perasaan cemas dan tidak 4 sanggup menjalani hidup setelah vonis, dan penyandang kanker memerlukan hiburan dan perhatian lebih dari orang-orang terdekat (Selvianti & Aryani, 2009). Pandangan-pandangan negatif yang dimiliki oleh penyandang kanker payudara memengaruhi adanya perubahan psikis yang dialami meliputi kecemasan, ketakutan, penolakan, depresi, kecenderungan paranoid, dan penilaian diri negatif (Selvianti & Aryani, 2009). Namun tidak semua penyandang kanker menjadi depresi dan stres, beberapa orang mampu bangkit kembali setelah didiagnosis menyandang kanker. Mereka berhasil menyesuaikan diri dengan situasi dan keadaan yang ada kemudian mereka melakukan upaya-upaya pengobatan (Selvianti & Aryani, 2009). Southwick & Charney (2013) mendeskripsikan resiliensi sebagai keberhasilan individu dalam menyelesaikan masalah yang menyebabkan stres dan trauma dengan caranya sendiri. Individu yang resilien menyadari bahwa kejadian trauma yang terjadi menyebabkan dirinya lumpuh namun tidak membuat kehidupannya hancur, justru akan membuat individu lebih kuat dan bijaksana dalam memahami kejadian traumatik yang dialami. Kejadian tersebut membantu individu untuk lebih menghargai kehidupan, lebih mendekatkan dengan teman dan keluarga, menemukan arti kehidupan yang lebih dalam, dan terkadang membantu individu untuk merencanakan misi baru dalam kehidupan (Southwick & Charney, 2012). Bonanno (dalam Lynn, O'Donohue, & Lilienfield, 2015) menyatakan bahwa resiliensi adalah kemampuan mempertahankan diri yang berkaitan dengan fungsi emosi dan kognitif yang baik, memiliki emosi positif, dan kesehatan mental dalam menghadapi situasi baik situasi yang menyenangkan maupun situasi yang menekan. Baruth & Carroll (dalam Bogar & Killacky, 2006) mengidentifikasikan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya resiliensi yaitu kepribadian yang adaptif, lingkungan yang mendukung, sedikit stressor, dan kompensasi terhadap pengalaman. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Setyowati (2015) faktor yang mampu meningkatkan resiliensi pada individu yaitu karakter kepribadian (faktor internal) dan dukungan sosial (faktor eksternal). Karakteristik yang dimiliki oleh 5 seorang resilien meliputi rasa kasih sayang, senang bergaul, berbagi cerita, kemauan untuk belajar, dan tekun bekerja (Setyowati, 2015). Dukungan sosial yang diterima meliputi dukungan emosi, penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informasi (Setyowati, 2015). Rachmawati (2006) melakukan penelitian terhadap tiga wanita penyandang kanker payudara, hasil dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa wanita yang menyandang kanker payudara mengalami perasaan tertekan karena diagnosis dokter, pengangkatan payudara, dan rasa sakit yang dialami pada saat pengobatan. Ketiga responden penelitian tersebut melakukan strategi koping untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Strategi koping yang dilakukan ialah memahami peristiwa sebagai kenyataan yang harus dihadapi, harapan agar bisa sembuh, dan menerima penyakit yang disandang (Rachmawati, 2006). Hasil penelitian ini juga menyebutkan bahwa ketiga responden mendapatkan dukungan sosial yang baik dari orang-orang di sekitar. Strategi koping dan dukungan sosial yang didapatkan oleh responden menyebabkan ketiga responden tidak mengalami depresi dalam menghadapi penyakitnya (Rachmawati, 2006). Penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan kanker payudara antara lain dilakukan oleh Kusuma tahun 2015 dengan judul “Hubungan Strategi Koping Dengan Kualitas Hidup Pasien Kanker Payudara Di Rsup Dr Sardjito Yogyakarta” dengan jenis penelitian deskriptif korelatif dengan rancangan cross sectional. Pada penelitian ini, peneliti bertujuan untuk mengetahui hubungan antara strategi koping dengan kualitas hidup pasien kanker payudara. Berbeda dengan penelitian yang akan peneliti lakukan yaitu untuk memahami secara mendalam dinamika resiliensi yang dialami pasien kanker payudara. Penelitian lain dilakukan oleh Qoyyimah (2015) yang berjudul “Pengaruh Program Intervensi Syukur Pada Kesejahteraan Subjektif Survivor Kanker Payudara”. Tujuan dari penelitian ini yakni untuk menguji bahwa program intervensi syukur akan 6 meningkatkan kesejahteraan subjektif survivor kanker payudara, sedangkan tujuan dari penelitian yang akan peneliti lakukan yaitu untuk memahami secara mendalam dinamika resiliensi yang dialami pasien kanker payudara. Hasil pengamatan awal yang dilakukan oleh peneliti pada wanita penyandang kanker payudara yakni adanya dukungan yang didapatkan oleh wanita untuk menghadapi penyakit yang disandang. Dukungan tersebut mendorong penyandang untuk melakukan upaya-upaya penyembuhan. Dengan adanya dukungan dan kemudian penyandang melakukan upaya penyembuhan maka penyandang dapat berdamai dengan penyakit yang disandang. Wawancara dengan salah satu responden penelitian menunjukkan bahwa responden dapat menerima penyakit kanker payudara dengan lapang dada dan sabar agar dirinya dapat melakukan upaya penyembuhan. Responden tidak mengalami reaksi emosional yang negatif misalnya stres, depresi, cemas, dan penolakan. Responden justru bisa bersikap tenang dan santai dalam menghadapi penyakit yang disandang. “...jadi diterima dengan lapang dada dan sabar...” “Enggak. Pokok e yang penting saya usaha untuk berobat, gitu. Apa tuu kan kalau penyakit pasti ada obatnya. Itu sebagai ujian, cobaan.” “Terus kan pokok e sini niatnya yang penting aku usaha, gitu. Nanti masalah hasil kan diserahkan ke yang Maha Kuasa. Jadi kan sini ada semangat gitu lho.” “Yoo enggak enggak enggak ehmm maksud e enggak sedih enggak terus drop, itu enggak.” Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan, peneliti ingin mengeksplorasi dan mencoba memahami reaksi emosional yang muncul pada wanita penyandang kanker payudara. Selain untuk memahami reaksi emosional yang muncul, peneliti juga ingin mengetahui faktor apa saja yang memengaruhi munculnya kemampuan untuk bertahan dan menerima penyakit yang disandang atau yang disebut dengan kemampuan resiliensi. Peneliti memilih penyakit kanker payudara ini karena semakin meningkatnya penyandang kanker payudara terlebih di Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain itu juga dipengaruhi oleh aspek feminitas, yaitu payudara merupakan organ tubuh yang 7 penting bagi wanita yang memiliki peran dalam proses seksualitas (Crooks & Baur, 2014). Hal ini yang menyebabkan peneliti ingin mengetahui bagaimana reaksi responden saat mengetahui salah satu organ tubuh terkena penyakit berbahaya. Peneliti berusaha untuk menggali informasi bagaimana responden menilai, memahami, dan mengambil pelajaran dari pengalaman yang telah dialami. Selain itu peneliti ingin mengetahui dan memahami bagaimana dinamika resiliensi yang dialami oleh wanita penyandang kanker payudara. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti sebutkan sebelumnya maka rumusan masalah pada penelitian ini yaitu bagaimana dinamika resiliensi yang dialami oleh wanita penyandang kanker payudara? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk memahami dinamika resiliensi yang dialami oleh wanita penyandang kanker payudara, sehingga diharapkan bisa dijadikan contoh bagi para penyandang kanker payudara lainnya agar mampu mengetahui langkahlangkah maupun proses dalam meningkatkan resiliensi. Penyandang kanker payudara yang memiliki kemampuan resiliensi yang baik maka akan lebih mudah sembuh dari penyakitnya. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Secara teoritik penelitian ini bisa dijadikan sebagai sumber acuan atau tambahan sumber data penelitian mengenai resiliensi, selain itu diharapkan dapat 8 memperkaya informasi dalam ilmu psikologi terlebih pada Psikologi Klinis dan Psikologi Kesehatan. 2. Secara praktis penelitian ini bisa digunakan sebagai motivasi atau sarana peningkatan pengetahuan dan kemampuan untuk para penyandang kanker agar bisa melakukan resiliensi.