BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Kebijakan Dividen a. Pengertian Dividen adalah pembagian kepada para pemegang saham dari suatu perusahaan secara proporsional sesuai dengan jumlah lembar saham yang dipegang oleh masingmasing pemilik (Stice, Stice, Skousen, 2004 : 902). Besar kecilnya dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham tergantung dari kebijakan dividen masing-masing perusahaan dan ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dari segi perusahaan membagikan dividen kepada para investor memerlukan pertimbangan yang mendalam karena perusahaan juga harus memikirkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaan. Kebijakan dividen menyangkut tentang masalah penggunaan laba yang menjadi hak pemegang saham. Pada dasarnya laba tersebut bisa dibagi sebagai dividen atau ditahan untuk diinvestasikan kembali. Gitosudarmo (2002 : 227) menyatakan bahwa : ”kebijaksanaan perusahaan untuk membagi keuntungan kepada pemegang saham membawa arti dalam dua hal: (1) dana yang dibagikan kepada para pemegang saham. Hal ini ditunjukkan oleh pembayaran kepada para pemegang saham, (2) dana untuk membelanjai kebutuhan perkembangan usaha. Hal ini tercermin dalam neraca pada pos laba yang ditahan”. Universitas Sumatera Utara Kebijakan Dividen merupakan bagian yang menyatu dengan keputusan pendanaan perusahaan. Rasio pembayaran dividen (dividend pay out ratio) menentukan jumlah laba yang dapat ditahan sebagai sumber pendanaan. Semakin besar laba ditahan semakin sedikit jumlah laba yang dialokasikan untuk pembayaran dividen. Alokasi penentuan laba sebagai laba ditahan dan pembayaran dividen merupakan aspek utama dalam kebijakan dividen (Keown, 2000 : 496) Dividend Pay Out Ratio (DPR) adalah perbandingan antara dividen yang dibayarkan dengan laba bersih yang didapatkan dan biasanya disajikan dalam bentuk persentase. Semakin tinggi dividend pay out ratio akan menguntungkan para investor tetapi dari pihak perusahaan akan memperlemah internal financial karena memperkecil laba ditahan. Tetapi sebaliknya DPR semakin kecil akan merugikan para pemegang saham (investor) tetapi internal financial perusahaan semakin kuat (Gitosudarmo, 2002 : 232). b. Teori Dividen Ada tiga teori dividen yang dikemukakan dalam Brigham dan Houston (2001 : 66), yaitu : 1. Teori Ketidakrelevanan Dividen Teori ini menjelaskan bahwa nilai suatu perusahaan tergantung semata-mata pada pendapatan yang dihasilkan oleh aktivanya, bukan pada bagaimana pendapatan tersebut dibagi diantara dividen dan laba ditahan. 2. Teori Bird in the Hand Universitas Sumatera Utara Tingkat pengembalian yang diisyaratkan atas ekuitas akan turun apabila rasio pembayaran dividen dinaikkan karena para investor kurang yakin terhadap penerimaan keuntungan (capital gain) yang akan dihasilkan dari laba yang ditahan dibandingkan dengan seandainya menerima dividen. 3. Teori Preferensi Pajak Investor lebih menyukai pembagian dividen yang rendah daripada yang tinggi artinya para investor mungkin lebih suka perusahaan menahan sebagian besar laba perusahaan karena adanya keuntungan pajak. Menurut Gitosudarmo, besar kecilnya dividend payout ratio dipengaruhi beberapa faktor : 1. Faktor Likuiditas Semakin tinggi likuiditas akan meningkatkan DPR dan sebaliknya semakin rendah likuiditas akan menurunkan DPR. 2. Kebutuhan dana untuk melunasi hutang Semakin besar dana untuk melunasi hutang baik untuk obligasi hipotek dalam tahun tersebut yang diambilkan dari kas, maka akan berakibat menurunkan DPR dan sebaliknya. 3. Tingkat ekspansi yang direncanakan Semakin tinggi tingkat ekspansi yang direncanakan oleh perusahaan berakibat mengurangi DPR karena laba yang diperoleh diprioritaskan untuk penambahan aktivitas. Universitas Sumatera Utara 4. Faktor Pengawasan Semakin terbukanya perusahaan atau semakin banyaknya pengawas cenderung memperkuat modal sendiri sehingga mangakibatkan kenaikan DPR, dan sebaliknya semakin tertutupnya perusahaan akan menurunkan DPR. 5. Ketentuan-ketentuan dari pemerintah Ketentuan-ketentuan tersebut dimaksud adalah yang berkaitan dengan laba perusahaan maupun pembayaran dividen. 6. Pajak kekayaan/ Penghasilan dari pemegang saham Apabila para pemegang saham adalah ekonomi lemah yang bebas pajak maka DPR lebih tinggi dibanding apabila pemegang saham para ekonomi kuat yang kena pajak. 2. Profitabilitas Profitabilitas perusahaan diindikasikan oleh earning (laba). Seringkali pengamatan menunjukkan bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan utang yang relatif kecil. Perusahaan yang menguntungkan tidak memerlukan banyak pembiayaan dengan utang. Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan perusahaan untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan mereka dengan dana yang dihasilkan secara internal. Menurut Syamsuddin (2000 : 63), rasio profitabilitas terdiri dari dua jenis rasio yang menunjukkan laba dalam hubungannya dengan penjualan dan nrasio yang menunjukkan laba dalam hubungannya dengan investasi. Kedua rasio secara bersamasama menunjukkan efektifitas, rasio profitabilitas dalam hubungannya antara penjualan dan laba dapat dibedakan sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara 1. Gross Profit Margin Rasio ini merupakan perbandingan penjualan bersih dikurangi harga pokok penjualan bersih atau rasio antara laba kotor dengan penjulan bersih. 2. Operating Profit Margin Rasio ini merupakan perbandingan antara laba operasi dengan penjualan, rasio ini menggambarkan apa yang biasanya disebut ”pure profit” yang diterima atas nsetiap rupiah dari penjualan yang dilakukan. 3. Net Profit Margin Net Profit Margin atau marjin laba bersih merupakan keuntungan penjualan setelah menghitung seluruh biaya dan pajak penghasilan. Margin ini menunjkkan perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan penjualan. Rasio profitabilitas dalam hubungannya antara laba dengan investasi adalah sebagai berikut : 1. Return On Investment Rasio ini merupakan rasio perbandingan antara laba setelah pajak dengan aktiva total. 2. Return On Equity Return On Equity sering disebut dengan rentabilitas modal sendiri yang merupakan perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan modal sendiri. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur seberapa banyak keuntungan yang menjadi pemilik modal sendiri. 3. Rentabilitas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Rasio ini disebut juga Earning Power yang dimaksudkan untuk mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba usaha dengan aktiva yang dimiliki perusahaan. Rasio ini dapat diperoleh dengan membandingkan antara laba usaha dengan total aktiva. Struktur modal berasosiasi dengan profitabilitas. Struktur modal perusahaan merupakan komposisi utang dan ekuitas. Dana yang berasal dari utang mempunyai biaya modal dalam bentuk biaya bunga, dana yang berasal dari ekuitas mempunyai biaya modal berupa dividen. Perusahaan akan memilih sumber dana yang paling rendah biayanya di antara berbagai alternatif sumber dana yang tersedia. Return On Equity (ROE) merupakan rasio profitabilitas yang berhubungan dengan struktur modal secara teoritis (Syamsuddin, 2000 : 63). Return On Equity (ROE) sering disebut dengan rentabilitas modal sendiri yang merupakan perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan modal sendiri. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur seberapa banyak keuntungan yang menjadi hak pemilik modal sendiri. ROE menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba perusahaan. Dividen akan dibagikan jika perusahaan memperoleh keuntungan. Semakin tinggi ROE, kemungkinan pembagian dividen juga semakin banyak. 3. Struktur Modal a. Kebijakan Struktur Modal Menurut Warsono (2003 : 235) : ”Struktur modal merupakan bauran dari segenap sumber pembelanjaan jangka panjang yang digunakan perusahaan ”. Universitas Sumatera Utara Kebijakan struktur modal melibatkan perimabangan (trade-off) antara risiko dan tingkat pengembalian (Brigham, 2001 : 5) : a. menggunakan lebih banyak utang berarti memperbesar risiko yang ditanggung pemegang saham b. menggunakan lebih banyak utang juga memperbesar tingkat pengembalian yang diharapkan Risiko yang makin tinggi cenderung menurunkan harga saham, tetapi meningkatnya tingkat pengembalian yang diharapkan (expected rate of return) akan menaikkan harga saham tersebut. Karena itu, struktur modal yang optimal harus berada pada keseimbangan antara risiko dan pengembalian yang memaksimumkan harga saham. b. Faktor-faktor yang mempengaruhi Struktur Modal Banyak faktor yang mempengaruhi keputusan struktur modal. Jika rasio hutang yang sesungguhnya berada di di bawah tingkat yang ditargetkan, ekspansi modal mungkin perlu dilakukan dengna menggunakan pinjaman, sementara jika rasio hutang sudah melampaui target, saham mungkin perlu digunakan. Menurut Brigham (2001 : 39) ada beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan struktur modal, yaitu: 1. Stabilitas Penjualan Perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman memperoleh lebih banyak pinjaman dan menanggung beban tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil. Universitas Sumatera Utara 2. Struktur Aktiva Perusahaan yang aktivanya sesuai untuk dijadikan jaminan kredit cenderung lebih banyak menggunakan banyak hutang. 3. Leverage operasi Jika hal-hal lain tetap sama, perusahaan dengan leverage operasi yang lebih kecil cenderung lebih mampu untuk memperbesar leverage keuangan karena ia akan mempunyai risiko bisnis yang lebih kecil. 4. Tingkat Pertumbuhan Jika hal-hal lain tetap sama, perusahaan yang tumbuih dengan pesat harus lebih banyak mengandalkan modal eksternal. 5. Profitabilitas Seringkali pengamatan menunjukkan bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan hutang yang relatif kecil. 6. Pajak Bunga merupakan beban yang dapat dikurangkan untuk tujuan perpajakn, dan pengurangan tersebut sangat bernilai bagi perusahaan yang terkena tarif pajak yang tinggi. Karena itu makin tinggi tarif pajak perusahaan, makin besar manfaat penggunaan hutang. 7. Pengendalian Pengaruh utang lawan saham terhadap posisi pengendalian manajemen dapat mempengaruhi struktur modal. 8. Sikap manajemen Universitas Sumatera Utara Sejumlah manajemen cenderung lebih konservatif daripada manajemen lainnya, sehingga menggunakan utang yang lebih kecil daripada rata-rata perusahaan dalam industri yang bersangkutan, sementara manajemen lain lebih cenderung menggunakan banyak utang dalam usaha mengejar laba yang lebih tinggi. 9. Sikap pemberi pinjaman dan lembaga penilai peringkat Sikap para pemberi pinjaman dan perusahaan penilai peringkat seringkali mempengaruhi keputusan struktur keuangan. 10. Kondisi pasar Kondisi di pasar saham dan obligasi mengalami perubahan jangka panjang dan pendek yang dapat sangat berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan yang optimal. 11. Kondisi internal perusahaan Kodisi internal perusahaan juga berpengaruh terhadap struktur modal yang ditargetkannya. 12. Fleksibilitas Keuangan Mempertahankan fleksibilitas keuangan berarti mempertahankan kapasitas cadangan yang memadai. Husnan (1996 : 261) menyatakan bahwa berbagai faktor yang menentukan pemilihan struktur pendanaan antara lain : 1. Lokasi distribusi keuntungan Lokasi distribusi keuntungan adalah seberapa besar nilai yang diharapkan (expected value) dari keuntungan perusahaan. Semakin besar expected value keuntungan Universitas Sumatera Utara dengan penyimpangan yang sama, maka semakin kecil kemungkinan mendapat kerugian. Dengan demikian, semakin berani perusahaan menggunakan modal asing, apabila faktor-faktor yang lain sama, dan sebaliknya. 2. Stabilitas penjualan dan keuntungan Semakin stabil keuntungan, berarti semakin sempit penyebarannya, jadi semakin besar kemungkinan perusahan mampu memenuhi kewajiban tetapnya. Oleh karena itu, perusahaan bisa membelanjai kegiatannya dengan proporsi utang yang lebih besar. 3. Kebijakan Dividen Banyak perusahaan yang mencoba menggunakn kebijakan dividen yang stabil, implikasinya manajer keuangan harus menyediakan dana untuk membayar jumlah dividen yang tetap ini. Dengan demikian, semakin besar kemungkinan perusahaan tidak bisa membayar dividen dalam jumlah yang tetap. 4. Pengawasan (Control) Dalam beberapa peristiwa perusahaan mungkin memilih menggunkan leverage yang agak tinggi daripada mengeluarkan saham baru lagi, karena mereka mungkin segan membagi kepemilikan (yang berarti juga Control) perusahaan dengan orang lain. 5. Risiko kebangkrutan Suatu perusahaan dihadapkan pada tingkat bunga yang meningkat makin cepat setelah melewati suatu tingkat leverage tertentu, karena kreditur mulai khawatir tentang kebangkrutan perusahaan. Universitas Sumatera Utara c. Teori Struktur Modal Arifin (2005 : 80) menjelaskan bahwa ada tiga teori utama atas struktur modal, antara lain : 1. Agency cost/ Tax Shield Trade-Off Model Teori ini sering disingkat dengan Trade-off Theory, berasumsi bahwa struktur modal suatu perusahaan ditentukan dengan mempertimbangkan manfaat pengurangan pajak ketika hutang meningkat di satu sisi dan meningkatnya agency cost ketika hutang meningkat pada sisi yang lain. Ketika manfaat pengurangan pajak masih lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan agency cost maka perusahaan masih bisa meningkatkan hutangnya dan peningkatan hutang harus dihentikan ketika pengurangan pajak atas tambahan hutang tersebut sudah lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan agency cost. Model Trade-off merupakan model yang sangat konsisten dengan upaya mencari struktur modal optimal agar nilai perusahaan dapat dimaksimumkan. Model trade-off juga banyak penganutnya sehingga masih dianggap sebagai mainstream teori struktur modal. bukan justru yang meminimalkan porsi hutangya. Namun demikian model ini tidak dapat menjawab beberapa pertanyaan temuan penting dari pola struktur modal di perusahaan, yaitu, dalam setiap industri ditemukan bahwa perusahaan-perusahaan yang paling tinggi profitabilitasnya adalah perusahaan yang paling rendah debt rationya. Temuan ini bertentangan dengan prediksi trade-off model. Trade-off model memprediksi perusahaan akan memilih utang sebagai sumber dana asal manfaat dari tambahan utang masih lebih besar dibandingkan dengan kerugiannya. Dengan demikian Universitas Sumatera Utara perusahaan yang paling tinggi profitabilitasnya mestinya perusahaan yang sudah mengoptimalkan porsi utangnya, bukan justru yang meminimalkan porsi utangnya. 2. Pecking Order Hypothesis Teori ini dibangun berdasarkan asumsi dan temuan empiris tentang perilaku keuangan perusahaan berikut : (1) kebijakan dividen perusahaan yang bersifat ‘sticky’ (tidak gampang naik maupun turun). Manajer selalu berusaha menjaga agar dividen per lembar saham tidak berubah meskipun terjadi fluktuasi yang bersifat temporer pada laba perusahaan, (2) perusahaan lebih menyukai sumber dana internal (laba ditahan dan depresiasi) dibandingkan dengan sumber dana eksternal (hutang dan ekuitas), (3) jika harus memakai sumber dana eksternal maka perusahaan akan memilih sekuritas yang teraman, (4) ketika kebutuhan dana eksternal cukup besar maka perusahaan akan memilih menerbitkan sekuritas menurut urutan ; hutang yang paling aman, kemudian hutang yang berisiko tinggi, convertible securities, preferred stock, dan terakhir saham biasa (Arifin, 2005 : 94). Penjelasan atas adanya urutan pemilihan (sumber internal kemudian sumber eksternal) yang dikemukakan pada saat itu antara lain karena pasar yang tidak sempurna (tingginya biaya transaksi, banyaknya investor yang tidak memiliki cukup informasi, dan manajer yang sama sekali tidak sensitive terhadap nilai pasar saham perusahaan) dimana gambaran tersebut tidak sepenuhnya mencerminkan kondisi pasar modal yang modern. Jika dianalisis lebih lanjut, Pecking Order Model juga dapat menjelaskan beberapa temuan empiris yang lain. Karena penerbitan saham baru selalu negatif oleh pasar modal, maka dapat diartikan bahwa manajer hanya akan menerbitkan saham baru, atau Universitas Sumatera Utara melakukan aktivitas menurunkan porsi utang yang lain, hanya jika mereka terpaksa melakukannya karena tidak punya dana internal atau jika tidak, mungkin memang sengaja mencari keuntungan sendiri dengan mengorbankan kepentingan pemegang saham lama. Sebaliknya, pengumuman kenaikan porsi utang dapat diartikan sebagai bukti bahwa perusahaan cukup yakin tentang peningkatan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba pada masa yang akan datang sehingga mereka berani menaikkan porsi utangnya. Oleh karena itu, kenaikan porsi utang direspon positif oleh pasar. 3. Teori Signaling dan Model Asymmetric Information yang lain Teori ini disusun berdasarkan ide bahwa manajer yang memiliki informasi yang bagus tentang perusahaan akan berusaha menyampaikan informasi tersebut kepada investor luar agar harga saham perusahaan meningkat. Namun karena ada masalah asymmetric information, manajer tidak bisa hanya sekedar mengumumkan informasi bagus tersebut karena bisa jadi manajer lain juga mengumumkan hal sama sehingga membuat investor luar jadi kurang percaya. Perusahaan yang bagus kinerjanya dapat memberi sinyal berupa porsi hutang yang tinggi pada struktur modalnya. Perusahaan yang kurang bagus kinerjanya tidak akan berani memakai hutang dalam jumlah besar karena jika itu dilakukan maka probabilitas kebangkrutannya akan tinggi. Investor akan dapat membedakan mana perusahaan yang bagus kinerjanya dan mana yang kurang bagus kinerjanya dengan melihat struktur modal perusahaan tersebut dan investor akan memberi nilai yang lebih tinggi pada perusahaan yang porsi hutangnya besar. Penerbitan utang merupakan sinyal Universitas Sumatera Utara adanya berita bagus yaitu berupa manajer yang lebih yakin atas kinerja perusahaan di masa yang akan datang sehingga harga saham meningkat dengan adanya pengumuman kenaikan utang. Sementara itu penerbitan saham dianggap sebagai berita buruk yaitu berupa kemungkinan turunnya earning di masa yang akan datang sehingga harga saham menurun dengan adanya pengumuman penerbitan saham baru. B. Tinjauan Penelitian Terdahulu 1. Mayangsari (2001) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pendanan perusahaan dengan tujuan untuk menguji pecking order theory, yaitu teori keuangan yang menyatakan bahwa perusahaan lebih cenderung memilih pendanaan yang berasal dari internal dibandingkan eksternal. Analisis dilakukan terhadap 63 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ selama tahun 1996 dengan menggunakan purposive sampling method dengan kriteria saham teraktif dari sisi frekuensi perdagangan dan melakukan pembagian dividen pada tahun 1996. Alat analisis yang digunakan adalah metode regresi dengan terlebih dahulu menguji berbagai macam asumsi klasik, seperti kenormalan dengan menggunakan uji Jarque-Berra, multikolinearitas dengan melihat angka tolerance dan VIF, autokorelasi dengan menggunkan uji Durbin-Watson, heterokedastisitas dengan menggunakan uji Gletsjer Park serta linearitas model dengan MWD test.Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel-variabel yang secara statistis signifikan mempengaruhi kebijakan pendanaan eksternal adalah besaran perusahaan, profitabilitas, struktur asset dan Universitas Sumatera Utara perubahan modal kerja.Profitabilitas berpengaruh secara negatif terhadap rasio hutang. 2. Wahyuningsih (2001) melakukan penelitian tentang hubungan keputusan investasi, hutang dan dividen. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data dari 23 perusahaan property yang terdaftar di BEJ antara tahun 1989-1996. Analisis dilakukan secara pooling serta metode analisis sistem persamaan simultan dengan SUR (Seemingly Unrelated Regression). Variabel yang digunakan adalah rasio investasi, hutang dan dividen sebagai variabel utamanya. Profitability, likuiditas, growth potential dan interest rate sebagai variabel instrumen. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian adalah tidak ada hubungan yang signifikan antara dividen dengan hutang. Hubungan antara keputusan hutang dan profitabilitas adalah negatif dan signifikan, tidak ada hubungan antara profitabilitas dengan keputusan dividen. 3. Paramu (2006) melakukan penelitian untuk menganalisis bagaimana karakteristik perusahaan (biaya hutang, biaya keagenan, resiko bisnis, ukuran perusahaan, kebijakan dividen, profitabilitas, kepemilikan internal, dan kepemilikan eksternal) pada berbagai industri di Indonesia mempengaruhi struktur modal. Penelitian dilakukan terhadap sektor industri yang paling tidak memiliki perusahaan yang terdaftar di BEJ secara konsisten selama periode 1998-2002 dengan menggunakan data sekunder yaitu laporan keuangan sebagai data penelitian. Alat analisis yang digunakan adalah metode regresi linear berganda dengan spesifikasi lag indevenden variabel dan chow test untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pengaruh karakteristik perusahaan Universitas Sumatera Utara terhadap keputusan struktur modal secara agregat. Secara simultan biaya hutang, biaya agency, risiko bisnis, ukuran perusahaan, dividen pay out ratio, profitabilitas, kepemilikan internal dan eksternal berpengaruh secara signifikan terhadap struktur modal. Hasil penelitian secarta parsial menunjukkan bahwa variabel kebijakan dividen berpengaruh secara negatif terhadap keputusan struktur modal perusahaan. Arah pengaruh negatif ini mengindikasikan bahwa perusahaan yang mampu memberikan dividen pada periode sebelumnya akan cenderung untuk melakukan equity financing pada periode sekarang. Hasil penelitian secara parsial juga menunjukkan bahwa biaya hutang (cost of debt) akan mengurangi jumlah pajak yang dibayarkan sehingga meningkatkan profitabilitas, akibatnya akan semakin mendorong perusahaan untuk melakukan debt financing. 4. Jortan (2007) meneliti pengaruh struktur aktiva, profitabilitas, dan kebijakan dividen terhadap struktur pendanaan. Penelitian dilakukan terhadap 22 sampel perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dengan menggunakan data time series dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2005 dan cross section yang disebut dengan pooling data. Alat analisis yang digunakan adalah regresi linear dan regresi berganda dengan terlebih dahulu melakukan uji asumsi klasik. Hasil penelitian secara parsial menunjukkan bahwa variabel struktur aktiva dan profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap struktur pendanaan. Profitabilitas memiliki koefisien bertanda negatif yang mengandung arti bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan hutang yang relatif kecil. Variabel kebijakan Universitas Sumatera Utara dividen tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur pendanaan dan memiliki koefisien regresi bertanda positif yang mengandung arti bahwa setiap perubahan variabel kebijakan dividen akan meningkatkan struktur pendanaan. C. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian 1. Kerangka Konseptual Struktur modal menjadi penting diperhatikan untuk meningkatkan nilai perusahaan karena penetapan struktur modal dalam kebijakan pendanaan perusahaan menentukan profitabilitas perusahaan. Brigham dan Houston (2001 : 5) menyatakan bahwa: “kebijakan struktur modal melibatkan perimbangan (trade-off) antara risiko dan pengembalian, yang pada akhirnya akan memutuskan apakah menggunakan hutang atau modal sendiri untuk mendanai perusahaan.” Menurut teori trade-off, semakin besar keuntungan dari penggunaan hutang yang diperoleh dari pajak penghasilan. Tetapi biaya kebangkrutan dan biaya agensi juga akan meningkat bahkan lebih besar, jika satu-satunya pengaruh dalam perusahaan hanya pajak penghasilan. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan tetapi hanya sampai pada titik tertentu. Setelah titik tersebut, penggunaan hutang justru akan menurunkan nilai perusahaan karena kenaikan dari penggunaaan hutang tidak sebanding dengan kenaikan biaya kebangkrutan dan biaya keagenan. Penelitian ini menguji bagaimana faktor kebijakan dividen dengan dividend pay out ratio (DPR) sebagai variabel indikatornya dan profitabilitas dengan return on equity (ROE) sebagai variabel indikatornya berpengaruh terhadap tingkat penggunaan hutang Universitas Sumatera Utara (struktur modal) suatu perusahaan. Pembayaran dividen akan mengurangi modal bersih perusahaan dan untuk mempertahankan struktur modal optimal, perusahaan perlu menerbitkan sekuritas yang paling rendah risikonya, yaitu hutang (Mayangsari, 2001). Sementara itu Sartono (2001) menyatakan: “bahwa semakin besar penggunaan hutang dalam struktur modal maka semakin meningkat ROE perusahaan tersebut.” Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka kerangka konseptual dapat digambarkan sebagai berikut : H1 Dividend Pay Out Ratio (DPR) (X1) H3 Debt to Equity Ratio (DER) (Y) Return On Equity (ROE) (X2) H2 Gambar 2.1 Diagram Kerangka Konseptual 2.Hipotesis Penelitian H1: dividen payout ratio berpengaruh secara signifikan terhadap debt to equity ratio. H2: return on equity berpengaruh secara signifikan terhadap debt to equity ratio H3: dividend payout ratio dan return on equity secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap debt to equity ratio. Universitas Sumatera Utara