BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan salah satu penyebab utama penyakit di Indonesia, karena memiliki iklim yang tropis dan kelembabannya tinggi sehingga mikroba dapat tumbuh subur (Davey, 2005). Salah satu penyebab terjadinya penyakit infeksi adalah bakteri (Radji, 2011). Bakteri yang dapat menyebabkan infeksi adalah Escherichia coli dan Staphylococcus aureus (Jawetz, et al., 2005). Bakteri Escherichia coli ialah bakteri Gram negatif yang berbentuk batang dan merupakan salah satu bakteri fakultatif anaerob (Arisman, 2009). Escherichia coli adalah flora normal yang terdapat dalam gastrointestinal, tetapi jika jumlahnya melebihi jumlah ambang batas normal gastrointestinal dapat menyebabkan infeksi seperti diare akut maupun kronis (Jawetz, et al., 2005). Selain itu Escherichia coli dapat menyebabkan infeksi traktus urinarius, meningitis, dan septikemia (Yenny, 2007). Escherichia coli melekat pada usus besar dan bertahan selama beberapa bulan bahkan beberapa tahun (Radji, 2011). Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif yang banyak menyerang manusia maupun hewan mamalia lainnya. Dalam jumlah 105 CFU/ml bakteri Staphylococcus aureus berpotensi menghasilkan racun atau toksin dan dalam jumlah 106 CFU/ml bakteri Escherichia coli berpotensi menyebabkan ketoksikan (SNI, 2009). Bakteri Staphylococus aureus dapat menghasilkan racun enterotoksin yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan mendadak. Penyakit yang ditimbulkan antara lain diare, infeksi luka, bisul, infeksi pada folikel rambut dan kelenjar keringat, meningitis, endocarditis, pneumonia (Entjang, 2003). Untuk mengatasi infeksi tersebut maka digunakan antibakteri. Antibakteri adalah senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan serta membunuh bakteri, terutama bakteri yang merugikan (Setiabudy, 2008). Namun, penggunaan antibakteri yang berlebihan dan tidak terkontrol menyebabkan bakteri resisten terhadap antibakteri tersebut (Jawetz, et al., 2005). 1 2 Munculnya bakteri yang resisten terhadap antibakteri menjadi masalah penting. Berdasarkan data dari hasil penelitian terhadap 781 pasien yang dirawat di rumah sakit, ditemukan 81% Escherichia coli resisten terhadap beberapa jenis antibakteri, yaitu ampisilin (73%), kotrimoksazol (56%), Kloramfenikol (43%) siprofloksasin (22%) dan gentamisin (18%) (Menkes, 2011). Berdasarkan penelitian pola resistensi bakteri dari kultur darah yang dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada tahun 20012006 terhadap antibiotik golongan penisilin Staphylococcus aureus mengalami peningkatan resistensi terhadap antibiotik amoksilin (Al Hanif, 2009). Penelitian lainnya tentang pola kepekaan di ruang rawat intensif Rumah sakit Fatmawati Jakarta pada tahun 2001-2002 Staphylococcus aureus telah resisten terhadap antibiotik penisilin G, ampisilin, sulbenisilin, dan amoksilin (Refdanita dkk, 2004). Resistensi dapat menggagalkan pengobatan penyakit infeksi, sehingga penting untuk mencari alternatif lain sebagai agen antibakteri baru yang berpotensi untuk menghambat atau membunuh bakteri yang resisten terhadap antibakteri. Alternatif lain untuk mengobati infeksi yang disebabkan resistensi bakteri adalah dengan memanfaatkan tumbuhan. Tanaman pacar air (Impatiens balsamina L.) adalah famili balsaminaceae. Penelitian oleh Adfa (2007) menyatakan bahwa daun pacar air mengandung senyawa kumarin, kuinon, flavonoid, steroid, triterpenoid, fenol dan saponin. Adfa (2008) menyatakan bahwa senyawa 1,4-naftokuinon dari daun pacar air menunjukkan aktivitas antibakteri 0,5-0,6 kali tetrasiklin dengan konsentrasi yang sama terhadap Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus. Semakin tinggi konsentrasi maka daya hambat bakteri semakin tinggi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun pacar air terhadap bakteri Staphylococcus aureus multiresisten dan Escherichia coli multiresisten serta mengetahui senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antibakterinya. 3 B. Rumusan Masalah Berdasar pada latar belakang tersebut, dapat diambil beberapa perumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah ekstrak etanol daun pacar air mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli multiresisten dan Staphylococcus aureus multiresisten? 2. Apakah golongan senyawa aktif yang bertanggung jawab sebagai antibakteri dalam ekstrak etanol daun pacar air terhadap Escherichia coli multiresisten dan Staphylococcus auerus multiresisten? C. Tujuan Penelitian Berdasar pada latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun pacar air terhadap Escherichia coli multiresisten dan Staphylococcus auerus multiresisten dengan mengukur zona hambatnya. 2. Mengetahui golongan senyawa yang bertanggung jawab sebagai antibakteri dalam ekstrak etanol daun pacar air terhadap Escherichia coli multiresisten dan Staphylococcus auerus multiresisten dengan menggunakan metode bioautografi. D. Tinjauan Pustaka 1. Tanaman Pacar Air (Impatiens balsamina L.) a. Kandungan Kimia Adfa (2008) menyatakan tanaman pacar air memiliki kandungan senyawa aktif antibakteri seperti kumarin, flavonoid, saponin, kuinon dan malvidum. 2metoksi-1,4-naftokuinon (Ding, et al., 2008) dan kaemferol (golongan flavonoid) (Lim, et al., 2007). b. Khasiat Di Indonesia, daun tanaman pacar air telah dimanfaatkan sebagai obat luka potong, bengkak-bengkak, dan koreng (Adfa, 2008). Nurdin dkk (2012) menyatakan bahwa secara tradisional masyarakat dari Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Soppeng Propinsi Sulawesi Selatan memanfaatkan daun pacar air 4 Impatiens balsamina L. dengan cara direbus maupun digiling untuk dioleskan pada bagian tubuh yang terinfeksi oleh bakteri. Adfa (2007) menyatakan bahwa daun pacar air mengandung senyawa kumarin, kuinon, flavonoid, steroid, triterpenoid, fenol dan saponin. Adfa (2008) menyatakan bahwa senyawa 1,4naftokuinon dari daun pacar air menunjukkan aktivitas antibakteri 0,5-0,6 kali tetrasiklin dengan konsentrasi yang sama terhadap Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus. Ayu (2012) menyatakan bahwa ekstrak etanol daun pacar air menurunkan jumlah koloni bakteri Salmonella typhi dengan konsentrasi ekstrak 13%. 2. Escherichia coli Klasifikasi bakteri Escherichia coli menurut Songer dan Post (2005) adalah sebagai berikut: Kingdom : Bacteria Filum : Proteobacteria Kelas : Gamma Proteobacteria Ordo : Enterobacteriales Famili : Enterobacteriaceae Genus : Escherichia Spesies : Escherichia coli Bakteri Escherichia coli adalah spesies dengan habitat alami di dalam saluran pencernaan manusia maupun hewan. Escherichia coli pertama kali diisolasi oleh Theodor Escherich dari tinja seorang anak kecil pada tahun 1885. Bakteri ini berbentuk batang (basil), berukuran 0,4-0,7 x 1,0-3,0 µm, termasuk bakteri Gram negatif, dapat hidup soliter maupun berkelompok, umumnya motil, tidak membentuk spora, dan fakultatif anaerob (Carter & Wise 2004). Escherichia coli dapat menyebabkan infeksi traktus urinarius, meningitis, dan septikemia (Yenny, 2007). Escherichia coli dapat memfermentasi sukrosa cair, glukosa cair, dan laktosa padat. Hasil fermentasi menghasilkan gas dan asam (Pelczar & Chan, 2005). Pengobatan menggunakan ampisilin karena memiliki spektrum luas terhadap bakteri Gram negatif (Setiabudy, 2008). 5 3. Staphylococcus aureus Klasifikasi dari bakteri Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut: Kingdom : Prokariot Divisio : Protophyta Kelas : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Familia : Micrococcaceae Genus : Staphylococcus Spesies : Staphylococcus aureus (Jawetz, et al., 2005) Staphylococcus aureus adalah bakteri berbentuk bulat, termasuk bakteri Gram positif, biasanya tersusun dalam rangkaian yang tidak beraturan seperti buah anggur. Beberapa diantaranya tergolong flora normal pada kulit dan selaput mukosa manusia, yang menyebabkan penanahan, abses, berbagai infeksi piogen dan bahkan septikemia yang fatal. Staphylococcus aureus mengandung polisakarida dan protein yang berfungsi sebagai antigen dan merupakan substansi penting didalam struktur dinding sel, tidak membentuk spora, dan tidak membentuk flagel (Jawetz, et al., 2005). Uji reaksi gula yang dilakukan Supartono (2006) membuktikan bahwa Staphylococcus aureus dapat memfermentasi glukosa, laktosa, maltosa, sukrosa, dan manitol. Penelitian tentang pola kepekaan di ruang rawat intensif Rumah sakit Fatmawati Jakarta pada tahun 2001-2002 Staphylococcus aureus telah resisten terhadap antibiotik penisilin G, ampisilin, sulbenisilin, dan amoksilin (Refdanita dkk, 2004). 4. Antibakteri Antibakteri adalah senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan serta membunuh bakteri, terutama bakteri yang merugikan (Setiabudy, 2008). Idealnya, antibakteri memiliki mekanisme kerja yang selektif, yaitu hanya membunuh parasit saja sehingga tidak membahayakan sel inang (Jawetz, et al., 2001). Antibakteri yang mekanismenya hanya menghambat pertumbuhan disebut bakteriostatik, sedangkan yang mampu membunuh bakteri disebut bakterisidal, tetapi jika dosis antibakteri yang bersifat bakteriostatik dinaikkan, maka sifatnya 6 akan berubah menjadi bakterisidal (Setiabudy, 2008). Mekanisme kerja obat antibakteri tidak sepenuhnya dipahami. Tetapi, mekanisme aksi ini dapat diklasifikasikan dalam empat hal utama yaitu : a. Menghambat sintesis dinding sel b. Menghambat fungsi membran sel c. Menghambat sintesis protein d. Menghambat sintesis asam nukleat (Jawetz, et al., 2001). 5. Resistensi Resistensi adalah kemampuan bakteri atau kuman untuk menjadi kebal terhadap antibiotik (Jawetz, et al., 2005). Resistensi mikroorganisme dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe yaitu : a. Resistensi bawaan (primer) adalah resistensi yang menjadi sifat alami mikroorganisme disebabkan adanya enzim pengurai antibiotik pada mikroorganisme, sehingga secara alami dapat menguraikan antibiotik. b. Resistensi dapatan (sekunder) merupakan resistensi yang didapat karena kontak dengan agen antimikroba dalam waktu yang cukup lama, dan terbentuk mutan yang dapat terjadi secara cepat dapat pula dalam kurun waktu lama memperbanyak diri dan menjadi mutan jenis baru. c. Resistensi episomal adalah resistensi yang disebabkan pembawa faktor genetik berada di luar kromosom. d. Resistensi silang adalah keadaan dimana mikroorganisme yang semula sensitif menjadi resisten terhadap suatu antibiotik serta semua derivatnya (Pratiwi, 2008). 6. Uji Antibakteri Uji antibakteri dilakukan untuk mengukur potensi senyawa guna mengetahui kekuatan antibakterinya dengan mengamati diameter zona hambat. Uji antibakteri dapat dikerjakan dengan beberapa cara antara lain dilusi dan difusi. Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu dilusi cair dan dilusi padat. Metode dilusi cair ini dilakukan dengan cara mengukur MIC (Minimum Inhibitory 7 Concentration atau Kadar Hambat Minimum, KHM) dan MBC (Minimum Bactericidal Concentration atau Kadar Bunuh Minimum, KBM). Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikrobiologi pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba, dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM. Metode dilusi padat ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media padat. Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji (Pratiwi, 2008). Difusi adalah proses pergerakan molekul dalam suatu media secara acak dan merata (Campbell & Reece, 2008). Metode difusi memiliki tiga cara yakni Kirby Bauer, sumuran, dan pour plate (Prescot & Klein, 2002). Metode ini dipengaruhi oleh beberapa faktor fisika dan kimia, selain faktor antara obat dan organisme (misalnya sifat medium dan kemampuan difusi, ukuran molekular dan stabilitas obat). Meskipun demikian standarisasi faktor-faktor tersebut memungkinkan melakukan uji kepekaan dengan baik (Jawetz, et al., 2005). 7. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fisikokimia (Stahl, 1985). Kelebihan dari kromatografi lapis tipis antara lain pelaksanaan yang mudah, peralatan yang murah dan metode yang lebih sederhana (Gandjar dan Rohman, 2010). a. Fase diam Fase diam yang sering digunakan dalam KLT adalah silica dan serbuk selulosa. Mekanisme utamanya adalah partisi dan adsorbsi lapisan tipis yang digunakan sebagai penjerap yang dapat dibuat dari silika yang telah dimodifikasi, resin penukar ion, gel eksklusi, dan siklodekstrin yang digunakan untuk pemisahan kiral (Gandjar dan Rohman, 2010). 8 b. Fase gerak Fase gerak yang paling sederhana berupa campuran 2 pelarut organik dengan daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur, sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal (Gandjar dan Rohman, 2010). c. Angka Rf pada KLT Jarak elusi atau pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan angka Rf atau hRf. (Stahl, 1985) 8. Bioautografi Bioautografi adalah suatu metode spesifik untuk mendeteksi bercak pada hasil KLT (Kromatografi Lapis Tipis) yang memiliki aktivitas antibakteri, antifungi dan antiviral (Pratiwi, 2008). Terdapat tiga macam uji bioautografi yakni bioautografi kontak, agar overlay, dan langsung. Bioautografi kontak dilakukan dengan meletakkan lempeng hasil elusi kromatografi lapis tipis senyawa uji pada media padat yang telah diinokulasi dengan bakteri uji. Adanya aktivitas antibakteri ditandai dengan adanya zona bening (radikal) pada media padat (Choma, 2005). E. Landasan Teori Penelitian terhadap tanaman pacar air oleh Adfa (2008) menunjukkan bahwa tanaman ini memiliki kandungan senyawa aktif 1,4-naftokuinon dalam daun pacar air yang memiliki aktivitas antibakteri 0,5-0,6 kali lebih besar dari tetrasiklin terhadap Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus. Daun pacar air dimanfaatkan sebagai obat antibakteri, antihistamin dan antiinflamasi. Nurdin dkk (2012) menyimpulkan bahwa ekstrak metanol daun pacar air bersifat antibakteri. Aktivitas antibakteri terbesar diperoleh pada konsentrasi 8% dengan diameter zona hambat sebesar 20,2–21,2 mm pada pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, namun aktivitas antibakterinya menurun pada bakteri Pseudomonas aeruginosa yang hanya 13,8–4,1 mm pada masa inkubasi 24 jam. Senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak metanol daun pacar air (Impatiens balsamina L.) diuji dengan menggunakan metode skrining fitokimia dan menunjukkan adanya 9 senyawa flavanoid, kuinon, steroid, tanin, dan saponin. Ayu (2012) menyatakan bahwa hasil uji aktivitas ekstrak etanol daun pacar air terhadap bakteri Salmonella typhi menunjukkan penurunan jumlah koloni bakteri Salmonella typhi dengan konsentrasi ekstrak 1-3% dengan semakin tingginya konsentrasi ekstrak jumlah kematian koloni bakteri semakin banyak. F. Hipotesis Berdasarkan landasan teori di atas ditarik hipotesa sebagai berikut : 1. Ekstrak etanol daun pacar air dapat beraktivitas sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus multiresisten dan Escherichia coli multiresisten. 2. Golongan senyawa aktif dalam ekstrak etanol daun pacar air yang memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus multiresisten dan Escherichia coli multiresisten adalah golongan antrakuinon