Definisi Sendi sakroiliaka merupakan penyebab kecil tetapi signifikan dari nyeri punggung bawah, bokong, dan nyeri ekstremitas bagian bawah. Disfungsi sendi sakroiliaka adalah diagnosis yang dapat ditegakkan setelah dilakukan pertimbangan hati-hati dari diagnosis lain karena dapat memiliki gejala dan hasil pemeriksaan fisik yang sama. Disfungsi sendi sakroiliaka dengan perubahan struktural dari sendi atau perubahan posisi relatif dari pelvis dan sarkum. Nyeri dapat diperantai melalui struktur intra-artikular, kapsular, dan ligamen. Prevalensi dari disfungsi sendi sakroiliaka dalam populasi secara umum dilaporkan antara 15% hingga 38%. Perbedaan dari nyeri sendi sakroiliaka dengan penyebab nyeri lainnya adalah anatomi dari sendi tersebut. Karena terdapat banyaknya persarafan, disfungsi dari sendi sarkoiliaka dapat menimbulkan nyeri yang bervariasi. Lebih lagi, nyeri sendi sakroiliaka dapat meningkat karena hipermobilitas dan hipomobilitas, yang menyebabkan lebih sulit untuk menentukan diagnosis. Sindroma sendi sakroiliaka lebih sering ditemukan pada wanita dibandingkan dengan pria, dengan perbandingan lebih kurang 4 : 1. Sendi sakroiliaka menghubungkan merupakan permukaan artikular penumpu sakrum beban dengan bilateral yang ileum, serta menghubungkan tulang aksial dan apendikular. Sendi anterior dan inferior ketiga adalah sinovial, sisa ruang sendi adalah sindesmosis. Sendi sakroiliaka dibatasi pada bagian ventral dan tepi superior oleh ligamen sakroiliaka ventral dan pada bagian dorsal dan permukaan inferior dibatasi oleh interosseous dan ligamen sakroiliaka dorsal. Kapsul artikular dari ligamen sakroiliaka tipis dan stabil secara anterior oleh ligamen sakroiliaka ventral. Serat ekstrakapsular yang kuat pada bagian dorsal sakroiliaka dan ligamen interosseous memiliki kontribusi dalam menstabilkan sendi. Sendi sakroiliaka dihubungkan lebih jauh melalui ligamen sacrotuberous dan sacrospinous, yang menyediakan penghubung tambahan antara pelvis dan sakrum. Persarafan dari sendi sakroiliaka masih belum selesai diteliti, beberapa penelitian anatomi melaporkan mengenai persarafan yang berbeda. Cabang dorsal dari S1 dan jaringan dari L4, L5, bahkan L3 dapat menyediakan 1 masukan sensoris pada sendi. Penelitian lain menjelaskan mengenai persarafan melalui dorsal rami dari akar saraf spinal L5-S4. Sendi sakroiliaka mengalami perubahan yang mempengaruhi biomekanisme dari sendi. Selama masa kanak-kanak dan remaja, sendi sakroiliaka lebih mudah digerakkan, menyerap kekuatan melalui siklus gait. Pada penuaan normal, sendi berkembang menjadi permukaan berlawanan dan tidak rata, dan sendi menyatu secara bertahap pada tahun-tahun berikutnya. Pergerakan di sekitar sendi sakroiliaka berada dalam skala kecil. Ketika berat badan diteruskan kebawah melalui tulang sakrum pertama, sakrum terdorong kebawah dan kedepan menyebabkan bagian bawah sakrum berputar keatas dan kebelakang. Meskipun tidak terdapat otot yang secara langsung mengontrol pergerakan di sekitar sendi, ketidakseimbangan otot dan tulang di sekitar sendi sakroiliaka dapat berpengaruh terhadap stress pada sendi. Otot anterior pada sendi sakroiliaka, termasuk psoas dan iliakus, dapat mempengaruhi pergerakan sakrum. Kelemahan pada sendi posterior, seperti otot gluteus maksimus dan medius, dapat berpengaruh pada postur pelvis selama menumpu beban, yang dapat menyebabkan stres pada sendi. Gejala Sejauh ini, gejala yang paling sering timbul pada disfungsi sendi sakroiliaka adalah nyeri punggung bawah dan nyeri bokong, yang dapat menjadi tidak nyeri dengan terapi tradisional. Penjalaran nyeri pada disfungsi sendi sakroiliaka tidak terbatas pada regio lumbosakral. Keluhan nyeri sering terjadi setelah berdiri pada waktu yang cukup lama, ketika menahan beban yang tidak simetris, atau saat menaiki tangga. Nyeri juga dapat terjadi setelah berlari, berjalan dengan langkah yang besar, atau pada postur yang salah. Karena nyeri pada disfungsi sendi sakroiliaka dapat bertambah karena sebab yang bervariasi (hipermobilitas, hipomobilitas, deformitas tulang, inflamasi sendi, dan erosi), disfungsi sendi dapat timbul dengan bermacam-macam keluhan yang spesifik. Pada penelitian retrospektif terhadap 50 pasien dengan respon diagnostik positif 2 terhadap injeksi fluoroscopically pada sendi sakroiliaka, peneliti melakukan karakteristik terhadap gejala yang paling sering muncul berdasarkan penelitian kohort. Pada penelitian mereka, gejala yang paling sering timbul adalah nyeri daerah bokong (94%), nyeri lumbal bawah (72%), dan nyeri ekstremitas bawah (50%). Nyeri pada paha bagian distal dan nyeri pada kaki juga dilaporkan sebagai nyeri groin. Disfungsi sendi sakroiliaka bukan merupakan penyebab dari nyeri neuropatik. Akan tetapi, karena anatomi dari cabang nervus spinalis proximal dan pleksus lumbal dan sakral, penjalaran nyeri dapat menyerupai variasi dari proses neurologi yang patologis. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan menyeluruh pada punggung bawah pinggang, dan pinggul, termasuk pemeriksaan neurologis dan muskuloskeletal penting dalam mengetahui nyeri bagian belakang yang disebabkan oleh disfungsi sakroiliaka dan untuk menyingkirkan diagnosis lain yang sering terjadi. Pemeriksaan termasuk pengukuran panjang kaki dan pemeriksaan simetris pinggul melalui inspeksi pada posterior superior iliakal spinal, anterior superior iliakal spinal, lipatan gluteus, tuberkel pubis, iskial tuberositis, dan maleolus medial. Dilakukan palpasi dan inspeksi pada sulkus sakral dengan pasien pada posisi pronasi, dan semua atropi pada otot gluteus atau ekstremitas bagian distal dicatat. Atropi pada anggota gerak merupakan tanda bahwa lumbal radikulopati lebih dari sindrom sendi sakroiliaka. Dilakukan palpasi pada tulang sakrum, jaringan subkutan, otot, dan ligamen. Uji provokasi telah lama digunakan oleh ahli untuk membedakan nyeri sendi sakroiliaka dengan nyeri bagian belakang lainnya. Akan tetapi, beberapa penelitian yang menyatakan ketika nyeri dipertimbangkan secara terpisah, uji provokasi yang paling sering digunakan memiliki spesifitas yang rendah pada disfungsi sakroiliaka. Penelitian lainnya menyatakan gerakan normal (ROM) minimal disekitar sendi serta kesulitan dalam menstimulasi stres fisiologis pada 3 sendi menjelaskan bahwa uji provokasi dapat menimbulkan nyeri pada struktur yang mengelilingi. Termasuk struktur pada diskus intervertebralis lumbalis, sendi zygapophyseal, dan sendi pada pinggul. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada diagnosis penyakit sendi sakroiliaka, multitest regimen secara klinis lebih berguna dibandingkan uji lainnya. Penelitian terbaru menjelaskan bahwa uji provokasi memiliki sensitifitas 85% dan spesifitas 79% pada penyakit sendi sakroiliaka. Uji Provokasi Gaenslen Test Pasien berada pada posisi supinasi, berbaring dekat dengan meja pemeriksaan, dengan gluteus melewati tepi meja, kaki pasien diletakkan dibawah meja dengan paha dan pinggul hiperekstensi. Lutut kontralateral kemudian difleksikan maksimal. Rasa nyeri atau ketidaknyamanan pada manuver ini menandakan adanya penyakit sendi sakroiliakal, walaupun hasil positif palsu dapat terjadi pada pasien dengan lesi pada saraf L2-4. Spondylolisthesis, fraktur sakral, fraktur kompresi lumbal, dan stenosis spinal. Patrick Test (FABER Test) Pasien berada pada posisi supinasi pada level permukaan, paha difleksikan dan pergelangan kaki diletakkan dibawah patella dengan kaki yang berlawanan diekstensikan. Penekanan kebawah dilakukan secara bersamaan pada lutut yang difleksikan dan anterior superior iliakal spinal yang berlawanan, dan pergelangan kaki mempertahankan posisi dibawah lutut. Nyeri atau rasa tidak nyaman pada area bokong menandakan adanya penyakit sendi sakroiliakal; nyeri pada groin atau paha dapat menandakan adanya penyakit pada pinggul. 4 Distraction Test (Gapping Test) Pasien berada pada posisi supinasi, dilakukan tekanan kebawah dan lateral ke bilateral anterior superios iliakal spinal. Manuver ini menarik ligamen sakroiliakal ventral dan kapsul sendi ketika menempatkan tekanan pada ligamen sakroiliakal dorsal. Compression Test Pasien berbaring ke arah lateral, pemeriksa berdiri dibelakang pasien dan melakukan tekanan ke bawah pada iliakal yang paling menonjol, menekan pelvis. Hal ini menyebabkan ligamen sakroiliakal dorsal tertarik dan ligamen sakroiliakal ventral tertekan. Penekanan pada Sulkus Sakral Dilakukan penekanan pada area gluteal menyebabkan nyeri yang tidak asing dan dapat menjadi tanda adanya disfungsi pada sendi sakroiliakal. Hal ini sering terjadi dan merupakan suatu penemuan yang tidak spesifik, hal ini sering ditemukan pada nyeri diskogenik aksial, nyeri radikular, fraktur sakral, facet syndrome, dan sindroma piriformis. KETERBATASAN FUNGSIONAL Pasien dengan sindrom disfungsi sendi sacroiliac dapat memiliki berbagai keterbatasan fungsional. Seperti kesulitan duduk, berdiri, berjalan, berbaring, membungkuk, mengangkat, atau posisi menyangga. Keterbatasan fungsional ini dapat bersifat ringan hingga hilangnya kemampuan fungsi. Gejala sisa dari kondisi sakit kronis, termasuk sindrom disfungsi sendi sacroiliac adalah insomnia, depresi, sindrom nyeri umum dan perilaku sakit psikologis. Sekuel ini dapat memiliki tambahan atau disproporsi yang terkait dengan keterbatasan fungsional. 5 DIAGNOSIS Radiografi polos dapat memperlihatkan penyebab osteologik dari mediasi nyeri sendi sacroiliac, seperti infeksi dan inflamasi arthritis atau degeneratif. Tampilan radiografi polos, termasuk pandangan Ferguson dan pandangan anteroposterior, dapat membantu mengidentifikasi erosi sendi sacroiliac. Scan tulang dan computed tomography dapat mendeteksi perubahan tulang yang disebabkan oleh fraktur, infeksi, tumor, erosi sendi sacroiliac, dan arthritis. Magnetic Resonance Imaging juga dapat memperlihatkan bentukbentuk yang sama dengan CT scan serta penyakit jaringan lunak dan perubahan sumsum pada disfungsi sendi sacroiliac yang sering terlihat normal pada pencitraan. Diagnosis fluoroskopi dengan injeksi anestesi tetap merupakan "gold standard" untuk diagnosis sendi sacroiliac dengan low back pain. Namun, banyak peneliti yang mengungkapkan adanya kebocoran anestesi dari ruang sendi setelah injeksi, dan ada spekulasi bahwa tumpang tindih struktur saraf yang berdekatan dapat mengakibatkan diagnosis yang salah dari disfungsi sacroiliac. Efek plasebo dan faktor spesifik lain juga dapat menyebabkan diagnosis yang salah. Untuk alasan ini, studi konfirmasi dapat dilakukan setelah dilakukannya informed consent dan pasien mengerti tentang alasan untuk studi konfirmasi. Studi-studi konfirmasi termasuk patient-blinded, plasebo dibandingkan injeksi anestesi dan durasi anestesi tergantung waktu blok. DIAGNOSIS BANDING Discogenic low back pain, Lumbar radicular pain, Lumbar facet syndrome, Seronegative spondyloarthropathy, Piriformis Syndrome, Sacral fractures, Spondylolisthesis, Spinal stenosis, Hip osteoarthritis. 6 PENGOBATAN INISIAL Pengobatan awal disfungsi sendi sacroiliac adalah dengan istirahat dan menghindari kegiatan yang provokatif. Modalitas lokal seperti dingin dan panas atau analgesik topikal seperti Lidoderm patch bisa digunakan untuk mengurangi gejala. Terapi manipulatif dapat mengurangi rasa sakit dan spasme otot tetapi tidak mengubah keselarasan sendi secara signifikan. Tidak ada kelompok otot signifikan yang menyilang sendi sacroiliac. Sekitar 2 derajat rotasi dan 0.77 mm translasi terjadi dengan tekanan atau manipulasi. Umumnya digunakan langkah-langkah farmakologis termasuk acetaminophen, obat antiinflamasi nonsteroid, dan relaksasi otot. Penggunaan kronis obat anti-inflamasi nonsteroid harus dihindari karena efek samping pada lambung, ginjal, dan jantung. Opiat jarang digunakan namun dapat dipertimbangkan untuk penggunaan jangka pendek namun memiliki potensi sedasi, konstipasi, ketergantungan fisik, dan kecanduan. Pasien true sacroilitis terkait dengan spondyloarthropathy seronegatif mungkin menjadi kandidat untuk penggunaan penyakit memodifikasi obat antirematik. REHABILITASI Terapi fisik diarahkan kekuatan inti otot lumbar dan fleksibilitas ekstremitas bawah; modalitas seperti pijat es, panas, stimulasi listrik untuk pengentasan nyeri atau spasme otot, teknik mobilisasi sendi sacroiliac dan memperkerjakan tenaga pendidik untuk edukasi postural. Korset untuk sendi sacroiliac dapat membantu dan patut digunakan sebagai percobaan awal untuk mengatasi gejala. Tujuan kekuatan korset otot pinggul, osteoarthritis pinggul atau lutut, bursitis trokanterika, discrepansi, dan miring panggul dapat memiliki manfaat ajuvan. PROSEDUR Fluoroskopi yang dipandu injeksi steroid intra-artikular memiliki manfaat terapeutik. Terapi injeksi harus dilengkapi dengan terapi latihan. Denervasi radiofrekuensi efektif untuk pengobatan disfungsi sendi sacroiliac. Terapi neuromodulation dengan stimulator listrik ditanamkan pada akar saraf sakral ketiga dalam sejumlah subyek dengan nyeri 7 sendi sacroiliac juga efektif dalam pengelolaan kasus-kasus refrakter. Prolotherapy juga merupakan terapi disfungsi sendi sacroiliac. Belum banyak penelitian dengan design acak terkontrol terhadap pengobatan disfungsi sendi sacroiliac. PEMBEDAHAN Pembedahan sangat jarang dilakukan untuk disfungsi sendi sacroiliac dan membutuhkan pemeriksaan dengan menggunakan anestesi invasif minimal pada sendi sacroiliac dengan blok menyeluruh dari berbagai durasi anestesi atau blok placebo-controlled dan pengecualian discogenic, segi, radikuler, dan hip-mediated pain. Intervensi bedah melibatkan fusi dari sendi sacroiliac dengan hardware. KEMUNGKINAN KOMPLIKASI PENYAKIT Disfungsi sendi sacroiliac, memiliki gejala yang mirip seperti penyakit kronis lainnya seperti nyeri terkait insomnia, depresi, nyeri global, dan kecacatan. Pasien yang lebih tua dengan nyeri bokong harus dievaluasi untuk fraktur, dan pasien yang lebih muda harus dievaluasi untuk spondyloarthropathy seronegatif. KEMUNGKINAN KOMPLIKASI PENGOBATAN Tindakan farmakologis dapat memiliki banyak efek samping. Acetaminophen dapat berakibat hepatotoksik dalam dosis besar. Terapi obat anti-inflamasi nonsteroid terkait dengan efek samping gastrointestinal dan ginjal. Terapi manipulasi atau terapi latihan dapat meningkatkan rasa sakit pada beberapa pasien. Injeksi steroid intra-artikular dapat dikaitkan dengan peningkatan rasa sakit sementara. Potensi efek steroid sistemik termasuk peningkatan konsentrasi serum glukosa darah, hipertensi, dan retensi cairan. Injeksi steroid lokal dapat menyebabkan atrofi lemak, infeksi potensial, dan depigmentasi kulit. 8