kajian ekonomi regional

advertisement
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Provinsi Jambi
Triwulan I - 2009
Kantor Bank Indonesia
Jambi
Halaman ini sengaja dikosongkan
KATA PENGANTAR
Pertama-tama ijinkanlah kami memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT
atas limpahan rahmat-Nya sehingga Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Jambi triwulan
I tahun 2009 dapat diselesaikan dengan baik. KER merupakan salah satu terbitan periodik
sebagai sarana bagi Bank Indonesia Jambi dalam membangun komunikasi dua arah dalam
pertukaran data dan informasi baik dengan stakeholders internal maupun stakeholers
eksternal sehingga para pemangku kepentingan seperti pelaku usaha, perbankan dan
terutama Pemerintah Daerah Jambi (provinsi dan kabupaten/kota) dapat memperoleh
masukan untuk mengambil keputusan dan kebijakan yang sesuai dengan perkembangan
yang ada.
KER mencakup beberapa aspek seperti perkembangan ekonomi makro regional,
perkembangan inflasi daerah, perkembangan perbankan, perkembangan keuangan
daerah, perkembangan sistem pembayaran, ketenagakerjaan daerah dan kesejahteraan
serta perkiraan ekonomi dan inflasi daerah. Berdasarkan asesmen atas data dan informasi,
pada triwulan I tahun 2009 akselerasi pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi masih tumbuh
walaupun mengalami pelambatan. Perkembangan inflasi tahunan Kota Jambi mengalami
tren penurunan selama periode triwulan laporan. Perkembangan perbankan terutama dari
sisi kredit dan dana yang dihimpun menunjukkan penurunan. Namun demikian, fungsi
intermediasi perbankan yang tercermin dari Loan to deposits ratio (LDR) hanya sedikit
mengalami penurunan dan berada pada kisaran 75,40%. Ratio Non-Performing Loan (NPL)
gross perbankan pada triwulan laporan mengalami peningkatan. Pembenahan sektor riil
secara langsung diperlukan sebagai upaya akselerasi penyaluran kredit perbankan serta
dalam rangka menghadapi dampak dari krisis global. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan
yang akan datang sangat tergantung pada peningkatan konsumsi rumah tangga dan
pengeluaran konsumsi pemerintah melalui percepatan realisasi belanja APBD. Di sisi lain,
pergerakan harga barang dan jasa secara umum perlu mendapatkan perhatian khusus.
Dalam penyusunan KER triwulan I tahun 2009, kami banyak memperoleh support
dari berbagai pihak seperti dinas-dinas pemerintah daerah, instansi, perbankan,
BUMN/BUMD dan pelaku usaha. Oleh karena itu, kami menyampaikan penghargaan dan
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak. Kami mengharapkan kerjasama yang
telah terjalin selama ini dapat ditingkatkan di masa yang akan datang.
Seiring dengan keterbatasan yang ada, kami mengharapkan kritik dan saran dalam
meningkatkan kualitas KER ini agar dapat memberikan manfaat yang optimal, untuk
kemakmuran masyarakat Jambi.
Jambi, Mei 2009
Halaman ini sengaja dikosongkan
DAFTAR ISI
Daftar Isi ... ..................................................................................................
Daftar Tabel
...........................................................................................
Daftar Grafik
...........................................................................................
Ringkasan Eksekutif .......................................................................................
BAB I.
Boks 1 :
Boks 2 :
Boks 3 :
BAB II.
BAB III.
Boks 4 :
BAB IV
BAB V
BAB VI
BAB VII
Perkembangan Ekonomi Makro Regional ..................................
A. Umum ...............................................................................
B. PDRB Sisi Produksi ...............................................................
C. PDRB Sisi Pengeluaran .........................................................
Dampak Pengembangan Kelapa Sawit Di Jambi: Pendekatan
Input-Output
Banker’s Dinner 2009 : Hidup Di Tengah Krisis Ekonomi Dunia
Perkembangan Dunia Usaha Jambi Di Tengah Krisis Ekonomi Global
Perkembangan Harga-Harga......................................................
A. Kajian Umum ...................................................................
B. Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang ..................................
Perkembangan Perbankan Daerah .............................................
A. Perkembangan Kelembagaan ...........................................
B. Bank Umum .....................................................................
C. Bank Perkreditan Rakyat......................................................
Survei Kredit Perbankan Jambi : Tantangan Di Tahun 2009
Keuangan Pemerintah Daerah ...............................................
A. Realisasi Pendapatan Daerah .............................................
B. Realisasi Belanja Daerah .......................................................
C. APBD Tahun 2009 ..............................................................
D. Pendapatan Tahun 2009......................................................
E. Anggaran Belanja Tahun 2009 ............................................
F. APBD Kabupaten/ Kota .........................................................
G. Keuangan Pemerintah Pusat di Daerah ................................
H. Keuangan Pemerintah .........................................................
Perkembangan Sistem Pembayaran .........................................
A. Perkembangan Alat Pembayaran Tunai ...............................
B. Perkembangan Alat Pembayaran Non Tunai .....................
Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan ..............................
A. Keternagakerjaan Daerah ....................................................
B. Kesejahteraan......................................................................
C. Kemiskinanan......................................................................
Perkiraan Ekonomi dan Harga Daerah........................................
A. Pertumbuhan Ekonomi ..........................................................
B. Proyeksi Inflasi ......................................................................
Lampiran
Daftar Istilah
i
i
ii
iii
1
5
5
7
24
35
35
38
49
49
50
62
65
66
66
67
68
69
71
72
75
77
77
78
81
81
83
85
87
87
93
DAFTAR TABEL
1.1
Laju Triwulanan (q-t-q) Pertumbuhan Provinsi Jambi Sisi Produksi dan Sisi
Penggunaan
2.1
Perkembangan Inflasi Kota Jambi
2.2
Perkembangan Inflasi Triwulanan (q-t-q) Tahunan (y-o-y) serta tahunan
Kota Jambi Berdasarkan Kelompok dan Sub Kelompok Barang dan Jasa
2.3
7
37
39
Sumbangan Inflasi Bulanan (m-t-m) Kota Jambi Berdasarkan Komoditi
Periode triwulan I-2009
40
3.1
Penghimpunan Dana Bank Umum di Provinsi Jambi
51
3.2
Perkembangan Dana Pihak Ketiga Berdasarkan Golongan Pemilik
52
3.3
Perkembangan Dana Pihak Ketiga Berdasarkan Lokasi Bank
53
3.4
Perkembangan Kredit Bank Umum Provinsi Jambi
53
3.5
Perkembangan Kredit Lokasi Proyek Provinsi Jambi
55
3.6
Tabel Undisbursed Loan Bank Umum Berdasarkan Jenis Penggunaan dan
Berdasarkan Sektor Ekonomi Provinsi Jambi
3.7
56
Perkembangan Non Performing Loan (NPL) Gross Bank Umum Provinsi
Jambi
58
3.8
Komposisi Pendapatan Bungan Bank Umum Provinsi Jambi
61
4.1
APBD Provinsi Jambi Tahun 2008
65
4.2
APBD Provinsi Jambi Tahun 2009
69
4.3
Belanja APBD Provinsi Jambi Tahun 2009
70
4.4
APBD Kabupaten/Kota
72
4.5
Perkembangan Realisasi Pendapatan Pemerintah Pusat di Provinsi Jambi
73
4.6
Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat di Provinsi Jambi
74
5.1
Perkembangan Sistem Pembayaran Provinsi Jambi
77
5.2
Perkembangan Transaksi RTGS
80
6.1
Nilai Tukar Petani (NTP) Per Sub Sektor (2007=100)
85
7.1
Saldo Bersih Tertimbang Perkembangan Dunia Usaha
89
ii
DAFTAR GRAFIK
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
1.8
1.9
1.10
1.11
1.12
1.13
1.14
1.15
1.16
1.17
1.18
1.19
1.20
1.21
1.22
1.23
1.24
1.25
1.26
1.27
1.28
1.29
1.30
1.31
1.32
1.33
1.34
1.35
Perkembangan PDRB Provinsi Jambi (q-t-q)
Perkembangan PDRB Provinsi Jambi dan Nasional (y-o-y)
Kontribusi PDRB Sisi Produksi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi
Jambi (q-t-q)
Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha
Triwulan I Tahun 2009
Luas Tanam Sektor Tabama triwulan IV Tahun 2008
Luas Tanam Sektor Tabama Triwulan I Tahun 2009
Luas Panen Sektor Tabama Trwulan IV Tahun 2008
Luas Panen Sektor Tabama Triwulan I Tahun 2009
Perkembangan harga CPO, Inti dan TBS 10 Tahun di Provinsi Jambi
Indikator Produksi Sub Sektor Tanaman Perkebunan
Indikator Produksi Sub Sektor Hortikultura, Sub Sektor Peternakan
dan Sub Sektor Perikanan
Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Jambi
Pertumbuhan Indeks terima dan Indeks Bayar Petani
Distribusi Jenis Pupuk
Jumlah dan Pertumbuhan Realisasi Pupuk
Perkembangan Indikator produksi Bulanan Sektor PHR
Perkembangan Konsumsi Listrik Sektor Bisnis
PDRB Sub Sektor Minyak dan Gas Bumi serta Lifting Minyak Bumi
Pertumbuhan Lifting Gas Alam
PDRB Industri Pengolahan
Perkembangan Total Pemakaian Listrik Sektor Industri
Perkembangan Jumlah Pelanggan Listrik Sektor Industri
Indeks Produksi Industri CPO, Karet, Kopra dan Kerajinan Batik
Indeks Produksi Industri Barang dari Kayu, Barang dari Semen,
Batu Bata, Makanan dan Minuman
Perkembangan Total Pemakaian Listrik
Perkembangan Jumlah Pelanggan Listrik
Perkembangan Total Konsumsi Air Kota Jambi
Perkembangan PDRB Sektor Bangunan dan Konsumsi Semen
Perkembangan Kredit KPR
Perkembangan Kredit Ruko/Rukan
PDRB Sub Sektor Angkutan Udara
Perkembangan Keberangkatan dan Kedatangan Penumpang
Perkembangan Jumlah Bongkar dan Muat Barang
Perkembangan Total Arus Peti Kemas
Perkembangan Kunjungan Kapal
5
6
8
8
9
9
9
9
11
12
12
12
12
13
13
14
14
16
16
17
17
17
18
18
19
19
19
20
21
21
22
22
22
23
23
iii
1.36
1.37
1.38
1.39
1.40
1.41
1.42
1.43
1.44
1.45
1.46
1.47
1.48
1.49
1.50
1.51
1.52
1.53
1.54
1.55
1.56
1.57
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
2.7
2.8
2.9
2.10
2.11
2.12
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
3.6
iv
Kontribusi PDRB Sisi Pengeluaran Terhadap Pertumbuhan (q-t-q)
Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Pengeluaran
Triwulan I tahun 2009
Indeks Kondisi Ekonomi
Konsumsi Listrik Rumah Tangga
Pertumbuhan Pendaftaran Kendaraan Bermotor Baru
Perkembangan Penjualan Premium dan Solar
Perkembangan Penjualan Minyak Tanah
Nominal dan Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Provinsi Jambi
Pertumbuhan Pendaftaran Sedan, Jeep, Minibus Baru
Pertumbuhan Pendaftaran Sepeda Motor Baru
Pertumbuhan Pendaftaran Truck/Pick Up Baru
Nominal dan Pertumbuhan Kredit Investasi di Provinsi Jambi
Konsumsi Semen Provinsi Jambi
Perkembangan Ekspor dan Impor Non Migas Provinsi Jambi
Perkembangan Ekspor Provinsi Jambi
Lima Komoditi Tertinggi Nilai Ekspor Provinsi Jambi
Perkembangan Ekspor Non Migas Provinsi Jambi Berdasarkan Negara
Tujuan
Pangsa Ekspor Non Migas Provinsi Jambi Berdasarkan Negara
Tujuan
Perkembangan Impor Non Migas Provinsi Jambi
Lima Komoditi Tertinggi Nilai Impor Provinsi Jambi
Perkembangan Impor Non Migas Provinsi Jambi Berdasarkan Negara
Penjual
Pangsa Impor Non Migas Provinsi Jambi Berdasarkan Negara
Penjual
Perkembangan Inflasi Kota Jambi
Perkembangan Inflasi Tahun Kalender Kota Jambi Periode Tahun 2003
s.d 2008
Perkembangan Laju Inflasi Kota Jambi
Perbandingan Inflasi (y-o-y) Kota Jambi dan Kota Sekitarnya
Perkembangan Harga CPO dan Minyak Goreng
Perkembangan Harga Tepung Terigu
Perkembangan Harga Cabe Merah dan Bawang
Perkembangan Harga Jagung
Perkembangan Harga Daging
Perkembangan Harga Beras
Perkembangan Harga Emas di Pasar Internasional
Perkembangan Harga Minyak di Pasar Internasional
Perkembangan Aset Bank Umum Provinsi Jambi
Perkembangan Dana Pihak Ketiga Bank Umum Provinsi Jambi
Perkembangan Loan to Deposit Ratio (LDR) Bank Umum Provinsi Jambi
Loan to Deposit Ratio (LDR) Berdasarkan Lokasi Proyek per
kabupaten/kota di Provinsi Jambi
Share Kredit Bank Umum Berdasarkan Kolektibilitas Provinsi Jambi
Perkembangan Kredit UMKM Bank Umum Provinsi Jambi
24
25
26
26
27
27
27
27
27
27
28
28
28
29
30
30
31
31
33
33
34
34
35
36
37
37
41
42
42
43
43
43
45
47
50
52
57
57
59
59
3.7
3.8
3.9
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
5.1
5.2
5.3
6.1
6.2
6.3
6.4
6.5
6.6
6.7
7.1
7.2
7.3
7.4
7.5
Pangsa Kredit Bank Umum Provinsi Jambi
Perkembangan Laba Rugi Triwulanan
Perkembangan Suku Bunga Rata-rata Tertimbang Kredit dan Deposito
Bank Umum Provinsi Jambi
Perkembangan Pendapatan APBD Provinsi Jambi
Perkembangan Belanaja APBD Provinsi Jambi
Perkembangan APBD Provinsi Jambi
Distribusi Belanja APBD Provinsi Jambi
Perkembangan Realisasi Pendapatan Pemerintah Pusat di Provinsi Jambi
Pangsa Realisasi Pendapatan Pajak Dalam Negeri di Provinsi Jambi
Pangsa (Share) Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Di Provinsi Jambi
Inflows, Outflows, Netflows dan Perkembangan Netflows di Provinsi
Jambi
Perkembangan Nominal
Perkembangan Volume Kliring
Jumlah Pencari Kerja per Jenjang Pendidikan di Provinsi Jambi
Grafik Nilai Saldo Ekspektasi Pengangguran dan Kondisi Pengangguran
Perkembangan Harga Beras
Perkembangan Harga Tepung Terigu
Perkembangan Harga Minyak Goreng
Perkembangan Harga Komoditas Lainnya
Penyaluran Raskin di Provinsi Jambi
Perkembangan Ekspektasi Ekonomi, Ekspektasi Pengangguran dan
Ekspektasi Penghasilan
Rencana Konsumsi dalam 6-12 Bulan yang akan datang
Saldo Bersih Ekspektasi Harga dalam 6-12 bulan yang akan datang
Perkembangan Inflasi Tahun Kalender (y-o-y) Kota Jambi Periode Tahun
2003 s.d 2009 (Maret) serta Perkiraan April s.d Desember 2009
Perkembangan Inflasi Bulanan (y-t-d) Kota Jambi Periode Tahun 2003
s.d 2009 (Maret) serta Perkiraan April s.d Desember 2009
60
61
62
66
67
68
71
73
73
75
78
79
79
82
82
83
83
83
83
86
88
89
94
94
95
v
Halaman ini sengaja dikosongkan
TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH
a. Inflasi dan PDRB
2008
INDIKATOR
TRW.I
MAKRO
Indeks Harga Konsumen Kota Jambi
Trw.II
Trw.III
Trw.IV
2009
TRW.I
103.8
112.91
114.9
114.68
114.98
5.89
13.99
13.68
11.47
9.16
3,692,923
1,133,291
395,477
514,125
30,089
176,847
641,483
298,889
173,095
329,626
3,796,013
1,176,045
384,917
536,509
30,672
182,753
665,046
304,310
181,344
334,418
3,889,689
1,205,712
388,051
552,411
31,109
185,183
689,747
311,188
187,655
338,633
3,947,084
1,205,126
503,518
521,872
30,406
185,235
652,731
309,883
196,554
341,760
3,977,780
1,207,280
506,756
527,359
30,316
192,367
656,329
312,145
199,584
345,646
Nilai Ekspor Non Migas (USD ribu)
Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton)
241,506
311,024
251,334
374,057
311,030
665,155
209,987
437,162
87,311
244,669
Nilai Impor Nonmigas (USD Ribu) 3)
Volume Impor Nonmigas (ribu ton)
34,269
80,358
35,842
18,100
29,826
27,115
21,592
18,243
15,998
2,435
Laju Inflasi Tahunan (y-o-y) Kota Jambi
1)
PDRB - Harga Konstan (Juta Rp)
- Pertanian
- Pertambangan dan Penggalian
- Industri Pengolahan
- Listrik, Gas, dan Air Bersih
- Bangunan
- Perdagangan Hotel dan Restoran
- Pengangkutan dan Komunikasi
- Keuangan, Persewaan dan Jasa
- Jasa
2)
Catatan
Angka sementara
2)
Pengklasifikasian komoditi menggunakan 21 kelompok barang berdasarkan SITC 2
digit yang berlaku.Data Trw.I-2009 s.d Februari 2009
3)
Pengklasifikasian komoditi dalam statistik impor menggunakan SITC 2 digit yang
berlaku data Trw.I-2009 s.d Bulan Februari 2009
1)
TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH
b. Perbankan
INDIKATOR
Tw.II
TAHUN 2007
Tw.III
Tw. IV
PERBANKAN
A. Bank Umum :
a. Bank Umum Konvensional:
Total Aset (Rp Juta)
DPK(Rp Juta)
- Tabungan
- Giro
- Deposito
9,413,252
8,065,441
2,411,518
2,294,901
3,359,022
10,083,592
8,601,267
3,617,731
2,626,409
2,357,127
Kredit (Rp Juta) - berdasarkan lokasi proyek
- Modal Kerja
- Konsumsi
- Investasi
- Dana
- LDR
7,179,554
3,003,634
2,259,769
1,916,151
8,038,672
89.31
7,638,734
3,018,863
2,582,007
2,037,864
8,613,144
88.69
7,532,294
3,136,745
2,343,552
2,051,997
9,167,530
82.16
Kredit (Rp Juta) - berdasarkan lokasi kantor cabang
- Modal Kerja
- Konsumsi
- Investasi
- LDR (%)
4,733,545
2,079,992
1,909,516
744,037
58.69
5,099,981
2,111,673
2,136,652
851,656
59.29
Kredit UMKM (Rp Juta)
Kredit Mikro (< Rp 50 juta) (Rp Juta)
- Kredit Modal Kerja
- Kredit Investasi
- Kredit Konsumsi
Kredit Kecil (Rp 50 < x ≤ Rp500 juta) (Rp Juta)
- Kredit Modal Kerja
- Kredit Investasi
- Kredit Konsumsi
Kredit Menengah (Rp500 juta < x ≤ Rp5 miliar) ((Rp Juta)
- Kredit Modal Kerja
- Kredit Investasi
- Kredit Konsumsi
Total Kredit MKM (Rp Juta)
NPL MKM gross (%)
- NPL MKM Gross Nominal
- PPAP
NPL MKM net (%)
1,890,283
252,369
140,517
1,497,397
1,040,725
575,767
97,161
367,797
830,028
594,976
190,730
44,322
3,761,036
4.19
157,702
82,829
1.99
b. Bank Umum Syariah:
Total Aset (Rp Juta)
DPK(Rp Juta)
- Tabungan
- Giro
- Deposito
10,576,180
9,177,789
4,310,157
2,840,627
2,027,005
Tw.I-08
10,858,876
9,336,038
4,378,165
2,559,966
2,397,907
TAHUN 2008
Tw.II-08
Tw.III-08
Tw.IV-08
TAHUN 2009
1)
Tw.I-09
11,707,242
10,186,986
4,743,800
2,778,635
2,664,551
12,088,126
9,960,462
4,545,503
2,442,357
2,972,602
8,145,685
3,044,217
3,111,679
1,989,789
9,579,712
85.03
12,599,263
3,608,379
6,776,342
2,214,542
10,291,998
122.42
10,111,910
3,799,215
3,768,119
2,544,576
10,104,502
100.07
9,880,319
3,766,949
3,846,508
2,266,862
9,923,195
99.57
10,151,076
3,757,633
3,846,508
2,546,935
9,838,021
103.18
5,485,581
2,253,644
2,243,694
988,243
59.77
5,849,490
2,276,632
2,426,131
1,146,727
62.65
5,974,336
2,832,943
1,844,313
1,297,080
58.65
7,513,877
2,997,699
3,078,659
1,437,519
75.44
7,317,897
2,843,934
3,081,939
1,392,024
74.13
7,317,897
2,843,934
3,081,939
1,392,024
74.32
2,064,789
275,830
187,368
1,601,591
1,191,908
603,578
111,092
477,238
952,253
663,514
230,916
57,823
4,208,950
3.75
157,714
89,512
1.62
2,096,674
311701
201832
1583141
1,352,253
632,431
122,314
597,508
1,038,498
701,934
273,519
63,045
4,487,425
5.75
258,164
128,826
2.88
2,169,860
324,480
213,936
1,631,444
2,169,860
324,480
213,936
1,631,444
1,147,411
692,347
317,169
137,895
5,487,131
2.55
139,918
69,378
1.29
2,465,015
445,626
252,883
1,766,506
1,749,407
806,683
101,299
841,425
1,259,201
810,725
363,534
84,942
5,473,623
2.61
142,879
76,912
1.21
2,671,276
489,528
292,801
1,888,947
2,064,029
925,001
116,776
1,022,252
1,362,338
861,039
405,381
95,918
6,097,643
2.18
132,681
66,584
1.08
2,657,187
495,314
283,163
1,878,710
2,173,654
932,339
134,280
1,107,035
1,367,048
893,036
377,819
96,193
6,197,889
3.43
212,612
105,294
1.73
2,708,296
504,409
292,880
1,911,007
2,231,179
921,951
151,715
1,157,513
1,278,689
828,946
364,323
85,420
6,218,164
3.93
244,133
151,140
1.50
164,219
114,179
39,492
25,566
49,121
173,390
125,935
55,201
44,884
25,850
194,781
143,501
71,552
44,779
27,170
230,467
159,250
77,112
52,201
29,937
242,624
174,435
90,398
54,130
29,907
282,612
179,179
99,495
46,918
32,766
314,308
197,210
49,508
101,896
45,806
335,170
197,647
49,293
99,969
48,385
Kredit (Rp Juta) - berdasarkan lokasi kantor cabang
- Modal Kerja
- Konsumsi
- Investasi
- LDR
111,250
67,286
35,020
8,944
97.43
122,763
73,387
40,534
8,842
97.48
144,856
81793
15485
47578
100.94
176,132
99624
57073
19435
110.60
203,218
96,171
62,999
44,048
116.50
248,295
116,378
71,542
60,375
138.57
275,289
140,903
71,431
62,955
139.59
298,238
162519
72674
63045
150.89
Kredit UMKM (Rp Juta)
Kredit Mikro (< Rp 50 juta) (Rp Juta)
- Kredit Modal Kerja
- Kredit Investasi
- Kredit Konsumsi
Kredit Kecil (Rp 50 < x ≤ Rp500 juta) (Rp Juta)
- Kredit Modal Kerja
- Kredit Investasi
- Kredit Konsumsi
Kredit Menengah (Rp500 juta < x ≤ Rp5 miliar) (Rp Juta)
- Kredit Modal Kerja
- Kredit Investasi
- Kredit Konsumsi
Total Kredit MKM (Rp Juta)
NPL MKM gross (%)
- NPL MKM Gross Nominal
- PPAP
NPL MKM nett (%)
14,321
1,245
564
12,512
46,322
24,163
3,490
18,669
45,171
36,442
4,890
3,839
105,814
0.74
787
5
0.74
16,357
1,560
531
14,266
56,324
29,740
3,922
22,662
45,021
37,026
4,389
3,606
117,702
1.36
1,596
495
0.94
25,141
1,715
2877
20549
68,359
34042
8698
25619
54,715
44908
6310
3497
148,215
0.96
1427
101
0.89
32,358
6,564
475
25319
79,110
38647
12898
27565
55,314
45063
6062
4189
166,782
1.71
2848
532
1.39
34,124
2,221
6,629
25,274
95,169
36,438
26,333
32,398
65,037
48,624
11,086
5,327
194,330
1.35
2,623
815
0.93
38,062
3,457
7,226
27,379
125,491
49,070
37,026
39,395
76,292
55,401
16,123
4,768
239,845
2,575
1,543
1,032
0.21
43,484
8,518
7,582
27,384
144,082
66,500
39,068
38,514
79,809
57,971
16,305
5,533
267,375
2,340
1,542
798
0.28
48,330
12,225
8025
28080
157,863
81055
38018
38790
84,473
61667
17002
5804
290,666
3,139
2446
692
0.60
11,913,790
9,872,159
2,316,927
4,884,047
2,671,185
11,669,787
9,846,345
2,258,348
4,585,978
3,002,019
INDIKATOR
B. BPR :
Total Aset (Rp Juta)
DPK (Rp Juta)
- Tabungan (Rp Juta)
- Deposito (Rp Juta)
Kredit (Rp Juta) - berdasarkan lokasi proyek
- Modal Kerja
- Konsumsi
- Investasi
Kredit UMKM (Rp Juta)
Rasio NPL Gross (%)
- NPL Gross (Nominal)
- PPAP
Rasio NPL Net (%)
LDR (%)
Catatan :
Data s.d Bulan Februari 2009
1)
Tw.II
179,973
129,841
25,054
104,787
132,330
33,630
85,436
13,264
132,330
3.23
5,901
1,373
3.42
101.92
TAHUN 2007
Tw.III
202,352
147,779
26,311
121,468
143,816
47,359
78,793
17,664
143,816
7.33
7,277
1,543
3.99
97.32
Tw. IV
227,974
160,831
29,229
131,602
144,441
41,964
83,399
19,078
144,441
1,710
8,296
2,666
3.90
89.81
Tw.I-08
221,537
168,149
29,638
138,511
150,637
43,180
85,787
21,670
150,637
1,710
10,169
2,996
4.76
89.59
TAHUN 2008
Tw.II-08
Tw.III-08
218,789
56,323
7,988
48,335
169,202
52,990
90,221
25,991
169,202
5.75
9,727
3,106
3.91
300.41
224,221
145,396
30,049
115,347
176,549
51,524
93,300
31,725
176,549
6.08
10,737
3,153
4.30
121.43
Tw.IV-08
208,173
162,567
30,418
132,149
169,823
44,811
95,232
29,780
169,823
5.73
9,727
3,402
3.72
104.46
TAHUN 2009
Tw.I-091)
215,422
158,471
30,802
127,669
164,413
41,900
94,471
28,043
104,316
7.77
12,775
4,146
5.25
103.75
Halaman ini sengaja dikosongkan
RINGKASAN EKSEKUTIF PEREKONOMIAN JAMBI
I.
Perekonomian Provinsi
Jambi triwulan I tahun
2009 ditandai
tumbuhnya laju
pertumbuhan
ekonomi sebesar
0,78% (q-t-q).....
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Perekonomian Provinsi Jambi pada triwulan I tahun 2009 menunjukkan
pertumbuhan sebesar 0,78% (q-t-q), melambat dibandingkan dengan
triwulan IV tahun 2008 yang mencapai 1,25% (q-t-q). Namun demikian
secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi masih mampu
tumbuh cukup tinggi yaitu sebesar 8,43% (y-o-y) sedikit melambat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 8,83%.
Pertumbuhan
ekonomi
Provinsi
Jambi
juga
masih
lebih
tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang pada
1
triwulan I tahun 2008 diperkirakan berkisar 4,6%. Pada triwulan laporan,
pertumbuhan ekonomi secara triwulanan (q-t-q) dipicu oleh sektor
bangunan dan sektor industri pengolahan.
Ditinjau dari sisi pengeluaran, pelambatan PDRB Provinsi Jambi pada
triwulan laporan terutama berasal dari menurunnya pengeluaran
konsumsi rumah tangga. Sementara, pertumbuhan ekspor walaupun
masih
terbatas yang
disertai dengan
penurunan impor mampu
memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan pada triwulan laporan.
II.
Pada triwulan I tahun
2009, Provinsi jambi
mengalami inflasi sebesar
9,16% (y-o-y) ..........
Perkembangan Harga-Harga
Pada triwulan I tahun 2009, Kota Jambi mengalami inflasi sebesar 0,26%
(q-t-q), meningkat dibandingkan triwulan IV tahun 2008 yang sebesar
minus 0,19% (q-t-q). Pergerakan inflasi bulanan yang tercatat di bulan
Januari, Februari dan Maret 2009 masing-masing sebesar 0,42%(m-t-m),
0,66%(m-t-m)
dan
minus
0,81%(m-t-m).
Dengan
perkembangan
tersebut, angka inflasi tahunan (y-o-y) Kota Jambi juga bergerak menurun
dari 11,57% (y-o-y) pada Desember 2008 menjadi 9,16% (y-o-y) pada
Maret 2009. Namun demikian inflasi tahunan Kota Jambi ini masih lebih
tinggi dibandingkan inflasi nasional yang sebesar 7,92%.
1
Angka sangat sementara, merupakan angka perhitungan Bank Indonesia Jambi.
1
RINGKASAN EKSEKUTIF
Inflasi yang terjadi pada triwulan laporan terutama berasal dari
sumbangan angka inflasi makanan jadi serta kelompok perumahan, air,
listrik, gas dan bahan bakar. Sementara itu, penurunan harga BBM pada
tanggal 15 Januari 2009 yaitu untuk premium sebesar Rp 500/liter
sehingga menjadi Rp 4.500/liter serta turunnya harga solar sebesar
Rp300/liter sehingga menjadi Rp 4.500/liter berkontribusi dalam menekan
laju inflasi ke level yang lebih tinggi pada triwulan laporan. Selain itu,
penurunan sebagian besar harga-harga pada kelompok bahan makanan
serta sub kelompok transpor mendorong terjadinya deflasi pada sub
kelompok barang dan jasa dimaksud pada akhir triwulan laporan.
III. Perkembangan Perbankan Daerah
Kinerja
perbankan
(bank
umum)
pada
triwulan
I
tahun
2009
menunjukkan penurunan baik dari segi penghimpunan dana maupun
penyaluran kredit. Fungsi intermediasi yang tercermin dari nilai Loan to
deposits ratio (LDR) perbankan relatif tetap dari triwulan sebelumnya.
Kualitas
kredit
yang
diberikan
memburuk
yang
tercermin
dari
meningkatnya rasio Non-Performing Loan (NPL) gross. Hal ini menjadi
Kinerja perbankan
menurun ditandai
dengan menurunnya
jumlah penghimpunan
dana, penyaluran
kredit serta kualitas
kredit yang
diberikan....
salah satu penyebab turunnya profitabilitas perbankan dibandingkan
triwulan sebelumnya.
Outstanding kredit bank umum menurun sebesar 0,26% sehingga
menjadi sebesar Rp7,57 triliun. Fungsi intermediasi perbankan relatif tetap
dengan tingkat LDR sebesar 75,40%. Namun demikian, kualitas kredit
yang disalurkan oleh perbankan mengalami penurunan yang ditandai
dengan meningkatnya Non Performing Loan (NPL) gross perbankan pada
triwulan laporan menjadi sebesar 3,26%. Sementara itu, aset perbankan
pada triwulan laporan sebesar Rp12,00 triliun.
IV. Perkembangan Keuangan Daerah
Realisasi pendapatan provinsi Jambi adalah sebesar Rp1,44 triliun atau
sebesar 113,90% dari rencana pendapatan APBD-P yang sebesar Rp1,26
triliun. Realisasi pendapatan ini meningkat sebesar 24,67% dibandingkan
dengan tahun 2007. Sementara dari sisi belanja, pengeluaran pemerintah
provinsi Jambi pada tahun 2008 adalah sebesar Rp1,40 triliun atau
sebesar 86,94% dari anggaran belanja APBD-P yang sebesar Rp1,62
2
Realisasi pendapatan
Provinsi Jambi adalah
sebesar 113,90%
sementara realisasi
belanja adalah sebesar
86,94% dari APBD-P....
RINGKASAN EKSEKUTIF
triliun. Realisasi ini meningkat sebesar 26,94% dibandingkan dengan
realisasi tahun 2007.
V. Perkembangan Sistem Pembayaran
Di bidang sistem
pembayaran, baik
aktivitas pembayaran
tunai maupun non tunai
mengalami
penurunan....
Aktivitas pembayaran di Jambi mengalami penurunan baik untuk aktivitas
pembayaran tunai maupun non tunai. Pada triwulan laporan, transaksi
kliring menurun sebesar 29,68%. Sementara itu, aliran kas keluar
menurun sebesar 62,13% sedangkan kas masuk menurun sebesar
47,17% sehingga secara secara total, aliran kas masih menunjukkan lebih
tingginya aliran kas masuk dibandingkan aliran kas keluar.
VI. Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
Jumlah pencari kerja di
Provinsi Jambi
menurun.....
Jumlah pencari kerja di Provinsi Jambi (posisi Februari 2009 dibandingkan
bulan Desember 2008) mengalami penurunan. Sementara, hasil survei
ekspektasi konsumen (SEK) pada periode triwulan laporan menunjukkan
masih pesimisnya masyarakat akan kondisi ketenagakerjaan ke depan.
Seiring dengan inflasi yang dialami Jambi pada triwulan laporan, biaya
Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) juga menunjukkan peningkatan.
Namun demikian, meningkatnya Upah Minimum Provinsi pada tahun
2009 membuat rasio UMP dibandingkan KHM pada triwulan laporan
meningkat
menjadi
sebesar
87,13%,
namun
nilai
ini
masih
mencerminkan bahwa bagi masyarakat yang mendapatkan penghasilan
dibawah UMP akan berat bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan laporan (posisi
bulan Februari 2009) mengalami peningkatan jika dibandingkan triwulan
sebelumnya (posisi Desember 2008). Meningkatnya NTP petani pada
triwulan ini disebabkan oleh meningkatnya pendapatan petani yang
tercermin dari meningkatnya indeks yang diterima oleh petani sebesar
2,79% sedangkan indeks yang dibayar oleh petani untuk konsumsi
barang dan jasa mengalami sedikit penurunan yaitu sebesar 0,14%.
VII. Perkiraan Ekonomi dan Harga Daerah
Laju pertumbuhan PDRB
triwulan II tahun 2009
diperkirakan berkisar
5,50±1% (y-o-y).....
Laju pertumbuhan PDRB Provinsi Jambi pada triwulan II tahun 2009
diperkirakan masih tumbuh positif, walupun melambat dibandingkan
triwulan I tahun 2009 yaitu sebesar 5,50±1%. Pengeluaran konsumsi
3
RINGKASAN EKSEKUTIF
rumah tangga masih menjadi motor utama pendorong pertumbuhan
ekonomi Jambi.
Dari sisi penawaran, pertumbuhan laju pertumbuhan PDRB Provinsi Jambi
pada triwulan mendatang diperkirakan didorong oleh masih positifnya
pertumbuhan sektor pertanian, meningkatnya pertumbuhan sektor
industri pengolahan, dan sektor pertambangan dan penggalian.
Perkembangan harga-harga pada triwulan II tahun 2009 diperkirakan
akan meningkat dibandingkan dengan triwulan I 2009 (q-t-q). Akan
tetapi inflasi secara tahunan diperkirakan akan menurun yaitu pada
kisaran 3,50–5,00%. Faktor-faktor yang berpotensi akan memberikan
tekanan inflasi selama triwulan mendatang antara lain 1) Kondisi cuaca di
musim pancaroba ini dapat menjadi ancaman dalam produksi pertanian
dan pendistribusian barang, 2) Meningkatnya demand masyarakat
terhadap
kebutuhan
meningkatnya income
barang
dan
masyarakat
jasa
terutama
terkait
dengan
dan menurunnya suku bunga
perbankan dapat memicu meningkatnya konsumsi masyarakat, 3) Kondisi
infrastruktur (jalan, jembatan) yang masih terkendala akan meningkatkan
biaya distribusi dan transportasi barang dan jasa, 4) Tekanan melemahnya
Rupiah dapat mempengaruhi inflasi barang impor, 5) Pemilu legislatif
yang dilaksanakan pada bulan April 2009 serta pelaksanaan pemilu
presiden yang akan dilaksanakan bulan Juli 2009 diperkirakan akan
memacu tingginya konsumsi masyarakat pada periode triwulan II tahun
2009.
4
Pada triwulan II tahun
2009, inflasi Kota
Jambi diperkirakan
kisaran 3,50-5,00%
BAB I
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
A. Umum
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi pada triwulan I tahun 2009 yang
dicerminkan oleh PDRB atas dasar harga konstan tahun 20002 menurun
dibandingkan triwulan IV tahun 2008. Pelambatan pertumbuhan ekonomi secara
kuartalan (grafik 1.1) mulai terjadi semenjak triwulan III tahun 2008 (3,07%/q-tq), diikuti pelambatan pada triwulan IV-2008 (1,25%/q-t-q) yang terus berlanjut
pada triwulan I tahun 2009 menjadi sebesar 0,78%(q-t-q). Pertumbuhan
kuartalan tertinggi dalam periode 1 (satu) tahun terakhir terjadi pada triwulan II
tahun 2008 sebesar 3,11% (q-t-q).
Grafik 1.1. Perkembangan PDRB Provinsi Jambi (q-t-q)
Rp miliar
Persen
3.50
4,500
3.16
Nom inal (aksis kiri)
3.11
3.07
Pertum buhan (aksis kanan)
4,000
3.00
3,500
2.50
3,000
2.14
2,500
2.00
1.69
1.43
2,000
1,500
1.50
1.25
1.15
1.06
0.96
0.92
0.78
0.77
1.00
1,000
0.50
500
0
6
.I-0
T rw
T rw
0
.II -
6
T rw
6
-0
.II I
T rw
6
-0
.IV
7
.I-0
T rw
0
.II T rw
7
T rw
7
-0
.II I
T rw
2
7
-0
.IV
T rw
8
.I-0
0
.II T rw
8
T rw
8
-0
.II I
T rw
8
-0
.IV
T rw
9
.I-0
Angka PDRB Provinsi Jambi triwulan I tahun 2009 adalah angka sementara proyeksi Bank
Indonesia Jambi.
5
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Dampak dari krisis global yang berimplikasi terhadap perkembangan
harga-harga
komoditas
perkebunan
turut
mempengaruhi
pelambatan
pertumbuhan ekonomi Jambi. Sebagaimana diketahui, sebagai provinsi yang
mengandalkan sektor primer (terutama hasil perkebunan) dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi, menurunnya harga komoditas perkebunan di pasar
internasional diikuti juga dengan menurunnya harga-harga komoditas unggulan
di Provinsi Jambi (sawit dan karet). Penurunan harga yang disertai dengan
melemahnya demand terhadap produk karet dan sawit berdampak pada
melambatnya akselerasi sektor perkebunan. Di sisi lain, dampak dari krisis juga
telah melemahkan daya beli masyarakat yang tercermin dari penurunan
pengeluaran konsumsi rumah tangga pada periode triwulan laporan.
Grafik 1.2. Perkembangan PDRB Provinsi Jambi dan Nasional (y-o-y)
%
Indonesia
Jambi
8.15
8.53
8.83
8.43
8.00
6.25
6.00
5.87
5.73 5.74
6.13
6.69
6.51
5.90 6.08
6.09
5.77 5.63 5.63
5.06
5.13
6.80
6.39
6.25 6.28
6.41 6.416.46
6.10
5.65 5.89
4.97
5.20
4.38
4.90
4.60^
4.00
2.00
TW I TW II TW
III
2005
TW TW I TW II TW
IV
III
2006
TW
IV
TW I TW II TW
III
2007*
TW TW I TW II TW
IV
III
2008**
TW TW I
IV
2009**
Sumber: BPS (diolah)
^): Perkiraan berdasarkan Laporan Kebijakan Moneter (LKM) triwulan I-2009 oleh Bank Indonesia
Namun demikian secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi
masih mampu tumbuh cukup tinggi sebesar 8,43% (y-o-y). Pertumbuhan
ekonomi Provinsi Jambi juga masih lebih tinggi dibandingkan dengan
pertumbuhan ekonomi nasional yang pada triwulan I tahun 2009 diperkirakan
6
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
berkisar 4,6%.3 Masih cukup tingginya pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi
secara tahunan pada triwulan I tahun 2009 salah satunya dikarenakan rendahnya
pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi pada periode yang sama tahun 2008
(hanya sebesar 4,38%/y-o-y).
Secara triwulanan (q-t-q), pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi pada
triwulan laporan dipicu oleh sektor bangunan dan sektor industri pengolahan. Di
sisi pengeluaran, pelambatan PDRB Provinsi Jambi pada triwulan laporan
terutama berasal dari menurunnya pengeluaran konsumsi rumah tangga.
Sementara, pertumbuhan ekspor walaupun masih terbatas yang disertai dengan
penurunan impor mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan pada
triwulan laporan.
Tabel 1.1. Laju Triwulanan (q-t-q) Pertumbuhan Provinsi Jambi
Sisi Produksi dan Sisi Penggunaan
2008**
2007*
LAPANGAN USAHA
II
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Air dan Gas
Bangunan
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan Jasa Keuangan
Jasa-Jasa
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
1.40
(7.78)
1.41
7.07
8.59
(0.28)
1.96
9.52
2.24
0.77
III
1.01
0.25
0.15
3.71
4.99
2.54
1.19
3.54
1.43
1.43
IV
(0.37)
(1.84)
2.65
0.02
2.60
1.32
0.99
9.20
1.07
0.96
I
II
2.05
2.06
1.20
1.12
1.58
(0.76)
0.03
1.73
1.11
1.15
2.04
11.70
2.12
3.93
1.34
1.40
0.56
9.71
0.85
3.11
II
Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
Lembaga Swasta Nirlaba
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto
Perubahan Stok
Ekspor
Impor
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
0.82
0.15
1.23
0.64
0.85
14.22
11.84
0.77
III
1.42
1.96
0.74
1.48
0.83
9.17
8.17
1.43
1.62
13.50
1.68
(3.79)
0.54
1.24
2.04
5.02
1.57
3.07
2009**
IV
I
2.07
(0.27)
(0.44)
5.89
2.80
1.77
2.29
(0.70)
1.22
1.25
2008**
2007*
JENIS PENGELUARAN
III
IV
I
II
4.22
0.09
5.83
1.14
3.29
0.16
5.39
0.54
8.59
0.78
20.01 -12.56
23.94 -11.44
0.96
1.15
2.84
0.66
2.76
1.42
3.55
2.57
1.29
3.11
III
3.40
5.60
1.03
1.07
3.38
-7.94
-5.54
3.07
0.18
0.64
1.05
(0.30)
3.85
0.55
0.73
1.54
1.14
0.78
2009**
IV
I
2.15
0.34
9.24
5.60
2.53
-1.38
1.15
1.25
(4.38)
0.09
5.59
(2.24)
2.83
1.83
-5.43
0.78
B. PDRB Sisi Produksi
Perkembangan PDRB Provinsi Jambi menunjukkan bahwa sektor-sektor
yang masih memberikan kontribusi cukup besar adalah sektor bangunan, sektor
industri pengolahan dan sektor jasa-jasa (lihat grafik 1.3). Kontribusi terbesar
terhadap
pertumbuhan
disumbangkan
oleh
sektor
bangunan
terhadap
pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi sebesar 0,18% (q-t-q) pada periode
3
Sumber : Laporan Kebijakan Moneter (LKM) triwulan I-2009, BI. Hasil Survei Persepsi Pasar yang
dilakukan oleh Bank Indonesia pada triwulan IV-2008, responden memperkirakan pertumbuhan
ekonomi nasional pada triwulan IV-2008 berkisar 5,1%-5,5% (y-o-y).
7
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
triwulan laporan, diikuti oleh sektor industri pengolahan (0,14%/q-t-q) serta
sektor jasa-jasa yang memiliki kontribusi sebesar 0,10%/q-t-q.
Grafik 1.3. Kontribusi PDRB Sisi Produksi terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jambi (q-t-q)
0.10
0.11
Jasa-Jasa
(0.00)
0.04
Listrik, Air dan Gas
0.14
Industri Pengolahan
(0.06)
Pertambangan dan Penggalian
(0.03)
Pertanian
Dari
sisi
(0.20)
distribusinya
0.29
0.18
0.13
bangunan
(0.40)
0.18
0.09
Perdagangan, Hotel dan Restoran
(0.60)
Trw IV-08
0.06
Pengangkutan dan Komunikasi
(0.80)
Trw I-09
0.08
Keuangan, Persew aan dan Jasa Keuangan
(0.04)
0.08
0.05
-
(share),
0.63
0.20
pada
0.40
0.60
periode
0.80
triwulan
1.00
laporan
menunjukkan bahwa sektor primer masih menjadi penyumbang terbesar yaitu
42,90% dari jumlah PDRB Provinsi Jambi, diikuti sektor jasa-jasa (tersier) sebesar
38,26% dan sektor sekunder sebesar 18,84%.
Grafik 1.4. Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
Menurut Lapangan Usaha Triwulan I Tahun 2009
Keuangan,
Persewaan dan Jasa
Perusahaan
5.04%
Pengangkutan dan
Komunikasi
7.11%
Perdagangan, Hotel
dan restauran
15.31%
Bangunan
4.99%
Pertanian,
Perkebunan,
Peternakan,
Kehutanan &
Perikanan
26.33%
Jasa-jasa
10.80%
Listrik dan Air bersih
0.95%
Industri Pengolahan
12.90%
Pertambangan dan
Penggalian
16.57%
Nominal PDRB Provinsi Jambi atas dasar harga berlaku tercatat sebesar
Rp9,74 triliun yang secara sektoral masih didominasi oleh sektor pertanian
sebesar 26,33%, sektor pertambangan dan penggalian sebesar 16,57%, serta
8
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 15,31%. Dengan demikian,
struktur ekonomi regional dalam jangka pendek relatif tidak mengalami
perubahan dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 1.4).
1. Sektor Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
Secara triwulanan, sektor pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan
dan perikanan tumbuh sebesar 0,49% (q-t-q), lebih rendah dibandingkan dengan
pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 2,07% (q-t-q). Pelambatan laju
pertumbuhan sektor ini berasal dari lebih rendahnya penurunan pertumbuhan
sebagian besar sub sektor pertanian pada triwulan laporan dibandingkan triwulan
IV tahun 2008.
Grafik 1.5 Luas Tanam Sektor Tabama Triwulan IV tahun 2008
Grafik 1.6 Luas Tanam Sektor Tabama Triwulan I tahun 2009
Luas Tanam (dalam Ha)
Luas Tanam (dalam Ha)
28108
38242
1000
17630
953
956
499
107
918
Padi Sawah
Padi Ladang
Jagung
Kedelai
Kacang Tanah
Kacang Hijau
Ubi Kayu
Ubi Jalar
11771
2606
987
1943
746
128
523
Padi Sawah
Padi Ladang
Jagung
Kedelai
Kacang Tanah
Kacang Hijau
Ubi Kayu
Ubi Jalar
Grafik 1.6
Grafik 1.5
Grafik 1.7 Luas Panen Sektor Tabama Triwulan IV tahun 2008
Grafik 1.8 Luas Panen Sektor Tabama Triwulan I tahun 2009
Luas Panen (dalam Ha)
12575
Luas Panen (dalam Ha)
33007
452
2405
346
1045
527
88
1048
264
Padi Sawah
Padi Ladang
Jagung
Kedelai
Kacang Tanah
Kacang Hijau
Ubi Kayu
Ubi Jalar
Grafik 1.7
10933
901
160
Padi Sawah
Kacang Tanah
2410
505
1016
Padi Ladang
Kacang Hijau
Jagung
Ubi Kayu
Kedelai
Ubi Jalar
Grafik 1.8
Sumber: BPS Provinsi Jambi,2008 & 2009
Sub sektor tanaman bahan makanan (tabama) mengalami pertumbuhan
sebesar 2,52% (q-t-q). Masih cukup baiknya pertumbuhan sub sektor tabama
antara lain disumbangkan oleh peningkatan luas panen pada triwulan laporan.
Secara total, luas panen meningkat sebesar 88,84% menjadi 49.980 Ha
9
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 26.467 Ha. Masa panen padi
biasanya dimulai pada bulan Maret serta periode triwulan II tahun berjalan. Luas
panen padi pada bulan Maret 2009 mencapai 13.798 Ha, tertinggi selama 6
(enam) bulan terakhir. Hal ini juga menjadi indikasi bahwa masa panen padi
sudah dimulai. Sehubungan dengan hal tersebut, luas tanam sub sektor tabama
mengalami penurunan signifikan (terutama padi). Dari grafik 1.5-1.8 dapat
terlihat bahwa luas tanam bahan makanan menurun sebesar 25,34% dari 61.331
Ha menjadi 45.786 Ha pada triwulan laporan.
Pada triwulan laporan (s.d. bulan Februari 2009), Nilai Tukar Petani (NTP)
mulai mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.4 NTP Februari
2009 dibandingkan NTP Desember 2008 meningkat sebesar 2,93% menjadi
91,45. Hal ini dikarenakan indeks yang diterima petani meningkat (2,79%)
dibandingkan dengan indeks bayar petani yang menurun sebesar 0,14% (lihat
grafik 1.12 dan 1.13).
Sementara itu, sub sektor perkebunan yang mempunyai share sebesar
11,13% dari PDRB mengalami pertumbuhan negatif sebesar 1,12% (q-t-q),
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh 0,82% (q-tq). Menurunnya pertumbuhan sub sektor ini antara lain didukung oleh kondisi
demand yang sedang menurun terkait dengan komoditas karet, sawit dan barang
dari kayu. Kondisi krisis global membuat beberapa komoditas unggulan Jambi
yang berorientasi ekspor mengalami stagnansi bahkan menurun cukup signifikan.
Hasil survei Liaison Kantor Bank Indonesia Jambi periode triwulan I tahun
2009 menunjukkan bahwa dampak dari krisis ekonomi global terutama dirasakan
pada turunnya harga jual produk.5 Harga jual produk crumb rubber menurun
sampai 33%, harga jual TBS kelapa sawit juga turun sebesar 33% sementara harga
jual produk pulp dan kertas turun sebesar 20-30%. Hal ini menyebabkan
4
Data NTP s.d. bulan Februari 2009. NTP adalah angka perbandingan antara indeks harga yang
diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam bentuk
persentase. Sehingga NTP merupakan cerminan atau indikator relatif tingkat kesejahteraan petani.
5
Tujuan survei Liaison adalah pengumpulan data yang bersifat ‘intelligent gathering’ dalam arti
informasi yang up to date dan tepat waktu, memberikan arah ke depan dan mengurangi kondisi
uncertainty.
10
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
menurunnya margin penjualan yang diterima oleh perusahaan (lihat boks. 3.
Perkembangan Dunia Usaha Jambi Di Tengah Krisis Ekonomi Global).
Melemahnya demand yang disertai dengan penurunan harga jual produk
menyebabkan sub sektor perkebunan mengalami tekanan pada triwulan laporan.
Grafik 1.9. Perkembangan Harga CPO, Inti dan TBS 10 Tahun di Provinsi Jambi
Harga (Rp)
10,000.00
CPO
9,000.00
INTI
TBS 10 thn
8,730.7
8,000.00
7,000.00
6305.715
6,000.00
5,005.5
5,000.00
4578.6
4,000.00
2570.89
3,000.00
1,913.3
1853.6
2,000.00
1269.42
1,000.00
887.9
-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2006
2007
2008
2009
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Jambi
Sementara, setelah mengalami tekanan semenjak periode triwulan III s.d.
triwulan IV tahun 2008, harga tandan buah segar (TBS) serta CPO Jambi mulai
meningkat kembali. Harga rata-rata TBS 10 tahun dan CPO Jambi yang sempat
mencapai
harga
terendahnya
masing-masing
sebesar
Rp750,93/kg
dan
Rp3.930,13/kg pada November 2008, mulai mengalami peningkatan selama
periode triwulan I tahun 2009. Harga TBS 10 tahun dan CPO masing-masing
mencapai Rp1.269,42/ kg dan Rp6.305,72/kg pada Maret 2009.
Disamping itu, beberapa prompt indikator sub sektor perkebunan selama
periode triwulan laporan juga masih belum menunjukkan perkembangan yang
signifikan jika dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini terlihat dari indikator
produksi untuk karet dan sawit yang masih terakselerasi terbatas selama triwulan
laporan (lihat grafik 1.10)
11
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.10 Indikator Produksi Sub Sektor Tanaman Perkebunan
Grafik 1.11 Indikator Produksi Sub Sektor Hortikultura, Sub Sektor Peternakan
dan Sub Sektor Perikanan
indeks bulanan
indeks bulanan
200
200
180
180
160
160
140
140
120
120
100
100
80
80
60
60
40
40
20
20
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
2008
2
3
1
2009
Produksi Karet
Produksi Kelapa
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
2008
Produksi Kelapa Sawit
Produksi Pinang
2
3
2009
Produksi Hortikultura
Produksi Telur
Grafik 1.10
1
Produksi Daging
Produksi Perikanan
Grafik 1.11
Grafik 1.12 Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Jambi
Grafik 1.13 Pertumbuhan Indeks terima dan Indeks Bayar Petani
Persen (%)
NTP
140
8.0
2005
2008x
130
2006
2008y
2007
2009
g.indeks diterima
6.0
g.indeks bayar
4.0
120
2.0
-
110
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2
(2.0)
2006
2007
2008
2009
100
(4.0)
(6.0)
90
(8.0)
80
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
sumber: BP S Pro vinsi Jambi, 2008
keterangan: 2008x adalah NTP menggunakan tahun dasar 1993
2008y adalah NTP menggunakan tahun dasar 2007
Sejak M ei 2008, BPS mulai menggunakan NTP tahun dasar 2007
Grafik 1.12
(10.0)
(12.0)
Sumber: BPS Provinsi Jambi
Mulai Mei 2008 menggunakan NTP tahun dasar 2007
Grafik 1.13
Sumber: BPS Provinsi Jambi,2009.
Realisasi penyaluran pupuk dalam menunjang proses produksi sub sektor
tanaman bahan makanan dan sub sektor tanaman perkebunan pada triwulan
laporan menunjukkan peningkatan dibanding triwulan sebelumnya.6 Berdasarkan
informasi dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jambi, penyaluran pupuk
bersubsidi sebesar 16.193 ton atau meningkat sebesar 9,44% dibandingkan
triwulan sebelumnya (14.796 ton). Penggunaan pupuk bersubsidi sebagian besar
didominasi oleh pupuk Urea (61,84%), diikuti oleh pupuk NPK Phonska
(21,10%), SP-36 (10,99%) dan ZA (6,07%).
6
Jenis pupuk bersubsidi yang disalurkan terdiri dari SP-36, ZA, NPK Phonska dan Urea.
12
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
2006
2007
2008
2009
Grafik 1.14. Distribusi Jenis Pupuk
Grafik 1.15. Jumlah dan Pertumbuhan Realisasi Pupuk
Ton
TW I
TW IV
TW III
TW II
TW I
TW IV
TW III
TW II
Persen (%)
80.00
25000
60.00
20000
40.00
15000
20.00
10000
TW I
TW IV
TW III
TW II
TW I
TW IV
TW III
TW II
5000
(20.00)
0
(Ton)
0
5000
SP-36
10000
ZA
15000
NPK PHONSKA
20000
Urea
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jambi
(40.00)
TW II TW III TW TW I TW II TW III TW TW I TW II TW III TW TW I TW II TW III TW TW I
IV
IV
IV
IV
2006
25000
2007
Realisasi Pupuk (Ton)
2008
2009
Pertumbuhan Realisasi Pupuk
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jambi
Grafik 1.14
Grafik 1.15
Sub sektor perikanan mengalami pertumbuhan negatif sebesar 1,43% (qt-q) dibandingkan triwulan sebelumnya yang mampu mencapai 12,08% (q-t-q).
Hal ini tercermin dari indeks produksi perikanan yang secara rata-rata masih
tumbuh dibawah 100.7 Kondisi cuaca yang relatif kurang baik juga merupakan
hambatan nelayan untuk berlayar.
Sub sektor kehutanan tumbuh melambat sebesar 0,13% (q-t-q)
dibandingkan triwulan sebelumnya. Semakin berkurangnya aktivitas penebangan
kayu akibat musim penghujan cukup berpengaruh terhadap produksi sub sektor
ini. Di sisi lain, aktivitas penebangan liar (illegal logging) juga mengalami
penurunan yang drastis dibandingkan dengan periode tahun-tahun sebelumnya.
Hal ini tentunya berdampak pada stok kayu yang semakin terbatas. Selama 7
(tujuh) triwulan terakhir sub sektor kehutanan tumbuh dibawah level 1%.
Pada triwulan laporan, sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya mampu
tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 0,40% (q-t-q)
menjadi 1,76% (q-t-q) pada triwulan I tahun 2009. Hal ini juga dikonfirmasi
dengan tren meningkatnya indikator produksi bulanan sub sektor peternakan
(produksi daging serta produksi telur) selama periode triwulan laporan yang
pertumbuhannya relatif membaik (lihat grafik 1.11).
7
Indeks produksi dengan nilai indeks diatas 100 maksudnya produksi/hasil output periode saat ini
(t) lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya (t-1).
13
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
2. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR)
Sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh sebesar 0,55% (q-t-q);
lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 1,77% (qt-q). Menurunnya angka pertumbuhan tersebut disebabkan oleh melambatnya
pertumbuhan sub sektor perdagangan besar dan eceran serta sub sektor hotel.
Sub sektor perdagangan besar dan eceran tumbuh sebesar 0,57% (q-tq) pada triwulan laporan, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
mampu mencapai 1,90% (q-t-q). Sementara, sub sektor hotel mengalami
penurunan sebesar minus 1,65% (q-t-q). Pada triwulan laporan, hanya sub sektor
restoran yang mampu tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya,
yaitu mencapai 0,68%(q-t-q).
Grafik 1.16. Perkembangan Indikator produksi Bulanan Sektor PHR
Grafik 1.17. Perkembangan Konsumsi Listrik Sektor Bisnis
indeks
KWH (dalam Ribuan)
150
40,000
140
35,000
130
30,000
Persen (%)
50.0
41.97
40.0
30.0
22.41
25,000
120
5.65
20,000
5.61
1.78
110
20.0
8.99
4.43
4.88
15,000
10.0
(7.36)
(7.42)
0.0
(10.43)
100
10,000
90
5,000
80
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
2008
Harga Perdagangan Besar
Harga Perdagangan Barang Konstruksi
1
2
3
2009
Tingkat Hunian Hotel
-10.0
(25.48)
-20.0
-30.0
II
III
IV
I
II
2006
III
IV
2007
Bisnis
I
II
III
IV
2008
I
2009
Pertumbuhan Bisnis
Sumber: PLN Jambi, 2008 (diolah)
Grafik 1.16
Grafik 1.17
Setelah mengalami peningkatan yang cukup signifikan terutama pada
periode triwulan IV tahun 2008,8 aktivitas dan volume perdagangan sub sektor
perdagangan besar dan eceran pada triwulan laporan masih tetap tumbuh
walaupun melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Begitu juga dengan
perkembangan sub sektor hotel yang menurun dikarenakan pada triwulan
laporan merupakan masa low season sehingga minat masyarakat menggunakan
jasa perhotelan relatif menurun.
8
Pada periode triwulan IV-2008 termasuk masa high season dikarenakan terdapat perayaan hari
besar keagamaan (Idul Fitri, Idul Adha, Natal) sertaTahun Baru 2009 sehingga demand masyarakat
terhadap pemenuhan barang dan jasa meningkat cukup signifikan dibandingkan periode triwulan
sebelumnya. Sejalan dengan hal tersebut, memasuki masa high season minat masyarakat untuk
berlibur keluar daerah (Jambi) relatif tinggi.
14
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Dari prompt indicator terlihat juga bahwa indeks harga perdagangan besar
serta harga perdagangan barang konstruksi mengalami pertumbuhan indeks
yang masih terbatas jika dibandingkan triwulan sebelumnya. Indeks harga
perdagangan besar serta harga perdagangan barang konstruksi menurun pada
bulan Januari dan Maret 2009 dan hanya tumbuh terbatas pada bulan Februari
2009. Dari perkembangan tersebut, menunjukkan rata-rata pergerakan indeks
harga perdagangan besar serta harga perdagangan barang konstruksi triwulan
laporan relatif lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya (lihat grafik 1.16.).
Melambatnya perkembangan sub sektor perdagangan besar dan eceran
serta sub sektor hotel didukung juga dengan menurunnya konsumsi listrik sektor
bisnis sebesar 7,42% pada triwulan laporan. Sementara, perkembangan sub
sektor restoran pada triwulan laporan meningkat menjadi sebesar 0,68% (q-t-q).
Masa kampanye pemilu legislatif berdampak pada meningkatnya order
pemesanan makanan (nasi kotak/nasi bungkus).
Sektor perdagangan, hotel dan restoran berdasarkan pangsanya
didominasi oleh sub sektor perdagangan besar dan eceran yang mencapai
14,13% terhadap PDRB, diikuti oleh sub sektor restoran dan sub sektor hotel
masing-masing sebesar 1,02% dan 0,15%.
3. Sektor Pertambangan dan Penggalian
Sektor pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 0,64% (q-t-q),
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar minus 0,27% (q-t-q).
Peningkatan sektor ini terutama dikontribusi oleh peningkatan sub sektor minyak
dan gas bumi serta sub sektor penggalian yang masing-masing tumbuh 0,84%
(q-t-q) serta 4,01% (q-t-q), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang
masing-masing sebesar minus 5,06% (q-t-q) serta 1,32% (q-t-q). Sub sektor
penggalian yang pada triwulan laporan tumbuh signifikan sebesar 4,01% (q-t-q)
berasal dari semakin meningkatnya produksi pasir dan bahan galian lainnya
sehubungan dengan permintaan komoditas tersebut sebagai bahan baku proyek
perumahan serta ruko/rukan pada triwulan laporan yang meningkat.
15
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Menurunnya pertumbuhan sub sektor pertambangan tanpa migas (minus
2,31%/q-t-q) berasal dari mulai menurunnya aktivitas pertambangan batu bara
karena melemahnya demand ekspor batubara Jambi. Disamping itu, kondisi jalan
yang rusak turut mempengaruhi ketidaklancaran arus distribusi batubara. Relatif
fluktuatifnya harga batu bara di pasar internasional serta demand terhadap batu
bara yang relatif menurun berdampak pada perusahaan yang bergerak di bidang
penambangan batu bara untuk menurunkan volume produksinya.
Grafik 1.18. PDRB Sub Sektor Minyak dan Gas Bumi serta Lifting Minyak Bumi
Grafik 1.19 Pertumbuhan Lifting Gas Alam
juta rupiah
ribu barrel
BBTU
450,000
3500
Persen (%)
14,000
40.00
Lifting Gas Alam (BBTU), aksis kiri
400,000
3000
Pertumbuhan, aksis kanan
12,000
30.00
350,000
2500
300,000
250,000
2000
200,000
1500
20.00
10,000
10.00
8,000
6,000
150,000
(10.00)
1000
100,000
4,000
(20.00)
500
50,000
2,000
-
(30.00)
0
I
II
III
2005
IV
I
II
III
2006
PDRB sub sektor minyak dan gas bumi
IV
I
II
III
2007
Lifting Minyak Bumi
IV
I
II
III*
IV**
I**
2008
2 per. Mov. Avg. (Lifting Minyak Bumi)
Keterangan: *) angka perkiraan B ank Indo nesia Jambi untuk bulan September 2008
**) angka perkiraan B ank Indo nesia Jambi
Sumber: Dinas Energi dan Sumber Daya M ineral (ESDM ) P ro vinsi Jambi dan B P S P ro vinsi Jambi (dio lah)
Grafik 1.18
-
(40.00)
II
III
2005
IV
I
II
III
2006
IV
I
II
III
IV
I
2007
II
III*
2008
IV**
I**
2009
Sumber: Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jambi.
*: Angka proyeksi Bank Indonesia Jambi untuk bulan September 2008
**: Angka proyeksi Bank Indonesia Jambi
Grafik 1.19
4. Sektor Industri Pengolahan
Sektor industri pengolahan tumbuh sebesar 1,05% (q-t-q); lebih tinggi
bila dibandingkan angka triwulan sebelumnya sebesar minus 0,44% (q-t-q).
Meningkatnya pertumbuhan pada sektor ini terutama dikontribusi oleh
pertumbuhan sub sektor industri tanpa migas yang tumbuh meningkat sebesar
1,06% (q-t-q) jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mampu
mencapai 0,31% (q-t-q). Sementara, sub sektor migas tumbuh sebesar 0,87% (qt-q).
16
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.20. PDRB Industri Pengolahan
Grafik 1.21. Perkembangan Total Pemakaian Listrik sektor industri
Grafik 1.22. Perkembangan Jumlah Pelanggan Listrik sektor industri
3.00
600,000
2.50
500,000
2.00
400,000
1.50
300,000
1.00
200,000
0.50
100,000
-
TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV
2005
2006
2007
I
2008
PDRB industri pengolahan (juta Rp), aksis kanan
2009
Pertumbuhan (%), aksis kiri
Sumber: BPS Provinsi Jambi. ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
Grafik 1.20
KWH (dalam Ribuan)
Persen (%)
18,000
16,000
16.68
14,000
12,000
3.86
6.88
4.69
2.16
10,000
(0.16)
(1.48)
0.11
(2.21)
8,000
6,000
180
20.0
175
15.0
170
10.0
165
5.0
160
0.0
155
-5.0
4,000
(10.46)
(14.83)
-10.0
(13.99)
2,000
-15.0
-
-20.0
II
III
IV
I
II
2006
III
IV
I
2007
II
III
IV
2008
Pelanggan
25.0
I
Persen (%)
6.0
4.0
2.0
0.58
(1.15)
(2.25)
(1.30)
0.0
-2.0
(2.99)
145
-4.0
140
(4.94)
135
-6.0
II
III
IV
I
2006
2009
II
III
IV
I
2007
II
III
IV
2008
I
2009
Pertumbuhan Pelanggan Industri
Pertumbuhan Industri
Sumber: PLN Jambi, 2008 (diolah)
Sumber: PLN Jambi, 2008 (diolah)
Grafik 1.22
Grafik 1.21
Pertumbuhan sub sektor migas terutama masih didorong
peningkatan
(0.66)
(2.31)
150
Industri
Industri
(0.66)
(1.18)
pengilangan
minyak
bumi
yang
dengan
produknya antara lain
meliputi LPG. Meningkatnya produksi sektor industri pengolahan juga tercermin
dari pertumbuhan konsumsi listrik sub sektor industri pada periode triwulan
laporan yang meningkat sebesar 2,16%.
Meningkatnya perkembangan industri tanpa migas (1,06%/q-t-q) pada
triwulan laporan antara lain disebabkan oleh mulai membaiknya harga komoditas
perkebunan. Walaupun belum mencapai level harga seperti booming komoditas
perkebunan (karet dan sawit) pada tahun lalu, namun tren peningkatan harga
17
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
memberikan optimisme kepada pabrik pengolahan karet dan sawit untuk
meningkatkan hasil produksinya.
Grafik 1.23. Indeks Produksi Industri CPO, Karet, Kopra dan Kerajinan Batik
Grafik 1.24 Indeks Produksi Industri Barang dari Kayu, Barang dari Semen, Batu Bata,
Makanan dan Minuman
indeks bulanan
indeks bulanan
250
250
200
200
150
150
100
100
50
50
1
2
3
4
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
2008
Industri CPO
Industri Kopra
1
2
5
6
7
8
9
10
2008
3
11
12
1
2
3
2009
2009
Industri Karet
Industri Kerajinan Batik
Grafik 1.23
Industri Barang dari Kayu
Industri Barang dari Semen
Industri Makanan
Industri Minuman
Industri Batu Bata
Grafik 1.24
Peningkatan sub sektor industri tanpa migas tercermin dari indeks
industri karet yang cenderung meningkat selama triwulan laporan serta
tumbuhnya indeks industri kerajinan batik, indeks industri barang dari semen,
indeks industri batu bata, dan indeks industri minuman pada triwulan laporan
(lihat grafik 1.23 dan 1.24).
5. Sektor-sektor Lain
Sektor listrik, gas, dan air bersih menurun sebesar 0,30% (q-t-q) pada
triwulan laporan atau lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan triwulan
sebelumnya sebesar 5,89% (q-t-q). Menurunnya pertumbuhan sektor ini berasal
dari angka pertumbuhan sub sektor listrik yang turun menjadi sebesar minus
0,21% (q-t-q)) serta turunnya pertumbuhan sub sektor air bersih menjadi sebesar
minus 0,78% (q-t-q).
Relatif terganggunya pasokan listrik untuk interkoneksi Sumatera pada
triwulan laporan menyebabkan kapasitas daya listrik di Provinsi Jambi kembali
berkurang sehingga kebijakan PLN untuk pemadaman secara bergilir (bagi
industri dan rumah tangga) mulai dilakukan kembali. Dampak dari hal tersebut
18
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
tentunya
menyebabkan
konsumsi
listrik
semakin
rendah
sehingga
laju
pertumbuhan sub sektor listrik pada triwulan laporan menurun.9
Grafik 1.25. Perkembangan Total Pemakaian Listrik
Grafik 1.26. Perkembangan Jumlah Pelanggan Listrik
Persen (%)
KWH (dalam Ribuan)
250,000
25.0
200,000
20.0
Pelanggan
Persen (%)
400,000
6.0
350,000
5.0
300,000
15.0
150,000
8.73
4.68
5.43
100,000
8.02
7.05
6.77
10.0
6.77
50,000
(2.64)
(3.49)
III
IV
I
II
2006
III
IV
I
II
2007
III
2008
Total Pemakaian
IV
2.32
2.14
2.57
3.0
2.0
1.01
0.0
0.76
50,000
-5.0
II
3.05
2.82
2.93
200,000
100,000
(1.80)
(2.25)
4.0
3.603.41
150,000
5.0
1.21
250,000
0.75
1.0
0.37
-
I
0.0
II
2009
III
IV
I
II
2006
Pertumbuhan Total
III
IV
I
2007
III
IV
2008
Total Pelanggan
Sumber: PLN Jambi, 2008 (diolah)
II
I
2009
Perumbuhan Pelanggan
Sumber: PLN Jambi, 2008 (diolah)
Grafik 1.25
Grafik 1.26
Menurunnya pertumbuhan sektor air bersih sejalan juga dengan
terbatasnya pasokan listrik terutama dalam memberikan dukungan daya listrik
terhadap aktivitas beberapa pompa air PDAM sehingga debit produksi air untuk
beberapa tandon cenderung turun. Relatif terganggunya debit produksi air
Grafik 1.27. Perkembangan Total Konsumsi Air Kota Jambi
3
m3
m
900,000
45,000
800,000
40,000
700,000
35,000
600,000
30,000
500,000
25,000
400,000
Rumah Tangga
20,000
300,000
Industri
15,000
200,000
10,000
100,000
5,000
-
4
5
6
7
8
9
10
2008
11
12
1
2
3
2009
Sumber: PDAM Tirta Mayang Kota Jambi, 2009
Grafik 1.27
9
Periode Februari s.d. Maret 2009 Provinsi Jambi defisit daya listrik sekitar 10-20 MW. Rusaknya
PLTU Parahan Lampung turut mempengaruhi kontribusi pasokan listrik ke Provinsi Jambi.
Sementara, pemedaman di bulan Maret juga terkait dengan terbatasnya kemampuan PLTG
Selincah (kapasitas terpasang 60 MW) sementara kebutuhan listrik masyarakat jambi mencapai
70-80 MW.
19
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
tandon berdampak pada supply terhadap pelanggan PDAM tidak lancar. Hal ini
pada akhirnya akan berdampak pada volume penjualan air yang menurun selama
periode triwulan laporan.10
Sektor bangunan masih menunjukkan pertumbuhan yang baik dan
merupakan salah satu sektor yang berkontribusi cukup signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi triwulan laporan. Walaupun tumbuh melambat, sektor
bangunan masih mampu tumbuh sebesar 1,84% (q-t-q) dibandingkan triwulan
sebelumnya yang mencapai 2,80% (q-t-q). Pertumbuhan sektor bangunan
dikonfirmasi oleh meningkatnya indeks perumahan rakyat yang cukup signifikan
pada periode triwulan I tahun 2009 yaitu 142,86 (Januari 2009), 141,58 (Februari
2009) dan 158,82 (Maret 2009).
Grafik 1.28. Perkembangan PDRB Sektor Bangunan dan Konsumsi Semen
40.00
250,000
30.00
200,000
20.00
150,000
10.00
-
100,000
(10.00)
50,000
(20.00)
-
(30.00)
TW I TW II TW III TW
IV
TW I TW II TW III TW
IV
TW I TW II TW III TW
IV
TW I TW II TW III TW
IV
TW I
2005
2006
2007
2008
2009
PDRB sektor Bangunan (juta Rp), aksis kiri
Konsumsi Semen (ton), aksis kiri
Pert. Konsumsi Semen (%), aksis kanan
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia dan BPS Provinsi Jambi (diolah)
Pembangunan
properti
residensial
(perumahan)
oleh
developer
(perusahaan pengembang) dan masyarakat umum maupun properti komersial
(ruko, hotel) masih terus berlanjut pada triwulan laporan walaupun semakin
10
Pemadaman bergilir yang dilakukan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) sangat berpengaruh
terhadap pelayanan masyarakat di berbagai instansi termasuk PDAM karena sebagian besar
instalasi produksi air PDAM tergantung dari tenaga listrik dari PLN (Sebagian besar energi andalan
penggerak generator pompa PDAM adalah tenaga listrik).
20
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
terbatas. Permintaan kredit KPR11 masih menunjukkan peningkatan pertumbuhan
walaupun lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Kredit KPR tumbuh
sebesar 2,63% (Rp22,21miliar), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
yang mampu tumbuh sebesar 7,52%. Sedangkan perkembangan kredit
Ruko/Rukan pada triwulan laporan turun sebesar 2,37%.
12
Masih tumbuhnya kredit KPR mencerminkan bahwa minat masyarakat
terhadap permintaan perumahan masih cukup tinggi. Hal ini dikonfirmasi juga
dengan meningkatnya konsumsi semen selama periode triwulan laporan menjadi
sebesar 97.124 ton dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 93.052
ton.
Grafik 1.29. Perkembangan Kredit KPR
Grafik 1.30. Perkembangan Kredit Ruko/Rukan
Persen
juta Rp
1,000,000
900,000
KPR
Pertumbuhan
800,000
700,000
juta Rp
Persen
30.00
70,000
25.00
60,000
20.00
600,000
160.00
140.00
Ruko/Rukan
Pertumbuhan
120.00
50,000
100.00
80.00
40,000
500,000
60.00
15.00
30,000
400,000
10.00
300,000
200,000
5.00
100,000
-
II
III
2004
IV
I
II
III
2005
IV
I
II
III
IV
I
2006
II
III
2007
IV
I
II
III
2008
IV
I
2009
40.00
20.00
20,000
10,000
(20.00)
-
(40.00)
II
III
2004
Grafik 1.28
IV
I
II
III
2005
IV
I
II
III
IV
I
2006
II
III
2007
IV
I
II
III
2008
IV
I
2009
Grafik 1.29
Sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami pertumbuhan sebesar
0,73% (q-t-q) pada triwulan laporan atau lebih rendah bila dibandingkan
triwulan sebelumnya sebesar 2,29% (q-t-q). Melambatnya angka pertumbuhan
sektor ini terutama berasal melambatnya pertumbuhan sub sektor pengangkutan
pada triwulan laporan. Dari sub sektor pengangkutan, pertumbuhan angkutan
jalan raya mengalami pelambatan sedangkan pertumbuhan angkutan udara serta
jasa penunjang angkutan mengalami penurunan.
Melambatnya pertumbuhan sub sektor transportasi terutama terkait
dengan masa low season sehingga demand masyarakat dalam menggunakan
11
Yang dimaksud kredit KPR adalah kredit untuk membeli atau memperbaiki/memugar rumah
atau apartemen. Sedangkan kredit Ruko/Rukan adalah kredit yang diberikan dalam rangka
pemilikan rumah dan toko (Ruko) atau rumah dan kantor (Rukan)
12
Posisi kredit KPR dan kredit Ruko/Rukan pada triwulan I tahun 2009 s.d. bulan Februari 2009.
21
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
moda transportasi darat dan udara cenderung menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya yang merupakan masa high season.
Grafik 1.31. PDRB Sub Sektor Angkutan Udara
Grafik 1.32. Perkembangan Keberangkatan dan Kedatangan Penumpang
Grafik 1.33. Perkembangan Jumlah Bongkar dan Muat Barang
30.00
45,000
PDRB sub sektor Angkutan Udara (juta Rp), aksis kiri
40,000
Pertumbuhan (%), aksisi kanan
20.00
35,000
10.00
30,000
25,000
-
20,000
(10.00)
15,000
(20.00)
10,000
(30.00)
5,000
-
(40.00)
TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I
2005
2006
2007
2008
2009
Sumber: BPS Provinsi Jambi (diolah)
Grafik 1.31
Persen (%)
orang
120000
100000
80000
60000
40000
20000
0
II
III
IV
I
II
2005
III
IV
2006
I
II
III
IV
I
II
2007
III
IV
2008
I
2009
Persen (%)
kg
25.00
1000000
70.00
20.00
900000
60.00
15.00
800000
50.00
10.00
700000
40.00
5.00
600000
30.00
-
500000
20.00
(5.00)
400000
10.00
(10.00)
300000
-
(15.00)
200000
(10.00)
(20.00)
100000
(25.00)
0
(20.00)
(30.00)
II
III
2005
IV
I
II
III
IV
2006
I
II
III
IV
2007
I
II
III
IV
2008
Kedatangan Penumpang (aksis kiri)
Keberangkatan Penumpang (aksis kiri)
Jumlah Bongkar (aksis kiri)
Jumlah Muat (aksis kiri)
Datang (aksis kanan)
Berangkat (aksis kanan)
Pertumbuhan Bongkar (aksis kana)
Pertumbuhan Muat (aksis kanan)
Sumber: PT. Angkasa Pura II
I
2009
Sumber: PT.Angkasa Pura II
Grafik 1.32
Grafik 1.33
Sub sektor angkutan jalan raya tumbuh sebesar 0,82% (q-t-q), lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 1,95% (q-t-q).
Sementara, sub sektor angkutan udara tumbuh sebesar minus 3,38%(q-t-q),
turun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 13,64%(q-t-q). Cenderung
menurunnya demand masyarakat menggunakan jasa angkutan udara selama
periode triwulan laporan direspon pihak maskapai penerbangan dengan
menyesuaikan frekuensi jadwal penerbangan dari dan ke Jambi serta penurunan
tarif angkutan udara.
22
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.34. Perkembangan Total Arus Peti Kemas
Grafik 1.35. Perkembangan Kunjungan Kapal
unit
persen(%)
unit
persen(%)
18000
200.00
1800
50.00
1600
40.00
16000
150.00
14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
1400
30.00
100.00
1200
20.00
50.00
1000
10.00
800
0.00
0.00
600
-10.00
-50.00
400
-20.00
-100.00
II
III
IV
I
II
III
IV
I
2007
Jumlah Arus Peti Kemas
II
III
2008
Pertumbuhan
IV
I
-30.00
200
-40.00
0
II
III
IV
I
2009
II
III
IV
I
2007
Unit
II
III
2008
IV
I
2009
Pertumbuhan
Sumber: Pelindo Jambi
Sumber: Pelindo Jambi
Grafik 1.34
Grafik 1.35
Pada triwulan laporan, sub sektor angkutan laut tumbuh sebesar 2,95%.
Sementara, perkembangan arus peti kemas dan kunjungan kapal pada triwulan
laporan menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Jumlah unit kapal
bersandar sebesar 952 unit.13 Sedangkan jumlah arus peti kemas berdasarkan
perdagangan di Pelabuhan Tungkal dan Pelabuhan Talang Dukuh sebesar 8.175
peti kemas.14
Perkembangan sub sektor telekomunikasi tercermin dari jasa pos dan
telekomunikasi serta jasa penunjang komunikasi masing-masing yang mengalami
pertumbuhan sebesar 2,68% (q-t-q) dan 1,84% (q-t-q), lebih tinggi dari
pertumbuhan triwulan sebelumnya masing-masing sebesar 0,85% (q-t-q) dan
0,57% (q-t-q).
Sektor keuangan, persewaan, dan jasa-jasa perusahaan tumbuh sebesar
1,54% (q-t-q) pada triwulan laporan atau meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar minus 0,70% (q-t-q). Peningkatan tersebut terutama
disebabkan oleh tumbuh lebih cepatnya sub sektor bank, sub sektor lembaga
keuangan tanpa bank, sub sektor jasa penunjang keuangan serta sub sektor sewa
bangunan pada triwulan laporan. Sementara, sub sektor jasa perusahaan tumbuh
melambat dibandingkan triwulan sebelumnya (1,16%/q-t-q).
13
Kunjungan kapal yang dimaksud adalah pelayaran luar negeri, pelayaran dalam negeri dan
pelayaran rakyat.
14
Arus Peti kemas diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kategori yaitu: 20”, 40” serta diatas 40”. Arus
barang berdasarkan perdagangan yaitu impor, ekspor, bongkar dan muat.
23
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Sektor
jasa-jasa
pada
triwulan
laporan
mengalami
pelambatan
pertumbuhan menjadi sebesar 1,14% (q-t-q) dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar 1,22% (q-t-q). Pertumbuhan sub sektor pemerintahan umum yang masih
terbatas dikarenakan realisasi belanja pembangunan proyek-proyek pemerintah
masih lambat. Sedangkan perkembangan sub sektor swasta yang meningkat
berasal dari aktivitas jasa sosial kemasyarakatan, hiburan dan rekreasi serta jasa
perorangan dan rumah tangga yang masih tumbuh membaik dibandingkan
triwulan sebelumnya.
C. PDRB Sisi Pengeluaran
Ditinjau dari sisi pengeluaran, pelambatan pertumbuhan ekonomi Provinsi
Jambi pada triwulan laporan didorong oleh menurunnya kontribusi pengeluaran
konsumsi rumah tangga serta pembentukan modal tetap domestik bruto
Grafik 1.36. Kontribusi PDRB Sisi Pengeluaran terhadap Pertumbuhan (q-t-q)
4.21
Net Ekspor/Impor
(1.39)
0.09
0.08
Perubahan Stok
Pembentukan Modal
Tetap
-0.38
Domestik Bruto
Pengeluaran Konsumsi
Pemerintah
-4.00
Trw I-09
Trw IV-08
0.90
0.03
0.05
Lembaga Sw asta Nirlaba
0.02
0.07
Pengeluaran Konsumsi
Rumahtangga
-3.20
-3.00
-2.00
-1.00
15
0.00
1.55
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
(PMTDB). Sementara, pengeluaran konsumsi pemerintah dan ekspor masih
tumbuh terbatas. Namun demikian, penurunan impor pada triwulan laporan yang
cukup signifikan berdampak pada laju pertumbuhan ekonomi yang tidak
melemah semakin dalam.
15
Yang dimaksud kontribusi ’net ekspor’ adalah nilai kontribusi ekspor terhadap pertumbuhan
dikurangkan dengan nilai kontribusi impor terhadap pertumbuhan pada triwulan laporan. Jika
bernilai positif disebut net ekspor, sedangkan jika bernilai negatif disebut net impor.
24
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Dari sisi distribusinya (share), konsumsi rumah tangga masih mempunyai
pangsa yang paling besar, yaitu mencapai 69,32% dari PDRB Jambi pada triwulan
I tahun 2009 (lihat grafik 1.36). Selain itu, pengeluaran konsumsi pemerintah dan
PMTDB juga memiliki pangsa yang relatif besar dengan masing-masing
sebesar 17,86% dan 18,35%. Sedangkan share perubahan stok sebesar 2,80%
dan lembaga swasta nirlaba sebesar 0,53%.
Grafik 1.37. Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Pengeluaran
Triwulan I tahun 200916
Pembentukan
Modal Tetap
Domestik Bruto
18.35%
Perubahan Stok
2,80%
Net Impor
8.86%
Lembaga Swasta
Nirlaba
0.53%
Pengeluaran
Konsumsi
pemerintah
17.86%
Pengeluaran
konsumsi rumah
tangga
69.32%
1. Pengeluaran Konsumsi
Pengeluaran konsumsi rumah tangga atas dasar harga konstan selama
triwulan laporan minus 4,38% (q-t-q), menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya yang masih mampu tumbuh sebesar 5,62% (q-t-q). Menurunnya
konsumsi masyarakat pada periode triwulan laporan akibat dari dampak krisis
sehingga masyarakat mulai mengurangi konsumsi barang dan jasa pada periode
triwulan laporan.
Hal ini ditunjukkan juga dengan melemahnya daya beli masyarakat yang
diindikasikan oleh turunnya pembelian kendaraan bermotor (sepeda motor) pada
triwulan laporan (Grafik 1.44). Disamping itu, indeks keyakinan
konsumen
terhadap kondisi perekonomian selama periode triwulan laporan juga masih
16
Pangsa (share) net impor sebesar 8,86% merupakan pengurang dari total share PDRB sisi
pengeluaran.
25
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
berada pada level pesimis (Grafik 1.37). Sementara, konsumsi listrik rumah
tangga (RT) mengalami penurunan sebesar 1,94%.
Grafik 1.38. Indeks Kondisi Ekonomi
Grafik 1.39. Konsumsi Listrik Rumah Tangga
Indeks
KWH (dalam Ribuan)
120.00
120.00
100.00
100.00
80.00
80.00
Persen (%)
140,000
7.87
120,000
6.51
100,000
4.0
40.00
40.00
(20.00)
20.00
(40.00)
1.75
60,000
II
III
IV
I
II
III
2005
IV
I
II
III
IV
2006
I
II
III
2007
Kondisi ekonomi saat ini dibandingkan 6 - 12 bln yg lalu
IV
I
II
III
IV
2008
I
(60.00)
(%)
(0.55)
40,000
(1.94)
20,000
0.0
-2.0
(2.87)
-
-4.0
III
IV
I
II
2006
III
IV
2007
Rumah Tangga
2009
Pertumbuhan (%)
2.0
0.64
0.48
II
0.00
6.0
3.13
80,000
20.00
8.0
6.73
6.74
60.00
60.00
10.0
8.29
I
II
III
IV
2008
I
2009
Pertumbuhan RT
Sumber: PLN Jambi, 2008 (diolah)
Grafik 1.39
Grafik 1.38
Penjualan kendaraan bermotor pada triwulan laporan turun sebesar
33,43%. Hal ini didorong oleh turunnya penjualan mobil baru (sedan, jeep,
minibus) sebesar 4,65%, begitu juga dengan penjualan sepeda motor yang turun
34,04%. Hal ini mencerminkan bahwa konsumsi masyarakat terhadap kendaraan
bermotor semakin melemah setelah mengalami penurunan semenjak triwulan III
tahun 2008.
Di sisi lain, penyaluran kredit konsumsi tumbuh sebesar 2,32%, melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang mampu mencapai 2,43% (q-t-q). Hal ini
menunjukkan bahwa kegiatan konsumsi rumah tangga untuk membeli barang
tahan lama (durable goods) melalui fasilitas pinjaman yang disediakan oleh bank
menunjukkan tanda penurunan.
Pada periode triwulan laporan, pengeluaran konsumsi pemerintah tumbuh
melambat sebesar 0,09% (q-t-q), menurun dibandingkan pertumbuhan triwulan
sebelumnya
sebesar
5,95%
(q-t-q).
Menurunnya
pengeluaran
konsumsi
pemerintah pada triwulan laporan terkait dengan belum terakselerasinya belanja
modal (infrastruktur) Pemerintah Daerah pada triwulan laporan. Sementara,
pengeluaran konsumsi lembaga nir laba juga tumbuh sebesar 5,59% (q-t-q) atau
melambat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 10,36% (q-t-q).
26
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.40. Pertumbuhan Pendaftaran Kendaraan Bermotor Baru
Grafik 1.41. Perkembangan Penjualan Premium dan Solar
Grafik 1.42. Perkembangan Penjualan Minyak Tanah
Grafik 1.43. Nominal dan Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Provinsi Jambi
Grafik 1.44. Pertumbuhan Pendaftaran Sedan, Jeep, Minibus Baru
Grafik 1.45. Pertumbuhan Pendaftaran Sepeda Motor Baru
unit
Persen(%)
50
40
30
20
10
(10)
(20)
(30)
(33.43)
(40)
(50)
(60)
40,000
35,000
36.26
21.56
29.89
9.78
14.98
25,000
23.64
26.81
30,000
11.95
8.79
1.61
(1.58)
20,000
(14.21)
(19.40)
15,000
(32.52)
10,000
5,000
(49.37)
II
III
IV
I
II
2005
III
IV
I
II
2006
III
IV
I
II
2007
III
IV
2008
KENDARAAN BERMOTOR
Ribu Liter
Persen (%)
40.00
90,000
80,000
20.00
70,000
60,000
-
50,000
(20.00)
40,000
30,000
(40.00)
20,000
(60.00)
10,000
-
(80.00)
1
2
I
3
4
1
2
2006
2009
3
4
1
2
2007
3
4
1*
2008
2009
Konsumsi Premium (aksis kiri)
Konsumsi Solar (aksis kiri)
Premium (aksis kanan)
Solar (aksis kanan)
Sumber: Pertamina Wira Penjualan Jambi
* Angka perkiraan………………………...
Pertumbuhan
Sumber: Dispenda Provinsi Jambi
Grafik 1.41.
Grafik 1.40.
Ribu Liter
30,000
(%)
80.0
60.0
25,000
40.0
20,000
14
3,500,000
12.68
12
11.96
10.98
2,500,000
20.0
(40.0)
5,000
6
1,500,000
(80.0)
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
5.24
3.80 3.60
4
2.43
1.87
(60.0)
-
2,000,000
7.03
(20.0)
10,000
8.38
8
-
15,000
3,000,000
11.71
10
3.33
2
1,000,000
2.32
500,000
I*
0
2006
2007
2008
M.Tanah/Kerosine
2009
0
TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I
Pertumbuhan
2006
Sumber: Pertamina Wira Penjualan Jambi
* Angka perkiraan ……………………….
2007
2008
Kredit Konsumsi (juta Rp), aksis kanan
Grafik 1.43.
Grafik 1.42.
Persen(%)
unit
150
1,000 126.41
900
unit
Persen(%)
40,000
50
36.69
35,000
40
26.81
30
21.26
29.06
100
800
30,000
700
8.94
2.16 8.46
(5.47)
(15.88)
500
400
35.73
34.25
31.19
600
2009
Pertumbuhan Kredit Konsumsi (%),aksis kiri
6.62
50
3.62
(9.42)
(3.49)
(4.65)
(13.23)
300
16.31
12.03
25,000
20
23.49
10.01
1.05
12.38
10
-
(1.04)
20,000
(10)
(15.19)
(19.17)
15,000
(20)
(32.73)
(30)
(34.04)
(40)
10,000
(65.01)
200
(50)
5,000
(100)
II
III
2005
IV
I
II
III
IV
2006
I
II
III
IV
2007
Sedan, Jeep, Minibus
Sumber: Dispenda Provinsi Jambi
Grafik 1.44.
I
II
III
2008
Pertumbuhan
IV
I
2009
(50)
(50.50)
100
(60)
II
III
2005
IV
I
II
III
IV
2006
I
II
III
2007
SEPEDA MOTOR
IV
I
II
III
2008
IV
I
2009
Pertumbuhan
Sumber: Dispenda Provinsi Jambi
Grafik 1.45.
27
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
2. Investasi
Pada triwulan laporan, pembentukan modal tetap domestik bruto
(PMTDB) mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTDB) turun sebesar 2,24% (q-t-q)
dibandingkan
triwulan
sebelumnya
yang
tumbuh
6,73%
(q-t-q)
yang
mencerminkan bahwa kondisi investasi belum terealisasi dengan baik dalam
mendukung percepatan perekonomian Jambi.
Grafik 1.46. Pertumbuhan Pendaftaran Truck/Pick Up Baru
Grafik 1.47. Nominal dan Pertumbuhan Kredit Investasi di Provinsi Jambi
Grafik 1.48. Konsumsi Semen Provinsi Jambi
unit
Persen(%)
1,400
80
1,200
60
1,000
40
800
20
600
-
400
(20)
200
(40)
-
(60)
II
III
2005
IV
I
II
III
IV
2006
I
II
III
IV
I
2007
II
III
2008
IV
I
2009
20
1,600,000
Kredit Investasi (juta Rp), aksis kanan
18
Pertumbuhan Kredit Investasi (%),aksis kiri
16.65
16
1,400,000
16.18
1,200,000
14
14.28
1,000,000
12
11.78
10.28
10
800,000
8
600,000
6
2
400,000
4.28
4
1.50
2.33
2.70
3.26
200,000
1.60
1.21
0.99
0
TRUCK/PICK UP
Pertumbuhan
0
TW I
TW II
TW III
2006
Sumber: Dispenda Provinsi Jambi
TW IV
TW I
TW II
TW III
TW IV
TW I
2007
TW II
TW III
TW IV
2008
TW I
2009
Grafik 1.47.
Grafik 1.46.
(%)
Ton
100.0
45,000
40,000
Konsumsi Semen
80.0
Pertumbuhan
35,000
60.0
30,000
40.0
25,000
20.0
20,000
-
15,000
(20.0)
10,000
(40.0)
5,000
(60.0)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3
2005
2006
2007
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia (ASI), diolah
Grafik 1.48.
28
2008
2009
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Sementara itu, dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) terlihat
situasi bisnis masih cukup baik pada triwulan laporan, tercermin dari nilai saldo
bersih situasi bisnis dunia usaha sebesar 19,44. Masih relatif baiknya situasi bisnis
dunia usaha juga berdampak pada masih tumbuhnya kredit investasi sebesar
0,99% atau sebesar Rp14,42 miliar pada triwulan laporan.
Perubahan stok pada triwulan I tahun 2009 mengalami pertumbuhan
sebesar 2,83% (q-t-q), lebih rendah bila dibandingkan pertumbuhan pada
triwulan sebelumnya sebesar 5,99% (q-t-q). Sementara, pangsa stok pada
triwulan laporan sebesar 2,80%.
3. Perdagangan Eksternal
Jumlah perdagangan eksternal ke luar Provinsi Jambi sebesar 1,83% (q-tq) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar minus
9,22% (q-t-q). Pertumbuhan impor barang baik yang berasal dari luar provinsi
maupun luar negeri mengalami penurunan sebesar 5,43% (q-t-q).
Grafik 1.49. Perkembangan Ekspor dan Impor Non Migas Provinsi Jambi
ribu USD
350,000
Impor
Ekspor
Net
300,000
250,000
261,972
207,237
215,491
200,000
147,469
135,753
150,000
149,230
145,699
101,075
100,000
107,288
72,175
50,000
188,395
145,898
123,888
105,291
71,313
73,849
34,232
0
TW I
TW II TW III TW IV TW I
2005
TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I
2006
2007
TW II TW III TW IV TW I*
2008
2009
Keterangan: *) S.d. Februari 2009
Berdasarkan dokumen pemberitahuan ekspor barang (PEB), ekspor
Provinsi Jambi sebesar USD 87,31 juta sedangkan impor sebesar USD 15,99 juta
pada triwulan laporan.17 Dengan kondisi tersebut, Provinsi Jambi mengalami net
17
Data s.d. bulan Februari 2009 (Sumber: Direktorat Statistik dan Ekonomi Moneter, Bank
Indonesia).
29
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
ekspor sebesar USD 71,32 juta, menurun sebesar 46,28% dibandingkan posisi
yang sama periode triwulan sebelumnya yang mencapai USD 132,76 juta.18
Ekspor Provinsi Jambi masih didominasi oleh komoditas karet dan CPO.19
Sementara kelompok peralatan mesin dan transport masih mendominasi nilai
impor Provinsi Jambi pada triwulan laporan.
Grafik 1.50. Perkembangan Ekspor Provinsi Jambi
dalam Ribu USD
120,000
EKSPOR
CRUDE MATERIALS, INEDIBLE
ANIMAL & VEGETABLE OILS&FATS
100,000
80,000
60,000
40,000
20,000
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
2
3
4
5
6
2007
7
8
9
10
11
12
1
2008
2
2009
Grafik 1.51. Lima Komoditi Tertinggi Nilai Ekspor Provinsi Jambi
Ribu USD
90,000
80,000
23 - CRUDE RUBBER
25 - PULP AND WASTE PAPER
42 - FIXED VEGETABLE OILS & FATS
63 - WOOD AND CORK MANUFACTURES
32 - COAL, COKE AND BRIQUETTES
LAINNYA
70,000
60,000
50,000
40,000
30,000
20,000
10,000
1
2
3
4
5
6
7
2006
18
8
9
10
11
12
1
2
3
4
5
6
7
2007
8
9
10
11 12
1
2
3
4
5
6
7
2008
8
9
10
11
12
1
2
2009
Net ekspor yang dimaksud disini adalah net ekspor bulan Januari-Februari 2009 dibandingkan
net ekspor bulan Oktober-November 2008.
19
Klasifikasi barang menurut Standard International Trading Classification (SITC).
30
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Pada triwulan laporan (Januari-Februari 2009), ekspor Provinsi Jambi
menurun sebesar 42,33% dibandingkan periode yang sama triwulan sebelumnya
(Oktober-November 2008), yaitu dari USD 151,40 juta menjadi USD 87,31 juta.
Berdasarkan jenis komoditasnya, nilai ekspor tertinggi (Januari-Februari
2009) dicapai oleh komoditas karet mentah (crude rubber) sebesar USD 32,47
juta atau 37,19% dari total ekspor non migas, sementara nilai ekspor lemak
nabati dan minyak (fixed, vegetable oil and fats), serta pulp dan kertas (pulp and
waste paper) masing-masing mencapai USD 15,11 juta (17,31% dari total ekspor
non migas), dan USD 17,07 juta (19,55% dari total ekspor non migas).
Grafik 1.52. Perkembangan Ekspor Non Migas Provinsi Jambi Berdasarkan Negara Tujuan
Ribu USD
40,000
35,000
C. UNITED STATES OF AM ERICA
M A LA YSIA
SINGA PORE
C. JAPAN
C. R.R.C
LA INNYA
C. SOUTH KOREA
30,000
25,000
20,000
15,000
10,000
5,000
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
1
2
3
4
5
2006
6
7
8
9
10 11 12
1
2
3
4
5
2007
6
7
8
9
10 11 12
2008
1
2
2009
Grafik 1.53. Pangsa Ekspor Non Migas Provinsi Jambi Berdasarkan Negara Tujuan
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
2
3
4
5
2006
C. UNITED STA TES OF A M ERICA
M A LA YSIA
C. R.R.C
LA INNYA
6
7
2007
8
9
10
11
12
1
2
3
4
5
6
7
2008
8
9
10
11
12
1
2
2009
SINGA P ORE
C. JA P A N
C. SOUTH KOREA
31
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Ekspor non migas lain yang cukup besar kontribusinya adalah komoditas
batubara, kokas dan briket (coal, coke and briquettes), serta barang-barang kayu
dan gabus (wood and cork manufactures) yang masing-masing mencapai USD
6,79 juta (7,78%) serta USD 4,31 juta (4,94%). Berdasarkan struktur ekspor non
migas Jambi, terlihat bahwa ekspor produk primer masih mendominasi terutama
komoditas karet mentah, lemak nabati dan minyak, serta batubara disusul produk
hasil industri pengolahan (barang-barang kayu serta kertas dan olahannya).
Berdasarkan negara tujuan, ekspor Provinsi Jambi sebagian besar ke
negara-negara dikawasan Asia yang hampir setara dengan 73,62% total ekspor
Provinsi Jambi. Penyumbang utama ekspor dari negara Asia adalah Republik
Rakyat China (RRC) yang mencapai USD 18,74 juta (21,47%), diikuti dengan
Malaysia sebesar USD 13,49 juta (15,45%), Jepang sebesar USD 8,60 juta
(9,85%) serta Singapura sebesar USD 7,82 juta (8,96%). Sementara ekspor ke
negara Amerika sebesar USD 17,66 juta (20,22%) pada triwulan laporan. Dari
grafik 1.52, terlihat bahwa ekspor Provinsi Jambi ke Amerika mulai mengalami
tren penurunan semenjak Juli 2008 s.d. Februari 2009 (kecuali Desember 2008).
Sejalan dengan hal tersebut, negara tujuan ekspor Provinsi Jambi pun semakin
besar porsinya ke negara selain Amerika.
Dari sisi impor (Januari-Februari 2009), impor non migas menurun sebesar
14,19% (USD 2,65 juta) jika dibandingkan periode yang sama triwulan
sebelumnya (Oktober-November 2009) sehingga menjadi sebesar USD 15,99 juta.
Pada triwulan laporan, impor terbesar terjadi pada sub kelompok mesin industri
tertentu/khusus (mach. Special for partic. inds) sebesar USD 7,17 juta (44,82%)
serta sub kelompok mesin industri dan perlengkapannya (general industrial
mach.&eqp) sebesar USD 6,73 juta (42,04%).
32
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.54. Perkembangan Impor Non Migas Provinsi Jambi
dalam Ribu USD
35,000
IMPOR
MACHINERY & TRANSPORT EQP
CHEMICAL
30,000
25,000
20,000
15,000
10,000
5,000
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
2
3
4
5
6
2007
7
8
9
10
11
12
1
2008
2
2009
Grafik 1.55. Lima Komoditi Tertinggi Nilai Impor Provinsi Jambi
Ribu USD
35,000
71 - POWER GENERATING MACH. & EQP
72 - MACH.SPECIAL FOR PARTIC.INDS
74 - GENERAL INDUSTRIAL MACH.&EQP
30,000
59 - CHEM.MATERIALS& PRODUCTS,NES
56 - FERTILIZERS MANUFACTURED
LAINNYA
25,000
20,000
15,000
10,000
5,000
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2006
11 12
1
2
3
4
5
6
7
2007
8
9
10
11 12
1
2
3
4
5
6
7
2008
8
9
10
11
12
1
2
2009
Pangsa impor Provinsi Jambi pada periode triwulan laporan masih
didominasi oleh kelompok peralatan mesin dan transport (machinery&transport
equipment) yang menguasai 90,38% dari nilai impor. Selain itu, kelompok
barang manufaktur (manufactured goods) juga memberikan kontribusi impor
sebesar 4,91% dari total impor Provinsi Jambi dengan komoditas utamanya
adalah benang tenun, kain tekstil dan hasil-hasilnya (textile yarn, fabric&prod.)
sebesar USD 758,21 ribu.
33
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.56. Perkembangan Impor Non Migas Provinsi Jambi Berdasarkan Negara Penjual
Ribu USD
40,000
35,000
C. CANADA
SINGA PORE
M ALA YSIA
C. TA IWA N
C. R.R.C
LAINNYA
C. HONGKONG
30,000
25,000
20,000
15,000
10,000
5,000
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
1
2
3
4
5
2006
(5,000)
6
7
8
9
10 11 12
1
2
3
4
5
2007
6
7
8
9
10 11 12
2008
1
2
2009
Grafik 1.57. Pangsa Impor Non Migas Provinsi Jambi Berdasarkan Negara Penjual
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
2
3
4
5
2006
6
7
8
9
10
11
12
1
2
2007
3
4
5
6
7
8
9
10
11
2008
C. CA NA DA
SINGA P ORE
M A LA YSIA
C. TA IWA N
C. R.R.C
LA INNYA
12
1
2
2009
C. HONGKONG
Berdasarkan negara penjual, impor Provinsi Jambi pada triwulan laporan
terutama berasal dari Hongkong sebesar USD 12,94 juta (81,04%), diikuti
dengan Malaysia sebesar USD 0,85 juta (5,37%) dari total impor pada triwulan
laporan (s.d. bulan Februari) sebesar USD 15,99 juta.
34
Boks 1.
DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI:
PENDEKATAN INPUT-OUTPUT
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting di Indonesia yang
berperan sebagai sumber utama pangan dan pertumbuhan ekonomi. Peranan sektor
ini di Indonesia masih dapat ditingkatkan lagi apabila dikelola dengan baik karena
belum optimalnya penggarapan sampai saat ini. Ke masa depan sektor ini akan terus
menjadi sektor penting dalam upaya pengentasan kemiskinan, penciptaan kesempatan
kerja, peningkatan pendapatan nasional dan penerimaan ekspor serta berperan
sebagai produsen bahan baku untuk penciptaan nilai tambah di sektor industri dan
jasa. Pada sektor pertanian, subsektor perkebunan diharapkan tetap memainkan peran
penting melalui kontribusinya dalam PDB, penerimaan ekspor, penyediaan lapangan
kerja, pengurangan kemiskinan, dan pembangunan wilayah terutama di luar pulau
Jawa.
Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang mempunyai
peran penting bagi subsektor perkebunan. Pengembangan kelapa sawit antara lain
memberikan manfaat dalam peningkatan pendapatan petani dan masyarakat, produksi
yang menjadi bahan baku industri pengolahan yang menciptakan nilai tambah di
dalam negeri (produksi tahun 2007 sebanyak 16,89 juta ton), ekspor yang
menghasilkan devisa (sebesar 7,86 miliar USD) dan menyediakan kesempatan kerja
kepada ± 4,5 juta orang. (Indonesian Palm Oil Statistic, 2007)
Pengembangan kelapa sawit di Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup
pesat sejak tahun 1970 terutama periode 1980-an. Semula pelaku perkebunan kelapa
sawit hanya terdiri dari Perkebunan Besar Negara (PBN) namun pada tahun yang sama
pula dibuka Perkebunan Besar Swasta (PBS) dan Perkebunan Rakyat (PR) melalui pola
PIR (Perkebunan Inti Rakyat) dan selanjutnya berkembang pola swadaya. Pada tahun
1980 luas areal kelapa sawit adalah 294.000 ha dan pada tahun 2007 luas areal
perkebunan kelapa sawit sudah mencapai 6,32 juta ha dimana 48,37% dimiliki oleh
PBS, 40,66% dimiliki oleh PR, dan 10,98% dimiliki oleh PBN.
Produksi minyak sawit di Indonesia sebagian besar berada di pulau Sumatera
diikuti oleh Kalimantan. Berdasarkan provinsi, Riau merupakan provinsi penghasil
minyak sawit terbesar di Indonesia dengan produksi mencapai 24% dari produksi
nasional pada tahun 2007 sementara Jambi menyumbang minyak sawit sebesar
7,70% dari produksi nasional dengan luas lahan mencapai 8,82% dari luas lahan
nasional.
Perkembangan kelapa sawit di Jambi juga menunjukkan trend pertumbuhan
yang selalu positif. Sampai dengan tahun 2007 luas areal kelapa sawit di Jambi sudah
mencapai 430.610 ha dengan jumlah produksi 1.035.300 ton serta dapat menyerap
tenaga kerja sebanyak 135.736 KK. Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan
I
dengan luas areal kedua terbesar setelah karet (luas areal karet adalah 633.739 ha) di
Jambi.
Saat ini, Indonesia merupakan negara produsen minyak sawit terbesar di dunia
dengan jumlah produksi tahun 2007 sebesar 16,89 juta ton minyak sawit, kemudian
diikuti dengan Malaysia dengan jumlah produksi 15,74 juta ton. Produksi kedua
negara ini mencapai 85% dari produksi dunia yang sebesar 38,16 juta ton. Walaupun
Indonesia merupakan negara produsen minyak sawit terbesar di dunia, namun
sebagian besar ekspor minyak sawit dari Indonesia adalah dalam bentuk bahan
mentah sehingga nilai tambah yang didapatkan relatif kecil. Pada tahun 2007 ekspor
dari komoditi sawit berserta turunannya adalah 83,97% dalam bentuk CPO, 14,25%
dalam bentuk minyak inti sawit dan hanya 5,38% yang dalam bentuk produk turunan,
yaitu oleochemichal. Sementara Malaysia, mayoritas ekspor komodita kelapa sawitnya
adalah dalam betuk bentuk produk turunan.
Di Jambi sendiri, Pemerintah Provinsi berencana akan membatasi penjualan
minyak sawit mentah keluar daerah. Mulai Januari 2010 minyak kelapa sawit mentah
tidak boleh dijual ke luar Provinsi Jambi. Selama ini, Provinsi Jambi dikenal memilki
perkebunan sawit cukup luas, tetapi hanya bisa menghasilkan CPO, sementara yang
mendapatkan hasil justru daerah lain. Jambi sendiri sering kekurangan minyak sayur
yang menjadi kebutuhan masyarakat setiap hari.
Terkait peraturan ini, Pemerintah Provinsi Jambi sedang mengusulkan Perda
mengenai larangan tersebut. Kedepannya, CPO harus diolah menjadi barang jadi,
sehingga saat keluar dari Jambi sudah langsung bisa dipasarkan dengan label produksi
dari salah satu Kabupaten di Jambi.
Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia
Perkebunan kelapa sawit di Indonesia berkembang pesat sejak dua dekade
terakhir. Luas areal kelapa sawit yang hanya seluas 294.560 ha pada tahun 1980
menjadi 6.074.926 ha pada tahun 2006. Perkembangan luas areal ini kemudian diikuti
dengan perkembangan jumlah produksi kelapa sawit, yaitu 721.172 ton di tahun 1980
menjadi 13.390.807 ton pada tahun 2007. Tingginya pertumbuhan kelapa sawit di
Indonesia disebabkan oleh meningkatnya perkebunan kelapa sawit yang dimiliki oleh
swasta dan perkebunan rakyat.
II
Grafik 2. Produksi (ton) Perkebunan
Kelapa Sawit di Indonesia
3500000
8,000,000
3000000
7,000,000
Jumlah produksi (ton)
luas lahan (ha)
Grafik 1. Luas Areal (ha) Perkebunan
Kelapa Sawit di Indonesia
2500000
2000000
1500000
1000000
500000
6,000,000
5,000,000
4,000,000
3,000,000
2,000,000
1,000,000
0
1967 1972 1977 1982 1987 1992 1997 2002 2007
PR (HA)
Tahun
PBN (HA)
1967 1972 1977 1982 1987 1992 1997 2002 2007
Tahun
PBS (HA)
PR (HA)
PBN (ton)
PBS (HA)
Sumber: Ditjenbun, statistik perkebunan
Perkebunan kelapa sawit di Indonesia sebagian besar tersebar di Pulau
Sumatera dan Kalimantan. Luas areal kelapa sawit di Sumatera mencapai 74,90% total
lahan di Indonesia dengan total produksi yang mencapai 81,75% produksi nasional.
Sementara luas lahan kelapa sawit di Kalimantan mencapai 21,15% luas areal nasional
dengan produksi yang mencapai 14,75% produksi nasional. Berdasarkan provinsi, Riau
merupakan provinsi dengan luas lahan dan produksi terbesar di Indonesia, yaitu
dengan luas 22,51% dan jumlah produksi 24,30% produksi nasional. Jambi
merupakan provinsi penghasil minyak sawit keempat terbesar di Indonesia setelah
Riau, Sumut, dan Sumsel (lihat grafik 3 dan 4.).
Grafik 3. Pangsa Luas Areal Perkebunan
Sawit Berdasarkan Provinsi (%)
Kalsel
Kaltim2.98%
3.90%
NAD
4.58%
Lainnya
10.30%
Riau
22.51%
Sumbar
4.98%
Sumut
17.29%
Grafik 4. Pangsa Produksi Perkebunan
Sawit Berdasarkan Provinsi (%)
KaltimKalsel
1.76%2.56%
NAD
4.12%
Sumbar
5.80%
Kalbar
6.26%
Jambi
8.82%
Riau
24.30%
Kalteng
4.16%
Kalteng
6.75%
Kalbar
7.52%
Lainnya
9.82%
Sumsel
10.38%
Jambi
7.71%
Sumut
23.14%
Sumsel
10.37%
Sumber: Indonesian Palm Oil Statistic
Sebagian besar hasil produksi minyak sawit di Indonesia merupakan komoditi
ekspor. Pangsa ekspor kelapa sawit hingga tahun 2005 sudah hampir mencapai
87,5% total produksi. Belanda adalah negara tujuan utama ekspor kelapa sawit di
Indonesia, yaitu 17,73% dari total ekspor kelapa sawit, kemudian diikuti oleh India
sebesar 16,99%, dan Cina 12,91%. Malaysia yang merupakan negara pengekspor
III
kelapa sawit terbesar di dunia ternyata juga menjadi negara tujuan ekspor kelapa sawit
di Indonesia, yaitu sebesar 6,10% dari total ekspor.
Grafik 5. Ekspor CPO Indonesia
Grafik 6. Negara Tujuan Ekspor CPO
tahun 2006 (%)
12000000
120
10000000
100
8000000
80
6000000
60
4000000
40
2000000
20
0
Turkey, 2.19
Sri
Lanka, 2.91
Lainnya, 21.83
Netherlands, 1
7.73
Bangladesh, 3.
06
India, 16.99
0
China, 12.91
1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005
Volume (ton)
Nilai (ribu USD)
Egypt, 3.12
Germany,fed.
Rep. Of, 3.43
Singapore, 4.2
5 Pakistan, 5.48
Sumber: Ditjenbun, statistik perkebunan
Malaysia, 6.10
Sumber: Ditjenbun, statistik perkebunan
Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit di Jambi
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan perkebunan provinsi
Jambi di samping karet. Perkembangan kelapa sawit di Jambi sangatlah pesat, dari
hanya seluas 44.763 ha pada tahun 1990 meningkat menjadi 430.610 ha di tahun
2007, yang berarti meningkat hampir 10 kali lipat dalam 17 tahun. Begitu pula untuk
hasil produksi CPOnya, dari hanya 106.864 ton di tahun 1990 menjadi 1.035.300 ton
di tahun 2007. Pengembangan kelapa sawit ini selain bermanfaat dalam
perekonomian Jambi juga berperan dalam menyerap tenaga kerja. Sampai dengan
tahun 2007, jumlah KK yang bekerja dalam perkebunan sawit adalah 135.736.
Sementara untuk perkebunan karet yang sudah berumur 100 tahun di Jambi, mulai
mengalami perlambatan pertumbuhan dalam tahun-tahun terakhir ini. Saat ini luas
kebun karet di Jambi adalah 633.739 ha dengan jumlah KK yang bekerja pada
komoditi tersebut sebanyak 233.350 KK.
Grafik 8. Produksi (ton) Perkebunan Jambi
berdasarkan Komoditas
700,000
1,200,000
600,000
1,000,000
500,000
Produksi (ton)
Luas Areal (ha)
Grafik 7. Luas Areal (ha) Perkebunan
Jambi berdasarkan Komoditas
400,000
300,000
200,000
100,000
800,000
600,000
400,000
200,000
0
0
1992
Karet
1997
kelapa sawit
2002
1992
2007
Lainnya
Karet
1997
kelapa sawit
2002
2007
Lainnya
Sumber: Jambi dalam Angka, berbagai terbitan
Ekspor ke luar negeri kelapa sawit dari Jambi adalah sebesar 7,83% dari total
nilai ekspor pertanian di Jambi. Nilai ekspor ini sangat jauh dibawah nilai ekspor
komoditi karet yang menguasai 85,27% total ekspor pertanian Jambi. Rendahnya nilai
ekspor kelapa sawit dari Jambi ini bukan disebabkan oleh tingginya penggunaan
IV
kelapa sawit di Jambi, akan tetapi disebabkan oleh adanya kelapa sawit yang dibawa
ke luar provinsi Jambi, baik untuk diolah di sana maupun untuk kemudian diekspor
dari daerah tersebut.
Grafik 9. Persentase Nilai Pangsa Ekpor Komoditas Pertanian, 2006
Kelapa Pinang Kopi Gandum Cassiavera Lainnya
0.03%
0.05%
Kelapa 5.88% 0.79% 0.12% 0.04%
Sawit
7.83%
Karet
85.27%
Sumber: Deptan, Statistik Pertanian
Pengolahan industri hilir dari kelapa sawit di Jambi saat ini salah satunya adalah
industri minyak goreng. Akan tetapi industri ini mengalami kemunduran dari tahun ke
tahun jika dilihat dari jumlah produksinya. Di tahun 1992, jumlah produksi minyak
goreng adalah 1.719 ton akan tetapi di tahun 2007 jumlah produksi menyusut sampai
hanya 408,62 ton. Dilihat dari jumlah perusahaannya, industri ini juga tidak mengalami
kemajuan dimana jumlah industri pada sektor ini tetap 7 sejak tahun 1992. Saat ini
industri minyak goreng dapat menyerap 1.488 tenaga kerja.
Grafik 10. Produksi Minyak Goreng Jambi
2000
Produksi minyak goreng
(ton)
1500
1000
500
0
1992
1997
2002
2007
Sumber: Jambi dalam angka, berbagai terbitan
Analisis Pengembangan kelapa sawit di jambi
Pengembangan kelapa sawit di Indonesia dapat melalui pengembangan luas
lahan kebun dan juga dengan pengembangan industri hilir kelapa sawit. Untuk
mengetahui
bagaimanakah
dampak
dari
pengembangan
tersebut
terhadap
perekonomian Jambi, digunakan analisis Tabel Input Output. Analisis yang akan
dilakukan meliputi dampak pengembangan tersebut terhadap output perekonomian di
Jambi, pendapatan masyarakat, tenaga kerja, serta sektor-sektor yang terkena dampak
dari pengembangan ini.
V
Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks
yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan
antara sektor yang satu dengan sektor yang lain dalam suatu wilayah dengan periode
waktu tertentu. Tabel ini merupakan alat yang efektif untuk menganalisis dan
memproyeksi perekonomian dalam suatu perencanaan pembangunan, dan dapat juga
dijadikan landasan untuk menilai dan mengetahui berbagai kelemahan data-data
statistik lainnya. Tabel Input-Output yang dipergunakan adalah Tabel Input-Output
tahun 2007 yang terdiri dari 70 sektor. Untuk simplifikasi, tabel input-output yang
digunakan kemudian diagregasi menjadi 45 sektor.
1. Pemanfaatan lahan idle kebun sawit
Berdasarkan data dari Dinas Perkebunan, saat ini terdapat 143 perusahaan
yang sudah mendapatkan izin lokasi pembangunan kebun kelapa sawit. Total lahan
yang diizinkan untuk perkebunan sawit sampai saat ini adalah seluas 1.100.000 ha.
Implementasinya di lapangan, saat ini luas kebun kelapa sawit di Jambi sampai dengan
tahun 2008 adalah 454.771 ha. Hal ini menunjukkan terdapatnya lahan kelapa sawit
yang masih belum digunakan kira-kira seluas 645.229 ha.
Analisis skenario digunakan untuk melihat bagaimanakah dampak dari
pemanfaatan lahan idle ini terhadap perekonomian Jambi. Dari 645.229 ha lahan idle,
diasumsikan lahan yang akan dimanfaatkan adalah 5% yaitu seluas 32.261,5 ha.
Untuk pengembangan lahan sawit dibutuhkan investasi sebesar Rp24.181.000/ha (SK
Dirjen Perkebunan Nomor 03/Kpts/RC.110/1/107) sehingga total investasi yang
diperlukan adalah Rp780,12 miliar.
Adanya investasi sebesar Rp780,12 miliar akan meningkatkan output Jambi
sebesar Rp1,096 triliun (setara dengan 1,77% total output) baik secara langsung
maupun tidak langsung. Jika mempertimbangkan imbasan terhadap konsumsi
masyarakat, maka kenaikan output menjadi sebesar Rp1,26 triliun (kenaikan 2,04%
total output), yang berarti terdapat kenaikan output sebesar Rp162,79 miliar akibat
meningkatnya konsumsi masyarakat. Sektor yang mendapatkan pengaruh terbesar dari
investasi ini adalah sektor sawit yang mengalami peningkatan output sebesar
Rp839,95 miliar diikuti dengan sektor keuangan sebesar Rp77,77 miliar. Imbasan
konsumsi terbesar adalah dari sektor industri makanan lainnya yaitu sebesar Rp21,57
miliar diikuti dengan sektor bangunan Rp15,18 miliar.
VI
Tabel 1. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Investasi Lahan Terhadap Sektor
∆ Output
(lgsg, tdk
lgsg)
Sektor
Sawit
Keuangan
Sektor lainnya
Bangunan
Perdagangan
Transportasi_jalan
Jasa swasta
Ind. Makanan Lainnya
Lainnya
Total
∆ Output (lgsg,
tdk lgsg,
Imbasan Kons)
Imbasan
Kons
839,710
71,293
43,901
29,375
19,476
17,852
21,571
3,193
49,044
1,095,416
243
6,473
5,569
15,176
10,126
8,035
3,445
21,568
92,155
162,789
839,953
77,766
49,471
44,550
29,602
25,886
25,016
24,761
141,199
1,258,205
Investasi yang dilakukan terhadap sawit ini tentu akan berpengaruh kepada
pendapatan masyarakat. Pendapatan masyarakat akan meningkat sebesar
Rp129,93
miliar (kenaikan sebesar 0,86%) secara langsung ataupun tidak langsung. Jika
menambahkan imbasan kepada konsumsi, total kenaikan pendapatan masyarakat
adalah sebesar Rp174,42 miliar (kenaikan 1,15% dari total pendapatan masyarakat).
Kenaikan pendapatan ini relatif kecil jika dibandingkan dengan kenaikan outputnya.
Pendapatan masyarakat yang akan meningkat adalah bagi masyarakat yang bekerja
pada sektor sawit (Rp54,56 miliar), keuangan (Rp21,63 miliar), sektor lainnya (Rp21,60
miliar), dan bangunan (Rp19,50 miliar). Perkebunan sawit merupakan perkebunan
yang menyerap tenaga kerja dengan tinggi. Pengembangan lahan ini akan berdampak
pada terbukanya lapangan kerja baru sebanyak 94.199 lapangan pekerjaan dimana
80.282 lapangan pekerjaan di sawit.
Tabel 2. Hasil Skenario Pemanfaatan Lahan
Keterangan
Nilai (juta)
Investasi Pengembangan Lahan
Dampak Terhadap Output
Perubahan output (lgsg, tdk lgsg)
Perubahan output (lgsg, tdk lgsg, imbasan kons)
Imbasan Konsumsi
Dampak Terhadap Pendapatan
Perubahan pendapatan (lgsg, tdk lgsg)
Perubahan pendapatan (lgsg, tdk lgsg, imbasan kons)
Dampak Terhadap TK
Perubahan TK (langsung)
Perubahan TK (tidak langsung)
Perubahan TK (Efek industri)
Perubahan TK (Imbasan Konsumsi)
Perubahan TK (Total)
% thd Total
Output/
Income/TK
780,115
1,095,416
1,258,205
162,789
1.77
2.04
0.26
129,933
0.86
174,420
1.15
80,282.03
8,875.32
2,954.35
2,087.74
94,199.44
6.69
0.74
0.25
0.17
7.85
Sektor sawit adalah sektor yang sangat tergantung akan keuangan, sektor
sektor lainnya, bangunan, perdagangan, jasa swasta serta transportasi jalan. Untuk
VII
dapat mengembangkan sektor ini tentu harus didukung oleh sektor input utama
lainnya. Tingginya kebutuhan akan sektor keuangan menunjukkan bahwa sektor ini
membutuhkan pembiayaan yang cukup tinggi. Penyaluran kredit perkebunan oleh
perbankan di Jambi mengalami peningkatan sejak tahun 2008. Akan tetapi rasio
jumlah kredit perbankan terhadap total kredit masih relatif kecil yaitu sebesar 8,14%
pada Februari 2009. Rasio ini masih dibawah pangsa subsektor perkebunan terhadap
PDRB Jambi yang pada tahun 2008 adalah sebesar 10,42%.
Tabel 3. Jumlah Kredit Perkebunan
700,000
600,000
500,000
400,000
300,000
200,000
100,000
-
11.52 11.17
14
12
10
9.66
8.20 7.84
8
7.85 8.14 8.27
6.83 6.92
6
4
2
0
Q4-06 Q1-07 Q2-07 Q3-07 Q4-07 Q1-08 Q2-08 Q3-08 Q4-08 Q1-09
Kredit Tanaman Perkebunan (Rp juta)
Rasio Kredit Tanaman Perkebunan (%) (rhs)
2. Pengembangan industri hilir
Pemerintah Provinsi Jambi akan membatasi penjualan minyak sawit mentah
keluar daerah. Mulai Januari 2010 minyak kelapa sawit mentah tidak boleh dijual ke
luar Provinsi Jambi. Selama ini, Provinsi Jambi dikenal memilki perkebunan sawit cukup
luas, tetapi hanya bisa menghasilkan CPO, sementara yang mendapatkan hasil justru
daerah lain. Tujuan dari pengembangan industri hilir ini adalah untuk meningkatkan
nilai tambah bagi masyarakat serta dapat membuka lapangan kerja baru. Selain itu
industri hilir ini dapat menjadi buffer harga untuk minyak sawit. Dengan adanya
industri ini ketergantungan industri CPO akan pasar ekspor akan berkurang.
Skenario yang dilakukan dalam perhitungan ini adalah jika 20% ekspor CPO
dari Jambi digunakan untuk pembangungan industri hilirnya. Berdasarkan tabel InputOutput, ekspor CPO adalah sebesar 69,32% dari total output. Jika total produksi CPO
Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar 1.035.300 ton maka volume ekspor CPO pada
tahun 2007 adalah sebanyak 717.690 ton.
Tabel 4. Perhitungan Skenario Pengembangan Industri Minyak Goreng
Keterangan
Ekspor CPO (Juta Rp)
Total Output CPO (Juta Rp)
Persentase eksporCPO/Total Output CPO
Total Produksi CPO Jambi 2007 (ton)
Ekspor CPO (ton)
SKENARIO
Pengurangan Ekspor CPO 20% (Juta Rp)
Pengurangan Ekspor CPO 20% (ton)
Biaya Investasi minyak goreng/kg (Rp)
Total biaya investasi minyak goreng sebesar
20% ekspor CPO (juta Rp)
VIII
Nilai
1,816,865.5
2,620,910.0
69.3
1,035,300.0
717,690.0
363,373.1
143,538.0
4,500.0
645,921.0
Pengurangan Ekspor CPO sebesar 20% (setara dengan 143.538 ton)
Pengurangan ekspor CPO sebesar 20% atau sebesar Rp363.373,1 juta akan
mengurangi
total
output
di
Jambi sebesar Rp561,96 miliar
(penurunan 0,91% total output
Jambi) baik secara langsung
maupun
ekspor
tidak.
ini
Penurunan
menyebabkan
turunnya output sektor industri
CPO sebesar Rp446,17 miliar
serta penurunan output sawit
sebesar
Rp0,46
miliar.
Jika
Tabel 5. Hasil Skenario Penurunan 20% Ekspor CPO
Keterangan
Nilai (juta)
% thd Total
Output/
Income/TK
Penurunan Ekspor
Dampak Terhadap Output
Perubahan output (lgsg, tdk lgsg)
(561,964)
Perubahan output (lgsg, tdk lgsg, imbasan kons)
(726,453)
-1.17
Imbasan Konsumsi
Dampak Terhadap Pendapatan
Perubahan pendapatan (lgsg, tdk lgsg)
Perubahan pendapatan (lgsg, tdk lgsg, imbasan
kons)
(164,489)
-0.27
(363,373)
-0.91
(131,290)
-0.87
(176,241)
-1.17
mempertimbangkan imbasan konsumsi, penurunan ekspor ini menyebabkan turunnya
total output sebesar Rp726,45 miliar (penurunan 1,17% total output), berarti terdapat
penurunan konsumsi masyarakat sebesar Rp164,49 miliar. Penurunan imbasan
konsumsi ini terutama dirasakan oleh sektor industri makanan lainnya yaitu sebesar
Rp21,79 miliar.
Dari sisi pendapatan masyarakat, penurunan output ini menyebabkan turunnya
pendapatan masyarakat sebesar Rp131,29 miliar. Penurunan pendapatan masyarakat
terbesar adalah untuk sektor industri minyak CPO (84,48%) diikuti dengan industri
keuangan sebesar (4,22%). Jika memperhitungkan imbasan kepada konsumsi
masyarakat maka total penurunan pendapatan masyarakat menjadi Rp176,24 miliar.
Tabel 6. Perubahan Output
Sektor
Ind. CPO
Sawit
Keuangan
Perdagangan
Ind. Makanan
lainnya
Bangunan
Lainnya
Total
∆ Output
(lgsg, tdk
lgsg)
Imbasan
Kons
∆ Output (lgsg,
tdk lgsg,
Imbasan Kons)
(446,170)
(46,217)
(19,903)
(14,325)
(2,374)
(246)
(6,540)
(10,231)
(448,544)
(46,463)
(26,444)
(24,556)
(1,380)
(1,991)
(31,978)
(561,964)
(21,793)
(15,334)
(107,970)
(164,489)
(23,173)
(17,325)
(139,948)
(726,453)
Pengembangan industri minyak goreng sebesar 143.538 ton
Pengembangan 143.538 ton industri hilir kelapa sawit membutuhkan biaya
investasi sebesar Rp645,92 miliar (asumsi 1 kg minyak goreng membutuhkan investasi
sebesar Rp4500/kg). Pengembangan industri hilir ini akan meningkatkan output Jambi
sebesar 1,60% yaitu sebesar Rp990,80 miliar secara langsung maupun tidak langsung.
Jika mempertimbangkan imbasan konsumsi, peningkatan output akibat investasi ini
adalah sebesar 2,07% atau setara dengan Rp1.277,18 miliar dengan imbasan
konsumsi sebesar 286,38 miliar. Kenaikan output terbesar dirasakan oleh sektor
IX
industri CPO diikuti oleh industri makanan lainnya dan sawit. Dilihat dari imbasan
konsumsinya, sektor industri makanan lainnya dan bangunan adalah dua sektor
dengan pengaruh imbasan konsumsi terbesar. Hal ini menunjukkan bahwa
kecenderungan realokasi masyarakat ketika ada penambahan pendapatan ialah
membelanjakan pada kedua sektor tersebut.
Dari sisi pendapatan masyarakat, investasi ini meningkatkan Rp306.841 miliar
pendapatan rumah tangga. Perubahan pendapatan terbesar dirasakan oleh rumah
tangga yang bekerja pada sektor CPO, jasa pemerintah dan juga industri makanan
lainnya.
Tabel 7. Hasil Skenario Penurunan Industri Hilir CPO
Keterangan
Nilai (juta)
% thd Total
Output/
Income/TK
645,921
Investasi Pembangunan Ind. Hilir
Dampak Terhadap Output
Perubahan output (lgsg, tdk lgsg)
Perubahan output (lgsg, tdk lgsg, imbasan
kons)
Imbasan Konsumsi
Dampak Terhadap Pendapatan
Perubahan pendapatan (lgsg, tdk lgsg)
Perubahan pendapatan (lgsg, tdk lgsg,
imbasan kons)
990,803
1.60
1,277,183
2.07
286,381
0.46
228,580
1.51
306,841
2.03
Tabel 8. Perubahan Output
∆ Output (lgsg,
∆ Output
Imbasan
tdk lgsg, Imbasan
(lgsg, tdk
Kons
Kons)
lgsg)
Ind. CPO
719,811
4,133
723,943
Ind. Makanan Lainnya
45,918
37,943
83,861
Sawit
74,563
428
74,991
Keuangan
33,099
11,387
44,486
Perdagangan
24,437
17,813
42,250
Hotel & Resto
20,682
15,365
36,046
Bangunan
3,425
26,697
30,122
Sektor
Pengurangan Ekspor dan Pengembangan Industri Hilir
Jika
skenario
ini
Tabel 9. Hasil Skenario Penurunan Industri Hilir CPO
terealisasi, maka secara total
akan ada peningkatan output
sebesar
Rp550,73
Peningkatan
miliar.
output
ini
terutama disumbangkan oleh
industri CPO (Rp275,40miliar),
industri
makanan
(Rp60,69
miliar)
(Rp28,53
miliar).
lainnya
dan
sawit
Imbasan
Keterangan
Nilai (juta)
Penurunan ekspor & Pembangunan Ind.
Hilir
Dampak Terhadap Output
Perubahan output (lgsg, tdk lgsg)
Perubahan output (lgsg, tdk lgsg, imbasan
kons)
Imbasan Konsumsi
Dampak Terhadap Pendapatan
Perubahan pendapatan (lgsg, tdk lgsg)
Perubahan pendapatan (lgsg, tdk lgsg,
imbasan kons)
% thd Total
Output/
Income/TK
428,839
0.69
550,730
0.89
121,892
0.20
97,290
0.64
130,601
0.86
konsumsi terbesar dirasakan oleh sektor industri makanan lainnya yaitu kenaikan
output sebesar (Rp16,15 miliar). Dari sisi pendapatan masyarakat, akan terdapat
kenaikan sebesar Rp130,60 miliar (kenaikan 0,86% total pendapatan masyarakat).
X
Sektor yang mengalami
peningkatan
akibat
tertinggi
skenario
adalah
sektor
CPO
ini
Rp68,46
miliar
∆ Output
(lgsg, tdk
lgsg)
Sektor
industri
dengan
peningkatan
Tabel 10. Perubahan Output
sebesar
diikuti
dengan sektor industri
makanan lainnya yaitu
sebesar Rp 12,02 miliar.
Imbasan
Kons
∆ Output
(lgsg, tdk
lgsg, Imbasan
Kons)
Ind. CPO
Ind. Makanan Lainn
Sawit
Hotel dan Resto
273,640
44,538
28,346
20,147
1,759
16,150
182
6,540
275,399
60,688
28,528
26,687
Keuangan
Perdagangan
Bangunan
Lainnya
Total
13,195
10,112
1,434
37,425
428,839
4,847
7,582
11,363
73,470
121,892
18,042
17,693
12,797
110,895
550,730
Saat ini permasalahan yang dialami dalam pengembangan industri hilir CPO
diantaranya adalah:
1.) Belum adanya kebijakan yang jelas dari pemerintah mengenai pengembangan
industri perkebunan terutama berkaitan dengan pengembangan industri
hilirnya.
2.) Belum adanya sinkronisasi antara pengembangan industri hulu dan hilir.
Sebelum terjadinya penurunan harga CPO pada tahun 2008 lalu, para
pengusaha berpendapat bahwa investasi dalam industri hulu kelapa sawit jauh
lebih menguntungkan.
3.) Dibutuhkannya fasilitas pelabuhan laut untuk menunjang jalur perdagangan
industri kelapa sawit
Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian ini dapat disimpulkan:
1. Pengembangan lahan kelapa sawit berdampak positif terhadap perekonomian
Jambi baik dilihat dari total output, pendapatan masyarakat maupun tenaga
kerja. Pengembangan 32.2615 ha kebun kelapa sawit akan meningkatan
output Jambi sebesar 2,04% secara total, pendapatan rumah tangga akan
meningkat sebesar 1,15% serta akan menambah lapangan kerja sejumlah
94.199.
2. Pembatasan ekspor yang tidak disertai dengan pengembangan industri hilir
akan berdampak buruk pada penurunan perekonomian di Jambi yaitu turunnya
output provinsi Jambi sebesar 1.17%, turunnya pendapatan masyarakat
provinsi Jambi sebesar -1.17%.
3. Pengembangan industri hilir kelapa sawit akan berdampak positif baik dilihat
dari total output dan pendapatan masyarakat. Pengembangan industri hilir
kelapa sawit sebesar 20% dari jumlah ekspor saat ini akan meningkatkan
output sebesar 0,89% secara total serta meningkatkan pendapatan masyarakat
sebesar 0,86%.
XI
Saran
Beberapa saran yang dapat dilakukan terkait dengan penelitian ini adalah:
1.) Pendataan dan penyelesaian status lahan yang telah diberikan izin pengolahan
kepada perusahaan namun belum dimanfaatkan, terutama terhadap izin yang
telah berakhir masa berlakunya.
2.) Optimalisasi pemanfaatan program revitalisasi perkebunan Pemerintah Pusat
maupun daerah antara lain sebagai salah satu sumber pembiayaan
pembangunan kebun.
3.) Optimalisasi program revitalisasi perkebunan terutama percepatan realisasi
kredit program maupun komersil.
4.) Pengembangan market riset dan market intelijen untuk memperkuat daya
saing. Market riset yang dilakukan adalah mengenai kebutuhan pasar akan
produk turunan kelapa sawit serta jalur pemasarannya, sementara market
intelijen yang dilakukan adalah mengenai sistem pengembangan industri hilir
kelapa sawit di sekitar provinsi Jambi seperti Sumatera Selatan, Sumatera Utara
dan Riau.
5.) Penelitian lanjutan mengenai industri turunan kelapa sawit apa yang dapat
dikembangkan di Jambi. Saat ini keterbatasan dalam perhitungan dengan
menggunakan tabel input output ini adalah tidak tersedianya variabel industri
hilir kelapa sawit selain untuk minyak goreng, sementara industri hilir kelapa
sawit masih beraneka ragam.
XII
Boks 2.
BANKERS’ DINNER 2009: HIDUP DI TENGAH KRISIS EKONOMI DUNIA
Bankers’ Dinner merupakan tradisi tahunan sebagai momen refleksi dan
wahana komunikasi di antara kalangan perbankan. Di Provinsi Jambi, Bankers’ Dinner
telah dilaksanakan pada tanggal 10 Februari 2009 bertempat di Kantor Bank Indonesia
Jambi dengan jumlah undangan berkisar 80 orang, dan dihadiri antara lain oleh
Gubernur Jambi, para Bupati di seluruh Provinsi Jambi, Muspida, instansi pemerintah
daerah serta kalangan perbankan se-Provinsi Jambi. Agenda pertemuan tersebut
adalah memberikan informasi mengenai arahan Gubernur Bank Indonesia pada tahun
2009 sera perkembangan ekonomi di Jambi yang disampaikan oleh Pemimpin Bank
Indonesai Jambi.
Pertemuan tahunan perbankan tahun ini mengangkat tema “Hidup di Tengah
Krisis Ekonomi Dunia”. Arahan diawali dengan gambaran krisis ekonomi dunia serta
dampaknya
terhadap
perkonomian
Indonesia.
Selanjutnya,
disampaikan
pula
pandangan-pandangan tentang prospek dan tantangan perekonomian ke depan, dan
arahan diakhiri dengan bagaimana arah kebijakan moneter dan perbankan di
Indonesia di tahun 2009.
KRISIS EKONOMI DUNIA
Tahun 2009 dapat dipastikan akan merupakan tahun yang penuh tantangan
dan ujian dimana saat ini sedang di puncak gelombang krisis ekonomi global terberat
sejak Depresi 1929. Krisis keuangan global yang diawali dengan kredit macet sektor
perumahan di Amerika Serikat ternyata hanya pucuk dari sebuah gunung es yang
kemudian berkembang menjadi krisi kredit berskala global. Aliran kredit untuk
kegiatan normal terganggu karena penyandang dana lebih suka menyimpan dananya
dalam cash atau emas daripada memberikan pinjaman. Bank dan lembaga keuangan
di berbagai negara mengalami distress dan sebagian, termasuk yang berskala global,
bangkrut.
Yang sangat dikhawatirkan para pengelola ekonomi dan ingin dihindari almost
at all cost adalah terjadinya proses spiral ke bawah antara sektor keuangan dan sektor
riil dimana sektor keuangan yang tidak berfungsi mengakibatkan kemerosotan
kegiatan sektor riil, yang kemudian makin memperburuk kinerja sektor keuangan dan
kemudian makin menekan sektor riil, demikian seterusnya.
Sementara itu, di tengah suasana yang kurang menguntungkan ini, Indonesia
tidaklah pada posisi terburuk di antara negara-negara lain.
Secara umum, postur
makro termasuk tingkat pertumbuhan ekonomi tidak terlalu jelek dan industri
perbankan juga cukup mantap. Indonesia termasuk beruntung karena exposure
perbankan dan lembaga keuangan terhadap subprime mortgages minimal. Namun
dalam perkembangan selanjutnya, bukan berarti Indonesia tidak sepenuhnya bisa
terhindar dari imbas krisis. Perbankan Indonesia tidak terhindar dari masalah produk
I
derivatif, meskipun skalanya lebih kecil dibanding sejumlah negara berkembang lain
apalagi dibanding dengan negara-negara maju.
Permasalahan yang dihadapi Indonesia terkait dengan krisis ekonomi global ini
adalah:
a. Menciutnya akses korporasi dan perbankan terhadap sumber pembiayaan luar
negeri.
b. Pasar uang antarbank dalam negeri yang belum berjalan normal dilihat dari
volume transaksi harian terutama dari segi akses bank-bank menengah dan
kecil terhadap sumber dana ini.
Untuk itu respon yang dilakukan oleh
Indonesia adalah perluasan fasilitas likuiditas bank sentral bagi perbankan
seperti FPJP.
c. Krisis keuangan global yang mulai menggerus kegiatan ekonomi yang terjadi
dalam dua kuartal terakhir di semua negara tak terkecuali Indonesi.
Untuk itu Indonesia harus mempunyai strategi dengan sasaran yang jelas. Ada
3 (tiga) sasaran yang harus dicapai secara terkoordinir, yaitu:
a. Melewati masa keketatan kredit global dengan selamat
b. Menjaga agar kegiatan ekonomi nasional tidak terlalu merosot dalam jangka
pendek, dan
c. Mempersiapkan kondisi agar setelah itu perekonomian Indonesia kembali pada
jalur pertumbuhan ekonominya yang sustainable.
Kunci untuk menangkal kemerosotan kegiatan ekonomi dalam jangka pendek
adalah perlunya stimulus fiskal dan percepatan pelaksanaan APBN 2009. Namun harus
pula diingat, stimulus fiskal harus dibarengi dengan perbaikan dan penguatan sektor
keuangan. Stimulus fiskal pada hakekatnya berfungsi sebagai pemancing pump
priming dimana tidak akan menghasilkan kebangkitan ekonomi yang sustainable
apabila tidak dibarengi dengan kebangkitan kembali kegiatan sektor swasta atau dunia
usaha. Sementara itu, kebangkitan kembali sektor swasta hanya akan terjadi apabila
didukung oleh sektor keuangan yang berfungsi kembali secara penuh.
Pelajaran Krisis Ekonomi
Beberapa pelajaran penting yang dapat diambil dari krisis ini adalah:
a. Kembali ke khittah, “back to basics”.
Krisis yang dihadapi saat ini dapat dilihat sebagai konsekuensi dari
perkembangan sektor keuangan yang lepas dari akarnya yaitu kegiatan
ekonomi riil. Produk keuangan yang semakin bervariasi, canggih dan kompleks
mempunyai dampak sampingan yang fatal, yaitu semakin sulit untuk dinilai
risikonya. Instrumen keuangan semakin terlepas dari underlying transactions
yang
seharusnya
melandasinya.
Kegiatan
yang
lepas
dari
underlying
transactions-nya kemudian berkembang menjadi gelembung. Karena dinamika
internnya sendiri, gelembung makin membesar, dan akhirnya pecah. Dan krisis
terjadi
II
b. Krisis memberikan bukti kongkrit bahwa konsep universal banking bukan
model yang tahan krisis.
Oleh sebab itu perlu dipikirkan kembali mengenai konsep ini secara lebih
seksama dan berhati-hati. Kebijakan pengembangan industri ke arah konsep
yang lebih advanced, harus diikuti dengan berbagai langkah penguatan dan
penyiapan rambu-rambu pengelolaan risiko yang mantap. Untuk sementara ini,
dapat disimpulkan bahwa konsep narrow bank lebih dekat dengan khittah
bank dan terbukti lebih tahan krisis. Pemilihan model bisnis bank menentukan
ketahanan sektor perbankan. Dalam krisis saat ini dan krisis 11 (sebelas) tahun
yang lalu terlihat jelas bahwa ketahanan sektor perbankan merupakan benteng
pertahanan utama suatu negara terhadap badai keuangan.
c. Prinsip-prinsip dasar pengelolaan makro yang konvensional terbukti tetap
relevan dalam mengkondisikan perekonomian menghadapi badai.
Negara-negara yang memperhatikan
dan
mengawal indikator-indikator
dasarnya seperti defisit anggaran negara, defisit transaksi berjalan, rasio hutang
terhadap kemampuan membayarnya, kecukupan cadangan devisanya, tingkat
inflasinya, tingkat bunga, pertumbuhan likuiditas dan nilai-tukarnya dalam
bingkai pertumbuhan ekonomi yang sustainable, umumnya mempunyai posisi
lebih baik dalam menghadapi krisis.
d. Terkait dengan pengelolaan keseimbangan makro, krisis juga memberikan
pelajaran yang lebih bersifat struktural. Dengan pengalaman krisis sekarang ini
barangkali akan timbul pertanyaan-pertanyaan yang bersifat mendasar yang
dapat menjadi pedoman dalam memposisikan Indonesia di era globalisasi ini.
Misalnya bagaimana keseimbangan yang terbaik bagi perekonomian kita:
antara pasar domestik dan pasar ekspor, antara sektor keuangan dan sektor
riil, antara orientasi keluar dan orientasi kedalam sektor keuangan kita
khususnya perbankan kita, antara mengandalkan pembiayaan dari dalam
negeri dan dari luar negeri.
Prospek dan Tantangan Tahun 2009
Kondisi perekonomian Indonesia diperkirakan sebagai berikut:
a. Dengan adanya penurunan harga komoditas dan BBM serta produksi beras
yang diharapkan cukup baik, laju inflasi di 2009 diperkirakan menurun, berada
pada kisaran 5,0-7,0%.
b. Dari sisi neraca pembayaran, diperkirakan Neraca Transaksi Berjalan pada 2009
akan mengalami defisit sekitar 0,11% PDB. Aliran dana global diperkirakan
belum kembali normal pada 2009 ini. Namun ada satu catatan khusus bagi
Indonesia yaitu apabila Pemilu berjalan baik dan terbentuk kabinet yang
kredibel, dalam kuartal keempat akan terjadi aliran dana masuk yang cukup
besar. Dana ini berasal dari dana milik penduduk Indonesia yang sementara
diparkir di luar negeri menunggu kepastian situasi politik di dalam negeri.
III
c. Cadangan devisa akhir 2009 diprakirakan sebesar USD 51 milyar, atau cukup
untuk membiayai 4,7 bulan impor plus pembayaran utang luar negeri
Pemerintah.
e. Di bidang perbankan, stress test menunjukkan bahwa daya tahan industri
perbankan kita cukup memadai. Dalam tahun 2009, rasio kecukupan modal
(CAR) diperkirakan sedikit menurun dari 16% dalam 2008 menjadi sekitar
14%.
f.
Pertumbuhan kredit di Indonesia pada tahun 2009 diperkirakan masih akan
berada pada kisaran 18 - 20% namun dengan downside risk yang cukup besar.
Sementara itu, dengan perlambatan ekonomi, NPL akan cenderung meningkat,
meskipun diperkirakan masih dalam batas aman, yaitu berada di sekitar 5%
pada tahun 2009.
Dalam upaya menjaga pertumbuhan ekonomi, kuncinya adalah bagaimana
memaksimalkan kemampuan pasar domestik untuk mendorong kegiatan ekonomi
dalam negeri. Elemen utama dari kebijakan ini adalah percepatan pelaksanaan di
lapangan paket stimulus fiskal dan APBN 2009 secara keseluruhan. Inflasi yang
terkendali dan belanja pelaksanaan Pemilu oleh Pemerintah, partai dan masyarakat
juga akan membantu menopang daya beli masyarakat. Seiring dengan itu, kebijakan
penting yang semestinya ditingkatkan adalah langkah-langkah untuk memperbaiki
iklim usaha dan mengurangi biaya usaha di dalam negeri.
Arah Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter yang mendukung sektor riil
Kebijakan
moneter
harus
mampu
menjaga
keseimbangan
antara
menggairahkan sektor riil, menjaga kestabilan harga, menjaga ketenangan pasar
keuangan dan mengawal integritas sistem keuangan. Oleh sebab itu Bank Indonesia
akan senantiasa melonggarkan kebijakan moneter dan likuiditas yang tentunya
diselaraskan dengan asesmen dan pemantauan terhadap indikator-indikator terkait.
Memperkuat fungsi intermediasi perbankan
Terkait dengan kebijakan moneter yang mendukung sektor riil maka diperlukan
kebijakan yang dapat memperkuat fungsi intermediasi perbankan. Salah satu program
terkait dengan hal ini adalah penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Penyaluran KUR
dan juga kredit UMKM diharapkan dapat terus berjalan dengan tingkat pertumbuhan
yang cukup siginifikan. Kredit jenis ini sangat penting artinya bagi masyarakat kecil
agar dapat terus bertahan dan mengembangkan usahanya pada masa-masa sulit
seperti tahun 2009 ini.
Untuk dapat
terus
memfasilitasi
aliran
kredit,
Bank
Indonesia
telah
mengeluarkan ketentuan-ketentuan yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan
bagi perbankan dalam menyalurkan kredit. Ketentuan-ketentuan tersebut mencakup
beberapa hal seperti: memperpanjang masa transisi penerapan Basel II untuk
IV
perhitungan beban modal risiko operasional, menyederhanakan tatacara pembukaan
kantor bank, termasuk syariah, menyesuaikan bobot ATMR untuk Kredit Usaha Kecil
dengan skim penjaminan, menyesuaikan tatacara penilaian kredit dalam jumlah
tertentu, memberikan fasilitas transaksi USD repurchase agreement (repo) bank kepada
Bank Indonesia, dan mengurangi kewajiban pembentukan Penyisihan Penghapusan
Aktiva Non Produktif (yaitu untuk abandoned assets).
Ke depannya, Bank Indonesia juga akan mengeluarkan kebijakan untuk
mendukung ketentuan-ketentuan tersebut di atas yang terkait dengan dengan upaya
peningkatan
transparansi perbankan, penguatan efektifitas manajemen risiko
likuiditas, dan produk-produk derivatif industri perbankan. Dengan kebijakan ini
diharapkan, seluruh pelaku industri perbankan, baik bank umum konvensional
maupun syariah, akan memiliki ruangan yang cukup untuk tetap menjalankan fungsi
intermediasinya, dengan tetap menempatkan penerapan prinsip kehati-hatian dan
manajemen risiko sebagai prioritas utama.
Arah Kebijakan Perbankan
Benteng pertahanan utama dari badai krisis adalah sektor perbankan.
Perekonomian akan tahan krisis apabila sektor perbankannya tahan krisis. Sektor
perbankan yang demikian bertumpu pada dua pilar yaitu good governance dalam
pengelolaan masing-masing bank dan good supervision.
Good Governance
Dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di sektor keuangan dan perbankan di
tanah air akhir-akhir ini semakin dapat dirasakan bahwa faktor integritas dan karakter
manusianya sangat menentukan dan di atas segalanya. Walaupun saat ini, sistem risk
management sudah canggih, sistem pengawasannya baik, tetapi hasil akhirnya akan
terpulang kepada integritas dan karakter pelaksananya. Sebaik apapun suatu sistem
tidak
akan
jalan
apabila
para
pelaksananya
selalu
mencari
lubang-lubang
kelemahannya untuk dimanfaatkannya.
Ke depan, Bank Indonesia akan memperkuat screening berdasarkan karakter
dan integritas bagi para bankir dan juga bagi para pengawasnya. Bank Indonesia juga
akan memperkuat sanksi bagi mereka yang nyata-nyata sengaja menyalahgunakan
kewenangannya. Pemegang Saham Pengendali (PSP) dan pengurus bank bertanggung
jawab penuh, dalam batas-batas ketentuan perundangan yang berlaku, atas apa yang
terjadi di bank mereka.
Good Supervision
Peningkatan ketahanan perbankan tidak lepas dari mutu pengawasan terhadap
perbankan. Saat ini Bank Indonesia sedang melakukan langkah-langkah untuk
memperkuat pengawasan bank. Reposisi dan penyegaran personalia sedang berjalan.
Prosedur dan tata kerja pengawasan kita review kembali untuk difokuskan kepada halhal yang menentukan kesehatan bank.
V
Di tahun 2009, Bank Indonesia merencanakan untuk secepatnya meningkatkan
efektifitas pengawasan bank melalui dua hal yaitu :
a. Penyempurnaan kerangka pengawasan berbasis risiko melalui peningkatan
proses penilaian risiko, pengawasan, pemeriksaan dan surveilance terhadap
sistem.
Kualitas penerapan manajemen risiko, khususnya dalam pengelolaan likuiditas
dan kontrol terhadap produk serta aktifitas baru bank, akan menjadi fokus
utama penguatan saat ini. Aspek ini terasa sangat mendesak untuk ditangani
di tengah krisis keuangan seperti sekarang.
b. Penyempurnaan fungsi dan organisasi pengawasan baik di Kantor Pusat
maupun di seluruh Kantor-kantor Bank Indonesia.
Bank Indonesia akan memperkuat kaitan antara hasil pemeriksaan dan langkah
pembinaan, serta antara temuan dan tindakan. Oleh sebab itu, Bank Indonesia
akan membentuk tim panel untuk meningkatkan kualitas pemeriksaan dan
langkah-langkah pembinaannya.
VI
Boks 3.
PERKEMBANGAN DUNIA USAHA JAMBI DI TENGAH KRISIS EKONOMI GLOBAL
Krisis ekonomi yang dimulai dari krisis perumahan di Amerika Serikat ternyata
merambah ke berbagai negara dunia. Melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia
berdampak pada menurunnya permintaan dunia akan berbagai komoditas sehingga
harga dari komoditas tersebut menjadi jatuh. Hal tersebut yang saat ini sedang dialami di
Indonesia, tidak terkecuali di Jambi. Jambi merupakan provinsi yang tergantung akan
pada sektor perekonomian primer (seperti pertanian dan pertambangan). Komoditas
unggulan Jambi seperti karet dan kelapa sawit adalah dua komoditas yang paling
merasakan dampak dari krisis seiring dengan terjadinya penurunan harga. Perkembangan
harga beberapa komoditas dunia adalah sebagai berikut:
Grafik 1. Perkembangan Harga Komoditas
1200
5000
1000
4000
800
3000
600
2000
400
1000
200
0
Emas ($/troy oz)
Minyak Bumi ($/barel)
Mar-09
Jan-09
Nov-08
Sep-08
Jul-08
May-08
Mar-08
Jan-08
Sep-07
Nov-07
Jul-07
May-07
Mar-07
Jan-07
Nov-06
Jul-06
Sep-06
May-06
Mar-06
Jan-06
0
Karet (Yen/kilogram)
CPO (ringgit/ton (metrik) (RHS)
Sumber: Bloomberg
Berdasarkan hasil liaison dengan pelaku usaha di bidang perkebunan kelapa sawit
dan CPO, penjualan komoditas ini relatif masih baik walaupun saat ini mengalami
penurunan harga. Dalam jangka panjang, diperkirakan prospek CPO akan membaik
terkait dengan masih cukup tingginya permintaan dunia akan minyak sawit guna
memenuhi kebutuhan pangan dan energi alternatif.
Sementara hasil liaison yang dilakukan terhadap industri pengolahan karet
menunjukkan bahwa penjualan produk yang berupa crumb rubber-SIR 12 mengalami
penurunan. Selama ini, pangsa utama dari crumb rubber adalah perusahaan industri ban
di luar negeri. Dengan memburuknya perekonomian dunia yang diikuti dengan
memburuknya industri otomotif mengakibatkan menurunnya kebutuhan akan ban
sehingga permintaan akan produk ini juga ikut melonjak jatuh. Menurut contact liaison,
penjualan ekspor crumb rubber sudah turun sampai dengan 30% saat ini.
Terkait dengan biaya operasional, semua contact menyatakan terdapat
penurunan dalam biaya energi seiring dengan menurunnya harga BBM untuk industri,
sedangkan biaya tenaga kerja mengalami kenaikan seiring dengan meningkatnya Upah
Minimum Provinsi (UMP) 2009. Di sisi biaya bahan baku, bagi perusahaan yang
menggunakan bahan baku utama dari dalam negeri seperti industri pengolahan karet
dan kertas mengalami penurunan biaya sementara untuk perusahaan yang cukup
tergantung akan bahan baku dari luar negeri mengalami kenaikan biaya seiring dengan
I
melemahnya nilai tukar rupiah terhadap beberapa mata uang asing. Perkebunan sawit
adalah perusahaan yang merasakan imbas dari melemahnya nilai tukar tersebut yang
disebabkan cukup tingginya ketergantungan usaha ini akan pupuk impor.
Dampak dari krisis ekonomi global ini terutama dirasakan pada turunnya harga
jual produk. Harga jual produk crumb rubber menurun sampai 33%, harga jual TBS
kelapa sawit juga turun sebesar 33% sementara harga jual produk pulp dan kertas turun
sebesar 20-30%. Hal ini menyebabkan menurunnya margin penjualan yang diterima oleh
perusahaan. Bahkan contact dari perusahaan karet dan kertas menyatakan bahwa margin
penjualan saat ini sudah sangat tipis bahkan dapat dikatakan mendekati rugi.
Dengan kondisi demikian, maka seluruh concact liaison menyatakan bahwa ke
depannya investasi yang bersifat ekspansi belum dapat dilakukan, bahkan beberapa
perusahaan yang sudah merencanakan untuk melakukan ekspansi kapasitas produksi
pada tahun 2008, terpaksa menundanya terlebih dahulu dengan kondisi krisis saat ini.
Menurunnya pendapatan perusahaan tentu berpengaruh terhadap kondisi
keuangan dalam internal perusahaan. Salah satu tindakan yang dilakukan perusahaan
untuk mengurangi biaya operasional adalah terkait dengan kebijakan tenaga kerja.
Beberapa tindakan yang telah dilakukan untuk mengurungi biaya tenaga kerja oleh
perusahaan-perusahaan di Jambi adalah:
1. Meniadakan jam lembur
2. Mengurangi jam kerja (terutama untuk karyawan tidak tetap)
3. Jika kedua langkah tersebut belum mencukupi untuk mengurangi biaya
operasional perusahaan, maka saat ini sudah terdapat perusahaan yang
mengurangi jumlah karyawannya dengan cara memberikan pensiun dini.
Hambatan yang dirasakan oleh perusahaan sebagian besar berada dari sisi
regulasi, seperti pajak. Saat ini perusahaan menanggung cukup banyak beban pajak yang
dalam kondisi seperti ini terasa cukup memberatkan. Selain itu, aturan mengenai
penggunaan Letter of Credit (LC) dalam transaksi luar negeri juga dianggap
memberatkan. Hal ini diperkirakan dapat menurunkan minat pembeli luar negeri sebab
ketentuan ini akan meningkatkan biaya yang dikeluarkan pembeli sehingga produk
Indonesia, termasuk Jambi menjadi kurang kompetitif dibandingkan pesaing dari negara
lain. Untuk menangani dampak krisis ini, pemerintah daerah telah melakukan beberapa
tindakan. Dari sisi perkebunan, pemerintah Jambi saat ini sedang mencanangkan:
1. Program peremajaan tanaman karet (tahun 2006-2010)
Jambi merupakan daerah dengan potensi SDM yang cukup ahli dalam
perkebunan karet mengingat karet merupakan tanaman yang sudah cukup lama
dibudidayakan oleh masyarakat Jambi. Di samping itu, perkebunan ini juga
membuka lapangan kerja yang cukup banyak yaitu terdapat ± 112 ribu kepala
keluarga petani yang berkebun karet. Pemerintah Daerah juga memperkirakan
bahwa kedepannya perkebunan karet masih sangat optimal untuk
dikembangkan mengingat hampir semua komoditas membutuhkan karet.
Sampai saat ini barang pengganti karet hanyalah karet sintesis yang terbuat dari
minyak bumi sehingga jumlahnya juga terbatas
2. Pembangunan industri hilir kelapa sawit
Pembangunan industri hilir kelapa sawit bertujuan untuk meningkatkan nilai
tambah bagi masyarakat. Selama ini, hasil CPO dari Jambi kemudian di bawa ke
luar provinsi untuk diolah lebih lanjut. Hal tersebut selain dapat mengurangi margin
II
keuntungan bagi petani juga dapat mengakibatkan rusaknya jalan yang harus
ditanggung oleh pemerintah daerah sementara yang mendapatkan nilai tambah
adalah provinsi lain.
Sementara itu untuk menstimulus perekonomian Jambi, beberapa hal yang akan
dilakukan adalah:
1. Percepatan pelaksanaan APBD dalam rangka pengawasan sektor pertanian,
industri manufaktur, perikanan dan kelautan, migas dan pertambangan,
kehutanan, jasa perdagangan, jasa pariwisata, jasa angkutan, jasa tenaga kerja
dan UMKM.
2. Penguatan ekspor barang dan jasa, dengan menjaga daya saing melalui
percepatan pembangunan jalan dan jembatan dari dan ke pelabuhan Muara
Sabak.
3. Pengamanan pasar lokal dan regional melalui penggunaan produk yang
dihasilkan daerah dengan memberikan preferensi harga kepada perusahaan
penyedia barang/jasa.
4. Ekspor didorong dan impor harus dikendalikan agar pemanfaatan produksi
dalam negeri secara umum dapat lebih optimal. Sedangkan impor harus tetap
diawasi terutama untuk impor barang-barang tertentu dengan penerapan SNI,
seperti buah-buahan yang banyak didatangkan dari negeri China dll.
Rekomendasi
Untuk terus dapat bersaing dalam pasar internasional, maka diperlukan upaya
untuk meningkatkan kualitas produk seperti karet dan kelapa sawit.
a. Pengembangan Karet
Saat ini salah satu masalah dalam perkebunan karet adalah mengenai kualitas getah
karet. Jika kualitas getah karet ini dapat ditingkatkan tentunya akan meningkatkan
nilai jual kepada industri sehingga akan meningkatkan pendapatan petani. Begitu
pula untuk industri crumb rubber, peningkatan kualitas getah karet akan
mempermudah proses produksi sehingga dapat mengurangi biaya. Selain itu, bahan
baku karet yang bagus juga akan menghasilkan produk crumb rubber yang lebih baik
sehingga akan meningkatkan daya saing produk dari pesaing-pesaing internasional.
Untuk itu diperlukan peran serta pemerintah dalam bantuan penyediaan bibit karet
serta penyuluhan mengenai pemeliharaan yang tepat sehingga dapat mencapai
hasil yang maksimal.
b. Pengembangan Sawit
Sementara untuk perkebunan sawit dapat diupayakan peningkatan produktivitas
kelapa sawit. Saat ini produktivitas kelapa sawit untuk perkebunan besar sudah cukup
baik namun sebaliknya produktivitas perkebunan rakyat masih rendah. Produktivitas
yang tinggi tentu akan berdampak pada meningkatnya pendapatan petani.
Peningkatan produktivitas ini dapat dilakukan dengan penyediaan bibit berkualitas,
penyuluhan mengenai pengembangan kelapa sawit yang tepat dan juga dengan
memperkuat pola kerjasama Perkebunan Inti Rakyat (PIR). Dengan pola perkebunan
ini diharapkan perkebunan-perkebunan besar dapat membimbing perkebunan rakyat
untuk dapat menghasilkan kelapa sawit dengan kualitas dan kuantitas lebih baik lagi.
III
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB II
PERKEMBANGAN HARGA-HARGA
A. Kajian Umum
Inflasi Kota Jambi pada triwulan I tahun 2009 sebesar 0,26% (q-t-q),
meningkat dibandingkan triwulan IV tahun 2008 yang sebesar minus 0,19% (q-tq). Meningkatnya angka inflasi Kota Jambi pada triwulan laporan berasal dari
meningkatnya laju inflasi kelompok makanan jadi serta kelompok perumahan, air,
listrik, gas dan bahan bakar.
Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Kota Jambi
Persen (%)
25.00
Bulanan (m-t-m)
Year on year (y-o-y)
Year to date (y-t-d)
20.00
15.00
10.00
5.00
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
(5.00)
Namun demikian, secara bulanan dan tahunan, inflasi Kota Jambi pada
akhir periode triwulan I-2009 mengalami penurunan jika dibandingkan triwulan
sebelumnya. Memasuki periode awal triwulan I-2009, inflasi bulanan Kota Jambi
meningkat namun mengalami penurunan pada akhir periode triwulan I-2009.
Pergerakan inflasi bulanan yang tercatat di bulan Januari, Februari dan Maret
2009 masing-masing sebesar 0,42%(m-t-m), 0,66%(m-t-m) dan minus 0,81%(mt-m). Dengan perkembangan tersebut, angka inflasi tahunan (y-o-y) Kota Jambi
35
INFLASI
juga bergerak menurun dari 11,57% (y-o-y) pada Desember 2008 menjadi
9,16% (y-o-y) pada Maret 2009.
Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Tahun Kalender Kota Jambi
Periode Tahun 2003 s.d. 2008
y-t-d (%)
20
18
16
2003
2004
2005
2007
2008
2009
2006
14
12
10
8
6
4
2
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
-2
Dari perkembangan diatas, inflasi Kota Jambi s.d. bulan Maret 2009 secara
kumulatif berada pada level 0,26% (y-t-d), terendah dalam 6 tahun terakhir.
Sementara, inflasi yang terjadi pada triwulan laporan terutama berasal dari
sumbangan angka inflasi makanan jadi serta kelompok perumahan, air, listrik,
gas dan bahan bakar (lihat tabel 2.1.).
Penurunan harga BBM pada tanggal 15 Januari 2009 yaitu untuk premium
sebesar Rp 500/liter sehingga menjadi Rp 4.500/liter serta turunnya harga solar
sebesar Rp300/liter sehingga menjadi Rp 4.500/liter berkontribusi terhadap
penurunan laju inflasi ke level yang lebih rendah. Sementara itu, penurunan
sebagian besar harga-harga pada kelompok bahan makanan serta sub kelompok
transpor mendorong terjadinya deflasi pada triwulan laporan.
36
- 36 -
INFLASI
Tabel 2.1. Perkembangan Inflasi Kota Jambi
Triwulan I-2008
KELOMPOK
Triwulan II-2008
Triwulan III-2008
Triwulan IV-2008
Triwulan I-2009
qtq
yoy
qtq
yoy
qtq
yoy
qtq
yoy
qtq
yoy
I Bahan Makanan
5.58
11.77
10.39
29.56
2.95
26.07
-1.19
18.56
-2.11
9.93
II Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau
3.06
5.59
7.37
13.28
1.07
11.65
2.63
14.77
3.63
15.41
III Perumahan, Air, Listrik & Bahan Bakar
0.37
4.48
4.26
6.10
2.23
7.99
0.88
7.93
3.74
11.55
IV Sandang
2.53
3.99
1.50
8.92
0.21
6.14
1.16
5.51
3.45
6.46
V Kesehatan
0.24
0.45
6.73
5.81
0.67
6.33
0.84
8.61
0.52
8.91
VI Pendidikan, Rekreasi & Olahraga
0.00
1.75
3.19
4.53
1.28
4.95
0.82
5.38
0.15
5.54
VII Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan
0.87
1.18
8.73
8.72
0.81
11.04
-3.40
6.81
-4.44
1.19
2.47
6.37
7.20
13.99
1.76
13.68
-0.19
11.57
0.26
9.16
INFLASI
Sumber : BPS (diolah)
Perkembangan inflasi Kota Jambi dan nasional pada triwulan laporan
mengalami penurunan dibandingkan triwulan IV-2008. Inflasi Kota Jambi secara
tahunan (y-o-y) menurun 241 bps menjadi sebesar 9,16%. Sementara, angka
inflasi nasional menurun sebesar 314 bps menjadi sebesar 7,92%(y-o-y) atau
lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 11,06% (y-o-y),
(lihat grafik 2.3).
Grafik 2.3. Perkembangan Laju Inflasi Kota Jambi
Grafik 2.4. Perbandingan Inflasi (y-o-y) Kota Jambi dan Kota sekitarnya
Persen
18.00
Kota Jambi
17.11
Nasional
15.7416.10
16.50
16.00
16.35
13.99
15.1215.53
14.00
13.68
14.55
12.62
12.00
12.14
10.96
10.66
10.00
8.46
8.43
8.00
7.66
6.83
6.20
5.06 5.11
4.49
6.00
7.12
4.00
6.83
2.00
1
2
5.12 4.67
3
4
1
2003
2
9.65
8.81
8.96
11.03
9.06
9.92
7.407.52
6.67
7.25
6.27 6.40
6.6
2004
4
1
2
3
4
1
2
2005
3
2006
4
1
2
3
2007
9.16
8.17
7.42
6.52 6.95
5.77
3
11.57
11.06
7.92
6.37
6.59
4
1
2
3
2008
4
1
2009
Grafik 2.3
37
INFLASI
Y-O-Y
30
Bengkulu
Jambi
Padang
Palembang
Pekanbaru
25
20
15
10
5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 1 1 2 3
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
catatan: mulai bulan Juni 2008, angka inflasi menggunakan tahun dasar 2007
Grafik 2.4
Perkembangan secara regional, tingkat inflasi di Jambi relatif moderate
dibandingkan daerah sekitarnya. Inflasi di Jambi lebih rendah dibandingkan
Bengkulu (10,03%/y-o-y) serta Padang (9,23%/y-o-y), namun lebih tinggi
dibandingkan Palembang (7,96%/y-o-y) serta Pekanbaru (6,99%/y-o-y) pada
triwulan
laporan.
20
B. Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang
Dilihat per sub kelompok, inflasi triwulanan tertinggi pada triwulan
laporan adalah sub kelompok minuman tidak beralkohol dan sub kelompok
barang pribadi dan sandang lainnya. Sementara itu, sub kelompok yang
mengalami penurunan harga (deflasi) terbesar adalah sub kelompok buahbuahan serta sub kelompok transpor.
Berdasarkan komoditinya (Tabel 2.3.), penyumbang pembentukan inflasi
terbesar secara bulanan selama periode triwulan laporan adalah daging ayam ras;
gulai; gula pasir (Januari 2009), kontrak rumah; daging ayam ras; gula pasir
(Februari 2009), gula Pasir; tukang bukan mandor; emas perhiasan (Maret 2009).
Dari perkembangan harga-harga diatas, kelompok makanan jadi serta kelompok
20
Sumber: DSM, Bank Indonesia.
38
- 38 -
INFLASI
perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar merupakan penyumbang utama
pembentukan inflasi.
Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Triwulanan (qtq) serta Tahunan (y-o-y) Kota Jambi
Berdasarkan Kelompok dan Sub Kelompok Barang dan Jasa
KELOMPOK/SUBKELOMPOK
I.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
II.
a.
b.
c.
III.
a.
b.
c.
d.
IV.
a.
b.
c.
d.
V.
a.
b.
c.
d.
VI.
a.
b.
c.
d.
e.
VII
a.
b.
c.
d.
BAHAN MAKANAN
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA
DAGING-DAN HASIL-HASILNYA
IKAN SEGAR
IKAN DIAWETKAN
TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA
SAYUR-SAYURAN
KACANG-KACANGAN
BUAH-BUAHAN
BUMBU-BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
BAHAN MAKANAN LAINNYA
MAKANAN JADI,MINUMAN,ROKOK & TEMBAKAU
MAKANAN JADI
MINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL
TEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BHN BAKAR
BIAYA TEMPAT TINGGAL
BAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR
PERLENGKAPAN RUMAHTANGGA
PENYELENGGARAAN RUMAHTANGGA
SANDANG
SANDANG LAKI-LAKI
SANDANG WANITA
SANDANG ANAK-ANAK
BARANG PRIBADI DAN SANDANG LAINNYA
KESEHATAN
JASA KESEHATAN
OBAT-OBATAN
JASA PERAWATAN JASMANI
PERAWATAN JASMANI DAN KOSMETIKA
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAHRAGA
JASA PENDIDIKAN
KURSUS-KURSUS / PELATIHAN
PERLENGKAPAN / PERALATAN PENDIDIKAN
REKREASI
OLAHRAGA
TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN
TRANSPOR
KOMUNIKASI DAN PENGIRIMAN
SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR
JASA KEUANGAN
INFLASI (UMUM)
Triwulan I-2008
Triwulan II-2008
Triwulan III-2008
Triwulan IV-2008
Triwulan I-2009
qtq
5.58
-2.84
3.57
7.08
0.22
2.83
-5.04
53.30
-5.44
17.26
19.76
-0.73
3.06
4.02
0.50
2.44
0.37
0.07
0.05
0.77
2.73
2.53
-0.29
0.88
-0.26
10.50
0.24
0.00
0.30
3.13
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.02
0.00
0.87
1.30
0.00
0.00
1.76
2.47
qtq
10.39
14.02
21.94
11.98
12.74
4.09
6.68
4.34
8.26
-3.77
13.88
22.74
7.37
9.60
2.36
5.33
4.26
4.99
4.44
1.40
2.31
1.50
1.68
0.65
3.09
0.85
6.73
15.88
0.45
2.43
1.47
3.19
4.17
0.00
1.45
3.09
0.00
8.73
18.84
-13.33
0.00
0.00
7.20
qtq
2.95
1.83
3.18
15.45
12.07
5.94
-6.74
-0.02
9.95
-19.99
10.83
-3.35
1.07
1.73
0.04
0.12
2.23
2.39
2.72
0.00
1.81
0.21
0.01
0.19
-2.48
2.91
0.67
0.00
1.18
0.00
1.28
1.28
1.76
0.00
1.73
0.00
0.00
0.81
0.86
0.00
2.20
1.78
1.76
qtq
-1.19
-2.86
-12.90
6.31
1.31
-2.77
2.54
7.71
0.43
11.24
-9.10
1.03
2.63
2.26
2.12
3.70
0.88
0.31
0.00
7.62
0.94
1.16
0.61
0.49
-0.01
3.43
0.84
0.00
3.49
0.00
0.69
0.82
0.00
0.00
4.91
0.29
-0.37
-3.40
-5.03
0.68
-0.09
0.00
-0.19
qtq
-2.11
-2.07
5.51
-4.45
1.37
-1.48
-4.75
-6.51
-10.46
-5.19
2.10
-1.42
3.63
2.44
13.88
1.07
3.74
7.55
0.01
-2.19
0.38
3.45
0.09
0.12
0.26
12.91
0.52
0.00
1.60
0.00
0.63
0.15
0.00
0.00
0.83
0.07
-0.01
-4.44
-6.73
0.39
1.42
0.00
0.26
yoy
11.77
-11.85
8.76
9.38
2.89
15.70
51.15
50.10
9.22
13.54
48.70
4.53
5.59
8.93
-2.69
5.05
4.48
8.39
0.07
5.62
2.43
3.99
0.61
1.97
0.20
20.32
0.45
0.00
1.02
2.58
0.25
1.75
1.36
0.00
3.01
3.14
0.65
1.18
1.39
0.13
1.03
0.00
6.37
yoy
29.56
22.60
36.73
20.49
18.96
16.57
38.69
61.94
15.25
34.74
53.80
26.85
13.28
18.92
2.63
7.85
6.10
8.00
4.50
3.25
3.81
8.92
3.31
1.99
4.64
30.93
5.81
13.19
0.53
5.63
1.02
4.53
5.83
0.00
2.45
4.58
-1.92
8.72
18.66
-13.29
0.42
1.76
13.99
yoy
26.07
21.05
28.20
45.30
26.16
12.68
9.01
60.82
24.38
-1.64
55.42
19.36
11.65
15.90
2.49
7.78
7.99
9.90
7.33
2.18
5.26
6.14
1.89
1.74
-0.67
24.52
6.33
13.19
1.88
5.63
1.74
4.95
6.28
0.00
3.15
4.83
-1.92
11.04
22.32
-13.33
1.56
3.57
13.68
yoy
18.56
9.58
13.49
47.19
28.29
10.25
-3.13
72.26
13.04
0.43
37.38
18.98
14.77
18.61
5.09
12.02
7.93
7.90
7.33
9.96
8.00
5.51
2.02
2.22
0.26
18.63
8.61
15.88
5.50
5.64
3.49
5.38
6.00
0.00
8.27
3.41
-0.37
6.81
15.31
-12.74
2.11
3.57
11.57
yoy
9.93
10.45
15.62
31.33
29.76
5.63
-2.83
5.05
7.04
-18.79
17.13
18.15
15.41
16.80
19.08
10.53
11.55
15.97
7.29
6.74
5.54
6.46
2.40
1.44
0.80
21.21
8.91
15.88
6.86
2.43
4.14
5.54
6.00
0.00
9.17
3.46
-0.38
1.19
6.17
-12.40
3.56
1.78
9.16
Sumber : BPS (diolah)
Sementara, penyumbang pembentukan deflasi terbesar adalah bensin;
angkutan dalam kota; pisang (Januari 2009), bensin; cabe merah; udang basah
(Februari 2009) serta daging ayam ras; beras; tomat buah (Maret 2009).
Kelompok bahan makanan serta kelompok transportasi merupakan penyumbang
deflasi selama periode triwulan laporan.
39
INFLASI
Tabel 2.3. Sumbangan Inflasi Bulanan (mtm) Kota Jambi Berdasarkan Komoditi
Periode triwulan I-2009
10 KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI
TW I-2009
10 KOMODITAS PENYUMBANG DEFLASI
Sumbangan
JANUARI
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
JANUARI
Daging Ayam ras
Gulai
Gula Pasir
Minyak Goreng
Tomat Buah
Bayam
Udang Basah
Tomat sayur
Cabe Rawit
Cabe merah
Sumbangan 10 Komoditas
0.2525
0.1172
0.1024
0.0890
0.0754
0.0701
0.0651
0.0507
0.0344
0.0301
0.8869
FEBRUARI
1
Kontrak Rumah
2
Daging Ayam Ras
3
Gula Pasir
4
Emas Perhiasan
5
Bawang merah
6
Ikan teri (diawetkan)
7
Ikan Nila
8
Minyak Goreng
9
Beras
10
Rokok Kretek Filter
Sumbangan 10 Komoditas
0.8328
0.1436
0.1257
0.1202
0.0571
0.0568
0.0366
0.0325
0.0324
0.0322
1.4699
MARET
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
TW I-2009
Sumbangan
Gula Pasir
Tukang Bukan Mandor
Emas Perhiasan
Mesin Cuci
Sawi Hijau
Bayam
Apel
Jeruk
Bawang Merah
Ikan Gabus
Sumbangan 10 Komoditas
0.1037
0.0927
0.0588
0.0370
0.0362
0.0224
0.0172
0.0150
0.0138
0.0133
0.4101
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Bensin
Angkutan Dalam Kota
Pisang
Ikan Nila
Ikan Patin
Solar
Ikan Dencis
Seng
Besi Beton
Kangkung
Sumbangan 10 Komoditas
-0.4155
-0.1252
-0.0470
-0.0398
-0.0338
-0.0331
-0.0284
-0.0256
-0.0253
-0.0253
-0.7990
FEBRUARI
1
Bensin
2
Cabe Merah
3
Udang Basah
4
Tomat Buah
5
Tomat Sayur
6
Pisang
7
Bayam
8
Pompa Air Listrik
9
Kentang
10
Besi beton
Sumbangan 10 Komoditas
-0.1866
-0.1602
-0.0789
-0.0626
-0.0587
-0.0524
-0.0351
-0.0283
-0.0270
-0.0261
-0.7159
MARET
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Daging Ayam Ras
Beras
Tomat Buah
Tempe
Cabe Merah
Kacang Panjang
Telur Ayam Ras
Minyak Goreng
Kelapa
Udang basah
Sumbangan 10 Komoditas
-0.2090
-0.1721
-0.0933
-0.0778
-0.0755
-0.0549
-0.0413
-0.0412
-0.0410
-0.0392
-0.8453
Sumber : BPS (diolah)
1. Kelompok Bahan Makanan
Kelompok bahan makanan pada triwulan I tahun 2009 mengalami
deflasi sebesar 2,11% (q-t-q). Berdasarkan sub kelompoknya, deflasi tertinggi
terjadi pada sub kelompok buah-buahan sebesar 10,46% (q-t-q) serta sub
kacang-kacangan sebesar 6,51% (y-o-y).
40
- 40 -
INFLASI
Grafik 2.5. Perkembangan Harga CPO dan Minyak Goreng
(Rp/Kg)
(Ringgit/Ton)
12500
5000
4500
CPO internasional (aksis kiri)
4000
Minyak goreng lokal (aksis kanan)
11397
11500
10500
3972
3500
9500
3000
8268 8500
2500
6897
2000
21037500
6500
1500
1685
5500
1000
4500
500
0
3500
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2006
2007
2008
2009
Sumber: Bloomberg & Disperindag Prov. Jambi
Sementara itu, tren peningkatan harga crude palm oil (CPO) di pasar
internasional diikuti juga oleh harga minyak goreng curah (tanpa merek). Harga
CPO internasional pada tahun 2008 yang terendah sebesar 1.560 ringgit/ton
(Oktober 2008), berangsur-angsur mengalami peningkatan menjadi sebesar
1.685 ringgit/ton pada Desember 2008 dan menjadi 2.103 ringgit/ton bulan
Maret 2009. Sejalan dengan perkembangan tersebut, harga rata-rata minyak
goreng curah (tanpa merek) di Provinsi Jambi juga mengalami peningkatan dari
Rp6.897/kg pada bulan Desember 2008 menjadi Rp8.268/kg pada bulan Maret
2009.
Sementara, perkembangan harga tepung terigu merek Segitiga Biru
yang mencapai harga rata-rata tertingginya pada bulan Juni s.d. Desember 2008
sebesar Rp7.500/kg bergerak menurun pada triwulan laporan menjadi sebesar
Rp7.000/kg. Hal ini juga sejalan dengan tren menurunnya harga gandum di pasar
internasional yang merupakan bahan baku tepung terigu. Harga gandum yang
pada Desember 2008 masih sebesar USD 610,75/bushel, pada Maret 2009 turun
menjadi USD 532,75/bushel.21
21
Satu bushel setara dengan 27 kg.
41
INFLASI
Grafik 2.6. Perkembangan Harga Tepung Terigu
(Rp/Kg)
(USD/Bushel)
8500
1200
Wheat/Gandum (aksis kiri)
1000
8000
7500
Tepung Terigu lokal (aksis kanan)
7000
7500
7000
800
6500
610.75
6000
600
5500
532.75
5000
400
4500
4000
200
3500
0
3000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2006
2007
2008
2009
Sumber: Bloomberg & Disperindag Prov. Jambi
Perkembangan sub kelompok bumbu-bumbuan pada triwulan laporan
mengalami deflasi antara lain dipengaruhi oleh tren menurunnya harga cabai
merah dan bawang putih yang merupakan salah satu bahan baku beberapa
komoditas makanan jadi.
Grafik 2.7. Perkembangan Harga Cabe Merah dan Bawang
(Rp/kg)
25000
20000
15000
10000
5000
Cabe Merah Keriting
Bawang Putih
Cabe merah Biasa
Bawang Merah
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3
2006
2007
2008
2009
Sumber: Disperindag Provinsi Jambi
Sub kelompok daging dan hasil-hasilnya mengalami inflasi sebesar
15,62% (y-o-y) dan 5,51% (q-t-q).
Harga rata-rata daging ayam relatif
mengalami peningkatan selama periode triwulan laporan sehingga berkontribusi
42
- 42 -
INFLASI
terhadap inflasi sub kelompok daging dan hasil-hasilnya. Sementara pergerakan
harga daging sapi relatif stabil selama triwulan laporan.
Grafik 2.8. Perkembangan Harga Jagung
Grafik 2.9. Perkembangan Harga Daging
(Rp/Kg)
(USD/Bushel)
7500
800
724.75
7000
Jagung internasional (aksis kiri)
700
(Rp/Kg)
(Rp/Kg)
40000
70000
6500
Jagung pipilan kering (aksis kanan)
600
6000
5448
32000
65000
5500
500
5000
24000
60000
407 404.8
4500
400
4000
300
16000
55000
Ayam Kampung (aksis kiri)
Daging Ayam Broiler (aksis kiri)
Daging Sapi Murni (aksis kanan)
3500
3500 3000
200
8000
50000
2500
100
2000
1500
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2006
2007
2008
0
45000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2006
2009
2007
2008
2009
Sumber: Disperindag Provinsi Jambi
Sumber: Bloomberg & Disperindag Prov. Jambi
Grafik 2.9
Grafik 2.8
Grafik 2.10. Perkembangan Harga Beras22
(Rp/Kg)
(USD/CWT)
6500
25
21.48
20
6000
6000
5667
5500
15.34
15
12.41
5500
5000
10
4500
5
Beras internasional (aksis kiri)
4000
lokal IR 64 (aksis kanan)
3500
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2006
2007
2008
2009
Sumber: Bloomberg & Disperindag Prov. Jambi
2. Kelompok Makanan Jadi
Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau pada triwulan I
tahun 2009 mengalami inflasi sebesar 15,41% (y-o-y) dengan laju inflasi
triwulanan sebesar 3,63% (q-t-q). Berdasarkan sub kelompoknya, urutan inflasi
tertinggi tercatat pada sub kelompok minuman yang tidak beralkohol sebesar
22
Cwt maksudnya hundredweight (100 pounds). 1 pounds setara dengan 453,59 gram/0,453 kg.
Jadi 100 pounds sekitar 45,3 kg.
43
INFLASI
13,88% (q-t-q), diikuti sub kelompok makanan jadi (2,64%/q-t-q) serta sub
kelompok tembakau dan minuman beralkohol (1,07%/q-t-q).
Selama periode triwulan laporan, harga gula pasir memiliki kontribusi
terhadap inflasi bulanan yang cukup tinggi. Sementara itu, kenaikan tarif cukai
rokok per 1 Februari 2009 turut memberikan tekanan pada harga rokok.23
3. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar pada triwulan I
tahun 2009 mengalami inflasi sebesar 11,55% (y-o-y) atau dengan laju inflasi
triwulanan mencapai 3,74% (q-t-q). Berdasarkan sub kelompoknya, sub
kelompok biaya tempat tinggal mengalami inflasi tertinggi sebesar 7,55% (q-t-q),
diikuti dengan sub kelompok penyelenggaraan rumah tangga (0,38%/q-t-q),
serta sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air (0,01%/q-t-q). Sedangkan
sub kelompok perlengkapan rumah tangga mengalami deflasi pada triwulan
laporan.
Peningkatan harga pada sub kelompok biaya tempat tinggal didorong
oleh mulai meningkatnya harga kontrak rumah serta biaya tukang bukan mandor
pada periode triwulan laporan. Selain karena siklus musiman awal tahun dimana
ada penyesuaian harga kontrakan rumah yang secara umum meningkat,
tumbuhnya perekonomian Jambi yang diiringi dengan semakin maraknya
pembangunan perumahan di Kota Jambi turut mendorong peningkatan harga
kontrakan rumah apalagi golongan pekerja di Jambi cukup banyak yang
merupakan pendatang sehingga demand terhadap kontrakan rumah masih
cukup tinggi. Sementara, kenaikan biaya tukang bukan mandor terkait juga
dengan terbatasnya supply tukang sementara proyek pembangunan rumah, ruko
atau bangunan lainnya cukup pesat.24
23
Kenaikan tarif cukai rokok berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.203/PMK.011/2008
tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau tertanggal 9 Desember 2008 yang mulai berlaku tanggal 1
Februari 2009.
24
Sebagian besar tukang bangunan didatangkan dari Jawa terutama untuk proyek-proyek skala
besar (jalan, jembatan, rumah sakit maupun perumahan).
44
- 44 -
INFLASI
4. Kelompok Sandang
Kelompok sandang pada triwulan I tahun 2009 mengalami inflasi
sebesar 6,46% (y-o-y) atau dengan laju inflasi triwulanan mencapai 3,45% (q-tq). Berdasarkan sub kelompoknya, urutan inflasi tertinggi adalah sub kelompok
barang pribadi dan sandang lainnya sebesar 12,91% (q-t-q), diikuti sub kelompok
sandang anak-anak (0,26%/q-t-q), sub kelompok sandang wanita (0,12%/q-t-q)
serta sub kelompok sandang laki-laki (0,09%/q-t-q).
Grafik 2.11. Perkembangan Harga Emas di Pasar Internasional
Harga Emas (USD/Troy Ounce)
1100
1000
919.15
900
882.05
800
700
600
500
400
300
200
100
0
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3
2005
2006
2007
2008
2009
Sumber: Bloomberg
Komoditas utama penyumbang inflasi pada kelompok sandang pada
triwulan laporan adalah emas perhiasan. Meningkatnya kembali harga emas
dalam 2 bulan awal periode triwulan laporan terkait juga dengan peningkatan
harga internasional yang mulai menunjukkan tren peningkatan harga bahkan
pada akhir bulan Maret 2009 berada di level yang masih cukup tinggi sebesar
USD 919,15 per troy ounce. Harga emas di pasar internasional pada akhir
Desember 2008 sebesar USD 882,05 per troy ounce, bergerak meningkat di
bulan Januari 2009 menjadi USD 927,85 per troy ounce serta USD 942,35 per
25
troy ounce pada Februari 2009.
Namun demikian, pada bulan Maret 2009
sedikit menurun menjadi USD 919,15 per troy ounce. Secara rata-rata pada
25
Sumber: Bloomberg. Satu troy ounce setara dengan 31,1034768 gram (http://en.wikipedia.org)
45
INFLASI
triwulan laporan harga emas di pasar internasional mengalami peningkatan yang
menyebabkan para pedagang emas mulai menyesuaikan harga emas. Harga ratarata emas (logam mulia) untuk 24 karat di Jambi pada bulan Maret 2009 sebesar
Rp324.088,86/gram meningkat dibandingkan bulan desember 2008 yang hanya
mencapai Rp281.219,130/gram.26
5. Kelompok Kesehatan
Kelompok kesehatan mengalami inflasi sebesar 8,91% (y-o-y) pada
triwulan I tahun 2009 atau dengan laju inflasi triwulanan sebesar 0,52% (q-t-q).
Berdasarkan sub kelompoknya, urutan inflasi tertinggi dialami oleh sub kelompok
obat-obatan sebesar 1,60% (q-t-q), diikuti sub kelompok perawatan jasmani dan
kosmetika (0,63%/q-t-q). Sementara itu, sub kelompok jasa perawatan jasmani
serta sub kelompok jasa kesehatan relatif tidak mengalami perubahan harga.
6. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga
Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga pada triwulan I tahun 2009
mengalami inflasi sebesar 0,15% (q-t-q). Sub kelompok perlengkapan/peralatan
pendidikan mengalami inflasi triwulanan tertinggi sebesar 0,83% (q-t-q) diikuti
dengan sub kelompok rekreasi (0,07%/q-t-q). Sementara itu, sub kelompok
olahraga mengalami deflasi pada triwulan laporan sebesar 0,01% (q-t-q).
7. Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
Perkembangan harga yang terjadi pada kelompok transportasi, komunikasi
dan jasa keuangan di kota Jambi pada triwulan I tahun 2009 sebesar minus
4,44% (q-t-q) dengan laju inflasi tahunan sebesar 1,19% (y-o-y). Berdasarkan sub
kelompoknya, deflasi terjadi pada sub kelompok transportasi sebesar 6,73% (q-tq) yang memiliki bobot relatif besar terhadap pembentukan inflasi Kota Jambi.
Sementara, sub kelompok lainnya yang mengalami inflasi yaitu sub kelompok
sarana dan penunjang transportasi (1,42%/q-t-q) dan sub kelompok komunikasi
dan pengiriman sebesar 0,39%/q-t-q). Perkembangan sub kelompok jasa
keuangan relatif tidak mengalami perubahan harga pada triwulan laporan.
26
Sumber: BPS Provinsi Jambi.
46
- 46 -
INFLASI
Menurunnya harga minyak di pasar internasional dari sebesar USD
140/barrel (Juni 2008) menjadi sebesar USD 100,64/barrel (September 2008)
serta menjadi USD 54,43/barrel (November 2008) direspon pemerintah dengan
menurunkan harga bahan bakar (BBM) pada 1 Desember 2008 dan penurunan
kedua dalam bulan yang sama pada tanggal 15 Desember 2008.27 Penurunan
harga BBM dalam negeri juga dilanjutkan pada tanggal 15 Januari 2009 untuk
jenis premium turun sebesar Rp500 sehingga menjadi Rp 4.500/liter serta
turunnya harga solar sebesar Rp300/liter sehingga menjadi Rp 4.500/liter. Hal ini
tidak terlepas dari perkembangan harga minyak dunia yang menurun pada
Desember 2008 ke level USD 49,66/barrel. Disamping itu, selama periode
triwulan laporan harga minyak di pasar internasional masih berada pada kisaran
USD 50/barrel sehingga tidak ada rencana pemerintah untuk menaikkan
kembali harga BBM dalam negeri.
Grafik 2.12. Perkembangan Harga Minyak di Pasar Internasional
Harga Minyak (USD/Barrel)
150
140
125
100
100.64
91.75
75
49.66
50
44.6
25
0
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3
2005
2006
2007
2008
2009
Sumber: Bloomberg
Penurunan harga BBM sebanyak 3 kali dalam rentang periode 2 bulan
(Desember 2008-Januari 2009) berkontribusi besar terhadap pembentukan
angka deflasi kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada
27
Pada 1 Desember 2008, Pemerintah menurunkan harga bensin (premium) dari Rp 6.000
menjadi Rp 5.500. Sedangkan pada 15 Desember 2008, bensin (premium) kembali turun menjadi
Rp 5.000 dan solar turun dari Rp 5.500 menjadi Rp 4.800.
47
INFLASI
triwulan laporan yang antara lain juga mulai direspon dengan penurunan tarif
angkutan. Tarif angkutan kota per 15 Januari 2009 turun. Ongkos angkutan
kota dari Rp2.300 turun menjadi Rp2.000 (untuk umum) serta dari Rp1.200
menjadi Rp1.000 (untuk pelajar) sebagai respon turunnya harga BBM.
Di sisi lain, memasuki masa low season, penyedia jasa penerbangan
mulai menurunkan tarifnya. Demand masyarakat terhadap permintaan tiket
pesawat untuk berlibur juga cenderung tidak sebanyak pada masa high season
pada triwulan IV-2008 yang digunakan masyarakat Jambi untuk berlibur keluar
daerah.28 Menurunnya demand tersebut berimbas pada harga tiket pesawat
yang relatif lebih murah.
28
Pada periode triwulan IV-2008 termasuk masa high season dikarenakan terdapat perayaan hari
besar keagamaan (Idul Fitri, Idul Adha, Natal) sertaTahun Baru 2009 sehingga minat masyarakat
untuk berlibur ataupun merayakan peringatan tersebut keluar daerah (Jambi) sangat tinggi.
48
- 48 -
BAB III
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Kinerja perbankan pada triwulan I tahun 2009 menunjukkan penurunan
baik dari segi penghimpunan dana maupun penyaluran kredit. Fungsi
intermediasi yang tercermin dari nilai Loan to deposits ratio (LDR) perbankan
relatif tetap dari triwulan sebelumnya.
Kualitas
kredit
yang
diberikan
memburuk
yang
tercermin
dari
meningkatnya rasio Non-Performing Loan (NPL) gross. Hal ini menjadi salah satu
penyebab turunnya profitabilitas perbankan dibandingkan triwulan sebelumnya.
A. Perkembangan Kelembagaan
Secara kelembagaan, jumlah bank yang beroperasi di wilayah kerja Kantor
Bank Indonesia Jambi sampai dengan Triwulan IV tahun 2008 tercatat sebanyak
23 (dua puluh tiga) bank umum dan 8 (delapan) BPR yang terdiri dari 170
kantor bank umum termasuk BRI unit dan 14 kantor BPR. Pada periode triwulan
laporan, terdapat penambahan 1 (satu) BPR baru, dan penambahan 2 (dua)
kantor cabang pembantu (KCP). BPR yang baru dibuka di Jambi adalah BPR
Pembangunan Kerinci yang mulai beroperasi sejak 5 Januari 2009. Dua kantor
bank yang bertambah yaitu KCP BTPN Angso Duo dan BNI.
Dari 23 (dua puluh tiga) bank umum yang beroperasi di wilayah Jambi,
terdiri dari 5 (lima) bank pemerintah diantaranya1 (satu) Bank Pembangunan
Daerah, dan 18 (delapan belas) bank swasta nasional. Dilihat dari sebarannya,
jumlah kantor bank terbesar masih di Kota Jambi sebanyak 65 (enam puluh lima)
buah (35,33%), sedangkan untuk kabupaten yang paling sedikit kantor banknya
adalah Kabupaten Tanjung Jabung Timur sebanyak 4 (empat) kantor (2,17%).
49
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
B. Bank Umum29
1. Perkembangan Aset Bank
Aset bank umum di Provinsi Jambi pada triwulan laporan sedikit menurun
sebesar Rp223,14 miliar (1,82%) jika dibandingkan triwulan IV tahun 2008, yaitu
dari Rp12.228,10 miliar menjadi Rp12.004,96 miliar. Penurunan aset bank umum
ini terjadi pada kelompok bank pemerintah dan bank swasta yaitu sebesar 2,90%
(Rp236,81 miliar) dan 0,19% (Rp7,20 miliar). Di sisi lain, aset kelompok bank
syariah tumbuh sebesar 6,64% pada triwulan laporan.
Grafik 3.1 Perkembangan Aset Bank Umum Provinsi Jambi
Rp miliar
14,000
12,000
Persen
Jumlah Aset (aksis kiri)
Pertumbuhan (%)
20.00
16.00
10,000
12.00
8,000
8.00
6,000
4,000
4.00
2,000
0.00
-
-4.00
Q1- Q2- Q3- Q4- Q1- Q2- Q3- Q4- Q1- Q2- Q3- Q4- Q1- Q2- Q3- Q4- Q1- Q2- Q3- Q4- Q104 04 04 04 05 05 05 05 06 06 06 06 07 07 07 07 08 08 08 08 09
Dari total pangsa pasar aset bank umum, aset bank pemerintah
merupakan yang terbesar sehingga mencapai 65,94%, diikuti oleh aset bank
swasta yang memiliki pangsa sebesar 31,27% dan aset bank syariah yang
memiliki pangsa sebesar 2,79% pada triwulan laporan.
2. Perkembangan Dana Masyarakat
Jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun oleh perbankan pada triwulan
laporan turun sebesar 0,25%, yaitu dari Rp10.069,37 miliar menjadi Rp10.043,99
miliar pada triwulan laporan.
Berdasarkan kelompok bank, pertumbuhan DPK dirasakan oleh bank
swasta dan bank syariah. DPK Bank swasta meningkat Rp124,92 miliar atau
setara dengan 3,68% dan DPK bank syariah meningkat Rp0,44 miliar (0,22%).
Sementara itu untuk bank pemerintah, yang memiliki pangsa penghimpunan
29
Data s.d. bulan Februari 2009
50
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
dana terbesar, mengalami penurunan jumlah DPK sebesar Rp150,74 miliar atau
setara dengan penurunan
2,33% sehingga secara total bank umum,
penghimpunan dana triwulan ini menjadi lebih rendah dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya.
Tabel 3.1 Penghimpunan Dana Bank Umum di Provinsi Jambi
(dalam jutaan rupiah)
URAIAN
2008
Trw I
Trw II
Trw III
Trw IV
2009
Trw I
Pertumbuhan
Nominal
Persen
Bank Konvensional
Bank Pemerintah
1 Giro
2 Tabungan
3 Simpanan Berjangka
6,315,888
1,981,329
3,021,694
1,312,865
6,868,931
2,104,301
3,293,133
1,471,497
6,792,549
2,038,788
3,117,628
1,636,133
6,475,385
1,795,255
3,405,548
1,274,582
6,324,649
1,733,881
3,068,718
1,522,050
(150,736)
(61,374)
(336,830)
247,468
(2.33)
(3.42)
(9.89)
19.42
Bank Swasta Nasional
1 Giro
2 Tabungan
3 Simpanan Berjangka
3,122,350
621,135
1,377,744
1,123,471
3,318,055
674,334
1,450,667
1,193,054
3,370,587
529,799
1,470,180
1,370,608
3,396,774
521,672
1,478,499
1,396,603
3,521,696
524,467
1,517,260
1,479,969
124,922
2,795
38,761
83,366
3.68
0.54
2.62
5.97
159,250
52,201
77,112
29,937
174,435
54,130
90,398
29,907
179,179
46,918
99,495
32,766
197,210
49,508
101,896
45,806
197,647
49,293
99,969
48,385
437
(215)
(1,927)
2,579
0.22
(0.43)
(1.89)
5.63
9,597,488
2,654,665
4,476,550
2,466,273
10,361,421
2,832,765
4,834,198
2,694,458
10,342,315
2,615,505
4,687,303
3,039,507
10,069,369
2,366,435
4,985,943
2,716,991
10,043,992
2,307,641
4,685,947
3,050,404
(25,377)
(58,794)
(299,996)
333,413
(0.25)
(2.48)
(6.02)
12.27
Bank Syariah
1 Giro
2 Tabungan
3 Deposito
Jumlah
1 Giro
2 Tabungan
3 Simpanan Berjangka
Berdasarkan jenis penghimpunan dana, hanya simpanan berjangka
yang mengalami kenaikan di triwulan ini yaitu naik sebesar Rp333,41 miliar (naik
12,27%). Kenaikan jumlah simpanan berjangka ini dialami oleh semua kelompok
bank, terutama untuk kelompok bank pemerintah yang mengalami peningkatan
simpanan berjangka sebesar Rp247,47 miliar (19,42%). Tabungan mengalami
penurunan yang cukup tajam yaitu sebesar Rp300 miliar (6,02%). Penurunan ini
dipicu oleh turunnya penghimpunan tabungan oleh bank pemerintah yang
mencapai Rp336,83 miliar (9,89%). Sementara itu giro juga mengalami
penurunan yaitu sebesar Rp58,80 miliar (2,48%). Berdasarkan pangsanya,
penghimpunan dana terbesar masih diraih oleh tabungan yaitu sebesar 46,65%,
diikuti oleh deposito 30,37% dan giro 22,98%.
51
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Grafik 3.2 Perkembangan Dana Pihak Ketiga Bank Umum Provinsi Jambi
Rp miliar
Rp miliar
5.500
5.000
4.500
4.000
3.500
3.000
2.500
2.000
1.500
1.000
500
0
12.000
10.000
8.000
6.000
4.000
2.000
Q1- Q2- Q3- Q4- Q1- Q2- Q3- Q4- Q1- Q2- Q3- Q4- Q1- Q2- Q3- Q4- Q1- Q2- Q3- Q4- Q1- Q2- Q3- Q4- Q103 03 03 03 04 04 04 04 05 05 05 05 06 06 06 06 07 07 07 07 08 08 08 08 09
Giro (aksis kiri)
Simpanan Berjangka (aksis kiri)
Tabungan (aksis kiri)
DPK (aksis kanan)
Berdasarkan golongan pemilik, secara nominal, penurunan DPK berasal
dari menurunnya penghimpunan dana dari perusahaan swasta (turun Rp359,75
miliar), dan perorangan (Rp260,94 miliar) sementara penghimpunan dana dari
Pemerintah Daerah menunjukkan peningkatan yaitu sebesar Rp600,33 miliar.
Tabel 3.2 Perkembangan Dana Pihak Ketiga Berdasarkan Golongan Pemilik
(dalam jutaan rupiah)
No.
Golongan Pemilik
Trw.I-2008
Nominal
Trw.II-2008
Share
Nominal
Trw.III-2008
Share
Nominal
Trw.IV-2008
Share
Nominal
Trw.I-2009
Share
Nominal
Share
Penduduk/Residents
1
Pemerintah
2
Pemerintah Daerah
50.509
0,53
85.107
0,82
103.771
1,00
46.278
0,46
51.162
0,51
1.891.724
19,71
2.087.788
20,15
2.159.113
20,88
1.149.512
11,42
1.749.840
17,42
0,74
3
Badan/lembaga pemerintah
66.334
0,69
82.796
0,80
81.264
0,79
82.116
0,82
74.328
4
Badan Usaha Milik Negara
71.010
0,74
125.759
1,21
117.853
1,14
161.482
1,60
156.968
1,56
5
Perusahaan asuransi
34.872
0,36
32.630
0,31
33.633
0,33
28.532
0,28
31.515
0,31
6
Perusahaan swasta
527.640
5,50
650.645
6,28
510.312
4,93
944.732
9,38
584.986
5,82
7
Yayasan dan Badan Sosial
116.504
1,21
64.525
0,62
69.040
0,67
70.675
0,70
72.215
0,72
8
Koperasi
9
Perorangan
38.442
0,40
40.454
0,39
35.327
0,34
31.832
0,32
30.757
0,31
6.754.020
70,37
7.139.681
68,91
7.182.635
69,45
7.484.153
74,33
7.223.214
71,92
10
Lainnya
46.416
0,48
52.036
0,50
49.367
0,48
70.057
0,70
69.007
0,69
Jumlah
9.597.471
100
10.361.421
100
10.342.315
100,00
10.069.369
100,00
10.043.992
100,00
17
0
Bukan Penduduk/Non-Residents
Penduduk dan bukan penduduk
9.597.488
10.361.421
-
10.342.315
10.069.369
10.043.992
Berdasarkan pangsanya, DPK terbesar adalah untuk golongan pemilik
perorangan yang mencapai 71,92%; diikuti oleh milik Pemerintah Daerah sebesar
17,42% dan perusahaan swasta sebesar 5,82%.
Berdasarkan lokasi bank30, jumlah dana masyarakat di perbankan
mengalami penurunan di Kota jambi, Kabupaten Bungo, Kerinci dan kota lainnya.
Penurunan tertinggi (secara nominal) terjadi di Kota Jambi sebesar Rp87,61 miliar
(1,33%) diikuti oleh Kabupaten Bungo sebesar Rp74,21 miliar (12,94%).
Sementara itu kenaikan DPK tertinggi dialami oleh Kabupaten Batanghari yaitu
30
Data s.d. bulan Februari 2009.
52
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
sebesar Rp49,69 miliar (13,14%) serta Muara Jambi sebesar Rp30,20 miliar
(17,68%). Pada triwulan laporan, secara total, DPK berdasarkan lokasi bank
menurun sebesar Rp25,38 miliar (0,25%).
Tabel 3.3 Perkembangan Dana Pihak Ketiga Berdasarkan Lokasi Bank
(dalam jutaan rupiah)
No.
Trw.III-08
Kota/Kabupaten
Nominal
Trw.IV-08
Share
Nominal
Trw.I-09
Share
Nominal
Pertumbuhan
Share
Nominal
Persen
1 Kota Jambi
6,259,507
60.52
6,565,145
65.20
6,477,538
64.49
(87,607)
(1.33)
2 Batanghari
424,001
4.10
378,105
3.76
427,793
4.26
49,688
13.14
2.11
3 Tanjung Jabung Barat
993,975
9.61
808,880
8.03
825,951
8.22
17,071
4 Merangin
436,774
4.22
362,023
3.60
367,530
3.66
5,507
1.52
5 Kerinci
450,343
4.35
456,561
4.53
451,795
4.50
(4,766)
(1.04)
6 Sarolangun
436,955
4.22
395,553
3.93
412,989
4.11
17,436
4.41
7 Bungo
485,495
4.69
573,476
5.70
499,269
4.97
(74,207)
(12.94)
8 Tebo
135,357
1.31
89,476
0.89
109,808
1.09
20,332
22.72
9 Muara Jambi
283,346
2.74
170,825
1.70
201,027
2.00
30,202
17.68
380,059
3.67
251,184
2.49
255,258
2.54
4,074
1.62
56,495
0.55
18,141
0.18
15,034
0.15
(3,107)
(17.13)
100.00
(25,377)
(0.25)
10 Tanjung Jabung Timur
11 Lainnya (Others )
JUMLAH
10,342,307
100.00
10,069,369
100.00
10,043,992
3. Perkembangan Kredit/Penyaluran Dana
Penyaluran kredit oleh bank umum di Provinsi Jambi turun sebesar 0,26%,
yakni dari Rp7.593,19 miliar menjadi Rp7.573,22 miliar pada triwulan I tahun
2009.
Tabel 3.4 Perkembangan Kredit Bank Umum Provinsi Jambi
(dalam jutaan rupiah)
URAIAN
2008
TW I
TW II
TW III
TW IV
2009
TW I
Pertumbuhan
Nominal
Persen
Kelompok Bank
1 Bank Pemerintah
2 Bank Swasta
3 Bank Syariah
6,025,622
4,087,566
1,761,924
176,132
6,921,211
4,648,746
2,069,247
203,218
7,513,877
5,076,829
2,188,753
248,295
7,593,187
5,236,482
2,081,416
275,289
7,573,221
5,271,800
2,003,183
298,238
-19,966
35,318
-78,233
22,949
(0.26)
0.67
(3.76)
8.34
Jenis Penggunaan
1 Modal Kerja
2 Investasi
3 Konsumsi
6,025,622
2,376,256
1,166,162
2,483,204
6,921,211
2,861,846
1,303,493
2,755,872
7,513,877
2,997,699
1,437,519
3,078,659
7,593,187
2,984,839
1,454,979
3,153,369
7,573,221
2,877,210
1,469,397
3,226,614
-19,966
(107,629)
14,418
73,245
(0.26)
(3.61)
0.99
2.32
6,025,622
717,428
30,540
383,849
33,982
217,464
1,707,652
6,921,211
817,879
25,816
404,713
32,963
298,263
2,019,320
7,513,877
963,654
15,914
396,307
31,341
333,238
2,088,594
7,593,187
1,006,549
34,866
379,269
29,330
276,370
2,145,985
7,573,221
1,007,284
27,619
375,716
28,359
244,786
2,108,344
-19,966
735
(7,247)
(3,553)
(971)
(31,584)
(37,641)
(0.26)
0.07
(20.79)
(0.94)
(3.31)
(11.43)
(1.75)
154,559
174,832
112,306
2,493,010
165,956
252,956
119,731
2,783,614
158,151
282,890
129,248
3,114,540
115,177
303,999
129,212
3,172,430
114,029
294,174
127,309
3,245,601
(1,148)
(9,825)
(1,903)
73,171
(1.00)
(3.23)
(1.47)
2.31
Sektor Ekonomi
1 Pertanian
2 Pertambangan
3 Perindustrian
4 Listrik, Gas dan Air
5 Konstruksi
6 Perdagangan, Restoran dan Hotel
Pengangkutan, Pergudangan dan
7 Komunikasi
8 Jasa-jasa Dunia Usaha
9 Jasa-jasa Sosial Masyarakat
10 Lain-lain
Berdasarkan Kelompok Bank, penurunan jumlah kredit dialami oleh
bank swasta yaitu turun sebesar Rp78,23 miliar (3,76%). Di sisi lain, penyaluran
53
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
kredit oleh bank pemerintah dan bank syariah masih mengalami pertumbuhan
pada triwulan laporan. Penyaluran kredit oleh bank pemerintah tumbuh sebesar
Rp35,32 miliar (0,67%) sedangkan kredit bank syariah tumbuh sebesar Rp22,95
miliar (8,34%). Dilihat dari pangsa (share) penyaluran kredit, kelompok bank
pemerintah masih mendominasi dengan pangsa sebesar 69,61% dari total
penyaluran kredit perbankan, diikuti dengan kelompok bank swasta (26,45%)
serta kelompok bank syariah (3,94%).
Berdasarkan Jenis Penggunaan, penurunan jumlah kredit dialami oleh
kredit modal kerja (KMK) dengan cukup tinggi yaitu sebesar 3,61% (Rp107,63
miliar). Di sisi lain, kredit konsumsi dan kredit investasi masih menunjukkan
pertumbuhan walaupun mengalami perlambatan. Pada triwulan laporan kredit
konsumsi tumbuh melambat sebesar 2,32% (Rp73,25 miliar) dibandingkan
pertumbuhan triwulan lalu yang sebesar 2,43% sedangkan kredit investasi
tumbuh sebesar 0,99% (Rp14,42 miliar) melambat dibandingkan pertumbuhan
triwulan lalu yang sebesar 1,21%. Berdasarkan pangsanya, kredit terbesar
dialokasikan untuk kredit konsumsi yaitu 42,61%, diikuti oleh kredit modal kerja
37,99% dan kredit investasi 19,40% dari total kredit pada triwulan laporan.
Berdasarkan
Sektor
Ekonomi,
hampir
semua
sektor
ekonomi
mengalami penurunan jumlah penyaluran kredit kecuali untuk sektor lain-lain dan
pertanian. Secara nominal, penurunan terbesar dialami oleh sektor Perdagangan,
Restoran, dan Hotel yaitu sebesar Rp37,64 miliar (1,75%) diikuti oleh sektor
konstruksi sebesar Rp31,58 miliar (11,43%). Pertumbuhan kredit pada triwulan
ini dialami oleh sektor lain-lain dan pertanian. Kredit sektor lain-lain tumbuh
sebesar Rp73,17 miliar (2,31%) sedangkan kredit pertanian tumbuh Rp0,74
miliar (0,07%).
Pangsa penyaluran kredit tetap didominasi oleh kredit sektor lain-lain
sebesar 42,86% terhadap outstanding kredit, diikuti sektor perdagangan,
restoran dan hotel sebesar 27,84%, serta sektor pertanian sebesar 13,30%.
Penyaluran kredit ketiga sektor tersebut mendominasi penyaluran kredit yang
mencapai 84,00% dari total outstanding kredit.
54
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Berdasarkan lokasi Proyek31, jumlah kredit yang disalurkan oleh
perbankan di Provinsi Jambi juga mengalami penurunan yaitu menurun sebesar
1,05% dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari Rp10,43 triliun menjadi
Rp10,32 triliun.32 Penurunan jumlah kredit ini hampir dialami oleh semua sektor
ekonomi kecuali untuk sub sektor listrik, gas dan air serta sektor lain-lain.
Berdasarkan nominal kredit, penurunan kredit lokasi proyek pada triwulan
laporan terutama disebabkan oleh menurunnya kredit sektor perindustrian
sebesar Rp50,24 miliar (5,67%), kredit sub sektor konstruksi sebesar Rp46,64
miliar (13,93%), serta sektor perdagangan sebesar Rp34,66 miliar (1,54%).
Tabel 3.5 Perkembangan Kredit Lokasi Proyek Provinsi Jambi
(dalam jutaan rupiah)
Pertanian
Pertambangan
Perindustrian
Perdagangan
II
1,998,586
223,574
550,568
1,392,067
2007
III
1,871,828
237,500
732,566
1,563,112
IV
1,917,934
276,405
896,895
1,663,031
I
1,367,665
116,753
887,248
1,807,987
II
1,828,219
111,867
898,945
2,108,819
Jasa-jasa
- listrik, gas dan air
- konstruksi
- pengangkutan
- jasa dunia usaha
- jasa sosial masyarakat
Lain-lain
TOTAL
610,891
43,130
200,829
92,125
199,831
74,976
2,199,649
6,975,335
694,526
41,814
240,282
105,097
224,588
82,745
2,637,307
7,736,839
788,990
82,728
193,339
132,967
260,437
119,519
2,813,917
8,357,173
852,274
86,777
245,164
132,352
264,041
123,940
3,113,757
8,145,685
1,170,425
95,242
395,155
131,514
422,392
126,122
3,436,538
9,554,812
Sektor Ekonomi
2008
IV
1,993,259
103,673
885,244
2,247,894
2009
I
1,986,582
99,332
835,008
2,213,235
1,250,435
1,232,322
111,225
174,412
400,845
334,814
129,041
123,644
474,273
464,894
135,051
134,558
3,865,525
3,971,675
10,288,458 10,434,067
1,187,816
191,455
288,173
121,474
454,439
132,275
4,002,863
10,324,836
III
1,962,425
68,288
956,173
2,185,613
Sumber: SEKDA Provinsi Jambi
4. Undisbursed Loan dan Persetujuan Kredit Baru
Jumlah undisbursed loan (kredit yang belum ditarik) pada triwulan laporan
menunjukkan peningkatan sebesar 20,04%. Pada triwulan laporan, total
undisbursed loan sebesar Rp804,80 miliar atau lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya yang mencapai Rp670,42 miliar.
Berdasarkan jenis penggunaan, proporsi undisbursed loan terbesar
terdapat pada kredit modal kerja, yaitu mencapai 89,59% dari total undisbursed
loan. Jika berdasarkan sektor ekonomi, undisbursed loan terbesar adalah sektor
31
Data s.d. bulan Februari 2009. Sumber: Statistik Ekonomi Keuangan Daerah (SEKDA) Provinsi
Jambi. Data kredit lokasi proyek yang dimaksud masih memasukkan kredit dari BPR serta bank
asing dan bank campuran sesuai dengan format SEKDA Provinsi Jambi.
32
Data s.d. Bulan Februari 2009. Mulai Mei 2007, Data dana/kredit telah menggunakan konsep
net, yaitu tidak memasukkan dana/kredit pada pemerintah pusat dan bukan penduduk. Hal ini
telah disesuaikan dengan publikasi SEKI (Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia).
55
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
perdagangan, restoran dan hotel (41,31%), diikuti oleh sektor perindustrian
(29,90%), serta sektor pertanian (10,13%).
Tabel 3.6 Tabel Undisbursed Loan Bank Umum Berdasarkan Jenis Penggunaan dan
Berdasarkan Sektor Ekonomi Provinsi Jambi
(dalam jutaan rupiah)
2008
Kategori
Jenis Penggunaan
1 investasi
2 konsumsi
3 modal kerja
Total
Sektor Ekonomi
1 Pertanian
2 Pertambangan
3 Perindustrian
4 Listrik, Gas dan Air
5 Konstruksi
6 Perdagangan, Restoran dan Hotel
Pengangkutan, Pergudangan dan
7 komunikasi
8 Jasa-jasa Dunia Usaha
9 Jasa-jasa Sosial Masyarakat
10 Lain-lain
Total
TW I
TW II
TW III
79,604
4,594
502,731
586,929
98,903
6,794
431,847
537,544
643,949
670,424
75,606
8,197
720,998
804,801
78,361
2,465
24,677
108
38,669
354,788
76,635
68
28,764
376
43,796
306,068
84,701
282
31,328
527
53,939
399,954
77,478
138
41,418
556
54,226
428,239
81,513
109
240,635
3
71,530
332,494
25,614
39,140
18,513
4,594
586,929
21,423
38,085
15,499
6,830
537,544
28,031
33,718
6,038
5,431
643,949
23,456
36,317
2,488
6,108
670,424
26,837
39,873
3,610
8,197
804,801
79,836
5,241
558,872
TW IV
86,730
6,038
577,656
TW I
5. Peran Intermediasi Perbankan dan Kondisi Non Performing Loans (NPL)
gross Bank Umum di Provinsi Jambi
Loan to Deposits Ratio (LDR) perbankan33 di Provinsi Jambi mengalami
penurunan baik dilihat dari kredit berdasarkan lokasi proyek maupun wilayah
pelapor. LDR berdasarkan lokasi proyek34 turun dari 101,97% menjadi 101,11%
sedangkan LDR berdasarkan wilayah pelapor relatif tetap di 75,40%. Penurunan
rasio LDR mencerminkan sedikit berkurangnya fungsi intermediasi perbankan di
daerah. Pada triwulan laporan, penurunan jumlah kredit, terutama kredit
berdasarkan lokasi proyek
yaitu sebesar 1,09% sedikit lebih tinggi jika
dibandingkan dengan penurunan penghimpunan dana (0,25%) sehingga
membuat rasio LDR perbankan di Jambi sedikit menurun.
33
LDR perbankan disini maksudnya rasio antara kredit yang disalurkan oleh bank umum
dibandingkan dengan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) yang dilakukan bank umum pada
triwulan laporan.
34
Yang dimaksud LDR berdasarkan lokasi proyek adalah rasio antara kredit yang disalurkan
berdasarkan lokasi proyek oleh bank umum dibandingkan dengan penghimpunan DPK bank
umum pada triwulan laporan.
56
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Grafik 3.3 Perkembangan Loan To Deposit Ratio (LDR) Bank Umum
Provinsi Jambi
Rp juta
12,000,000
83.95%
10,000,000
87.15%
86.94%
88.05%
90.63%
97.77%
101.97%
101.11%
83.26%
90%
75.41%
8,000,000
59.23%
58.18%
59.84%
60.40%
62.78%
66.80%
110%
75.40%
70%
72.65%
6,000,000
50%
4,000,000
30%
2,000,000
10%
-10%
Q1-07
Q2-07
Kredit Lokasi Proyek (Rp juta)
LDR Lokasi Proyek (persen)
Q3-07
Q4-07
Q1-08
Q2-08
Q3-08
Kredit Perbankan Jambi (Rp juta)
LDR Perbankan Jambi (persen)
Q4-08
Q1-09
DPK Perbankan (Rp juta)
Grafik 3.4 Loan to deposit Ratio (LDR)
Berdasarkan Lokasi Proyek per kabupaten/kota di Provinsi Jambi
400
350
300
250
200
150
100
50
0
403.7
Triwulan I-09
Triwulan IV-08
336.3
271.2 303.0
Tebo
Muara
Jambi
233.0
232.5
194.7 208.1
162.9 160.0
120.0 122.7 109.6111.2
Bungo
Batang
hari
Merangin
Kerinci
Saro langun
LDR < 100%
78.6 80.9 67.4 71.6
Kota
Jambi
Tanjung
Jabung
Barat
46.5 34.7
Tanjung
Jabung
Timur
Berdasarkan Kabupaten/Kota, Kabupaten Tebo memiliki LDR tertinggi
yaitu 336,3% di antara sepuluh kota/kabupaten di Provinsi Jambi, diikuti oleh
Kabupaten Muara Jambi. Peningkatan LDR yang cukup signifikan dalam triwulan
laporan dialami oleh Kabupaten Bungo, yaitu dari 194,7% pada triwulan lalu
menjadi 232,5% pada triwulan laporan Sementara itu, terdapat 3 (tiga)
kabupaten/kota dengan tingkat LDR kurang dari 100% dengan LDR terendah di
Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat masingmasing sebesar 46,5% dan 67,4%.
Kualitas penempatan dana perbankan daerah dalam bentuk kredit
menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi ini
tercermin dari rasio Non Performing Loan (NPL) gross bank umum yang
57
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
mengalami peningkatan dari 2,82% pada triwulan sebelumnya menjadi 3,26%
pada triwulan laporan. Peningkatan rasio NPL terjadi pada sektor pertanian,
konstruksi, perdagangan, hotel dan restoran, jasa dunia usaha, serta sektor lainlain.
Berdasarkan sektor ekonomi, NPL tertinggi adalah pada sektor pertanian
sebesar 11,01% yang berarti sudah jauh di atas ketentuan Bank Indonesia yang
sebesar 5%. Pada triwulan laporan, kenaikan NPL sektor pertanian terutama
disumbangkan oleh sub sektor tanaman perkebunan yang meningkat sebesar
Rp4,37 miliar serta sub sektor pertanian, perburuan dan sarana pertanian lainnya
yang meningkat sebesar Rp3,07 miliar. Sementara itu, NPL sektor-sektor ekonomi
lainnya masih berada dalam kategori baik (dibawah 5%).
Tabel 3.7 Perkembangan Non Performing Loan (NPL) Gross Bank Umum
Provinsi Jambi
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7
8.
9.
10.
Sektor Ekonomi
Pertanian
Pertambangan
Perindustrian
Listrik, Gas dan Air
Konstruksi
Perdagangan, Restoran dan
Hotel
Pengangkutan, Pergudangan
dan Komunikasi
Jasa-jasa Dunia Usaha
Jasa-jasa Sosial Masyarakat
Lain-lain
JUMLAH
Kredit
963.654
15.914
396.307
31.341
333.238
TW III-08
Nominal
NPL
NPL (%)
54.830
5,69
9
0,06
13.123
3,31
4.705
1,41
Kredit
1.006.549
34.866
379.269
29.330
276.370
TW IV-08
Nominal
NPL
NPL (%)
103.377
10,27
13.091
3,45
2.659
0,96
TW I-09
Nominal
NPL
Kredit
1.007.284 110.943
27.619
375.716
12.783
28.359
244.786
3.043
NPL (%)
11,01
3,40
1,24
2.088.594
58.292
2,79
2.145.985
49.912
2,33
2.108.344
63.551
3,01
158.151
282.890
129.248
3.114.540
7.513.877
540
4.843
650
43.847
180.839
0,34
1,71
0,50
1,41
2,41
115.177
303.999
129.212
3.172.430
7.593.187
289
5.261
724
38.841
214.154
0,25
1,73
0,56
1,22
2,82
114.029
294.174
127.309
3.245.601
7.573.221
262
7.930
435
47.632
246.579
0,23
2,70
0,34
1,47
3,26
Berdasarkan kolektabilitasnya, terjadi pergesaran tingkat kolektabilitas
kredit yang tergolong “lancar” menjadi kredit yang tergolong “dalam perhatian
khusus”. Kredit dikatakan lancar jika pembayaran angsuran dilakukan tepat
waktu sementara kredit yang tergolong dengan kolektabilitas “dalam perhatian
khusus” menunjukkan terjadinya tunggakan pembayaran angsuran pokok
dan/atau bunga dalam jangka waktu sampai dengan 90 hari. Pada triwulan
laporan kredit yang tergolong lancar menurun sebesar Rp272,77 miliar sementara
kredit yang tergolong dalam perhatian khusus meningkat sebesar Rp220,38
miliar. Hal ini mengindikasikan sudah mulai turunnya kemampuan membayar dari
debitur dan juga dapat menjadi early warning akan kualitas kredit perbankan di
Jambi ke depannya.
58
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Grafik 3.5 Share Kredit Bank Umum Berdasarkan Kolektabilitas
Provinsi Jambi
100%
95%
90%
6.67
7.58
0.62
0.41
0.41
0.44
6.81
6.40
5.39
0.34
1.51
2.75
0.24
1.62
4.66
1.79
0.70
0.73
6.01
1.66
0.84
0.35
5.17
90.73
90.76
91.99
88.72
85.49
Q4-07
Q1-08
Q2-08
1.99
0.79
0.47
8.82
4.04
85%
80%
1.12
1.43
0.26
5.89
1.32
0.76
0.32
5.12
92.47
91.29
87.92
85.17
75%
Q1-07
Q2-07
Lancar
Q3-07
Dalam Perhatian Khusus
Kurang Lancar
Q3-08
Q4-08
Diragukan
Q1-09
Macet
6. Perkembangan UMKM
Berbeda dengan total kredit perbankan yang mengalami penurunan
sebesar 0,26% pada triwulan laporan, kredit UMKM masih mengalami
pertumbuhan walaupun hanya sebesar 0,67%. Hal ini menunjukkan bahwa
kepercayaan perbankan akan kredit UMKM masih cukup tinggi. Kenaikan jumlah
kredit UMKM ini menyebabkan pangsa kredit UMKM terhadap total kredit
meningkat menjadi sebesar 85,95%, dari 85,15% pada triwulan sebelumnya.
Grafik 3.6 Perkembangan Kredit UMKM Bank Umum Provinsi Jambi
Miliar Rp
Persen
8,000
18.00
16.00
14.00
12.00
10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.67 0.00
(0.26)
-2.00
15.29
7,000
14.86
6,000
11.89
5,000
4,000
9.82
8.11
3.60
7.80
11.81
7.81
7.02
7.06
3,000
2,000
8.56
6.13
3.09
1.06
2.02
1,000
TW I-07
TW II-07
TW III-07
TW IV-07
TW I-08
Total Kredit-bank pelapor
Kredit Mikro
Kredit Menengah
Pertumbuhan Total Kredit - Bank Pelapor (RHS)
TW II-08
TW III-08
TW IV-08
TW I-09
Total Kredit MKM
Kredit KEcil
Pertumbuhan kredit MKM (RHS)
Kualitas penempatan dana perbankan daerah dalam bentuk kredit UMKM
menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini dicerminkan
59
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
dari meningkatnya rasio NPL UMKM pada triwulan laporan yaitu dari 2,6%
menjadi 3,09%. Namun, kualitas kredit UMKM ini lebih baik dibandingkan
dengan kualitas kredit perbankan secara total yang memiliki NPL sebesar 3,26%.
Dilihat dari distribusinya, kredit UMKM sektor usaha mikro masih memiliki
pangsa yang terbesar yaitu 36,40% lalu diikuti sektor usaha kecil sebesar
31,55%, serta sektor usaha menengah sebesar 18,00%.
Grafik 3.7 Pangsa Kredit Bank Umum Provinsi Jambi
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
24.94
24.77
21.82
25.27
21.43
20.19
17.16
17.73
18.41
18.11
15.66
14.85
14.05
16.42
18.02
19.09
19.42
19.96
19.13
19.05
17.16
18.35
19.15
16.00
18.06
18.00
16.97
17.47
17.57
19.10
18.54
22.44
23.90
25.23
25.08
26.65
29.14
30.52
31.55
42.09
40.60
40.73
40.73
42.01
39.31
39.85
37.63
36.55
36.11
36.06
35.57
36.40
TW I-06 TW II-06 TW III-06 TW IV-06 TW I-07 TW II-07 TW III-07 TW IV-07 TW I-08 TW II-08 TW III-08 TW IV-08 TW I-09
Kredit Besar/Non-UMKM
Menengah
Kecil
Mikro
Berdasarkan komposisinya, pertumbuhan kredit UMKM ditopang oleh
pertumbuhan positif kredit usaha kecil yaitu sebesar 3,08% dan kredit usaha
mikro 2,07% sedangkan pertumbuhan kredit usaha menengah menunjukkan
angka yang negatif yaitu sebesar 5,78%. Berdasarkan jenis penggunaan, kredit
UMKM masih didominasi oleh kredit konsumsi yang pangsanya mencapai
49,57%, diikuti kredit modal kerja sebesar 37,03% serta kredit investasi sebesar
13,40%.
7. Profitabilitas35
Kondisi profitabilitas (net) perbankan di Provinsi Jambi pada triwulan
laporan menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Selama
periode triwulan I tahun 2009 perbankan di Provinsi Jambi mencatat laba bersih
(net) sebesar Rp94,90 miliar meningkat sebesar Rp88,48 miliar jika dibandingkan
dengan triwulan IV-2008. Kenaikan ini disebabkan oleh tingginya transfer dan
35
Data s.d. bulan Maret 2009
60
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
pajak yang harus dibayar perbankan pada triwulan lalu sehingga laba secara net
menjadi rendah.
Grafik 3.8 Perkembangan Laba Rugi Triwulanan
Miliar Rp
201
200
L/R (sblm transfer & pajak)
L/R (net)
145 145
150
120
117
100
91
85 85
89
7475
50
129
130
156 156
138
9595
90
34 35
4 5
6
Tw II-06 Tw III 06 Tw IV 06 Tw I 07 Tw II 07 Tw III 07 Tw IV 07 Tw I 08 Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08 Tw I 09
Berdasarkan komposisinya, pendapatan terbesar pada triwulan ini adalah
untuk pendapatan kredit. Pendapatan kredit pada triwulan laporan menunjukkan
pertumbuhan sebesar 0,13%. Sementara itu pendapatan dari SBI dan surat
berharga mengalami penurunan seiring dengan menurunnya BI-rate.
Tabel 3.8 Komposisi Pendapatan Bunga Bank Umum Provinsi Jambi
Jenis Aset
SBI dan surat berharga
Kredit
Antar Bank
Lainnya
Total
Tw I 07 Tw II 07 Tw III 07 Tw IV 07 Tw I 08
497
7,054
10,174
8,303
6,464
178,247 185,941 183,797 239,429 225,243
8,478
5,371
1,895
(15,744)
37
113
(41)
636
228
187,259 198,479 195,825 232,624 231,935
Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08 Tw I 09
10,084
10,263
9,556
4,486
252,895 284,822 304,546 310,599
365
425
82
83
263,344 295,510 314,184 315,168
Dilihat dari spread bunga (grafik 3.9), terlihat bahwa margin keuntungan
perbankan di Provinsi Jambi mulai sedikit meningkat pada triwulan laporan.
Margin rata-rata tertimbang antara suku bunga kredit dengan suku bunga
deposito 3 (tiga) bulan sedikti meningkat yaitu dari 4,66% pada triwulan lalu
menjadi 4,95% pada triwulan laporan. Kenaikan ini dipicu oleh menurunnya suku
bunga deposito 3 bulan yang lebih cepat dibandingkan penurunan suku bunga
kredit. Hal ini menyebabkan beban bunga yang ditanggung pada triwulan ini
relatif lebih kecil dibandingkan triwulan sebelumnya.
61
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Grafik 3.9 Perkembangan Suku Bunga Rata-rata Tertimbang Kredit dan
Deposito Bank Umum Provinsi Jambi
Persen (%)
Margin
4.14 4.48 4.57 4.89
5.55 5.97 6.28 6.62
Kredit
Deposito 3 Bulan
SBI
6.79 6.8 6.91 7.39 7.19 7.73 7.73 7.1 7.07 6.85 6.82 6.92 7.06 7.07 6.73 6.59 6.42 5.95
5.24 4.89 4.86 4.66 4.69 4.95
Jul
Agus
Sept
Okt
Nov
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agus
Sept
Okt
Nov
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agus
Sept
Okt
Nov
Des
Jan
Feb
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
2006
2007
2008
2009
Trend menurunnya BI rate semenjak bulan Desember 2008 mulai direspon
oleh perbankan dengan menurunkan suku bunga simpanannya pada bulan
Februari lalu. Suku bunga simpanan turun dari 10,35% pada triwulan lalu
menjadi 10,09% akan tetapi penurunan ini belum seimbang dengan penurunan
BI rate yang mencapai 100 basis point pada triwulan laporan. Hal ini
menunjukkan masih ketatnya likuiditas perbankan pada triwulan laporan
sehingga membuat perbankan tidak terburu-buru dalam menyesuaikan suku
bunganya. Dari sisi suku bunga pinjaman, perbankan sudah mulai menurunkan
suku bunganya pada bulan Februari lalu akan tetapi masih lebih tinggi jika
dibandingkan triwulan lalu.
C. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)36
Berbeda dengan kinerja bank umum yang mengalami penurunan pada
triwulan laporan, kinerja BPR mengalami peningkatan yang tercermin dari
meningkatnya jumlah aset, DPK dan kredit. Jumlah aset seluruh BPR di Provinsi
Jambi mencapai Rp215,42 miliar, meningkat sebesar 5,28% dibanding pada
triwulan sebelumnya yang sebesar Rp204,61 miliar. Meningkatnya aset ini
tercermin dari meningkatnya jumlah penghimpunan dana BPR di Provinsi Jambi
36
Data s.d. Bulan Februari 2009.
62
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
sebesar Rp12,93 miliar atau meningkat sebesar 8,88% dibanding triwulan
sebelumnya. Kenaikan Dana Pihak Ketiga ini terutama dipicu oleh meningkatnya
jumlah simpanan berjangka. Pada triwulan laporan, simpanan berjangka naik
sebesar Rp12,25 miliar (10,61%) dibandingkan triwulan sebelumnya sehingga
menjadi Rp30,80 miliar.
Dalam triwulan I tahun 2009 ini, jumlah penyaluran kredit juga mengalami
peningkatan, yaitu sebesar 1,86% sehingga menjadi Rp 164,41 miliar.
Pertumbuhan kredit yang lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan DPK
membuat fungsi intermediasi BPR di Provinsi Jambi yang dicerminkan dari rasio
Loan to Deposit Ratio (LDR) menurun menjadi 103,75% dari sebelumnya
110,90%. Di sisi lain, kualitas kolektabilitas kredit menunjukkan penurunan yang
ditunjukkan dengan meningkatnya persentase Non Performing Loan, yaitu dari
7,06% menjadi sebesar 7,77%.
63
Halaman ini sengaja dikosongkan
Boks 4.
SURVEI KREDIT PERBANKAN JAMBI:
TANTANGAN DI TAHUN 2009
Krisis global yang terjadi pada tahun 2008 serta diikuti dengan penurunan
harga-harga
perekonomian
komoditas
Jambi
perkebunan
terutama
berdampak
pada
sektor
cukup
signifikan
perkebunan
dengan
terhadap
komoditas
unggulannya karet dan sawit. Hal ini ditunjukkan dengan kinerja sektor perkebunan
yang mulai mengalami pelambatan pada triwulan III tahun 2008. Bahkan, pada
triwulan I tahun 2009, sektor perkebunan mengalami pertumbuhan negatif (minus
1,12%/q-t-q). Melambatnya sektor perkebunan memberikan efek berantai pada
pelemahan sektor-sektor lainnya di Provinsi Jambi. Sebagaimana diketahui, sektor
perkebunan merupakan sektor andalan Provinsi Jambi dimana cukup banyak
penduduk yang bekerja di bidang perkebunan.
Menurunnya kinerja sektor perkebunan secara langsung menurunkan tingkat
pendapatan (income) petani karet dan sawit sehingga mereka mulai membatasi
pemenuhan kebutuhan barang dan jasa, termasuk diantaranya adalah mengurangi
permintaan kredit kepada perbankan. Bahkan, banyak juga petani yang mulai kesulitan
memenuhi kewajiban pembayaran kreditnya kepada pihak perbankan terutama untuk
pemenuhan barang tahan lama (durable goods) seperti mobil, sepeda motor dll.
Untuk mendapatkan informasi yang lebih baik mengenai prospek kinerja
perbankan daerah di tahun 2009, maka dilaksanakan survei deskriptif kepada
perbankan Jambi yang bertujuan antara lain mengenai:
1. Kredit sektoral yang berpotensi tumbuh lebih tinggi di tahun 2009
2. Target pencapaian kredit tahun 2009
3. Proyeksi Rasio Non Performing Loan (NPL) serta Loan to Deposit Ratio (LDR)
4. Faktor penghambat penyaluran kredit serta kebijakan yang akan
dilaksanakan perbankan dalam menghadapi krisis.
Survei dilaksanakan pada periode Maret-April 2009 terhadap 38 bank pelapor
(Kantor cabang/KC dan kantor cabang pembantu/KCP) di seluruh kabupaten kota di
Provinsi Jambi.
Grafik 1.
Responden
Bank Swasta
37%
Bank
Syariah
8%
Bank Umum
37%
BPR
18%
I
Dari 38 bank pelapor (responden) yang disurvei diseluruh kabupaten/kota,
terdiri dari 14 bank umum (37%), 14 bank swasta (37%), 3 bank syariah (8%) serta 7
BPR (18%). Sampel ini sudah mencakup sebesar 71,70% dari total bank pelapor yang
ada di Provinsi Jambi (53 bank pelapor).
Grafik 2.
Target Kredit 2009
< 0%
0-30%
30-60%
60-100%
26%
>100%
5%
8%
5%
61%
Secara
umum,
responden
3%
masih
menunjukkan
keyakinannya
dengan
pertumbuhan kredit tahun 2009, walaupun tidak seoptimis tahun 2008 yang lalu. Dari
hasil survei, rata-rata pertumbuhan kredit berkisar 28,05%. Dari 38 bank pelapor yang
disurvei, sekitar 61% responden menyatakan pertumbuhan kreditnya masih mampu
tumbuh pada kisaran 0 s.d.30% (yoy). Sedangkan sekitar 26% responden menyatakan
bahwa pertumbuhan kreditnya akan berada pada kisaran 30-60%. Namun demikian,
ada sekitar 5% responden yang menyatakan pertumbuhan kredit mereka di tahun
2009 akan menurun (dibawah 0%).
Grafik 3.
Kredit Sektoral yangdiperkirakan Tumbuh di Tahun 2009
Perikanan dan
Peternakan
1%
Industri
3%
Perkebunan
10%
Tanaman
Pangan
8%
LainLain
12%
Konstruksi
10%
Konsumtif
19%
Perdagangan
25%
Jasa
12%
II
Sementara, terdapat sekitar 8% responden yang menyatakan pertumbuhan
kredit mereka mampu mencapai diatas 60%. Dari 8% responden yang menyatakan
bahwa kreditnya mampu tumbuh diatas 60%, terbagi dari 3% responden yang
menyatakan mampu tumbuh pada kisaran 60 s.d. 100% serta sekitar 5% responden
yang menyatakan mampu tumbuh diatas 100%.
Secara sektoral, potensi pertumbuhan kredit di tahun 2009 menurut responden
akan dicapai oleh sektor perdagangan, sektor konsumtif serta sektor jasa lainnya.
Hampir sekitar 25% dari jawaban yang masuk menyatakan sektor perdagangan akan
mampu tumbuh lebih baik. Sektor perdagangan yang dimaksud responden akan
tumbuh lebih tinggi adalah sektor perdagangan yang tidak berorientasi ekspor
sehingga relatif tidak terlalu berpengaruh terhadap melemahnya demand dari pasar
luar negeri serta relatif sedikit mengandung impor content sehingga pelemahan nilai
tukar Rupiah tidak terlalu membebani dalam pemenuhan biaya input produk. Misalnya
pedagang eceran, pedagang sembako maupun pedagang yang memperjualbelikan
bahan-bahan untuk kebutuhan pemilu (kaos, bahan sablon dll). Potensi pertumbuhan
kredit tahun 2009 juga diikuti dengan sektor konsumtif (19%) serta sektor jasa-jasa
dan sektor lain-lain (12%).
Grafik 4.
Kredit Sektoral yangdiperkirakan turun di Tahun 2009
Konstruksi
11%
Lain-lain
16%
Perkebunan
24%
Kehutanan
3%
Migas
3%
Perikanan
6%
Transportasi
6%
Industri
9%
Perdagangan
22%
Sementara, keyakinan responden terhadap sektor-sektor yang pertumbuhan
kreditnya akan menurun di tahun 2009 adalah sektor perkebunan (24%), sektor
perdagangan (22%) dan sektor lain-lain (16%). Kredit sektor perkebunan diperkirakan
turun dikarenakan perkembangan harga komoditas perkebunan (karet dan sawit)
belum sebaik tahun 2008 sehingga ada kalangan petani yang cenderung enggan
untuk mendapatkan fasilitas kredit, sementara pihak perbankan harus benar-benar
prudent dalam menyalurkan kredit. Sektor perdagangan yang diperkirakan turun
adalah sektor perdagangan yang berorientasi ekspor dan mengandung impor content
III
tinggi. Misalnya perdagangan bahan baku karet, perdagangan mobil, perdagangan
sepeda motor.
Grafik 5.
Perkiraan LDRTahun 2009
0-50%
50-100%
> 100%
26%
26%
48%
Dengan memperhatikan kondisi terkini, sekitar 74% responden menyatakan
bahwa Loan to Deposit Ratio (LDR) mereka mampu tumbuh diatas 50% pada tahun
1
2009. Bahkan 26% diantaranya menyatakan LDR mereka mampu tumbuh diatas
100%. Berdasarkan hasil survei, secara rata-rata pertumbuhan LDR pada tahun 2009
akan berkisar pada angka79,17%.
Grafik 6.
Perkiraan NPLTahun 2009
0-3%
3-5%
5-10%
> 10%
20%
10%
13%
67%
3%
Dari sisi kualitas kredit, rasio Non Performing Loan tahun 2009 menurut
sebagian besar responden akan berada pada kisaran 0-3%. Sekitar 13% menyatakan
rasio NPL mereka akan diatas ketentuan aman Bank Indonesia (maksimal 5%) yang
terdiri dari 3% responden yang menyatakan NPL-nya akan berada pada kisaran 5-10%
dan sebesar 10% responden memperkirakan NPL bank mereka akan berada diatas
1
Dari 38 responden, sekitar 27 responden mampu memperkirakan LDR mereka di akhir tahun
2009.
IV
2
10%. Secara rata-rata, NPL perbankan diperkirakan akan berada pada kisaran 3,75%,
meningkat jika dibandingkan tahun 2008 yang berada pada kisaran 2,80%.
Grafik 7.
Faktor Penghambat Penyaluran Kredit Tahun 2009
Daya Beli Masyarakat Menurun
15%
19%
Kondisi Ekonomi Melambat
akibat Krisis Global
Stabilitas Keamanan Pasca Pemilu
9%
Turunnya Harga Komoditi
Perkebunan
Belum Bankable
12%
22%
Suku Bunga Kredit Masih Tinggi
Persaingan Usaha Antara Bank
dan LK-non Bank
Lain-Lain
9%
7%
7%
Di tahun 2009, menurut seluruh jawaban responden yang terkumpul
menyatakan bahwa pelambatan kondisi ekonomi akibat krisis global merupakan salah
satu faktor utama yang menghambat penyaluran kredit (22% dari total jawaban).
Faktor-faktor lain yang menjadi concern bankers adalah masalah daya beli masyarakat
yang menurun (19%) serta suku bunga kredit yang masih tinggi (12%).
Faktor penghambat yang cukup besar pangsa jawabannya adalah faktor lainlain seperti jaringan kantor bank yang masih terbatas sehingga penetrasi kredit ke
daerah-daerah relatif terbatas serta kondisi infrastruktur suatu wilayah yang belum
baik sehingga tidak menarik bagi investor. Terkait dengan jawaban belum bankable
antara lain karena belum terpenuhinya sertifikat tanah/surat keterangan tanah (SKT),
tidak memiliki NPWP, belum memiliki SIUP, SITU, TDP ataupun HO yang sangat
diperlukan sebagai aspek legal dalam mendapatkan fasilitas kredit dari perbankan
Sementara itu, dalam rangka menghadapi dampak krisis global, pihak
perbankan daerah telah menyiapkan beberapa strategi dalam proses penyaluran
kreditnya. Sebagian besar jawaban menyatakan akan mengutamakan pelaksanaan
prudential banking (29%), diikuti dengan ekspansi kredit secara selektif (23%), serta
pelaksanaan manajemen resiko yang efektif dan efisien (20%). Disamping itu,
beberapa bank juga akan lebih memfokuskan pada pembiayaan UMKM yang secara
historis tahan terhadap dampak krisis global (6%).
2
Dari 38 responden, sekitar 30 responden mampu memperkirakan rasio NPL mereka di akhir
tahun 2009.
V
Grafik 8.
Kebijakan Perbankan Menghadapi Krisis
Prudential Banking
7%
4%
Manajemen Resiko
5%
28%
Fokus Pada Pembiayaan
UMKM
Ekspansi Kredit secara selektif
6%
Restrukturisasi Kredit
Penurunan suku bunga
24%
Peningkatan SDM
20%
6%
REKOMENDASI
Beberapa masukan yang dapat dilakukan terkait dengan hasil survei ini adalah:
1.) Meningkatnya resiko penyaluran kredit pasca dampak krisis global harus
ditindaklanjuti oleh perbankan untuk selalu berhati-hati (prudent) dalam
menyalurkan kreditnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku serta sesuai dengan peraturan-peraturan dari Bank Indonesia selaku
lembaga yang berwenang dalam mengatur dan mengawasi bank.
2.) Ekspansi kredit yang dilakukan oleh perbankan harus mempertimbangkan
segala
aspek
(mikro
maupun
makro)
sehingga
potensi
terjadinya
keterlambatan/gagal bayar bisa diminimalkan.
3.) Pihak perbankan meninjau kembali tingkat bunga kredit yang diberikan kepada
debitur yang saat ini masih cukup tinggi, sementara suku bunga acuan (BI rate)
saat ini sudah terus diturunkan semenjak awal tahun 2009 sehingga menjadi
7,75% pada Maret 2009.
4.) Perlunya survei/penelitian lanjutan mengenai industri perbankan di daerah yang
diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi strategis mengenai langkahlangkah strategis dalam pengembangan kredit perbankan di daerah untuk
mendukung akselerasi perkonomian Jambi tahun 2009.
VI
BAB IV
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
Realisasi pendapatan provinsi Jambi adalah sebesar Rp1,44 triliun atau
sebesar 113,90% dari rencana pendapatan APBD-P yang sebesar Rp1,26 triliun.
Realisasi pendapatan ini meningkat sebesar 24,67% dibandingkan dengan tahun
2007. Sementara dari sisi belanja, pengeluaran pemerintah provinsi Jambi pada
tahun 2008 adalah sebesar Rp1,40 triliun atau sebesar 86,94% dari anggaran
belanja APBD-P yang sebesar Rp1,62 triliun. Realisasi ini meningkat sebesar
26,94% dibandingkan dengan realisasi tahun 2007.
Tabel 4.1. APBD Provinsi Jambi Tahun 2008
(Dalam miliar Rp)
URAIAN
PENDAPATAN
Pendapatan Asli Daerah
Pajak Daerah
Retribusi Daerah
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Pendapatan Transfer
Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan
Dana Bagi Hasil Pajak
Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA)
Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Khusus
Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya
Dana Penyesuaian
Lain-lain Pendapatan yang Sah
Pendapatan Dana Darurat
BELANJA
Belanja Operasi
Belanja Pegawai
Belanja Barang
Belanja Subsidi
Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Bantuan Keuangan
Belanja Modal
Belanja Tanah
Belanja Peralatan dan Mesin
Belanja Bangunan dan Gedung
Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan
Belanja Aset Tetap Lainnya
Belanja Tak Terduga
Belanja Tak Terduga
Transfer
Transfer Bagi Hasil Ke Kab/Kota/Desa
Bagi Hasil Pajak
Surplus/(Defisit)
ANGGARAN REALISASI SMT.I-2008 REALISASI SMT.II-2008
Nominal
Persen
Nominal
Persen
2008
1,261.47
682.90
54.14
1,436.80
113.90
454.44
289.78
63.77
626.53
137.87
380.94
256.82
67.42
527.01
138.35
28.73
8.83
30.72
27.29
94.98
5.22
0.15
2.88
6.30
120.83
39.56
23.98
60.62
65.93
166.67
802.03
388.12
48.39
805.27
100.40
748.33
365.62
48.86
745.86
99.67
148.00
58.45
39.49
130.39
88.10
107.07
26.37
24.63
122.22
114.15
468.80
273.47
58.33
468.80
100.00
24.45
7.34
30.00
24.45
100.00
53.70
22.50
41.90
59.41
110.63
53.70
22.50
41.90
59.41
110.63
5.00
5.00
100.00
5.00
100.00
5.00
5.00
100.00
5.00
100.00
1,615.96
326.96
20.23
1,404.98
86.94
801.25
215.14
26.85
645.67
80.58
433.79
171.07
39.44
80.98
351.30
342.84
39.03
11.38
81.17
278.27
6.00
0.00
0.00
99.73
5.98
3.59
2.50
69.59
100.00
3.59
6.78
1.04
15.39
48.40
3.28
8.25
1.50
18.18
39.39
3.25
608.70
25.30
4.16
560.26
92.04
1.49
0.51
34.28
33.48
0.50
66.12
2.97
4.49
93.08
61.55
95.16
5.87
6.17
95.92
91.28
431.43
15.95
3.70
91.18
393.39
14.49
0.00
0.00
93.38
13.54
7.20
0.00
0.00
0.28
3.93
7.20
0.00
0.00
3.93
0.28
198.81
86.52
43.52
198.77
99.98
198.81
86.52
43.52
99.98
198.77
198.81
86.52
43.52
99.98
198.77
(354.49)
PEMBIAYAAN
Pembiayaan Netto
354.49
65
355.94
31.82
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
A. Realisasi Pendapatan Daerah
Selama tahun 2008, realisasi pendapatan Provinsi Jambi mencapai
113,90% dari APBD-P atau setara dengan Rp`1,44 triliun. Realisasi pendapatan ini
lebih tinggi dibandingkan pencapaian realisasi pendapatan pada tahun 2007 yang
mencapai 110,49% dari APBD-P 2007 yaitu sebesar Rp1,15 triliun. Sedangkan
realisasi pendapatan asli daerah (PAD) di tahun 2008 sebesar Rp626,53 miliar
atau mencapai 137,87% dari anggaran. Realisasi ini meningkat jika dibandingkan
tahun 2007 yaitu sebesar Rp450,25 miliar (123,38%).
Grafik 4.1. Perkembangan Pendapatan APBD Provinsi Jambi
miliar (Rp)
1600
1400
persen (%)
150
Pendapatan (aksis kiri)
% Realisasi Pendapatan (aksis kanan)
Realisasi Pendapatan (aksis kiri)
125
1200
100
1000
800
75
600
50
400
25
200
0
0
TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV SMT I SMT II SMT I SMT II
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Sumber: Biro Keuangan (diolah)
Mulai tahun 2007, laporan realisasi APBD per-semester
Dari segi nominal realisasi pendapatan, komponen pendapatan transfer
merupakan komponen pendapatan tertinggi yaitu sebesar Rp805,27 miliar,
kemudian diikuti oleh pendapatan asli daerah sebesar Rp626,53 miliar. Tingginya
komponen pendapatan transfer menunjukkan masih tingginya ketergantungan
provinsi akan transfer dana dari pusat.
B. Realisasi Belanja Daerah
Belanja pemerintah Provinsi Jambi tahun 2008 secara garis besar terdiri
dari belanja operasi, belanja modal, belanja tak terduga serta transfer. Realisasi
belanja selama tahun 2008 adalah sebesar 86,94%, lebih tinggi jika dibandingkan
dengan realisasi belanja tahun 2007 yang sebesar 82,38%.
66
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
Grafik 4.2. Perkembangan Belanja APBD Provinsi Jambi
miliar (Rp)
1800
1600
persen (%)
150
Belanja (aksis kiri)
% Realisasi Belanja (aksis kanan)
Realisasi Belanja (aksis kiri)
125
1400
1200
100
1000
75
800
600
50
400
25
200
0
0
TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV SMT I SMT II SMT I SMT II
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Sumber: Biro Keuangan
Mulai tahun 2007, laporan realisasi APBD per-semester
Berdasarkan jenis belanja, realisasi belanja terbesar secara nominal adalah
untuk belanja operasi yaitu sebesar Rp645,67 miliar diikuti dengan belanja modal
sebesar Rp560,26 miliar. Belanja operasi terealisasi sebesar 80,58% dari
anggaran dengan komposisi biaya terbesar untuk belanja pegawai yaitu sebesar
Rp351,3 miliar diikuti dengan belanja barang sebesar Rp278,27 miliar. Dari sisi
belanja modal, pengeluaran terbesar dari komponen belanja ini adalah untuk
belanja jalan, irigasi dan jaringan yaitu sebesar Rp393,39 miliar (terealisasi
91,18%). Sementara itu, belanja transfer berhasil terealisasi sebesar Rp198,77
miliar (99,98%) di tahun 2008. Belanja transfer merupakan transfer bagi hasil
pajak ke kabupaten/kota/desa di Provinsi Jambi.
C. APBD Tahun 2009
APBD Provinsi Jambi (tidak termasuk anggaran pemerintah kota dan
kabupaten) tahun 2009 sebesar Rp 1,62 triliun yang berarti naik 13,39% dari
tahun sebelumnya yang sebesar Rp1,429 triliun. Dari sisi anggaran pendapatan,
jumlah anggaran pendapatan daerah Provinsi Jambi tahun 2009 sebesar
Rp1.256,89 miliar atau naik 10,63% dibandingkan anggaran pendapatan tahun
sebelumnya sebesar Rp1.136,13 miliar.37
37
APBD Provinsi Jambi tahun 2009 ini disahkan tanggal 3 Desember 2008
67
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
Grafik 4.3. Perkembangan APBD Provinsi Jambi
miliar (Rp)
1500
1250
47.23
1156.84
34.34
34.35
1000
750
persen (%)
1620.59
50
48.92
1750
557.77 557.73
500
17.44
654.98
534.655
250
18.60
776.83
894.92
1429.178
1291.6
30
955.96
18.85
11.65
607.84 13.69
1256.89
1,136.13
13.39
10.63 10
10.65
6.82
(4.14)
0
-10
2003
2004
2005
Pendapatan (aksis kiri)
% Pertumbuhan Pendapatan (aksis kanan)
2006
2007
2008
2009
Belanja (aksis kiri)
% Pertumbuhan Belanja (aksis kanan)
Sumber: Biro Keuangan (diolah)
Anggaran belanja daerah mencapai Rp1.620,59 miliar meningkat 13,39%
dari anggaran belanja tahun sebelumnya sebesar Rp1.429,18 miliar. Dengan
kondisi tersebut, jumlah defisit anggaran selama tahun 2009 diperkirakan sebesar
Rp363,70 miliar yang akan dibiayai dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun
anggaran sebelumnya.
D. Pendapatan Tahun 2009
Pendapatan Pemerintah Daerah Provinsi Jambi pada tahun 2009, terdiri
dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp480,31 miliar yang meningkat
18,21% dibandingkan tahun sebelumnya, kemudian dana perimbangan sebesar
Rp776,58 miliar, atau meningkat 8,79% dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini
menunjukkan bahwa pendapatan daerah Provinsi Jambi masih bertumpu pada
jumlah dana perimbangan dengan pangsa sebesar 61,79% dari total pendapatan
daerah yang berarti ketergantungan daerah terhadap transfer dana dari pusat
sangat besar. Jika Pemerintah Daerah Provinsi Jambi mampu mengoptimalkan
sumber-sumber pendapatan daerah dan digunakan dengan efektif serta efisien
untuk kemajuan daerah, diperkirakan kesejahteraan masyarakat Jambi dapat
lebih meningkat.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari pajak daerah sebesar Rp423,79
miliar atau dengan pangsa sebesar 88,23% dari PAD, retribusi daerah sebesar
Rp27,78 miliar dengan pangsa sebesar 5,78%, lain-lain pendapatan asli daerah
68
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
sebesar Rp24,01 miliar dengan pangsa 5,00% dan hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan sebesar Rp4,73 miliar (0,98%).
Tabel 4.2. APBD Provinsi Jambi Tahun 2009
Keterangan
Pendapatan Daerah
Pajak Daerah
Retribusi Daerah
Hasil Pengelolaan Pajak daerah yang dipisahkan
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah
Dana Perimbangan
Dana Bagi Hasil pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak
Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Khusus
Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah
Total Pendapatan
Total Belanja
Surplus/Defisit
(dalam miliar Rupiah)
APBD
APBD
APBD
%
2007
2008
2009
364.93
406.31
480.31
18.21
319.49
351.44
423.79
20.59
22.46
23.58
27.78
17.81
4.03
2.96
4.73
59.91
18.95
28.33
24.01
(15.25)
591.03
713.83
776.58
8.79
156.02
220.57
267.95
21.48
415.02
468.80
473.51
1.00
20.00
24.45
35.12
43.62
26.30
16.00
894.93
955.96 1,136.13 1,256.89
10.63
1,156.84 1,291.60 1,429.18 1,620.59
13.39
(261.92) (335.64) (293.04) (363.70)
24.11
APBD
2006
336.59
297.82
19.40
4.03
15.34
532.04
157.67
374.36
Sementara itu, dana perimbangan terdiri dari dana alokasi umum sebesar
Rp473,51 miliar atau 60,97% dari total dana perimbangan yang sebagian besar
digunakan untuk belanja pegawai, dana bagi hasil pajak/bukan pajak sebesar
Rp267,95 miliar atau 34,50% dari total dana perimbangan, sementara dana
alokasi khusus sebesar 24,45 miliar (4,52%).
E. Anggaran Belanja Tahun 2009
Belanja pemerintah Provinsi Jambi tahun 2009 terdiri dari belanja tidak
langsung dengan jumlah anggaran sebesar Rp685,67 miliar atau sebesar 42,31%
dari total belanja. Belanja langsung dengan jumlah anggaran sebesar Rp934,92
miliar merupakan belanja terbesar atau 57,69% dari total belanja. Belanja tidak
langsung dianggarkan penggunaannya antara lain untuk belanja pegawai sebesar
Rp355,25 miliar (51,81%), belanja bagi hasil kepada provinsi/kabupaten dan desa
sebesar
Rp170,95
miliar
(24,93%),
belanja
bantuan
keuangan
kepada
provinsi/kabupaten/kota dan desa sebesar Rp114,77 miliar (16,74%), belanja
bantuan sosial sebesar Rp31,20 miliar (4,55%), belanja hibah sebesar Rp3,5 miliar
(0,51%) serta belanja tidak terduga sebesar Rp10 miliar (1,46%).
Belanja langsung yang dianggarkan sebesar Rp934,92 miliar sebagian
besar digunakan untuk belanja modal sebesar Rp452,09 miliar atau 48,36% dari
69
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
anggaran, belanja barang dan jasa sebesar Rp424,68 miliar atau 45,42%, serta
belanja pegawai sebesar Rp58,15 miliar atau 6,22% dari anggaran.
Tabel 4.3. Belanja APBD Provinsi Jambi Tahun 2009
Keterangan
Belanja Tidak Langsung
Belanja Pegawai
Belanja Bunga
Belanja Subsidi
Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Bagi Hasil Kpd Provinsi/Kab/Kota dan Desa
Belanja Bantuan Keuangan Kpd Provinsi/Kab/Kota
dan Desa
Belanja Tidak Terduga
Belanja Langsung
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Modal
Total Belanja
APBD
2006
356.56
179.31
APBD
2007
404.20
219.38
144.70
21.53
142.42
APBD
2008
522.38
354.30
2.64
11.29
142.65
20.10
15.88
12.44
800.28
123.87
265.26
411.16
1,156.84
5.00
887.40
85.14
338.22
464.04
1,291.60
(dalam miliar Rupiah)
APBD
%
2009
685.67
31.26
355.25
0.27
3.50
31.20
170.95
32.44
176.35
19.84
6.50
114.77
1,665.69
5.00
906.79
61.90
335.68
509.22
1,429.18
10.00
934.92
58.15
424.68
452.09
1,620.59
100.00
3.10
(6.05)
26.51
(11.22)
13.39
Sementara itu, belanja pada APBD 2009 menurut urusan pemerintahan
daerah dan organisasinya, belanja terbesar diperuntukkan untuk otonomi daerah,
pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah,
kepegawaian dan persandian yaitu sebesar 34,02% dari total belanja, diikuti oleh
urusan pekerjaan umum sebesar 20,12%, pendidikan sebesar 12,10%, pertanian
sebesar 10,11%, kesehatan sebesar 7,44%, perumahan 2,15%, kelautan dan
perikanan sebesar 2,13% dan lainnya sebesar 11,93%. Belanja pendidikan di
tahun 2009 ini naik 23,54% yaitu dari dari Rp158,73 miliar menjadi Rp196,09
miliar, akan tetapi kenaikan ini masih belum mencapai target minimum
pemerintah yang sebesar 20% dari anggaran belanja. Sementara itu, anggaran
belanja kesehatan hanya naik 6.59% dari tahun lalu. Hal ini menunjukkan
pemerintah daerah belum fokus dalam menyediakan jasa pendidikan dan
pelayanan kesehatan yang bermutu dan berbiaya murah (gratis) bagi masyarakat,
terutama bagi golongan yang kurang mampu.
70
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
Grafik 4.4. Distribusi Belanja APBD Provinsi Jambi
Kelautan dan
Perikanan, 2.13
Perumahan, 2.15
Lainnya, 11.93
Kesehatan, 7.44
Pertanian, 10.11
Otoda, Permintah
an Umum, Adm
keu. daerah, Keu.
daerah, Perangkat
daerah, Kepegaw
aian dan
Persandian, 34.02
Pekerjaan
Umum, 20.12
Pendidikan, 12.10
F. APBD Kabupaten/Kota
Berdasarkan Kabupaten/Kota, anggaran pendapatan APBD terbesar dari
Daerah Tingkat (Dati) II di Jambi adalah untuk Kota Jambi, yaitu sebesar
Rp563,97miliar diikuti oleh Kabupaten Tanjabbar sebesar Rp554,76 miliar
sedangkan anggaran pendapatan terkecil dialami oleh Kabupaten Sarolangun
dengan anggaran pendapatan sebesar Rp438,12 miliar. Berdasarkan sumber
pendapatannya, dana perimbangan adalah sumber pendapatan terbesar bagi
seluruh daerah tingkat II, dengan pangsa sebesar 82%-93% dari total
pendapatan. Secara persentase maupun nominal, Kabupaten Tanjabbar adalah
Dati II yang paling tergantung dengan dana perimbangan yaitu sebesar Rp520,74
miliar (93,87%). Sementara itu, sumber Pendapatan Asli Daerah dari Dati II masih
sangat rendah, yaitu dengan pangsa sebesar 2%-8% dari total pendapatan.
Pendapatan Asli Daerah Tertinggi secara nominal diraih oleh Kota Jambi yaitu
sebesar Rp45,93miliar diikuti dengan Kab. Bungo sebesar Rp41,03 miliar.
Dari sisi belanja, Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim) adalah
kabupaten dengan anggaran belanja terbesar di antara Dati II lainnya. Anggaran
belanja kabupaten Tanjabtim adalah sebesar Rp727,13 miliar kemudian diikuti
oleh kabupaten Tanjabbar sebesar Rp688,82 miliar. Berdasarkan alokasinya,
pengeluaran daerah berbeda-beda untuk tiap-tiap Kabupaten/Kota. Daerah
seperti Kab. Kerinci, Kota Jambi, Kab. Merangin, Kab. Batanghari, serta Kab.
Bungo adalah daerah-daerah dengan anggaran belanja terbesar untuk belanja
pegawai. Sementara itu, Kabupaten Tanjabtim dan Tanjabbar menganggarkan
71
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
belanja modal sebagai anggaran belanja yang terbesar. Tingginya anggaran
belanja modal dari kedua daerah ini mengindikasikan bahwa pemerintah daerah
sudah mulai memprioritaskan pembangunan daerah masing-masing di tahun
2009.
Tabel 4.4. APBD Kabupaten/Kota
(dalam juta Rupiah)
Keterangan
Pendapatan Asli Daerah
Pajak daerah
Retribusi daerah
Hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan
Lain-lain PAD yang sah
Dana Perimbangan
Dana bagi hasil pajak/bagi hasil
bukan pajak
Dana alokasi umum
Dana alokasi khusus
Lain-lain
Lain-lain pendapatan daerah
yang sah
TOTAL PENDAPATAN
Belanja tidak langsung
Belanja pegawai
Belanja bunga
Belanja subsidi
Belanja hibah
Belanja bantuan sosial
Belanja bagi hasil kpd
Prop/Kab/Kota dan Pemdes
Belanja bantuan keuangan kpd
Prop/Kab/Kota dan Pemdes
Belanja tidak terduga
Belanja langsung
Belanja pegawai
Belanja barang dan jasa
Belanja modal
TOTAL BELANJA
SURPLUS/(DEFISIT)
PEMBIAYAAN DAERAH (Neto)
Kab.
Batang
hari
27,922
4,807
6,059
Kab.
Bungo
41,029
3,509
5,509
Kab.
Kerinci
20,806
2,742
10,181
Kab.
Mera
ngin
23,449
4,950
9,475
Kab.
Kab. Saro
Muaro
langun
Jambi
15,512
20,210
3,043
3,261
6,369
2,288
Kab.
Tanjab
bar
17,886
2,546
2,534
Kab.
Tanjab
tim
17,946
1,029
2,438
Kab.
Tebo
Kota
Jambi
16,762
2,989
6,246
45,933
23,433
16,350
1,550
4,530
1,437
3,183
1,500
2,700
1,950
2,109
1,900
1,832
15,506
470,901
27,481
408,544
6,445
429,679
5,840
441,536
4,600
471,172
11,962
404,409
10,856
520,739
12,369
470,832
5,627
397,924
4,318
494,042
153,107
56,960
45,895
49,029
130,546
86,934
278,645
203,852
72,743
86,835
277,645
40,149
311,260
40,324
334,060
49,724
346,143
46,364
292,374
48,252
273,455
44,020
232,289
9,805
218,718
48,262
281,393
43,787
370,770
36,436
13,118
46,694
11,156
12,000
66,626
13,501
16,134
63,668
28,500
23,997
511,941
301,833
228,765
3,925
21,645
22,999
496,266
296,515
266,565
513
11,375
1,280
461,641
342,292
298,216
2,317
2,072
10,348
6,340
476,985
276,029
241,888
2,021
4,825
6,525
553,310
277,071
225,916
900
3,324
24,121
438,120
213,088
179,305
1,131
6,150
6,288
554,759
265,899
231,295
2,261
13,330
8,755
552,446
202,041
166,818
1,483
15,091
1,758
443,186
185,121
160,704
1,268
2,150
5,000
563,971
381,497
359,915
5,043
1,078
4,630
5,421
1,203
22,000
1,455
534
342
210
17,760
8,725
15,548
14,000
2,159
600
1,000
1,000
1,000
358,721 365,172 422,923 525,091
25,420
51,261
33,746
20,602
96,063 122,044
99,732 133,152
237,238 191,868 289,445 371,336
635,792 578,261 688,822 727,131
-82,482 -140,140 -134,063 -174,686
82,482 140,140 134,063 174,686
2,000
278,809
21,314
93,868
163,628
463,931
-20,745
-
1,500
269,818
30,881
127,686
111,252
651,315
-87,344
87,344
22,998
527
-
15,981
20,000
18,567
1,500
275
253,292 337,545
42,780
27,695
87,340 135,474
123,172 174,375
555,125 634,060
-43,184 -137,794
43,184 137,794
3,000
178,943
25,971
75,020
77,952
521,235
-59,594
59,594
1,000
276,901
33,318
105,683
137,899
552,929
-75,945
75,945
-
1,750
G. Keuangan Pemerintah Pusat di Daerah
Penerimaan pajak pusat di wilayah Jambi pada triwulan I tahun 2009
terealisasi sebesar Rp368,08 miliar menurun sebesar 53,75% dibandingkan
triwulan sebelumnya atau menurun sebesar 19,91% dibandingkan dengan
triwulan yang sama tahun lalu. Secara nominal, penerimaan pajak tertinggi
dicapai oleh jenis pajak penghasilan sebesar Rp165,40 miliar, diikuti jenis pajak
pertambahan nilai sebesar Rp139,19 miliar.
72
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
Tabel 4.5. Perkembangan Realisasi Pendapatan Pemerintah Pusat di Provinsi Jambi
(dalam juta Rupiah)
KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT DI DAERAH
REALISASI PENDAPATAN
I
Pendapatan Pajak Dalam Negeri
Pendapatan Pajak Penghasilan
Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai
Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan
Pendapatan BPHTB
Pendapatan Cukai
Pendapatan Pajak Lainnya
II
Pendapatan Pajak Perdagangan
Internasional
Pendapatan Bea Masuk
Pendapatan Pajak/Pungutan Ekspor
III Penerimaan Sumber Daya Alam
Pendapatan Pertambangan Umum
IV Pendapatan PNPB Lainnya
V
Pendapatan Hibah
Total Realisasi Pendapatan
Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan Triwulan I
2008
2008
2008
IV 2008
2009
420,992
732,892
443,162
769,731
337,177
181,020
148,101
179,675
216,139
165,404
228,523
207,285
229,473
256,227
139,189
1,434
364,869
19,799
284,504
22,930
4,276
5,734
7,021
6,418
4,063
72
20
5
5,668
6,883
7,190
6,443
5,591
28,151
13,828
9,923
9,623
2,197
3,439
24,712
1
1
19,060
468,204
4,538
9,290
10,728
757,448
4,483
5,440
14,923
468,009
6,331
3,292
16,507
795,860
2,197
28,701
368,075
Pertumbuhan
Nominal
(%)
(432,554)
(56.20)
(50,735)
(23.47)
(117,039)
(45.68)
(261,574)
(91.94)
(2,355)
(36.69)
(852)
(13.22)
(7,426)
(77.17)
(4,134)
(3,292)
12,194
(427,786)
(65.30)
(100.00)
73.87
(53.75)
Sumber: Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kanwil V Jambi, Laporan Arus Kas SAKUN Wilayah Jambi. Unaudited, diolah
Berdasarkan pangsanya, pendapatan pajak dalam negeri memiliki pangsa
paling besar yaitu 91,61% dari total penerimaan pajak pada triwulan laporan.
Jika dirinci lagi dari pendapatan pajak dalam negeri, maka pendapatan pajak
penghasilan memiliki pangsa paling besar (49,06%), diikuti pajak pertambahan
nilai (41,28%), serta pajak bumi dan bangunan (6,80%).
Grafik 4.5. Pangsa Realisasi Pendapatan Pemerintah Pusat di Provinsi Jambi
Grafik 4.6. Pangsa Realisasi Pendapatan Pajak Dalam Negeri di Provinsi Jambi
Pendapatan
BPHTB
1.20%
Pendapatan
Cukai
0.00%
Pendapatan
Pajak
Lainnya
1.66%
Pendapatan
PBB
6.80%
Pendapatan
PPh
49.06%
Pendapatan
Pajak
Perdaganga
n Int'l
0.60%
Pendapatan
Pajak Dalam
Negeri
91.61%
Pendapatan
PNPB
Lainnya
7.80%
Pendapatan
PPN
41.28%
Grafik 4.5
Grafik 4.6
Belanja pemerintah pusat di wilayah Jambi pada triwulan I tahun 2009
terealisasi sebesar Rp422,69 miliar, menurun sebesar 51,82% dibandingkan
triwulan sebelumnya namun meningkat sebesar 15,09% jika dibandingkan
dengan triwulan yang sama pada tahun lalu. Secara nominal, belanja pemerintah
pusat tertinggi adalah untuk belanja pegawai yaitu sebesar Rp170,35 miliar,
diikuti dengan belanja modal yang mencapai Rp76,65 miliar. Menurunnya belanja
73
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
pemerintah pusat di Jambi serta tertingginya pengeluaran untuk belanja pegawai
menunjukkan bahwa realisasi belanja pemerintah pusat pada awal tahun ini
masih rendah.
Tabel 4.6. Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat di Provinsi Jambi
Triwulan II Triwulan III Triwulan Triwulan I
2009
2008
2008
IV 2008
I Belanja Pegawai
241,373
253,737
157,626
170,352
Belanja Gaji dan Tunjangan
223,989
234,308
122,121
168,341
17,518
19,560
35,897
2,046
Belanja Honorarium/Lembur/ Vakasi/Tunj K
Belanja Kontribusi Sosial
(133)
(132)
(392)
(35)
II Belanja Barang
74,394
81,720
117,693
45,525
Belanja Barang
44,349
47,091
62,891
26,096
Belanja Jasa
6,914
9,206
13,686
4,586
Belanja Perjalanan
15,952
16,670
30,569
6,289
Belanja Pemeliharaan
7,179
8,753
10,546
8,553
600
846
2,227
4,049
III Belanja Denda dan Subsidi Perusahaan
Belanja Denda
120
4
4,049
Belanja Subsidi Perusahaan Negara
480
842
2,227
IV Belanja Bantuan Sosial
63,913
128,138
303,146
63,751
Belanja Bantuan Sosial Lembaga Pendidikan d
53,940
94,170
204,155
62,600
Belanja Lembaga Sosial Lainnya
9,973
33,968
98,991
1,152
V Belanja Lain-Lain
4,190
22,196
36,621
62,364
Belanja Lain-Lain
4,190
22,196
36,621
62,364
VI Belanja Modal
194,354
211,364
260,010
76,647
Belanja Modal Tanah
1,071
934
2,721
Belanja Modal Peralatan dan Mesin
10,247
20,508
72,977
3,358
Belanja Modal Gedung dan Bangunan
8,238
20,271
46,160
395
Belanja Modal Jalan, Irigasi, dan Jaringan
163,832
157,229
129,583
72,579
Belanja Pemeliharaan yang dikapitalisasi
109
561
2,556
Belanja Modal Fisik Lainnya
10,857
11,861
6,013
315
Total Realisasi Belanja
578,826
698,001
877,323
422,688
REALISASI BELANJA
(dalam juta Rupiah)
Pertumbuhan
(%)
Nominal
8.07
12,726
46,219
37.85
(33,851)
(94.30)
357
(91.14)
(72,168)
(61.32)
(36,795)
(58.51)
(9,100)
(66.49)
(24,280)
(79.43)
(1,993)
(18.90)
1,822
81.81
4,049
(2,227) (100.00)
(239,395)
(78.97)
(141,555)
(69.34)
(97,840)
(98.84)
25,742
70.29
25,742
70.29
(183,363)
(70.52)
(2,721) (100.00)
(69,619)
(95.40)
(45,765)
(99.14)
(57,004)
(43.99)
(2,556) (100.00)
(5,698)
(94.77)
(454,635)
(51.82)
Sumber: Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kanwil V Jambi, Laporan Arus Kas SAKUN Wilayah Jambi. Unaudited, diolah
Belanja modal pada triwulan I tahun 2009 baru terealisasi Rp76,65 miliar
menunjukkan
bahwa
pengeluaran
pemerintah
untuk
meningkatkan
pembangunan di daerah masih bisa dioptimalkan lagi. Dengan kata lain, belanja
pemerintah daerah untuk pembangunan seharusnya masih bisa terakselerasi lebih
cepat dalam rangka mendorong perekonomian di daerah.
Berdasarkan pangsanya, share tertinggi dari realisasi belanja adalah
belanja pegawai sebesar 40,30%, diikuti dengan belanja modal yang mencapai
18,13%, belanja bantuan sosial yang mencapai 15,08% serta belanja lain-lain
14,75%.
74
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
Grafik 4.7. Pangsa (Share) Realisasi Belanja Pemerintah Pusat di Provinsi Jambi
belanja denda
dan subsidi
perusahaan
negara
18.13%
belanja modal
14.75%
belanja lain-lain
15.08%
belanja barang
10.77%
belanja bantuan
sosial
0.96%
belanja pegawai
40.30%
H. Keuangan Pemerintah Daerah
Perkembangan simpanan pemerintah daerah di perbankan Jambi
mencapai Rp1,93 triliun pada triwulan laporan, meningkat sebesar 67,49%
dibandingkan
triwulan
sebelumnya.
Berdasarkan
pangsanya,
simpanan
pemerintah daerah di perbankan paling besar dalam bentuk giro (66,04%),
diikuti dengan deposito sebesar 33,38%.
Grafik 4.8. Perkembangan Deposito dan Giro Pemerintah Daerah Provinsi Jambi
(dalam juta Rupiah)
1,800,000
Deposito
Giro
1,600,000
1,400,000
1,200,000
1,000,000
800,000
600,000
400,000
200,000
Jan- Feb- Mar- Apr- May- Jun- Jul-08 Aug- Sep- Oct- Nov- Dec- Jan- Feb- Mar08
08
08
08
08
08
08
08
08
08
08
09
09
09
Simpanan pemerintah daerah (secara total) terus mengalami
kenaikan
sejak bulan Januari setelah terjadi penurunan jumlah simpanan di bulan
Desember 2008. Terus meningkatnya simpanan pemerintah daerah ini
mengindikasikan pemerintah daerah belum mempergunakan belanja daerah
secara optimal.
75
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB V
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
Pada periode triwulan laporan, aktivitas pembayaran di Jambi mengalami
penurunan baik untuk aktivitas pembayaran tunai maupun non tunai. Aktivitas
pembayaran tunai tercermin dari aliran uang masuk/inflows dan uang
keluar/outflows dari kas Bank Indonesia yang berasal dari setoran dan
pembayaran kepada bank-bank umum. Sementara, perkembangan pembayaran
non-tunai dilihat dari aktivitas kliring dan RTGS.
Tabel 5.1 Perkembangan Sistem Pembayaran Provinsi Jambi
(dalam miliar rupiah)
Uraian
Nilai Kliring (miliar Rp)
Volume Kliring (lembar warkat)
Aliran Uang Masuk/Inflows (miliar Rp)
Aliran Uang Keluar/Ouflows (miliar Rp)
Net Inflows/ (Net Outflows) (miliar Rp)
RTGS dari jambi (miliar Rp)
RTGS ke Jambi (miliar Rp)
Penemuan Uang Palsu
- Pecahan Rp100.000,00
- Pecahan Rp50.000,00
- Pecahan Rp20.000,00
- Pecahan Rp10.000,00
Jumlah PTTB (miliar Rp)
Perbandingan PTTB thd. Inflows (%)
Cek dan BG Kosong
- Lembar
- Nominal (miliar Rp)
Trw.I
1,670.79
60,526
270.14
732.44
(462.30)
5,620.00
16,025.00
2008
Trw.II
2009
Trw.I
Pertumbuhan (q-t-q)
Nominal
Persen
Trw. III
Trw. IV
1,931.68
67,008
129.61
1,242.07
(1,112.46)
6,351.75
16,874.15
2,066.99
68,947
226.79
1,191.14
(964.35)
7,204.01
19,314.53
2,010.42
60,278
558.43
695.55
(137.12)
7,384.30
19,030.05
1,413.80
58,349
295.02
263.40
31.62
5,511.05
18,792.30
(596.62)
(1,929)
(263.41)
(432.16)
168.74
(1,873.25)
(237.75)
(29.68)
(3.20)
(47.17)
(62.13)
(123.06)
(25.37)
(1.25)
1
70.92
12.70
29.58
10.03
(41.34)
(3)
(58.29)
(21.06)
971
32.39
900
27.29
(71)
(5.10)
(7.31)
(15.76)
79.43
29.40
1
63.85
49.27
63.71
28.09
545
13.45
557
14.72
808
28.49
-
A. Perkembangan Alat Pembayaran Tunai
A.1. Aliran Uang Kartal Melalui Bank Indonesia Jambi
Pada triwulan laporan, perkembangan aktivitas pembayaran tunai
mengalami penurunan baik dari sisi penerimaan (inflow) maupun untuk aktivitas
pembayaran (outflow) jika dibandingkan dengan periode triwulan sebelumnya.
Jika dilihat pergerakan inflow secara bulanan menunjukkan bahwa di bulan
Januari 2009 inflow mampu mencapai sebesar Rp186,52 miliar atau hampir
sebesar 63,24% dari total inflow triwulan laporan. Peningkatan aliran uang
masuk (inflow) pada bulan Januari 2009 sehubungan dengan pasca liburan
panjang pada akhir tahun 2008.
77
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
Grafik 5.1 Inflows, Outflows, Netflows dan Perkembangan Netflows di Provinsi Jambi
Rp miliar
Persen
500
1,600
1,400
400
1,200
300
1,000
800
200
600
100
400
0
200
-100
0
-200
-200
Q1- Q2- Q3- Q4- Q1- Q2- Q3- Q4- Q1- Q2- Q3- Q4- Q1- Q2- Q3- Q4- Q1- Q2- Q3- Q4- Q1- Q2- Q3- Q4- Q103 03 03 03 04 04 04 04 05 05 05 05 06 06 06 06 07 07 07 07 08 08 08 08 09
Inflows
Outflows
Net Outflows
Pert. Net Outflows (%)
Pada triwulan laporan, aliran kas keluar bersih (net cash outflow) menurun
tajam sebesar Rp168,75 miliar (123,06%), bahkan nilai aliran kas keluar bersih
menjadi negatif (inflow>outflow). Penurunan net cash outflow tersebut ditandai
oleh menurunnya aliran kas keluar (cash outflow) sebesar 62,13%, yaitu dari
Rp695,55 miliar menjadi Rp263,40 miliar sementara aliran kas masuk mengalami
penurunan sebesar 47,17% yaitu dari Rp558,43 miliar menjadi Rp295,02 miliar.
A.2. Penyediaan Uang Layak Edar
Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) terhadap uang kartal yang tidak
layak edar (lusuh/rusak) yang masuk ke Bank Indonesia ditujukan untuk menjaga
kelayakan uang yang diedarkan (fit for circulation). Pada triwulan laporan, jumlah
ratio PTTB dibandingkan inflows sebesar 10,03% (Rp29,58 miliar).
A.3. Perkembangan Jumlah Uang Palsu yang Ditemukan
Pada triwulan laporan tidak ditemukan uang palsu pada pecahan
berapapun. Untuk menjaga tidak beredarnya uang palsu di Provinsi Jambi, Kantor
Bank Indonesia Jambi masih terus melakukan kegiatan Sosialisasi Ciri-ciri Keaslian
Uang Rupiah kepada masyarakat.
B. Perkembangan Alat Pembayaran Non Tunai
B.1. Perkembangan Kliring Lokal
Lalu lintas pembayaran non tunai melalui kliring lokal pada triwulan
laporan sebesar Rp1.413,80 miliar atau turun sebesar 29,68% dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar Rp2.010,42 miliar. Penurunan tersebut diikuti
78
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
juga dengan berkurangnya jumlah warkat kliring sebesar 3,20%, yaitu dari
60.278 lembar menjadi 58.349 lembar.
Di sisi lain, jumlah nominal penolakan kliring juga mengalami penurunan
sebesar 15.76%, yaitu dari Rp32,39 miliar menjadi Rp27,29 miliar. Penurunan
jumlah nominal penolakan kliring diikuti juga dengan penurunan cek dan BG
kosong. Pada triwulan laporan, jumlah lembar cek dan BG kosong menurun
sebesar 7,31%, yaitu dari 971 lembar menjadi 900 lembar.
Grafik 5.2 dan 5.3 Perkembangan Nominal dan Volume Kliring
dalam miliar Rupiah
2,500
2,000
1,932
Persen
35
2,067
2,010
15.61
1,414
7.00
1,000
15
(5)
500
(15)
-
(25)
Trw.I
Trw.II
Trw. III
Trw. IV
2008
Nilai Kliring
80,000
5
(2.74)
(4.41)
10.71
25
1,671
1,500
Persen
15
lembar warkat
120,000
Trw.I
67,008
60,526
0.96
60,278
2.89
58,349
(3.20)
40,000
(12.57)
Trw.I
Trw.II
Trw. III
Trw. IV
2008
2009
Pertumbuhan Nilai Kliring
68,947
Volume Kliring
Grafik 5.2
(15)
Trw.I
2009
Pertumbuhan Volume Kliring
Grafik 5.3
B.2. Transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS)
Pada triwulan laporan, transaksi melalui Bank Indonesia Real Time Gross
Settlement (BI RTGS) di Kantor Bank Indonesia Jambi secara total (keluar dan
masuk/dari dan ke) menurun yaitu sebesar 7,99% sehingga menjadi sebesar
Rp24,30 triliun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp26,41
triliun. Transfer keluar dari Provinsi Jambi menurun sebesar Rp1,87 triliun
(25,37%) dan transfer masuk ke Provinsi Jambi menurun sebesar Rp237,75 miliar
(1,25%) pada triwulan I tahun 2009.
79
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
Tabel 5.2 Perkembangan Transaksi RTGS
(dalam miliar rupiah)
Kumulatif Triwulanan
Keterangan
TW IV-06
TW I-07
TW II-07
TW III-07
TW IV-07
TW I-08
TW II-08
TW III-08
TW IV-08
TW I-09
Dari
Ke
7,711.43
5,552.37
5,469.05
6,683.00
6,789.21
5,620.00
6,351.75
7,204.01
7,384.30
5,511.05
6,850.96
4,540.66
11,659.81
15,264.37
14,003.22
16,025.00
16,874.15
19,314.53
19,030.05
18,792.30
Sumber: www.bi.go.id & KBI Jambi
80
Rata-Rata Harian
Dari
130.70
89.55
88.21
102.82
113.15
93.67
100.82
114.35
121.05
93.41
Ke
116.12
73.24
188.06
234.84
233.39
267.08
267.84
306.58
311.97
318.51
Pertumbuhan
Kumulatif triwulanan Rata-rata harian
Dari
Ke
Dari
Ke
19.46
38.01
27.56
47.37
(28.00)
(33.72)
(31.48)
(36.93)
(1.50)
156.79
(1.50) 156.79
22.20
30.91
16.56
24.87
1.59
(8.26)
10.06
(0.62)
(17.22)
14.44
(17.22)
14.44
13.02
5.30
7.64
0.28
13.42
14.46
13.42
14.46
2.50
(1.47)
5.86
1.76
(25.37)
(1.25)
(22.84)
2.10
BAB VI
KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
Pada periode triwulan laporan, jumlah pencari kerja berdasarkan jenjang
pendidikan menurun jika dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2008. Namun,
memburuknya hasil survei ekspektasi konsumen (SEK) pada periode triwulan
laporan
menunjukkan
masih
pesimisnya
masyarakat
akan
kondisi
ketenagakerjaan ke depan.38
Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan laporan (posisi
bulan Februari 2009) mengalami peningkatan jika dibandingkan triwulan
sebelumnya (posisi Desember 2008). Sementara itu, biaya kebutuhan hidup
minimum (KHM)/kebutuhan hidup layak (KHL) pada triwulan laporan meningkat
akan tetapi seiring dengan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jambi tahun 2009
menyebabkan rasio UMP terhadap KHM/KHL triwulan I tahun 2009 meningkat
menjadi 87,13%.39
A. Ketenagakerjaan Daerah
Berdasarkan data ketenagakerjaan yang dikeluarkan Dinas Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Provinsi Jambi pada triwulan I tahun 2009, jumlah pencari kerja
di provinsi Jambi menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari
79.107 orang menjadi 70.010 orang. Berdasarkan distribusinya, jumlah pencari
kerja masih didominasi oleh tingkat pendidikan Sekolah Menegah Umum (SMU)
dan sederajat yaitu sebesar 42.820 orang (61,16%), diikuti dengan Sarjana (S1)
sebanyak 13.460 orang (19.15), dan akademi/akta III sebanyak 5.217 orang
(7,45%).
38
Nilai saldo ekspektasi pengangguran menurun artinya masyarakat menilai ke depannya jumlah
pengangguran akan meningkat.
39
Rasio Upah Minimum Provinsi (UMP) terhadap kebutuhan hidup minimum (KHM)/kebutuhan
hidup layak (KHL) dinyatakan dalam satuan persen (%).
81
KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
Grafik 6.1. Jumlah Pencari Kerja per Jenjang Pendidikan di Provinsi Jambi40
50,000
-
40,000
(5.00)
30,000
(10.00)
20,000
(15.00)
10,000
(20.00)
(25.00)
Tidak tamat SLTP dan
dan Tamat sederajat
SD
SMU dan
sederajat
Trw.IV-08
Diploma /
Akta I/II
Akademi / Sarjana (S1)
Akta III
Trw.I-09
Pertumbuhan (RHS)
Berdasarkan survei ekspektasi konsumen, jumlah penganguran saat ini
dibandingkan 6 s.d 12 bulan yang lalu menunjukkan kondisi pesimis. Kondisi ini
tercermin dari nilai saldo kondisi
pengangguran
yang sebesar 52,67 lebih
rendah dari triwulan lalu yang sebesar 82,67. Hal yang sama terjadi untuk
ekspektasi pengangguran dalam 6-12 bulan yang akan datang. Kondisi
pengangguran juga memburuk yang ditunjukkan
dengan
penurunan
nilai
saldo yaitu dari sebesar 88,00 menjadi 64,00. Secara keseluruhan, nilai saldo
kondisi pengangguran serta ekspektasi terhadap pengangguran masih berada
pada level pesimis pada triwulan laporan. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat
memandang kondisi ketenagakerjaan masih kurang kondusif.
Grafik 6.2. Grafik Nilai Saldo Ekspektasi Pengangguran dan Kondisi Pengangguran
Indeks
120.00
Ekspektasi pengangguran
Kondisi pengangguran
100.00
80.00
60.00
40.00
20.00
0.00
II
III
IV
I
II
III
2005
IV
I
II
III
IV
I
2006
Sumber: Bank Indoneisa (diolah)
40
Data Triwulan I 2009 sampai dengan bulan Februari 2009
82
II
III
2007
IV
I
II
III
2008
IV
I
2009
KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
B. Kesejahteraan
Inflasi yang dialami oleh Kota Jambi dalam triwulan laporan41
menyebabkan meningkatnya biaya kebutuhan hidup minimum (KHM)/kebutuhan
hidup layak (KHL) per bulan di Provinsi Jambi yaitu menjadi Rp918.121,00 dari
sebesar Rp890.818,75 pada triwulan lalu.
Grafik 6.3-6.6. Perkembangan Harga Rata-rata Bulanan Beberapa Bahan Kebutuhan
Pokok
Rp
Rp
140,000
6,000
120,000
5,500
100,000
5,000
80,000
4,500
60,000
4,000
Rp
8,000
7,000
6,000
5,000
4,000
3,000
2,000
1,000
-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2007
Merk Anggur
IR 64 (aksis kanan)
2008
2009
Merk King
IR 42 (aksis kanan)
2007
Merk Belida
2008
Segi Tiga Biru
Perkembangan Harga Beras
2009
Merk Lencana
Perkembangan Harga Tepung Terigu
Grafik 6.3
Grafik 6.4
Rp
Rp
16,000
14,000
12,000
10,000
Rp
40,000
20,000
32,000
16,000
24,000
12,000
16,000
8,000
8,000
4,000
8,000
6,000
4,000
2,000
-
-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2007
2008
Bimoli Botol Special
2009
Tanpa Merk
Perkembangan Harga Minyak Goreng
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2007
Ayam Kampung (aksis kiri)
Kacang Kedelai Impor
Bawang Merah
2008
2009
Susu Merk Dancow (aksis kiri)
Daging Ayam Broiler (aksis kiri)
Perkembangan Harga Komoditas lainnya
Grafik 6.5
Grafik 6.6
Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jambi, 2008.
Beberapa bahan kebutuhan pokok (lihat Grafik 6.4) menunjukkan harga
yang stabil pada triwulan laporan kecuali untuk harga beras. Harga beras pada
triwulan ini sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan lalu, seperti untuk
beras anggur, IR 62 dan IR 64.42 Harga minyak goreng bermerek menunjukkan
sedikit penurunan namun sebaliknya untuk minyak goreng tanpa merek
mengalami peningkatan harga pada triwulan laporan.
Sedikit meningkatnya harga bahan kebutuhan pokok pada triwulan
laporan menyebabkan meningkatnya biaya KHM/KHL sebesar 3,06%. Akan tetapi
41
42
Inflasi kota Jambi pada triwulan laporan adalah sebesar 0,26% (q-t-q).
Sumber: Disperindag Provinsi Jambi, 2008.
83
KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
dengan meningkatnya UMP Jambi di tahun 2009 menyebabkan rasio UMP
terhadap KHM/KHL triwulan I tahun 2009 meningkat menjadi 87,13% dari
83,33% pada triwulan sebelumnya. Akan tetapi, dengan nilai rasio yang di
bawah 100% ini masih menunjukkan jika para pekerja mendapatkan upah sesuai
atau bahkan dibawah UMP tentunya akan berat bagi mereka untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Untuk melihat indikator kesejahteraan petani pada triwulan laporan, antara
lain dapat menggunakan Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Jambi pada bulan
Februari 2009. Pada bulan Februari 2009, NTP sebesar 91,45 atau meningkat
2,93% dibandingkan bulan Desember 2008 (88,85).43 Meningkatnya NTP petani
pada triwulan ini disebabkan oleh meningkatnya pendapatan petani yang
tercermin dari meningkatnya indeks yang diterima oleh petani sebesar 2,79%
sedangkan indeks yang dibayar oleh petani untuk konsumsi barang dan jasa
mengalami sedikit penurunan yaitu sebesar 0,14%. Namun demikian, indeks
yang dibayar oleh petani masih tetap lebih tinggi dibandingkan indeks yang
diterima sehingga indeks NTP petani pada triwulan laporan masih berada di
bawah 100%.
Meningkatnya indeks harga yang diterima petani (It) terutama disebabkan
oleh peningkatan dari sub sektor tanaman padi dan palawija yaitu sebesar
5,96% serta sub sektor perkebunan rakyat yang meningkat sebesar 3,91%.
Sementara itu, dari 5 sub sektor NTP, hanya sub sektor holtikultura yang
menurun pada triwulan ini yaitu sebesar 3,47%.
Indeks harga yang dibayar (Ib) mencerminkan fluktuasi harga barang dan
jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat pedesaan, khususnya petani yang
merupakan bagian terbesar, serta fluktuasi harga barang dan jasa yang
diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian. Pada bulan Februari 2009, Ib
mengalami penurunan 0,14% dari sebesar 117,18 menjadi 117,02. Penurunan
43
NTP adalah angka perbandingan antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga
yang dibayar petani yang dinyatakan dalam bentuk persentase. NTP juga menunjukkan daya tukar
dari produk pertanian dengan barang atau jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.
Sehingga, NTP dapat dikatakan sebagai cerminan atau indikator relatif tingkat kesejahteraan
petani.
84
KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
ini juga diikuti oleh penurunan 4 sub sektor lainnya yaitu perikanan, perkebunan
rakyat, holtikultura, serta peternakan masing-masing sebesar 0,54%; 0,28%;
0,10%; dan 0,05%, sementara Indeks harga yang dibayar sub sektor tanaman
padi palawija meningkat sebesar 0,06%.
Tabel 6.1. Nilai Tukar Petani (NTP) Per Sub Sektor (2007=100)
2008
KELOMPOK DAN SUB KELOMPOK
1 Tanaman Padi Palawija
a Indeks Diterima Petani
- Padi
- Palawija
b Indeks Dibayar Petani
- Indeks Konsumsi Rumah Tangga
- Indeks BPPBM
Nilai Tukar Petani (NTP-P)
2 Hortikultura
a Indeks Diterima Petani
- Sayur-sayuran
- Buah-buahan
b Indeks Dibayar Petani
- Indeks Konsumsi Rumah Tangga
- Indeks BPPBM
Nilai Tukar Petani (NTP-H)
3 Tanaman Perkebunan Rakyat
a Indeks Diterima Petani
- Tanaman Perkebunan Rakyat
b Indeks Dibayar Petani
- Indeks Konsumsi Rumah Tangga
- Indeks BPPBM
Nilai Tukar Petani (NTP-Pr)
4 Peternakan
a Indeks Diterima Petani
- Ternak Besar
- Ternak Kecil
- Unggas
- Hasil Ternak
b Indeks Dibayar Petani
- Indeks Konsumsi Rumah Tangga
- Indeks BPPBM
Nilai Tukar Petani (NTP-Pt)
5 Perikanan
a Indeks Diterima Petani
- Penangkapan
- Budidaya
b Indeks Dibayar Petani
- Indeks Konsumsi Rumah Tangga
- Indeks BPPBM
Nilai Tukar Petani (NTP-Pi)
PROVINSI JAMBI
a INDEKS YANG DITERIMA (It)
b INDEKS YANG DIBAYAR (Ib)
c NILAI TUKAR PETANI (NTPp)
2009
PERSENTASE
PERUBAHAN (%)
(Desember Ke
Februari)
JUNI
JULI
AGUSTUS
SEPT
OKT
NOV
DES
JAN
FEB
110.8
108.07
121.46
113.23
112.23
117.42
97.86
109.19
104.69
126.7
114.72
113.96
117.89
95.18
109.65
104.69
128.95
115.55
114.96
118.02
94.89
110.38
104.69
132.55
116.14
115.53
118.68
95.04
113.93
106.86
131.7
116.96
116.34
119.57
95.7
111.61
106.86
130.12
116.58
115.91
119.39
95.74
112.72
108.6
128.79
116.98
116.23
120.12
96.36
112.72
108.6
128.79
116.87
116.1
120.12
96.45
119.44
115.89
133.29
117.05
116.09
121.05
102.05
5.96
6.71
3.49
0.06
-0.12
0.77
5.90
121.68
128.48
113.44
113.06
111.86
117.61
107.63
123.77
132.87
112.75
114.67
113.6
118.76
107.93
125.39
135.34
113.35
115.53
114.6
119.1
108.54
114.09
114.36
113.76
116.35
115.19
120.8
98.05
109.68
105.85
114.33
117.01
115.99
120.87
93.74
113.38
112.6
114.33
116.52
115.57
120.15
97.3
113.01
115.27
110.28
116.89
115.88
120.72
96.69
109.28
108.45
110.28
116.82
115.8
120.72
93.54
109.09
108.11
110.28
116.77
115.79
120.52
93.42
-3.47
-6.21
0.00
-0.10
-0.08
-0.17
-3.38
125.59
125.59
114.05
113.69
115.44
110.12
133.15
133.15
116.74
116.03
119.5
114.06
128.86
128.86
117.93
117.21
120.69
109.27
119.62
119.62
118.62
117.75
121.99
100.84
88.76
88.76
119.25
118.15
123.46
74.43
86.71
86.71
117.69
117.69
115.57
73.1
92.84
92.84
118.19
117.66
120.24
78.55
92.84
92.84
117.98
117.39
120.24
78.7
96.47
96.47
117.86
117.22
120.32
81.85
3.91
3.91
-0.28
-0.37
0.07
4.20
105.85
102.31
109.84
111.28
116.05
111.39
110.88
112.09
95.03
107.1
102.31
109.84
116.69
116.05
112.3
112.37
112.19
95.37
107.1
102.31
109.84
116.69
116.05
112.87
113.37
112.19
94.88
108.79
102.31
109.84
121.25
128.66
113.94
114.24
113.53
95.48
108.77
102.43
109.84
120.66
129.45
114.5
115.21
113.53
94.99
108.51
102.43
109.84
119.16
131.19
114.66
114.86
114.38
94.64
108.42
102.43
109.84
118.78
131.19
114.89
114.89
114.9
94.37
108.42
102.43
109.84
118.78
131.19
114.8
114.73
114.9
94.44
109.38
102.43
109.84
122.92
131.19
114.83
114.78
114.9
95.25
0.89
0.00
0.00
3.49
0.00
-0.05
-0.10
0.00
0.93
103.77
100.52
110.02
112.65
111.39
114.44
92.12
104.55
100.52
112.31
114.35
112.59
117.08
91.43
104.55
100.52
122.31
115.03
113.57
117.08
90.89
104.55
100.52
112.31
115.62
114.42
117.08
90.43
104.55
100.52
112.31
115.53
115.23
115.09
90.5
104.55
100.52
112.31
115.26
115.04
114.69
90.71
104.55
100.52
112.31
115.19
115.28
113.97
90.77
104.55
100.52
112.31
114.84
115.25
113.97
91.05
106.07
100.52
116.75
114.57
114.84
113.98
92.59
1.45
0.00
3.95
-0.54
-0.38
0.01
2.01
117.88
113.33
104.02
120.94
115.27
104.92
119.64
116.21
102.87
114.37
116.93
97.81
101.7
117.59
86.49
101.4
117.15
86.56
104.11
117.18
88.85
103.47
117.03
88.41
107.01
117.02
91.45
2.79
-0.14
2.93
C. Kemiskinan
Dalam rangka turut mensukseskan program pemerintah dalam hal
penanggulangan kemiskinan, pemerintah Jambi (melalui Bulog Divre Jambi)
secara rutin membagikan beras miskin (raskin) kepada masayarakat yang berhak.
Pada triwulan laporan, penyaluran raskin sebesar 3.109 ton atau menurun
sebesar 76,04% dibandingkan triwulan sebelumnya.
85
KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
Grafik 6.7. Penyaluran Raskin di Provinsi Jambi
14,000,000
250
12,000,000
200
10,000,000
150
8,000,000
100
6,000,000
50
4,000,000
-
2,000,000
(50)
(100)
TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TRW TW I
IV
2005
2006
Penyaluran Raskin (kg), aksis kiri
Sumber: Bulog Prov. Jambi
Sumber: BPS Provinsi Jambi (diolah)
86
2007
2008
Pertumbuhan Raskin (%), aksis kanan
2009
BAB VII
PERKIRAAN EKONOMI DAN HARGA DAERAH
Laju pertumbuhan PDRB Provinsi Jambi pada triwulan II tahun 2009
diperkirakan masih tumbuh positif, walupun melambat dibandingkan triwulan I
tahun 2009. Pengeluaran konsumsi rumah tangga diperkirakan masih menjadi
kontributor utama pendorong pertumbuhan ekonomi Jambi pada triwulan
mendatang. Dari sisi penawaran, kontribusi pertumbuhan ekonomi Jambi masih
disumbangkan oleh sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran,
sektor pertambangan dan penggalian serta sektor industri pengolahan.
Perkembangan harga-harga pada triwulan mendatang diperkirakan masih
terjadi inflasi dengan besaran yang relatif lebih tinggi dibanding triwulan laporan
(q-t-q).
A. Pertumbuhan Ekonomi
Laju pertumbuhan PDRB Provinsi Jambi pada triwulan mendatang
diperkirakan masih tumbuh melambat yaitu sebesar 5,50±1%. Pengeluaran
konsumsi rumah tangga masih menjadi motor utama pendorong pertumbuhan
ekonomi Jambi. Hal ini tercermin dengan terus meningkatnya indeks ekspektasi
penghasilan yang meningkat menjadi 160,67 dibandingkan triwulan laporan
yang sebesar 130,67.
Meningkatnya ekspektasi penghasilan ini terkait dengan kenaikan upah
minimum provinsi (UMP) Jambi menjadi sebesar Rp800.000 (naik 10,14%).
Kondisi ini juga menunjukkan bahwa masyarakat yakin bahwa pada triwulan
mendatang income yang didapatkannya relatif meningkat sehingga konsumsi
terhadap barang dan jasa juga semakin besar. Menurunnya suku bunga
perbankan juga berpotensi mendorong konsumsi masyarakat dibandingkan
dengan menyimpan dananya di perbankan.
87
PERKIRAAN EKONOMI DAN HARGA DAERAH
Grafik 7.1. Perkembangan Ekspektasi Ekonomi,
Ekspektasi Pengangguran dan Ekspektasi Penghasilan
Indeks
180.00
Ekspektasi ekonomi
Ekspektasi pengangguran
Ekspektasi penghasilan
160.00
140.00
120.00
100.00
80.00
60.00
40.00
20.00
0.00
I
II
III
IV
I
II
2004
III
IV
I
II
2005
III
IV
I
2006
II
III
IV
2007
I
II
III
2008
IV
I
2009
Sementara, dari hasil Survei Ekspektasi Konsumen (SEK) pada triwulan
laporan, nilai saldo rencana konsumsi dalam 6 s.d 12 bulan yang akan datang
berada pada level pesimis kecuali nilai saldo rencana konsumsi barang sandang
yang
sebesar
173,33.
Sedangkan
nilai
saldo
indikator
lainnya
yaitu:
pembelian/perbaikan rumah (66,00), peralatan rumah tangga (62,00), perabotan
rumah tangga (41,3),
(92,00).
Hal
kendaraan
bermotor (36,67), serta rekreasi/tamasya
ini menunjukkan bahwa kecenderungan belanja masyarakat di
triwulan II tahun 2009 terutama untuk memenuhi kebutuhan pokok terlebih
dahulu dibandingkan dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya.
88
PERKIRAAN EKONOMI DAN HARGA DAERAH
Grafik 7.2. Rencana Konsumsi dalam 6-12 bulan yang akan datang
Indeks
180.00
160.00
140.00
120.00
100.00
80.00
60.00
40.00
20.00
0.00
I
II
III
IV
2004
I
II
III
IV
I
2005
II
III
IV
2006
I
II
III
IV
I
II
2007
III
2008
Peralatan rumah tangga
Perabotan rumah tangga
Kendaraan bermotor
Barang sandang
Pembelian/perbaikan rumah
Rekreasi/tamasya
IV
I
2009
Berdasarkan hasil SKDU triwulan IV-2008, tercermin bahwa optimisme
responden di sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik dan air minum,
sektor perdagangan, listrik dan air, PHR, sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan serta sektor jasa-jasa masih menunjukkan perkembangan yang cukup
baik. Hal ini terlihat dari perkiraan nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) untuk
sektor tersebut yang masih positif (Tabel 7.1).
Tabel 7.1. Saldo Bersih Tertimbang Perkembangan Dunia Usaha
Saldo Bersih Tertimbang
No
Sektor/Subsektor
Realisasi
Trw I-2009
Prakiraan
Trw II-2009
1
Pertanian
2.67
2
Pertambangan dan Penggalian
1.43
1.43
3
Industri Pengolahan
0.69
(0.69)
4
Listrik dan Air Minum
0.20
0.20
5
Bangunan
(0.69)
(0.69)
6
Perdagangan, Hotel dan Restoran
(5.44)
0.54
7
Pengangkutan dan Komunikasi
0.91
(0.91)
8
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
2.37
1.42
9
Jasa-jasa
1.06
1.06
3.20
2.36
Total
0.00
Dari sisi penawaran, perkembangan sektor pertanian pada triwulan
mendatang diperkirakan masih tetap tumbuh positif. Mulai membaiknya harga
89
PERKIRAAN EKONOMI DAN HARGA DAERAH
komoditas perkebunan seperti kelapa sawit menjadi pendorong tumbuhnya
sektor pertanian pada triwulan mendatang. Sub sektor tanaman bahan makanan
juga diperkirakan tumbuh positif yang didorong oleh mulai masuknya musim
panen padi. Sementara itu, kondisi cuaca di laut yang kurang mendukung turut
mempengaruhi hasil tangkapan sehingga pertumbuhan sektor perikanan
diperkirakan menurun.
Sektor
industri
pengolahan
diperkirakan
akan
meningkat
pertumbuhannya sejalan dengan pertumbuhan sektor pertanian. Membaiknya
harga komoditas unggulan provinsi Jambi (sawit) diperkirakan akan mendukung
pertumbuhan sektor industri pengolahan. Nilai lifting minyak bumi diperkirakan
akan meningkat sejalan dengan membaiknya harga minyak mentah di pasar
internasional sehingga mendorong perusahaan minyak bumi meningkatkan
produksinya.
Proyeksi Bank Indonesia Jambi, pertumbuhan ekonomi tahunan (y-o-y)
Provinsi Jambi pada triwulan II tahun 2009 diperkirakan pada kisaran 4,50%5,50% (skenario pesimis) atau sebesar 5,51%-6,50% (skenario optimis).
Sementara proyeksi pertumbuhan ekonomi sampai dengan akhir tahun 2009
diperkirakan pada kisaran 4,00%-5,00% (skenario pesimis) atau sebesar 5,01%6,00% (skenario optimis).
Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas
ditengah tantangan krisis ekonomi dunia, diperlukan langkah nyata dan effort
yang lebih besar dari Pemerintah Daerah Jambi untuk memacu pertumbuhan
ekonominya. Beberapa prasyarat agar pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi bisa
tumbuh lebih baik, antara lain melalui:
1. Percepatan
realisasi
APBD
terutama
pada
sektor
yang
dapat
menstimulus perekonomian Jambi.
Telah disahkannya APBD Provinsi Jambi pada akhir periode tahun 2008
memberikan peluang bagi pemerintah daerah untuk menyegerakan realisasi
belanja APBD 2009 sehingga mampu mempercepat stimulus pembangunan
ekonomi di Jambi. Stimulus yang diberikan terutama untuk sektor-sektor yang
berdampak tinggi terhadap perokonomian Jambi serta ketenagakerjaan
90
PERKIRAAN EKONOMI DAN HARGA DAERAH
seperti sektor pertanian, industri manufaktur, perikanan dan kelautan, migas
dan pertambangan, kehutanan, jasa perdagangan, jasa pariwisata, jasa
angkutan, jasa tenaga kerja dan UMKM. Selain itu, pembangunan
Infrastruktur bidang transportasi (terutama jalan dan jembatan) harus
dipercepat dalam rangka meningkatkan pelayanan bagi aktivitas perdagangan
serta mengurangi biaya distribusi akibat kurang kondusifnya sarana jalan dan
jembatan.
2. Optimalisasi Penyerapan Tenaga Kerja Daerah.
Dengan terealisasinya belanja modal pemerintah, terutama untuk proyekproyek fisik serta program percepatan ekonomi lainnya diharapkan dapat
mengoptimalkan penggunaan tenaga kerja lokal sehingga mampu membuka
lapangan
pekerjaan
bagi
masyarakat
Jambi
yang
berdampak
pada
menurunnya angka pengangguran dan kemiskinan, serta peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Disamping itu,peningkatan program padat karya
(misal:
revitalisasi
pertanian,
perikanan
dan
peternakan,
program
pengembangan jalan lingkungan) dapat menjadi solusi untuk peningkatan
penyerapan tenaga kerja.
3. Penguatan ekspor barang dan jasa.
Penguatan ekspor di Jambi dapat dilakukan dengan perbaikan kualitas dan
produktivitas komoditas utama ekspor (seperti karet dan kelapa sawit)
sehingga dapat tetap menjaga daya saing di pasar internasional. Selain itu,
untuk mempermudah jalur transportasi dapat dilakukan dengan percepatan
pembangunan jalan dan jembatan dari dan ke pelabuhan Muara Sabak.
4. Pengendalian Inflasi yang Forward Looking.
Inflasi Kota Jambi lebih dipengaruhi oleh sisi supply. Kondisi jalur distribusi
yang kurang kondusif dapat memicu kenaikan harga lebih tinggi lagi. Naiknya
harga bahan makanan akan menggerus pendapatan masyarakat dan
pengusaha yang pada akhirnya akan menurunkan daya beli masyarakat.
Penurunan daya beli (konsumsi masyarakat) tentunya akan berpengaruh pada
pertumbuhan ekonomi masyarakat. Selain dari sisi infrastruktur, penanganan
inflasi juga dapat dilakukan dengan pengamanan pasar lokal dan regional
melalui penggunaan produk yang dihasilkan daerah dengan memberikan
preferensi harga kepada perusahaan penyedia barang/jasa. Dengan demikian,
diperlukan kebijakan penanganan inflasi (pengendalian harga-harga) yang
koordinatif antar dinas/instansi terkait secara berkesinambungan sehingga
91
PERKIRAAN EKONOMI DAN HARGA DAERAH
dapat mendukung terciptanya inflasi yang relatif rendah dan stabil. Oleh
karena itu, tersedianya Forum Diskusi/Tim Pemantau Inflasi daerah sangat
berguna dalam memberikan rekomendasi yang berguna bagi pengambil
kebijakan di daerah untuk mengendalikan angka inflasi daerah.
5. Kebijakan
Agrobisnis
yang
menguntungkan
bagi
petani
dan
pengusaha.
Belum tersedianya industri hilir dalam skala besar menyebabkan pergerakan
harga komoditas unggulan (sawit dan karet) sangat terpengaruh dengan
kondisi pasar dunia. Hal dapat kita lihat semenjak terjadinya krisis global,
harga sawit dan karet terus menurun dalam beberapa bulan terakhir
sehingga menyebabkan tingkat pendapatan sebagian besar petani menurun.
Hal ini akan berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat sehingga
perekonomian menjadi kurang bergairah. Minat petani dalam mengelola
komoditas unggulan tersebut juga dikhawatirkan akan menurun yang pada
akhirnya akan berpengaruh terhadap pembentukan produk domestik
regional bruto Provinsi Jambi. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan
agrobisnis yang tepat untuk mengatasi dampak dari krisis global tersebut
sehingga tingkat pendapatan petani dapat kembali ke level yang optimal.
Beberapa hal yang bisa dilaksanakan adalah:
-
Percepatan realisasi tersedianya industri hilir (misal industri minyak
goreng, sabun dll) yang dapat menopang supply sawit dan karet untuk
dioptimalkan menjadi komoditas yang memiliki value added lebih baik
sehingga dapat meningkatkan daya saing Provinsi Jambi dalam sektor
perkebunan dan dapat menjadi buffer ketika harga komoditas sedang
turun.
-
Perlunya pemberian subsidi dalam pemenuhan stok pupuk dan obat anti
serangga/hama yang dapat digunakan untuk mendukung proses
produksi sehingga petani tetap dapat mempergunakan jumlah pupuk
yang seimbang dan sesuai untuk meningkatkan proses produksi.
92
PERKIRAAN EKONOMI DAN HARGA DAERAH
-
Pengawasan distribusi pupuk yang komprehensif sehingga tidak terjadi
kelangkaan di tingkat petani yang dapat mendorong peningkatan harga
pupuk yang sangat memberatkan petani.
-
Penyuluhan dan subsidi benih unggulan sehingga dapat meningkatkan
hasil produksi dan kualitas pertanian.
-
Penentuan tingkat harga yang saling menguntungkan antara petani
dengan pengusaha sehingga terjadi hubungan bisnis yang kondusif. Oleh
karena itu, perusahaan harus menghindari pembelian komoditas tersebut
melalui toke.44 Hal ini dikarenakan toke membeli harga komoditas
unggulan Jambi (sawit dan karet) ke petani dibawah harga pasar/harga
yang telah ditetapkan sehingga menyengsarakan petani.
6. Pertumbuhan kredit perbankan
Mendorong laju pertumbuhan kredit Provinsi Jambi pada triwulan II tahun
2009 berkisar 15-20% (y-o-y) melalui program-program pendampingan
kepada usaha mikro dan kecil.
Jika beberapa prasyarat diatas belum terpenuhi dan dampak dari
melambatnya perekonomian dunia semakin terasa memburuk di Provinsi Jambi,
maka peluang perekonomian Provinsi Jambi dipacu tumbuh lebih tinggi
dibanding triwulan laporan sulit tercapai.
B. Proyeksi Inflasi
Perkembangan harga-harga pada triwulan II tahun 2009 diperkirakan
relatif meningkat dibandingkan triwulan I tahun 2009. Hal ini tercermin dari
masih pesimisnya nilai kondisi harga ke depannya.
Laju inflasi triwulanan (q-t-q) triwulan II tahun 2009 diperkirakan akan
meningkat. Kondisi ini tercermin dari hasil Survei Ekspektasi Konsumen (SEK)
yang menunjukkan bahwa keyakinan masyarakat terhadap perbaikan hargaharga semakin pesimis terutama pada ekspektasi harga bahan sandang dan
perumahan. Sejalan dengan hal tersebut, seluruh indikator ekspektasi harga
44
Toke bisa juga diartikan tengkulak atau cukong.
93
PERKIRAAN EKONOMI DAN HARGA DAERAH
Grafik 7.3. Saldo Bersih Ekspektasi harga dalam 6-12 bulan yang akan datang
Indeks
110.00
90.00
Bahan sandang
Perumahan & bahan bangunan
Transportasi & komunikasi
Harga Umum
Bahan makanan
70.00
50.00
30.00
10.00
-10.00
I
II
III
IV
I
II
2004
III
IV
I
II
2005
III
IV
I
II
2006
III
IV
I
II
2007
III
2008
IV
I
2009
memiliki nilai yang relatif lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya (lihat
Grafik 7.3). Sedangkan nilai saldo bersih (SB) untuk indikator kenaikan harga
umum sebesar 22,22, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya (74,67).45
Grafik 7.4. Perkembangan Inflasi Tahun Kalender (y-o-y) Kota Jambi
periode tahun 2003 s.d. 2009 (Maret) serta Perkiraan April s.d. Desember 2009
y-o-y (%)
25
2003
2006
2009 optimis
20
2004
2007
2009 pesimis
2005
2008
15
10
5
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Catatan: Inflasi bulan April-Desember 2009 adalah angka perkiraan
Dalam periode 5 tahun terakhir, perkembangan laju inflasi tahun
kalender/y-t-d (lihat grafik 7.4) pada bulan Desember berkisar antara 4,67% (y-td) s.d 16,50% (y-t-d). Setelah mencapai puncak kenaikan harga pada bulan Juni
2008 pasca kenaikan harga BBM di bulan Mei 2008, maka laju tahunan inflasi
45
SB (Saldo Bersih) = (%baik-%buruk)+100%. Nilai dibawah 100% berarti pesimis. Nilai diatas
100% berarti optimis. Saldo Bersih ekspektasi harga merupakan hasil survey dari jawaban
pertanyaan ekspektasi terhadap harga barang/jasa pada 6-12 bulan mendatang.
94
PERKIRAAN EKONOMI DAN HARGA DAERAH
pada triwulan II mendatang diperkirakan akan menurun. Inflasi Kota Jambi pada
Triwulan II 2009 diperkirakan sebesar 3,50%-4,25% / y-o-y (skenario optimis)
atau sebesar 4,26%-5,00% / y-o-y (skenario pesimis). Pada triwulan mendatang
tekanan inflasi dirasakan terutama dalam masa persiapan dan kampanye
menjelang pemilihan presiden di bulan Juli.
Sementara itu laju inflasi sampai dengan tahun 2009 diperkirakan akan
sebesar 6,00%-7,00% / y-o-y (skenario optimis) atau sebesar 7,01%-8,00% / yo-y (skenario pesimis). Tekanan inflasi dalam tahun 2009 ini akan dirasakan
terutama pada bulan Juni (persiapan pemilu presiden 2009), Juli (tahun ajaran
sekolah baru serta berlangsungnya pemilu presiden), September (puasa dan hari
raya Idul Fitri), serta Desember (natal dan libur akhir tahun).
Grafik 7.5. Perkembangan Inflasi Bulanan (y-t-d) Kota Jambi
periode tahun 2003 s.d. 2009 (Maret) serta Perkiraan April s.d. Desember 2009
y-t-d (%)
20
18
2003
2004
2005
2006
14
2007
2008
12
2009 optimis
2009 pesimis
16
10
8
6
4
2
0
-2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Catatan: Inflasi bulan April-Desember 2009 adalah angka perkiraan
Beberapa faktor-faktor lain yang masih berpotensi akan memberikan
tekanan inflasi selama triwulan mendatang serta berpotensi menyebabkan
perkiraan inflasi keluar dari sasaran antara lain 1) Kondisi cuaca di musim
pancaroba ini dapat menjadi ancaman dalam produksi pertanian dan
pendistribusian
barang,
2)
Meningkatnya
demand
masyarakat
terhadap
kebutuhan barang dan jasa terutama terkait dengan meningkatnya income
masyarakat
dan
menurunnya
suku
bunga
perbankan
dapat
memicu
meningkatnya konsumsi masyarakat, 3) Kondisi infrastruktur (jalan, jembatan)
yang masih terkendala akan meningkatkan biaya distribusi dan transportasi
barang dan jasa, 4) Tekanan melemahnya Rupiah dapat mempengaruhi inflasi
95
PERKIRAAN EKONOMI DAN HARGA DAERAH
barang impor, 5) Pemilu legislatif yang dilaksanakan pada bulan April 2009 serta
pelaksanaan pemilu presiden yang akan dilaksanakan bulan Juli 2009
diperkirakan akan memacu tingginya konsumsi masyarakat pada periode triwulan
II tahun 2009.
Sementara,
masih
tercukupinya
stok
beberapa
kebutuhan
pokok
diprakirakan cukup mampu meredam potensi gejolak harga yang terjadi sewaktuwaktu akibat kemungkinan shock di sisi penawaran. Stok beras di Bulog Divre
Jambi diprakirakan cukup untuk meredam gejolak harga beras.
96
LAMPIRAN
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
PROVINSI JAMBI
Halaman ini sengaja dikosongkan
Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jambi
Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah)
LAPANGAN USAHA
1. PERTANIAN
a. Tanaman Bahan Makanan
b. Tanaman Perkebunan
c. Peternakan dan Hasil-hasilnya
d. Kehutanan
e. Perikanan
2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN
a. Minyak dan Gas Bumi
b. Pertambangan tanpa Migas
c. Penggalian
3. INDUSTRI PENGOLAHAN
a. Industri Migas
1. Pengilangan Minyak Bumi
2. Gas Alam Cair
b. Industri Tanpa Migas **)
4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH
a. Listrik
b. Gas
c. Air Bersih
5. BANGUNAN
6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN
a. Perdagangan Besar & Eceran
b. Hotel
c. Restoran
7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI
a. Pengangkutan
1. Angkutan Rel
2. Angkutan Jalan Raya
3. Angkutan Laut
4. Angk. Sungai, Danau & Penyebr.
5. Angkutan Udara
6. Jasa Penunjang Angkutan
b. Komunikasi
1. Pos dan Telekomunikasi
2. Jasa Penunjang Komunikasi
8. KEUANGAN, PERSEWAAN, & JS. PRSH.
a. Bank
b. Lembaga Keuangan tanpa Bank
c. Jasa Penunjang Keuangan
d. Sewa Bangunan
e. Jasa Perusahaan
9. JASA-JASA
a. Pemerintahan Umum
1. Adm. Pemerintahan & Pertahanan
2. Jasa Pemerintah lainnya
b. Swasta
1. Sosial Kemasyarakatan
2. Hiburan & Rekreasi
3. Perorangan & Rumahtangga
2007*
I
II
IV
I
1,989,061.62
665,418.98
948,476.04
103,722.77
169,876.09
101,567.75
1,611,696.95
1,483,794.19
57,202.28
70,700.48
858,527.87
90,829.43
90,829.43
767,698.44
64,544.49
52,314.03
12,230.47
315,315.27
1,147,501.02
1,049,520.50
12,332.87
85,647.65
556,578.21
517,507.98
370,046.66
55,284.96
26,590.02
38,726.97
26,859.38
39,070.23
38,324.41
745.82
297,743.06
86,883.19
25,461.44
983.70
178,456.31
5,958.42
832,904.52
713,109.70
481,160.60
231,949.10
119,794.82
80,684.15
6,700.83
32,409.84
2,071,069.41
696,847.71
975,220.89
109,982.39
176,258.53
112,759.88
1,448,251.21
1,297,111.69
59,592.70
91,546.82
914,699.44
98,844.49
98,844.49
815,854.95
71,147.20
58,407.33
12,739.87
354,188.89
1,146,148.57
1,051,998.09
12,567.62
81,582.86
578,021.10
536,153.27
376,569.74
58,245.14
27,733.52
46,064.18
27,540.68
41,867.83
41,098.14
769.69
330,785.08
109,461.05
27,256.60
1,281.85
186,447.57
6,338.01
879,560.22
754,179.46
513,473.07
240,706.40
125,380.76
84,918.23
6,603.94
33,858.58
2,137,348.25
717,375.61
987,681.15
120,824.20
184,074.21
127,393.08
1,495,188.34
1,339,095.82
62,450.15
93,642.37
959,582.79
100,161.18
100,161.18
859,421.61
76,235.82
63,217.72
13,018.10
393,721.76
1,203,828.61
1,105,075.94
12,821.13
85,931.54
594,893.15
549,481.97
386,247.91
60,789.85
28,120.51
45,803.40
28,520.31
45,411.17
44,627.56
783.61
345,002.76
117,834.98
28,436.88
1,428.26
190,742.15
6,560.49
914,414.10
783,766.07
537,344.52
246,421.55
130,648.03
88,386.34
6,730.14
35,531.55
2,169,378.70
742,835.30
1,013,933.27
126,890.83
196,939.98
88,779.32
1,525,057.30
1,367,460.85
64,800.54
92,795.92
1,071,914.43
105,738.90
105,738.90
966,175.53
77,915.34
64,385.90
13,529.44
409,246.04
1,276,434.19
1,172,229.60
13,521.95
90,682.63
615,801.33
569,854.48
399,995.31
63,452.60
28,643.77
48,559.42
29,203.38
45,946.85
45,151.46
795.40
391,298.97
143,506.30
29,109.80
1,921.69
210,151.07
6,610.10
951,671.14
815,435.35
559,480.43
255,954.93
136,235.79
93,222.06
6,828.54
36,185.19
2,278,172.35
790,955.35
1,035,722.06
128,869.16
198,954.96
123,670.81
2,369,157.08
2,131,475.58
143,246.66
94,434.84
1,106,944.62
111,258.70
111,258.70
PDRB Migas
7,673,873.03
7,793,871.12
8,120,215.57
PDRB Tanpa Migas
6,099,249.40
6,397,914.94
6,680,958.57
Keterangan: * angka sementara
** angka sangat sementara
2009**
2008*
III
II
III
IV
I
2,459,512.73
875,628.75
1,092,230.50
136,627.55
212,044.32
142,981.62
3,473,284.26
3,167,228.02
207,326.93
98,729.31
1,231,215.84
120,071.65
120,071.65
2,537,018.18
910,876.55
1,094,475.31
139,897.13
215,104.23
176,664.96
1,600,266.68
1,220,404.22
277,742.63
102,119.84
1,231,227.22
108,466.62
108,466.62
995,685.91
79,097.73
65,387.48
2,366,987.60
838,396.09
1,058,898.07
132,928.56
204,498.56
132,266.32
3,208,173.73
2,943,563.09
167,931.41
96,679.24
1,163,434.22
107,913.43
107,913.43
1,055,520.79
85,814.71
70,656.56
1,111,144.19
83,810.28
67,555.65
1,122,760.61
93,153.42
76,289.14
13,710.25
423,266.64
1,306,734.74
1,200,190.23
13,759.24
92,785.28
618,790.01
571,656.86
15,158.15
435,005.87
1,359,997.32
1,249,498.83
14,511.71
95,986.79
634,474.84
585,314.74
16,254.63
446,648.65
1,420,703.12
1,307,683.68
14,621.61
98,397.83
658,074.19
608,439.38
16,864.28
466,934.14
1,452,867.70
1,339,333.17
14,695.41
98,839.11
680,989.73
630,572.93
2,565,735.91
943,591.26
1,084,787.06
142,893.71
219,138.92
175,324.95
1,614,334.37
1,232,750.80
272,808.83
108,774.74
1,256,566.17
109,780.39
109,780.39
1,146,785.78
92,887.18
76,147.71
16,739.47
486,185.54
1,491,050.39
1,376,697.14
14,575.64
99,777.61
692,932.78
641,102.32
408,401.42
63,792.84
29,227.28
40,332.58
29,902.75
47,133.15
46,324.20
808.96
403,888.80
148,243.29
29,688.96
1,967.14
217,288.89
6,700.51
972,886.31
833,856.20
571,314.96
262,541.24
139,030.11
95,138.31
7,124.14
36,767.66
421,950.64
66,264.75
29,951.52
36,384.99
30,762.85
49,160.10
48,332.04
828.05
446,879.48
180,486.71
30,484.82
2,033.50
226,998.15
6,876.29
992,233.42
850,804.49
582,389.64
268,414.85
141,428.93
96,535.59
7,229.56
37,663.78
440,670.18
67,794.83
30,164.87
38,279.32
31,530.18
49,634.80
48,796.48
838.32
474,578.91
197,951.47
31,070.76
2,101.62
236,426.04
7,029.01
1,012,262.84
867,152.58
595,095.24
272,057.33
145,110.26
98,960.66
7,336.85
38,812.75
456,706.53
67,997.94
30,209.36
43,400.27
32,258.82
50,416.80
49,571.05
845.76
480,418.56
192,555.05
31,630.91
2,125.04
246,835.21
7,272.34
1,033,863.40
886,876.32
608,132.47
278,743.85
146,987.08
100,592.66
7,367.30
39,027.11
465,664.41
70,896.96
30,824.76
41,871.09
31,845.10
51,830.46
50,966.23
864.23
490,868.62
197,466.66
32,434.44
2,211.51
251,310.60
7,445.40
1,051,678.80
902,340.45
617,194.47
285,145.98
149,338.35
102,644.59
7,393.92
39,299.84
8,488,717.43
9,558,938.27
10,693,001.20
11,260,090.81
9,576,739.05
9,742,239.76
7,015,517.69
7,316,203.98
7,641,524.68
7,972,791.14
8,247,868.22
8,403,979.98
Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jambi
Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah)
LAPANGAN USAHA
1. PERTANIAN
a. Tanaman Bahan Makanan
b. Tanaman Perkebunan
c. Peternakan dan Hasil-hasilnya
d. Kehutanan
e. Perikanan
2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN
a. Minyak dan Gas Bumi
b. Pertambangan tanpa Migas
c. Penggalian
3. INDUSTRI PENGOLAHAN
a. Industri Migas
1. Pengilangan Minyak Bumi
2. Gas Alam Cair
b. Industri Tanpa Migas **)
4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH
a. Listrik
b. Gas
c. Air Bersih
5. BANGUNAN
6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN
a. Perdagangan Besar & Eceran
b. Hotel
c. Restoran
7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI
a. Pengangkutan
1. Angkutan Rel
2. Angkutan Jalan Raya
3. Angkutan Laut
4. Angk. Sungai, Danau & Penyebr.
5. Angkutan Udara
6. Jasa Penunjang Angkutan
b. Komunikasi
1. Pos dan Telekomunikasi
2. Jasa Penunjang Komunikasi
8. KEUANGAN, PERSEWAAN, & JS. PRSH.
a. Bank
b. Lembaga Keuangan tanpa Bank
c. Jasa Penunjang Keuangan
d. Sewa Bangunan
e. Jasa Perusahaan
9. JASA-JASA
a. Pemerintahan Umum
1. Adm. Pemerintahan & Pertahanan
2. Jasa Pemerintah lainnya
b. Swasta
1. Sosial Kemasyarakatan
2. Hiburan & Rekreasi
3. Perorangan & Rumahtangga
2007*
I
II
2008*
III
1,093,332.08
396,728.94
517,014.58
70,629.08
67,586.44
41,373.03
429,974.20
375,713.08
18,282.23
35,978.89
478,465.41
30,731.02
30,731.02
447,734.39
25,569.59
21,026.22
1,108,631.26
404,743.40
517,964.84
72,922.82
68,622.40
44,377.80
396,510.22
334,175.77
18,620.05
43,714.40
485,228.18
32,464.27
32,464.27
452,763.91
27,378.62
22,765.16
1,119,802.25
407,116.08
518,359.35
76,704.44
69,132.56
48,489.81
397,513.39
334,320.48
19,216.40
43,976.51
485,945.27
32,385.71
32,385.71
453,559.56
28,395.62
23,737.77
4,543.37
148,836.73
607,670.12
552,059.59
7,507.07
48,103.46
283,266.63
258,644.23
168,451.00
34,866.72
16,013.26
23,486.93
15,826.33
24,622.40
24,341.12
281.28
136,381.74
41,367.48
10,405.63
684.17
80,630.56
3,293.90
311,073.42
256,499.15
163,789.58
92,709.57
54,574.27
35,062.22
3,315.48
16,196.57
4,613.47
161,618.12
605,980.22
552,408.40
7,517.83
46,054.00
288,818.20
263,621.00
169,320.87
35,718.00
16,087.32
26,277.97
16,216.83
25,197.20
24,913.38
283.83
149,362.49
52,117.42
10,763.07
830.95
82,289.13
3,361.92
318,046.70
262,437.70
167,627.80
94,809.90
55,609.00
35,741.06
3,304.91
16,563.03
PDRB Migas
3,514,569.93
PDRB Tanpa Migas
3,108,125.83
IV
I
II
2009**
III
IV
I
4,657.84
169,680.38
621,385.86
567,160.46
7,592.42
46,632.97
292,253.60
266,166.12
1,115,682.88
411,908.00
519,033.89
78,932.09
69,489.82
36,319.08
390,208.73
327,114.70
19,431.47
43,662.57
498,821.40
33,189.24
33,189.24
465,632.16
28,400.02
23,717.76
4,682.26
174,088.20
629,576.19
575,249.67
7,610.60
46,715.92
295,141.06
269,213.77
1,138,534.97
415,167.90
523,435.29
79,166.51
69,681.68
51,083.59
398,238.51
312,835.24
41,362.48
44,040.80
504,812.70
33,805.43
33,805.43
471,007.27
28,717.71
24,006.24
4,711.47
176,847.49
624,794.01
570,034.61
7,679.09
47,080.31
295,235.15
269,045.24
1,161,802.13
428,478.31
531,417.71
79,347.94
69,863.92
52,694.27
444,841.89
352,240
48,090.03
44,512.03
515,501.10
32,984.05
32,984.05
482,517.05
29,847.18
25,047.06
4,800.12
179,216.33
633,531.60
577,788.71
7,872.17
47,870.72
296,902.87
270,456.79
1,180,632.56
437,572.75
538,352.04
79,765.66
70,141.18
54,800.93
504,880.40
401,473.50
58,430.27
44,976.62
524,158.66
35,310.24
35,310.24
488,848.42
28,714.94
23,988.60
4,726.34
180,183.25
641,400.16
585,193.13
7,881.52
48,325.51
302,955.99
276,313.83
1,205,126.00
450,618.23
542,748.74
80,082.75
70,256.58
61,419.70
503,517.63
381,152.93
76,796.08
45,568.63
521,871.93
31,513.18
31,513.18
490,358.75
30,405.57
25,634.77
4,770.79
185,235.31
652,730.56
596,331.31
7,919.32
48,479.93
309,883.03
283,015.50
1,207,279.85
461,952.52
532,944.12
81,493.84
70,346.82
60,542.55
506,755.76
384,341.96
75,018.94
47,394.86
527,358.51
31,786.38
31,786.38
495,572.14
30,315.71
25,582.04
4,733.67
192,366.87
656,328.78
599,730.40
7,788.79
48,809.59
312,144.53
284,559.44
171,042.84
36,733.22
16,144.59
25,787.97
16,457.50
26,087.48
25,803.39
284.09
154,646.57
56,104.48
10,913.80
885.63
83,352.33
3,390.32
322,579.49
266,094.80
170,081.20
96,013.60
56,484.70
36,175.63
3,309.92
16,999.15
172,739.34
37,338.30
16,210.45
26,425.67
16,500.02
25,927.29
25,643.08
284.21
168,880.38
68,327.30
10,999.11
1,048.28
85,095.03
3,410.66
326,016.09
269,078.93
172,078.09
97,000.84
56,937.16
36,428.88
3,312.52
17,195.75
174,173.07
37,404.42
16,259.87
24,621.67
16,586.21
26,189.91
25,902.97
286.94
171,802.42
70,582.71
11,125.60
1,054.72
85,612.95
3,426.43
329,625.68
272,143.73
173,818.82
98,324.92
57,481.95
36,735.40
3,381.09
17,365.46
176,718.31
38,232.65
16,304.56
22,425.29
16,775.98
26,446.07
26,155.54
290.53
188,479.57
85,934.69
11,275.85
1,059.95
86,759.95
3,449.13
332,418.32
274,528.74
175,156.65
99,372.09
57,889.57
36,934.29
3,390.09
17,565.20
181,044.19
38,776.02
16,373.93
23,020.94
17,098.76
26,642.15
26,349.31
292.85
197,934.46
94,250.15
11,429.86
1,075.47
87,675.10
3,503.88
337,632.80
278,902.23
178,397.30
100,504.93
58,730.57
37,460.78
3,405.61
17,864.18
184,579.16
38,702.07
16,391.52
26,161.99
17,180.75
26,867.53
26,573.03
294.50
196,554.41
91,680.76
11,483.76
1,084.06
88,736.48
3,569.35
341,759.51
282,807.21
180,658.10
102,149.10
58,952.30
37,650.84
3,410.80
17,890.65
186,092.71
39,842.73
16,441.49
25,276.97
16,905.53
27,585.10
27,285.18
299.91
199,584.05
93,010.13
11,615.97
1,108.80
90,238.31
3,610.83
345,645.92
286,029.08
182,485.63
103,543.45
59,616.84
38,243.43
3,415.84
17,957.57
3,541,574.02
3,592,202.42
3,626,814.95
3,668,608.65
3,782,541.00
3,898,493.21
3,947,083.94
3,977,779.98
3,174,933.98
3,225,496.23
3,266,511.01
3,321,967.98
3,397,317.11
3,461,709.47
3,534,417.83
3,561,651.65
Keterangan: * angka sementara
** angka sangat sementara
Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jambi
Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Penggunaan (Juta Rupiah)
JENIS PENGELUARAN
TRW.I
TRW.II
Tahun 2007*
Trw III
TRW IV
TRW.I
Tahun 2008*
TRW.II
TRW.III
TRW.IV
Tahun 2009**
TRW.I
1. Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga
4,866,331.22
5,054,038.84
5,143,526.02
5,362,984.79
5,890,110.21
6,283,403.82
6,623,739.77
6,925,016.75
6,753,058.53
2. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
1,178,122.83
1,287,214.26
1,317,634.96
1,401,431.72
1,423,090.35
1,552,700.32
1,646,598.73
1,661,562.58
1,740,379.42
34,490.24
34,972.19
35,270.51
36,840.63
37,006.41
43,313.53
43,956.92
48,822.66
51,666.39
4. Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 1,333,220.34
1,346,258.56
1,376,069.58
1,458,032.28
1,469,136.49
1,528,691.70
1,550,858.78
1,665,205.57
1,787,308.54
188,326.68
190,713.77
193,163.69
211,999.97
215,220.36
234,252.11
242,781.13
254,198.61
272,397.07
6. Ekspor
2,743,266.93
3,152,800.55
3,488,996.14
4,309,260.82
4,395,052.77
5,892,318.72
6,026,406.01
5,921,120.24
6,279,331.98
7. Impor
2,669,885.22
3,272,127.05
3,434,445.33
4,291,832.77
3,870,678.34
4,841,678.99
4,874,250.54
6,899,187.36
7,141,902.18
7,673,873.03
7,793,871.12
8,120,215.57
8,488,717.43
9,558,938.27
10,693,001.20
11,260,090.81
9,576,739.05
9,742,239.76
3. Lembaga Swasta Nirlaba
5. Perubahan Stok
JUMLAH
Keterangan: * angka sementara
** angka sangat sementara
Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jambi
Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Penggunaan (Juta Rupiah)
JENIS PENGELUARAN
1. Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga
TRW.I
TRW.II
Tahun 2007*
Trw III
TRW IV
TRW.I
Tahun 2008*
TRW.II
TRW.III
TRW.IV
Tahun 2009**
TRW.I
2,486,536.57
2,506,873.23
2,542,451.51
2,649,850.47
2,652,358.72
2,727,745.21
2,820,494.97
2,881,003.20
2,754,885.78
652,040.28
653,044.93
665,847.30
704,685.99
712,712.34
717,390.97
757,531.41
760,080.06
760,776.04
17,351.77
17,564.37
17,694.07
18,277.02
18,305.69
18,810.17
19,003.69
20,759.32
21,920.77
565,373.86
568,973.82
577,420.72
608,517.48
611,827.09
620,494.64
627,133.93
662,253.13
647,388.71
99,935.64
100,782.53
101,616.12
110,345.96
111,211.14
115,153.58
119,040.19
122,055.65
125,511.07
6. Ekspor
1,572,840.26
1,796,464.19
1,961,121.28
2,353,570.11
2,058,062.35
2,110,946.55
1,943,275.78
1,916,407.45
1,951,505.19
7. Impor
1,879,508.44
2,102,129.05
2,273,948.58
2,818,432.08
2,495,868.69
2,528,000.12
2,387,986.74
2,415,474.88
2,284,207.57
3,514,569.93
3,541,574.02
3,592,202.42
3,626,814.95
3,668,608.65
3,782,541.00
3,898,493.21
3,947,083.94
3,977,779.98
2. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
3. Lembaga Swasta Nirlaba
4. Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto
5. Perubahan Stok
JUMLAH
Keterangan: * angka sementara
** angka sangat sementara
Indeks Harga Konsumen (IHK) Jambi
Tahun Dasar 2007=100
Uraian
I UMUM
II BAHAN MAKANAN
III. MAKANAN JADI, MNMAN, ROKOK & TBK
IV. PERUMAHAN
V. SANDANG
VI. KESEHATAN
VII. PENDIDIKAN, REKREASI & OR
VIII. TRANSPORT & KOMUNIKASI
Sumber: BPS Provinsi Jambi
2008
JAN
103.80
109.92
102.50
101.71
104.50
99.17
101.10
100.20
FEB
104.09
110.78
102.50
101.76
105.05
99.23
101.10
100.26
MAR
105.33
113.04
104.84
101.94
106.38
99.41
101.10
100.87
APR
105.79
114.69
105.40
102.24
108.92
99.43
101.30
99.21
MEI
108.37
121.20
106.34
103.02
107.41
99.68
103.72
101.67
JUN
112.91
124.79
112.57
106.28
107.98
106.10
104.33
109.68
2009
JUL
114.23
128.97
112.66
106.78
108.76
106.33
105.67
109.40
AGS
114.65
129.56
113.69
106.74
108.04
106.33
105.67
110.17
SEP
114.90
128.47
113.77
108.65
108.21
106.81
105.67
110.57
OKT
114.87
127.83
114.18
108.92
108.00
106.79
105.51
110.74
NOV
114.79
125.64
116.51
109.14
108.58
106.82
106.30
110.66
DES
114.68
126.94
116.76
109.61
109.47
107.71
106.54
106.81
JAN
115.16
129.27
119.16
109.63
109.84
107.83
106.77
103.55
FEB
115.92
128.65
120.32
113.48
112.12
108.12
106.83
102.06
MAR
114.98
124.26
121.00
113.71
113.25
108.27
106.70
102.07
Daftar Istilah
Ekspor adalah seluruh barang yang keluar dari suatu wilayah/daerah baik yang
bersifat komersil maupun bukan komersil.
Impor adalah seluruh barang yang masuk suatu wilayah/daerah baik yang
bersifat komersil maupun bukan komersil.
PDRB atas dasar harga pasar adalah penjumlahan nilai tambah bruto (NTB)
yang mencakup seluruh komponen faktor pendapatan yaitu gaji, bunga,
sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak tak langsung dari seluruh
sektor perekonomian.
PDRB atas dasar harga konstan merupakan perhitungan PDRB yang
didasarkan atas produk yang dihasilkan menggunakan harga tahun
tertentu sebagai dasar perhitungannya.
Bank pemerintah adalah bank-bank yang sebelum program rekapitalisasi
merupakan bank milik pemerintah (persero) yaitu terdiri dari Bank
Mandiri, BNI, BTN dan BRI.
Bank swasta adalah perbankan yang sepenuhnya dimiliki oleh swasta nasional
sebelum dilakukannya program rekapitalisasi perbankan.
Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah simpanan masyarakat yang ada di perbankan
terdiri dari giro, tabungan, dan deposito.
Net Interest Margin (NIM) adalah selisih bersih antara biaya bunga operasional
dengan pendapatan bunga operasional.
Loan to Deposits Ratio (LDR) adalah rasio antara kredit yang diberikan oleh
perbankan terhadap jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun.
Non Performing Loan (NPL) adalah jumlah kredit yang termasuk dalam
kategori kurang lancar, diragukan dan macet sesuai ketentuan Bank
Indonesia.
Cash inflows adalah jumlah aliran kas yang masuk ke kantor Bank Indonesia
yang berasal dari perbankan dalam periode tertentu.
Cash outflows adalah jumlah aliran kas keluar dari kantor Bank Indonesia
kepada perbankan dalam periode tertentu.
Net cashflows adalah selisih bersih antara jumlah cash inflows dan cash
outflows pada periode yang sama terdiri dari Netcash Outflows bila terjadi
cash outflows lebih tinggi dibandingkan cash inflows, dan Netcash inflows
bila terjadi sebaliknya.
Administered prices adalah kelompok barang yang pergerakan harganya
ditentukan oleh pemerintah baik secara keseluruhan maupun sebagian.
Aktiva Produktif adalah penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh
bank dengan tujuan menghasilkan penghasilan/pendapatan bagi bank,
seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank, penanaman pada
Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan surat-surat berharga lainnya.
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) adalah pembobotan terhadap
aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko dari masing-masing
aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya.
Misalnya kredit yang diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot
yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada
perorangan.
Kualitas Kredit adalah penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja
debitur
dan
kelancaran
pembayaran
bunga
dan
pokok.
Kredit
digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu Lancar, Dalam Perhatian Khusus
(DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio antara modal (modal inti dan modal
pelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR).
Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah dana yang diterima perbankan dari
masyarakat, yang berupa giro, tabungan atau deposito.
Financing to Deposit Ratio (FDR) adalah rasio antara pembiayaan yang
diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep ini sama
dengan konsep LDR pada bank umum konvensional.
Inflasi adalah Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus
(persistent).
Inflasi Administered Price adalah Inflasi yang terjadi pergerakan harga barangbarang yang termasuk dalam kelompok barang yang harganya diatur oleh
pemerintah (misalnya bahan bakar).
Inflasi Inti adalah Inflasi yang terjadi karena adanya gap penawaran aggregat
and permintaan agregrat dalam perekonomian, serta kenaikan harga
barang impor dan ekspektasi masyarakat.
Inflasi Volatile Food adalah Inflasi yang terjadi karena pergerakan harga
barang-barang yang termasuk dalam kelompok barang yang harganya
bergerak sangat volatile (misalnya beras).
Kliring adalah pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar
peserta kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta
yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.
Kliring Debet adalah kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang
disertai dengan penyampaian fisik warkat debet seperti cek, bilyet giro,
nota debet kepada penyelenggaran kliring lokal (unit kerja di Bank
Indonesia atau bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia
sebagai penyelenggara kliring lokal) dan hasil perhitungan akhir kliring
debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang menangani SKNBI
di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional.
Kliring Kredit adalah kegiatan kliring untuk transfer kredit antar bank yang
dikirim langsung oleh bank peserta ke Sistem Sentral Kliring di KP Bank
Indonesia tanpa menyampaikan fisik warkat (paperless).
Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio antara jumlah kredit yang disalurkan
terhadap dana yang diterima (giro, tabungan dan deposito).
Net Interest Income (NII) adalah antara pendapatan bunga dikurangi dengan
beban bunga.
Non Core Deposit (NCD) adalah dana masyarakat yang sensitif terhadap
pergerakan suku bunga. Dalam laporan ini, NCD diasumsikan terdiri dari
30% giro, 30% tabungan dan 10% deposito berjangka waktu 1-3 bulan.
Non Performing Loans/Financing (NLPs/Ls) adalah kredit/pembiayaan yang
termasuk dalam kualitas Kurang Lancar, Diragukan dan Macet
Penyisihan
Pengghapusan
Aktiva
Produktif
(PPAP)
adalah
suatu
pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin timbul dari
tidak tertagihnya kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP
ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin
besar PPAP yang dibentuk. Misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong
Kurang Lancar adalah 15% dari jumlah kredit Kurang Lancar (setelah
dikurangi agunan), sedangkan untuk kredit Macet, PPAP yang harus
dibentuk adalah 100% dari total kredit macet (setelah dikurangi agunan).
Rasio
Non
Performing
kredit/pembiayaan
Loans/Financing
yang
tergolong
(NPLs/Fs)
NPLs/Fs
adalah
rasio
terhadap
total
kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering disebut rasio NPLs/Fs gross.
Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ysb.
Rasio Non Performing Loans (NPLs) – Net adalah rasio kredit yang tergolong
NPLs, setelah dikurangi pembentukan Penyisihan Pengghapusan Aktiva
Produktif (PPAP), terhadap total kredit
Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI RTGS) adalah proses
penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real
time) dengan mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat
bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI) adalah sistem kliring Bank
Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian
akhirnya dilakukan secara nasional.
Download