KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jambi Triwulan I - 2009 Kantor Bank Indonesia Jambi Halaman ini sengaja dikosongkan KATA PENGANTAR Pertama-tama ijinkanlah kami memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya sehingga Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Jambi triwulan I tahun 2009 dapat diselesaikan dengan baik. KER merupakan salah satu terbitan periodik sebagai sarana bagi Bank Indonesia Jambi dalam membangun komunikasi dua arah dalam pertukaran data dan informasi baik dengan stakeholders internal maupun stakeholers eksternal sehingga para pemangku kepentingan seperti pelaku usaha, perbankan dan terutama Pemerintah Daerah Jambi (provinsi dan kabupaten/kota) dapat memperoleh masukan untuk mengambil keputusan dan kebijakan yang sesuai dengan perkembangan yang ada. KER mencakup beberapa aspek seperti perkembangan ekonomi makro regional, perkembangan inflasi daerah, perkembangan perbankan, perkembangan keuangan daerah, perkembangan sistem pembayaran, ketenagakerjaan daerah dan kesejahteraan serta perkiraan ekonomi dan inflasi daerah. Berdasarkan asesmen atas data dan informasi, pada triwulan I tahun 2009 akselerasi pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi masih tumbuh walaupun mengalami pelambatan. Perkembangan inflasi tahunan Kota Jambi mengalami tren penurunan selama periode triwulan laporan. Perkembangan perbankan terutama dari sisi kredit dan dana yang dihimpun menunjukkan penurunan. Namun demikian, fungsi intermediasi perbankan yang tercermin dari Loan to deposits ratio (LDR) hanya sedikit mengalami penurunan dan berada pada kisaran 75,40%. Ratio Non-Performing Loan (NPL) gross perbankan pada triwulan laporan mengalami peningkatan. Pembenahan sektor riil secara langsung diperlukan sebagai upaya akselerasi penyaluran kredit perbankan serta dalam rangka menghadapi dampak dari krisis global. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan yang akan datang sangat tergantung pada peningkatan konsumsi rumah tangga dan pengeluaran konsumsi pemerintah melalui percepatan realisasi belanja APBD. Di sisi lain, pergerakan harga barang dan jasa secara umum perlu mendapatkan perhatian khusus. Dalam penyusunan KER triwulan I tahun 2009, kami banyak memperoleh support dari berbagai pihak seperti dinas-dinas pemerintah daerah, instansi, perbankan, BUMN/BUMD dan pelaku usaha. Oleh karena itu, kami menyampaikan penghargaan dan mengucapkan terima kasih kepada semua pihak. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin selama ini dapat ditingkatkan di masa yang akan datang. Seiring dengan keterbatasan yang ada, kami mengharapkan kritik dan saran dalam meningkatkan kualitas KER ini agar dapat memberikan manfaat yang optimal, untuk kemakmuran masyarakat Jambi. Jambi, Mei 2009 Halaman ini sengaja dikosongkan DAFTAR ISI Daftar Isi ... .................................................................................................. Daftar Tabel ........................................................................................... Daftar Grafik ........................................................................................... Ringkasan Eksekutif ....................................................................................... BAB I. Boks 1 : Boks 2 : Boks 3 : BAB II. BAB III. Boks 4 : BAB IV BAB V BAB VI BAB VII Perkembangan Ekonomi Makro Regional .................................. A. Umum ............................................................................... B. PDRB Sisi Produksi ............................................................... C. PDRB Sisi Pengeluaran ......................................................... Dampak Pengembangan Kelapa Sawit Di Jambi: Pendekatan Input-Output Banker’s Dinner 2009 : Hidup Di Tengah Krisis Ekonomi Dunia Perkembangan Dunia Usaha Jambi Di Tengah Krisis Ekonomi Global Perkembangan Harga-Harga...................................................... A. Kajian Umum ................................................................... B. Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang .................................. Perkembangan Perbankan Daerah ............................................. A. Perkembangan Kelembagaan ........................................... B. Bank Umum ..................................................................... C. Bank Perkreditan Rakyat...................................................... Survei Kredit Perbankan Jambi : Tantangan Di Tahun 2009 Keuangan Pemerintah Daerah ............................................... A. Realisasi Pendapatan Daerah ............................................. B. Realisasi Belanja Daerah ....................................................... C. APBD Tahun 2009 .............................................................. D. Pendapatan Tahun 2009...................................................... E. Anggaran Belanja Tahun 2009 ............................................ F. APBD Kabupaten/ Kota ......................................................... G. Keuangan Pemerintah Pusat di Daerah ................................ H. Keuangan Pemerintah ......................................................... Perkembangan Sistem Pembayaran ......................................... A. Perkembangan Alat Pembayaran Tunai ............................... B. Perkembangan Alat Pembayaran Non Tunai ..................... Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan .............................. A. Keternagakerjaan Daerah .................................................... B. Kesejahteraan...................................................................... C. Kemiskinanan...................................................................... Perkiraan Ekonomi dan Harga Daerah........................................ A. Pertumbuhan Ekonomi .......................................................... B. Proyeksi Inflasi ...................................................................... Lampiran Daftar Istilah i i ii iii 1 5 5 7 24 35 35 38 49 49 50 62 65 66 66 67 68 69 71 72 75 77 77 78 81 81 83 85 87 87 93 DAFTAR TABEL 1.1 Laju Triwulanan (q-t-q) Pertumbuhan Provinsi Jambi Sisi Produksi dan Sisi Penggunaan 2.1 Perkembangan Inflasi Kota Jambi 2.2 Perkembangan Inflasi Triwulanan (q-t-q) Tahunan (y-o-y) serta tahunan Kota Jambi Berdasarkan Kelompok dan Sub Kelompok Barang dan Jasa 2.3 7 37 39 Sumbangan Inflasi Bulanan (m-t-m) Kota Jambi Berdasarkan Komoditi Periode triwulan I-2009 40 3.1 Penghimpunan Dana Bank Umum di Provinsi Jambi 51 3.2 Perkembangan Dana Pihak Ketiga Berdasarkan Golongan Pemilik 52 3.3 Perkembangan Dana Pihak Ketiga Berdasarkan Lokasi Bank 53 3.4 Perkembangan Kredit Bank Umum Provinsi Jambi 53 3.5 Perkembangan Kredit Lokasi Proyek Provinsi Jambi 55 3.6 Tabel Undisbursed Loan Bank Umum Berdasarkan Jenis Penggunaan dan Berdasarkan Sektor Ekonomi Provinsi Jambi 3.7 56 Perkembangan Non Performing Loan (NPL) Gross Bank Umum Provinsi Jambi 58 3.8 Komposisi Pendapatan Bungan Bank Umum Provinsi Jambi 61 4.1 APBD Provinsi Jambi Tahun 2008 65 4.2 APBD Provinsi Jambi Tahun 2009 69 4.3 Belanja APBD Provinsi Jambi Tahun 2009 70 4.4 APBD Kabupaten/Kota 72 4.5 Perkembangan Realisasi Pendapatan Pemerintah Pusat di Provinsi Jambi 73 4.6 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat di Provinsi Jambi 74 5.1 Perkembangan Sistem Pembayaran Provinsi Jambi 77 5.2 Perkembangan Transaksi RTGS 80 6.1 Nilai Tukar Petani (NTP) Per Sub Sektor (2007=100) 85 7.1 Saldo Bersih Tertimbang Perkembangan Dunia Usaha 89 ii DAFTAR GRAFIK 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 1.10 1.11 1.12 1.13 1.14 1.15 1.16 1.17 1.18 1.19 1.20 1.21 1.22 1.23 1.24 1.25 1.26 1.27 1.28 1.29 1.30 1.31 1.32 1.33 1.34 1.35 Perkembangan PDRB Provinsi Jambi (q-t-q) Perkembangan PDRB Provinsi Jambi dan Nasional (y-o-y) Kontribusi PDRB Sisi Produksi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jambi (q-t-q) Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Triwulan I Tahun 2009 Luas Tanam Sektor Tabama triwulan IV Tahun 2008 Luas Tanam Sektor Tabama Triwulan I Tahun 2009 Luas Panen Sektor Tabama Trwulan IV Tahun 2008 Luas Panen Sektor Tabama Triwulan I Tahun 2009 Perkembangan harga CPO, Inti dan TBS 10 Tahun di Provinsi Jambi Indikator Produksi Sub Sektor Tanaman Perkebunan Indikator Produksi Sub Sektor Hortikultura, Sub Sektor Peternakan dan Sub Sektor Perikanan Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Jambi Pertumbuhan Indeks terima dan Indeks Bayar Petani Distribusi Jenis Pupuk Jumlah dan Pertumbuhan Realisasi Pupuk Perkembangan Indikator produksi Bulanan Sektor PHR Perkembangan Konsumsi Listrik Sektor Bisnis PDRB Sub Sektor Minyak dan Gas Bumi serta Lifting Minyak Bumi Pertumbuhan Lifting Gas Alam PDRB Industri Pengolahan Perkembangan Total Pemakaian Listrik Sektor Industri Perkembangan Jumlah Pelanggan Listrik Sektor Industri Indeks Produksi Industri CPO, Karet, Kopra dan Kerajinan Batik Indeks Produksi Industri Barang dari Kayu, Barang dari Semen, Batu Bata, Makanan dan Minuman Perkembangan Total Pemakaian Listrik Perkembangan Jumlah Pelanggan Listrik Perkembangan Total Konsumsi Air Kota Jambi Perkembangan PDRB Sektor Bangunan dan Konsumsi Semen Perkembangan Kredit KPR Perkembangan Kredit Ruko/Rukan PDRB Sub Sektor Angkutan Udara Perkembangan Keberangkatan dan Kedatangan Penumpang Perkembangan Jumlah Bongkar dan Muat Barang Perkembangan Total Arus Peti Kemas Perkembangan Kunjungan Kapal 5 6 8 8 9 9 9 9 11 12 12 12 12 13 13 14 14 16 16 17 17 17 18 18 19 19 19 20 21 21 22 22 22 23 23 iii 1.36 1.37 1.38 1.39 1.40 1.41 1.42 1.43 1.44 1.45 1.46 1.47 1.48 1.49 1.50 1.51 1.52 1.53 1.54 1.55 1.56 1.57 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 2.10 2.11 2.12 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 iv Kontribusi PDRB Sisi Pengeluaran Terhadap Pertumbuhan (q-t-q) Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Pengeluaran Triwulan I tahun 2009 Indeks Kondisi Ekonomi Konsumsi Listrik Rumah Tangga Pertumbuhan Pendaftaran Kendaraan Bermotor Baru Perkembangan Penjualan Premium dan Solar Perkembangan Penjualan Minyak Tanah Nominal dan Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Provinsi Jambi Pertumbuhan Pendaftaran Sedan, Jeep, Minibus Baru Pertumbuhan Pendaftaran Sepeda Motor Baru Pertumbuhan Pendaftaran Truck/Pick Up Baru Nominal dan Pertumbuhan Kredit Investasi di Provinsi Jambi Konsumsi Semen Provinsi Jambi Perkembangan Ekspor dan Impor Non Migas Provinsi Jambi Perkembangan Ekspor Provinsi Jambi Lima Komoditi Tertinggi Nilai Ekspor Provinsi Jambi Perkembangan Ekspor Non Migas Provinsi Jambi Berdasarkan Negara Tujuan Pangsa Ekspor Non Migas Provinsi Jambi Berdasarkan Negara Tujuan Perkembangan Impor Non Migas Provinsi Jambi Lima Komoditi Tertinggi Nilai Impor Provinsi Jambi Perkembangan Impor Non Migas Provinsi Jambi Berdasarkan Negara Penjual Pangsa Impor Non Migas Provinsi Jambi Berdasarkan Negara Penjual Perkembangan Inflasi Kota Jambi Perkembangan Inflasi Tahun Kalender Kota Jambi Periode Tahun 2003 s.d 2008 Perkembangan Laju Inflasi Kota Jambi Perbandingan Inflasi (y-o-y) Kota Jambi dan Kota Sekitarnya Perkembangan Harga CPO dan Minyak Goreng Perkembangan Harga Tepung Terigu Perkembangan Harga Cabe Merah dan Bawang Perkembangan Harga Jagung Perkembangan Harga Daging Perkembangan Harga Beras Perkembangan Harga Emas di Pasar Internasional Perkembangan Harga Minyak di Pasar Internasional Perkembangan Aset Bank Umum Provinsi Jambi Perkembangan Dana Pihak Ketiga Bank Umum Provinsi Jambi Perkembangan Loan to Deposit Ratio (LDR) Bank Umum Provinsi Jambi Loan to Deposit Ratio (LDR) Berdasarkan Lokasi Proyek per kabupaten/kota di Provinsi Jambi Share Kredit Bank Umum Berdasarkan Kolektibilitas Provinsi Jambi Perkembangan Kredit UMKM Bank Umum Provinsi Jambi 24 25 26 26 27 27 27 27 27 27 28 28 28 29 30 30 31 31 33 33 34 34 35 36 37 37 41 42 42 43 43 43 45 47 50 52 57 57 59 59 3.7 3.8 3.9 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 5.1 5.2 5.3 6.1 6.2 6.3 6.4 6.5 6.6 6.7 7.1 7.2 7.3 7.4 7.5 Pangsa Kredit Bank Umum Provinsi Jambi Perkembangan Laba Rugi Triwulanan Perkembangan Suku Bunga Rata-rata Tertimbang Kredit dan Deposito Bank Umum Provinsi Jambi Perkembangan Pendapatan APBD Provinsi Jambi Perkembangan Belanaja APBD Provinsi Jambi Perkembangan APBD Provinsi Jambi Distribusi Belanja APBD Provinsi Jambi Perkembangan Realisasi Pendapatan Pemerintah Pusat di Provinsi Jambi Pangsa Realisasi Pendapatan Pajak Dalam Negeri di Provinsi Jambi Pangsa (Share) Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Di Provinsi Jambi Inflows, Outflows, Netflows dan Perkembangan Netflows di Provinsi Jambi Perkembangan Nominal Perkembangan Volume Kliring Jumlah Pencari Kerja per Jenjang Pendidikan di Provinsi Jambi Grafik Nilai Saldo Ekspektasi Pengangguran dan Kondisi Pengangguran Perkembangan Harga Beras Perkembangan Harga Tepung Terigu Perkembangan Harga Minyak Goreng Perkembangan Harga Komoditas Lainnya Penyaluran Raskin di Provinsi Jambi Perkembangan Ekspektasi Ekonomi, Ekspektasi Pengangguran dan Ekspektasi Penghasilan Rencana Konsumsi dalam 6-12 Bulan yang akan datang Saldo Bersih Ekspektasi Harga dalam 6-12 bulan yang akan datang Perkembangan Inflasi Tahun Kalender (y-o-y) Kota Jambi Periode Tahun 2003 s.d 2009 (Maret) serta Perkiraan April s.d Desember 2009 Perkembangan Inflasi Bulanan (y-t-d) Kota Jambi Periode Tahun 2003 s.d 2009 (Maret) serta Perkiraan April s.d Desember 2009 60 61 62 66 67 68 71 73 73 75 78 79 79 82 82 83 83 83 83 86 88 89 94 94 95 v Halaman ini sengaja dikosongkan TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH a. Inflasi dan PDRB 2008 INDIKATOR TRW.I MAKRO Indeks Harga Konsumen Kota Jambi Trw.II Trw.III Trw.IV 2009 TRW.I 103.8 112.91 114.9 114.68 114.98 5.89 13.99 13.68 11.47 9.16 3,692,923 1,133,291 395,477 514,125 30,089 176,847 641,483 298,889 173,095 329,626 3,796,013 1,176,045 384,917 536,509 30,672 182,753 665,046 304,310 181,344 334,418 3,889,689 1,205,712 388,051 552,411 31,109 185,183 689,747 311,188 187,655 338,633 3,947,084 1,205,126 503,518 521,872 30,406 185,235 652,731 309,883 196,554 341,760 3,977,780 1,207,280 506,756 527,359 30,316 192,367 656,329 312,145 199,584 345,646 Nilai Ekspor Non Migas (USD ribu) Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton) 241,506 311,024 251,334 374,057 311,030 665,155 209,987 437,162 87,311 244,669 Nilai Impor Nonmigas (USD Ribu) 3) Volume Impor Nonmigas (ribu ton) 34,269 80,358 35,842 18,100 29,826 27,115 21,592 18,243 15,998 2,435 Laju Inflasi Tahunan (y-o-y) Kota Jambi 1) PDRB - Harga Konstan (Juta Rp) - Pertanian - Pertambangan dan Penggalian - Industri Pengolahan - Listrik, Gas, dan Air Bersih - Bangunan - Perdagangan Hotel dan Restoran - Pengangkutan dan Komunikasi - Keuangan, Persewaan dan Jasa - Jasa 2) Catatan Angka sementara 2) Pengklasifikasian komoditi menggunakan 21 kelompok barang berdasarkan SITC 2 digit yang berlaku.Data Trw.I-2009 s.d Februari 2009 3) Pengklasifikasian komoditi dalam statistik impor menggunakan SITC 2 digit yang berlaku data Trw.I-2009 s.d Bulan Februari 2009 1) TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH b. Perbankan INDIKATOR Tw.II TAHUN 2007 Tw.III Tw. IV PERBANKAN A. Bank Umum : a. Bank Umum Konvensional: Total Aset (Rp Juta) DPK(Rp Juta) - Tabungan - Giro - Deposito 9,413,252 8,065,441 2,411,518 2,294,901 3,359,022 10,083,592 8,601,267 3,617,731 2,626,409 2,357,127 Kredit (Rp Juta) - berdasarkan lokasi proyek - Modal Kerja - Konsumsi - Investasi - Dana - LDR 7,179,554 3,003,634 2,259,769 1,916,151 8,038,672 89.31 7,638,734 3,018,863 2,582,007 2,037,864 8,613,144 88.69 7,532,294 3,136,745 2,343,552 2,051,997 9,167,530 82.16 Kredit (Rp Juta) - berdasarkan lokasi kantor cabang - Modal Kerja - Konsumsi - Investasi - LDR (%) 4,733,545 2,079,992 1,909,516 744,037 58.69 5,099,981 2,111,673 2,136,652 851,656 59.29 Kredit UMKM (Rp Juta) Kredit Mikro (< Rp 50 juta) (Rp Juta) - Kredit Modal Kerja - Kredit Investasi - Kredit Konsumsi Kredit Kecil (Rp 50 < x ≤ Rp500 juta) (Rp Juta) - Kredit Modal Kerja - Kredit Investasi - Kredit Konsumsi Kredit Menengah (Rp500 juta < x ≤ Rp5 miliar) ((Rp Juta) - Kredit Modal Kerja - Kredit Investasi - Kredit Konsumsi Total Kredit MKM (Rp Juta) NPL MKM gross (%) - NPL MKM Gross Nominal - PPAP NPL MKM net (%) 1,890,283 252,369 140,517 1,497,397 1,040,725 575,767 97,161 367,797 830,028 594,976 190,730 44,322 3,761,036 4.19 157,702 82,829 1.99 b. Bank Umum Syariah: Total Aset (Rp Juta) DPK(Rp Juta) - Tabungan - Giro - Deposito 10,576,180 9,177,789 4,310,157 2,840,627 2,027,005 Tw.I-08 10,858,876 9,336,038 4,378,165 2,559,966 2,397,907 TAHUN 2008 Tw.II-08 Tw.III-08 Tw.IV-08 TAHUN 2009 1) Tw.I-09 11,707,242 10,186,986 4,743,800 2,778,635 2,664,551 12,088,126 9,960,462 4,545,503 2,442,357 2,972,602 8,145,685 3,044,217 3,111,679 1,989,789 9,579,712 85.03 12,599,263 3,608,379 6,776,342 2,214,542 10,291,998 122.42 10,111,910 3,799,215 3,768,119 2,544,576 10,104,502 100.07 9,880,319 3,766,949 3,846,508 2,266,862 9,923,195 99.57 10,151,076 3,757,633 3,846,508 2,546,935 9,838,021 103.18 5,485,581 2,253,644 2,243,694 988,243 59.77 5,849,490 2,276,632 2,426,131 1,146,727 62.65 5,974,336 2,832,943 1,844,313 1,297,080 58.65 7,513,877 2,997,699 3,078,659 1,437,519 75.44 7,317,897 2,843,934 3,081,939 1,392,024 74.13 7,317,897 2,843,934 3,081,939 1,392,024 74.32 2,064,789 275,830 187,368 1,601,591 1,191,908 603,578 111,092 477,238 952,253 663,514 230,916 57,823 4,208,950 3.75 157,714 89,512 1.62 2,096,674 311701 201832 1583141 1,352,253 632,431 122,314 597,508 1,038,498 701,934 273,519 63,045 4,487,425 5.75 258,164 128,826 2.88 2,169,860 324,480 213,936 1,631,444 2,169,860 324,480 213,936 1,631,444 1,147,411 692,347 317,169 137,895 5,487,131 2.55 139,918 69,378 1.29 2,465,015 445,626 252,883 1,766,506 1,749,407 806,683 101,299 841,425 1,259,201 810,725 363,534 84,942 5,473,623 2.61 142,879 76,912 1.21 2,671,276 489,528 292,801 1,888,947 2,064,029 925,001 116,776 1,022,252 1,362,338 861,039 405,381 95,918 6,097,643 2.18 132,681 66,584 1.08 2,657,187 495,314 283,163 1,878,710 2,173,654 932,339 134,280 1,107,035 1,367,048 893,036 377,819 96,193 6,197,889 3.43 212,612 105,294 1.73 2,708,296 504,409 292,880 1,911,007 2,231,179 921,951 151,715 1,157,513 1,278,689 828,946 364,323 85,420 6,218,164 3.93 244,133 151,140 1.50 164,219 114,179 39,492 25,566 49,121 173,390 125,935 55,201 44,884 25,850 194,781 143,501 71,552 44,779 27,170 230,467 159,250 77,112 52,201 29,937 242,624 174,435 90,398 54,130 29,907 282,612 179,179 99,495 46,918 32,766 314,308 197,210 49,508 101,896 45,806 335,170 197,647 49,293 99,969 48,385 Kredit (Rp Juta) - berdasarkan lokasi kantor cabang - Modal Kerja - Konsumsi - Investasi - LDR 111,250 67,286 35,020 8,944 97.43 122,763 73,387 40,534 8,842 97.48 144,856 81793 15485 47578 100.94 176,132 99624 57073 19435 110.60 203,218 96,171 62,999 44,048 116.50 248,295 116,378 71,542 60,375 138.57 275,289 140,903 71,431 62,955 139.59 298,238 162519 72674 63045 150.89 Kredit UMKM (Rp Juta) Kredit Mikro (< Rp 50 juta) (Rp Juta) - Kredit Modal Kerja - Kredit Investasi - Kredit Konsumsi Kredit Kecil (Rp 50 < x ≤ Rp500 juta) (Rp Juta) - Kredit Modal Kerja - Kredit Investasi - Kredit Konsumsi Kredit Menengah (Rp500 juta < x ≤ Rp5 miliar) (Rp Juta) - Kredit Modal Kerja - Kredit Investasi - Kredit Konsumsi Total Kredit MKM (Rp Juta) NPL MKM gross (%) - NPL MKM Gross Nominal - PPAP NPL MKM nett (%) 14,321 1,245 564 12,512 46,322 24,163 3,490 18,669 45,171 36,442 4,890 3,839 105,814 0.74 787 5 0.74 16,357 1,560 531 14,266 56,324 29,740 3,922 22,662 45,021 37,026 4,389 3,606 117,702 1.36 1,596 495 0.94 25,141 1,715 2877 20549 68,359 34042 8698 25619 54,715 44908 6310 3497 148,215 0.96 1427 101 0.89 32,358 6,564 475 25319 79,110 38647 12898 27565 55,314 45063 6062 4189 166,782 1.71 2848 532 1.39 34,124 2,221 6,629 25,274 95,169 36,438 26,333 32,398 65,037 48,624 11,086 5,327 194,330 1.35 2,623 815 0.93 38,062 3,457 7,226 27,379 125,491 49,070 37,026 39,395 76,292 55,401 16,123 4,768 239,845 2,575 1,543 1,032 0.21 43,484 8,518 7,582 27,384 144,082 66,500 39,068 38,514 79,809 57,971 16,305 5,533 267,375 2,340 1,542 798 0.28 48,330 12,225 8025 28080 157,863 81055 38018 38790 84,473 61667 17002 5804 290,666 3,139 2446 692 0.60 11,913,790 9,872,159 2,316,927 4,884,047 2,671,185 11,669,787 9,846,345 2,258,348 4,585,978 3,002,019 INDIKATOR B. BPR : Total Aset (Rp Juta) DPK (Rp Juta) - Tabungan (Rp Juta) - Deposito (Rp Juta) Kredit (Rp Juta) - berdasarkan lokasi proyek - Modal Kerja - Konsumsi - Investasi Kredit UMKM (Rp Juta) Rasio NPL Gross (%) - NPL Gross (Nominal) - PPAP Rasio NPL Net (%) LDR (%) Catatan : Data s.d Bulan Februari 2009 1) Tw.II 179,973 129,841 25,054 104,787 132,330 33,630 85,436 13,264 132,330 3.23 5,901 1,373 3.42 101.92 TAHUN 2007 Tw.III 202,352 147,779 26,311 121,468 143,816 47,359 78,793 17,664 143,816 7.33 7,277 1,543 3.99 97.32 Tw. IV 227,974 160,831 29,229 131,602 144,441 41,964 83,399 19,078 144,441 1,710 8,296 2,666 3.90 89.81 Tw.I-08 221,537 168,149 29,638 138,511 150,637 43,180 85,787 21,670 150,637 1,710 10,169 2,996 4.76 89.59 TAHUN 2008 Tw.II-08 Tw.III-08 218,789 56,323 7,988 48,335 169,202 52,990 90,221 25,991 169,202 5.75 9,727 3,106 3.91 300.41 224,221 145,396 30,049 115,347 176,549 51,524 93,300 31,725 176,549 6.08 10,737 3,153 4.30 121.43 Tw.IV-08 208,173 162,567 30,418 132,149 169,823 44,811 95,232 29,780 169,823 5.73 9,727 3,402 3.72 104.46 TAHUN 2009 Tw.I-091) 215,422 158,471 30,802 127,669 164,413 41,900 94,471 28,043 104,316 7.77 12,775 4,146 5.25 103.75 Halaman ini sengaja dikosongkan RINGKASAN EKSEKUTIF PEREKONOMIAN JAMBI I. Perekonomian Provinsi Jambi triwulan I tahun 2009 ditandai tumbuhnya laju pertumbuhan ekonomi sebesar 0,78% (q-t-q)..... Perkembangan Ekonomi Makro Regional Perekonomian Provinsi Jambi pada triwulan I tahun 2009 menunjukkan pertumbuhan sebesar 0,78% (q-t-q), melambat dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2008 yang mencapai 1,25% (q-t-q). Namun demikian secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi masih mampu tumbuh cukup tinggi yaitu sebesar 8,43% (y-o-y) sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 8,83%. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi juga masih lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang pada 1 triwulan I tahun 2008 diperkirakan berkisar 4,6%. Pada triwulan laporan, pertumbuhan ekonomi secara triwulanan (q-t-q) dipicu oleh sektor bangunan dan sektor industri pengolahan. Ditinjau dari sisi pengeluaran, pelambatan PDRB Provinsi Jambi pada triwulan laporan terutama berasal dari menurunnya pengeluaran konsumsi rumah tangga. Sementara, pertumbuhan ekspor walaupun masih terbatas yang disertai dengan penurunan impor mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan pada triwulan laporan. II. Pada triwulan I tahun 2009, Provinsi jambi mengalami inflasi sebesar 9,16% (y-o-y) .......... Perkembangan Harga-Harga Pada triwulan I tahun 2009, Kota Jambi mengalami inflasi sebesar 0,26% (q-t-q), meningkat dibandingkan triwulan IV tahun 2008 yang sebesar minus 0,19% (q-t-q). Pergerakan inflasi bulanan yang tercatat di bulan Januari, Februari dan Maret 2009 masing-masing sebesar 0,42%(m-t-m), 0,66%(m-t-m) dan minus 0,81%(m-t-m). Dengan perkembangan tersebut, angka inflasi tahunan (y-o-y) Kota Jambi juga bergerak menurun dari 11,57% (y-o-y) pada Desember 2008 menjadi 9,16% (y-o-y) pada Maret 2009. Namun demikian inflasi tahunan Kota Jambi ini masih lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional yang sebesar 7,92%. 1 Angka sangat sementara, merupakan angka perhitungan Bank Indonesia Jambi. 1 RINGKASAN EKSEKUTIF Inflasi yang terjadi pada triwulan laporan terutama berasal dari sumbangan angka inflasi makanan jadi serta kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar. Sementara itu, penurunan harga BBM pada tanggal 15 Januari 2009 yaitu untuk premium sebesar Rp 500/liter sehingga menjadi Rp 4.500/liter serta turunnya harga solar sebesar Rp300/liter sehingga menjadi Rp 4.500/liter berkontribusi dalam menekan laju inflasi ke level yang lebih tinggi pada triwulan laporan. Selain itu, penurunan sebagian besar harga-harga pada kelompok bahan makanan serta sub kelompok transpor mendorong terjadinya deflasi pada sub kelompok barang dan jasa dimaksud pada akhir triwulan laporan. III. Perkembangan Perbankan Daerah Kinerja perbankan (bank umum) pada triwulan I tahun 2009 menunjukkan penurunan baik dari segi penghimpunan dana maupun penyaluran kredit. Fungsi intermediasi yang tercermin dari nilai Loan to deposits ratio (LDR) perbankan relatif tetap dari triwulan sebelumnya. Kualitas kredit yang diberikan memburuk yang tercermin dari meningkatnya rasio Non-Performing Loan (NPL) gross. Hal ini menjadi Kinerja perbankan menurun ditandai dengan menurunnya jumlah penghimpunan dana, penyaluran kredit serta kualitas kredit yang diberikan.... salah satu penyebab turunnya profitabilitas perbankan dibandingkan triwulan sebelumnya. Outstanding kredit bank umum menurun sebesar 0,26% sehingga menjadi sebesar Rp7,57 triliun. Fungsi intermediasi perbankan relatif tetap dengan tingkat LDR sebesar 75,40%. Namun demikian, kualitas kredit yang disalurkan oleh perbankan mengalami penurunan yang ditandai dengan meningkatnya Non Performing Loan (NPL) gross perbankan pada triwulan laporan menjadi sebesar 3,26%. Sementara itu, aset perbankan pada triwulan laporan sebesar Rp12,00 triliun. IV. Perkembangan Keuangan Daerah Realisasi pendapatan provinsi Jambi adalah sebesar Rp1,44 triliun atau sebesar 113,90% dari rencana pendapatan APBD-P yang sebesar Rp1,26 triliun. Realisasi pendapatan ini meningkat sebesar 24,67% dibandingkan dengan tahun 2007. Sementara dari sisi belanja, pengeluaran pemerintah provinsi Jambi pada tahun 2008 adalah sebesar Rp1,40 triliun atau sebesar 86,94% dari anggaran belanja APBD-P yang sebesar Rp1,62 2 Realisasi pendapatan Provinsi Jambi adalah sebesar 113,90% sementara realisasi belanja adalah sebesar 86,94% dari APBD-P.... RINGKASAN EKSEKUTIF triliun. Realisasi ini meningkat sebesar 26,94% dibandingkan dengan realisasi tahun 2007. V. Perkembangan Sistem Pembayaran Di bidang sistem pembayaran, baik aktivitas pembayaran tunai maupun non tunai mengalami penurunan.... Aktivitas pembayaran di Jambi mengalami penurunan baik untuk aktivitas pembayaran tunai maupun non tunai. Pada triwulan laporan, transaksi kliring menurun sebesar 29,68%. Sementara itu, aliran kas keluar menurun sebesar 62,13% sedangkan kas masuk menurun sebesar 47,17% sehingga secara secara total, aliran kas masih menunjukkan lebih tingginya aliran kas masuk dibandingkan aliran kas keluar. VI. Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan Jumlah pencari kerja di Provinsi Jambi menurun..... Jumlah pencari kerja di Provinsi Jambi (posisi Februari 2009 dibandingkan bulan Desember 2008) mengalami penurunan. Sementara, hasil survei ekspektasi konsumen (SEK) pada periode triwulan laporan menunjukkan masih pesimisnya masyarakat akan kondisi ketenagakerjaan ke depan. Seiring dengan inflasi yang dialami Jambi pada triwulan laporan, biaya Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) juga menunjukkan peningkatan. Namun demikian, meningkatnya Upah Minimum Provinsi pada tahun 2009 membuat rasio UMP dibandingkan KHM pada triwulan laporan meningkat menjadi sebesar 87,13%, namun nilai ini masih mencerminkan bahwa bagi masyarakat yang mendapatkan penghasilan dibawah UMP akan berat bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan laporan (posisi bulan Februari 2009) mengalami peningkatan jika dibandingkan triwulan sebelumnya (posisi Desember 2008). Meningkatnya NTP petani pada triwulan ini disebabkan oleh meningkatnya pendapatan petani yang tercermin dari meningkatnya indeks yang diterima oleh petani sebesar 2,79% sedangkan indeks yang dibayar oleh petani untuk konsumsi barang dan jasa mengalami sedikit penurunan yaitu sebesar 0,14%. VII. Perkiraan Ekonomi dan Harga Daerah Laju pertumbuhan PDRB triwulan II tahun 2009 diperkirakan berkisar 5,50±1% (y-o-y)..... Laju pertumbuhan PDRB Provinsi Jambi pada triwulan II tahun 2009 diperkirakan masih tumbuh positif, walupun melambat dibandingkan triwulan I tahun 2009 yaitu sebesar 5,50±1%. Pengeluaran konsumsi 3 RINGKASAN EKSEKUTIF rumah tangga masih menjadi motor utama pendorong pertumbuhan ekonomi Jambi. Dari sisi penawaran, pertumbuhan laju pertumbuhan PDRB Provinsi Jambi pada triwulan mendatang diperkirakan didorong oleh masih positifnya pertumbuhan sektor pertanian, meningkatnya pertumbuhan sektor industri pengolahan, dan sektor pertambangan dan penggalian. Perkembangan harga-harga pada triwulan II tahun 2009 diperkirakan akan meningkat dibandingkan dengan triwulan I 2009 (q-t-q). Akan tetapi inflasi secara tahunan diperkirakan akan menurun yaitu pada kisaran 3,50–5,00%. Faktor-faktor yang berpotensi akan memberikan tekanan inflasi selama triwulan mendatang antara lain 1) Kondisi cuaca di musim pancaroba ini dapat menjadi ancaman dalam produksi pertanian dan pendistribusian barang, 2) Meningkatnya demand masyarakat terhadap kebutuhan meningkatnya income barang dan masyarakat jasa terutama terkait dengan dan menurunnya suku bunga perbankan dapat memicu meningkatnya konsumsi masyarakat, 3) Kondisi infrastruktur (jalan, jembatan) yang masih terkendala akan meningkatkan biaya distribusi dan transportasi barang dan jasa, 4) Tekanan melemahnya Rupiah dapat mempengaruhi inflasi barang impor, 5) Pemilu legislatif yang dilaksanakan pada bulan April 2009 serta pelaksanaan pemilu presiden yang akan dilaksanakan bulan Juli 2009 diperkirakan akan memacu tingginya konsumsi masyarakat pada periode triwulan II tahun 2009. 4 Pada triwulan II tahun 2009, inflasi Kota Jambi diperkirakan kisaran 3,50-5,00% BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL A. Umum Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi pada triwulan I tahun 2009 yang dicerminkan oleh PDRB atas dasar harga konstan tahun 20002 menurun dibandingkan triwulan IV tahun 2008. Pelambatan pertumbuhan ekonomi secara kuartalan (grafik 1.1) mulai terjadi semenjak triwulan III tahun 2008 (3,07%/q-tq), diikuti pelambatan pada triwulan IV-2008 (1,25%/q-t-q) yang terus berlanjut pada triwulan I tahun 2009 menjadi sebesar 0,78%(q-t-q). Pertumbuhan kuartalan tertinggi dalam periode 1 (satu) tahun terakhir terjadi pada triwulan II tahun 2008 sebesar 3,11% (q-t-q). Grafik 1.1. Perkembangan PDRB Provinsi Jambi (q-t-q) Rp miliar Persen 3.50 4,500 3.16 Nom inal (aksis kiri) 3.11 3.07 Pertum buhan (aksis kanan) 4,000 3.00 3,500 2.50 3,000 2.14 2,500 2.00 1.69 1.43 2,000 1,500 1.50 1.25 1.15 1.06 0.96 0.92 0.78 0.77 1.00 1,000 0.50 500 0 6 .I-0 T rw T rw 0 .II - 6 T rw 6 -0 .II I T rw 6 -0 .IV 7 .I-0 T rw 0 .II T rw 7 T rw 7 -0 .II I T rw 2 7 -0 .IV T rw 8 .I-0 0 .II T rw 8 T rw 8 -0 .II I T rw 8 -0 .IV T rw 9 .I-0 Angka PDRB Provinsi Jambi triwulan I tahun 2009 adalah angka sementara proyeksi Bank Indonesia Jambi. 5 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Dampak dari krisis global yang berimplikasi terhadap perkembangan harga-harga komoditas perkebunan turut mempengaruhi pelambatan pertumbuhan ekonomi Jambi. Sebagaimana diketahui, sebagai provinsi yang mengandalkan sektor primer (terutama hasil perkebunan) dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, menurunnya harga komoditas perkebunan di pasar internasional diikuti juga dengan menurunnya harga-harga komoditas unggulan di Provinsi Jambi (sawit dan karet). Penurunan harga yang disertai dengan melemahnya demand terhadap produk karet dan sawit berdampak pada melambatnya akselerasi sektor perkebunan. Di sisi lain, dampak dari krisis juga telah melemahkan daya beli masyarakat yang tercermin dari penurunan pengeluaran konsumsi rumah tangga pada periode triwulan laporan. Grafik 1.2. Perkembangan PDRB Provinsi Jambi dan Nasional (y-o-y) % Indonesia Jambi 8.15 8.53 8.83 8.43 8.00 6.25 6.00 5.87 5.73 5.74 6.13 6.69 6.51 5.90 6.08 6.09 5.77 5.63 5.63 5.06 5.13 6.80 6.39 6.25 6.28 6.41 6.416.46 6.10 5.65 5.89 4.97 5.20 4.38 4.90 4.60^ 4.00 2.00 TW I TW II TW III 2005 TW TW I TW II TW IV III 2006 TW IV TW I TW II TW III 2007* TW TW I TW II TW IV III 2008** TW TW I IV 2009** Sumber: BPS (diolah) ^): Perkiraan berdasarkan Laporan Kebijakan Moneter (LKM) triwulan I-2009 oleh Bank Indonesia Namun demikian secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi masih mampu tumbuh cukup tinggi sebesar 8,43% (y-o-y). Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi juga masih lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang pada triwulan I tahun 2009 diperkirakan 6 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL berkisar 4,6%.3 Masih cukup tingginya pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi secara tahunan pada triwulan I tahun 2009 salah satunya dikarenakan rendahnya pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi pada periode yang sama tahun 2008 (hanya sebesar 4,38%/y-o-y). Secara triwulanan (q-t-q), pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi pada triwulan laporan dipicu oleh sektor bangunan dan sektor industri pengolahan. Di sisi pengeluaran, pelambatan PDRB Provinsi Jambi pada triwulan laporan terutama berasal dari menurunnya pengeluaran konsumsi rumah tangga. Sementara, pertumbuhan ekspor walaupun masih terbatas yang disertai dengan penurunan impor mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan pada triwulan laporan. Tabel 1.1. Laju Triwulanan (q-t-q) Pertumbuhan Provinsi Jambi Sisi Produksi dan Sisi Penggunaan 2008** 2007* LAPANGAN USAHA II Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Air dan Gas Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Keuangan Jasa-Jasa PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.40 (7.78) 1.41 7.07 8.59 (0.28) 1.96 9.52 2.24 0.77 III 1.01 0.25 0.15 3.71 4.99 2.54 1.19 3.54 1.43 1.43 IV (0.37) (1.84) 2.65 0.02 2.60 1.32 0.99 9.20 1.07 0.96 I II 2.05 2.06 1.20 1.12 1.58 (0.76) 0.03 1.73 1.11 1.15 2.04 11.70 2.12 3.93 1.34 1.40 0.56 9.71 0.85 3.11 II Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Lembaga Swasta Nirlaba Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto Perubahan Stok Ekspor Impor PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 0.82 0.15 1.23 0.64 0.85 14.22 11.84 0.77 III 1.42 1.96 0.74 1.48 0.83 9.17 8.17 1.43 1.62 13.50 1.68 (3.79) 0.54 1.24 2.04 5.02 1.57 3.07 2009** IV I 2.07 (0.27) (0.44) 5.89 2.80 1.77 2.29 (0.70) 1.22 1.25 2008** 2007* JENIS PENGELUARAN III IV I II 4.22 0.09 5.83 1.14 3.29 0.16 5.39 0.54 8.59 0.78 20.01 -12.56 23.94 -11.44 0.96 1.15 2.84 0.66 2.76 1.42 3.55 2.57 1.29 3.11 III 3.40 5.60 1.03 1.07 3.38 -7.94 -5.54 3.07 0.18 0.64 1.05 (0.30) 3.85 0.55 0.73 1.54 1.14 0.78 2009** IV I 2.15 0.34 9.24 5.60 2.53 -1.38 1.15 1.25 (4.38) 0.09 5.59 (2.24) 2.83 1.83 -5.43 0.78 B. PDRB Sisi Produksi Perkembangan PDRB Provinsi Jambi menunjukkan bahwa sektor-sektor yang masih memberikan kontribusi cukup besar adalah sektor bangunan, sektor industri pengolahan dan sektor jasa-jasa (lihat grafik 1.3). Kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan disumbangkan oleh sektor bangunan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi sebesar 0,18% (q-t-q) pada periode 3 Sumber : Laporan Kebijakan Moneter (LKM) triwulan I-2009, BI. Hasil Survei Persepsi Pasar yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada triwulan IV-2008, responden memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan IV-2008 berkisar 5,1%-5,5% (y-o-y). 7 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL triwulan laporan, diikuti oleh sektor industri pengolahan (0,14%/q-t-q) serta sektor jasa-jasa yang memiliki kontribusi sebesar 0,10%/q-t-q. Grafik 1.3. Kontribusi PDRB Sisi Produksi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jambi (q-t-q) 0.10 0.11 Jasa-Jasa (0.00) 0.04 Listrik, Air dan Gas 0.14 Industri Pengolahan (0.06) Pertambangan dan Penggalian (0.03) Pertanian Dari sisi (0.20) distribusinya 0.29 0.18 0.13 bangunan (0.40) 0.18 0.09 Perdagangan, Hotel dan Restoran (0.60) Trw IV-08 0.06 Pengangkutan dan Komunikasi (0.80) Trw I-09 0.08 Keuangan, Persew aan dan Jasa Keuangan (0.04) 0.08 0.05 - (share), 0.63 0.20 pada 0.40 0.60 periode 0.80 triwulan 1.00 laporan menunjukkan bahwa sektor primer masih menjadi penyumbang terbesar yaitu 42,90% dari jumlah PDRB Provinsi Jambi, diikuti sektor jasa-jasa (tersier) sebesar 38,26% dan sektor sekunder sebesar 18,84%. Grafik 1.4. Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Triwulan I Tahun 2009 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 5.04% Pengangkutan dan Komunikasi 7.11% Perdagangan, Hotel dan restauran 15.31% Bangunan 4.99% Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan & Perikanan 26.33% Jasa-jasa 10.80% Listrik dan Air bersih 0.95% Industri Pengolahan 12.90% Pertambangan dan Penggalian 16.57% Nominal PDRB Provinsi Jambi atas dasar harga berlaku tercatat sebesar Rp9,74 triliun yang secara sektoral masih didominasi oleh sektor pertanian sebesar 26,33%, sektor pertambangan dan penggalian sebesar 16,57%, serta 8 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 15,31%. Dengan demikian, struktur ekonomi regional dalam jangka pendek relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 1.4). 1. Sektor Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan Secara triwulanan, sektor pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan tumbuh sebesar 0,49% (q-t-q), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 2,07% (q-t-q). Pelambatan laju pertumbuhan sektor ini berasal dari lebih rendahnya penurunan pertumbuhan sebagian besar sub sektor pertanian pada triwulan laporan dibandingkan triwulan IV tahun 2008. Grafik 1.5 Luas Tanam Sektor Tabama Triwulan IV tahun 2008 Grafik 1.6 Luas Tanam Sektor Tabama Triwulan I tahun 2009 Luas Tanam (dalam Ha) Luas Tanam (dalam Ha) 28108 38242 1000 17630 953 956 499 107 918 Padi Sawah Padi Ladang Jagung Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar 11771 2606 987 1943 746 128 523 Padi Sawah Padi Ladang Jagung Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar Grafik 1.6 Grafik 1.5 Grafik 1.7 Luas Panen Sektor Tabama Triwulan IV tahun 2008 Grafik 1.8 Luas Panen Sektor Tabama Triwulan I tahun 2009 Luas Panen (dalam Ha) 12575 Luas Panen (dalam Ha) 33007 452 2405 346 1045 527 88 1048 264 Padi Sawah Padi Ladang Jagung Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar Grafik 1.7 10933 901 160 Padi Sawah Kacang Tanah 2410 505 1016 Padi Ladang Kacang Hijau Jagung Ubi Kayu Kedelai Ubi Jalar Grafik 1.8 Sumber: BPS Provinsi Jambi,2008 & 2009 Sub sektor tanaman bahan makanan (tabama) mengalami pertumbuhan sebesar 2,52% (q-t-q). Masih cukup baiknya pertumbuhan sub sektor tabama antara lain disumbangkan oleh peningkatan luas panen pada triwulan laporan. Secara total, luas panen meningkat sebesar 88,84% menjadi 49.980 Ha 9 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 26.467 Ha. Masa panen padi biasanya dimulai pada bulan Maret serta periode triwulan II tahun berjalan. Luas panen padi pada bulan Maret 2009 mencapai 13.798 Ha, tertinggi selama 6 (enam) bulan terakhir. Hal ini juga menjadi indikasi bahwa masa panen padi sudah dimulai. Sehubungan dengan hal tersebut, luas tanam sub sektor tabama mengalami penurunan signifikan (terutama padi). Dari grafik 1.5-1.8 dapat terlihat bahwa luas tanam bahan makanan menurun sebesar 25,34% dari 61.331 Ha menjadi 45.786 Ha pada triwulan laporan. Pada triwulan laporan (s.d. bulan Februari 2009), Nilai Tukar Petani (NTP) mulai mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.4 NTP Februari 2009 dibandingkan NTP Desember 2008 meningkat sebesar 2,93% menjadi 91,45. Hal ini dikarenakan indeks yang diterima petani meningkat (2,79%) dibandingkan dengan indeks bayar petani yang menurun sebesar 0,14% (lihat grafik 1.12 dan 1.13). Sementara itu, sub sektor perkebunan yang mempunyai share sebesar 11,13% dari PDRB mengalami pertumbuhan negatif sebesar 1,12% (q-t-q), menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh 0,82% (q-tq). Menurunnya pertumbuhan sub sektor ini antara lain didukung oleh kondisi demand yang sedang menurun terkait dengan komoditas karet, sawit dan barang dari kayu. Kondisi krisis global membuat beberapa komoditas unggulan Jambi yang berorientasi ekspor mengalami stagnansi bahkan menurun cukup signifikan. Hasil survei Liaison Kantor Bank Indonesia Jambi periode triwulan I tahun 2009 menunjukkan bahwa dampak dari krisis ekonomi global terutama dirasakan pada turunnya harga jual produk.5 Harga jual produk crumb rubber menurun sampai 33%, harga jual TBS kelapa sawit juga turun sebesar 33% sementara harga jual produk pulp dan kertas turun sebesar 20-30%. Hal ini menyebabkan 4 Data NTP s.d. bulan Februari 2009. NTP adalah angka perbandingan antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam bentuk persentase. Sehingga NTP merupakan cerminan atau indikator relatif tingkat kesejahteraan petani. 5 Tujuan survei Liaison adalah pengumpulan data yang bersifat ‘intelligent gathering’ dalam arti informasi yang up to date dan tepat waktu, memberikan arah ke depan dan mengurangi kondisi uncertainty. 10 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL menurunnya margin penjualan yang diterima oleh perusahaan (lihat boks. 3. Perkembangan Dunia Usaha Jambi Di Tengah Krisis Ekonomi Global). Melemahnya demand yang disertai dengan penurunan harga jual produk menyebabkan sub sektor perkebunan mengalami tekanan pada triwulan laporan. Grafik 1.9. Perkembangan Harga CPO, Inti dan TBS 10 Tahun di Provinsi Jambi Harga (Rp) 10,000.00 CPO 9,000.00 INTI TBS 10 thn 8,730.7 8,000.00 7,000.00 6305.715 6,000.00 5,005.5 5,000.00 4578.6 4,000.00 2570.89 3,000.00 1,913.3 1853.6 2,000.00 1269.42 1,000.00 887.9 - 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 2006 2007 2008 2009 Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Jambi Sementara, setelah mengalami tekanan semenjak periode triwulan III s.d. triwulan IV tahun 2008, harga tandan buah segar (TBS) serta CPO Jambi mulai meningkat kembali. Harga rata-rata TBS 10 tahun dan CPO Jambi yang sempat mencapai harga terendahnya masing-masing sebesar Rp750,93/kg dan Rp3.930,13/kg pada November 2008, mulai mengalami peningkatan selama periode triwulan I tahun 2009. Harga TBS 10 tahun dan CPO masing-masing mencapai Rp1.269,42/ kg dan Rp6.305,72/kg pada Maret 2009. Disamping itu, beberapa prompt indikator sub sektor perkebunan selama periode triwulan laporan juga masih belum menunjukkan perkembangan yang signifikan jika dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini terlihat dari indikator produksi untuk karet dan sawit yang masih terakselerasi terbatas selama triwulan laporan (lihat grafik 1.10) 11 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Grafik 1.10 Indikator Produksi Sub Sektor Tanaman Perkebunan Grafik 1.11 Indikator Produksi Sub Sektor Hortikultura, Sub Sektor Peternakan dan Sub Sektor Perikanan indeks bulanan indeks bulanan 200 200 180 180 160 160 140 140 120 120 100 100 80 80 60 60 40 40 20 20 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2008 2 3 1 2009 Produksi Karet Produksi Kelapa 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2008 Produksi Kelapa Sawit Produksi Pinang 2 3 2009 Produksi Hortikultura Produksi Telur Grafik 1.10 1 Produksi Daging Produksi Perikanan Grafik 1.11 Grafik 1.12 Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Jambi Grafik 1.13 Pertumbuhan Indeks terima dan Indeks Bayar Petani Persen (%) NTP 140 8.0 2005 2008x 130 2006 2008y 2007 2009 g.indeks diterima 6.0 g.indeks bayar 4.0 120 2.0 - 110 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 (2.0) 2006 2007 2008 2009 100 (4.0) (6.0) 90 (8.0) 80 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 sumber: BP S Pro vinsi Jambi, 2008 keterangan: 2008x adalah NTP menggunakan tahun dasar 1993 2008y adalah NTP menggunakan tahun dasar 2007 Sejak M ei 2008, BPS mulai menggunakan NTP tahun dasar 2007 Grafik 1.12 (10.0) (12.0) Sumber: BPS Provinsi Jambi Mulai Mei 2008 menggunakan NTP tahun dasar 2007 Grafik 1.13 Sumber: BPS Provinsi Jambi,2009. Realisasi penyaluran pupuk dalam menunjang proses produksi sub sektor tanaman bahan makanan dan sub sektor tanaman perkebunan pada triwulan laporan menunjukkan peningkatan dibanding triwulan sebelumnya.6 Berdasarkan informasi dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jambi, penyaluran pupuk bersubsidi sebesar 16.193 ton atau meningkat sebesar 9,44% dibandingkan triwulan sebelumnya (14.796 ton). Penggunaan pupuk bersubsidi sebagian besar didominasi oleh pupuk Urea (61,84%), diikuti oleh pupuk NPK Phonska (21,10%), SP-36 (10,99%) dan ZA (6,07%). 6 Jenis pupuk bersubsidi yang disalurkan terdiri dari SP-36, ZA, NPK Phonska dan Urea. 12 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 2006 2007 2008 2009 Grafik 1.14. Distribusi Jenis Pupuk Grafik 1.15. Jumlah dan Pertumbuhan Realisasi Pupuk Ton TW I TW IV TW III TW II TW I TW IV TW III TW II Persen (%) 80.00 25000 60.00 20000 40.00 15000 20.00 10000 TW I TW IV TW III TW II TW I TW IV TW III TW II 5000 (20.00) 0 (Ton) 0 5000 SP-36 10000 ZA 15000 NPK PHONSKA 20000 Urea Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jambi (40.00) TW II TW III TW TW I TW II TW III TW TW I TW II TW III TW TW I TW II TW III TW TW I IV IV IV IV 2006 25000 2007 Realisasi Pupuk (Ton) 2008 2009 Pertumbuhan Realisasi Pupuk Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jambi Grafik 1.14 Grafik 1.15 Sub sektor perikanan mengalami pertumbuhan negatif sebesar 1,43% (qt-q) dibandingkan triwulan sebelumnya yang mampu mencapai 12,08% (q-t-q). Hal ini tercermin dari indeks produksi perikanan yang secara rata-rata masih tumbuh dibawah 100.7 Kondisi cuaca yang relatif kurang baik juga merupakan hambatan nelayan untuk berlayar. Sub sektor kehutanan tumbuh melambat sebesar 0,13% (q-t-q) dibandingkan triwulan sebelumnya. Semakin berkurangnya aktivitas penebangan kayu akibat musim penghujan cukup berpengaruh terhadap produksi sub sektor ini. Di sisi lain, aktivitas penebangan liar (illegal logging) juga mengalami penurunan yang drastis dibandingkan dengan periode tahun-tahun sebelumnya. Hal ini tentunya berdampak pada stok kayu yang semakin terbatas. Selama 7 (tujuh) triwulan terakhir sub sektor kehutanan tumbuh dibawah level 1%. Pada triwulan laporan, sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya mampu tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 0,40% (q-t-q) menjadi 1,76% (q-t-q) pada triwulan I tahun 2009. Hal ini juga dikonfirmasi dengan tren meningkatnya indikator produksi bulanan sub sektor peternakan (produksi daging serta produksi telur) selama periode triwulan laporan yang pertumbuhannya relatif membaik (lihat grafik 1.11). 7 Indeks produksi dengan nilai indeks diatas 100 maksudnya produksi/hasil output periode saat ini (t) lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya (t-1). 13 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 2. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) Sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh sebesar 0,55% (q-t-q); lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 1,77% (qt-q). Menurunnya angka pertumbuhan tersebut disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan sub sektor perdagangan besar dan eceran serta sub sektor hotel. Sub sektor perdagangan besar dan eceran tumbuh sebesar 0,57% (q-tq) pada triwulan laporan, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mampu mencapai 1,90% (q-t-q). Sementara, sub sektor hotel mengalami penurunan sebesar minus 1,65% (q-t-q). Pada triwulan laporan, hanya sub sektor restoran yang mampu tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu mencapai 0,68%(q-t-q). Grafik 1.16. Perkembangan Indikator produksi Bulanan Sektor PHR Grafik 1.17. Perkembangan Konsumsi Listrik Sektor Bisnis indeks KWH (dalam Ribuan) 150 40,000 140 35,000 130 30,000 Persen (%) 50.0 41.97 40.0 30.0 22.41 25,000 120 5.65 20,000 5.61 1.78 110 20.0 8.99 4.43 4.88 15,000 10.0 (7.36) (7.42) 0.0 (10.43) 100 10,000 90 5,000 80 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2008 Harga Perdagangan Besar Harga Perdagangan Barang Konstruksi 1 2 3 2009 Tingkat Hunian Hotel -10.0 (25.48) -20.0 -30.0 II III IV I II 2006 III IV 2007 Bisnis I II III IV 2008 I 2009 Pertumbuhan Bisnis Sumber: PLN Jambi, 2008 (diolah) Grafik 1.16 Grafik 1.17 Setelah mengalami peningkatan yang cukup signifikan terutama pada periode triwulan IV tahun 2008,8 aktivitas dan volume perdagangan sub sektor perdagangan besar dan eceran pada triwulan laporan masih tetap tumbuh walaupun melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Begitu juga dengan perkembangan sub sektor hotel yang menurun dikarenakan pada triwulan laporan merupakan masa low season sehingga minat masyarakat menggunakan jasa perhotelan relatif menurun. 8 Pada periode triwulan IV-2008 termasuk masa high season dikarenakan terdapat perayaan hari besar keagamaan (Idul Fitri, Idul Adha, Natal) sertaTahun Baru 2009 sehingga demand masyarakat terhadap pemenuhan barang dan jasa meningkat cukup signifikan dibandingkan periode triwulan sebelumnya. Sejalan dengan hal tersebut, memasuki masa high season minat masyarakat untuk berlibur keluar daerah (Jambi) relatif tinggi. 14 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Dari prompt indicator terlihat juga bahwa indeks harga perdagangan besar serta harga perdagangan barang konstruksi mengalami pertumbuhan indeks yang masih terbatas jika dibandingkan triwulan sebelumnya. Indeks harga perdagangan besar serta harga perdagangan barang konstruksi menurun pada bulan Januari dan Maret 2009 dan hanya tumbuh terbatas pada bulan Februari 2009. Dari perkembangan tersebut, menunjukkan rata-rata pergerakan indeks harga perdagangan besar serta harga perdagangan barang konstruksi triwulan laporan relatif lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya (lihat grafik 1.16.). Melambatnya perkembangan sub sektor perdagangan besar dan eceran serta sub sektor hotel didukung juga dengan menurunnya konsumsi listrik sektor bisnis sebesar 7,42% pada triwulan laporan. Sementara, perkembangan sub sektor restoran pada triwulan laporan meningkat menjadi sebesar 0,68% (q-t-q). Masa kampanye pemilu legislatif berdampak pada meningkatnya order pemesanan makanan (nasi kotak/nasi bungkus). Sektor perdagangan, hotel dan restoran berdasarkan pangsanya didominasi oleh sub sektor perdagangan besar dan eceran yang mencapai 14,13% terhadap PDRB, diikuti oleh sub sektor restoran dan sub sektor hotel masing-masing sebesar 1,02% dan 0,15%. 3. Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 0,64% (q-t-q), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar minus 0,27% (q-t-q). Peningkatan sektor ini terutama dikontribusi oleh peningkatan sub sektor minyak dan gas bumi serta sub sektor penggalian yang masing-masing tumbuh 0,84% (q-t-q) serta 4,01% (q-t-q), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang masing-masing sebesar minus 5,06% (q-t-q) serta 1,32% (q-t-q). Sub sektor penggalian yang pada triwulan laporan tumbuh signifikan sebesar 4,01% (q-t-q) berasal dari semakin meningkatnya produksi pasir dan bahan galian lainnya sehubungan dengan permintaan komoditas tersebut sebagai bahan baku proyek perumahan serta ruko/rukan pada triwulan laporan yang meningkat. 15 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Menurunnya pertumbuhan sub sektor pertambangan tanpa migas (minus 2,31%/q-t-q) berasal dari mulai menurunnya aktivitas pertambangan batu bara karena melemahnya demand ekspor batubara Jambi. Disamping itu, kondisi jalan yang rusak turut mempengaruhi ketidaklancaran arus distribusi batubara. Relatif fluktuatifnya harga batu bara di pasar internasional serta demand terhadap batu bara yang relatif menurun berdampak pada perusahaan yang bergerak di bidang penambangan batu bara untuk menurunkan volume produksinya. Grafik 1.18. PDRB Sub Sektor Minyak dan Gas Bumi serta Lifting Minyak Bumi Grafik 1.19 Pertumbuhan Lifting Gas Alam juta rupiah ribu barrel BBTU 450,000 3500 Persen (%) 14,000 40.00 Lifting Gas Alam (BBTU), aksis kiri 400,000 3000 Pertumbuhan, aksis kanan 12,000 30.00 350,000 2500 300,000 250,000 2000 200,000 1500 20.00 10,000 10.00 8,000 6,000 150,000 (10.00) 1000 100,000 4,000 (20.00) 500 50,000 2,000 - (30.00) 0 I II III 2005 IV I II III 2006 PDRB sub sektor minyak dan gas bumi IV I II III 2007 Lifting Minyak Bumi IV I II III* IV** I** 2008 2 per. Mov. Avg. (Lifting Minyak Bumi) Keterangan: *) angka perkiraan B ank Indo nesia Jambi untuk bulan September 2008 **) angka perkiraan B ank Indo nesia Jambi Sumber: Dinas Energi dan Sumber Daya M ineral (ESDM ) P ro vinsi Jambi dan B P S P ro vinsi Jambi (dio lah) Grafik 1.18 - (40.00) II III 2005 IV I II III 2006 IV I II III IV I 2007 II III* 2008 IV** I** 2009 Sumber: Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jambi. *: Angka proyeksi Bank Indonesia Jambi untuk bulan September 2008 **: Angka proyeksi Bank Indonesia Jambi Grafik 1.19 4. Sektor Industri Pengolahan Sektor industri pengolahan tumbuh sebesar 1,05% (q-t-q); lebih tinggi bila dibandingkan angka triwulan sebelumnya sebesar minus 0,44% (q-t-q). Meningkatnya pertumbuhan pada sektor ini terutama dikontribusi oleh pertumbuhan sub sektor industri tanpa migas yang tumbuh meningkat sebesar 1,06% (q-t-q) jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mampu mencapai 0,31% (q-t-q). Sementara, sub sektor migas tumbuh sebesar 0,87% (qt-q). 16 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Grafik 1.20. PDRB Industri Pengolahan Grafik 1.21. Perkembangan Total Pemakaian Listrik sektor industri Grafik 1.22. Perkembangan Jumlah Pelanggan Listrik sektor industri 3.00 600,000 2.50 500,000 2.00 400,000 1.50 300,000 1.00 200,000 0.50 100,000 - TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV 2005 2006 2007 I 2008 PDRB industri pengolahan (juta Rp), aksis kanan 2009 Pertumbuhan (%), aksis kiri Sumber: BPS Provinsi Jambi. ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, Grafik 1.20 KWH (dalam Ribuan) Persen (%) 18,000 16,000 16.68 14,000 12,000 3.86 6.88 4.69 2.16 10,000 (0.16) (1.48) 0.11 (2.21) 8,000 6,000 180 20.0 175 15.0 170 10.0 165 5.0 160 0.0 155 -5.0 4,000 (10.46) (14.83) -10.0 (13.99) 2,000 -15.0 - -20.0 II III IV I II 2006 III IV I 2007 II III IV 2008 Pelanggan 25.0 I Persen (%) 6.0 4.0 2.0 0.58 (1.15) (2.25) (1.30) 0.0 -2.0 (2.99) 145 -4.0 140 (4.94) 135 -6.0 II III IV I 2006 2009 II III IV I 2007 II III IV 2008 I 2009 Pertumbuhan Pelanggan Industri Pertumbuhan Industri Sumber: PLN Jambi, 2008 (diolah) Sumber: PLN Jambi, 2008 (diolah) Grafik 1.22 Grafik 1.21 Pertumbuhan sub sektor migas terutama masih didorong peningkatan (0.66) (2.31) 150 Industri Industri (0.66) (1.18) pengilangan minyak bumi yang dengan produknya antara lain meliputi LPG. Meningkatnya produksi sektor industri pengolahan juga tercermin dari pertumbuhan konsumsi listrik sub sektor industri pada periode triwulan laporan yang meningkat sebesar 2,16%. Meningkatnya perkembangan industri tanpa migas (1,06%/q-t-q) pada triwulan laporan antara lain disebabkan oleh mulai membaiknya harga komoditas perkebunan. Walaupun belum mencapai level harga seperti booming komoditas perkebunan (karet dan sawit) pada tahun lalu, namun tren peningkatan harga 17 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL memberikan optimisme kepada pabrik pengolahan karet dan sawit untuk meningkatkan hasil produksinya. Grafik 1.23. Indeks Produksi Industri CPO, Karet, Kopra dan Kerajinan Batik Grafik 1.24 Indeks Produksi Industri Barang dari Kayu, Barang dari Semen, Batu Bata, Makanan dan Minuman indeks bulanan indeks bulanan 250 250 200 200 150 150 100 100 50 50 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2008 Industri CPO Industri Kopra 1 2 5 6 7 8 9 10 2008 3 11 12 1 2 3 2009 2009 Industri Karet Industri Kerajinan Batik Grafik 1.23 Industri Barang dari Kayu Industri Barang dari Semen Industri Makanan Industri Minuman Industri Batu Bata Grafik 1.24 Peningkatan sub sektor industri tanpa migas tercermin dari indeks industri karet yang cenderung meningkat selama triwulan laporan serta tumbuhnya indeks industri kerajinan batik, indeks industri barang dari semen, indeks industri batu bata, dan indeks industri minuman pada triwulan laporan (lihat grafik 1.23 dan 1.24). 5. Sektor-sektor Lain Sektor listrik, gas, dan air bersih menurun sebesar 0,30% (q-t-q) pada triwulan laporan atau lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 5,89% (q-t-q). Menurunnya pertumbuhan sektor ini berasal dari angka pertumbuhan sub sektor listrik yang turun menjadi sebesar minus 0,21% (q-t-q)) serta turunnya pertumbuhan sub sektor air bersih menjadi sebesar minus 0,78% (q-t-q). Relatif terganggunya pasokan listrik untuk interkoneksi Sumatera pada triwulan laporan menyebabkan kapasitas daya listrik di Provinsi Jambi kembali berkurang sehingga kebijakan PLN untuk pemadaman secara bergilir (bagi industri dan rumah tangga) mulai dilakukan kembali. Dampak dari hal tersebut 18 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL tentunya menyebabkan konsumsi listrik semakin rendah sehingga laju pertumbuhan sub sektor listrik pada triwulan laporan menurun.9 Grafik 1.25. Perkembangan Total Pemakaian Listrik Grafik 1.26. Perkembangan Jumlah Pelanggan Listrik Persen (%) KWH (dalam Ribuan) 250,000 25.0 200,000 20.0 Pelanggan Persen (%) 400,000 6.0 350,000 5.0 300,000 15.0 150,000 8.73 4.68 5.43 100,000 8.02 7.05 6.77 10.0 6.77 50,000 (2.64) (3.49) III IV I II 2006 III IV I II 2007 III 2008 Total Pemakaian IV 2.32 2.14 2.57 3.0 2.0 1.01 0.0 0.76 50,000 -5.0 II 3.05 2.82 2.93 200,000 100,000 (1.80) (2.25) 4.0 3.603.41 150,000 5.0 1.21 250,000 0.75 1.0 0.37 - I 0.0 II 2009 III IV I II 2006 Pertumbuhan Total III IV I 2007 III IV 2008 Total Pelanggan Sumber: PLN Jambi, 2008 (diolah) II I 2009 Perumbuhan Pelanggan Sumber: PLN Jambi, 2008 (diolah) Grafik 1.25 Grafik 1.26 Menurunnya pertumbuhan sektor air bersih sejalan juga dengan terbatasnya pasokan listrik terutama dalam memberikan dukungan daya listrik terhadap aktivitas beberapa pompa air PDAM sehingga debit produksi air untuk beberapa tandon cenderung turun. Relatif terganggunya debit produksi air Grafik 1.27. Perkembangan Total Konsumsi Air Kota Jambi 3 m3 m 900,000 45,000 800,000 40,000 700,000 35,000 600,000 30,000 500,000 25,000 400,000 Rumah Tangga 20,000 300,000 Industri 15,000 200,000 10,000 100,000 5,000 - 4 5 6 7 8 9 10 2008 11 12 1 2 3 2009 Sumber: PDAM Tirta Mayang Kota Jambi, 2009 Grafik 1.27 9 Periode Februari s.d. Maret 2009 Provinsi Jambi defisit daya listrik sekitar 10-20 MW. Rusaknya PLTU Parahan Lampung turut mempengaruhi kontribusi pasokan listrik ke Provinsi Jambi. Sementara, pemedaman di bulan Maret juga terkait dengan terbatasnya kemampuan PLTG Selincah (kapasitas terpasang 60 MW) sementara kebutuhan listrik masyarakat jambi mencapai 70-80 MW. 19 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL tandon berdampak pada supply terhadap pelanggan PDAM tidak lancar. Hal ini pada akhirnya akan berdampak pada volume penjualan air yang menurun selama periode triwulan laporan.10 Sektor bangunan masih menunjukkan pertumbuhan yang baik dan merupakan salah satu sektor yang berkontribusi cukup signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi triwulan laporan. Walaupun tumbuh melambat, sektor bangunan masih mampu tumbuh sebesar 1,84% (q-t-q) dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 2,80% (q-t-q). Pertumbuhan sektor bangunan dikonfirmasi oleh meningkatnya indeks perumahan rakyat yang cukup signifikan pada periode triwulan I tahun 2009 yaitu 142,86 (Januari 2009), 141,58 (Februari 2009) dan 158,82 (Maret 2009). Grafik 1.28. Perkembangan PDRB Sektor Bangunan dan Konsumsi Semen 40.00 250,000 30.00 200,000 20.00 150,000 10.00 - 100,000 (10.00) 50,000 (20.00) - (30.00) TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I 2005 2006 2007 2008 2009 PDRB sektor Bangunan (juta Rp), aksis kiri Konsumsi Semen (ton), aksis kiri Pert. Konsumsi Semen (%), aksis kanan Sumber: Asosiasi Semen Indonesia dan BPS Provinsi Jambi (diolah) Pembangunan properti residensial (perumahan) oleh developer (perusahaan pengembang) dan masyarakat umum maupun properti komersial (ruko, hotel) masih terus berlanjut pada triwulan laporan walaupun semakin 10 Pemadaman bergilir yang dilakukan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) sangat berpengaruh terhadap pelayanan masyarakat di berbagai instansi termasuk PDAM karena sebagian besar instalasi produksi air PDAM tergantung dari tenaga listrik dari PLN (Sebagian besar energi andalan penggerak generator pompa PDAM adalah tenaga listrik). 20 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL terbatas. Permintaan kredit KPR11 masih menunjukkan peningkatan pertumbuhan walaupun lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Kredit KPR tumbuh sebesar 2,63% (Rp22,21miliar), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar 7,52%. Sedangkan perkembangan kredit Ruko/Rukan pada triwulan laporan turun sebesar 2,37%. 12 Masih tumbuhnya kredit KPR mencerminkan bahwa minat masyarakat terhadap permintaan perumahan masih cukup tinggi. Hal ini dikonfirmasi juga dengan meningkatnya konsumsi semen selama periode triwulan laporan menjadi sebesar 97.124 ton dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 93.052 ton. Grafik 1.29. Perkembangan Kredit KPR Grafik 1.30. Perkembangan Kredit Ruko/Rukan Persen juta Rp 1,000,000 900,000 KPR Pertumbuhan 800,000 700,000 juta Rp Persen 30.00 70,000 25.00 60,000 20.00 600,000 160.00 140.00 Ruko/Rukan Pertumbuhan 120.00 50,000 100.00 80.00 40,000 500,000 60.00 15.00 30,000 400,000 10.00 300,000 200,000 5.00 100,000 - II III 2004 IV I II III 2005 IV I II III IV I 2006 II III 2007 IV I II III 2008 IV I 2009 40.00 20.00 20,000 10,000 (20.00) - (40.00) II III 2004 Grafik 1.28 IV I II III 2005 IV I II III IV I 2006 II III 2007 IV I II III 2008 IV I 2009 Grafik 1.29 Sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami pertumbuhan sebesar 0,73% (q-t-q) pada triwulan laporan atau lebih rendah bila dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,29% (q-t-q). Melambatnya angka pertumbuhan sektor ini terutama berasal melambatnya pertumbuhan sub sektor pengangkutan pada triwulan laporan. Dari sub sektor pengangkutan, pertumbuhan angkutan jalan raya mengalami pelambatan sedangkan pertumbuhan angkutan udara serta jasa penunjang angkutan mengalami penurunan. Melambatnya pertumbuhan sub sektor transportasi terutama terkait dengan masa low season sehingga demand masyarakat dalam menggunakan 11 Yang dimaksud kredit KPR adalah kredit untuk membeli atau memperbaiki/memugar rumah atau apartemen. Sedangkan kredit Ruko/Rukan adalah kredit yang diberikan dalam rangka pemilikan rumah dan toko (Ruko) atau rumah dan kantor (Rukan) 12 Posisi kredit KPR dan kredit Ruko/Rukan pada triwulan I tahun 2009 s.d. bulan Februari 2009. 21 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL moda transportasi darat dan udara cenderung menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang merupakan masa high season. Grafik 1.31. PDRB Sub Sektor Angkutan Udara Grafik 1.32. Perkembangan Keberangkatan dan Kedatangan Penumpang Grafik 1.33. Perkembangan Jumlah Bongkar dan Muat Barang 30.00 45,000 PDRB sub sektor Angkutan Udara (juta Rp), aksis kiri 40,000 Pertumbuhan (%), aksisi kanan 20.00 35,000 10.00 30,000 25,000 - 20,000 (10.00) 15,000 (20.00) 10,000 (30.00) 5,000 - (40.00) TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I 2005 2006 2007 2008 2009 Sumber: BPS Provinsi Jambi (diolah) Grafik 1.31 Persen (%) orang 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0 II III IV I II 2005 III IV 2006 I II III IV I II 2007 III IV 2008 I 2009 Persen (%) kg 25.00 1000000 70.00 20.00 900000 60.00 15.00 800000 50.00 10.00 700000 40.00 5.00 600000 30.00 - 500000 20.00 (5.00) 400000 10.00 (10.00) 300000 - (15.00) 200000 (10.00) (20.00) 100000 (25.00) 0 (20.00) (30.00) II III 2005 IV I II III IV 2006 I II III IV 2007 I II III IV 2008 Kedatangan Penumpang (aksis kiri) Keberangkatan Penumpang (aksis kiri) Jumlah Bongkar (aksis kiri) Jumlah Muat (aksis kiri) Datang (aksis kanan) Berangkat (aksis kanan) Pertumbuhan Bongkar (aksis kana) Pertumbuhan Muat (aksis kanan) Sumber: PT. Angkasa Pura II I 2009 Sumber: PT.Angkasa Pura II Grafik 1.32 Grafik 1.33 Sub sektor angkutan jalan raya tumbuh sebesar 0,82% (q-t-q), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 1,95% (q-t-q). Sementara, sub sektor angkutan udara tumbuh sebesar minus 3,38%(q-t-q), turun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 13,64%(q-t-q). Cenderung menurunnya demand masyarakat menggunakan jasa angkutan udara selama periode triwulan laporan direspon pihak maskapai penerbangan dengan menyesuaikan frekuensi jadwal penerbangan dari dan ke Jambi serta penurunan tarif angkutan udara. 22 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Grafik 1.34. Perkembangan Total Arus Peti Kemas Grafik 1.35. Perkembangan Kunjungan Kapal unit persen(%) unit persen(%) 18000 200.00 1800 50.00 1600 40.00 16000 150.00 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 1400 30.00 100.00 1200 20.00 50.00 1000 10.00 800 0.00 0.00 600 -10.00 -50.00 400 -20.00 -100.00 II III IV I II III IV I 2007 Jumlah Arus Peti Kemas II III 2008 Pertumbuhan IV I -30.00 200 -40.00 0 II III IV I 2009 II III IV I 2007 Unit II III 2008 IV I 2009 Pertumbuhan Sumber: Pelindo Jambi Sumber: Pelindo Jambi Grafik 1.34 Grafik 1.35 Pada triwulan laporan, sub sektor angkutan laut tumbuh sebesar 2,95%. Sementara, perkembangan arus peti kemas dan kunjungan kapal pada triwulan laporan menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Jumlah unit kapal bersandar sebesar 952 unit.13 Sedangkan jumlah arus peti kemas berdasarkan perdagangan di Pelabuhan Tungkal dan Pelabuhan Talang Dukuh sebesar 8.175 peti kemas.14 Perkembangan sub sektor telekomunikasi tercermin dari jasa pos dan telekomunikasi serta jasa penunjang komunikasi masing-masing yang mengalami pertumbuhan sebesar 2,68% (q-t-q) dan 1,84% (q-t-q), lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya masing-masing sebesar 0,85% (q-t-q) dan 0,57% (q-t-q). Sektor keuangan, persewaan, dan jasa-jasa perusahaan tumbuh sebesar 1,54% (q-t-q) pada triwulan laporan atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar minus 0,70% (q-t-q). Peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh tumbuh lebih cepatnya sub sektor bank, sub sektor lembaga keuangan tanpa bank, sub sektor jasa penunjang keuangan serta sub sektor sewa bangunan pada triwulan laporan. Sementara, sub sektor jasa perusahaan tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya (1,16%/q-t-q). 13 Kunjungan kapal yang dimaksud adalah pelayaran luar negeri, pelayaran dalam negeri dan pelayaran rakyat. 14 Arus Peti kemas diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kategori yaitu: 20”, 40” serta diatas 40”. Arus barang berdasarkan perdagangan yaitu impor, ekspor, bongkar dan muat. 23 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Sektor jasa-jasa pada triwulan laporan mengalami pelambatan pertumbuhan menjadi sebesar 1,14% (q-t-q) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 1,22% (q-t-q). Pertumbuhan sub sektor pemerintahan umum yang masih terbatas dikarenakan realisasi belanja pembangunan proyek-proyek pemerintah masih lambat. Sedangkan perkembangan sub sektor swasta yang meningkat berasal dari aktivitas jasa sosial kemasyarakatan, hiburan dan rekreasi serta jasa perorangan dan rumah tangga yang masih tumbuh membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. C. PDRB Sisi Pengeluaran Ditinjau dari sisi pengeluaran, pelambatan pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi pada triwulan laporan didorong oleh menurunnya kontribusi pengeluaran konsumsi rumah tangga serta pembentukan modal tetap domestik bruto Grafik 1.36. Kontribusi PDRB Sisi Pengeluaran terhadap Pertumbuhan (q-t-q) 4.21 Net Ekspor/Impor (1.39) 0.09 0.08 Perubahan Stok Pembentukan Modal Tetap -0.38 Domestik Bruto Pengeluaran Konsumsi Pemerintah -4.00 Trw I-09 Trw IV-08 0.90 0.03 0.05 Lembaga Sw asta Nirlaba 0.02 0.07 Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga -3.20 -3.00 -2.00 -1.00 15 0.00 1.55 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 (PMTDB). Sementara, pengeluaran konsumsi pemerintah dan ekspor masih tumbuh terbatas. Namun demikian, penurunan impor pada triwulan laporan yang cukup signifikan berdampak pada laju pertumbuhan ekonomi yang tidak melemah semakin dalam. 15 Yang dimaksud kontribusi ’net ekspor’ adalah nilai kontribusi ekspor terhadap pertumbuhan dikurangkan dengan nilai kontribusi impor terhadap pertumbuhan pada triwulan laporan. Jika bernilai positif disebut net ekspor, sedangkan jika bernilai negatif disebut net impor. 24 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Dari sisi distribusinya (share), konsumsi rumah tangga masih mempunyai pangsa yang paling besar, yaitu mencapai 69,32% dari PDRB Jambi pada triwulan I tahun 2009 (lihat grafik 1.36). Selain itu, pengeluaran konsumsi pemerintah dan PMTDB juga memiliki pangsa yang relatif besar dengan masing-masing sebesar 17,86% dan 18,35%. Sedangkan share perubahan stok sebesar 2,80% dan lembaga swasta nirlaba sebesar 0,53%. Grafik 1.37. Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Pengeluaran Triwulan I tahun 200916 Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 18.35% Perubahan Stok 2,80% Net Impor 8.86% Lembaga Swasta Nirlaba 0.53% Pengeluaran Konsumsi pemerintah 17.86% Pengeluaran konsumsi rumah tangga 69.32% 1. Pengeluaran Konsumsi Pengeluaran konsumsi rumah tangga atas dasar harga konstan selama triwulan laporan minus 4,38% (q-t-q), menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang masih mampu tumbuh sebesar 5,62% (q-t-q). Menurunnya konsumsi masyarakat pada periode triwulan laporan akibat dari dampak krisis sehingga masyarakat mulai mengurangi konsumsi barang dan jasa pada periode triwulan laporan. Hal ini ditunjukkan juga dengan melemahnya daya beli masyarakat yang diindikasikan oleh turunnya pembelian kendaraan bermotor (sepeda motor) pada triwulan laporan (Grafik 1.44). Disamping itu, indeks keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian selama periode triwulan laporan juga masih 16 Pangsa (share) net impor sebesar 8,86% merupakan pengurang dari total share PDRB sisi pengeluaran. 25 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL berada pada level pesimis (Grafik 1.37). Sementara, konsumsi listrik rumah tangga (RT) mengalami penurunan sebesar 1,94%. Grafik 1.38. Indeks Kondisi Ekonomi Grafik 1.39. Konsumsi Listrik Rumah Tangga Indeks KWH (dalam Ribuan) 120.00 120.00 100.00 100.00 80.00 80.00 Persen (%) 140,000 7.87 120,000 6.51 100,000 4.0 40.00 40.00 (20.00) 20.00 (40.00) 1.75 60,000 II III IV I II III 2005 IV I II III IV 2006 I II III 2007 Kondisi ekonomi saat ini dibandingkan 6 - 12 bln yg lalu IV I II III IV 2008 I (60.00) (%) (0.55) 40,000 (1.94) 20,000 0.0 -2.0 (2.87) - -4.0 III IV I II 2006 III IV 2007 Rumah Tangga 2009 Pertumbuhan (%) 2.0 0.64 0.48 II 0.00 6.0 3.13 80,000 20.00 8.0 6.73 6.74 60.00 60.00 10.0 8.29 I II III IV 2008 I 2009 Pertumbuhan RT Sumber: PLN Jambi, 2008 (diolah) Grafik 1.39 Grafik 1.38 Penjualan kendaraan bermotor pada triwulan laporan turun sebesar 33,43%. Hal ini didorong oleh turunnya penjualan mobil baru (sedan, jeep, minibus) sebesar 4,65%, begitu juga dengan penjualan sepeda motor yang turun 34,04%. Hal ini mencerminkan bahwa konsumsi masyarakat terhadap kendaraan bermotor semakin melemah setelah mengalami penurunan semenjak triwulan III tahun 2008. Di sisi lain, penyaluran kredit konsumsi tumbuh sebesar 2,32%, melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mampu mencapai 2,43% (q-t-q). Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan konsumsi rumah tangga untuk membeli barang tahan lama (durable goods) melalui fasilitas pinjaman yang disediakan oleh bank menunjukkan tanda penurunan. Pada periode triwulan laporan, pengeluaran konsumsi pemerintah tumbuh melambat sebesar 0,09% (q-t-q), menurun dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 5,95% (q-t-q). Menurunnya pengeluaran konsumsi pemerintah pada triwulan laporan terkait dengan belum terakselerasinya belanja modal (infrastruktur) Pemerintah Daerah pada triwulan laporan. Sementara, pengeluaran konsumsi lembaga nir laba juga tumbuh sebesar 5,59% (q-t-q) atau melambat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 10,36% (q-t-q). 26 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Grafik 1.40. Pertumbuhan Pendaftaran Kendaraan Bermotor Baru Grafik 1.41. Perkembangan Penjualan Premium dan Solar Grafik 1.42. Perkembangan Penjualan Minyak Tanah Grafik 1.43. Nominal dan Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Provinsi Jambi Grafik 1.44. Pertumbuhan Pendaftaran Sedan, Jeep, Minibus Baru Grafik 1.45. Pertumbuhan Pendaftaran Sepeda Motor Baru unit Persen(%) 50 40 30 20 10 (10) (20) (30) (33.43) (40) (50) (60) 40,000 35,000 36.26 21.56 29.89 9.78 14.98 25,000 23.64 26.81 30,000 11.95 8.79 1.61 (1.58) 20,000 (14.21) (19.40) 15,000 (32.52) 10,000 5,000 (49.37) II III IV I II 2005 III IV I II 2006 III IV I II 2007 III IV 2008 KENDARAAN BERMOTOR Ribu Liter Persen (%) 40.00 90,000 80,000 20.00 70,000 60,000 - 50,000 (20.00) 40,000 30,000 (40.00) 20,000 (60.00) 10,000 - (80.00) 1 2 I 3 4 1 2 2006 2009 3 4 1 2 2007 3 4 1* 2008 2009 Konsumsi Premium (aksis kiri) Konsumsi Solar (aksis kiri) Premium (aksis kanan) Solar (aksis kanan) Sumber: Pertamina Wira Penjualan Jambi * Angka perkiraan………………………... Pertumbuhan Sumber: Dispenda Provinsi Jambi Grafik 1.41. Grafik 1.40. Ribu Liter 30,000 (%) 80.0 60.0 25,000 40.0 20,000 14 3,500,000 12.68 12 11.96 10.98 2,500,000 20.0 (40.0) 5,000 6 1,500,000 (80.0) II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 5.24 3.80 3.60 4 2.43 1.87 (60.0) - 2,000,000 7.03 (20.0) 10,000 8.38 8 - 15,000 3,000,000 11.71 10 3.33 2 1,000,000 2.32 500,000 I* 0 2006 2007 2008 M.Tanah/Kerosine 2009 0 TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I Pertumbuhan 2006 Sumber: Pertamina Wira Penjualan Jambi * Angka perkiraan ………………………. 2007 2008 Kredit Konsumsi (juta Rp), aksis kanan Grafik 1.43. Grafik 1.42. Persen(%) unit 150 1,000 126.41 900 unit Persen(%) 40,000 50 36.69 35,000 40 26.81 30 21.26 29.06 100 800 30,000 700 8.94 2.16 8.46 (5.47) (15.88) 500 400 35.73 34.25 31.19 600 2009 Pertumbuhan Kredit Konsumsi (%),aksis kiri 6.62 50 3.62 (9.42) (3.49) (4.65) (13.23) 300 16.31 12.03 25,000 20 23.49 10.01 1.05 12.38 10 - (1.04) 20,000 (10) (15.19) (19.17) 15,000 (20) (32.73) (30) (34.04) (40) 10,000 (65.01) 200 (50) 5,000 (100) II III 2005 IV I II III IV 2006 I II III IV 2007 Sedan, Jeep, Minibus Sumber: Dispenda Provinsi Jambi Grafik 1.44. I II III 2008 Pertumbuhan IV I 2009 (50) (50.50) 100 (60) II III 2005 IV I II III IV 2006 I II III 2007 SEPEDA MOTOR IV I II III 2008 IV I 2009 Pertumbuhan Sumber: Dispenda Provinsi Jambi Grafik 1.45. 27 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 2. Investasi Pada triwulan laporan, pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTDB) mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTDB) turun sebesar 2,24% (q-t-q) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 6,73% (q-t-q) yang mencerminkan bahwa kondisi investasi belum terealisasi dengan baik dalam mendukung percepatan perekonomian Jambi. Grafik 1.46. Pertumbuhan Pendaftaran Truck/Pick Up Baru Grafik 1.47. Nominal dan Pertumbuhan Kredit Investasi di Provinsi Jambi Grafik 1.48. Konsumsi Semen Provinsi Jambi unit Persen(%) 1,400 80 1,200 60 1,000 40 800 20 600 - 400 (20) 200 (40) - (60) II III 2005 IV I II III IV 2006 I II III IV I 2007 II III 2008 IV I 2009 20 1,600,000 Kredit Investasi (juta Rp), aksis kanan 18 Pertumbuhan Kredit Investasi (%),aksis kiri 16.65 16 1,400,000 16.18 1,200,000 14 14.28 1,000,000 12 11.78 10.28 10 800,000 8 600,000 6 2 400,000 4.28 4 1.50 2.33 2.70 3.26 200,000 1.60 1.21 0.99 0 TRUCK/PICK UP Pertumbuhan 0 TW I TW II TW III 2006 Sumber: Dispenda Provinsi Jambi TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I 2007 TW II TW III TW IV 2008 TW I 2009 Grafik 1.47. Grafik 1.46. (%) Ton 100.0 45,000 40,000 Konsumsi Semen 80.0 Pertumbuhan 35,000 60.0 30,000 40.0 25,000 20.0 20,000 - 15,000 (20.0) 10,000 (40.0) 5,000 (60.0) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 2005 2006 2007 Sumber: Asosiasi Semen Indonesia (ASI), diolah Grafik 1.48. 28 2008 2009 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Sementara itu, dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) terlihat situasi bisnis masih cukup baik pada triwulan laporan, tercermin dari nilai saldo bersih situasi bisnis dunia usaha sebesar 19,44. Masih relatif baiknya situasi bisnis dunia usaha juga berdampak pada masih tumbuhnya kredit investasi sebesar 0,99% atau sebesar Rp14,42 miliar pada triwulan laporan. Perubahan stok pada triwulan I tahun 2009 mengalami pertumbuhan sebesar 2,83% (q-t-q), lebih rendah bila dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 5,99% (q-t-q). Sementara, pangsa stok pada triwulan laporan sebesar 2,80%. 3. Perdagangan Eksternal Jumlah perdagangan eksternal ke luar Provinsi Jambi sebesar 1,83% (q-tq) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar minus 9,22% (q-t-q). Pertumbuhan impor barang baik yang berasal dari luar provinsi maupun luar negeri mengalami penurunan sebesar 5,43% (q-t-q). Grafik 1.49. Perkembangan Ekspor dan Impor Non Migas Provinsi Jambi ribu USD 350,000 Impor Ekspor Net 300,000 250,000 261,972 207,237 215,491 200,000 147,469 135,753 150,000 149,230 145,699 101,075 100,000 107,288 72,175 50,000 188,395 145,898 123,888 105,291 71,313 73,849 34,232 0 TW I TW II TW III TW IV TW I 2005 TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I 2006 2007 TW II TW III TW IV TW I* 2008 2009 Keterangan: *) S.d. Februari 2009 Berdasarkan dokumen pemberitahuan ekspor barang (PEB), ekspor Provinsi Jambi sebesar USD 87,31 juta sedangkan impor sebesar USD 15,99 juta pada triwulan laporan.17 Dengan kondisi tersebut, Provinsi Jambi mengalami net 17 Data s.d. bulan Februari 2009 (Sumber: Direktorat Statistik dan Ekonomi Moneter, Bank Indonesia). 29 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL ekspor sebesar USD 71,32 juta, menurun sebesar 46,28% dibandingkan posisi yang sama periode triwulan sebelumnya yang mencapai USD 132,76 juta.18 Ekspor Provinsi Jambi masih didominasi oleh komoditas karet dan CPO.19 Sementara kelompok peralatan mesin dan transport masih mendominasi nilai impor Provinsi Jambi pada triwulan laporan. Grafik 1.50. Perkembangan Ekspor Provinsi Jambi dalam Ribu USD 120,000 EKSPOR CRUDE MATERIALS, INEDIBLE ANIMAL & VEGETABLE OILS&FATS 100,000 80,000 60,000 40,000 20,000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2007 7 8 9 10 11 12 1 2008 2 2009 Grafik 1.51. Lima Komoditi Tertinggi Nilai Ekspor Provinsi Jambi Ribu USD 90,000 80,000 23 - CRUDE RUBBER 25 - PULP AND WASTE PAPER 42 - FIXED VEGETABLE OILS & FATS 63 - WOOD AND CORK MANUFACTURES 32 - COAL, COKE AND BRIQUETTES LAINNYA 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 1 2 3 4 5 6 7 2006 18 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 2007 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 2008 8 9 10 11 12 1 2 2009 Net ekspor yang dimaksud disini adalah net ekspor bulan Januari-Februari 2009 dibandingkan net ekspor bulan Oktober-November 2008. 19 Klasifikasi barang menurut Standard International Trading Classification (SITC). 30 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Pada triwulan laporan (Januari-Februari 2009), ekspor Provinsi Jambi menurun sebesar 42,33% dibandingkan periode yang sama triwulan sebelumnya (Oktober-November 2008), yaitu dari USD 151,40 juta menjadi USD 87,31 juta. Berdasarkan jenis komoditasnya, nilai ekspor tertinggi (Januari-Februari 2009) dicapai oleh komoditas karet mentah (crude rubber) sebesar USD 32,47 juta atau 37,19% dari total ekspor non migas, sementara nilai ekspor lemak nabati dan minyak (fixed, vegetable oil and fats), serta pulp dan kertas (pulp and waste paper) masing-masing mencapai USD 15,11 juta (17,31% dari total ekspor non migas), dan USD 17,07 juta (19,55% dari total ekspor non migas). Grafik 1.52. Perkembangan Ekspor Non Migas Provinsi Jambi Berdasarkan Negara Tujuan Ribu USD 40,000 35,000 C. UNITED STATES OF AM ERICA M A LA YSIA SINGA PORE C. JAPAN C. R.R.C LA INNYA C. SOUTH KOREA 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 2006 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 2007 6 7 8 9 10 11 12 2008 1 2 2009 Grafik 1.53. Pangsa Ekspor Non Migas Provinsi Jambi Berdasarkan Negara Tujuan 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 2006 C. UNITED STA TES OF A M ERICA M A LA YSIA C. R.R.C LA INNYA 6 7 2007 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 2008 8 9 10 11 12 1 2 2009 SINGA P ORE C. JA P A N C. SOUTH KOREA 31 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Ekspor non migas lain yang cukup besar kontribusinya adalah komoditas batubara, kokas dan briket (coal, coke and briquettes), serta barang-barang kayu dan gabus (wood and cork manufactures) yang masing-masing mencapai USD 6,79 juta (7,78%) serta USD 4,31 juta (4,94%). Berdasarkan struktur ekspor non migas Jambi, terlihat bahwa ekspor produk primer masih mendominasi terutama komoditas karet mentah, lemak nabati dan minyak, serta batubara disusul produk hasil industri pengolahan (barang-barang kayu serta kertas dan olahannya). Berdasarkan negara tujuan, ekspor Provinsi Jambi sebagian besar ke negara-negara dikawasan Asia yang hampir setara dengan 73,62% total ekspor Provinsi Jambi. Penyumbang utama ekspor dari negara Asia adalah Republik Rakyat China (RRC) yang mencapai USD 18,74 juta (21,47%), diikuti dengan Malaysia sebesar USD 13,49 juta (15,45%), Jepang sebesar USD 8,60 juta (9,85%) serta Singapura sebesar USD 7,82 juta (8,96%). Sementara ekspor ke negara Amerika sebesar USD 17,66 juta (20,22%) pada triwulan laporan. Dari grafik 1.52, terlihat bahwa ekspor Provinsi Jambi ke Amerika mulai mengalami tren penurunan semenjak Juli 2008 s.d. Februari 2009 (kecuali Desember 2008). Sejalan dengan hal tersebut, negara tujuan ekspor Provinsi Jambi pun semakin besar porsinya ke negara selain Amerika. Dari sisi impor (Januari-Februari 2009), impor non migas menurun sebesar 14,19% (USD 2,65 juta) jika dibandingkan periode yang sama triwulan sebelumnya (Oktober-November 2009) sehingga menjadi sebesar USD 15,99 juta. Pada triwulan laporan, impor terbesar terjadi pada sub kelompok mesin industri tertentu/khusus (mach. Special for partic. inds) sebesar USD 7,17 juta (44,82%) serta sub kelompok mesin industri dan perlengkapannya (general industrial mach.&eqp) sebesar USD 6,73 juta (42,04%). 32 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Grafik 1.54. Perkembangan Impor Non Migas Provinsi Jambi dalam Ribu USD 35,000 IMPOR MACHINERY & TRANSPORT EQP CHEMICAL 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2007 7 8 9 10 11 12 1 2008 2 2009 Grafik 1.55. Lima Komoditi Tertinggi Nilai Impor Provinsi Jambi Ribu USD 35,000 71 - POWER GENERATING MACH. & EQP 72 - MACH.SPECIAL FOR PARTIC.INDS 74 - GENERAL INDUSTRIAL MACH.&EQP 30,000 59 - CHEM.MATERIALS& PRODUCTS,NES 56 - FERTILIZERS MANUFACTURED LAINNYA 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2006 11 12 1 2 3 4 5 6 7 2007 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 2008 8 9 10 11 12 1 2 2009 Pangsa impor Provinsi Jambi pada periode triwulan laporan masih didominasi oleh kelompok peralatan mesin dan transport (machinery&transport equipment) yang menguasai 90,38% dari nilai impor. Selain itu, kelompok barang manufaktur (manufactured goods) juga memberikan kontribusi impor sebesar 4,91% dari total impor Provinsi Jambi dengan komoditas utamanya adalah benang tenun, kain tekstil dan hasil-hasilnya (textile yarn, fabric&prod.) sebesar USD 758,21 ribu. 33 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Grafik 1.56. Perkembangan Impor Non Migas Provinsi Jambi Berdasarkan Negara Penjual Ribu USD 40,000 35,000 C. CANADA SINGA PORE M ALA YSIA C. TA IWA N C. R.R.C LAINNYA C. HONGKONG 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 2006 (5,000) 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 2007 6 7 8 9 10 11 12 2008 1 2 2009 Grafik 1.57. Pangsa Impor Non Migas Provinsi Jambi Berdasarkan Negara Penjual 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 2006 6 7 8 9 10 11 12 1 2 2007 3 4 5 6 7 8 9 10 11 2008 C. CA NA DA SINGA P ORE M A LA YSIA C. TA IWA N C. R.R.C LA INNYA 12 1 2 2009 C. HONGKONG Berdasarkan negara penjual, impor Provinsi Jambi pada triwulan laporan terutama berasal dari Hongkong sebesar USD 12,94 juta (81,04%), diikuti dengan Malaysia sebesar USD 0,85 juta (5,37%) dari total impor pada triwulan laporan (s.d. bulan Februari) sebesar USD 15,99 juta. 34 Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting di Indonesia yang berperan sebagai sumber utama pangan dan pertumbuhan ekonomi. Peranan sektor ini di Indonesia masih dapat ditingkatkan lagi apabila dikelola dengan baik karena belum optimalnya penggarapan sampai saat ini. Ke masa depan sektor ini akan terus menjadi sektor penting dalam upaya pengentasan kemiskinan, penciptaan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan nasional dan penerimaan ekspor serta berperan sebagai produsen bahan baku untuk penciptaan nilai tambah di sektor industri dan jasa. Pada sektor pertanian, subsektor perkebunan diharapkan tetap memainkan peran penting melalui kontribusinya dalam PDB, penerimaan ekspor, penyediaan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan, dan pembangunan wilayah terutama di luar pulau Jawa. Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang mempunyai peran penting bagi subsektor perkebunan. Pengembangan kelapa sawit antara lain memberikan manfaat dalam peningkatan pendapatan petani dan masyarakat, produksi yang menjadi bahan baku industri pengolahan yang menciptakan nilai tambah di dalam negeri (produksi tahun 2007 sebanyak 16,89 juta ton), ekspor yang menghasilkan devisa (sebesar 7,86 miliar USD) dan menyediakan kesempatan kerja kepada ± 4,5 juta orang. (Indonesian Palm Oil Statistic, 2007) Pengembangan kelapa sawit di Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup pesat sejak tahun 1970 terutama periode 1980-an. Semula pelaku perkebunan kelapa sawit hanya terdiri dari Perkebunan Besar Negara (PBN) namun pada tahun yang sama pula dibuka Perkebunan Besar Swasta (PBS) dan Perkebunan Rakyat (PR) melalui pola PIR (Perkebunan Inti Rakyat) dan selanjutnya berkembang pola swadaya. Pada tahun 1980 luas areal kelapa sawit adalah 294.000 ha dan pada tahun 2007 luas areal perkebunan kelapa sawit sudah mencapai 6,32 juta ha dimana 48,37% dimiliki oleh PBS, 40,66% dimiliki oleh PR, dan 10,98% dimiliki oleh PBN. Produksi minyak sawit di Indonesia sebagian besar berada di pulau Sumatera diikuti oleh Kalimantan. Berdasarkan provinsi, Riau merupakan provinsi penghasil minyak sawit terbesar di Indonesia dengan produksi mencapai 24% dari produksi nasional pada tahun 2007 sementara Jambi menyumbang minyak sawit sebesar 7,70% dari produksi nasional dengan luas lahan mencapai 8,82% dari luas lahan nasional. Perkembangan kelapa sawit di Jambi juga menunjukkan trend pertumbuhan yang selalu positif. Sampai dengan tahun 2007 luas areal kelapa sawit di Jambi sudah mencapai 430.610 ha dengan jumlah produksi 1.035.300 ton serta dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 135.736 KK. Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan I dengan luas areal kedua terbesar setelah karet (luas areal karet adalah 633.739 ha) di Jambi. Saat ini, Indonesia merupakan negara produsen minyak sawit terbesar di dunia dengan jumlah produksi tahun 2007 sebesar 16,89 juta ton minyak sawit, kemudian diikuti dengan Malaysia dengan jumlah produksi 15,74 juta ton. Produksi kedua negara ini mencapai 85% dari produksi dunia yang sebesar 38,16 juta ton. Walaupun Indonesia merupakan negara produsen minyak sawit terbesar di dunia, namun sebagian besar ekspor minyak sawit dari Indonesia adalah dalam bentuk bahan mentah sehingga nilai tambah yang didapatkan relatif kecil. Pada tahun 2007 ekspor dari komoditi sawit berserta turunannya adalah 83,97% dalam bentuk CPO, 14,25% dalam bentuk minyak inti sawit dan hanya 5,38% yang dalam bentuk produk turunan, yaitu oleochemichal. Sementara Malaysia, mayoritas ekspor komodita kelapa sawitnya adalah dalam betuk bentuk produk turunan. Di Jambi sendiri, Pemerintah Provinsi berencana akan membatasi penjualan minyak sawit mentah keluar daerah. Mulai Januari 2010 minyak kelapa sawit mentah tidak boleh dijual ke luar Provinsi Jambi. Selama ini, Provinsi Jambi dikenal memilki perkebunan sawit cukup luas, tetapi hanya bisa menghasilkan CPO, sementara yang mendapatkan hasil justru daerah lain. Jambi sendiri sering kekurangan minyak sayur yang menjadi kebutuhan masyarakat setiap hari. Terkait peraturan ini, Pemerintah Provinsi Jambi sedang mengusulkan Perda mengenai larangan tersebut. Kedepannya, CPO harus diolah menjadi barang jadi, sehingga saat keluar dari Jambi sudah langsung bisa dipasarkan dengan label produksi dari salah satu Kabupaten di Jambi. Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia Perkebunan kelapa sawit di Indonesia berkembang pesat sejak dua dekade terakhir. Luas areal kelapa sawit yang hanya seluas 294.560 ha pada tahun 1980 menjadi 6.074.926 ha pada tahun 2006. Perkembangan luas areal ini kemudian diikuti dengan perkembangan jumlah produksi kelapa sawit, yaitu 721.172 ton di tahun 1980 menjadi 13.390.807 ton pada tahun 2007. Tingginya pertumbuhan kelapa sawit di Indonesia disebabkan oleh meningkatnya perkebunan kelapa sawit yang dimiliki oleh swasta dan perkebunan rakyat. II Grafik 2. Produksi (ton) Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia 3500000 8,000,000 3000000 7,000,000 Jumlah produksi (ton) luas lahan (ha) Grafik 1. Luas Areal (ha) Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia 2500000 2000000 1500000 1000000 500000 6,000,000 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000,000 0 1967 1972 1977 1982 1987 1992 1997 2002 2007 PR (HA) Tahun PBN (HA) 1967 1972 1977 1982 1987 1992 1997 2002 2007 Tahun PBS (HA) PR (HA) PBN (ton) PBS (HA) Sumber: Ditjenbun, statistik perkebunan Perkebunan kelapa sawit di Indonesia sebagian besar tersebar di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Luas areal kelapa sawit di Sumatera mencapai 74,90% total lahan di Indonesia dengan total produksi yang mencapai 81,75% produksi nasional. Sementara luas lahan kelapa sawit di Kalimantan mencapai 21,15% luas areal nasional dengan produksi yang mencapai 14,75% produksi nasional. Berdasarkan provinsi, Riau merupakan provinsi dengan luas lahan dan produksi terbesar di Indonesia, yaitu dengan luas 22,51% dan jumlah produksi 24,30% produksi nasional. Jambi merupakan provinsi penghasil minyak sawit keempat terbesar di Indonesia setelah Riau, Sumut, dan Sumsel (lihat grafik 3 dan 4.). Grafik 3. Pangsa Luas Areal Perkebunan Sawit Berdasarkan Provinsi (%) Kalsel Kaltim2.98% 3.90% NAD 4.58% Lainnya 10.30% Riau 22.51% Sumbar 4.98% Sumut 17.29% Grafik 4. Pangsa Produksi Perkebunan Sawit Berdasarkan Provinsi (%) KaltimKalsel 1.76%2.56% NAD 4.12% Sumbar 5.80% Kalbar 6.26% Jambi 8.82% Riau 24.30% Kalteng 4.16% Kalteng 6.75% Kalbar 7.52% Lainnya 9.82% Sumsel 10.38% Jambi 7.71% Sumut 23.14% Sumsel 10.37% Sumber: Indonesian Palm Oil Statistic Sebagian besar hasil produksi minyak sawit di Indonesia merupakan komoditi ekspor. Pangsa ekspor kelapa sawit hingga tahun 2005 sudah hampir mencapai 87,5% total produksi. Belanda adalah negara tujuan utama ekspor kelapa sawit di Indonesia, yaitu 17,73% dari total ekspor kelapa sawit, kemudian diikuti oleh India sebesar 16,99%, dan Cina 12,91%. Malaysia yang merupakan negara pengekspor III kelapa sawit terbesar di dunia ternyata juga menjadi negara tujuan ekspor kelapa sawit di Indonesia, yaitu sebesar 6,10% dari total ekspor. Grafik 5. Ekspor CPO Indonesia Grafik 6. Negara Tujuan Ekspor CPO tahun 2006 (%) 12000000 120 10000000 100 8000000 80 6000000 60 4000000 40 2000000 20 0 Turkey, 2.19 Sri Lanka, 2.91 Lainnya, 21.83 Netherlands, 1 7.73 Bangladesh, 3. 06 India, 16.99 0 China, 12.91 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 Volume (ton) Nilai (ribu USD) Egypt, 3.12 Germany,fed. Rep. Of, 3.43 Singapore, 4.2 5 Pakistan, 5.48 Sumber: Ditjenbun, statistik perkebunan Malaysia, 6.10 Sumber: Ditjenbun, statistik perkebunan Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit di Jambi Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan perkebunan provinsi Jambi di samping karet. Perkembangan kelapa sawit di Jambi sangatlah pesat, dari hanya seluas 44.763 ha pada tahun 1990 meningkat menjadi 430.610 ha di tahun 2007, yang berarti meningkat hampir 10 kali lipat dalam 17 tahun. Begitu pula untuk hasil produksi CPOnya, dari hanya 106.864 ton di tahun 1990 menjadi 1.035.300 ton di tahun 2007. Pengembangan kelapa sawit ini selain bermanfaat dalam perekonomian Jambi juga berperan dalam menyerap tenaga kerja. Sampai dengan tahun 2007, jumlah KK yang bekerja dalam perkebunan sawit adalah 135.736. Sementara untuk perkebunan karet yang sudah berumur 100 tahun di Jambi, mulai mengalami perlambatan pertumbuhan dalam tahun-tahun terakhir ini. Saat ini luas kebun karet di Jambi adalah 633.739 ha dengan jumlah KK yang bekerja pada komoditi tersebut sebanyak 233.350 KK. Grafik 8. Produksi (ton) Perkebunan Jambi berdasarkan Komoditas 700,000 1,200,000 600,000 1,000,000 500,000 Produksi (ton) Luas Areal (ha) Grafik 7. Luas Areal (ha) Perkebunan Jambi berdasarkan Komoditas 400,000 300,000 200,000 100,000 800,000 600,000 400,000 200,000 0 0 1992 Karet 1997 kelapa sawit 2002 1992 2007 Lainnya Karet 1997 kelapa sawit 2002 2007 Lainnya Sumber: Jambi dalam Angka, berbagai terbitan Ekspor ke luar negeri kelapa sawit dari Jambi adalah sebesar 7,83% dari total nilai ekspor pertanian di Jambi. Nilai ekspor ini sangat jauh dibawah nilai ekspor komoditi karet yang menguasai 85,27% total ekspor pertanian Jambi. Rendahnya nilai ekspor kelapa sawit dari Jambi ini bukan disebabkan oleh tingginya penggunaan IV kelapa sawit di Jambi, akan tetapi disebabkan oleh adanya kelapa sawit yang dibawa ke luar provinsi Jambi, baik untuk diolah di sana maupun untuk kemudian diekspor dari daerah tersebut. Grafik 9. Persentase Nilai Pangsa Ekpor Komoditas Pertanian, 2006 Kelapa Pinang Kopi Gandum Cassiavera Lainnya 0.03% 0.05% Kelapa 5.88% 0.79% 0.12% 0.04% Sawit 7.83% Karet 85.27% Sumber: Deptan, Statistik Pertanian Pengolahan industri hilir dari kelapa sawit di Jambi saat ini salah satunya adalah industri minyak goreng. Akan tetapi industri ini mengalami kemunduran dari tahun ke tahun jika dilihat dari jumlah produksinya. Di tahun 1992, jumlah produksi minyak goreng adalah 1.719 ton akan tetapi di tahun 2007 jumlah produksi menyusut sampai hanya 408,62 ton. Dilihat dari jumlah perusahaannya, industri ini juga tidak mengalami kemajuan dimana jumlah industri pada sektor ini tetap 7 sejak tahun 1992. Saat ini industri minyak goreng dapat menyerap 1.488 tenaga kerja. Grafik 10. Produksi Minyak Goreng Jambi 2000 Produksi minyak goreng (ton) 1500 1000 500 0 1992 1997 2002 2007 Sumber: Jambi dalam angka, berbagai terbitan Analisis Pengembangan kelapa sawit di jambi Pengembangan kelapa sawit di Indonesia dapat melalui pengembangan luas lahan kebun dan juga dengan pengembangan industri hilir kelapa sawit. Untuk mengetahui bagaimanakah dampak dari pengembangan tersebut terhadap perekonomian Jambi, digunakan analisis Tabel Input Output. Analisis yang akan dilakukan meliputi dampak pengembangan tersebut terhadap output perekonomian di Jambi, pendapatan masyarakat, tenaga kerja, serta sektor-sektor yang terkena dampak dari pengembangan ini. V Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan antara sektor yang satu dengan sektor yang lain dalam suatu wilayah dengan periode waktu tertentu. Tabel ini merupakan alat yang efektif untuk menganalisis dan memproyeksi perekonomian dalam suatu perencanaan pembangunan, dan dapat juga dijadikan landasan untuk menilai dan mengetahui berbagai kelemahan data-data statistik lainnya. Tabel Input-Output yang dipergunakan adalah Tabel Input-Output tahun 2007 yang terdiri dari 70 sektor. Untuk simplifikasi, tabel input-output yang digunakan kemudian diagregasi menjadi 45 sektor. 1. Pemanfaatan lahan idle kebun sawit Berdasarkan data dari Dinas Perkebunan, saat ini terdapat 143 perusahaan yang sudah mendapatkan izin lokasi pembangunan kebun kelapa sawit. Total lahan yang diizinkan untuk perkebunan sawit sampai saat ini adalah seluas 1.100.000 ha. Implementasinya di lapangan, saat ini luas kebun kelapa sawit di Jambi sampai dengan tahun 2008 adalah 454.771 ha. Hal ini menunjukkan terdapatnya lahan kelapa sawit yang masih belum digunakan kira-kira seluas 645.229 ha. Analisis skenario digunakan untuk melihat bagaimanakah dampak dari pemanfaatan lahan idle ini terhadap perekonomian Jambi. Dari 645.229 ha lahan idle, diasumsikan lahan yang akan dimanfaatkan adalah 5% yaitu seluas 32.261,5 ha. Untuk pengembangan lahan sawit dibutuhkan investasi sebesar Rp24.181.000/ha (SK Dirjen Perkebunan Nomor 03/Kpts/RC.110/1/107) sehingga total investasi yang diperlukan adalah Rp780,12 miliar. Adanya investasi sebesar Rp780,12 miliar akan meningkatkan output Jambi sebesar Rp1,096 triliun (setara dengan 1,77% total output) baik secara langsung maupun tidak langsung. Jika mempertimbangkan imbasan terhadap konsumsi masyarakat, maka kenaikan output menjadi sebesar Rp1,26 triliun (kenaikan 2,04% total output), yang berarti terdapat kenaikan output sebesar Rp162,79 miliar akibat meningkatnya konsumsi masyarakat. Sektor yang mendapatkan pengaruh terbesar dari investasi ini adalah sektor sawit yang mengalami peningkatan output sebesar Rp839,95 miliar diikuti dengan sektor keuangan sebesar Rp77,77 miliar. Imbasan konsumsi terbesar adalah dari sektor industri makanan lainnya yaitu sebesar Rp21,57 miliar diikuti dengan sektor bangunan Rp15,18 miliar. VI Tabel 1. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Investasi Lahan Terhadap Sektor ∆ Output (lgsg, tdk lgsg) Sektor Sawit Keuangan Sektor lainnya Bangunan Perdagangan Transportasi_jalan Jasa swasta Ind. Makanan Lainnya Lainnya Total ∆ Output (lgsg, tdk lgsg, Imbasan Kons) Imbasan Kons 839,710 71,293 43,901 29,375 19,476 17,852 21,571 3,193 49,044 1,095,416 243 6,473 5,569 15,176 10,126 8,035 3,445 21,568 92,155 162,789 839,953 77,766 49,471 44,550 29,602 25,886 25,016 24,761 141,199 1,258,205 Investasi yang dilakukan terhadap sawit ini tentu akan berpengaruh kepada pendapatan masyarakat. Pendapatan masyarakat akan meningkat sebesar Rp129,93 miliar (kenaikan sebesar 0,86%) secara langsung ataupun tidak langsung. Jika menambahkan imbasan kepada konsumsi, total kenaikan pendapatan masyarakat adalah sebesar Rp174,42 miliar (kenaikan 1,15% dari total pendapatan masyarakat). Kenaikan pendapatan ini relatif kecil jika dibandingkan dengan kenaikan outputnya. Pendapatan masyarakat yang akan meningkat adalah bagi masyarakat yang bekerja pada sektor sawit (Rp54,56 miliar), keuangan (Rp21,63 miliar), sektor lainnya (Rp21,60 miliar), dan bangunan (Rp19,50 miliar). Perkebunan sawit merupakan perkebunan yang menyerap tenaga kerja dengan tinggi. Pengembangan lahan ini akan berdampak pada terbukanya lapangan kerja baru sebanyak 94.199 lapangan pekerjaan dimana 80.282 lapangan pekerjaan di sawit. Tabel 2. Hasil Skenario Pemanfaatan Lahan Keterangan Nilai (juta) Investasi Pengembangan Lahan Dampak Terhadap Output Perubahan output (lgsg, tdk lgsg) Perubahan output (lgsg, tdk lgsg, imbasan kons) Imbasan Konsumsi Dampak Terhadap Pendapatan Perubahan pendapatan (lgsg, tdk lgsg) Perubahan pendapatan (lgsg, tdk lgsg, imbasan kons) Dampak Terhadap TK Perubahan TK (langsung) Perubahan TK (tidak langsung) Perubahan TK (Efek industri) Perubahan TK (Imbasan Konsumsi) Perubahan TK (Total) % thd Total Output/ Income/TK 780,115 1,095,416 1,258,205 162,789 1.77 2.04 0.26 129,933 0.86 174,420 1.15 80,282.03 8,875.32 2,954.35 2,087.74 94,199.44 6.69 0.74 0.25 0.17 7.85 Sektor sawit adalah sektor yang sangat tergantung akan keuangan, sektor sektor lainnya, bangunan, perdagangan, jasa swasta serta transportasi jalan. Untuk VII dapat mengembangkan sektor ini tentu harus didukung oleh sektor input utama lainnya. Tingginya kebutuhan akan sektor keuangan menunjukkan bahwa sektor ini membutuhkan pembiayaan yang cukup tinggi. Penyaluran kredit perkebunan oleh perbankan di Jambi mengalami peningkatan sejak tahun 2008. Akan tetapi rasio jumlah kredit perbankan terhadap total kredit masih relatif kecil yaitu sebesar 8,14% pada Februari 2009. Rasio ini masih dibawah pangsa subsektor perkebunan terhadap PDRB Jambi yang pada tahun 2008 adalah sebesar 10,42%. Tabel 3. Jumlah Kredit Perkebunan 700,000 600,000 500,000 400,000 300,000 200,000 100,000 - 11.52 11.17 14 12 10 9.66 8.20 7.84 8 7.85 8.14 8.27 6.83 6.92 6 4 2 0 Q4-06 Q1-07 Q2-07 Q3-07 Q4-07 Q1-08 Q2-08 Q3-08 Q4-08 Q1-09 Kredit Tanaman Perkebunan (Rp juta) Rasio Kredit Tanaman Perkebunan (%) (rhs) 2. Pengembangan industri hilir Pemerintah Provinsi Jambi akan membatasi penjualan minyak sawit mentah keluar daerah. Mulai Januari 2010 minyak kelapa sawit mentah tidak boleh dijual ke luar Provinsi Jambi. Selama ini, Provinsi Jambi dikenal memilki perkebunan sawit cukup luas, tetapi hanya bisa menghasilkan CPO, sementara yang mendapatkan hasil justru daerah lain. Tujuan dari pengembangan industri hilir ini adalah untuk meningkatkan nilai tambah bagi masyarakat serta dapat membuka lapangan kerja baru. Selain itu industri hilir ini dapat menjadi buffer harga untuk minyak sawit. Dengan adanya industri ini ketergantungan industri CPO akan pasar ekspor akan berkurang. Skenario yang dilakukan dalam perhitungan ini adalah jika 20% ekspor CPO dari Jambi digunakan untuk pembangungan industri hilirnya. Berdasarkan tabel InputOutput, ekspor CPO adalah sebesar 69,32% dari total output. Jika total produksi CPO Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar 1.035.300 ton maka volume ekspor CPO pada tahun 2007 adalah sebanyak 717.690 ton. Tabel 4. Perhitungan Skenario Pengembangan Industri Minyak Goreng Keterangan Ekspor CPO (Juta Rp) Total Output CPO (Juta Rp) Persentase eksporCPO/Total Output CPO Total Produksi CPO Jambi 2007 (ton) Ekspor CPO (ton) SKENARIO Pengurangan Ekspor CPO 20% (Juta Rp) Pengurangan Ekspor CPO 20% (ton) Biaya Investasi minyak goreng/kg (Rp) Total biaya investasi minyak goreng sebesar 20% ekspor CPO (juta Rp) VIII Nilai 1,816,865.5 2,620,910.0 69.3 1,035,300.0 717,690.0 363,373.1 143,538.0 4,500.0 645,921.0 Pengurangan Ekspor CPO sebesar 20% (setara dengan 143.538 ton) Pengurangan ekspor CPO sebesar 20% atau sebesar Rp363.373,1 juta akan mengurangi total output di Jambi sebesar Rp561,96 miliar (penurunan 0,91% total output Jambi) baik secara langsung maupun ekspor tidak. ini Penurunan menyebabkan turunnya output sektor industri CPO sebesar Rp446,17 miliar serta penurunan output sawit sebesar Rp0,46 miliar. Jika Tabel 5. Hasil Skenario Penurunan 20% Ekspor CPO Keterangan Nilai (juta) % thd Total Output/ Income/TK Penurunan Ekspor Dampak Terhadap Output Perubahan output (lgsg, tdk lgsg) (561,964) Perubahan output (lgsg, tdk lgsg, imbasan kons) (726,453) -1.17 Imbasan Konsumsi Dampak Terhadap Pendapatan Perubahan pendapatan (lgsg, tdk lgsg) Perubahan pendapatan (lgsg, tdk lgsg, imbasan kons) (164,489) -0.27 (363,373) -0.91 (131,290) -0.87 (176,241) -1.17 mempertimbangkan imbasan konsumsi, penurunan ekspor ini menyebabkan turunnya total output sebesar Rp726,45 miliar (penurunan 1,17% total output), berarti terdapat penurunan konsumsi masyarakat sebesar Rp164,49 miliar. Penurunan imbasan konsumsi ini terutama dirasakan oleh sektor industri makanan lainnya yaitu sebesar Rp21,79 miliar. Dari sisi pendapatan masyarakat, penurunan output ini menyebabkan turunnya pendapatan masyarakat sebesar Rp131,29 miliar. Penurunan pendapatan masyarakat terbesar adalah untuk sektor industri minyak CPO (84,48%) diikuti dengan industri keuangan sebesar (4,22%). Jika memperhitungkan imbasan kepada konsumsi masyarakat maka total penurunan pendapatan masyarakat menjadi Rp176,24 miliar. Tabel 6. Perubahan Output Sektor Ind. CPO Sawit Keuangan Perdagangan Ind. Makanan lainnya Bangunan Lainnya Total ∆ Output (lgsg, tdk lgsg) Imbasan Kons ∆ Output (lgsg, tdk lgsg, Imbasan Kons) (446,170) (46,217) (19,903) (14,325) (2,374) (246) (6,540) (10,231) (448,544) (46,463) (26,444) (24,556) (1,380) (1,991) (31,978) (561,964) (21,793) (15,334) (107,970) (164,489) (23,173) (17,325) (139,948) (726,453) Pengembangan industri minyak goreng sebesar 143.538 ton Pengembangan 143.538 ton industri hilir kelapa sawit membutuhkan biaya investasi sebesar Rp645,92 miliar (asumsi 1 kg minyak goreng membutuhkan investasi sebesar Rp4500/kg). Pengembangan industri hilir ini akan meningkatkan output Jambi sebesar 1,60% yaitu sebesar Rp990,80 miliar secara langsung maupun tidak langsung. Jika mempertimbangkan imbasan konsumsi, peningkatan output akibat investasi ini adalah sebesar 2,07% atau setara dengan Rp1.277,18 miliar dengan imbasan konsumsi sebesar 286,38 miliar. Kenaikan output terbesar dirasakan oleh sektor IX industri CPO diikuti oleh industri makanan lainnya dan sawit. Dilihat dari imbasan konsumsinya, sektor industri makanan lainnya dan bangunan adalah dua sektor dengan pengaruh imbasan konsumsi terbesar. Hal ini menunjukkan bahwa kecenderungan realokasi masyarakat ketika ada penambahan pendapatan ialah membelanjakan pada kedua sektor tersebut. Dari sisi pendapatan masyarakat, investasi ini meningkatkan Rp306.841 miliar pendapatan rumah tangga. Perubahan pendapatan terbesar dirasakan oleh rumah tangga yang bekerja pada sektor CPO, jasa pemerintah dan juga industri makanan lainnya. Tabel 7. Hasil Skenario Penurunan Industri Hilir CPO Keterangan Nilai (juta) % thd Total Output/ Income/TK 645,921 Investasi Pembangunan Ind. Hilir Dampak Terhadap Output Perubahan output (lgsg, tdk lgsg) Perubahan output (lgsg, tdk lgsg, imbasan kons) Imbasan Konsumsi Dampak Terhadap Pendapatan Perubahan pendapatan (lgsg, tdk lgsg) Perubahan pendapatan (lgsg, tdk lgsg, imbasan kons) 990,803 1.60 1,277,183 2.07 286,381 0.46 228,580 1.51 306,841 2.03 Tabel 8. Perubahan Output ∆ Output (lgsg, ∆ Output Imbasan tdk lgsg, Imbasan (lgsg, tdk Kons Kons) lgsg) Ind. CPO 719,811 4,133 723,943 Ind. Makanan Lainnya 45,918 37,943 83,861 Sawit 74,563 428 74,991 Keuangan 33,099 11,387 44,486 Perdagangan 24,437 17,813 42,250 Hotel & Resto 20,682 15,365 36,046 Bangunan 3,425 26,697 30,122 Sektor Pengurangan Ekspor dan Pengembangan Industri Hilir Jika skenario ini Tabel 9. Hasil Skenario Penurunan Industri Hilir CPO terealisasi, maka secara total akan ada peningkatan output sebesar Rp550,73 Peningkatan miliar. output ini terutama disumbangkan oleh industri CPO (Rp275,40miliar), industri makanan (Rp60,69 miliar) (Rp28,53 miliar). lainnya dan sawit Imbasan Keterangan Nilai (juta) Penurunan ekspor & Pembangunan Ind. Hilir Dampak Terhadap Output Perubahan output (lgsg, tdk lgsg) Perubahan output (lgsg, tdk lgsg, imbasan kons) Imbasan Konsumsi Dampak Terhadap Pendapatan Perubahan pendapatan (lgsg, tdk lgsg) Perubahan pendapatan (lgsg, tdk lgsg, imbasan kons) % thd Total Output/ Income/TK 428,839 0.69 550,730 0.89 121,892 0.20 97,290 0.64 130,601 0.86 konsumsi terbesar dirasakan oleh sektor industri makanan lainnya yaitu kenaikan output sebesar (Rp16,15 miliar). Dari sisi pendapatan masyarakat, akan terdapat kenaikan sebesar Rp130,60 miliar (kenaikan 0,86% total pendapatan masyarakat). X Sektor yang mengalami peningkatan akibat tertinggi skenario adalah sektor CPO ini Rp68,46 miliar ∆ Output (lgsg, tdk lgsg) Sektor industri dengan peningkatan Tabel 10. Perubahan Output sebesar diikuti dengan sektor industri makanan lainnya yaitu sebesar Rp 12,02 miliar. Imbasan Kons ∆ Output (lgsg, tdk lgsg, Imbasan Kons) Ind. CPO Ind. Makanan Lainn Sawit Hotel dan Resto 273,640 44,538 28,346 20,147 1,759 16,150 182 6,540 275,399 60,688 28,528 26,687 Keuangan Perdagangan Bangunan Lainnya Total 13,195 10,112 1,434 37,425 428,839 4,847 7,582 11,363 73,470 121,892 18,042 17,693 12,797 110,895 550,730 Saat ini permasalahan yang dialami dalam pengembangan industri hilir CPO diantaranya adalah: 1.) Belum adanya kebijakan yang jelas dari pemerintah mengenai pengembangan industri perkebunan terutama berkaitan dengan pengembangan industri hilirnya. 2.) Belum adanya sinkronisasi antara pengembangan industri hulu dan hilir. Sebelum terjadinya penurunan harga CPO pada tahun 2008 lalu, para pengusaha berpendapat bahwa investasi dalam industri hulu kelapa sawit jauh lebih menguntungkan. 3.) Dibutuhkannya fasilitas pelabuhan laut untuk menunjang jalur perdagangan industri kelapa sawit Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian ini dapat disimpulkan: 1. Pengembangan lahan kelapa sawit berdampak positif terhadap perekonomian Jambi baik dilihat dari total output, pendapatan masyarakat maupun tenaga kerja. Pengembangan 32.2615 ha kebun kelapa sawit akan meningkatan output Jambi sebesar 2,04% secara total, pendapatan rumah tangga akan meningkat sebesar 1,15% serta akan menambah lapangan kerja sejumlah 94.199. 2. Pembatasan ekspor yang tidak disertai dengan pengembangan industri hilir akan berdampak buruk pada penurunan perekonomian di Jambi yaitu turunnya output provinsi Jambi sebesar 1.17%, turunnya pendapatan masyarakat provinsi Jambi sebesar -1.17%. 3. Pengembangan industri hilir kelapa sawit akan berdampak positif baik dilihat dari total output dan pendapatan masyarakat. Pengembangan industri hilir kelapa sawit sebesar 20% dari jumlah ekspor saat ini akan meningkatkan output sebesar 0,89% secara total serta meningkatkan pendapatan masyarakat sebesar 0,86%. XI Saran Beberapa saran yang dapat dilakukan terkait dengan penelitian ini adalah: 1.) Pendataan dan penyelesaian status lahan yang telah diberikan izin pengolahan kepada perusahaan namun belum dimanfaatkan, terutama terhadap izin yang telah berakhir masa berlakunya. 2.) Optimalisasi pemanfaatan program revitalisasi perkebunan Pemerintah Pusat maupun daerah antara lain sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan kebun. 3.) Optimalisasi program revitalisasi perkebunan terutama percepatan realisasi kredit program maupun komersil. 4.) Pengembangan market riset dan market intelijen untuk memperkuat daya saing. Market riset yang dilakukan adalah mengenai kebutuhan pasar akan produk turunan kelapa sawit serta jalur pemasarannya, sementara market intelijen yang dilakukan adalah mengenai sistem pengembangan industri hilir kelapa sawit di sekitar provinsi Jambi seperti Sumatera Selatan, Sumatera Utara dan Riau. 5.) Penelitian lanjutan mengenai industri turunan kelapa sawit apa yang dapat dikembangkan di Jambi. Saat ini keterbatasan dalam perhitungan dengan menggunakan tabel input output ini adalah tidak tersedianya variabel industri hilir kelapa sawit selain untuk minyak goreng, sementara industri hilir kelapa sawit masih beraneka ragam. XII Boks 2. BANKERS’ DINNER 2009: HIDUP DI TENGAH KRISIS EKONOMI DUNIA Bankers’ Dinner merupakan tradisi tahunan sebagai momen refleksi dan wahana komunikasi di antara kalangan perbankan. Di Provinsi Jambi, Bankers’ Dinner telah dilaksanakan pada tanggal 10 Februari 2009 bertempat di Kantor Bank Indonesia Jambi dengan jumlah undangan berkisar 80 orang, dan dihadiri antara lain oleh Gubernur Jambi, para Bupati di seluruh Provinsi Jambi, Muspida, instansi pemerintah daerah serta kalangan perbankan se-Provinsi Jambi. Agenda pertemuan tersebut adalah memberikan informasi mengenai arahan Gubernur Bank Indonesia pada tahun 2009 sera perkembangan ekonomi di Jambi yang disampaikan oleh Pemimpin Bank Indonesai Jambi. Pertemuan tahunan perbankan tahun ini mengangkat tema “Hidup di Tengah Krisis Ekonomi Dunia”. Arahan diawali dengan gambaran krisis ekonomi dunia serta dampaknya terhadap perkonomian Indonesia. Selanjutnya, disampaikan pula pandangan-pandangan tentang prospek dan tantangan perekonomian ke depan, dan arahan diakhiri dengan bagaimana arah kebijakan moneter dan perbankan di Indonesia di tahun 2009. KRISIS EKONOMI DUNIA Tahun 2009 dapat dipastikan akan merupakan tahun yang penuh tantangan dan ujian dimana saat ini sedang di puncak gelombang krisis ekonomi global terberat sejak Depresi 1929. Krisis keuangan global yang diawali dengan kredit macet sektor perumahan di Amerika Serikat ternyata hanya pucuk dari sebuah gunung es yang kemudian berkembang menjadi krisi kredit berskala global. Aliran kredit untuk kegiatan normal terganggu karena penyandang dana lebih suka menyimpan dananya dalam cash atau emas daripada memberikan pinjaman. Bank dan lembaga keuangan di berbagai negara mengalami distress dan sebagian, termasuk yang berskala global, bangkrut. Yang sangat dikhawatirkan para pengelola ekonomi dan ingin dihindari almost at all cost adalah terjadinya proses spiral ke bawah antara sektor keuangan dan sektor riil dimana sektor keuangan yang tidak berfungsi mengakibatkan kemerosotan kegiatan sektor riil, yang kemudian makin memperburuk kinerja sektor keuangan dan kemudian makin menekan sektor riil, demikian seterusnya. Sementara itu, di tengah suasana yang kurang menguntungkan ini, Indonesia tidaklah pada posisi terburuk di antara negara-negara lain. Secara umum, postur makro termasuk tingkat pertumbuhan ekonomi tidak terlalu jelek dan industri perbankan juga cukup mantap. Indonesia termasuk beruntung karena exposure perbankan dan lembaga keuangan terhadap subprime mortgages minimal. Namun dalam perkembangan selanjutnya, bukan berarti Indonesia tidak sepenuhnya bisa terhindar dari imbas krisis. Perbankan Indonesia tidak terhindar dari masalah produk I derivatif, meskipun skalanya lebih kecil dibanding sejumlah negara berkembang lain apalagi dibanding dengan negara-negara maju. Permasalahan yang dihadapi Indonesia terkait dengan krisis ekonomi global ini adalah: a. Menciutnya akses korporasi dan perbankan terhadap sumber pembiayaan luar negeri. b. Pasar uang antarbank dalam negeri yang belum berjalan normal dilihat dari volume transaksi harian terutama dari segi akses bank-bank menengah dan kecil terhadap sumber dana ini. Untuk itu respon yang dilakukan oleh Indonesia adalah perluasan fasilitas likuiditas bank sentral bagi perbankan seperti FPJP. c. Krisis keuangan global yang mulai menggerus kegiatan ekonomi yang terjadi dalam dua kuartal terakhir di semua negara tak terkecuali Indonesi. Untuk itu Indonesia harus mempunyai strategi dengan sasaran yang jelas. Ada 3 (tiga) sasaran yang harus dicapai secara terkoordinir, yaitu: a. Melewati masa keketatan kredit global dengan selamat b. Menjaga agar kegiatan ekonomi nasional tidak terlalu merosot dalam jangka pendek, dan c. Mempersiapkan kondisi agar setelah itu perekonomian Indonesia kembali pada jalur pertumbuhan ekonominya yang sustainable. Kunci untuk menangkal kemerosotan kegiatan ekonomi dalam jangka pendek adalah perlunya stimulus fiskal dan percepatan pelaksanaan APBN 2009. Namun harus pula diingat, stimulus fiskal harus dibarengi dengan perbaikan dan penguatan sektor keuangan. Stimulus fiskal pada hakekatnya berfungsi sebagai pemancing pump priming dimana tidak akan menghasilkan kebangkitan ekonomi yang sustainable apabila tidak dibarengi dengan kebangkitan kembali kegiatan sektor swasta atau dunia usaha. Sementara itu, kebangkitan kembali sektor swasta hanya akan terjadi apabila didukung oleh sektor keuangan yang berfungsi kembali secara penuh. Pelajaran Krisis Ekonomi Beberapa pelajaran penting yang dapat diambil dari krisis ini adalah: a. Kembali ke khittah, “back to basics”. Krisis yang dihadapi saat ini dapat dilihat sebagai konsekuensi dari perkembangan sektor keuangan yang lepas dari akarnya yaitu kegiatan ekonomi riil. Produk keuangan yang semakin bervariasi, canggih dan kompleks mempunyai dampak sampingan yang fatal, yaitu semakin sulit untuk dinilai risikonya. Instrumen keuangan semakin terlepas dari underlying transactions yang seharusnya melandasinya. Kegiatan yang lepas dari underlying transactions-nya kemudian berkembang menjadi gelembung. Karena dinamika internnya sendiri, gelembung makin membesar, dan akhirnya pecah. Dan krisis terjadi II b. Krisis memberikan bukti kongkrit bahwa konsep universal banking bukan model yang tahan krisis. Oleh sebab itu perlu dipikirkan kembali mengenai konsep ini secara lebih seksama dan berhati-hati. Kebijakan pengembangan industri ke arah konsep yang lebih advanced, harus diikuti dengan berbagai langkah penguatan dan penyiapan rambu-rambu pengelolaan risiko yang mantap. Untuk sementara ini, dapat disimpulkan bahwa konsep narrow bank lebih dekat dengan khittah bank dan terbukti lebih tahan krisis. Pemilihan model bisnis bank menentukan ketahanan sektor perbankan. Dalam krisis saat ini dan krisis 11 (sebelas) tahun yang lalu terlihat jelas bahwa ketahanan sektor perbankan merupakan benteng pertahanan utama suatu negara terhadap badai keuangan. c. Prinsip-prinsip dasar pengelolaan makro yang konvensional terbukti tetap relevan dalam mengkondisikan perekonomian menghadapi badai. Negara-negara yang memperhatikan dan mengawal indikator-indikator dasarnya seperti defisit anggaran negara, defisit transaksi berjalan, rasio hutang terhadap kemampuan membayarnya, kecukupan cadangan devisanya, tingkat inflasinya, tingkat bunga, pertumbuhan likuiditas dan nilai-tukarnya dalam bingkai pertumbuhan ekonomi yang sustainable, umumnya mempunyai posisi lebih baik dalam menghadapi krisis. d. Terkait dengan pengelolaan keseimbangan makro, krisis juga memberikan pelajaran yang lebih bersifat struktural. Dengan pengalaman krisis sekarang ini barangkali akan timbul pertanyaan-pertanyaan yang bersifat mendasar yang dapat menjadi pedoman dalam memposisikan Indonesia di era globalisasi ini. Misalnya bagaimana keseimbangan yang terbaik bagi perekonomian kita: antara pasar domestik dan pasar ekspor, antara sektor keuangan dan sektor riil, antara orientasi keluar dan orientasi kedalam sektor keuangan kita khususnya perbankan kita, antara mengandalkan pembiayaan dari dalam negeri dan dari luar negeri. Prospek dan Tantangan Tahun 2009 Kondisi perekonomian Indonesia diperkirakan sebagai berikut: a. Dengan adanya penurunan harga komoditas dan BBM serta produksi beras yang diharapkan cukup baik, laju inflasi di 2009 diperkirakan menurun, berada pada kisaran 5,0-7,0%. b. Dari sisi neraca pembayaran, diperkirakan Neraca Transaksi Berjalan pada 2009 akan mengalami defisit sekitar 0,11% PDB. Aliran dana global diperkirakan belum kembali normal pada 2009 ini. Namun ada satu catatan khusus bagi Indonesia yaitu apabila Pemilu berjalan baik dan terbentuk kabinet yang kredibel, dalam kuartal keempat akan terjadi aliran dana masuk yang cukup besar. Dana ini berasal dari dana milik penduduk Indonesia yang sementara diparkir di luar negeri menunggu kepastian situasi politik di dalam negeri. III c. Cadangan devisa akhir 2009 diprakirakan sebesar USD 51 milyar, atau cukup untuk membiayai 4,7 bulan impor plus pembayaran utang luar negeri Pemerintah. e. Di bidang perbankan, stress test menunjukkan bahwa daya tahan industri perbankan kita cukup memadai. Dalam tahun 2009, rasio kecukupan modal (CAR) diperkirakan sedikit menurun dari 16% dalam 2008 menjadi sekitar 14%. f. Pertumbuhan kredit di Indonesia pada tahun 2009 diperkirakan masih akan berada pada kisaran 18 - 20% namun dengan downside risk yang cukup besar. Sementara itu, dengan perlambatan ekonomi, NPL akan cenderung meningkat, meskipun diperkirakan masih dalam batas aman, yaitu berada di sekitar 5% pada tahun 2009. Dalam upaya menjaga pertumbuhan ekonomi, kuncinya adalah bagaimana memaksimalkan kemampuan pasar domestik untuk mendorong kegiatan ekonomi dalam negeri. Elemen utama dari kebijakan ini adalah percepatan pelaksanaan di lapangan paket stimulus fiskal dan APBN 2009 secara keseluruhan. Inflasi yang terkendali dan belanja pelaksanaan Pemilu oleh Pemerintah, partai dan masyarakat juga akan membantu menopang daya beli masyarakat. Seiring dengan itu, kebijakan penting yang semestinya ditingkatkan adalah langkah-langkah untuk memperbaiki iklim usaha dan mengurangi biaya usaha di dalam negeri. Arah Kebijakan Moneter Kebijakan moneter yang mendukung sektor riil Kebijakan moneter harus mampu menjaga keseimbangan antara menggairahkan sektor riil, menjaga kestabilan harga, menjaga ketenangan pasar keuangan dan mengawal integritas sistem keuangan. Oleh sebab itu Bank Indonesia akan senantiasa melonggarkan kebijakan moneter dan likuiditas yang tentunya diselaraskan dengan asesmen dan pemantauan terhadap indikator-indikator terkait. Memperkuat fungsi intermediasi perbankan Terkait dengan kebijakan moneter yang mendukung sektor riil maka diperlukan kebijakan yang dapat memperkuat fungsi intermediasi perbankan. Salah satu program terkait dengan hal ini adalah penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Penyaluran KUR dan juga kredit UMKM diharapkan dapat terus berjalan dengan tingkat pertumbuhan yang cukup siginifikan. Kredit jenis ini sangat penting artinya bagi masyarakat kecil agar dapat terus bertahan dan mengembangkan usahanya pada masa-masa sulit seperti tahun 2009 ini. Untuk dapat terus memfasilitasi aliran kredit, Bank Indonesia telah mengeluarkan ketentuan-ketentuan yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan bagi perbankan dalam menyalurkan kredit. Ketentuan-ketentuan tersebut mencakup beberapa hal seperti: memperpanjang masa transisi penerapan Basel II untuk IV perhitungan beban modal risiko operasional, menyederhanakan tatacara pembukaan kantor bank, termasuk syariah, menyesuaikan bobot ATMR untuk Kredit Usaha Kecil dengan skim penjaminan, menyesuaikan tatacara penilaian kredit dalam jumlah tertentu, memberikan fasilitas transaksi USD repurchase agreement (repo) bank kepada Bank Indonesia, dan mengurangi kewajiban pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Non Produktif (yaitu untuk abandoned assets). Ke depannya, Bank Indonesia juga akan mengeluarkan kebijakan untuk mendukung ketentuan-ketentuan tersebut di atas yang terkait dengan dengan upaya peningkatan transparansi perbankan, penguatan efektifitas manajemen risiko likuiditas, dan produk-produk derivatif industri perbankan. Dengan kebijakan ini diharapkan, seluruh pelaku industri perbankan, baik bank umum konvensional maupun syariah, akan memiliki ruangan yang cukup untuk tetap menjalankan fungsi intermediasinya, dengan tetap menempatkan penerapan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko sebagai prioritas utama. Arah Kebijakan Perbankan Benteng pertahanan utama dari badai krisis adalah sektor perbankan. Perekonomian akan tahan krisis apabila sektor perbankannya tahan krisis. Sektor perbankan yang demikian bertumpu pada dua pilar yaitu good governance dalam pengelolaan masing-masing bank dan good supervision. Good Governance Dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di sektor keuangan dan perbankan di tanah air akhir-akhir ini semakin dapat dirasakan bahwa faktor integritas dan karakter manusianya sangat menentukan dan di atas segalanya. Walaupun saat ini, sistem risk management sudah canggih, sistem pengawasannya baik, tetapi hasil akhirnya akan terpulang kepada integritas dan karakter pelaksananya. Sebaik apapun suatu sistem tidak akan jalan apabila para pelaksananya selalu mencari lubang-lubang kelemahannya untuk dimanfaatkannya. Ke depan, Bank Indonesia akan memperkuat screening berdasarkan karakter dan integritas bagi para bankir dan juga bagi para pengawasnya. Bank Indonesia juga akan memperkuat sanksi bagi mereka yang nyata-nyata sengaja menyalahgunakan kewenangannya. Pemegang Saham Pengendali (PSP) dan pengurus bank bertanggung jawab penuh, dalam batas-batas ketentuan perundangan yang berlaku, atas apa yang terjadi di bank mereka. Good Supervision Peningkatan ketahanan perbankan tidak lepas dari mutu pengawasan terhadap perbankan. Saat ini Bank Indonesia sedang melakukan langkah-langkah untuk memperkuat pengawasan bank. Reposisi dan penyegaran personalia sedang berjalan. Prosedur dan tata kerja pengawasan kita review kembali untuk difokuskan kepada halhal yang menentukan kesehatan bank. V Di tahun 2009, Bank Indonesia merencanakan untuk secepatnya meningkatkan efektifitas pengawasan bank melalui dua hal yaitu : a. Penyempurnaan kerangka pengawasan berbasis risiko melalui peningkatan proses penilaian risiko, pengawasan, pemeriksaan dan surveilance terhadap sistem. Kualitas penerapan manajemen risiko, khususnya dalam pengelolaan likuiditas dan kontrol terhadap produk serta aktifitas baru bank, akan menjadi fokus utama penguatan saat ini. Aspek ini terasa sangat mendesak untuk ditangani di tengah krisis keuangan seperti sekarang. b. Penyempurnaan fungsi dan organisasi pengawasan baik di Kantor Pusat maupun di seluruh Kantor-kantor Bank Indonesia. Bank Indonesia akan memperkuat kaitan antara hasil pemeriksaan dan langkah pembinaan, serta antara temuan dan tindakan. Oleh sebab itu, Bank Indonesia akan membentuk tim panel untuk meningkatkan kualitas pemeriksaan dan langkah-langkah pembinaannya. VI Boks 3. PERKEMBANGAN DUNIA USAHA JAMBI DI TENGAH KRISIS EKONOMI GLOBAL Krisis ekonomi yang dimulai dari krisis perumahan di Amerika Serikat ternyata merambah ke berbagai negara dunia. Melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia berdampak pada menurunnya permintaan dunia akan berbagai komoditas sehingga harga dari komoditas tersebut menjadi jatuh. Hal tersebut yang saat ini sedang dialami di Indonesia, tidak terkecuali di Jambi. Jambi merupakan provinsi yang tergantung akan pada sektor perekonomian primer (seperti pertanian dan pertambangan). Komoditas unggulan Jambi seperti karet dan kelapa sawit adalah dua komoditas yang paling merasakan dampak dari krisis seiring dengan terjadinya penurunan harga. Perkembangan harga beberapa komoditas dunia adalah sebagai berikut: Grafik 1. Perkembangan Harga Komoditas 1200 5000 1000 4000 800 3000 600 2000 400 1000 200 0 Emas ($/troy oz) Minyak Bumi ($/barel) Mar-09 Jan-09 Nov-08 Sep-08 Jul-08 May-08 Mar-08 Jan-08 Sep-07 Nov-07 Jul-07 May-07 Mar-07 Jan-07 Nov-06 Jul-06 Sep-06 May-06 Mar-06 Jan-06 0 Karet (Yen/kilogram) CPO (ringgit/ton (metrik) (RHS) Sumber: Bloomberg Berdasarkan hasil liaison dengan pelaku usaha di bidang perkebunan kelapa sawit dan CPO, penjualan komoditas ini relatif masih baik walaupun saat ini mengalami penurunan harga. Dalam jangka panjang, diperkirakan prospek CPO akan membaik terkait dengan masih cukup tingginya permintaan dunia akan minyak sawit guna memenuhi kebutuhan pangan dan energi alternatif. Sementara hasil liaison yang dilakukan terhadap industri pengolahan karet menunjukkan bahwa penjualan produk yang berupa crumb rubber-SIR 12 mengalami penurunan. Selama ini, pangsa utama dari crumb rubber adalah perusahaan industri ban di luar negeri. Dengan memburuknya perekonomian dunia yang diikuti dengan memburuknya industri otomotif mengakibatkan menurunnya kebutuhan akan ban sehingga permintaan akan produk ini juga ikut melonjak jatuh. Menurut contact liaison, penjualan ekspor crumb rubber sudah turun sampai dengan 30% saat ini. Terkait dengan biaya operasional, semua contact menyatakan terdapat penurunan dalam biaya energi seiring dengan menurunnya harga BBM untuk industri, sedangkan biaya tenaga kerja mengalami kenaikan seiring dengan meningkatnya Upah Minimum Provinsi (UMP) 2009. Di sisi biaya bahan baku, bagi perusahaan yang menggunakan bahan baku utama dari dalam negeri seperti industri pengolahan karet dan kertas mengalami penurunan biaya sementara untuk perusahaan yang cukup tergantung akan bahan baku dari luar negeri mengalami kenaikan biaya seiring dengan I melemahnya nilai tukar rupiah terhadap beberapa mata uang asing. Perkebunan sawit adalah perusahaan yang merasakan imbas dari melemahnya nilai tukar tersebut yang disebabkan cukup tingginya ketergantungan usaha ini akan pupuk impor. Dampak dari krisis ekonomi global ini terutama dirasakan pada turunnya harga jual produk. Harga jual produk crumb rubber menurun sampai 33%, harga jual TBS kelapa sawit juga turun sebesar 33% sementara harga jual produk pulp dan kertas turun sebesar 20-30%. Hal ini menyebabkan menurunnya margin penjualan yang diterima oleh perusahaan. Bahkan contact dari perusahaan karet dan kertas menyatakan bahwa margin penjualan saat ini sudah sangat tipis bahkan dapat dikatakan mendekati rugi. Dengan kondisi demikian, maka seluruh concact liaison menyatakan bahwa ke depannya investasi yang bersifat ekspansi belum dapat dilakukan, bahkan beberapa perusahaan yang sudah merencanakan untuk melakukan ekspansi kapasitas produksi pada tahun 2008, terpaksa menundanya terlebih dahulu dengan kondisi krisis saat ini. Menurunnya pendapatan perusahaan tentu berpengaruh terhadap kondisi keuangan dalam internal perusahaan. Salah satu tindakan yang dilakukan perusahaan untuk mengurangi biaya operasional adalah terkait dengan kebijakan tenaga kerja. Beberapa tindakan yang telah dilakukan untuk mengurungi biaya tenaga kerja oleh perusahaan-perusahaan di Jambi adalah: 1. Meniadakan jam lembur 2. Mengurangi jam kerja (terutama untuk karyawan tidak tetap) 3. Jika kedua langkah tersebut belum mencukupi untuk mengurangi biaya operasional perusahaan, maka saat ini sudah terdapat perusahaan yang mengurangi jumlah karyawannya dengan cara memberikan pensiun dini. Hambatan yang dirasakan oleh perusahaan sebagian besar berada dari sisi regulasi, seperti pajak. Saat ini perusahaan menanggung cukup banyak beban pajak yang dalam kondisi seperti ini terasa cukup memberatkan. Selain itu, aturan mengenai penggunaan Letter of Credit (LC) dalam transaksi luar negeri juga dianggap memberatkan. Hal ini diperkirakan dapat menurunkan minat pembeli luar negeri sebab ketentuan ini akan meningkatkan biaya yang dikeluarkan pembeli sehingga produk Indonesia, termasuk Jambi menjadi kurang kompetitif dibandingkan pesaing dari negara lain. Untuk menangani dampak krisis ini, pemerintah daerah telah melakukan beberapa tindakan. Dari sisi perkebunan, pemerintah Jambi saat ini sedang mencanangkan: 1. Program peremajaan tanaman karet (tahun 2006-2010) Jambi merupakan daerah dengan potensi SDM yang cukup ahli dalam perkebunan karet mengingat karet merupakan tanaman yang sudah cukup lama dibudidayakan oleh masyarakat Jambi. Di samping itu, perkebunan ini juga membuka lapangan kerja yang cukup banyak yaitu terdapat ± 112 ribu kepala keluarga petani yang berkebun karet. Pemerintah Daerah juga memperkirakan bahwa kedepannya perkebunan karet masih sangat optimal untuk dikembangkan mengingat hampir semua komoditas membutuhkan karet. Sampai saat ini barang pengganti karet hanyalah karet sintesis yang terbuat dari minyak bumi sehingga jumlahnya juga terbatas 2. Pembangunan industri hilir kelapa sawit Pembangunan industri hilir kelapa sawit bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah bagi masyarakat. Selama ini, hasil CPO dari Jambi kemudian di bawa ke luar provinsi untuk diolah lebih lanjut. Hal tersebut selain dapat mengurangi margin II keuntungan bagi petani juga dapat mengakibatkan rusaknya jalan yang harus ditanggung oleh pemerintah daerah sementara yang mendapatkan nilai tambah adalah provinsi lain. Sementara itu untuk menstimulus perekonomian Jambi, beberapa hal yang akan dilakukan adalah: 1. Percepatan pelaksanaan APBD dalam rangka pengawasan sektor pertanian, industri manufaktur, perikanan dan kelautan, migas dan pertambangan, kehutanan, jasa perdagangan, jasa pariwisata, jasa angkutan, jasa tenaga kerja dan UMKM. 2. Penguatan ekspor barang dan jasa, dengan menjaga daya saing melalui percepatan pembangunan jalan dan jembatan dari dan ke pelabuhan Muara Sabak. 3. Pengamanan pasar lokal dan regional melalui penggunaan produk yang dihasilkan daerah dengan memberikan preferensi harga kepada perusahaan penyedia barang/jasa. 4. Ekspor didorong dan impor harus dikendalikan agar pemanfaatan produksi dalam negeri secara umum dapat lebih optimal. Sedangkan impor harus tetap diawasi terutama untuk impor barang-barang tertentu dengan penerapan SNI, seperti buah-buahan yang banyak didatangkan dari negeri China dll. Rekomendasi Untuk terus dapat bersaing dalam pasar internasional, maka diperlukan upaya untuk meningkatkan kualitas produk seperti karet dan kelapa sawit. a. Pengembangan Karet Saat ini salah satu masalah dalam perkebunan karet adalah mengenai kualitas getah karet. Jika kualitas getah karet ini dapat ditingkatkan tentunya akan meningkatkan nilai jual kepada industri sehingga akan meningkatkan pendapatan petani. Begitu pula untuk industri crumb rubber, peningkatan kualitas getah karet akan mempermudah proses produksi sehingga dapat mengurangi biaya. Selain itu, bahan baku karet yang bagus juga akan menghasilkan produk crumb rubber yang lebih baik sehingga akan meningkatkan daya saing produk dari pesaing-pesaing internasional. Untuk itu diperlukan peran serta pemerintah dalam bantuan penyediaan bibit karet serta penyuluhan mengenai pemeliharaan yang tepat sehingga dapat mencapai hasil yang maksimal. b. Pengembangan Sawit Sementara untuk perkebunan sawit dapat diupayakan peningkatan produktivitas kelapa sawit. Saat ini produktivitas kelapa sawit untuk perkebunan besar sudah cukup baik namun sebaliknya produktivitas perkebunan rakyat masih rendah. Produktivitas yang tinggi tentu akan berdampak pada meningkatnya pendapatan petani. Peningkatan produktivitas ini dapat dilakukan dengan penyediaan bibit berkualitas, penyuluhan mengenai pengembangan kelapa sawit yang tepat dan juga dengan memperkuat pola kerjasama Perkebunan Inti Rakyat (PIR). Dengan pola perkebunan ini diharapkan perkebunan-perkebunan besar dapat membimbing perkebunan rakyat untuk dapat menghasilkan kelapa sawit dengan kualitas dan kuantitas lebih baik lagi. III Halaman ini sengaja dikosongkan BAB II PERKEMBANGAN HARGA-HARGA A. Kajian Umum Inflasi Kota Jambi pada triwulan I tahun 2009 sebesar 0,26% (q-t-q), meningkat dibandingkan triwulan IV tahun 2008 yang sebesar minus 0,19% (q-tq). Meningkatnya angka inflasi Kota Jambi pada triwulan laporan berasal dari meningkatnya laju inflasi kelompok makanan jadi serta kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar. Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Kota Jambi Persen (%) 25.00 Bulanan (m-t-m) Year on year (y-o-y) Year to date (y-t-d) 20.00 15.00 10.00 5.00 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 (5.00) Namun demikian, secara bulanan dan tahunan, inflasi Kota Jambi pada akhir periode triwulan I-2009 mengalami penurunan jika dibandingkan triwulan sebelumnya. Memasuki periode awal triwulan I-2009, inflasi bulanan Kota Jambi meningkat namun mengalami penurunan pada akhir periode triwulan I-2009. Pergerakan inflasi bulanan yang tercatat di bulan Januari, Februari dan Maret 2009 masing-masing sebesar 0,42%(m-t-m), 0,66%(m-t-m) dan minus 0,81%(mt-m). Dengan perkembangan tersebut, angka inflasi tahunan (y-o-y) Kota Jambi 35 INFLASI juga bergerak menurun dari 11,57% (y-o-y) pada Desember 2008 menjadi 9,16% (y-o-y) pada Maret 2009. Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Tahun Kalender Kota Jambi Periode Tahun 2003 s.d. 2008 y-t-d (%) 20 18 16 2003 2004 2005 2007 2008 2009 2006 14 12 10 8 6 4 2 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 -2 Dari perkembangan diatas, inflasi Kota Jambi s.d. bulan Maret 2009 secara kumulatif berada pada level 0,26% (y-t-d), terendah dalam 6 tahun terakhir. Sementara, inflasi yang terjadi pada triwulan laporan terutama berasal dari sumbangan angka inflasi makanan jadi serta kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar (lihat tabel 2.1.). Penurunan harga BBM pada tanggal 15 Januari 2009 yaitu untuk premium sebesar Rp 500/liter sehingga menjadi Rp 4.500/liter serta turunnya harga solar sebesar Rp300/liter sehingga menjadi Rp 4.500/liter berkontribusi terhadap penurunan laju inflasi ke level yang lebih rendah. Sementara itu, penurunan sebagian besar harga-harga pada kelompok bahan makanan serta sub kelompok transpor mendorong terjadinya deflasi pada triwulan laporan. 36 - 36 - INFLASI Tabel 2.1. Perkembangan Inflasi Kota Jambi Triwulan I-2008 KELOMPOK Triwulan II-2008 Triwulan III-2008 Triwulan IV-2008 Triwulan I-2009 qtq yoy qtq yoy qtq yoy qtq yoy qtq yoy I Bahan Makanan 5.58 11.77 10.39 29.56 2.95 26.07 -1.19 18.56 -2.11 9.93 II Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 3.06 5.59 7.37 13.28 1.07 11.65 2.63 14.77 3.63 15.41 III Perumahan, Air, Listrik & Bahan Bakar 0.37 4.48 4.26 6.10 2.23 7.99 0.88 7.93 3.74 11.55 IV Sandang 2.53 3.99 1.50 8.92 0.21 6.14 1.16 5.51 3.45 6.46 V Kesehatan 0.24 0.45 6.73 5.81 0.67 6.33 0.84 8.61 0.52 8.91 VI Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 0.00 1.75 3.19 4.53 1.28 4.95 0.82 5.38 0.15 5.54 VII Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan 0.87 1.18 8.73 8.72 0.81 11.04 -3.40 6.81 -4.44 1.19 2.47 6.37 7.20 13.99 1.76 13.68 -0.19 11.57 0.26 9.16 INFLASI Sumber : BPS (diolah) Perkembangan inflasi Kota Jambi dan nasional pada triwulan laporan mengalami penurunan dibandingkan triwulan IV-2008. Inflasi Kota Jambi secara tahunan (y-o-y) menurun 241 bps menjadi sebesar 9,16%. Sementara, angka inflasi nasional menurun sebesar 314 bps menjadi sebesar 7,92%(y-o-y) atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 11,06% (y-o-y), (lihat grafik 2.3). Grafik 2.3. Perkembangan Laju Inflasi Kota Jambi Grafik 2.4. Perbandingan Inflasi (y-o-y) Kota Jambi dan Kota sekitarnya Persen 18.00 Kota Jambi 17.11 Nasional 15.7416.10 16.50 16.00 16.35 13.99 15.1215.53 14.00 13.68 14.55 12.62 12.00 12.14 10.96 10.66 10.00 8.46 8.43 8.00 7.66 6.83 6.20 5.06 5.11 4.49 6.00 7.12 4.00 6.83 2.00 1 2 5.12 4.67 3 4 1 2003 2 9.65 8.81 8.96 11.03 9.06 9.92 7.407.52 6.67 7.25 6.27 6.40 6.6 2004 4 1 2 3 4 1 2 2005 3 2006 4 1 2 3 2007 9.16 8.17 7.42 6.52 6.95 5.77 3 11.57 11.06 7.92 6.37 6.59 4 1 2 3 2008 4 1 2009 Grafik 2.3 37 INFLASI Y-O-Y 30 Bengkulu Jambi Padang Palembang Pekanbaru 25 20 15 10 5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 1 1 2 3 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 catatan: mulai bulan Juni 2008, angka inflasi menggunakan tahun dasar 2007 Grafik 2.4 Perkembangan secara regional, tingkat inflasi di Jambi relatif moderate dibandingkan daerah sekitarnya. Inflasi di Jambi lebih rendah dibandingkan Bengkulu (10,03%/y-o-y) serta Padang (9,23%/y-o-y), namun lebih tinggi dibandingkan Palembang (7,96%/y-o-y) serta Pekanbaru (6,99%/y-o-y) pada triwulan laporan. 20 B. Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang Dilihat per sub kelompok, inflasi triwulanan tertinggi pada triwulan laporan adalah sub kelompok minuman tidak beralkohol dan sub kelompok barang pribadi dan sandang lainnya. Sementara itu, sub kelompok yang mengalami penurunan harga (deflasi) terbesar adalah sub kelompok buahbuahan serta sub kelompok transpor. Berdasarkan komoditinya (Tabel 2.3.), penyumbang pembentukan inflasi terbesar secara bulanan selama periode triwulan laporan adalah daging ayam ras; gulai; gula pasir (Januari 2009), kontrak rumah; daging ayam ras; gula pasir (Februari 2009), gula Pasir; tukang bukan mandor; emas perhiasan (Maret 2009). Dari perkembangan harga-harga diatas, kelompok makanan jadi serta kelompok 20 Sumber: DSM, Bank Indonesia. 38 - 38 - INFLASI perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar merupakan penyumbang utama pembentukan inflasi. Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Triwulanan (qtq) serta Tahunan (y-o-y) Kota Jambi Berdasarkan Kelompok dan Sub Kelompok Barang dan Jasa KELOMPOK/SUBKELOMPOK I. a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. II. a. b. c. III. a. b. c. d. IV. a. b. c. d. V. a. b. c. d. VI. a. b. c. d. e. VII a. b. c. d. BAHAN MAKANAN PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA DAGING-DAN HASIL-HASILNYA IKAN SEGAR IKAN DIAWETKAN TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA SAYUR-SAYURAN KACANG-KACANGAN BUAH-BUAHAN BUMBU-BUMBUAN LEMAK DAN MINYAK BAHAN MAKANAN LAINNYA MAKANAN JADI,MINUMAN,ROKOK & TEMBAKAU MAKANAN JADI MINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL TEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BHN BAKAR BIAYA TEMPAT TINGGAL BAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR PERLENGKAPAN RUMAHTANGGA PENYELENGGARAAN RUMAHTANGGA SANDANG SANDANG LAKI-LAKI SANDANG WANITA SANDANG ANAK-ANAK BARANG PRIBADI DAN SANDANG LAINNYA KESEHATAN JASA KESEHATAN OBAT-OBATAN JASA PERAWATAN JASMANI PERAWATAN JASMANI DAN KOSMETIKA PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAHRAGA JASA PENDIDIKAN KURSUS-KURSUS / PELATIHAN PERLENGKAPAN / PERALATAN PENDIDIKAN REKREASI OLAHRAGA TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN TRANSPOR KOMUNIKASI DAN PENGIRIMAN SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR JASA KEUANGAN INFLASI (UMUM) Triwulan I-2008 Triwulan II-2008 Triwulan III-2008 Triwulan IV-2008 Triwulan I-2009 qtq 5.58 -2.84 3.57 7.08 0.22 2.83 -5.04 53.30 -5.44 17.26 19.76 -0.73 3.06 4.02 0.50 2.44 0.37 0.07 0.05 0.77 2.73 2.53 -0.29 0.88 -0.26 10.50 0.24 0.00 0.30 3.13 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 0.00 0.87 1.30 0.00 0.00 1.76 2.47 qtq 10.39 14.02 21.94 11.98 12.74 4.09 6.68 4.34 8.26 -3.77 13.88 22.74 7.37 9.60 2.36 5.33 4.26 4.99 4.44 1.40 2.31 1.50 1.68 0.65 3.09 0.85 6.73 15.88 0.45 2.43 1.47 3.19 4.17 0.00 1.45 3.09 0.00 8.73 18.84 -13.33 0.00 0.00 7.20 qtq 2.95 1.83 3.18 15.45 12.07 5.94 -6.74 -0.02 9.95 -19.99 10.83 -3.35 1.07 1.73 0.04 0.12 2.23 2.39 2.72 0.00 1.81 0.21 0.01 0.19 -2.48 2.91 0.67 0.00 1.18 0.00 1.28 1.28 1.76 0.00 1.73 0.00 0.00 0.81 0.86 0.00 2.20 1.78 1.76 qtq -1.19 -2.86 -12.90 6.31 1.31 -2.77 2.54 7.71 0.43 11.24 -9.10 1.03 2.63 2.26 2.12 3.70 0.88 0.31 0.00 7.62 0.94 1.16 0.61 0.49 -0.01 3.43 0.84 0.00 3.49 0.00 0.69 0.82 0.00 0.00 4.91 0.29 -0.37 -3.40 -5.03 0.68 -0.09 0.00 -0.19 qtq -2.11 -2.07 5.51 -4.45 1.37 -1.48 -4.75 -6.51 -10.46 -5.19 2.10 -1.42 3.63 2.44 13.88 1.07 3.74 7.55 0.01 -2.19 0.38 3.45 0.09 0.12 0.26 12.91 0.52 0.00 1.60 0.00 0.63 0.15 0.00 0.00 0.83 0.07 -0.01 -4.44 -6.73 0.39 1.42 0.00 0.26 yoy 11.77 -11.85 8.76 9.38 2.89 15.70 51.15 50.10 9.22 13.54 48.70 4.53 5.59 8.93 -2.69 5.05 4.48 8.39 0.07 5.62 2.43 3.99 0.61 1.97 0.20 20.32 0.45 0.00 1.02 2.58 0.25 1.75 1.36 0.00 3.01 3.14 0.65 1.18 1.39 0.13 1.03 0.00 6.37 yoy 29.56 22.60 36.73 20.49 18.96 16.57 38.69 61.94 15.25 34.74 53.80 26.85 13.28 18.92 2.63 7.85 6.10 8.00 4.50 3.25 3.81 8.92 3.31 1.99 4.64 30.93 5.81 13.19 0.53 5.63 1.02 4.53 5.83 0.00 2.45 4.58 -1.92 8.72 18.66 -13.29 0.42 1.76 13.99 yoy 26.07 21.05 28.20 45.30 26.16 12.68 9.01 60.82 24.38 -1.64 55.42 19.36 11.65 15.90 2.49 7.78 7.99 9.90 7.33 2.18 5.26 6.14 1.89 1.74 -0.67 24.52 6.33 13.19 1.88 5.63 1.74 4.95 6.28 0.00 3.15 4.83 -1.92 11.04 22.32 -13.33 1.56 3.57 13.68 yoy 18.56 9.58 13.49 47.19 28.29 10.25 -3.13 72.26 13.04 0.43 37.38 18.98 14.77 18.61 5.09 12.02 7.93 7.90 7.33 9.96 8.00 5.51 2.02 2.22 0.26 18.63 8.61 15.88 5.50 5.64 3.49 5.38 6.00 0.00 8.27 3.41 -0.37 6.81 15.31 -12.74 2.11 3.57 11.57 yoy 9.93 10.45 15.62 31.33 29.76 5.63 -2.83 5.05 7.04 -18.79 17.13 18.15 15.41 16.80 19.08 10.53 11.55 15.97 7.29 6.74 5.54 6.46 2.40 1.44 0.80 21.21 8.91 15.88 6.86 2.43 4.14 5.54 6.00 0.00 9.17 3.46 -0.38 1.19 6.17 -12.40 3.56 1.78 9.16 Sumber : BPS (diolah) Sementara, penyumbang pembentukan deflasi terbesar adalah bensin; angkutan dalam kota; pisang (Januari 2009), bensin; cabe merah; udang basah (Februari 2009) serta daging ayam ras; beras; tomat buah (Maret 2009). Kelompok bahan makanan serta kelompok transportasi merupakan penyumbang deflasi selama periode triwulan laporan. 39 INFLASI Tabel 2.3. Sumbangan Inflasi Bulanan (mtm) Kota Jambi Berdasarkan Komoditi Periode triwulan I-2009 10 KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI TW I-2009 10 KOMODITAS PENYUMBANG DEFLASI Sumbangan JANUARI 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 JANUARI Daging Ayam ras Gulai Gula Pasir Minyak Goreng Tomat Buah Bayam Udang Basah Tomat sayur Cabe Rawit Cabe merah Sumbangan 10 Komoditas 0.2525 0.1172 0.1024 0.0890 0.0754 0.0701 0.0651 0.0507 0.0344 0.0301 0.8869 FEBRUARI 1 Kontrak Rumah 2 Daging Ayam Ras 3 Gula Pasir 4 Emas Perhiasan 5 Bawang merah 6 Ikan teri (diawetkan) 7 Ikan Nila 8 Minyak Goreng 9 Beras 10 Rokok Kretek Filter Sumbangan 10 Komoditas 0.8328 0.1436 0.1257 0.1202 0.0571 0.0568 0.0366 0.0325 0.0324 0.0322 1.4699 MARET 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 TW I-2009 Sumbangan Gula Pasir Tukang Bukan Mandor Emas Perhiasan Mesin Cuci Sawi Hijau Bayam Apel Jeruk Bawang Merah Ikan Gabus Sumbangan 10 Komoditas 0.1037 0.0927 0.0588 0.0370 0.0362 0.0224 0.0172 0.0150 0.0138 0.0133 0.4101 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Bensin Angkutan Dalam Kota Pisang Ikan Nila Ikan Patin Solar Ikan Dencis Seng Besi Beton Kangkung Sumbangan 10 Komoditas -0.4155 -0.1252 -0.0470 -0.0398 -0.0338 -0.0331 -0.0284 -0.0256 -0.0253 -0.0253 -0.7990 FEBRUARI 1 Bensin 2 Cabe Merah 3 Udang Basah 4 Tomat Buah 5 Tomat Sayur 6 Pisang 7 Bayam 8 Pompa Air Listrik 9 Kentang 10 Besi beton Sumbangan 10 Komoditas -0.1866 -0.1602 -0.0789 -0.0626 -0.0587 -0.0524 -0.0351 -0.0283 -0.0270 -0.0261 -0.7159 MARET 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Daging Ayam Ras Beras Tomat Buah Tempe Cabe Merah Kacang Panjang Telur Ayam Ras Minyak Goreng Kelapa Udang basah Sumbangan 10 Komoditas -0.2090 -0.1721 -0.0933 -0.0778 -0.0755 -0.0549 -0.0413 -0.0412 -0.0410 -0.0392 -0.8453 Sumber : BPS (diolah) 1. Kelompok Bahan Makanan Kelompok bahan makanan pada triwulan I tahun 2009 mengalami deflasi sebesar 2,11% (q-t-q). Berdasarkan sub kelompoknya, deflasi tertinggi terjadi pada sub kelompok buah-buahan sebesar 10,46% (q-t-q) serta sub kacang-kacangan sebesar 6,51% (y-o-y). 40 - 40 - INFLASI Grafik 2.5. Perkembangan Harga CPO dan Minyak Goreng (Rp/Kg) (Ringgit/Ton) 12500 5000 4500 CPO internasional (aksis kiri) 4000 Minyak goreng lokal (aksis kanan) 11397 11500 10500 3972 3500 9500 3000 8268 8500 2500 6897 2000 21037500 6500 1500 1685 5500 1000 4500 500 0 3500 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 2006 2007 2008 2009 Sumber: Bloomberg & Disperindag Prov. Jambi Sementara itu, tren peningkatan harga crude palm oil (CPO) di pasar internasional diikuti juga oleh harga minyak goreng curah (tanpa merek). Harga CPO internasional pada tahun 2008 yang terendah sebesar 1.560 ringgit/ton (Oktober 2008), berangsur-angsur mengalami peningkatan menjadi sebesar 1.685 ringgit/ton pada Desember 2008 dan menjadi 2.103 ringgit/ton bulan Maret 2009. Sejalan dengan perkembangan tersebut, harga rata-rata minyak goreng curah (tanpa merek) di Provinsi Jambi juga mengalami peningkatan dari Rp6.897/kg pada bulan Desember 2008 menjadi Rp8.268/kg pada bulan Maret 2009. Sementara, perkembangan harga tepung terigu merek Segitiga Biru yang mencapai harga rata-rata tertingginya pada bulan Juni s.d. Desember 2008 sebesar Rp7.500/kg bergerak menurun pada triwulan laporan menjadi sebesar Rp7.000/kg. Hal ini juga sejalan dengan tren menurunnya harga gandum di pasar internasional yang merupakan bahan baku tepung terigu. Harga gandum yang pada Desember 2008 masih sebesar USD 610,75/bushel, pada Maret 2009 turun menjadi USD 532,75/bushel.21 21 Satu bushel setara dengan 27 kg. 41 INFLASI Grafik 2.6. Perkembangan Harga Tepung Terigu (Rp/Kg) (USD/Bushel) 8500 1200 Wheat/Gandum (aksis kiri) 1000 8000 7500 Tepung Terigu lokal (aksis kanan) 7000 7500 7000 800 6500 610.75 6000 600 5500 532.75 5000 400 4500 4000 200 3500 0 3000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 2006 2007 2008 2009 Sumber: Bloomberg & Disperindag Prov. Jambi Perkembangan sub kelompok bumbu-bumbuan pada triwulan laporan mengalami deflasi antara lain dipengaruhi oleh tren menurunnya harga cabai merah dan bawang putih yang merupakan salah satu bahan baku beberapa komoditas makanan jadi. Grafik 2.7. Perkembangan Harga Cabe Merah dan Bawang (Rp/kg) 25000 20000 15000 10000 5000 Cabe Merah Keriting Bawang Putih Cabe merah Biasa Bawang Merah 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 2006 2007 2008 2009 Sumber: Disperindag Provinsi Jambi Sub kelompok daging dan hasil-hasilnya mengalami inflasi sebesar 15,62% (y-o-y) dan 5,51% (q-t-q). Harga rata-rata daging ayam relatif mengalami peningkatan selama periode triwulan laporan sehingga berkontribusi 42 - 42 - INFLASI terhadap inflasi sub kelompok daging dan hasil-hasilnya. Sementara pergerakan harga daging sapi relatif stabil selama triwulan laporan. Grafik 2.8. Perkembangan Harga Jagung Grafik 2.9. Perkembangan Harga Daging (Rp/Kg) (USD/Bushel) 7500 800 724.75 7000 Jagung internasional (aksis kiri) 700 (Rp/Kg) (Rp/Kg) 40000 70000 6500 Jagung pipilan kering (aksis kanan) 600 6000 5448 32000 65000 5500 500 5000 24000 60000 407 404.8 4500 400 4000 300 16000 55000 Ayam Kampung (aksis kiri) Daging Ayam Broiler (aksis kiri) Daging Sapi Murni (aksis kanan) 3500 3500 3000 200 8000 50000 2500 100 2000 1500 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 2006 2007 2008 0 45000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 2006 2009 2007 2008 2009 Sumber: Disperindag Provinsi Jambi Sumber: Bloomberg & Disperindag Prov. Jambi Grafik 2.9 Grafik 2.8 Grafik 2.10. Perkembangan Harga Beras22 (Rp/Kg) (USD/CWT) 6500 25 21.48 20 6000 6000 5667 5500 15.34 15 12.41 5500 5000 10 4500 5 Beras internasional (aksis kiri) 4000 lokal IR 64 (aksis kanan) 3500 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 2006 2007 2008 2009 Sumber: Bloomberg & Disperindag Prov. Jambi 2. Kelompok Makanan Jadi Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau pada triwulan I tahun 2009 mengalami inflasi sebesar 15,41% (y-o-y) dengan laju inflasi triwulanan sebesar 3,63% (q-t-q). Berdasarkan sub kelompoknya, urutan inflasi tertinggi tercatat pada sub kelompok minuman yang tidak beralkohol sebesar 22 Cwt maksudnya hundredweight (100 pounds). 1 pounds setara dengan 453,59 gram/0,453 kg. Jadi 100 pounds sekitar 45,3 kg. 43 INFLASI 13,88% (q-t-q), diikuti sub kelompok makanan jadi (2,64%/q-t-q) serta sub kelompok tembakau dan minuman beralkohol (1,07%/q-t-q). Selama periode triwulan laporan, harga gula pasir memiliki kontribusi terhadap inflasi bulanan yang cukup tinggi. Sementara itu, kenaikan tarif cukai rokok per 1 Februari 2009 turut memberikan tekanan pada harga rokok.23 3. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar pada triwulan I tahun 2009 mengalami inflasi sebesar 11,55% (y-o-y) atau dengan laju inflasi triwulanan mencapai 3,74% (q-t-q). Berdasarkan sub kelompoknya, sub kelompok biaya tempat tinggal mengalami inflasi tertinggi sebesar 7,55% (q-t-q), diikuti dengan sub kelompok penyelenggaraan rumah tangga (0,38%/q-t-q), serta sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air (0,01%/q-t-q). Sedangkan sub kelompok perlengkapan rumah tangga mengalami deflasi pada triwulan laporan. Peningkatan harga pada sub kelompok biaya tempat tinggal didorong oleh mulai meningkatnya harga kontrak rumah serta biaya tukang bukan mandor pada periode triwulan laporan. Selain karena siklus musiman awal tahun dimana ada penyesuaian harga kontrakan rumah yang secara umum meningkat, tumbuhnya perekonomian Jambi yang diiringi dengan semakin maraknya pembangunan perumahan di Kota Jambi turut mendorong peningkatan harga kontrakan rumah apalagi golongan pekerja di Jambi cukup banyak yang merupakan pendatang sehingga demand terhadap kontrakan rumah masih cukup tinggi. Sementara, kenaikan biaya tukang bukan mandor terkait juga dengan terbatasnya supply tukang sementara proyek pembangunan rumah, ruko atau bangunan lainnya cukup pesat.24 23 Kenaikan tarif cukai rokok berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.203/PMK.011/2008 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau tertanggal 9 Desember 2008 yang mulai berlaku tanggal 1 Februari 2009. 24 Sebagian besar tukang bangunan didatangkan dari Jawa terutama untuk proyek-proyek skala besar (jalan, jembatan, rumah sakit maupun perumahan). 44 - 44 - INFLASI 4. Kelompok Sandang Kelompok sandang pada triwulan I tahun 2009 mengalami inflasi sebesar 6,46% (y-o-y) atau dengan laju inflasi triwulanan mencapai 3,45% (q-tq). Berdasarkan sub kelompoknya, urutan inflasi tertinggi adalah sub kelompok barang pribadi dan sandang lainnya sebesar 12,91% (q-t-q), diikuti sub kelompok sandang anak-anak (0,26%/q-t-q), sub kelompok sandang wanita (0,12%/q-t-q) serta sub kelompok sandang laki-laki (0,09%/q-t-q). Grafik 2.11. Perkembangan Harga Emas di Pasar Internasional Harga Emas (USD/Troy Ounce) 1100 1000 919.15 900 882.05 800 700 600 500 400 300 200 100 0 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 2005 2006 2007 2008 2009 Sumber: Bloomberg Komoditas utama penyumbang inflasi pada kelompok sandang pada triwulan laporan adalah emas perhiasan. Meningkatnya kembali harga emas dalam 2 bulan awal periode triwulan laporan terkait juga dengan peningkatan harga internasional yang mulai menunjukkan tren peningkatan harga bahkan pada akhir bulan Maret 2009 berada di level yang masih cukup tinggi sebesar USD 919,15 per troy ounce. Harga emas di pasar internasional pada akhir Desember 2008 sebesar USD 882,05 per troy ounce, bergerak meningkat di bulan Januari 2009 menjadi USD 927,85 per troy ounce serta USD 942,35 per 25 troy ounce pada Februari 2009. Namun demikian, pada bulan Maret 2009 sedikit menurun menjadi USD 919,15 per troy ounce. Secara rata-rata pada 25 Sumber: Bloomberg. Satu troy ounce setara dengan 31,1034768 gram (http://en.wikipedia.org) 45 INFLASI triwulan laporan harga emas di pasar internasional mengalami peningkatan yang menyebabkan para pedagang emas mulai menyesuaikan harga emas. Harga ratarata emas (logam mulia) untuk 24 karat di Jambi pada bulan Maret 2009 sebesar Rp324.088,86/gram meningkat dibandingkan bulan desember 2008 yang hanya mencapai Rp281.219,130/gram.26 5. Kelompok Kesehatan Kelompok kesehatan mengalami inflasi sebesar 8,91% (y-o-y) pada triwulan I tahun 2009 atau dengan laju inflasi triwulanan sebesar 0,52% (q-t-q). Berdasarkan sub kelompoknya, urutan inflasi tertinggi dialami oleh sub kelompok obat-obatan sebesar 1,60% (q-t-q), diikuti sub kelompok perawatan jasmani dan kosmetika (0,63%/q-t-q). Sementara itu, sub kelompok jasa perawatan jasmani serta sub kelompok jasa kesehatan relatif tidak mengalami perubahan harga. 6. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga pada triwulan I tahun 2009 mengalami inflasi sebesar 0,15% (q-t-q). Sub kelompok perlengkapan/peralatan pendidikan mengalami inflasi triwulanan tertinggi sebesar 0,83% (q-t-q) diikuti dengan sub kelompok rekreasi (0,07%/q-t-q). Sementara itu, sub kelompok olahraga mengalami deflasi pada triwulan laporan sebesar 0,01% (q-t-q). 7. Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Perkembangan harga yang terjadi pada kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan di kota Jambi pada triwulan I tahun 2009 sebesar minus 4,44% (q-t-q) dengan laju inflasi tahunan sebesar 1,19% (y-o-y). Berdasarkan sub kelompoknya, deflasi terjadi pada sub kelompok transportasi sebesar 6,73% (q-tq) yang memiliki bobot relatif besar terhadap pembentukan inflasi Kota Jambi. Sementara, sub kelompok lainnya yang mengalami inflasi yaitu sub kelompok sarana dan penunjang transportasi (1,42%/q-t-q) dan sub kelompok komunikasi dan pengiriman sebesar 0,39%/q-t-q). Perkembangan sub kelompok jasa keuangan relatif tidak mengalami perubahan harga pada triwulan laporan. 26 Sumber: BPS Provinsi Jambi. 46 - 46 - INFLASI Menurunnya harga minyak di pasar internasional dari sebesar USD 140/barrel (Juni 2008) menjadi sebesar USD 100,64/barrel (September 2008) serta menjadi USD 54,43/barrel (November 2008) direspon pemerintah dengan menurunkan harga bahan bakar (BBM) pada 1 Desember 2008 dan penurunan kedua dalam bulan yang sama pada tanggal 15 Desember 2008.27 Penurunan harga BBM dalam negeri juga dilanjutkan pada tanggal 15 Januari 2009 untuk jenis premium turun sebesar Rp500 sehingga menjadi Rp 4.500/liter serta turunnya harga solar sebesar Rp300/liter sehingga menjadi Rp 4.500/liter. Hal ini tidak terlepas dari perkembangan harga minyak dunia yang menurun pada Desember 2008 ke level USD 49,66/barrel. Disamping itu, selama periode triwulan laporan harga minyak di pasar internasional masih berada pada kisaran USD 50/barrel sehingga tidak ada rencana pemerintah untuk menaikkan kembali harga BBM dalam negeri. Grafik 2.12. Perkembangan Harga Minyak di Pasar Internasional Harga Minyak (USD/Barrel) 150 140 125 100 100.64 91.75 75 49.66 50 44.6 25 0 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 2005 2006 2007 2008 2009 Sumber: Bloomberg Penurunan harga BBM sebanyak 3 kali dalam rentang periode 2 bulan (Desember 2008-Januari 2009) berkontribusi besar terhadap pembentukan angka deflasi kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada 27 Pada 1 Desember 2008, Pemerintah menurunkan harga bensin (premium) dari Rp 6.000 menjadi Rp 5.500. Sedangkan pada 15 Desember 2008, bensin (premium) kembali turun menjadi Rp 5.000 dan solar turun dari Rp 5.500 menjadi Rp 4.800. 47 INFLASI triwulan laporan yang antara lain juga mulai direspon dengan penurunan tarif angkutan. Tarif angkutan kota per 15 Januari 2009 turun. Ongkos angkutan kota dari Rp2.300 turun menjadi Rp2.000 (untuk umum) serta dari Rp1.200 menjadi Rp1.000 (untuk pelajar) sebagai respon turunnya harga BBM. Di sisi lain, memasuki masa low season, penyedia jasa penerbangan mulai menurunkan tarifnya. Demand masyarakat terhadap permintaan tiket pesawat untuk berlibur juga cenderung tidak sebanyak pada masa high season pada triwulan IV-2008 yang digunakan masyarakat Jambi untuk berlibur keluar daerah.28 Menurunnya demand tersebut berimbas pada harga tiket pesawat yang relatif lebih murah. 28 Pada periode triwulan IV-2008 termasuk masa high season dikarenakan terdapat perayaan hari besar keagamaan (Idul Fitri, Idul Adha, Natal) sertaTahun Baru 2009 sehingga minat masyarakat untuk berlibur ataupun merayakan peringatan tersebut keluar daerah (Jambi) sangat tinggi. 48 - 48 - BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Kinerja perbankan pada triwulan I tahun 2009 menunjukkan penurunan baik dari segi penghimpunan dana maupun penyaluran kredit. Fungsi intermediasi yang tercermin dari nilai Loan to deposits ratio (LDR) perbankan relatif tetap dari triwulan sebelumnya. Kualitas kredit yang diberikan memburuk yang tercermin dari meningkatnya rasio Non-Performing Loan (NPL) gross. Hal ini menjadi salah satu penyebab turunnya profitabilitas perbankan dibandingkan triwulan sebelumnya. A. Perkembangan Kelembagaan Secara kelembagaan, jumlah bank yang beroperasi di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Jambi sampai dengan Triwulan IV tahun 2008 tercatat sebanyak 23 (dua puluh tiga) bank umum dan 8 (delapan) BPR yang terdiri dari 170 kantor bank umum termasuk BRI unit dan 14 kantor BPR. Pada periode triwulan laporan, terdapat penambahan 1 (satu) BPR baru, dan penambahan 2 (dua) kantor cabang pembantu (KCP). BPR yang baru dibuka di Jambi adalah BPR Pembangunan Kerinci yang mulai beroperasi sejak 5 Januari 2009. Dua kantor bank yang bertambah yaitu KCP BTPN Angso Duo dan BNI. Dari 23 (dua puluh tiga) bank umum yang beroperasi di wilayah Jambi, terdiri dari 5 (lima) bank pemerintah diantaranya1 (satu) Bank Pembangunan Daerah, dan 18 (delapan belas) bank swasta nasional. Dilihat dari sebarannya, jumlah kantor bank terbesar masih di Kota Jambi sebanyak 65 (enam puluh lima) buah (35,33%), sedangkan untuk kabupaten yang paling sedikit kantor banknya adalah Kabupaten Tanjung Jabung Timur sebanyak 4 (empat) kantor (2,17%). 49 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH B. Bank Umum29 1. Perkembangan Aset Bank Aset bank umum di Provinsi Jambi pada triwulan laporan sedikit menurun sebesar Rp223,14 miliar (1,82%) jika dibandingkan triwulan IV tahun 2008, yaitu dari Rp12.228,10 miliar menjadi Rp12.004,96 miliar. Penurunan aset bank umum ini terjadi pada kelompok bank pemerintah dan bank swasta yaitu sebesar 2,90% (Rp236,81 miliar) dan 0,19% (Rp7,20 miliar). Di sisi lain, aset kelompok bank syariah tumbuh sebesar 6,64% pada triwulan laporan. Grafik 3.1 Perkembangan Aset Bank Umum Provinsi Jambi Rp miliar 14,000 12,000 Persen Jumlah Aset (aksis kiri) Pertumbuhan (%) 20.00 16.00 10,000 12.00 8,000 8.00 6,000 4,000 4.00 2,000 0.00 - -4.00 Q1- Q2- Q3- Q4- Q1- Q2- Q3- Q4- Q1- Q2- Q3- Q4- Q1- Q2- Q3- Q4- Q1- Q2- Q3- Q4- Q104 04 04 04 05 05 05 05 06 06 06 06 07 07 07 07 08 08 08 08 09 Dari total pangsa pasar aset bank umum, aset bank pemerintah merupakan yang terbesar sehingga mencapai 65,94%, diikuti oleh aset bank swasta yang memiliki pangsa sebesar 31,27% dan aset bank syariah yang memiliki pangsa sebesar 2,79% pada triwulan laporan. 2. Perkembangan Dana Masyarakat Jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun oleh perbankan pada triwulan laporan turun sebesar 0,25%, yaitu dari Rp10.069,37 miliar menjadi Rp10.043,99 miliar pada triwulan laporan. Berdasarkan kelompok bank, pertumbuhan DPK dirasakan oleh bank swasta dan bank syariah. DPK Bank swasta meningkat Rp124,92 miliar atau setara dengan 3,68% dan DPK bank syariah meningkat Rp0,44 miliar (0,22%). Sementara itu untuk bank pemerintah, yang memiliki pangsa penghimpunan 29 Data s.d. bulan Februari 2009 50 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH dana terbesar, mengalami penurunan jumlah DPK sebesar Rp150,74 miliar atau setara dengan penurunan 2,33% sehingga secara total bank umum, penghimpunan dana triwulan ini menjadi lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Tabel 3.1 Penghimpunan Dana Bank Umum di Provinsi Jambi (dalam jutaan rupiah) URAIAN 2008 Trw I Trw II Trw III Trw IV 2009 Trw I Pertumbuhan Nominal Persen Bank Konvensional Bank Pemerintah 1 Giro 2 Tabungan 3 Simpanan Berjangka 6,315,888 1,981,329 3,021,694 1,312,865 6,868,931 2,104,301 3,293,133 1,471,497 6,792,549 2,038,788 3,117,628 1,636,133 6,475,385 1,795,255 3,405,548 1,274,582 6,324,649 1,733,881 3,068,718 1,522,050 (150,736) (61,374) (336,830) 247,468 (2.33) (3.42) (9.89) 19.42 Bank Swasta Nasional 1 Giro 2 Tabungan 3 Simpanan Berjangka 3,122,350 621,135 1,377,744 1,123,471 3,318,055 674,334 1,450,667 1,193,054 3,370,587 529,799 1,470,180 1,370,608 3,396,774 521,672 1,478,499 1,396,603 3,521,696 524,467 1,517,260 1,479,969 124,922 2,795 38,761 83,366 3.68 0.54 2.62 5.97 159,250 52,201 77,112 29,937 174,435 54,130 90,398 29,907 179,179 46,918 99,495 32,766 197,210 49,508 101,896 45,806 197,647 49,293 99,969 48,385 437 (215) (1,927) 2,579 0.22 (0.43) (1.89) 5.63 9,597,488 2,654,665 4,476,550 2,466,273 10,361,421 2,832,765 4,834,198 2,694,458 10,342,315 2,615,505 4,687,303 3,039,507 10,069,369 2,366,435 4,985,943 2,716,991 10,043,992 2,307,641 4,685,947 3,050,404 (25,377) (58,794) (299,996) 333,413 (0.25) (2.48) (6.02) 12.27 Bank Syariah 1 Giro 2 Tabungan 3 Deposito Jumlah 1 Giro 2 Tabungan 3 Simpanan Berjangka Berdasarkan jenis penghimpunan dana, hanya simpanan berjangka yang mengalami kenaikan di triwulan ini yaitu naik sebesar Rp333,41 miliar (naik 12,27%). Kenaikan jumlah simpanan berjangka ini dialami oleh semua kelompok bank, terutama untuk kelompok bank pemerintah yang mengalami peningkatan simpanan berjangka sebesar Rp247,47 miliar (19,42%). Tabungan mengalami penurunan yang cukup tajam yaitu sebesar Rp300 miliar (6,02%). Penurunan ini dipicu oleh turunnya penghimpunan tabungan oleh bank pemerintah yang mencapai Rp336,83 miliar (9,89%). Sementara itu giro juga mengalami penurunan yaitu sebesar Rp58,80 miliar (2,48%). Berdasarkan pangsanya, penghimpunan dana terbesar masih diraih oleh tabungan yaitu sebesar 46,65%, diikuti oleh deposito 30,37% dan giro 22,98%. 51 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Grafik 3.2 Perkembangan Dana Pihak Ketiga Bank Umum Provinsi Jambi Rp miliar Rp miliar 5.500 5.000 4.500 4.000 3.500 3.000 2.500 2.000 1.500 1.000 500 0 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 Q1- Q2- Q3- Q4- Q1- Q2- Q3- Q4- Q1- Q2- Q3- Q4- Q1- Q2- Q3- Q4- Q1- Q2- Q3- Q4- Q1- Q2- Q3- Q4- Q103 03 03 03 04 04 04 04 05 05 05 05 06 06 06 06 07 07 07 07 08 08 08 08 09 Giro (aksis kiri) Simpanan Berjangka (aksis kiri) Tabungan (aksis kiri) DPK (aksis kanan) Berdasarkan golongan pemilik, secara nominal, penurunan DPK berasal dari menurunnya penghimpunan dana dari perusahaan swasta (turun Rp359,75 miliar), dan perorangan (Rp260,94 miliar) sementara penghimpunan dana dari Pemerintah Daerah menunjukkan peningkatan yaitu sebesar Rp600,33 miliar. Tabel 3.2 Perkembangan Dana Pihak Ketiga Berdasarkan Golongan Pemilik (dalam jutaan rupiah) No. Golongan Pemilik Trw.I-2008 Nominal Trw.II-2008 Share Nominal Trw.III-2008 Share Nominal Trw.IV-2008 Share Nominal Trw.I-2009 Share Nominal Share Penduduk/Residents 1 Pemerintah 2 Pemerintah Daerah 50.509 0,53 85.107 0,82 103.771 1,00 46.278 0,46 51.162 0,51 1.891.724 19,71 2.087.788 20,15 2.159.113 20,88 1.149.512 11,42 1.749.840 17,42 0,74 3 Badan/lembaga pemerintah 66.334 0,69 82.796 0,80 81.264 0,79 82.116 0,82 74.328 4 Badan Usaha Milik Negara 71.010 0,74 125.759 1,21 117.853 1,14 161.482 1,60 156.968 1,56 5 Perusahaan asuransi 34.872 0,36 32.630 0,31 33.633 0,33 28.532 0,28 31.515 0,31 6 Perusahaan swasta 527.640 5,50 650.645 6,28 510.312 4,93 944.732 9,38 584.986 5,82 7 Yayasan dan Badan Sosial 116.504 1,21 64.525 0,62 69.040 0,67 70.675 0,70 72.215 0,72 8 Koperasi 9 Perorangan 38.442 0,40 40.454 0,39 35.327 0,34 31.832 0,32 30.757 0,31 6.754.020 70,37 7.139.681 68,91 7.182.635 69,45 7.484.153 74,33 7.223.214 71,92 10 Lainnya 46.416 0,48 52.036 0,50 49.367 0,48 70.057 0,70 69.007 0,69 Jumlah 9.597.471 100 10.361.421 100 10.342.315 100,00 10.069.369 100,00 10.043.992 100,00 17 0 Bukan Penduduk/Non-Residents Penduduk dan bukan penduduk 9.597.488 10.361.421 - 10.342.315 10.069.369 10.043.992 Berdasarkan pangsanya, DPK terbesar adalah untuk golongan pemilik perorangan yang mencapai 71,92%; diikuti oleh milik Pemerintah Daerah sebesar 17,42% dan perusahaan swasta sebesar 5,82%. Berdasarkan lokasi bank30, jumlah dana masyarakat di perbankan mengalami penurunan di Kota jambi, Kabupaten Bungo, Kerinci dan kota lainnya. Penurunan tertinggi (secara nominal) terjadi di Kota Jambi sebesar Rp87,61 miliar (1,33%) diikuti oleh Kabupaten Bungo sebesar Rp74,21 miliar (12,94%). Sementara itu kenaikan DPK tertinggi dialami oleh Kabupaten Batanghari yaitu 30 Data s.d. bulan Februari 2009. 52 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH sebesar Rp49,69 miliar (13,14%) serta Muara Jambi sebesar Rp30,20 miliar (17,68%). Pada triwulan laporan, secara total, DPK berdasarkan lokasi bank menurun sebesar Rp25,38 miliar (0,25%). Tabel 3.3 Perkembangan Dana Pihak Ketiga Berdasarkan Lokasi Bank (dalam jutaan rupiah) No. Trw.III-08 Kota/Kabupaten Nominal Trw.IV-08 Share Nominal Trw.I-09 Share Nominal Pertumbuhan Share Nominal Persen 1 Kota Jambi 6,259,507 60.52 6,565,145 65.20 6,477,538 64.49 (87,607) (1.33) 2 Batanghari 424,001 4.10 378,105 3.76 427,793 4.26 49,688 13.14 2.11 3 Tanjung Jabung Barat 993,975 9.61 808,880 8.03 825,951 8.22 17,071 4 Merangin 436,774 4.22 362,023 3.60 367,530 3.66 5,507 1.52 5 Kerinci 450,343 4.35 456,561 4.53 451,795 4.50 (4,766) (1.04) 6 Sarolangun 436,955 4.22 395,553 3.93 412,989 4.11 17,436 4.41 7 Bungo 485,495 4.69 573,476 5.70 499,269 4.97 (74,207) (12.94) 8 Tebo 135,357 1.31 89,476 0.89 109,808 1.09 20,332 22.72 9 Muara Jambi 283,346 2.74 170,825 1.70 201,027 2.00 30,202 17.68 380,059 3.67 251,184 2.49 255,258 2.54 4,074 1.62 56,495 0.55 18,141 0.18 15,034 0.15 (3,107) (17.13) 100.00 (25,377) (0.25) 10 Tanjung Jabung Timur 11 Lainnya (Others ) JUMLAH 10,342,307 100.00 10,069,369 100.00 10,043,992 3. Perkembangan Kredit/Penyaluran Dana Penyaluran kredit oleh bank umum di Provinsi Jambi turun sebesar 0,26%, yakni dari Rp7.593,19 miliar menjadi Rp7.573,22 miliar pada triwulan I tahun 2009. Tabel 3.4 Perkembangan Kredit Bank Umum Provinsi Jambi (dalam jutaan rupiah) URAIAN 2008 TW I TW II TW III TW IV 2009 TW I Pertumbuhan Nominal Persen Kelompok Bank 1 Bank Pemerintah 2 Bank Swasta 3 Bank Syariah 6,025,622 4,087,566 1,761,924 176,132 6,921,211 4,648,746 2,069,247 203,218 7,513,877 5,076,829 2,188,753 248,295 7,593,187 5,236,482 2,081,416 275,289 7,573,221 5,271,800 2,003,183 298,238 -19,966 35,318 -78,233 22,949 (0.26) 0.67 (3.76) 8.34 Jenis Penggunaan 1 Modal Kerja 2 Investasi 3 Konsumsi 6,025,622 2,376,256 1,166,162 2,483,204 6,921,211 2,861,846 1,303,493 2,755,872 7,513,877 2,997,699 1,437,519 3,078,659 7,593,187 2,984,839 1,454,979 3,153,369 7,573,221 2,877,210 1,469,397 3,226,614 -19,966 (107,629) 14,418 73,245 (0.26) (3.61) 0.99 2.32 6,025,622 717,428 30,540 383,849 33,982 217,464 1,707,652 6,921,211 817,879 25,816 404,713 32,963 298,263 2,019,320 7,513,877 963,654 15,914 396,307 31,341 333,238 2,088,594 7,593,187 1,006,549 34,866 379,269 29,330 276,370 2,145,985 7,573,221 1,007,284 27,619 375,716 28,359 244,786 2,108,344 -19,966 735 (7,247) (3,553) (971) (31,584) (37,641) (0.26) 0.07 (20.79) (0.94) (3.31) (11.43) (1.75) 154,559 174,832 112,306 2,493,010 165,956 252,956 119,731 2,783,614 158,151 282,890 129,248 3,114,540 115,177 303,999 129,212 3,172,430 114,029 294,174 127,309 3,245,601 (1,148) (9,825) (1,903) 73,171 (1.00) (3.23) (1.47) 2.31 Sektor Ekonomi 1 Pertanian 2 Pertambangan 3 Perindustrian 4 Listrik, Gas dan Air 5 Konstruksi 6 Perdagangan, Restoran dan Hotel Pengangkutan, Pergudangan dan 7 Komunikasi 8 Jasa-jasa Dunia Usaha 9 Jasa-jasa Sosial Masyarakat 10 Lain-lain Berdasarkan Kelompok Bank, penurunan jumlah kredit dialami oleh bank swasta yaitu turun sebesar Rp78,23 miliar (3,76%). Di sisi lain, penyaluran 53 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH kredit oleh bank pemerintah dan bank syariah masih mengalami pertumbuhan pada triwulan laporan. Penyaluran kredit oleh bank pemerintah tumbuh sebesar Rp35,32 miliar (0,67%) sedangkan kredit bank syariah tumbuh sebesar Rp22,95 miliar (8,34%). Dilihat dari pangsa (share) penyaluran kredit, kelompok bank pemerintah masih mendominasi dengan pangsa sebesar 69,61% dari total penyaluran kredit perbankan, diikuti dengan kelompok bank swasta (26,45%) serta kelompok bank syariah (3,94%). Berdasarkan Jenis Penggunaan, penurunan jumlah kredit dialami oleh kredit modal kerja (KMK) dengan cukup tinggi yaitu sebesar 3,61% (Rp107,63 miliar). Di sisi lain, kredit konsumsi dan kredit investasi masih menunjukkan pertumbuhan walaupun mengalami perlambatan. Pada triwulan laporan kredit konsumsi tumbuh melambat sebesar 2,32% (Rp73,25 miliar) dibandingkan pertumbuhan triwulan lalu yang sebesar 2,43% sedangkan kredit investasi tumbuh sebesar 0,99% (Rp14,42 miliar) melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan lalu yang sebesar 1,21%. Berdasarkan pangsanya, kredit terbesar dialokasikan untuk kredit konsumsi yaitu 42,61%, diikuti oleh kredit modal kerja 37,99% dan kredit investasi 19,40% dari total kredit pada triwulan laporan. Berdasarkan Sektor Ekonomi, hampir semua sektor ekonomi mengalami penurunan jumlah penyaluran kredit kecuali untuk sektor lain-lain dan pertanian. Secara nominal, penurunan terbesar dialami oleh sektor Perdagangan, Restoran, dan Hotel yaitu sebesar Rp37,64 miliar (1,75%) diikuti oleh sektor konstruksi sebesar Rp31,58 miliar (11,43%). Pertumbuhan kredit pada triwulan ini dialami oleh sektor lain-lain dan pertanian. Kredit sektor lain-lain tumbuh sebesar Rp73,17 miliar (2,31%) sedangkan kredit pertanian tumbuh Rp0,74 miliar (0,07%). Pangsa penyaluran kredit tetap didominasi oleh kredit sektor lain-lain sebesar 42,86% terhadap outstanding kredit, diikuti sektor perdagangan, restoran dan hotel sebesar 27,84%, serta sektor pertanian sebesar 13,30%. Penyaluran kredit ketiga sektor tersebut mendominasi penyaluran kredit yang mencapai 84,00% dari total outstanding kredit. 54 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Berdasarkan lokasi Proyek31, jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan di Provinsi Jambi juga mengalami penurunan yaitu menurun sebesar 1,05% dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari Rp10,43 triliun menjadi Rp10,32 triliun.32 Penurunan jumlah kredit ini hampir dialami oleh semua sektor ekonomi kecuali untuk sub sektor listrik, gas dan air serta sektor lain-lain. Berdasarkan nominal kredit, penurunan kredit lokasi proyek pada triwulan laporan terutama disebabkan oleh menurunnya kredit sektor perindustrian sebesar Rp50,24 miliar (5,67%), kredit sub sektor konstruksi sebesar Rp46,64 miliar (13,93%), serta sektor perdagangan sebesar Rp34,66 miliar (1,54%). Tabel 3.5 Perkembangan Kredit Lokasi Proyek Provinsi Jambi (dalam jutaan rupiah) Pertanian Pertambangan Perindustrian Perdagangan II 1,998,586 223,574 550,568 1,392,067 2007 III 1,871,828 237,500 732,566 1,563,112 IV 1,917,934 276,405 896,895 1,663,031 I 1,367,665 116,753 887,248 1,807,987 II 1,828,219 111,867 898,945 2,108,819 Jasa-jasa - listrik, gas dan air - konstruksi - pengangkutan - jasa dunia usaha - jasa sosial masyarakat Lain-lain TOTAL 610,891 43,130 200,829 92,125 199,831 74,976 2,199,649 6,975,335 694,526 41,814 240,282 105,097 224,588 82,745 2,637,307 7,736,839 788,990 82,728 193,339 132,967 260,437 119,519 2,813,917 8,357,173 852,274 86,777 245,164 132,352 264,041 123,940 3,113,757 8,145,685 1,170,425 95,242 395,155 131,514 422,392 126,122 3,436,538 9,554,812 Sektor Ekonomi 2008 IV 1,993,259 103,673 885,244 2,247,894 2009 I 1,986,582 99,332 835,008 2,213,235 1,250,435 1,232,322 111,225 174,412 400,845 334,814 129,041 123,644 474,273 464,894 135,051 134,558 3,865,525 3,971,675 10,288,458 10,434,067 1,187,816 191,455 288,173 121,474 454,439 132,275 4,002,863 10,324,836 III 1,962,425 68,288 956,173 2,185,613 Sumber: SEKDA Provinsi Jambi 4. Undisbursed Loan dan Persetujuan Kredit Baru Jumlah undisbursed loan (kredit yang belum ditarik) pada triwulan laporan menunjukkan peningkatan sebesar 20,04%. Pada triwulan laporan, total undisbursed loan sebesar Rp804,80 miliar atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp670,42 miliar. Berdasarkan jenis penggunaan, proporsi undisbursed loan terbesar terdapat pada kredit modal kerja, yaitu mencapai 89,59% dari total undisbursed loan. Jika berdasarkan sektor ekonomi, undisbursed loan terbesar adalah sektor 31 Data s.d. bulan Februari 2009. Sumber: Statistik Ekonomi Keuangan Daerah (SEKDA) Provinsi Jambi. Data kredit lokasi proyek yang dimaksud masih memasukkan kredit dari BPR serta bank asing dan bank campuran sesuai dengan format SEKDA Provinsi Jambi. 32 Data s.d. Bulan Februari 2009. Mulai Mei 2007, Data dana/kredit telah menggunakan konsep net, yaitu tidak memasukkan dana/kredit pada pemerintah pusat dan bukan penduduk. Hal ini telah disesuaikan dengan publikasi SEKI (Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia). 55 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH perdagangan, restoran dan hotel (41,31%), diikuti oleh sektor perindustrian (29,90%), serta sektor pertanian (10,13%). Tabel 3.6 Tabel Undisbursed Loan Bank Umum Berdasarkan Jenis Penggunaan dan Berdasarkan Sektor Ekonomi Provinsi Jambi (dalam jutaan rupiah) 2008 Kategori Jenis Penggunaan 1 investasi 2 konsumsi 3 modal kerja Total Sektor Ekonomi 1 Pertanian 2 Pertambangan 3 Perindustrian 4 Listrik, Gas dan Air 5 Konstruksi 6 Perdagangan, Restoran dan Hotel Pengangkutan, Pergudangan dan 7 komunikasi 8 Jasa-jasa Dunia Usaha 9 Jasa-jasa Sosial Masyarakat 10 Lain-lain Total TW I TW II TW III 79,604 4,594 502,731 586,929 98,903 6,794 431,847 537,544 643,949 670,424 75,606 8,197 720,998 804,801 78,361 2,465 24,677 108 38,669 354,788 76,635 68 28,764 376 43,796 306,068 84,701 282 31,328 527 53,939 399,954 77,478 138 41,418 556 54,226 428,239 81,513 109 240,635 3 71,530 332,494 25,614 39,140 18,513 4,594 586,929 21,423 38,085 15,499 6,830 537,544 28,031 33,718 6,038 5,431 643,949 23,456 36,317 2,488 6,108 670,424 26,837 39,873 3,610 8,197 804,801 79,836 5,241 558,872 TW IV 86,730 6,038 577,656 TW I 5. Peran Intermediasi Perbankan dan Kondisi Non Performing Loans (NPL) gross Bank Umum di Provinsi Jambi Loan to Deposits Ratio (LDR) perbankan33 di Provinsi Jambi mengalami penurunan baik dilihat dari kredit berdasarkan lokasi proyek maupun wilayah pelapor. LDR berdasarkan lokasi proyek34 turun dari 101,97% menjadi 101,11% sedangkan LDR berdasarkan wilayah pelapor relatif tetap di 75,40%. Penurunan rasio LDR mencerminkan sedikit berkurangnya fungsi intermediasi perbankan di daerah. Pada triwulan laporan, penurunan jumlah kredit, terutama kredit berdasarkan lokasi proyek yaitu sebesar 1,09% sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan penurunan penghimpunan dana (0,25%) sehingga membuat rasio LDR perbankan di Jambi sedikit menurun. 33 LDR perbankan disini maksudnya rasio antara kredit yang disalurkan oleh bank umum dibandingkan dengan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) yang dilakukan bank umum pada triwulan laporan. 34 Yang dimaksud LDR berdasarkan lokasi proyek adalah rasio antara kredit yang disalurkan berdasarkan lokasi proyek oleh bank umum dibandingkan dengan penghimpunan DPK bank umum pada triwulan laporan. 56 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Grafik 3.3 Perkembangan Loan To Deposit Ratio (LDR) Bank Umum Provinsi Jambi Rp juta 12,000,000 83.95% 10,000,000 87.15% 86.94% 88.05% 90.63% 97.77% 101.97% 101.11% 83.26% 90% 75.41% 8,000,000 59.23% 58.18% 59.84% 60.40% 62.78% 66.80% 110% 75.40% 70% 72.65% 6,000,000 50% 4,000,000 30% 2,000,000 10% -10% Q1-07 Q2-07 Kredit Lokasi Proyek (Rp juta) LDR Lokasi Proyek (persen) Q3-07 Q4-07 Q1-08 Q2-08 Q3-08 Kredit Perbankan Jambi (Rp juta) LDR Perbankan Jambi (persen) Q4-08 Q1-09 DPK Perbankan (Rp juta) Grafik 3.4 Loan to deposit Ratio (LDR) Berdasarkan Lokasi Proyek per kabupaten/kota di Provinsi Jambi 400 350 300 250 200 150 100 50 0 403.7 Triwulan I-09 Triwulan IV-08 336.3 271.2 303.0 Tebo Muara Jambi 233.0 232.5 194.7 208.1 162.9 160.0 120.0 122.7 109.6111.2 Bungo Batang hari Merangin Kerinci Saro langun LDR < 100% 78.6 80.9 67.4 71.6 Kota Jambi Tanjung Jabung Barat 46.5 34.7 Tanjung Jabung Timur Berdasarkan Kabupaten/Kota, Kabupaten Tebo memiliki LDR tertinggi yaitu 336,3% di antara sepuluh kota/kabupaten di Provinsi Jambi, diikuti oleh Kabupaten Muara Jambi. Peningkatan LDR yang cukup signifikan dalam triwulan laporan dialami oleh Kabupaten Bungo, yaitu dari 194,7% pada triwulan lalu menjadi 232,5% pada triwulan laporan Sementara itu, terdapat 3 (tiga) kabupaten/kota dengan tingkat LDR kurang dari 100% dengan LDR terendah di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat masingmasing sebesar 46,5% dan 67,4%. Kualitas penempatan dana perbankan daerah dalam bentuk kredit menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi ini tercermin dari rasio Non Performing Loan (NPL) gross bank umum yang 57 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH mengalami peningkatan dari 2,82% pada triwulan sebelumnya menjadi 3,26% pada triwulan laporan. Peningkatan rasio NPL terjadi pada sektor pertanian, konstruksi, perdagangan, hotel dan restoran, jasa dunia usaha, serta sektor lainlain. Berdasarkan sektor ekonomi, NPL tertinggi adalah pada sektor pertanian sebesar 11,01% yang berarti sudah jauh di atas ketentuan Bank Indonesia yang sebesar 5%. Pada triwulan laporan, kenaikan NPL sektor pertanian terutama disumbangkan oleh sub sektor tanaman perkebunan yang meningkat sebesar Rp4,37 miliar serta sub sektor pertanian, perburuan dan sarana pertanian lainnya yang meningkat sebesar Rp3,07 miliar. Sementara itu, NPL sektor-sektor ekonomi lainnya masih berada dalam kategori baik (dibawah 5%). Tabel 3.7 Perkembangan Non Performing Loan (NPL) Gross Bank Umum Provinsi Jambi No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7 8. 9. 10. Sektor Ekonomi Pertanian Pertambangan Perindustrian Listrik, Gas dan Air Konstruksi Perdagangan, Restoran dan Hotel Pengangkutan, Pergudangan dan Komunikasi Jasa-jasa Dunia Usaha Jasa-jasa Sosial Masyarakat Lain-lain JUMLAH Kredit 963.654 15.914 396.307 31.341 333.238 TW III-08 Nominal NPL NPL (%) 54.830 5,69 9 0,06 13.123 3,31 4.705 1,41 Kredit 1.006.549 34.866 379.269 29.330 276.370 TW IV-08 Nominal NPL NPL (%) 103.377 10,27 13.091 3,45 2.659 0,96 TW I-09 Nominal NPL Kredit 1.007.284 110.943 27.619 375.716 12.783 28.359 244.786 3.043 NPL (%) 11,01 3,40 1,24 2.088.594 58.292 2,79 2.145.985 49.912 2,33 2.108.344 63.551 3,01 158.151 282.890 129.248 3.114.540 7.513.877 540 4.843 650 43.847 180.839 0,34 1,71 0,50 1,41 2,41 115.177 303.999 129.212 3.172.430 7.593.187 289 5.261 724 38.841 214.154 0,25 1,73 0,56 1,22 2,82 114.029 294.174 127.309 3.245.601 7.573.221 262 7.930 435 47.632 246.579 0,23 2,70 0,34 1,47 3,26 Berdasarkan kolektabilitasnya, terjadi pergesaran tingkat kolektabilitas kredit yang tergolong “lancar” menjadi kredit yang tergolong “dalam perhatian khusus”. Kredit dikatakan lancar jika pembayaran angsuran dilakukan tepat waktu sementara kredit yang tergolong dengan kolektabilitas “dalam perhatian khusus” menunjukkan terjadinya tunggakan pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga dalam jangka waktu sampai dengan 90 hari. Pada triwulan laporan kredit yang tergolong lancar menurun sebesar Rp272,77 miliar sementara kredit yang tergolong dalam perhatian khusus meningkat sebesar Rp220,38 miliar. Hal ini mengindikasikan sudah mulai turunnya kemampuan membayar dari debitur dan juga dapat menjadi early warning akan kualitas kredit perbankan di Jambi ke depannya. 58 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Grafik 3.5 Share Kredit Bank Umum Berdasarkan Kolektabilitas Provinsi Jambi 100% 95% 90% 6.67 7.58 0.62 0.41 0.41 0.44 6.81 6.40 5.39 0.34 1.51 2.75 0.24 1.62 4.66 1.79 0.70 0.73 6.01 1.66 0.84 0.35 5.17 90.73 90.76 91.99 88.72 85.49 Q4-07 Q1-08 Q2-08 1.99 0.79 0.47 8.82 4.04 85% 80% 1.12 1.43 0.26 5.89 1.32 0.76 0.32 5.12 92.47 91.29 87.92 85.17 75% Q1-07 Q2-07 Lancar Q3-07 Dalam Perhatian Khusus Kurang Lancar Q3-08 Q4-08 Diragukan Q1-09 Macet 6. Perkembangan UMKM Berbeda dengan total kredit perbankan yang mengalami penurunan sebesar 0,26% pada triwulan laporan, kredit UMKM masih mengalami pertumbuhan walaupun hanya sebesar 0,67%. Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan perbankan akan kredit UMKM masih cukup tinggi. Kenaikan jumlah kredit UMKM ini menyebabkan pangsa kredit UMKM terhadap total kredit meningkat menjadi sebesar 85,95%, dari 85,15% pada triwulan sebelumnya. Grafik 3.6 Perkembangan Kredit UMKM Bank Umum Provinsi Jambi Miliar Rp Persen 8,000 18.00 16.00 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.67 0.00 (0.26) -2.00 15.29 7,000 14.86 6,000 11.89 5,000 4,000 9.82 8.11 3.60 7.80 11.81 7.81 7.02 7.06 3,000 2,000 8.56 6.13 3.09 1.06 2.02 1,000 TW I-07 TW II-07 TW III-07 TW IV-07 TW I-08 Total Kredit-bank pelapor Kredit Mikro Kredit Menengah Pertumbuhan Total Kredit - Bank Pelapor (RHS) TW II-08 TW III-08 TW IV-08 TW I-09 Total Kredit MKM Kredit KEcil Pertumbuhan kredit MKM (RHS) Kualitas penempatan dana perbankan daerah dalam bentuk kredit UMKM menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini dicerminkan 59 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH dari meningkatnya rasio NPL UMKM pada triwulan laporan yaitu dari 2,6% menjadi 3,09%. Namun, kualitas kredit UMKM ini lebih baik dibandingkan dengan kualitas kredit perbankan secara total yang memiliki NPL sebesar 3,26%. Dilihat dari distribusinya, kredit UMKM sektor usaha mikro masih memiliki pangsa yang terbesar yaitu 36,40% lalu diikuti sektor usaha kecil sebesar 31,55%, serta sektor usaha menengah sebesar 18,00%. Grafik 3.7 Pangsa Kredit Bank Umum Provinsi Jambi 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 24.94 24.77 21.82 25.27 21.43 20.19 17.16 17.73 18.41 18.11 15.66 14.85 14.05 16.42 18.02 19.09 19.42 19.96 19.13 19.05 17.16 18.35 19.15 16.00 18.06 18.00 16.97 17.47 17.57 19.10 18.54 22.44 23.90 25.23 25.08 26.65 29.14 30.52 31.55 42.09 40.60 40.73 40.73 42.01 39.31 39.85 37.63 36.55 36.11 36.06 35.57 36.40 TW I-06 TW II-06 TW III-06 TW IV-06 TW I-07 TW II-07 TW III-07 TW IV-07 TW I-08 TW II-08 TW III-08 TW IV-08 TW I-09 Kredit Besar/Non-UMKM Menengah Kecil Mikro Berdasarkan komposisinya, pertumbuhan kredit UMKM ditopang oleh pertumbuhan positif kredit usaha kecil yaitu sebesar 3,08% dan kredit usaha mikro 2,07% sedangkan pertumbuhan kredit usaha menengah menunjukkan angka yang negatif yaitu sebesar 5,78%. Berdasarkan jenis penggunaan, kredit UMKM masih didominasi oleh kredit konsumsi yang pangsanya mencapai 49,57%, diikuti kredit modal kerja sebesar 37,03% serta kredit investasi sebesar 13,40%. 7. Profitabilitas35 Kondisi profitabilitas (net) perbankan di Provinsi Jambi pada triwulan laporan menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Selama periode triwulan I tahun 2009 perbankan di Provinsi Jambi mencatat laba bersih (net) sebesar Rp94,90 miliar meningkat sebesar Rp88,48 miliar jika dibandingkan dengan triwulan IV-2008. Kenaikan ini disebabkan oleh tingginya transfer dan 35 Data s.d. bulan Maret 2009 60 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH pajak yang harus dibayar perbankan pada triwulan lalu sehingga laba secara net menjadi rendah. Grafik 3.8 Perkembangan Laba Rugi Triwulanan Miliar Rp 201 200 L/R (sblm transfer & pajak) L/R (net) 145 145 150 120 117 100 91 85 85 89 7475 50 129 130 156 156 138 9595 90 34 35 4 5 6 Tw II-06 Tw III 06 Tw IV 06 Tw I 07 Tw II 07 Tw III 07 Tw IV 07 Tw I 08 Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08 Tw I 09 Berdasarkan komposisinya, pendapatan terbesar pada triwulan ini adalah untuk pendapatan kredit. Pendapatan kredit pada triwulan laporan menunjukkan pertumbuhan sebesar 0,13%. Sementara itu pendapatan dari SBI dan surat berharga mengalami penurunan seiring dengan menurunnya BI-rate. Tabel 3.8 Komposisi Pendapatan Bunga Bank Umum Provinsi Jambi Jenis Aset SBI dan surat berharga Kredit Antar Bank Lainnya Total Tw I 07 Tw II 07 Tw III 07 Tw IV 07 Tw I 08 497 7,054 10,174 8,303 6,464 178,247 185,941 183,797 239,429 225,243 8,478 5,371 1,895 (15,744) 37 113 (41) 636 228 187,259 198,479 195,825 232,624 231,935 Tw II 08 Tw III 08 Tw IV 08 Tw I 09 10,084 10,263 9,556 4,486 252,895 284,822 304,546 310,599 365 425 82 83 263,344 295,510 314,184 315,168 Dilihat dari spread bunga (grafik 3.9), terlihat bahwa margin keuntungan perbankan di Provinsi Jambi mulai sedikit meningkat pada triwulan laporan. Margin rata-rata tertimbang antara suku bunga kredit dengan suku bunga deposito 3 (tiga) bulan sedikti meningkat yaitu dari 4,66% pada triwulan lalu menjadi 4,95% pada triwulan laporan. Kenaikan ini dipicu oleh menurunnya suku bunga deposito 3 bulan yang lebih cepat dibandingkan penurunan suku bunga kredit. Hal ini menyebabkan beban bunga yang ditanggung pada triwulan ini relatif lebih kecil dibandingkan triwulan sebelumnya. 61 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Grafik 3.9 Perkembangan Suku Bunga Rata-rata Tertimbang Kredit dan Deposito Bank Umum Provinsi Jambi Persen (%) Margin 4.14 4.48 4.57 4.89 5.55 5.97 6.28 6.62 Kredit Deposito 3 Bulan SBI 6.79 6.8 6.91 7.39 7.19 7.73 7.73 7.1 7.07 6.85 6.82 6.92 7.06 7.07 6.73 6.59 6.42 5.95 5.24 4.89 4.86 4.66 4.69 4.95 Jul Agus Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sept Okt Nov Des Jan Feb 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 2006 2007 2008 2009 Trend menurunnya BI rate semenjak bulan Desember 2008 mulai direspon oleh perbankan dengan menurunkan suku bunga simpanannya pada bulan Februari lalu. Suku bunga simpanan turun dari 10,35% pada triwulan lalu menjadi 10,09% akan tetapi penurunan ini belum seimbang dengan penurunan BI rate yang mencapai 100 basis point pada triwulan laporan. Hal ini menunjukkan masih ketatnya likuiditas perbankan pada triwulan laporan sehingga membuat perbankan tidak terburu-buru dalam menyesuaikan suku bunganya. Dari sisi suku bunga pinjaman, perbankan sudah mulai menurunkan suku bunganya pada bulan Februari lalu akan tetapi masih lebih tinggi jika dibandingkan triwulan lalu. C. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)36 Berbeda dengan kinerja bank umum yang mengalami penurunan pada triwulan laporan, kinerja BPR mengalami peningkatan yang tercermin dari meningkatnya jumlah aset, DPK dan kredit. Jumlah aset seluruh BPR di Provinsi Jambi mencapai Rp215,42 miliar, meningkat sebesar 5,28% dibanding pada triwulan sebelumnya yang sebesar Rp204,61 miliar. Meningkatnya aset ini tercermin dari meningkatnya jumlah penghimpunan dana BPR di Provinsi Jambi 36 Data s.d. Bulan Februari 2009. 62 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH sebesar Rp12,93 miliar atau meningkat sebesar 8,88% dibanding triwulan sebelumnya. Kenaikan Dana Pihak Ketiga ini terutama dipicu oleh meningkatnya jumlah simpanan berjangka. Pada triwulan laporan, simpanan berjangka naik sebesar Rp12,25 miliar (10,61%) dibandingkan triwulan sebelumnya sehingga menjadi Rp30,80 miliar. Dalam triwulan I tahun 2009 ini, jumlah penyaluran kredit juga mengalami peningkatan, yaitu sebesar 1,86% sehingga menjadi Rp 164,41 miliar. Pertumbuhan kredit yang lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan DPK membuat fungsi intermediasi BPR di Provinsi Jambi yang dicerminkan dari rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) menurun menjadi 103,75% dari sebelumnya 110,90%. Di sisi lain, kualitas kolektabilitas kredit menunjukkan penurunan yang ditunjukkan dengan meningkatnya persentase Non Performing Loan, yaitu dari 7,06% menjadi sebesar 7,77%. 63 Halaman ini sengaja dikosongkan Boks 4. SURVEI KREDIT PERBANKAN JAMBI: TANTANGAN DI TAHUN 2009 Krisis global yang terjadi pada tahun 2008 serta diikuti dengan penurunan harga-harga perekonomian komoditas Jambi perkebunan terutama berdampak pada sektor cukup signifikan perkebunan dengan terhadap komoditas unggulannya karet dan sawit. Hal ini ditunjukkan dengan kinerja sektor perkebunan yang mulai mengalami pelambatan pada triwulan III tahun 2008. Bahkan, pada triwulan I tahun 2009, sektor perkebunan mengalami pertumbuhan negatif (minus 1,12%/q-t-q). Melambatnya sektor perkebunan memberikan efek berantai pada pelemahan sektor-sektor lainnya di Provinsi Jambi. Sebagaimana diketahui, sektor perkebunan merupakan sektor andalan Provinsi Jambi dimana cukup banyak penduduk yang bekerja di bidang perkebunan. Menurunnya kinerja sektor perkebunan secara langsung menurunkan tingkat pendapatan (income) petani karet dan sawit sehingga mereka mulai membatasi pemenuhan kebutuhan barang dan jasa, termasuk diantaranya adalah mengurangi permintaan kredit kepada perbankan. Bahkan, banyak juga petani yang mulai kesulitan memenuhi kewajiban pembayaran kreditnya kepada pihak perbankan terutama untuk pemenuhan barang tahan lama (durable goods) seperti mobil, sepeda motor dll. Untuk mendapatkan informasi yang lebih baik mengenai prospek kinerja perbankan daerah di tahun 2009, maka dilaksanakan survei deskriptif kepada perbankan Jambi yang bertujuan antara lain mengenai: 1. Kredit sektoral yang berpotensi tumbuh lebih tinggi di tahun 2009 2. Target pencapaian kredit tahun 2009 3. Proyeksi Rasio Non Performing Loan (NPL) serta Loan to Deposit Ratio (LDR) 4. Faktor penghambat penyaluran kredit serta kebijakan yang akan dilaksanakan perbankan dalam menghadapi krisis. Survei dilaksanakan pada periode Maret-April 2009 terhadap 38 bank pelapor (Kantor cabang/KC dan kantor cabang pembantu/KCP) di seluruh kabupaten kota di Provinsi Jambi. Grafik 1. Responden Bank Swasta 37% Bank Syariah 8% Bank Umum 37% BPR 18% I Dari 38 bank pelapor (responden) yang disurvei diseluruh kabupaten/kota, terdiri dari 14 bank umum (37%), 14 bank swasta (37%), 3 bank syariah (8%) serta 7 BPR (18%). Sampel ini sudah mencakup sebesar 71,70% dari total bank pelapor yang ada di Provinsi Jambi (53 bank pelapor). Grafik 2. Target Kredit 2009 < 0% 0-30% 30-60% 60-100% 26% >100% 5% 8% 5% 61% Secara umum, responden 3% masih menunjukkan keyakinannya dengan pertumbuhan kredit tahun 2009, walaupun tidak seoptimis tahun 2008 yang lalu. Dari hasil survei, rata-rata pertumbuhan kredit berkisar 28,05%. Dari 38 bank pelapor yang disurvei, sekitar 61% responden menyatakan pertumbuhan kreditnya masih mampu tumbuh pada kisaran 0 s.d.30% (yoy). Sedangkan sekitar 26% responden menyatakan bahwa pertumbuhan kreditnya akan berada pada kisaran 30-60%. Namun demikian, ada sekitar 5% responden yang menyatakan pertumbuhan kredit mereka di tahun 2009 akan menurun (dibawah 0%). Grafik 3. Kredit Sektoral yangdiperkirakan Tumbuh di Tahun 2009 Perikanan dan Peternakan 1% Industri 3% Perkebunan 10% Tanaman Pangan 8% LainLain 12% Konstruksi 10% Konsumtif 19% Perdagangan 25% Jasa 12% II Sementara, terdapat sekitar 8% responden yang menyatakan pertumbuhan kredit mereka mampu mencapai diatas 60%. Dari 8% responden yang menyatakan bahwa kreditnya mampu tumbuh diatas 60%, terbagi dari 3% responden yang menyatakan mampu tumbuh pada kisaran 60 s.d. 100% serta sekitar 5% responden yang menyatakan mampu tumbuh diatas 100%. Secara sektoral, potensi pertumbuhan kredit di tahun 2009 menurut responden akan dicapai oleh sektor perdagangan, sektor konsumtif serta sektor jasa lainnya. Hampir sekitar 25% dari jawaban yang masuk menyatakan sektor perdagangan akan mampu tumbuh lebih baik. Sektor perdagangan yang dimaksud responden akan tumbuh lebih tinggi adalah sektor perdagangan yang tidak berorientasi ekspor sehingga relatif tidak terlalu berpengaruh terhadap melemahnya demand dari pasar luar negeri serta relatif sedikit mengandung impor content sehingga pelemahan nilai tukar Rupiah tidak terlalu membebani dalam pemenuhan biaya input produk. Misalnya pedagang eceran, pedagang sembako maupun pedagang yang memperjualbelikan bahan-bahan untuk kebutuhan pemilu (kaos, bahan sablon dll). Potensi pertumbuhan kredit tahun 2009 juga diikuti dengan sektor konsumtif (19%) serta sektor jasa-jasa dan sektor lain-lain (12%). Grafik 4. Kredit Sektoral yangdiperkirakan turun di Tahun 2009 Konstruksi 11% Lain-lain 16% Perkebunan 24% Kehutanan 3% Migas 3% Perikanan 6% Transportasi 6% Industri 9% Perdagangan 22% Sementara, keyakinan responden terhadap sektor-sektor yang pertumbuhan kreditnya akan menurun di tahun 2009 adalah sektor perkebunan (24%), sektor perdagangan (22%) dan sektor lain-lain (16%). Kredit sektor perkebunan diperkirakan turun dikarenakan perkembangan harga komoditas perkebunan (karet dan sawit) belum sebaik tahun 2008 sehingga ada kalangan petani yang cenderung enggan untuk mendapatkan fasilitas kredit, sementara pihak perbankan harus benar-benar prudent dalam menyalurkan kredit. Sektor perdagangan yang diperkirakan turun adalah sektor perdagangan yang berorientasi ekspor dan mengandung impor content III tinggi. Misalnya perdagangan bahan baku karet, perdagangan mobil, perdagangan sepeda motor. Grafik 5. Perkiraan LDRTahun 2009 0-50% 50-100% > 100% 26% 26% 48% Dengan memperhatikan kondisi terkini, sekitar 74% responden menyatakan bahwa Loan to Deposit Ratio (LDR) mereka mampu tumbuh diatas 50% pada tahun 1 2009. Bahkan 26% diantaranya menyatakan LDR mereka mampu tumbuh diatas 100%. Berdasarkan hasil survei, secara rata-rata pertumbuhan LDR pada tahun 2009 akan berkisar pada angka79,17%. Grafik 6. Perkiraan NPLTahun 2009 0-3% 3-5% 5-10% > 10% 20% 10% 13% 67% 3% Dari sisi kualitas kredit, rasio Non Performing Loan tahun 2009 menurut sebagian besar responden akan berada pada kisaran 0-3%. Sekitar 13% menyatakan rasio NPL mereka akan diatas ketentuan aman Bank Indonesia (maksimal 5%) yang terdiri dari 3% responden yang menyatakan NPL-nya akan berada pada kisaran 5-10% dan sebesar 10% responden memperkirakan NPL bank mereka akan berada diatas 1 Dari 38 responden, sekitar 27 responden mampu memperkirakan LDR mereka di akhir tahun 2009. IV 2 10%. Secara rata-rata, NPL perbankan diperkirakan akan berada pada kisaran 3,75%, meningkat jika dibandingkan tahun 2008 yang berada pada kisaran 2,80%. Grafik 7. Faktor Penghambat Penyaluran Kredit Tahun 2009 Daya Beli Masyarakat Menurun 15% 19% Kondisi Ekonomi Melambat akibat Krisis Global Stabilitas Keamanan Pasca Pemilu 9% Turunnya Harga Komoditi Perkebunan Belum Bankable 12% 22% Suku Bunga Kredit Masih Tinggi Persaingan Usaha Antara Bank dan LK-non Bank Lain-Lain 9% 7% 7% Di tahun 2009, menurut seluruh jawaban responden yang terkumpul menyatakan bahwa pelambatan kondisi ekonomi akibat krisis global merupakan salah satu faktor utama yang menghambat penyaluran kredit (22% dari total jawaban). Faktor-faktor lain yang menjadi concern bankers adalah masalah daya beli masyarakat yang menurun (19%) serta suku bunga kredit yang masih tinggi (12%). Faktor penghambat yang cukup besar pangsa jawabannya adalah faktor lainlain seperti jaringan kantor bank yang masih terbatas sehingga penetrasi kredit ke daerah-daerah relatif terbatas serta kondisi infrastruktur suatu wilayah yang belum baik sehingga tidak menarik bagi investor. Terkait dengan jawaban belum bankable antara lain karena belum terpenuhinya sertifikat tanah/surat keterangan tanah (SKT), tidak memiliki NPWP, belum memiliki SIUP, SITU, TDP ataupun HO yang sangat diperlukan sebagai aspek legal dalam mendapatkan fasilitas kredit dari perbankan Sementara itu, dalam rangka menghadapi dampak krisis global, pihak perbankan daerah telah menyiapkan beberapa strategi dalam proses penyaluran kreditnya. Sebagian besar jawaban menyatakan akan mengutamakan pelaksanaan prudential banking (29%), diikuti dengan ekspansi kredit secara selektif (23%), serta pelaksanaan manajemen resiko yang efektif dan efisien (20%). Disamping itu, beberapa bank juga akan lebih memfokuskan pada pembiayaan UMKM yang secara historis tahan terhadap dampak krisis global (6%). 2 Dari 38 responden, sekitar 30 responden mampu memperkirakan rasio NPL mereka di akhir tahun 2009. V Grafik 8. Kebijakan Perbankan Menghadapi Krisis Prudential Banking 7% 4% Manajemen Resiko 5% 28% Fokus Pada Pembiayaan UMKM Ekspansi Kredit secara selektif 6% Restrukturisasi Kredit Penurunan suku bunga 24% Peningkatan SDM 20% 6% REKOMENDASI Beberapa masukan yang dapat dilakukan terkait dengan hasil survei ini adalah: 1.) Meningkatnya resiko penyaluran kredit pasca dampak krisis global harus ditindaklanjuti oleh perbankan untuk selalu berhati-hati (prudent) dalam menyalurkan kreditnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta sesuai dengan peraturan-peraturan dari Bank Indonesia selaku lembaga yang berwenang dalam mengatur dan mengawasi bank. 2.) Ekspansi kredit yang dilakukan oleh perbankan harus mempertimbangkan segala aspek (mikro maupun makro) sehingga potensi terjadinya keterlambatan/gagal bayar bisa diminimalkan. 3.) Pihak perbankan meninjau kembali tingkat bunga kredit yang diberikan kepada debitur yang saat ini masih cukup tinggi, sementara suku bunga acuan (BI rate) saat ini sudah terus diturunkan semenjak awal tahun 2009 sehingga menjadi 7,75% pada Maret 2009. 4.) Perlunya survei/penelitian lanjutan mengenai industri perbankan di daerah yang diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi strategis mengenai langkahlangkah strategis dalam pengembangan kredit perbankan di daerah untuk mendukung akselerasi perkonomian Jambi tahun 2009. VI BAB IV KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Realisasi pendapatan provinsi Jambi adalah sebesar Rp1,44 triliun atau sebesar 113,90% dari rencana pendapatan APBD-P yang sebesar Rp1,26 triliun. Realisasi pendapatan ini meningkat sebesar 24,67% dibandingkan dengan tahun 2007. Sementara dari sisi belanja, pengeluaran pemerintah provinsi Jambi pada tahun 2008 adalah sebesar Rp1,40 triliun atau sebesar 86,94% dari anggaran belanja APBD-P yang sebesar Rp1,62 triliun. Realisasi ini meningkat sebesar 26,94% dibandingkan dengan realisasi tahun 2007. Tabel 4.1. APBD Provinsi Jambi Tahun 2008 (Dalam miliar Rp) URAIAN PENDAPATAN Pendapatan Asli Daerah Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Pendapatan Transfer Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan Dana Bagi Hasil Pajak Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya Dana Penyesuaian Lain-lain Pendapatan yang Sah Pendapatan Dana Darurat BELANJA Belanja Operasi Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bantuan Keuangan Belanja Modal Belanja Tanah Belanja Peralatan dan Mesin Belanja Bangunan dan Gedung Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan Belanja Aset Tetap Lainnya Belanja Tak Terduga Belanja Tak Terduga Transfer Transfer Bagi Hasil Ke Kab/Kota/Desa Bagi Hasil Pajak Surplus/(Defisit) ANGGARAN REALISASI SMT.I-2008 REALISASI SMT.II-2008 Nominal Persen Nominal Persen 2008 1,261.47 682.90 54.14 1,436.80 113.90 454.44 289.78 63.77 626.53 137.87 380.94 256.82 67.42 527.01 138.35 28.73 8.83 30.72 27.29 94.98 5.22 0.15 2.88 6.30 120.83 39.56 23.98 60.62 65.93 166.67 802.03 388.12 48.39 805.27 100.40 748.33 365.62 48.86 745.86 99.67 148.00 58.45 39.49 130.39 88.10 107.07 26.37 24.63 122.22 114.15 468.80 273.47 58.33 468.80 100.00 24.45 7.34 30.00 24.45 100.00 53.70 22.50 41.90 59.41 110.63 53.70 22.50 41.90 59.41 110.63 5.00 5.00 100.00 5.00 100.00 5.00 5.00 100.00 5.00 100.00 1,615.96 326.96 20.23 1,404.98 86.94 801.25 215.14 26.85 645.67 80.58 433.79 171.07 39.44 80.98 351.30 342.84 39.03 11.38 81.17 278.27 6.00 0.00 0.00 99.73 5.98 3.59 2.50 69.59 100.00 3.59 6.78 1.04 15.39 48.40 3.28 8.25 1.50 18.18 39.39 3.25 608.70 25.30 4.16 560.26 92.04 1.49 0.51 34.28 33.48 0.50 66.12 2.97 4.49 93.08 61.55 95.16 5.87 6.17 95.92 91.28 431.43 15.95 3.70 91.18 393.39 14.49 0.00 0.00 93.38 13.54 7.20 0.00 0.00 0.28 3.93 7.20 0.00 0.00 3.93 0.28 198.81 86.52 43.52 198.77 99.98 198.81 86.52 43.52 99.98 198.77 198.81 86.52 43.52 99.98 198.77 (354.49) PEMBIAYAAN Pembiayaan Netto 354.49 65 355.94 31.82 KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH A. Realisasi Pendapatan Daerah Selama tahun 2008, realisasi pendapatan Provinsi Jambi mencapai 113,90% dari APBD-P atau setara dengan Rp`1,44 triliun. Realisasi pendapatan ini lebih tinggi dibandingkan pencapaian realisasi pendapatan pada tahun 2007 yang mencapai 110,49% dari APBD-P 2007 yaitu sebesar Rp1,15 triliun. Sedangkan realisasi pendapatan asli daerah (PAD) di tahun 2008 sebesar Rp626,53 miliar atau mencapai 137,87% dari anggaran. Realisasi ini meningkat jika dibandingkan tahun 2007 yaitu sebesar Rp450,25 miliar (123,38%). Grafik 4.1. Perkembangan Pendapatan APBD Provinsi Jambi miliar (Rp) 1600 1400 persen (%) 150 Pendapatan (aksis kiri) % Realisasi Pendapatan (aksis kanan) Realisasi Pendapatan (aksis kiri) 125 1200 100 1000 800 75 600 50 400 25 200 0 0 TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV SMT I SMT II SMT I SMT II 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Sumber: Biro Keuangan (diolah) Mulai tahun 2007, laporan realisasi APBD per-semester Dari segi nominal realisasi pendapatan, komponen pendapatan transfer merupakan komponen pendapatan tertinggi yaitu sebesar Rp805,27 miliar, kemudian diikuti oleh pendapatan asli daerah sebesar Rp626,53 miliar. Tingginya komponen pendapatan transfer menunjukkan masih tingginya ketergantungan provinsi akan transfer dana dari pusat. B. Realisasi Belanja Daerah Belanja pemerintah Provinsi Jambi tahun 2008 secara garis besar terdiri dari belanja operasi, belanja modal, belanja tak terduga serta transfer. Realisasi belanja selama tahun 2008 adalah sebesar 86,94%, lebih tinggi jika dibandingkan dengan realisasi belanja tahun 2007 yang sebesar 82,38%. 66 KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Grafik 4.2. Perkembangan Belanja APBD Provinsi Jambi miliar (Rp) 1800 1600 persen (%) 150 Belanja (aksis kiri) % Realisasi Belanja (aksis kanan) Realisasi Belanja (aksis kiri) 125 1400 1200 100 1000 75 800 600 50 400 25 200 0 0 TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV SMT I SMT II SMT I SMT II 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Sumber: Biro Keuangan Mulai tahun 2007, laporan realisasi APBD per-semester Berdasarkan jenis belanja, realisasi belanja terbesar secara nominal adalah untuk belanja operasi yaitu sebesar Rp645,67 miliar diikuti dengan belanja modal sebesar Rp560,26 miliar. Belanja operasi terealisasi sebesar 80,58% dari anggaran dengan komposisi biaya terbesar untuk belanja pegawai yaitu sebesar Rp351,3 miliar diikuti dengan belanja barang sebesar Rp278,27 miliar. Dari sisi belanja modal, pengeluaran terbesar dari komponen belanja ini adalah untuk belanja jalan, irigasi dan jaringan yaitu sebesar Rp393,39 miliar (terealisasi 91,18%). Sementara itu, belanja transfer berhasil terealisasi sebesar Rp198,77 miliar (99,98%) di tahun 2008. Belanja transfer merupakan transfer bagi hasil pajak ke kabupaten/kota/desa di Provinsi Jambi. C. APBD Tahun 2009 APBD Provinsi Jambi (tidak termasuk anggaran pemerintah kota dan kabupaten) tahun 2009 sebesar Rp 1,62 triliun yang berarti naik 13,39% dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp1,429 triliun. Dari sisi anggaran pendapatan, jumlah anggaran pendapatan daerah Provinsi Jambi tahun 2009 sebesar Rp1.256,89 miliar atau naik 10,63% dibandingkan anggaran pendapatan tahun sebelumnya sebesar Rp1.136,13 miliar.37 37 APBD Provinsi Jambi tahun 2009 ini disahkan tanggal 3 Desember 2008 67 KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Grafik 4.3. Perkembangan APBD Provinsi Jambi miliar (Rp) 1500 1250 47.23 1156.84 34.34 34.35 1000 750 persen (%) 1620.59 50 48.92 1750 557.77 557.73 500 17.44 654.98 534.655 250 18.60 776.83 894.92 1429.178 1291.6 30 955.96 18.85 11.65 607.84 13.69 1256.89 1,136.13 13.39 10.63 10 10.65 6.82 (4.14) 0 -10 2003 2004 2005 Pendapatan (aksis kiri) % Pertumbuhan Pendapatan (aksis kanan) 2006 2007 2008 2009 Belanja (aksis kiri) % Pertumbuhan Belanja (aksis kanan) Sumber: Biro Keuangan (diolah) Anggaran belanja daerah mencapai Rp1.620,59 miliar meningkat 13,39% dari anggaran belanja tahun sebelumnya sebesar Rp1.429,18 miliar. Dengan kondisi tersebut, jumlah defisit anggaran selama tahun 2009 diperkirakan sebesar Rp363,70 miliar yang akan dibiayai dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya. D. Pendapatan Tahun 2009 Pendapatan Pemerintah Daerah Provinsi Jambi pada tahun 2009, terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp480,31 miliar yang meningkat 18,21% dibandingkan tahun sebelumnya, kemudian dana perimbangan sebesar Rp776,58 miliar, atau meningkat 8,79% dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan daerah Provinsi Jambi masih bertumpu pada jumlah dana perimbangan dengan pangsa sebesar 61,79% dari total pendapatan daerah yang berarti ketergantungan daerah terhadap transfer dana dari pusat sangat besar. Jika Pemerintah Daerah Provinsi Jambi mampu mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan daerah dan digunakan dengan efektif serta efisien untuk kemajuan daerah, diperkirakan kesejahteraan masyarakat Jambi dapat lebih meningkat. Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari pajak daerah sebesar Rp423,79 miliar atau dengan pangsa sebesar 88,23% dari PAD, retribusi daerah sebesar Rp27,78 miliar dengan pangsa sebesar 5,78%, lain-lain pendapatan asli daerah 68 KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH sebesar Rp24,01 miliar dengan pangsa 5,00% dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebesar Rp4,73 miliar (0,98%). Tabel 4.2. APBD Provinsi Jambi Tahun 2009 Keterangan Pendapatan Daerah Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Pajak daerah yang dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Dana Bagi Hasil pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah Total Pendapatan Total Belanja Surplus/Defisit (dalam miliar Rupiah) APBD APBD APBD % 2007 2008 2009 364.93 406.31 480.31 18.21 319.49 351.44 423.79 20.59 22.46 23.58 27.78 17.81 4.03 2.96 4.73 59.91 18.95 28.33 24.01 (15.25) 591.03 713.83 776.58 8.79 156.02 220.57 267.95 21.48 415.02 468.80 473.51 1.00 20.00 24.45 35.12 43.62 26.30 16.00 894.93 955.96 1,136.13 1,256.89 10.63 1,156.84 1,291.60 1,429.18 1,620.59 13.39 (261.92) (335.64) (293.04) (363.70) 24.11 APBD 2006 336.59 297.82 19.40 4.03 15.34 532.04 157.67 374.36 Sementara itu, dana perimbangan terdiri dari dana alokasi umum sebesar Rp473,51 miliar atau 60,97% dari total dana perimbangan yang sebagian besar digunakan untuk belanja pegawai, dana bagi hasil pajak/bukan pajak sebesar Rp267,95 miliar atau 34,50% dari total dana perimbangan, sementara dana alokasi khusus sebesar 24,45 miliar (4,52%). E. Anggaran Belanja Tahun 2009 Belanja pemerintah Provinsi Jambi tahun 2009 terdiri dari belanja tidak langsung dengan jumlah anggaran sebesar Rp685,67 miliar atau sebesar 42,31% dari total belanja. Belanja langsung dengan jumlah anggaran sebesar Rp934,92 miliar merupakan belanja terbesar atau 57,69% dari total belanja. Belanja tidak langsung dianggarkan penggunaannya antara lain untuk belanja pegawai sebesar Rp355,25 miliar (51,81%), belanja bagi hasil kepada provinsi/kabupaten dan desa sebesar Rp170,95 miliar (24,93%), belanja bantuan keuangan kepada provinsi/kabupaten/kota dan desa sebesar Rp114,77 miliar (16,74%), belanja bantuan sosial sebesar Rp31,20 miliar (4,55%), belanja hibah sebesar Rp3,5 miliar (0,51%) serta belanja tidak terduga sebesar Rp10 miliar (1,46%). Belanja langsung yang dianggarkan sebesar Rp934,92 miliar sebagian besar digunakan untuk belanja modal sebesar Rp452,09 miliar atau 48,36% dari 69 KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH anggaran, belanja barang dan jasa sebesar Rp424,68 miliar atau 45,42%, serta belanja pegawai sebesar Rp58,15 miliar atau 6,22% dari anggaran. Tabel 4.3. Belanja APBD Provinsi Jambi Tahun 2009 Keterangan Belanja Tidak Langsung Belanja Pegawai Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Kpd Provinsi/Kab/Kota dan Desa Belanja Bantuan Keuangan Kpd Provinsi/Kab/Kota dan Desa Belanja Tidak Terduga Belanja Langsung Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Total Belanja APBD 2006 356.56 179.31 APBD 2007 404.20 219.38 144.70 21.53 142.42 APBD 2008 522.38 354.30 2.64 11.29 142.65 20.10 15.88 12.44 800.28 123.87 265.26 411.16 1,156.84 5.00 887.40 85.14 338.22 464.04 1,291.60 (dalam miliar Rupiah) APBD % 2009 685.67 31.26 355.25 0.27 3.50 31.20 170.95 32.44 176.35 19.84 6.50 114.77 1,665.69 5.00 906.79 61.90 335.68 509.22 1,429.18 10.00 934.92 58.15 424.68 452.09 1,620.59 100.00 3.10 (6.05) 26.51 (11.22) 13.39 Sementara itu, belanja pada APBD 2009 menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasinya, belanja terbesar diperuntukkan untuk otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian dan persandian yaitu sebesar 34,02% dari total belanja, diikuti oleh urusan pekerjaan umum sebesar 20,12%, pendidikan sebesar 12,10%, pertanian sebesar 10,11%, kesehatan sebesar 7,44%, perumahan 2,15%, kelautan dan perikanan sebesar 2,13% dan lainnya sebesar 11,93%. Belanja pendidikan di tahun 2009 ini naik 23,54% yaitu dari dari Rp158,73 miliar menjadi Rp196,09 miliar, akan tetapi kenaikan ini masih belum mencapai target minimum pemerintah yang sebesar 20% dari anggaran belanja. Sementara itu, anggaran belanja kesehatan hanya naik 6.59% dari tahun lalu. Hal ini menunjukkan pemerintah daerah belum fokus dalam menyediakan jasa pendidikan dan pelayanan kesehatan yang bermutu dan berbiaya murah (gratis) bagi masyarakat, terutama bagi golongan yang kurang mampu. 70 KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Grafik 4.4. Distribusi Belanja APBD Provinsi Jambi Kelautan dan Perikanan, 2.13 Perumahan, 2.15 Lainnya, 11.93 Kesehatan, 7.44 Pertanian, 10.11 Otoda, Permintah an Umum, Adm keu. daerah, Keu. daerah, Perangkat daerah, Kepegaw aian dan Persandian, 34.02 Pekerjaan Umum, 20.12 Pendidikan, 12.10 F. APBD Kabupaten/Kota Berdasarkan Kabupaten/Kota, anggaran pendapatan APBD terbesar dari Daerah Tingkat (Dati) II di Jambi adalah untuk Kota Jambi, yaitu sebesar Rp563,97miliar diikuti oleh Kabupaten Tanjabbar sebesar Rp554,76 miliar sedangkan anggaran pendapatan terkecil dialami oleh Kabupaten Sarolangun dengan anggaran pendapatan sebesar Rp438,12 miliar. Berdasarkan sumber pendapatannya, dana perimbangan adalah sumber pendapatan terbesar bagi seluruh daerah tingkat II, dengan pangsa sebesar 82%-93% dari total pendapatan. Secara persentase maupun nominal, Kabupaten Tanjabbar adalah Dati II yang paling tergantung dengan dana perimbangan yaitu sebesar Rp520,74 miliar (93,87%). Sementara itu, sumber Pendapatan Asli Daerah dari Dati II masih sangat rendah, yaitu dengan pangsa sebesar 2%-8% dari total pendapatan. Pendapatan Asli Daerah Tertinggi secara nominal diraih oleh Kota Jambi yaitu sebesar Rp45,93miliar diikuti dengan Kab. Bungo sebesar Rp41,03 miliar. Dari sisi belanja, Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim) adalah kabupaten dengan anggaran belanja terbesar di antara Dati II lainnya. Anggaran belanja kabupaten Tanjabtim adalah sebesar Rp727,13 miliar kemudian diikuti oleh kabupaten Tanjabbar sebesar Rp688,82 miliar. Berdasarkan alokasinya, pengeluaran daerah berbeda-beda untuk tiap-tiap Kabupaten/Kota. Daerah seperti Kab. Kerinci, Kota Jambi, Kab. Merangin, Kab. Batanghari, serta Kab. Bungo adalah daerah-daerah dengan anggaran belanja terbesar untuk belanja pegawai. Sementara itu, Kabupaten Tanjabtim dan Tanjabbar menganggarkan 71 KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH belanja modal sebagai anggaran belanja yang terbesar. Tingginya anggaran belanja modal dari kedua daerah ini mengindikasikan bahwa pemerintah daerah sudah mulai memprioritaskan pembangunan daerah masing-masing di tahun 2009. Tabel 4.4. APBD Kabupaten/Kota (dalam juta Rupiah) Keterangan Pendapatan Asli Daerah Pajak daerah Retribusi daerah Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Lain-lain PAD yang sah Dana Perimbangan Dana bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak Dana alokasi umum Dana alokasi khusus Lain-lain Lain-lain pendapatan daerah yang sah TOTAL PENDAPATAN Belanja tidak langsung Belanja pegawai Belanja bunga Belanja subsidi Belanja hibah Belanja bantuan sosial Belanja bagi hasil kpd Prop/Kab/Kota dan Pemdes Belanja bantuan keuangan kpd Prop/Kab/Kota dan Pemdes Belanja tidak terduga Belanja langsung Belanja pegawai Belanja barang dan jasa Belanja modal TOTAL BELANJA SURPLUS/(DEFISIT) PEMBIAYAAN DAERAH (Neto) Kab. Batang hari 27,922 4,807 6,059 Kab. Bungo 41,029 3,509 5,509 Kab. Kerinci 20,806 2,742 10,181 Kab. Mera ngin 23,449 4,950 9,475 Kab. Kab. Saro Muaro langun Jambi 15,512 20,210 3,043 3,261 6,369 2,288 Kab. Tanjab bar 17,886 2,546 2,534 Kab. Tanjab tim 17,946 1,029 2,438 Kab. Tebo Kota Jambi 16,762 2,989 6,246 45,933 23,433 16,350 1,550 4,530 1,437 3,183 1,500 2,700 1,950 2,109 1,900 1,832 15,506 470,901 27,481 408,544 6,445 429,679 5,840 441,536 4,600 471,172 11,962 404,409 10,856 520,739 12,369 470,832 5,627 397,924 4,318 494,042 153,107 56,960 45,895 49,029 130,546 86,934 278,645 203,852 72,743 86,835 277,645 40,149 311,260 40,324 334,060 49,724 346,143 46,364 292,374 48,252 273,455 44,020 232,289 9,805 218,718 48,262 281,393 43,787 370,770 36,436 13,118 46,694 11,156 12,000 66,626 13,501 16,134 63,668 28,500 23,997 511,941 301,833 228,765 3,925 21,645 22,999 496,266 296,515 266,565 513 11,375 1,280 461,641 342,292 298,216 2,317 2,072 10,348 6,340 476,985 276,029 241,888 2,021 4,825 6,525 553,310 277,071 225,916 900 3,324 24,121 438,120 213,088 179,305 1,131 6,150 6,288 554,759 265,899 231,295 2,261 13,330 8,755 552,446 202,041 166,818 1,483 15,091 1,758 443,186 185,121 160,704 1,268 2,150 5,000 563,971 381,497 359,915 5,043 1,078 4,630 5,421 1,203 22,000 1,455 534 342 210 17,760 8,725 15,548 14,000 2,159 600 1,000 1,000 1,000 358,721 365,172 422,923 525,091 25,420 51,261 33,746 20,602 96,063 122,044 99,732 133,152 237,238 191,868 289,445 371,336 635,792 578,261 688,822 727,131 -82,482 -140,140 -134,063 -174,686 82,482 140,140 134,063 174,686 2,000 278,809 21,314 93,868 163,628 463,931 -20,745 - 1,500 269,818 30,881 127,686 111,252 651,315 -87,344 87,344 22,998 527 - 15,981 20,000 18,567 1,500 275 253,292 337,545 42,780 27,695 87,340 135,474 123,172 174,375 555,125 634,060 -43,184 -137,794 43,184 137,794 3,000 178,943 25,971 75,020 77,952 521,235 -59,594 59,594 1,000 276,901 33,318 105,683 137,899 552,929 -75,945 75,945 - 1,750 G. Keuangan Pemerintah Pusat di Daerah Penerimaan pajak pusat di wilayah Jambi pada triwulan I tahun 2009 terealisasi sebesar Rp368,08 miliar menurun sebesar 53,75% dibandingkan triwulan sebelumnya atau menurun sebesar 19,91% dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun lalu. Secara nominal, penerimaan pajak tertinggi dicapai oleh jenis pajak penghasilan sebesar Rp165,40 miliar, diikuti jenis pajak pertambahan nilai sebesar Rp139,19 miliar. 72 KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Tabel 4.5. Perkembangan Realisasi Pendapatan Pemerintah Pusat di Provinsi Jambi (dalam juta Rupiah) KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT DI DAERAH REALISASI PENDAPATAN I Pendapatan Pajak Dalam Negeri Pendapatan Pajak Penghasilan Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan Pendapatan BPHTB Pendapatan Cukai Pendapatan Pajak Lainnya II Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional Pendapatan Bea Masuk Pendapatan Pajak/Pungutan Ekspor III Penerimaan Sumber Daya Alam Pendapatan Pertambangan Umum IV Pendapatan PNPB Lainnya V Pendapatan Hibah Total Realisasi Pendapatan Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan Triwulan I 2008 2008 2008 IV 2008 2009 420,992 732,892 443,162 769,731 337,177 181,020 148,101 179,675 216,139 165,404 228,523 207,285 229,473 256,227 139,189 1,434 364,869 19,799 284,504 22,930 4,276 5,734 7,021 6,418 4,063 72 20 5 5,668 6,883 7,190 6,443 5,591 28,151 13,828 9,923 9,623 2,197 3,439 24,712 1 1 19,060 468,204 4,538 9,290 10,728 757,448 4,483 5,440 14,923 468,009 6,331 3,292 16,507 795,860 2,197 28,701 368,075 Pertumbuhan Nominal (%) (432,554) (56.20) (50,735) (23.47) (117,039) (45.68) (261,574) (91.94) (2,355) (36.69) (852) (13.22) (7,426) (77.17) (4,134) (3,292) 12,194 (427,786) (65.30) (100.00) 73.87 (53.75) Sumber: Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kanwil V Jambi, Laporan Arus Kas SAKUN Wilayah Jambi. Unaudited, diolah Berdasarkan pangsanya, pendapatan pajak dalam negeri memiliki pangsa paling besar yaitu 91,61% dari total penerimaan pajak pada triwulan laporan. Jika dirinci lagi dari pendapatan pajak dalam negeri, maka pendapatan pajak penghasilan memiliki pangsa paling besar (49,06%), diikuti pajak pertambahan nilai (41,28%), serta pajak bumi dan bangunan (6,80%). Grafik 4.5. Pangsa Realisasi Pendapatan Pemerintah Pusat di Provinsi Jambi Grafik 4.6. Pangsa Realisasi Pendapatan Pajak Dalam Negeri di Provinsi Jambi Pendapatan BPHTB 1.20% Pendapatan Cukai 0.00% Pendapatan Pajak Lainnya 1.66% Pendapatan PBB 6.80% Pendapatan PPh 49.06% Pendapatan Pajak Perdaganga n Int'l 0.60% Pendapatan Pajak Dalam Negeri 91.61% Pendapatan PNPB Lainnya 7.80% Pendapatan PPN 41.28% Grafik 4.5 Grafik 4.6 Belanja pemerintah pusat di wilayah Jambi pada triwulan I tahun 2009 terealisasi sebesar Rp422,69 miliar, menurun sebesar 51,82% dibandingkan triwulan sebelumnya namun meningkat sebesar 15,09% jika dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun lalu. Secara nominal, belanja pemerintah pusat tertinggi adalah untuk belanja pegawai yaitu sebesar Rp170,35 miliar, diikuti dengan belanja modal yang mencapai Rp76,65 miliar. Menurunnya belanja 73 KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH pemerintah pusat di Jambi serta tertingginya pengeluaran untuk belanja pegawai menunjukkan bahwa realisasi belanja pemerintah pusat pada awal tahun ini masih rendah. Tabel 4.6. Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat di Provinsi Jambi Triwulan II Triwulan III Triwulan Triwulan I 2009 2008 2008 IV 2008 I Belanja Pegawai 241,373 253,737 157,626 170,352 Belanja Gaji dan Tunjangan 223,989 234,308 122,121 168,341 17,518 19,560 35,897 2,046 Belanja Honorarium/Lembur/ Vakasi/Tunj K Belanja Kontribusi Sosial (133) (132) (392) (35) II Belanja Barang 74,394 81,720 117,693 45,525 Belanja Barang 44,349 47,091 62,891 26,096 Belanja Jasa 6,914 9,206 13,686 4,586 Belanja Perjalanan 15,952 16,670 30,569 6,289 Belanja Pemeliharaan 7,179 8,753 10,546 8,553 600 846 2,227 4,049 III Belanja Denda dan Subsidi Perusahaan Belanja Denda 120 4 4,049 Belanja Subsidi Perusahaan Negara 480 842 2,227 IV Belanja Bantuan Sosial 63,913 128,138 303,146 63,751 Belanja Bantuan Sosial Lembaga Pendidikan d 53,940 94,170 204,155 62,600 Belanja Lembaga Sosial Lainnya 9,973 33,968 98,991 1,152 V Belanja Lain-Lain 4,190 22,196 36,621 62,364 Belanja Lain-Lain 4,190 22,196 36,621 62,364 VI Belanja Modal 194,354 211,364 260,010 76,647 Belanja Modal Tanah 1,071 934 2,721 Belanja Modal Peralatan dan Mesin 10,247 20,508 72,977 3,358 Belanja Modal Gedung dan Bangunan 8,238 20,271 46,160 395 Belanja Modal Jalan, Irigasi, dan Jaringan 163,832 157,229 129,583 72,579 Belanja Pemeliharaan yang dikapitalisasi 109 561 2,556 Belanja Modal Fisik Lainnya 10,857 11,861 6,013 315 Total Realisasi Belanja 578,826 698,001 877,323 422,688 REALISASI BELANJA (dalam juta Rupiah) Pertumbuhan (%) Nominal 8.07 12,726 46,219 37.85 (33,851) (94.30) 357 (91.14) (72,168) (61.32) (36,795) (58.51) (9,100) (66.49) (24,280) (79.43) (1,993) (18.90) 1,822 81.81 4,049 (2,227) (100.00) (239,395) (78.97) (141,555) (69.34) (97,840) (98.84) 25,742 70.29 25,742 70.29 (183,363) (70.52) (2,721) (100.00) (69,619) (95.40) (45,765) (99.14) (57,004) (43.99) (2,556) (100.00) (5,698) (94.77) (454,635) (51.82) Sumber: Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kanwil V Jambi, Laporan Arus Kas SAKUN Wilayah Jambi. Unaudited, diolah Belanja modal pada triwulan I tahun 2009 baru terealisasi Rp76,65 miliar menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah untuk meningkatkan pembangunan di daerah masih bisa dioptimalkan lagi. Dengan kata lain, belanja pemerintah daerah untuk pembangunan seharusnya masih bisa terakselerasi lebih cepat dalam rangka mendorong perekonomian di daerah. Berdasarkan pangsanya, share tertinggi dari realisasi belanja adalah belanja pegawai sebesar 40,30%, diikuti dengan belanja modal yang mencapai 18,13%, belanja bantuan sosial yang mencapai 15,08% serta belanja lain-lain 14,75%. 74 KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Grafik 4.7. Pangsa (Share) Realisasi Belanja Pemerintah Pusat di Provinsi Jambi belanja denda dan subsidi perusahaan negara 18.13% belanja modal 14.75% belanja lain-lain 15.08% belanja barang 10.77% belanja bantuan sosial 0.96% belanja pegawai 40.30% H. Keuangan Pemerintah Daerah Perkembangan simpanan pemerintah daerah di perbankan Jambi mencapai Rp1,93 triliun pada triwulan laporan, meningkat sebesar 67,49% dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan pangsanya, simpanan pemerintah daerah di perbankan paling besar dalam bentuk giro (66,04%), diikuti dengan deposito sebesar 33,38%. Grafik 4.8. Perkembangan Deposito dan Giro Pemerintah Daerah Provinsi Jambi (dalam juta Rupiah) 1,800,000 Deposito Giro 1,600,000 1,400,000 1,200,000 1,000,000 800,000 600,000 400,000 200,000 Jan- Feb- Mar- Apr- May- Jun- Jul-08 Aug- Sep- Oct- Nov- Dec- Jan- Feb- Mar08 08 08 08 08 08 08 08 08 08 08 09 09 09 Simpanan pemerintah daerah (secara total) terus mengalami kenaikan sejak bulan Januari setelah terjadi penurunan jumlah simpanan di bulan Desember 2008. Terus meningkatnya simpanan pemerintah daerah ini mengindikasikan pemerintah daerah belum mempergunakan belanja daerah secara optimal. 75 Halaman ini sengaja dikosongkan BAB V PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Pada periode triwulan laporan, aktivitas pembayaran di Jambi mengalami penurunan baik untuk aktivitas pembayaran tunai maupun non tunai. Aktivitas pembayaran tunai tercermin dari aliran uang masuk/inflows dan uang keluar/outflows dari kas Bank Indonesia yang berasal dari setoran dan pembayaran kepada bank-bank umum. Sementara, perkembangan pembayaran non-tunai dilihat dari aktivitas kliring dan RTGS. Tabel 5.1 Perkembangan Sistem Pembayaran Provinsi Jambi (dalam miliar rupiah) Uraian Nilai Kliring (miliar Rp) Volume Kliring (lembar warkat) Aliran Uang Masuk/Inflows (miliar Rp) Aliran Uang Keluar/Ouflows (miliar Rp) Net Inflows/ (Net Outflows) (miliar Rp) RTGS dari jambi (miliar Rp) RTGS ke Jambi (miliar Rp) Penemuan Uang Palsu - Pecahan Rp100.000,00 - Pecahan Rp50.000,00 - Pecahan Rp20.000,00 - Pecahan Rp10.000,00 Jumlah PTTB (miliar Rp) Perbandingan PTTB thd. Inflows (%) Cek dan BG Kosong - Lembar - Nominal (miliar Rp) Trw.I 1,670.79 60,526 270.14 732.44 (462.30) 5,620.00 16,025.00 2008 Trw.II 2009 Trw.I Pertumbuhan (q-t-q) Nominal Persen Trw. III Trw. IV 1,931.68 67,008 129.61 1,242.07 (1,112.46) 6,351.75 16,874.15 2,066.99 68,947 226.79 1,191.14 (964.35) 7,204.01 19,314.53 2,010.42 60,278 558.43 695.55 (137.12) 7,384.30 19,030.05 1,413.80 58,349 295.02 263.40 31.62 5,511.05 18,792.30 (596.62) (1,929) (263.41) (432.16) 168.74 (1,873.25) (237.75) (29.68) (3.20) (47.17) (62.13) (123.06) (25.37) (1.25) 1 70.92 12.70 29.58 10.03 (41.34) (3) (58.29) (21.06) 971 32.39 900 27.29 (71) (5.10) (7.31) (15.76) 79.43 29.40 1 63.85 49.27 63.71 28.09 545 13.45 557 14.72 808 28.49 - A. Perkembangan Alat Pembayaran Tunai A.1. Aliran Uang Kartal Melalui Bank Indonesia Jambi Pada triwulan laporan, perkembangan aktivitas pembayaran tunai mengalami penurunan baik dari sisi penerimaan (inflow) maupun untuk aktivitas pembayaran (outflow) jika dibandingkan dengan periode triwulan sebelumnya. Jika dilihat pergerakan inflow secara bulanan menunjukkan bahwa di bulan Januari 2009 inflow mampu mencapai sebesar Rp186,52 miliar atau hampir sebesar 63,24% dari total inflow triwulan laporan. Peningkatan aliran uang masuk (inflow) pada bulan Januari 2009 sehubungan dengan pasca liburan panjang pada akhir tahun 2008. 77 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Grafik 5.1 Inflows, Outflows, Netflows dan Perkembangan Netflows di Provinsi Jambi Rp miliar Persen 500 1,600 1,400 400 1,200 300 1,000 800 200 600 100 400 0 200 -100 0 -200 -200 Q1- Q2- Q3- Q4- Q1- Q2- Q3- Q4- Q1- Q2- Q3- Q4- Q1- Q2- Q3- Q4- Q1- Q2- Q3- Q4- Q1- Q2- Q3- Q4- Q103 03 03 03 04 04 04 04 05 05 05 05 06 06 06 06 07 07 07 07 08 08 08 08 09 Inflows Outflows Net Outflows Pert. Net Outflows (%) Pada triwulan laporan, aliran kas keluar bersih (net cash outflow) menurun tajam sebesar Rp168,75 miliar (123,06%), bahkan nilai aliran kas keluar bersih menjadi negatif (inflow>outflow). Penurunan net cash outflow tersebut ditandai oleh menurunnya aliran kas keluar (cash outflow) sebesar 62,13%, yaitu dari Rp695,55 miliar menjadi Rp263,40 miliar sementara aliran kas masuk mengalami penurunan sebesar 47,17% yaitu dari Rp558,43 miliar menjadi Rp295,02 miliar. A.2. Penyediaan Uang Layak Edar Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) terhadap uang kartal yang tidak layak edar (lusuh/rusak) yang masuk ke Bank Indonesia ditujukan untuk menjaga kelayakan uang yang diedarkan (fit for circulation). Pada triwulan laporan, jumlah ratio PTTB dibandingkan inflows sebesar 10,03% (Rp29,58 miliar). A.3. Perkembangan Jumlah Uang Palsu yang Ditemukan Pada triwulan laporan tidak ditemukan uang palsu pada pecahan berapapun. Untuk menjaga tidak beredarnya uang palsu di Provinsi Jambi, Kantor Bank Indonesia Jambi masih terus melakukan kegiatan Sosialisasi Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah kepada masyarakat. B. Perkembangan Alat Pembayaran Non Tunai B.1. Perkembangan Kliring Lokal Lalu lintas pembayaran non tunai melalui kliring lokal pada triwulan laporan sebesar Rp1.413,80 miliar atau turun sebesar 29,68% dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp2.010,42 miliar. Penurunan tersebut diikuti 78 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN juga dengan berkurangnya jumlah warkat kliring sebesar 3,20%, yaitu dari 60.278 lembar menjadi 58.349 lembar. Di sisi lain, jumlah nominal penolakan kliring juga mengalami penurunan sebesar 15.76%, yaitu dari Rp32,39 miliar menjadi Rp27,29 miliar. Penurunan jumlah nominal penolakan kliring diikuti juga dengan penurunan cek dan BG kosong. Pada triwulan laporan, jumlah lembar cek dan BG kosong menurun sebesar 7,31%, yaitu dari 971 lembar menjadi 900 lembar. Grafik 5.2 dan 5.3 Perkembangan Nominal dan Volume Kliring dalam miliar Rupiah 2,500 2,000 1,932 Persen 35 2,067 2,010 15.61 1,414 7.00 1,000 15 (5) 500 (15) - (25) Trw.I Trw.II Trw. III Trw. IV 2008 Nilai Kliring 80,000 5 (2.74) (4.41) 10.71 25 1,671 1,500 Persen 15 lembar warkat 120,000 Trw.I 67,008 60,526 0.96 60,278 2.89 58,349 (3.20) 40,000 (12.57) Trw.I Trw.II Trw. III Trw. IV 2008 2009 Pertumbuhan Nilai Kliring 68,947 Volume Kliring Grafik 5.2 (15) Trw.I 2009 Pertumbuhan Volume Kliring Grafik 5.3 B.2. Transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS) Pada triwulan laporan, transaksi melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI RTGS) di Kantor Bank Indonesia Jambi secara total (keluar dan masuk/dari dan ke) menurun yaitu sebesar 7,99% sehingga menjadi sebesar Rp24,30 triliun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp26,41 triliun. Transfer keluar dari Provinsi Jambi menurun sebesar Rp1,87 triliun (25,37%) dan transfer masuk ke Provinsi Jambi menurun sebesar Rp237,75 miliar (1,25%) pada triwulan I tahun 2009. 79 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Tabel 5.2 Perkembangan Transaksi RTGS (dalam miliar rupiah) Kumulatif Triwulanan Keterangan TW IV-06 TW I-07 TW II-07 TW III-07 TW IV-07 TW I-08 TW II-08 TW III-08 TW IV-08 TW I-09 Dari Ke 7,711.43 5,552.37 5,469.05 6,683.00 6,789.21 5,620.00 6,351.75 7,204.01 7,384.30 5,511.05 6,850.96 4,540.66 11,659.81 15,264.37 14,003.22 16,025.00 16,874.15 19,314.53 19,030.05 18,792.30 Sumber: www.bi.go.id & KBI Jambi 80 Rata-Rata Harian Dari 130.70 89.55 88.21 102.82 113.15 93.67 100.82 114.35 121.05 93.41 Ke 116.12 73.24 188.06 234.84 233.39 267.08 267.84 306.58 311.97 318.51 Pertumbuhan Kumulatif triwulanan Rata-rata harian Dari Ke Dari Ke 19.46 38.01 27.56 47.37 (28.00) (33.72) (31.48) (36.93) (1.50) 156.79 (1.50) 156.79 22.20 30.91 16.56 24.87 1.59 (8.26) 10.06 (0.62) (17.22) 14.44 (17.22) 14.44 13.02 5.30 7.64 0.28 13.42 14.46 13.42 14.46 2.50 (1.47) 5.86 1.76 (25.37) (1.25) (22.84) 2.10 BAB VI KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN Pada periode triwulan laporan, jumlah pencari kerja berdasarkan jenjang pendidikan menurun jika dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2008. Namun, memburuknya hasil survei ekspektasi konsumen (SEK) pada periode triwulan laporan menunjukkan masih pesimisnya masyarakat akan kondisi ketenagakerjaan ke depan.38 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan laporan (posisi bulan Februari 2009) mengalami peningkatan jika dibandingkan triwulan sebelumnya (posisi Desember 2008). Sementara itu, biaya kebutuhan hidup minimum (KHM)/kebutuhan hidup layak (KHL) pada triwulan laporan meningkat akan tetapi seiring dengan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jambi tahun 2009 menyebabkan rasio UMP terhadap KHM/KHL triwulan I tahun 2009 meningkat menjadi 87,13%.39 A. Ketenagakerjaan Daerah Berdasarkan data ketenagakerjaan yang dikeluarkan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jambi pada triwulan I tahun 2009, jumlah pencari kerja di provinsi Jambi menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari 79.107 orang menjadi 70.010 orang. Berdasarkan distribusinya, jumlah pencari kerja masih didominasi oleh tingkat pendidikan Sekolah Menegah Umum (SMU) dan sederajat yaitu sebesar 42.820 orang (61,16%), diikuti dengan Sarjana (S1) sebanyak 13.460 orang (19.15), dan akademi/akta III sebanyak 5.217 orang (7,45%). 38 Nilai saldo ekspektasi pengangguran menurun artinya masyarakat menilai ke depannya jumlah pengangguran akan meningkat. 39 Rasio Upah Minimum Provinsi (UMP) terhadap kebutuhan hidup minimum (KHM)/kebutuhan hidup layak (KHL) dinyatakan dalam satuan persen (%). 81 KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN Grafik 6.1. Jumlah Pencari Kerja per Jenjang Pendidikan di Provinsi Jambi40 50,000 - 40,000 (5.00) 30,000 (10.00) 20,000 (15.00) 10,000 (20.00) (25.00) Tidak tamat SLTP dan dan Tamat sederajat SD SMU dan sederajat Trw.IV-08 Diploma / Akta I/II Akademi / Sarjana (S1) Akta III Trw.I-09 Pertumbuhan (RHS) Berdasarkan survei ekspektasi konsumen, jumlah penganguran saat ini dibandingkan 6 s.d 12 bulan yang lalu menunjukkan kondisi pesimis. Kondisi ini tercermin dari nilai saldo kondisi pengangguran yang sebesar 52,67 lebih rendah dari triwulan lalu yang sebesar 82,67. Hal yang sama terjadi untuk ekspektasi pengangguran dalam 6-12 bulan yang akan datang. Kondisi pengangguran juga memburuk yang ditunjukkan dengan penurunan nilai saldo yaitu dari sebesar 88,00 menjadi 64,00. Secara keseluruhan, nilai saldo kondisi pengangguran serta ekspektasi terhadap pengangguran masih berada pada level pesimis pada triwulan laporan. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat memandang kondisi ketenagakerjaan masih kurang kondusif. Grafik 6.2. Grafik Nilai Saldo Ekspektasi Pengangguran dan Kondisi Pengangguran Indeks 120.00 Ekspektasi pengangguran Kondisi pengangguran 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 II III IV I II III 2005 IV I II III IV I 2006 Sumber: Bank Indoneisa (diolah) 40 Data Triwulan I 2009 sampai dengan bulan Februari 2009 82 II III 2007 IV I II III 2008 IV I 2009 KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN B. Kesejahteraan Inflasi yang dialami oleh Kota Jambi dalam triwulan laporan41 menyebabkan meningkatnya biaya kebutuhan hidup minimum (KHM)/kebutuhan hidup layak (KHL) per bulan di Provinsi Jambi yaitu menjadi Rp918.121,00 dari sebesar Rp890.818,75 pada triwulan lalu. Grafik 6.3-6.6. Perkembangan Harga Rata-rata Bulanan Beberapa Bahan Kebutuhan Pokok Rp Rp 140,000 6,000 120,000 5,500 100,000 5,000 80,000 4,500 60,000 4,000 Rp 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 - 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 2007 Merk Anggur IR 64 (aksis kanan) 2008 2009 Merk King IR 42 (aksis kanan) 2007 Merk Belida 2008 Segi Tiga Biru Perkembangan Harga Beras 2009 Merk Lencana Perkembangan Harga Tepung Terigu Grafik 6.3 Grafik 6.4 Rp Rp 16,000 14,000 12,000 10,000 Rp 40,000 20,000 32,000 16,000 24,000 12,000 16,000 8,000 8,000 4,000 8,000 6,000 4,000 2,000 - - 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 2007 2008 Bimoli Botol Special 2009 Tanpa Merk Perkembangan Harga Minyak Goreng 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 2007 Ayam Kampung (aksis kiri) Kacang Kedelai Impor Bawang Merah 2008 2009 Susu Merk Dancow (aksis kiri) Daging Ayam Broiler (aksis kiri) Perkembangan Harga Komoditas lainnya Grafik 6.5 Grafik 6.6 Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jambi, 2008. Beberapa bahan kebutuhan pokok (lihat Grafik 6.4) menunjukkan harga yang stabil pada triwulan laporan kecuali untuk harga beras. Harga beras pada triwulan ini sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan lalu, seperti untuk beras anggur, IR 62 dan IR 64.42 Harga minyak goreng bermerek menunjukkan sedikit penurunan namun sebaliknya untuk minyak goreng tanpa merek mengalami peningkatan harga pada triwulan laporan. Sedikit meningkatnya harga bahan kebutuhan pokok pada triwulan laporan menyebabkan meningkatnya biaya KHM/KHL sebesar 3,06%. Akan tetapi 41 42 Inflasi kota Jambi pada triwulan laporan adalah sebesar 0,26% (q-t-q). Sumber: Disperindag Provinsi Jambi, 2008. 83 KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN dengan meningkatnya UMP Jambi di tahun 2009 menyebabkan rasio UMP terhadap KHM/KHL triwulan I tahun 2009 meningkat menjadi 87,13% dari 83,33% pada triwulan sebelumnya. Akan tetapi, dengan nilai rasio yang di bawah 100% ini masih menunjukkan jika para pekerja mendapatkan upah sesuai atau bahkan dibawah UMP tentunya akan berat bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk melihat indikator kesejahteraan petani pada triwulan laporan, antara lain dapat menggunakan Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Jambi pada bulan Februari 2009. Pada bulan Februari 2009, NTP sebesar 91,45 atau meningkat 2,93% dibandingkan bulan Desember 2008 (88,85).43 Meningkatnya NTP petani pada triwulan ini disebabkan oleh meningkatnya pendapatan petani yang tercermin dari meningkatnya indeks yang diterima oleh petani sebesar 2,79% sedangkan indeks yang dibayar oleh petani untuk konsumsi barang dan jasa mengalami sedikit penurunan yaitu sebesar 0,14%. Namun demikian, indeks yang dibayar oleh petani masih tetap lebih tinggi dibandingkan indeks yang diterima sehingga indeks NTP petani pada triwulan laporan masih berada di bawah 100%. Meningkatnya indeks harga yang diterima petani (It) terutama disebabkan oleh peningkatan dari sub sektor tanaman padi dan palawija yaitu sebesar 5,96% serta sub sektor perkebunan rakyat yang meningkat sebesar 3,91%. Sementara itu, dari 5 sub sektor NTP, hanya sub sektor holtikultura yang menurun pada triwulan ini yaitu sebesar 3,47%. Indeks harga yang dibayar (Ib) mencerminkan fluktuasi harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat pedesaan, khususnya petani yang merupakan bagian terbesar, serta fluktuasi harga barang dan jasa yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian. Pada bulan Februari 2009, Ib mengalami penurunan 0,14% dari sebesar 117,18 menjadi 117,02. Penurunan 43 NTP adalah angka perbandingan antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam bentuk persentase. NTP juga menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang atau jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Sehingga, NTP dapat dikatakan sebagai cerminan atau indikator relatif tingkat kesejahteraan petani. 84 KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN ini juga diikuti oleh penurunan 4 sub sektor lainnya yaitu perikanan, perkebunan rakyat, holtikultura, serta peternakan masing-masing sebesar 0,54%; 0,28%; 0,10%; dan 0,05%, sementara Indeks harga yang dibayar sub sektor tanaman padi palawija meningkat sebesar 0,06%. Tabel 6.1. Nilai Tukar Petani (NTP) Per Sub Sektor (2007=100) 2008 KELOMPOK DAN SUB KELOMPOK 1 Tanaman Padi Palawija a Indeks Diterima Petani - Padi - Palawija b Indeks Dibayar Petani - Indeks Konsumsi Rumah Tangga - Indeks BPPBM Nilai Tukar Petani (NTP-P) 2 Hortikultura a Indeks Diterima Petani - Sayur-sayuran - Buah-buahan b Indeks Dibayar Petani - Indeks Konsumsi Rumah Tangga - Indeks BPPBM Nilai Tukar Petani (NTP-H) 3 Tanaman Perkebunan Rakyat a Indeks Diterima Petani - Tanaman Perkebunan Rakyat b Indeks Dibayar Petani - Indeks Konsumsi Rumah Tangga - Indeks BPPBM Nilai Tukar Petani (NTP-Pr) 4 Peternakan a Indeks Diterima Petani - Ternak Besar - Ternak Kecil - Unggas - Hasil Ternak b Indeks Dibayar Petani - Indeks Konsumsi Rumah Tangga - Indeks BPPBM Nilai Tukar Petani (NTP-Pt) 5 Perikanan a Indeks Diterima Petani - Penangkapan - Budidaya b Indeks Dibayar Petani - Indeks Konsumsi Rumah Tangga - Indeks BPPBM Nilai Tukar Petani (NTP-Pi) PROVINSI JAMBI a INDEKS YANG DITERIMA (It) b INDEKS YANG DIBAYAR (Ib) c NILAI TUKAR PETANI (NTPp) 2009 PERSENTASE PERUBAHAN (%) (Desember Ke Februari) JUNI JULI AGUSTUS SEPT OKT NOV DES JAN FEB 110.8 108.07 121.46 113.23 112.23 117.42 97.86 109.19 104.69 126.7 114.72 113.96 117.89 95.18 109.65 104.69 128.95 115.55 114.96 118.02 94.89 110.38 104.69 132.55 116.14 115.53 118.68 95.04 113.93 106.86 131.7 116.96 116.34 119.57 95.7 111.61 106.86 130.12 116.58 115.91 119.39 95.74 112.72 108.6 128.79 116.98 116.23 120.12 96.36 112.72 108.6 128.79 116.87 116.1 120.12 96.45 119.44 115.89 133.29 117.05 116.09 121.05 102.05 5.96 6.71 3.49 0.06 -0.12 0.77 5.90 121.68 128.48 113.44 113.06 111.86 117.61 107.63 123.77 132.87 112.75 114.67 113.6 118.76 107.93 125.39 135.34 113.35 115.53 114.6 119.1 108.54 114.09 114.36 113.76 116.35 115.19 120.8 98.05 109.68 105.85 114.33 117.01 115.99 120.87 93.74 113.38 112.6 114.33 116.52 115.57 120.15 97.3 113.01 115.27 110.28 116.89 115.88 120.72 96.69 109.28 108.45 110.28 116.82 115.8 120.72 93.54 109.09 108.11 110.28 116.77 115.79 120.52 93.42 -3.47 -6.21 0.00 -0.10 -0.08 -0.17 -3.38 125.59 125.59 114.05 113.69 115.44 110.12 133.15 133.15 116.74 116.03 119.5 114.06 128.86 128.86 117.93 117.21 120.69 109.27 119.62 119.62 118.62 117.75 121.99 100.84 88.76 88.76 119.25 118.15 123.46 74.43 86.71 86.71 117.69 117.69 115.57 73.1 92.84 92.84 118.19 117.66 120.24 78.55 92.84 92.84 117.98 117.39 120.24 78.7 96.47 96.47 117.86 117.22 120.32 81.85 3.91 3.91 -0.28 -0.37 0.07 4.20 105.85 102.31 109.84 111.28 116.05 111.39 110.88 112.09 95.03 107.1 102.31 109.84 116.69 116.05 112.3 112.37 112.19 95.37 107.1 102.31 109.84 116.69 116.05 112.87 113.37 112.19 94.88 108.79 102.31 109.84 121.25 128.66 113.94 114.24 113.53 95.48 108.77 102.43 109.84 120.66 129.45 114.5 115.21 113.53 94.99 108.51 102.43 109.84 119.16 131.19 114.66 114.86 114.38 94.64 108.42 102.43 109.84 118.78 131.19 114.89 114.89 114.9 94.37 108.42 102.43 109.84 118.78 131.19 114.8 114.73 114.9 94.44 109.38 102.43 109.84 122.92 131.19 114.83 114.78 114.9 95.25 0.89 0.00 0.00 3.49 0.00 -0.05 -0.10 0.00 0.93 103.77 100.52 110.02 112.65 111.39 114.44 92.12 104.55 100.52 112.31 114.35 112.59 117.08 91.43 104.55 100.52 122.31 115.03 113.57 117.08 90.89 104.55 100.52 112.31 115.62 114.42 117.08 90.43 104.55 100.52 112.31 115.53 115.23 115.09 90.5 104.55 100.52 112.31 115.26 115.04 114.69 90.71 104.55 100.52 112.31 115.19 115.28 113.97 90.77 104.55 100.52 112.31 114.84 115.25 113.97 91.05 106.07 100.52 116.75 114.57 114.84 113.98 92.59 1.45 0.00 3.95 -0.54 -0.38 0.01 2.01 117.88 113.33 104.02 120.94 115.27 104.92 119.64 116.21 102.87 114.37 116.93 97.81 101.7 117.59 86.49 101.4 117.15 86.56 104.11 117.18 88.85 103.47 117.03 88.41 107.01 117.02 91.45 2.79 -0.14 2.93 C. Kemiskinan Dalam rangka turut mensukseskan program pemerintah dalam hal penanggulangan kemiskinan, pemerintah Jambi (melalui Bulog Divre Jambi) secara rutin membagikan beras miskin (raskin) kepada masayarakat yang berhak. Pada triwulan laporan, penyaluran raskin sebesar 3.109 ton atau menurun sebesar 76,04% dibandingkan triwulan sebelumnya. 85 KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN Grafik 6.7. Penyaluran Raskin di Provinsi Jambi 14,000,000 250 12,000,000 200 10,000,000 150 8,000,000 100 6,000,000 50 4,000,000 - 2,000,000 (50) (100) TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TRW TW I IV 2005 2006 Penyaluran Raskin (kg), aksis kiri Sumber: Bulog Prov. Jambi Sumber: BPS Provinsi Jambi (diolah) 86 2007 2008 Pertumbuhan Raskin (%), aksis kanan 2009 BAB VII PERKIRAAN EKONOMI DAN HARGA DAERAH Laju pertumbuhan PDRB Provinsi Jambi pada triwulan II tahun 2009 diperkirakan masih tumbuh positif, walupun melambat dibandingkan triwulan I tahun 2009. Pengeluaran konsumsi rumah tangga diperkirakan masih menjadi kontributor utama pendorong pertumbuhan ekonomi Jambi pada triwulan mendatang. Dari sisi penawaran, kontribusi pertumbuhan ekonomi Jambi masih disumbangkan oleh sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pertambangan dan penggalian serta sektor industri pengolahan. Perkembangan harga-harga pada triwulan mendatang diperkirakan masih terjadi inflasi dengan besaran yang relatif lebih tinggi dibanding triwulan laporan (q-t-q). A. Pertumbuhan Ekonomi Laju pertumbuhan PDRB Provinsi Jambi pada triwulan mendatang diperkirakan masih tumbuh melambat yaitu sebesar 5,50±1%. Pengeluaran konsumsi rumah tangga masih menjadi motor utama pendorong pertumbuhan ekonomi Jambi. Hal ini tercermin dengan terus meningkatnya indeks ekspektasi penghasilan yang meningkat menjadi 160,67 dibandingkan triwulan laporan yang sebesar 130,67. Meningkatnya ekspektasi penghasilan ini terkait dengan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) Jambi menjadi sebesar Rp800.000 (naik 10,14%). Kondisi ini juga menunjukkan bahwa masyarakat yakin bahwa pada triwulan mendatang income yang didapatkannya relatif meningkat sehingga konsumsi terhadap barang dan jasa juga semakin besar. Menurunnya suku bunga perbankan juga berpotensi mendorong konsumsi masyarakat dibandingkan dengan menyimpan dananya di perbankan. 87 PERKIRAAN EKONOMI DAN HARGA DAERAH Grafik 7.1. Perkembangan Ekspektasi Ekonomi, Ekspektasi Pengangguran dan Ekspektasi Penghasilan Indeks 180.00 Ekspektasi ekonomi Ekspektasi pengangguran Ekspektasi penghasilan 160.00 140.00 120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 I II III IV I II 2004 III IV I II 2005 III IV I 2006 II III IV 2007 I II III 2008 IV I 2009 Sementara, dari hasil Survei Ekspektasi Konsumen (SEK) pada triwulan laporan, nilai saldo rencana konsumsi dalam 6 s.d 12 bulan yang akan datang berada pada level pesimis kecuali nilai saldo rencana konsumsi barang sandang yang sebesar 173,33. Sedangkan nilai saldo indikator lainnya yaitu: pembelian/perbaikan rumah (66,00), peralatan rumah tangga (62,00), perabotan rumah tangga (41,3), (92,00). Hal kendaraan bermotor (36,67), serta rekreasi/tamasya ini menunjukkan bahwa kecenderungan belanja masyarakat di triwulan II tahun 2009 terutama untuk memenuhi kebutuhan pokok terlebih dahulu dibandingkan dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya. 88 PERKIRAAN EKONOMI DAN HARGA DAERAH Grafik 7.2. Rencana Konsumsi dalam 6-12 bulan yang akan datang Indeks 180.00 160.00 140.00 120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 I II III IV 2004 I II III IV I 2005 II III IV 2006 I II III IV I II 2007 III 2008 Peralatan rumah tangga Perabotan rumah tangga Kendaraan bermotor Barang sandang Pembelian/perbaikan rumah Rekreasi/tamasya IV I 2009 Berdasarkan hasil SKDU triwulan IV-2008, tercermin bahwa optimisme responden di sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik dan air minum, sektor perdagangan, listrik dan air, PHR, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa masih menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Hal ini terlihat dari perkiraan nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) untuk sektor tersebut yang masih positif (Tabel 7.1). Tabel 7.1. Saldo Bersih Tertimbang Perkembangan Dunia Usaha Saldo Bersih Tertimbang No Sektor/Subsektor Realisasi Trw I-2009 Prakiraan Trw II-2009 1 Pertanian 2.67 2 Pertambangan dan Penggalian 1.43 1.43 3 Industri Pengolahan 0.69 (0.69) 4 Listrik dan Air Minum 0.20 0.20 5 Bangunan (0.69) (0.69) 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran (5.44) 0.54 7 Pengangkutan dan Komunikasi 0.91 (0.91) 8 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 2.37 1.42 9 Jasa-jasa 1.06 1.06 3.20 2.36 Total 0.00 Dari sisi penawaran, perkembangan sektor pertanian pada triwulan mendatang diperkirakan masih tetap tumbuh positif. Mulai membaiknya harga 89 PERKIRAAN EKONOMI DAN HARGA DAERAH komoditas perkebunan seperti kelapa sawit menjadi pendorong tumbuhnya sektor pertanian pada triwulan mendatang. Sub sektor tanaman bahan makanan juga diperkirakan tumbuh positif yang didorong oleh mulai masuknya musim panen padi. Sementara itu, kondisi cuaca di laut yang kurang mendukung turut mempengaruhi hasil tangkapan sehingga pertumbuhan sektor perikanan diperkirakan menurun. Sektor industri pengolahan diperkirakan akan meningkat pertumbuhannya sejalan dengan pertumbuhan sektor pertanian. Membaiknya harga komoditas unggulan provinsi Jambi (sawit) diperkirakan akan mendukung pertumbuhan sektor industri pengolahan. Nilai lifting minyak bumi diperkirakan akan meningkat sejalan dengan membaiknya harga minyak mentah di pasar internasional sehingga mendorong perusahaan minyak bumi meningkatkan produksinya. Proyeksi Bank Indonesia Jambi, pertumbuhan ekonomi tahunan (y-o-y) Provinsi Jambi pada triwulan II tahun 2009 diperkirakan pada kisaran 4,50%5,50% (skenario pesimis) atau sebesar 5,51%-6,50% (skenario optimis). Sementara proyeksi pertumbuhan ekonomi sampai dengan akhir tahun 2009 diperkirakan pada kisaran 4,00%-5,00% (skenario pesimis) atau sebesar 5,01%6,00% (skenario optimis). Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas ditengah tantangan krisis ekonomi dunia, diperlukan langkah nyata dan effort yang lebih besar dari Pemerintah Daerah Jambi untuk memacu pertumbuhan ekonominya. Beberapa prasyarat agar pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi bisa tumbuh lebih baik, antara lain melalui: 1. Percepatan realisasi APBD terutama pada sektor yang dapat menstimulus perekonomian Jambi. Telah disahkannya APBD Provinsi Jambi pada akhir periode tahun 2008 memberikan peluang bagi pemerintah daerah untuk menyegerakan realisasi belanja APBD 2009 sehingga mampu mempercepat stimulus pembangunan ekonomi di Jambi. Stimulus yang diberikan terutama untuk sektor-sektor yang berdampak tinggi terhadap perokonomian Jambi serta ketenagakerjaan 90 PERKIRAAN EKONOMI DAN HARGA DAERAH seperti sektor pertanian, industri manufaktur, perikanan dan kelautan, migas dan pertambangan, kehutanan, jasa perdagangan, jasa pariwisata, jasa angkutan, jasa tenaga kerja dan UMKM. Selain itu, pembangunan Infrastruktur bidang transportasi (terutama jalan dan jembatan) harus dipercepat dalam rangka meningkatkan pelayanan bagi aktivitas perdagangan serta mengurangi biaya distribusi akibat kurang kondusifnya sarana jalan dan jembatan. 2. Optimalisasi Penyerapan Tenaga Kerja Daerah. Dengan terealisasinya belanja modal pemerintah, terutama untuk proyekproyek fisik serta program percepatan ekonomi lainnya diharapkan dapat mengoptimalkan penggunaan tenaga kerja lokal sehingga mampu membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat Jambi yang berdampak pada menurunnya angka pengangguran dan kemiskinan, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat. Disamping itu,peningkatan program padat karya (misal: revitalisasi pertanian, perikanan dan peternakan, program pengembangan jalan lingkungan) dapat menjadi solusi untuk peningkatan penyerapan tenaga kerja. 3. Penguatan ekspor barang dan jasa. Penguatan ekspor di Jambi dapat dilakukan dengan perbaikan kualitas dan produktivitas komoditas utama ekspor (seperti karet dan kelapa sawit) sehingga dapat tetap menjaga daya saing di pasar internasional. Selain itu, untuk mempermudah jalur transportasi dapat dilakukan dengan percepatan pembangunan jalan dan jembatan dari dan ke pelabuhan Muara Sabak. 4. Pengendalian Inflasi yang Forward Looking. Inflasi Kota Jambi lebih dipengaruhi oleh sisi supply. Kondisi jalur distribusi yang kurang kondusif dapat memicu kenaikan harga lebih tinggi lagi. Naiknya harga bahan makanan akan menggerus pendapatan masyarakat dan pengusaha yang pada akhirnya akan menurunkan daya beli masyarakat. Penurunan daya beli (konsumsi masyarakat) tentunya akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi masyarakat. Selain dari sisi infrastruktur, penanganan inflasi juga dapat dilakukan dengan pengamanan pasar lokal dan regional melalui penggunaan produk yang dihasilkan daerah dengan memberikan preferensi harga kepada perusahaan penyedia barang/jasa. Dengan demikian, diperlukan kebijakan penanganan inflasi (pengendalian harga-harga) yang koordinatif antar dinas/instansi terkait secara berkesinambungan sehingga 91 PERKIRAAN EKONOMI DAN HARGA DAERAH dapat mendukung terciptanya inflasi yang relatif rendah dan stabil. Oleh karena itu, tersedianya Forum Diskusi/Tim Pemantau Inflasi daerah sangat berguna dalam memberikan rekomendasi yang berguna bagi pengambil kebijakan di daerah untuk mengendalikan angka inflasi daerah. 5. Kebijakan Agrobisnis yang menguntungkan bagi petani dan pengusaha. Belum tersedianya industri hilir dalam skala besar menyebabkan pergerakan harga komoditas unggulan (sawit dan karet) sangat terpengaruh dengan kondisi pasar dunia. Hal dapat kita lihat semenjak terjadinya krisis global, harga sawit dan karet terus menurun dalam beberapa bulan terakhir sehingga menyebabkan tingkat pendapatan sebagian besar petani menurun. Hal ini akan berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat sehingga perekonomian menjadi kurang bergairah. Minat petani dalam mengelola komoditas unggulan tersebut juga dikhawatirkan akan menurun yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pembentukan produk domestik regional bruto Provinsi Jambi. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan agrobisnis yang tepat untuk mengatasi dampak dari krisis global tersebut sehingga tingkat pendapatan petani dapat kembali ke level yang optimal. Beberapa hal yang bisa dilaksanakan adalah: - Percepatan realisasi tersedianya industri hilir (misal industri minyak goreng, sabun dll) yang dapat menopang supply sawit dan karet untuk dioptimalkan menjadi komoditas yang memiliki value added lebih baik sehingga dapat meningkatkan daya saing Provinsi Jambi dalam sektor perkebunan dan dapat menjadi buffer ketika harga komoditas sedang turun. - Perlunya pemberian subsidi dalam pemenuhan stok pupuk dan obat anti serangga/hama yang dapat digunakan untuk mendukung proses produksi sehingga petani tetap dapat mempergunakan jumlah pupuk yang seimbang dan sesuai untuk meningkatkan proses produksi. 92 PERKIRAAN EKONOMI DAN HARGA DAERAH - Pengawasan distribusi pupuk yang komprehensif sehingga tidak terjadi kelangkaan di tingkat petani yang dapat mendorong peningkatan harga pupuk yang sangat memberatkan petani. - Penyuluhan dan subsidi benih unggulan sehingga dapat meningkatkan hasil produksi dan kualitas pertanian. - Penentuan tingkat harga yang saling menguntungkan antara petani dengan pengusaha sehingga terjadi hubungan bisnis yang kondusif. Oleh karena itu, perusahaan harus menghindari pembelian komoditas tersebut melalui toke.44 Hal ini dikarenakan toke membeli harga komoditas unggulan Jambi (sawit dan karet) ke petani dibawah harga pasar/harga yang telah ditetapkan sehingga menyengsarakan petani. 6. Pertumbuhan kredit perbankan Mendorong laju pertumbuhan kredit Provinsi Jambi pada triwulan II tahun 2009 berkisar 15-20% (y-o-y) melalui program-program pendampingan kepada usaha mikro dan kecil. Jika beberapa prasyarat diatas belum terpenuhi dan dampak dari melambatnya perekonomian dunia semakin terasa memburuk di Provinsi Jambi, maka peluang perekonomian Provinsi Jambi dipacu tumbuh lebih tinggi dibanding triwulan laporan sulit tercapai. B. Proyeksi Inflasi Perkembangan harga-harga pada triwulan II tahun 2009 diperkirakan relatif meningkat dibandingkan triwulan I tahun 2009. Hal ini tercermin dari masih pesimisnya nilai kondisi harga ke depannya. Laju inflasi triwulanan (q-t-q) triwulan II tahun 2009 diperkirakan akan meningkat. Kondisi ini tercermin dari hasil Survei Ekspektasi Konsumen (SEK) yang menunjukkan bahwa keyakinan masyarakat terhadap perbaikan hargaharga semakin pesimis terutama pada ekspektasi harga bahan sandang dan perumahan. Sejalan dengan hal tersebut, seluruh indikator ekspektasi harga 44 Toke bisa juga diartikan tengkulak atau cukong. 93 PERKIRAAN EKONOMI DAN HARGA DAERAH Grafik 7.3. Saldo Bersih Ekspektasi harga dalam 6-12 bulan yang akan datang Indeks 110.00 90.00 Bahan sandang Perumahan & bahan bangunan Transportasi & komunikasi Harga Umum Bahan makanan 70.00 50.00 30.00 10.00 -10.00 I II III IV I II 2004 III IV I II 2005 III IV I II 2006 III IV I II 2007 III 2008 IV I 2009 memiliki nilai yang relatif lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya (lihat Grafik 7.3). Sedangkan nilai saldo bersih (SB) untuk indikator kenaikan harga umum sebesar 22,22, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya (74,67).45 Grafik 7.4. Perkembangan Inflasi Tahun Kalender (y-o-y) Kota Jambi periode tahun 2003 s.d. 2009 (Maret) serta Perkiraan April s.d. Desember 2009 y-o-y (%) 25 2003 2006 2009 optimis 20 2004 2007 2009 pesimis 2005 2008 15 10 5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Catatan: Inflasi bulan April-Desember 2009 adalah angka perkiraan Dalam periode 5 tahun terakhir, perkembangan laju inflasi tahun kalender/y-t-d (lihat grafik 7.4) pada bulan Desember berkisar antara 4,67% (y-td) s.d 16,50% (y-t-d). Setelah mencapai puncak kenaikan harga pada bulan Juni 2008 pasca kenaikan harga BBM di bulan Mei 2008, maka laju tahunan inflasi 45 SB (Saldo Bersih) = (%baik-%buruk)+100%. Nilai dibawah 100% berarti pesimis. Nilai diatas 100% berarti optimis. Saldo Bersih ekspektasi harga merupakan hasil survey dari jawaban pertanyaan ekspektasi terhadap harga barang/jasa pada 6-12 bulan mendatang. 94 PERKIRAAN EKONOMI DAN HARGA DAERAH pada triwulan II mendatang diperkirakan akan menurun. Inflasi Kota Jambi pada Triwulan II 2009 diperkirakan sebesar 3,50%-4,25% / y-o-y (skenario optimis) atau sebesar 4,26%-5,00% / y-o-y (skenario pesimis). Pada triwulan mendatang tekanan inflasi dirasakan terutama dalam masa persiapan dan kampanye menjelang pemilihan presiden di bulan Juli. Sementara itu laju inflasi sampai dengan tahun 2009 diperkirakan akan sebesar 6,00%-7,00% / y-o-y (skenario optimis) atau sebesar 7,01%-8,00% / yo-y (skenario pesimis). Tekanan inflasi dalam tahun 2009 ini akan dirasakan terutama pada bulan Juni (persiapan pemilu presiden 2009), Juli (tahun ajaran sekolah baru serta berlangsungnya pemilu presiden), September (puasa dan hari raya Idul Fitri), serta Desember (natal dan libur akhir tahun). Grafik 7.5. Perkembangan Inflasi Bulanan (y-t-d) Kota Jambi periode tahun 2003 s.d. 2009 (Maret) serta Perkiraan April s.d. Desember 2009 y-t-d (%) 20 18 2003 2004 2005 2006 14 2007 2008 12 2009 optimis 2009 pesimis 16 10 8 6 4 2 0 -2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Catatan: Inflasi bulan April-Desember 2009 adalah angka perkiraan Beberapa faktor-faktor lain yang masih berpotensi akan memberikan tekanan inflasi selama triwulan mendatang serta berpotensi menyebabkan perkiraan inflasi keluar dari sasaran antara lain 1) Kondisi cuaca di musim pancaroba ini dapat menjadi ancaman dalam produksi pertanian dan pendistribusian barang, 2) Meningkatnya demand masyarakat terhadap kebutuhan barang dan jasa terutama terkait dengan meningkatnya income masyarakat dan menurunnya suku bunga perbankan dapat memicu meningkatnya konsumsi masyarakat, 3) Kondisi infrastruktur (jalan, jembatan) yang masih terkendala akan meningkatkan biaya distribusi dan transportasi barang dan jasa, 4) Tekanan melemahnya Rupiah dapat mempengaruhi inflasi 95 PERKIRAAN EKONOMI DAN HARGA DAERAH barang impor, 5) Pemilu legislatif yang dilaksanakan pada bulan April 2009 serta pelaksanaan pemilu presiden yang akan dilaksanakan bulan Juli 2009 diperkirakan akan memacu tingginya konsumsi masyarakat pada periode triwulan II tahun 2009. Sementara, masih tercukupinya stok beberapa kebutuhan pokok diprakirakan cukup mampu meredam potensi gejolak harga yang terjadi sewaktuwaktu akibat kemungkinan shock di sisi penawaran. Stok beras di Bulog Divre Jambi diprakirakan cukup untuk meredam gejolak harga beras. 96 LAMPIRAN KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAMBI Halaman ini sengaja dikosongkan Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jambi Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah) LAPANGAN USAHA 1. PERTANIAN a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN a. Minyak dan Gas Bumi b. Pertambangan tanpa Migas c. Penggalian 3. INDUSTRI PENGOLAHAN a. Industri Migas 1. Pengilangan Minyak Bumi 2. Gas Alam Cair b. Industri Tanpa Migas **) 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH a. Listrik b. Gas c. Air Bersih 5. BANGUNAN 6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN a. Perdagangan Besar & Eceran b. Hotel c. Restoran 7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI a. Pengangkutan 1. Angkutan Rel 2. Angkutan Jalan Raya 3. Angkutan Laut 4. Angk. Sungai, Danau & Penyebr. 5. Angkutan Udara 6. Jasa Penunjang Angkutan b. Komunikasi 1. Pos dan Telekomunikasi 2. Jasa Penunjang Komunikasi 8. KEUANGAN, PERSEWAAN, & JS. PRSH. a. Bank b. Lembaga Keuangan tanpa Bank c. Jasa Penunjang Keuangan d. Sewa Bangunan e. Jasa Perusahaan 9. JASA-JASA a. Pemerintahan Umum 1. Adm. Pemerintahan & Pertahanan 2. Jasa Pemerintah lainnya b. Swasta 1. Sosial Kemasyarakatan 2. Hiburan & Rekreasi 3. Perorangan & Rumahtangga 2007* I II IV I 1,989,061.62 665,418.98 948,476.04 103,722.77 169,876.09 101,567.75 1,611,696.95 1,483,794.19 57,202.28 70,700.48 858,527.87 90,829.43 90,829.43 767,698.44 64,544.49 52,314.03 12,230.47 315,315.27 1,147,501.02 1,049,520.50 12,332.87 85,647.65 556,578.21 517,507.98 370,046.66 55,284.96 26,590.02 38,726.97 26,859.38 39,070.23 38,324.41 745.82 297,743.06 86,883.19 25,461.44 983.70 178,456.31 5,958.42 832,904.52 713,109.70 481,160.60 231,949.10 119,794.82 80,684.15 6,700.83 32,409.84 2,071,069.41 696,847.71 975,220.89 109,982.39 176,258.53 112,759.88 1,448,251.21 1,297,111.69 59,592.70 91,546.82 914,699.44 98,844.49 98,844.49 815,854.95 71,147.20 58,407.33 12,739.87 354,188.89 1,146,148.57 1,051,998.09 12,567.62 81,582.86 578,021.10 536,153.27 376,569.74 58,245.14 27,733.52 46,064.18 27,540.68 41,867.83 41,098.14 769.69 330,785.08 109,461.05 27,256.60 1,281.85 186,447.57 6,338.01 879,560.22 754,179.46 513,473.07 240,706.40 125,380.76 84,918.23 6,603.94 33,858.58 2,137,348.25 717,375.61 987,681.15 120,824.20 184,074.21 127,393.08 1,495,188.34 1,339,095.82 62,450.15 93,642.37 959,582.79 100,161.18 100,161.18 859,421.61 76,235.82 63,217.72 13,018.10 393,721.76 1,203,828.61 1,105,075.94 12,821.13 85,931.54 594,893.15 549,481.97 386,247.91 60,789.85 28,120.51 45,803.40 28,520.31 45,411.17 44,627.56 783.61 345,002.76 117,834.98 28,436.88 1,428.26 190,742.15 6,560.49 914,414.10 783,766.07 537,344.52 246,421.55 130,648.03 88,386.34 6,730.14 35,531.55 2,169,378.70 742,835.30 1,013,933.27 126,890.83 196,939.98 88,779.32 1,525,057.30 1,367,460.85 64,800.54 92,795.92 1,071,914.43 105,738.90 105,738.90 966,175.53 77,915.34 64,385.90 13,529.44 409,246.04 1,276,434.19 1,172,229.60 13,521.95 90,682.63 615,801.33 569,854.48 399,995.31 63,452.60 28,643.77 48,559.42 29,203.38 45,946.85 45,151.46 795.40 391,298.97 143,506.30 29,109.80 1,921.69 210,151.07 6,610.10 951,671.14 815,435.35 559,480.43 255,954.93 136,235.79 93,222.06 6,828.54 36,185.19 2,278,172.35 790,955.35 1,035,722.06 128,869.16 198,954.96 123,670.81 2,369,157.08 2,131,475.58 143,246.66 94,434.84 1,106,944.62 111,258.70 111,258.70 PDRB Migas 7,673,873.03 7,793,871.12 8,120,215.57 PDRB Tanpa Migas 6,099,249.40 6,397,914.94 6,680,958.57 Keterangan: * angka sementara ** angka sangat sementara 2009** 2008* III II III IV I 2,459,512.73 875,628.75 1,092,230.50 136,627.55 212,044.32 142,981.62 3,473,284.26 3,167,228.02 207,326.93 98,729.31 1,231,215.84 120,071.65 120,071.65 2,537,018.18 910,876.55 1,094,475.31 139,897.13 215,104.23 176,664.96 1,600,266.68 1,220,404.22 277,742.63 102,119.84 1,231,227.22 108,466.62 108,466.62 995,685.91 79,097.73 65,387.48 2,366,987.60 838,396.09 1,058,898.07 132,928.56 204,498.56 132,266.32 3,208,173.73 2,943,563.09 167,931.41 96,679.24 1,163,434.22 107,913.43 107,913.43 1,055,520.79 85,814.71 70,656.56 1,111,144.19 83,810.28 67,555.65 1,122,760.61 93,153.42 76,289.14 13,710.25 423,266.64 1,306,734.74 1,200,190.23 13,759.24 92,785.28 618,790.01 571,656.86 15,158.15 435,005.87 1,359,997.32 1,249,498.83 14,511.71 95,986.79 634,474.84 585,314.74 16,254.63 446,648.65 1,420,703.12 1,307,683.68 14,621.61 98,397.83 658,074.19 608,439.38 16,864.28 466,934.14 1,452,867.70 1,339,333.17 14,695.41 98,839.11 680,989.73 630,572.93 2,565,735.91 943,591.26 1,084,787.06 142,893.71 219,138.92 175,324.95 1,614,334.37 1,232,750.80 272,808.83 108,774.74 1,256,566.17 109,780.39 109,780.39 1,146,785.78 92,887.18 76,147.71 16,739.47 486,185.54 1,491,050.39 1,376,697.14 14,575.64 99,777.61 692,932.78 641,102.32 408,401.42 63,792.84 29,227.28 40,332.58 29,902.75 47,133.15 46,324.20 808.96 403,888.80 148,243.29 29,688.96 1,967.14 217,288.89 6,700.51 972,886.31 833,856.20 571,314.96 262,541.24 139,030.11 95,138.31 7,124.14 36,767.66 421,950.64 66,264.75 29,951.52 36,384.99 30,762.85 49,160.10 48,332.04 828.05 446,879.48 180,486.71 30,484.82 2,033.50 226,998.15 6,876.29 992,233.42 850,804.49 582,389.64 268,414.85 141,428.93 96,535.59 7,229.56 37,663.78 440,670.18 67,794.83 30,164.87 38,279.32 31,530.18 49,634.80 48,796.48 838.32 474,578.91 197,951.47 31,070.76 2,101.62 236,426.04 7,029.01 1,012,262.84 867,152.58 595,095.24 272,057.33 145,110.26 98,960.66 7,336.85 38,812.75 456,706.53 67,997.94 30,209.36 43,400.27 32,258.82 50,416.80 49,571.05 845.76 480,418.56 192,555.05 31,630.91 2,125.04 246,835.21 7,272.34 1,033,863.40 886,876.32 608,132.47 278,743.85 146,987.08 100,592.66 7,367.30 39,027.11 465,664.41 70,896.96 30,824.76 41,871.09 31,845.10 51,830.46 50,966.23 864.23 490,868.62 197,466.66 32,434.44 2,211.51 251,310.60 7,445.40 1,051,678.80 902,340.45 617,194.47 285,145.98 149,338.35 102,644.59 7,393.92 39,299.84 8,488,717.43 9,558,938.27 10,693,001.20 11,260,090.81 9,576,739.05 9,742,239.76 7,015,517.69 7,316,203.98 7,641,524.68 7,972,791.14 8,247,868.22 8,403,979.98 Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jambi Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah) LAPANGAN USAHA 1. PERTANIAN a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN a. Minyak dan Gas Bumi b. Pertambangan tanpa Migas c. Penggalian 3. INDUSTRI PENGOLAHAN a. Industri Migas 1. Pengilangan Minyak Bumi 2. Gas Alam Cair b. Industri Tanpa Migas **) 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH a. Listrik b. Gas c. Air Bersih 5. BANGUNAN 6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN a. Perdagangan Besar & Eceran b. Hotel c. Restoran 7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI a. Pengangkutan 1. Angkutan Rel 2. Angkutan Jalan Raya 3. Angkutan Laut 4. Angk. Sungai, Danau & Penyebr. 5. Angkutan Udara 6. Jasa Penunjang Angkutan b. Komunikasi 1. Pos dan Telekomunikasi 2. Jasa Penunjang Komunikasi 8. KEUANGAN, PERSEWAAN, & JS. PRSH. a. Bank b. Lembaga Keuangan tanpa Bank c. Jasa Penunjang Keuangan d. Sewa Bangunan e. Jasa Perusahaan 9. JASA-JASA a. Pemerintahan Umum 1. Adm. Pemerintahan & Pertahanan 2. Jasa Pemerintah lainnya b. Swasta 1. Sosial Kemasyarakatan 2. Hiburan & Rekreasi 3. Perorangan & Rumahtangga 2007* I II 2008* III 1,093,332.08 396,728.94 517,014.58 70,629.08 67,586.44 41,373.03 429,974.20 375,713.08 18,282.23 35,978.89 478,465.41 30,731.02 30,731.02 447,734.39 25,569.59 21,026.22 1,108,631.26 404,743.40 517,964.84 72,922.82 68,622.40 44,377.80 396,510.22 334,175.77 18,620.05 43,714.40 485,228.18 32,464.27 32,464.27 452,763.91 27,378.62 22,765.16 1,119,802.25 407,116.08 518,359.35 76,704.44 69,132.56 48,489.81 397,513.39 334,320.48 19,216.40 43,976.51 485,945.27 32,385.71 32,385.71 453,559.56 28,395.62 23,737.77 4,543.37 148,836.73 607,670.12 552,059.59 7,507.07 48,103.46 283,266.63 258,644.23 168,451.00 34,866.72 16,013.26 23,486.93 15,826.33 24,622.40 24,341.12 281.28 136,381.74 41,367.48 10,405.63 684.17 80,630.56 3,293.90 311,073.42 256,499.15 163,789.58 92,709.57 54,574.27 35,062.22 3,315.48 16,196.57 4,613.47 161,618.12 605,980.22 552,408.40 7,517.83 46,054.00 288,818.20 263,621.00 169,320.87 35,718.00 16,087.32 26,277.97 16,216.83 25,197.20 24,913.38 283.83 149,362.49 52,117.42 10,763.07 830.95 82,289.13 3,361.92 318,046.70 262,437.70 167,627.80 94,809.90 55,609.00 35,741.06 3,304.91 16,563.03 PDRB Migas 3,514,569.93 PDRB Tanpa Migas 3,108,125.83 IV I II 2009** III IV I 4,657.84 169,680.38 621,385.86 567,160.46 7,592.42 46,632.97 292,253.60 266,166.12 1,115,682.88 411,908.00 519,033.89 78,932.09 69,489.82 36,319.08 390,208.73 327,114.70 19,431.47 43,662.57 498,821.40 33,189.24 33,189.24 465,632.16 28,400.02 23,717.76 4,682.26 174,088.20 629,576.19 575,249.67 7,610.60 46,715.92 295,141.06 269,213.77 1,138,534.97 415,167.90 523,435.29 79,166.51 69,681.68 51,083.59 398,238.51 312,835.24 41,362.48 44,040.80 504,812.70 33,805.43 33,805.43 471,007.27 28,717.71 24,006.24 4,711.47 176,847.49 624,794.01 570,034.61 7,679.09 47,080.31 295,235.15 269,045.24 1,161,802.13 428,478.31 531,417.71 79,347.94 69,863.92 52,694.27 444,841.89 352,240 48,090.03 44,512.03 515,501.10 32,984.05 32,984.05 482,517.05 29,847.18 25,047.06 4,800.12 179,216.33 633,531.60 577,788.71 7,872.17 47,870.72 296,902.87 270,456.79 1,180,632.56 437,572.75 538,352.04 79,765.66 70,141.18 54,800.93 504,880.40 401,473.50 58,430.27 44,976.62 524,158.66 35,310.24 35,310.24 488,848.42 28,714.94 23,988.60 4,726.34 180,183.25 641,400.16 585,193.13 7,881.52 48,325.51 302,955.99 276,313.83 1,205,126.00 450,618.23 542,748.74 80,082.75 70,256.58 61,419.70 503,517.63 381,152.93 76,796.08 45,568.63 521,871.93 31,513.18 31,513.18 490,358.75 30,405.57 25,634.77 4,770.79 185,235.31 652,730.56 596,331.31 7,919.32 48,479.93 309,883.03 283,015.50 1,207,279.85 461,952.52 532,944.12 81,493.84 70,346.82 60,542.55 506,755.76 384,341.96 75,018.94 47,394.86 527,358.51 31,786.38 31,786.38 495,572.14 30,315.71 25,582.04 4,733.67 192,366.87 656,328.78 599,730.40 7,788.79 48,809.59 312,144.53 284,559.44 171,042.84 36,733.22 16,144.59 25,787.97 16,457.50 26,087.48 25,803.39 284.09 154,646.57 56,104.48 10,913.80 885.63 83,352.33 3,390.32 322,579.49 266,094.80 170,081.20 96,013.60 56,484.70 36,175.63 3,309.92 16,999.15 172,739.34 37,338.30 16,210.45 26,425.67 16,500.02 25,927.29 25,643.08 284.21 168,880.38 68,327.30 10,999.11 1,048.28 85,095.03 3,410.66 326,016.09 269,078.93 172,078.09 97,000.84 56,937.16 36,428.88 3,312.52 17,195.75 174,173.07 37,404.42 16,259.87 24,621.67 16,586.21 26,189.91 25,902.97 286.94 171,802.42 70,582.71 11,125.60 1,054.72 85,612.95 3,426.43 329,625.68 272,143.73 173,818.82 98,324.92 57,481.95 36,735.40 3,381.09 17,365.46 176,718.31 38,232.65 16,304.56 22,425.29 16,775.98 26,446.07 26,155.54 290.53 188,479.57 85,934.69 11,275.85 1,059.95 86,759.95 3,449.13 332,418.32 274,528.74 175,156.65 99,372.09 57,889.57 36,934.29 3,390.09 17,565.20 181,044.19 38,776.02 16,373.93 23,020.94 17,098.76 26,642.15 26,349.31 292.85 197,934.46 94,250.15 11,429.86 1,075.47 87,675.10 3,503.88 337,632.80 278,902.23 178,397.30 100,504.93 58,730.57 37,460.78 3,405.61 17,864.18 184,579.16 38,702.07 16,391.52 26,161.99 17,180.75 26,867.53 26,573.03 294.50 196,554.41 91,680.76 11,483.76 1,084.06 88,736.48 3,569.35 341,759.51 282,807.21 180,658.10 102,149.10 58,952.30 37,650.84 3,410.80 17,890.65 186,092.71 39,842.73 16,441.49 25,276.97 16,905.53 27,585.10 27,285.18 299.91 199,584.05 93,010.13 11,615.97 1,108.80 90,238.31 3,610.83 345,645.92 286,029.08 182,485.63 103,543.45 59,616.84 38,243.43 3,415.84 17,957.57 3,541,574.02 3,592,202.42 3,626,814.95 3,668,608.65 3,782,541.00 3,898,493.21 3,947,083.94 3,977,779.98 3,174,933.98 3,225,496.23 3,266,511.01 3,321,967.98 3,397,317.11 3,461,709.47 3,534,417.83 3,561,651.65 Keterangan: * angka sementara ** angka sangat sementara Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jambi Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Penggunaan (Juta Rupiah) JENIS PENGELUARAN TRW.I TRW.II Tahun 2007* Trw III TRW IV TRW.I Tahun 2008* TRW.II TRW.III TRW.IV Tahun 2009** TRW.I 1. Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga 4,866,331.22 5,054,038.84 5,143,526.02 5,362,984.79 5,890,110.21 6,283,403.82 6,623,739.77 6,925,016.75 6,753,058.53 2. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 1,178,122.83 1,287,214.26 1,317,634.96 1,401,431.72 1,423,090.35 1,552,700.32 1,646,598.73 1,661,562.58 1,740,379.42 34,490.24 34,972.19 35,270.51 36,840.63 37,006.41 43,313.53 43,956.92 48,822.66 51,666.39 4. Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 1,333,220.34 1,346,258.56 1,376,069.58 1,458,032.28 1,469,136.49 1,528,691.70 1,550,858.78 1,665,205.57 1,787,308.54 188,326.68 190,713.77 193,163.69 211,999.97 215,220.36 234,252.11 242,781.13 254,198.61 272,397.07 6. Ekspor 2,743,266.93 3,152,800.55 3,488,996.14 4,309,260.82 4,395,052.77 5,892,318.72 6,026,406.01 5,921,120.24 6,279,331.98 7. Impor 2,669,885.22 3,272,127.05 3,434,445.33 4,291,832.77 3,870,678.34 4,841,678.99 4,874,250.54 6,899,187.36 7,141,902.18 7,673,873.03 7,793,871.12 8,120,215.57 8,488,717.43 9,558,938.27 10,693,001.20 11,260,090.81 9,576,739.05 9,742,239.76 3. Lembaga Swasta Nirlaba 5. Perubahan Stok JUMLAH Keterangan: * angka sementara ** angka sangat sementara Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jambi Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Penggunaan (Juta Rupiah) JENIS PENGELUARAN 1. Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga TRW.I TRW.II Tahun 2007* Trw III TRW IV TRW.I Tahun 2008* TRW.II TRW.III TRW.IV Tahun 2009** TRW.I 2,486,536.57 2,506,873.23 2,542,451.51 2,649,850.47 2,652,358.72 2,727,745.21 2,820,494.97 2,881,003.20 2,754,885.78 652,040.28 653,044.93 665,847.30 704,685.99 712,712.34 717,390.97 757,531.41 760,080.06 760,776.04 17,351.77 17,564.37 17,694.07 18,277.02 18,305.69 18,810.17 19,003.69 20,759.32 21,920.77 565,373.86 568,973.82 577,420.72 608,517.48 611,827.09 620,494.64 627,133.93 662,253.13 647,388.71 99,935.64 100,782.53 101,616.12 110,345.96 111,211.14 115,153.58 119,040.19 122,055.65 125,511.07 6. Ekspor 1,572,840.26 1,796,464.19 1,961,121.28 2,353,570.11 2,058,062.35 2,110,946.55 1,943,275.78 1,916,407.45 1,951,505.19 7. Impor 1,879,508.44 2,102,129.05 2,273,948.58 2,818,432.08 2,495,868.69 2,528,000.12 2,387,986.74 2,415,474.88 2,284,207.57 3,514,569.93 3,541,574.02 3,592,202.42 3,626,814.95 3,668,608.65 3,782,541.00 3,898,493.21 3,947,083.94 3,977,779.98 2. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 3. Lembaga Swasta Nirlaba 4. Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 5. Perubahan Stok JUMLAH Keterangan: * angka sementara ** angka sangat sementara Indeks Harga Konsumen (IHK) Jambi Tahun Dasar 2007=100 Uraian I UMUM II BAHAN MAKANAN III. MAKANAN JADI, MNMAN, ROKOK & TBK IV. PERUMAHAN V. SANDANG VI. KESEHATAN VII. PENDIDIKAN, REKREASI & OR VIII. TRANSPORT & KOMUNIKASI Sumber: BPS Provinsi Jambi 2008 JAN 103.80 109.92 102.50 101.71 104.50 99.17 101.10 100.20 FEB 104.09 110.78 102.50 101.76 105.05 99.23 101.10 100.26 MAR 105.33 113.04 104.84 101.94 106.38 99.41 101.10 100.87 APR 105.79 114.69 105.40 102.24 108.92 99.43 101.30 99.21 MEI 108.37 121.20 106.34 103.02 107.41 99.68 103.72 101.67 JUN 112.91 124.79 112.57 106.28 107.98 106.10 104.33 109.68 2009 JUL 114.23 128.97 112.66 106.78 108.76 106.33 105.67 109.40 AGS 114.65 129.56 113.69 106.74 108.04 106.33 105.67 110.17 SEP 114.90 128.47 113.77 108.65 108.21 106.81 105.67 110.57 OKT 114.87 127.83 114.18 108.92 108.00 106.79 105.51 110.74 NOV 114.79 125.64 116.51 109.14 108.58 106.82 106.30 110.66 DES 114.68 126.94 116.76 109.61 109.47 107.71 106.54 106.81 JAN 115.16 129.27 119.16 109.63 109.84 107.83 106.77 103.55 FEB 115.92 128.65 120.32 113.48 112.12 108.12 106.83 102.06 MAR 114.98 124.26 121.00 113.71 113.25 108.27 106.70 102.07 Daftar Istilah Ekspor adalah seluruh barang yang keluar dari suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan komersil. Impor adalah seluruh barang yang masuk suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan komersil. PDRB atas dasar harga pasar adalah penjumlahan nilai tambah bruto (NTB) yang mencakup seluruh komponen faktor pendapatan yaitu gaji, bunga, sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak tak langsung dari seluruh sektor perekonomian. PDRB atas dasar harga konstan merupakan perhitungan PDRB yang didasarkan atas produk yang dihasilkan menggunakan harga tahun tertentu sebagai dasar perhitungannya. Bank pemerintah adalah bank-bank yang sebelum program rekapitalisasi merupakan bank milik pemerintah (persero) yaitu terdiri dari Bank Mandiri, BNI, BTN dan BRI. Bank swasta adalah perbankan yang sepenuhnya dimiliki oleh swasta nasional sebelum dilakukannya program rekapitalisasi perbankan. Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah simpanan masyarakat yang ada di perbankan terdiri dari giro, tabungan, dan deposito. Net Interest Margin (NIM) adalah selisih bersih antara biaya bunga operasional dengan pendapatan bunga operasional. Loan to Deposits Ratio (LDR) adalah rasio antara kredit yang diberikan oleh perbankan terhadap jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun. Non Performing Loan (NPL) adalah jumlah kredit yang termasuk dalam kategori kurang lancar, diragukan dan macet sesuai ketentuan Bank Indonesia. Cash inflows adalah jumlah aliran kas yang masuk ke kantor Bank Indonesia yang berasal dari perbankan dalam periode tertentu. Cash outflows adalah jumlah aliran kas keluar dari kantor Bank Indonesia kepada perbankan dalam periode tertentu. Net cashflows adalah selisih bersih antara jumlah cash inflows dan cash outflows pada periode yang sama terdiri dari Netcash Outflows bila terjadi cash outflows lebih tinggi dibandingkan cash inflows, dan Netcash inflows bila terjadi sebaliknya. Administered prices adalah kelompok barang yang pergerakan harganya ditentukan oleh pemerintah baik secara keseluruhan maupun sebagian. Aktiva Produktif adalah penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank, penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan surat-surat berharga lainnya. Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) adalah pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko dari masing-masing aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada perorangan. Kualitas Kredit adalah penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu Lancar, Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah dana yang diterima perbankan dari masyarakat, yang berupa giro, tabungan atau deposito. Financing to Deposit Ratio (FDR) adalah rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep ini sama dengan konsep LDR pada bank umum konvensional. Inflasi adalah Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent). Inflasi Administered Price adalah Inflasi yang terjadi pergerakan harga barangbarang yang termasuk dalam kelompok barang yang harganya diatur oleh pemerintah (misalnya bahan bakar). Inflasi Inti adalah Inflasi yang terjadi karena adanya gap penawaran aggregat and permintaan agregrat dalam perekonomian, serta kenaikan harga barang impor dan ekspektasi masyarakat. Inflasi Volatile Food adalah Inflasi yang terjadi karena pergerakan harga barang-barang yang termasuk dalam kelompok barang yang harganya bergerak sangat volatile (misalnya beras). Kliring adalah pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. Kliring Debet adalah kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggaran kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal) dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang menangani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional. Kliring Kredit adalah kegiatan kliring untuk transfer kredit antar bank yang dikirim langsung oleh bank peserta ke Sistem Sentral Kliring di KP Bank Indonesia tanpa menyampaikan fisik warkat (paperless). Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio antara jumlah kredit yang disalurkan terhadap dana yang diterima (giro, tabungan dan deposito). Net Interest Income (NII) adalah antara pendapatan bunga dikurangi dengan beban bunga. Non Core Deposit (NCD) adalah dana masyarakat yang sensitif terhadap pergerakan suku bunga. Dalam laporan ini, NCD diasumsikan terdiri dari 30% giro, 30% tabungan dan 10% deposito berjangka waktu 1-3 bulan. Non Performing Loans/Financing (NLPs/Ls) adalah kredit/pembiayaan yang termasuk dalam kualitas Kurang Lancar, Diragukan dan Macet Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP) adalah suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin besar PPAP yang dibentuk. Misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang Lancar adalah 15% dari jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan), sedangkan untuk kredit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari total kredit macet (setelah dikurangi agunan). Rasio Non Performing kredit/pembiayaan Loans/Financing yang tergolong (NPLs/Fs) NPLs/Fs adalah rasio terhadap total kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering disebut rasio NPLs/Fs gross. Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ysb. Rasio Non Performing Loans (NPLs) – Net adalah rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP), terhadap total kredit Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI RTGS) adalah proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI) adalah sistem kliring Bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.