II. TINJAUAN PUSTAKA A. KONSEP STRATEGI BERSAING 1. Analisis Struktural Industri Keunggulan bersaing (competitive advantage) menurut Toyne dan Walters (1993) adalah posisi spesifik/unik suatu perusahaan dalam menghadapi perusahaan-perusahaan pesaingnya melalui pola penyebaran sumber-sumberdayanya dan/atau melalui kebijakkan cakupan pemasaran produknya. Struktur industri mempunyai pengaruh yang kuat dalam menentukan aturan permainan persaingan selain strategi-strategi yang secara potensial tersedia bagi perusahaan. Intensitas persaingan dalam suatu industri bukanlah masalah kebetulan atau nasib buruk. Sebaliknya, persaingan dalam suatu industri berakar pada struktur ekonomi yang mendasarinya dan berjalan di luar perilaku pesaing-pesaing yang ada. Keadaan persaingan dalam suatu industri tergantung pada lima kekuatan persaingan pokok, yang diperlihatkan pada gambar 1. Gabungan dari kelima kekuatan ini menentukan potensi laba akhir dalam industri, di mana potensi laba diukur dalam bentuk laba atas modal yang ditanamkan (return on invested capital) jangka panjang (Porter, 1980). Menurut Porter (1980), tujuan strategi bersaing untuk suatu unit usaha (business unit) dalam sebuah industri adalah menemukan posisi dalam industri tersebut di mana perusahaan dapat melindungi diri sendiri dengan sebaik-baiknya terhadap tekanan (gaya) persaingan atau dapat mempengaruhi tekanan tersebut secara positif. Karena kekuatan kolektif dari gaya-gaya tersebut mungkin juga tampak oleh semua pesaing, maka kunci untuk mengembangkan strategi adalah menyelidiki di bawah permukaan dan menganalisis sumber masing-masing gaya tersebut. Pengetahuan tentang sumber-sumber yang mendasari tekanan persaingan ini memperlihatkan kekuatan dan kelemahan perusahaan yang penting, menghidupkan posisinya dalam industri, menegaskan bidang-bidang di mana perubahan strategis dapat menghasilkan manfaat terbesar, serta 4 menyoroti bidang-bidang di mana kecenderungan industri menjanjikan adanya peluang atau ancaman yang terbesar. Memahami sumber-sumber ini juga akan berguna dalam mempertimbangkan bidang-bidang untuk diversifikasi, meskipun fokus utama di sini adalah pada strategi dalam industri tertentu. Lima kekuatan persaingan, yaitu masuknya pendatang baru, ancaman produk pengganti, kekuatan tawar menawar pembeli, kekuatan tawar menawar pemasok, serta persaingan di antara para pesaing yang ada, mencerminkan kenyataan bahwa persaingan dalam suatu industri tidak hanya terbatas pada para pemain yang ada. Pelanggan, pemasok, produk pengganti, serta pendatang baru potensial semuanya merupakan “pesaing” bagi perusahaan-perusahaan dalam industri dan dapat lebih atau kurang menonjol tergantung pada situasi tertentu (Porter, 1980). PENDATANG BARU 1 Daya tawar menawar pemasok PEMASOK 4 Ancaman pendatang baru PESAING 5 INDUSTRI 5 Daya tawar menawar pembeli Persaingan diantara perusahaan yang ada 2 PEMBELI 3 Ancaman produk substitusi PRODUK SUBSTITUSI Gambar 1.Struktur Lima Fakor Persaingan (Porter, 1980) 5 2. Rantai Nilai Rantai nilai adalah konsep tentang perusahaan yang memandang perusahaan sebagai sekumpulan fungsi produksi yang terpisah-pisah tetapi saling berkaitan dimana fungsi produksi diartikan sebagai kegiatan. Rumusan rantai nilai terpusat pada bagaimana semua aktivitas ini menghasilkan nilai dan apa saja yang menentukan biaya aktivitas ini menghasilkan nilai jika perusahaan mempunyai kebebasan yang cukup besar dalam menentukan bagaimana aktivitas tersebut disusun dan dikombinasikan (Porter, 1980). Rantai nilai ini dapat digunakan sebagai acuan dalam menganalisis sumber-sumber keunggulan bersaing yang terdapat dalam perusahaan. Rantai nilai memilah-milah suatu perusahaan ke dalam berbagai kegiatan yang secara strategis relevan guna memahami perilaku biaya serta sumber diferensiasi yang ada dan yang potensial. Rantai nilai menggambarkan nilai total yang terdiri atas aktivitas nilai (value activities) dan marjin. Aktivitas nilai adalah kegiatan fisik dan teknologis yang diselengggarakan perusahaan. Hal tersebut digunakan perusahaan untuk membuat produk yang bernilai bagi para pembelinya. Marjin adalah selisih antara nilai total dengan biaya kolektif untuk menyelenggarakan aktivitas nilai. Untuk mendiagnosis keunggulan bersaing diperlukan pendefinisian rantai nilai perusahaan untuk bersaing dalam industri tertentu, yakni dengan mengenali rantai nilai generik setiap aktivitas nilai yang ada pada perusahaan. Seperti tampak pada gambar 2, aktivitas nilai dibagi dalam dua golongan besar : aktivitas primer dan aktivitas pendukung. 6 INFRASTRUKTUR PERUSAHAAN MANAJEMEN SUMBERDAYA MANUSIA MARJIN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PEMBELIAN LOGISTIK KE DALAM OPERASI LOGISTIK KE LUAR PEMASARAN & PENJUALAN PELAYANAN MARJIN Gambar 2. Bagan Rantai Nilai Generik (Porter, 1980) Selanjutnya menurut Porter (1980), aktivitas primer merupakan aktivitas yang dilakukan dalam membuat produk secara fisik menjual dan menyampaikannya kepada pembeli, selain juga aktivitas dalam bentuk layanan purna jual. Aktivitas primer ini dapat dibagi menjadi lima kelompok generik, yaitu : a. Logistik ke dalam, yaitu aktivitas yang berhubungan dengan penerimaan, penyimpanan, dan penyebaran masukan ke produk. b. Operasi, aktivitas yang menyangkut pengubahan masukan menjadi produk akhir. c. Logistik ke luar, aktivitas yang berkaitan dengan pengumpulan , penyimpanan, dan pendistribusian fisik produk kepada pembeli. d. Pemasaran dan penjualan, aktivitas yang menyangkut penyediaan sarana agar pembeli dapat membeli produk dan aktivitas yang mempengaruhi pembeli agar mau membelinya. e. Pelayanan, aktivitas penyediaan pelayanan untuk memperkuat atau menjaga nilai produk. Adapun aktivitas pendukung menunjang aktivitas primer dan akitvitas pendukung lainnya melalui aktivitas-aktivitas: (1) pembelian 7 (masukan), (2) pengembangan teknologi, (3) manajemen sumber daya manusia, (4) infrastrukur perusahaan itu sendiri. Garis putus-putus pada gambar menunjukkan bahwa aktivitas-aktivitas (1), (2), (3) dapat dikaitkan dengan aktivitas primer tertentu serta menunjang kesuluruhan rantai nilai. Sedangkan, aktivitas (4) tidak terkait dengan aktivitas primer tertentu tetapi menunjang keseluruhan rantai nilai. Pemilahan aktivitas didasarkan atas sifat ekonomis yang berbeda, pemilihan dampak yang mungkin besar terhadap diferensiasi atau proporsi biaya yang cukup besar atau cenderung menjadi makin besar. 3. Strategi-Strategi Bersaing Generik Tiga pendekatan strategis generik yang secara potensial akan berhasil untuk mengungguli perusahaan lain dalam suatu industri yaitu keunggulan biaya menyeluruh, diferensiasi, fokus (Porter, 1980). Kadang-kadang perusahaan dapat dengan sukses menerapkan lebih daripada satu pendekatan sebagai target utamanya, meskipun ini jarang sekali terjadi. Menerapkan secara efektif salah satu dari strategi generik ini biasanya menuntut komitmen total dan tata organisasi pendukung yang akan melemah jika terdapat lebih daripada satu target utama. a. Keunggulan biaya menyeluruh Keunggulan biaya memerlukan konstruktif agresif dari fasilitas skala yang efisien, usaha yang giat untuk mencapai penurunan biaya karena pengalaman, pengendalian biaya dan overhead yang ketat, penghindaran pelanggan marjinal, serta meminimalkan biaya dalam bidang-bidang seperti Litbang, pelayanan, armada penjualan, periklanan dan lain-lain. Biaya yang rendah relatif terhadap pesaing menjadi tema yang menjiwai keseluruhan strategi, meskipun mutu, pelayanan dan bidang-bidang lainnya tidak dapat diabaikan. Memiliki posisi biaya rendah akan membuat perusahaan mendapatkan hasil laba di atas rata-rata dalam industrinya meskipun ada kekuatan persaingan yang besar. Posisi biayanya memberikan kepada perusahaan tersebut ketahanan terhadap rivalitas dari para 8 pesaing, karena biayanya yang lebih rendah memungkinkannya untuk tetap dapat menghasilkan laba setelah para pesaingnya mengorbankan laba mereka demi persaingan. b. Diferensiasi Strategi generik yang kedua adalah mendiferensiasikan produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan, yaitu menciptakan sesuatu yang baru yang dirasakan oleh keseluruhan industri sebagai hal yang unik. Pendekatan untuk melakukan diferensiasi dapat bermacam-macam bentuknya, seperti citra rancangan/merek, teknologi, karakteristik khusus, pelayanan pelanggan, jaringan penyalur, atau dimensi-dimensi lain. Perlu ditegaskan bahwa strategi diferensiasi tidaklah berarti memungkinkan perusahaan untuk mengabaikan biaya, tetapi biaya bukanlah target strategis yang utama. Diferensiasi, jika tercapai, merupakan strategi yang baik untuk menghasilkan laba di atas rata-rata dalam suatu industri karena strategi ini menciptakan posisi yang aman untuk mengatasi kelima kekuatan persaingan, meskipun dengan cara yang berbeda dari strategi keunggulan biaya. Diferensiasi memberikan penyekat terhadap persaingan karena adanya loyalitas merek dari pelanggan dan mengakibatkan berkurangnya kepekaan terhadap harga. Diferensiasi juga meningkatkan marjin laba yang menghindarkan kebutuhan akan posisi biaya rendah. Kesetiaan pelanggan yang dihasilkan dan kebutuhan pesaing untuk mengatasi keunikan menciptakan hambatan masuk. c. Fokus Strategi generik terakhir adalah memusatkan (fokus) pada kelompok pembeli, segmen lini produk, atau pasar geografis tertentu. Jika strategi biaya rendah dan diferensiasi ditujukan untuk mencapai sasaran mereka di keseluruhan industri, maka strategi fokus dibangun untuk melayani target tertentu secara baik, dan semua kebijakkan fungsional dikembangkan atas dasar pemikiran ini. Strategi ini didasarkan pada pemikiran bahwa perusahaan dengan demikian akan 9 mampu melayani target strategisnya yang sempit secara lebih efektif dan efisien ketimbang pesaing yang bersaing lebih luas. Sebagai akibatnya, perusahaan akan mencapai diferensiasi karena mampu memenuhi kebutuhan target tertentu dengan lebih baik, atau mencapai biaya yang lebih rendah dalam melayani target ini, atau bahkan mencapai kedua-duanya. Meskipun strategi fokus tidak mencapai biaya rendah atau diferensiasi dari segi pandang pasar sebagai keseluruhan, strategi ini sesungguhnya mencapai salah satu atau kedua posisi tersebut di target pasarnya yang lebih sempit. Bagan perbedaan diantara ketiga strategi generik ini terlihat dalam gambar 3. Kekhasan yang Dirasakan pelanggan Seluruh Industri Posisi Biaya Rendah KEUNGGULAN BIAYA MENYELURUH DIFERENSIASI Hanya Segmen Tertentu FOKUS Gambar 3. Bagan Tiga Strategi Generik B. PERILAKU KONSUMEN Banyak pengertian perilaku konsumen yang dikemukakan oleh para ahli, salah satunya Engel dan kawan-kawan (Umar, 2005) yang mengatakan bahwa perilaku konsumen merupakan suatu tindakan langsung dalam mendapatkan, mengkonsumsi serta menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului tindakan tersebut. Selanjutnya dapat dijelaskan bahwa perilaku konsumen tadi terbagi menjadi dua bagian, yang pertama adalah perilaku yang tampak, variabel-variabel yang termasuk ke dalamnya adalah jumlah pembelian, waktu, karena siapa, dengan siapa dan bagaimana konsumen melakukan pembelian. Yang kedua adalah perilaku 10 yang tak tampak, variabel-variabelnya antara lain adalah persepsi, ingatan terhadap informasi dan perasaan kepemilikan oleh konsumen. Secara umum manajemen pemasaran membutuhkan informasi mengenai konsumen yang bertujuan untuk : (1) mendefinisikan dan menentukan segmen pasar, (2) menentukan kebutuhan konsumen, (3) mengembangkan strategi berdasarkan kebutuhan konsumen, sikap dan persepsi konsumen, (4) mengevaluasi strategi pemasaran, dan memperkirakan perilaku konsumen di masa yang akan datang (Assael dalam Putera, 2002). Keputusan konsumen yang dilaksanakan dalam tindakan membeli tidak muncul begitu saja tetapi melalui tahapan tertentu. Menurut Kotler (1997), terdapat lima tahap proses pengambilan keputusan pembelian konsumen, yaitu : (1) pengenalan masalah, (2) pencarian informasi, (3) evaluasi alternatif, (4) keputusan masalah, (5) perilaku setelah membeli. C. SEGMENTASI Banyak hal yang dapat anda lakukan dengan mengetahui siapa konsumen anda yang sebenarnya. Pertama, marketer dapat meninjau kembali apakah produknya sudah mengena sasaran yang diinginkan. Kedua, dengan mengetahui adanya kelompok-kelompok yang berbeda-beda yang menjadi konsumen produk anda, sebagai marketer anda dapat melakukan diferensiasi promosi, yaitu melakukan komunikasi yang berbeda-beda terhadap segmen yang berbeda-beda. Tujuan kegiatan ini adalah untuk memelihara hubungan dengan kelompok-kelompok konsumen yang potensial. Diferensiasi promosi dapat dilakukan dalam bentuk isi pesan yang berbeda, media dan frekuensi yang berbeda-beda, atau bauran pemasaran yang tekanannya berbeda. Ketiga, marketer dapat mengetahui siapa diantara konsumen yang memiliki kepekaan-kepekaan tertentu, misalnya kepekaan terhadap harga, promosi, dan sebagainya. Dalam hal ini merketer juga akan mengetahui siapa heavy users produk yang ditanganinya, dan siapa (profil) light user-nya (Kasali, 2000). 11 1.Segmentasi Apriori dan Segmentasi Post-Hoc Dalam segmentasi apriori definisi-definisi segmen diketahui di muka sebelum data mengenai penjualan produk tertentu dikumpulkan. Dalam hal ini, marketer melakukan sorting dari pasar yang luas (konsumen-konsumen) ke dalam kelompok-kelompok menurut kriteriakriteria yang telah ditentukan. Kadang-kadang data diperoleh dari birobiro riset, yaitu mengenai perilaku konsumen secara menyeluruh, datadata psikografis, geografis, daya beli, dan sebagainya. Hasilnya adalah segmen-segmen yang berisi konsumen-konsumen yang homogen yang ingin ditargetkan. Marketer tinggal memilih, segmen mana yang hendak ditargetkan dan menyesuaikan produk dan cara berkomunikasinya dengan segmen tersebut (Kasali, 2000). Struhl dalam Kasali (2000) menyebut segmentasi apriori sebagai predetermined segmentation dan kebanyakan ahli pemasaran bila berbicara tentang segmentasi pasar umumnya mengacu pada pendekatan apriori. Bagi Struhl, pendekatan ini dianggap sebagai penyalahgunaan konsep segmentasi karena kelompok-kelompok itu dapat melakukan respons yang berbeda-beda terhadap produk yang berbeda. Dalam hal inilah para ahli segmentasi mengembangkan segmentasi post-hoc. Segementasi post-hoc akan mengelompokkan konsumen yang serupa dalam hal bagaimana mereka berperilaku, apa yang mereka pikirkan, inginkan atau ketahui, dan atau kombinasi-kombinasi variabel lainnya seperti sosial-ekonomi-demografi.. Analsisi seperti ini akan sangat membantu marketer memahami konsumennya dan perubahanperubahan yang terjadi di pasar dari waktu-waktu (Kasali, 2000). 2.Metode Dependensi dan Metode Interdependensi Secara garis besar ada dua metode yang lazim dipakai dalam risetriset segmentasi post-hoc dewasa ini, yaitu metode dependensi dan metode interdependensi. Dalam metode dependensi, segmen-segmen dihasilkan karena ada hubungan antara variabel terikat (dependent variable) dengan sejumlah variabel bebas (independent variable). 12 Variabel terikat ini haruslah sesuatu yang mencerminkan tindakan konsumen yang penting bagi kegiatan usaha anda. Misalnya pola pemakaian, proporsi konsumen yang menggunakan merek “x” (tingkat pemakaian atau usage rate), pola pemakaian (usage pattern), pilihan antara merek, kepuasan menyeluruh dan sebagainya. Dalam pendekatan ini kita percaya ada variabel-variabel lain yang mendorong konsumen melakukan tindakan-tindakan itu. Variabel-variabel itu adalah variabel bebas seperti usia, gender, pendidikan, pemakaian, sifat-sifat konsumen, dan sebagainya. Teknologi yang dibutuhkan di sini adalah sebuah pendekatan yang dapat (1) menunjukkan variabel-variabel yang paling mempengaruhi atau menggerakkan variabel terikat, dan (2) mengidentifikasi segmen-segmen yang paling berbeda menurut variabelvariabel di atas . Berbeda dengan metode dependensi, dalam metode interdependensi, segmentasi hanya dibentuk oleh variabel-variabel bebas. Dalam metode ini, variabel-variabel bebas tidak dikaitkan dengan variabel terikat yang harus dijelaskan atau diprediksidikan. Objektifnya adalah menemukan kelompok-kelompok konsumen (segmen-segmen) yang memiliki kesamaan respons terhadap variabel-variabel bebas tertentu. Variabel-variabel bebas ini bersifat sangat luas dan umumnya dinyatakan dalam bentuk pernyataan-pernyataan bisa sangat besar, dari lima puluh hingga dua ratusan, bisa juga sangat sederhana, yaitu lima hingga sepuluh buah. Setiap pernyataan itu disebut variabel, dan variabel-variabel itu mewakili karakter-karakter tertentu konsumen, misalnya karakteristik terhadap pemakaian barang. Karakter-karakter itu dapat berupa gender, tempat tinggal, latar belakang etnis, jumlah anggota keluarga, besarnya penghasilan rumah tangga, kelas sosial ekonomi, kepribadian, pandangan tentang diri sendiri, dan sebagainya. Umumnya pernyataan-pernyataan ini diberi ranking dari 1 sampai 7 (atau 10) yang mencerminkan setuju atau tidak setujunya konsumen (Kasali, 2000). 13 D. PROSES HIRARKI ANALITIK Proses Hirarki Analitik (Analytical Hierarchy Process/AHP) merupakan suatu metode atau alat yang dapat digunakan oleh pengambil keputusan untuk memahami kondisi suatu sistem serta membantu melakukan prediksi dan pengambilan keputusan. AHP ditujukan untuk memodelkan masalah-masalah yang tidak terstruktur dalam bidang ekonomi, sosial, sains, manajemen, dan sebagainya. Disamping itu, baik juga digunakan untuk memodelkan masalah dan pendapat sedemikian rupa, dimana permasalahan yang ada telah dinyatakan secara jelas, dievaluasi, diperbincangkan, dan diprioritaskan untuk dikaji (Saaty, 1986). Saaty (1986) menambahkan, AHP adalah model yang luwes yang memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk membangun gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya. Proses ini juga memungkinkan orang menguji kepekaan hasilnya terhadap perubahan informasi. AHP dirancang untuk lebih menampung sifat alami manusia daripada memaksa berpikir yang justru berlawanan dengan hati nurani. AHP memasukkan pertimbangan dan nilai pribadi secara logis. Proses ini bergantung pada imajinasi, pengalaman dan pengetahuan untuk menyusun hirarki suatu masalah serta pada logika, intuisi, dan pengalaman untuk memberi pertimbangan. Setelah diterima dan diikuti, AHP menunjukkan bagaimana menghubungkan elemen-elemen dari bagian lain untuk memperoleh hasil gabungan. Mekanisme prosesnya adalah mengidentifikasi, memahami dan menilai interaksi dari suatu sistem sebagai suatu satuan. Analisis ini dapat diterapkan untuk menyelesaikan masalahmasalah terukur (kuantitatif) maupun masalah-masalah yang memerlukan pendapat (judgement). Tahap terpenting dalam analisis pendapat adalah penilaian dengan teknik komparasi berpasangan (pairwise comparation) terhadap elemenelemen keputusan pada suatu tingkat hirarki keputusan. Penilaian ini dilakukan dengan menggunakan nilai skala pengukuran yang dapat 14 membedakan setiap pendapat serta mempunyai keteraturan, sehingga memudahkan proses transformasi dalam perhitungan matematis dari bentuk pendapat (kualitatif) ke dalam bentuk nilai angka (kuantitatif). Tingkat kesahihan (validitas) pendapat bergantung pada konsistensi dan akurasi pendapat. Revisi pendapat dapat dilakukan apabila nilai rasio konsistensi pendapat cukup tinggi. Namun demikian, penggunaan revisi pendapat ini sangat terbatas guna mencegah terjadinya penyimpangan dari jawaban sebenarnya (Saaty, 1986). Dalam proses penjabaran tujuan hirarki terdapat tiga hal yang perlu dicermati. Pertama, setiap aspek dari tujuan yang lebih tinggi tercakup dalam subtujuan tersebut. Kedua, perlu dihindarkan terjadinya pembagian yang terlampau banyak, baik ke arah lateral maupun vertikal. Ketiga, tes kepentingan perlu dilakukan karena kriteria-kriteria dalam hirarki harus relevan dengan tujuan (Mangkusubroto dan Trisnadi, 1987). AHP memiliki kegunaan dengan tingkat keandalan tinggi dalam bidang perencanaan, penentuan prioritas, dan alokasi sumber daya. AHP memberikan pemodelan tunggal yang sederhana, mudah dimengerti, luwes, dan dinamis (Saaty, 1986). E. PANGSA PASAR Angka pangsa pasar relatif lebih sulit untuk diperoleh daripada angka penjualan. Untuk menghitung pangsa pasar, eksekutif pemasaran perlu mengetahui lebih dahulu total pasarnya. Setelah itu, ia perlu mengetahui berapa penjualan produknya dan total penjualan dari pesaingnya. Kegunaan angka pangsa pasar yang demikian strategis membuat perusahaan yang berada dalam industri yang kompetitif sudah pasti akan berusaha mencari tahu berapa besar pangsa pasar produknya. Angka penjualan bisa saja naik, tetapi pangsa pasar turun. Misalnya, bila tingkat penjualan naik 10% tetapi total pasarnya tumbuh lebih dari 10%, maka sesungguhnya pangsa pasarnya menurun. Sebagai seorang konsultan, saya sering mendapati kenyataan bahwa banyak eksekutif pemasaran di Indonesia tidak mengetahui pangsa pasarnya. Satu-satunya data yang menjadi pegangan mereka adalah data 15 penjualan produknya sendiri yang memang mudah diperoleh dari catatan komputer di bagian penjualan. Tanpa data pangsa pasar, pemasar (marketer) tidak akan mampu mengevaluasi strategi yang selama ini sudah diimplementasikan. Kemampuan untuk menyusun strategi yang efektif di masa mendatang pun akan tidak maksimal (Irawan, 2002). Mempunyai data pangsa pasar dari waktu ke waktu adalah hal yang baik. Ukuran ini dapat dijadikan sebagai acuan kinerja suatu produk. Tetapi yang lebih penting adalah memahami terbentuknya pangsa pasar suatu produk. Dengan mengetahui proses pembentukan pangsa pasar, keputusankeputusan strategi pemasaran bisa menjadi lebih optimal (Irawan, 2002). F. RISET PEMASARAN Menurut Umar (2005), riset pemasaran dapat didefinisikan sebagai berikut : “Riset pemasaran merupakan suatu kegiatan sistematik dan mempunyai tujuan dalam hal pengidentifikasian masalah dan peluang, pengumpulan data, pengolahan dan penganalisaan data, penyebaran informasi yang bermanfaat untuk membantu manajemen dalam rangka pengambilan keputusan identifikasi dan solusi yang efektif dan efisien di bidang pemasaran perusahaan.” Riset pemasaran dibuat terutama untuk melaksanakan dua macam tugas pokok yang berbeda, yaitu : (1) mengidentifikasi masalah, dan (2) mengatasi masalah (Umar, 2005). Dari kedua bentuk riset yang berbeda ini, dapat diketahui klasifikasi riset pemasaran menjadi dua, yaitu : 1. Riset Identifikasi Masalah (Problem Identification Research). Merupakan riset yang hasilnya tidak dimaksudkan untuk digunakan segera dalam mengatasi masalah, akan tetapi ia lebih kepada untuk mengidentifikasi masalah yang di kemudian hari akan diteliti lebih lanjut untuk dicarikan solusinya. 2. Riset Mengatasi Masalah (Problem Solving Research). Merupakan jenis research yang dimaksudkan hasil risetnya untuk dijadikan bahan dalam rangka pengambilan keputusan manajemen. 16 Maholtra (1993) menyatakan bahwa pembagian riset pemasaran menjadi Problem Identification Research dan Problem Solving Research dapat diperlihatkan dalam diagram pada gambar berikut berikut. MARKETING RESEARCH Problem Identification Research Problem Solving Research Market Potensial Research Segmentation Research Market Share Research Product Research Image Research Pricing Research Forecasting Research Promotion Research Business Trends Research Distribution Research Gambar 4. Skema Pembagian Riset Pemasaran ( Maholtra, 1993) G. PENELITIAN TERDAHULU Penelitian tentang pemilihan strategi bersaing perusahaan pada industri hilir minyak kelapa sawit (studi kasus pada PTP Agrintara, Jakarta) dilakukan Karebet (1996) dengan menggunakan bantuan teknik AHP. Penelitian tersebut bertujuan untuk mempelajari konsep keunggulan bersaing dan sumber-sumber keunggulan bersaing perusahaan dalam rangka melakukan pemilihan strategi bersaing perusahaan pada industri tersebut. Dari hasil penelitian diketahui bahwa faktor sebagai pendatang baru dan pesaing industri adalah faktor yang diperhitungkan dalam menentukan keunggulan bersaing. Strategi bersaing perusahaan yang dipilih adalah strategi kemitraan pemasaran atau metode ekspor langsung dimana perusahan bekerjasama dengan konsumen di negara-negara industri sebagai mitra dagang dan perusahaan membuka kantor pemasarannya di negaranegara tersebut. 17 H. LANDASAN TEORI 1. Metode Pengambilan Sampel Data yang akan dipakai dalam penelitian belum tentu merupakan keseluruhan dari populasi. Hal ini patut dimengerti mengingat adanya beberapa kendala seperti populasi yang tak terdefinisikan, adanya kendala biaya, waktu, tenaga serta masalah heterogenitas atau homogenitas dari elemen populasi tersebut. Dengan alasan ini, maka dalam penelitian akhirnya sampellah yang digunakan. Banyak pengertian tentang sampel, tetapi secara umum dapat dijelaskan bahwa sampel merupakan bagian kecil dari suatu populasi, sedangkan populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel (Umar, 2005). Teknik pengambilan sampel terbagi menjadi dua macam metode yaitu Pengambilan Sampel Probabilitas (Acak) dan Pengambilan Sampel Non-Probabilitas (Non-acak). Pengambilan sampel secara acak adalah suatu metode pemilihan ukuran sampel, di mana setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel, sedangkan pengambilan sampel secara non-acak tidak memberikan peluang yang sama bagi semua elemen populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Cara non-acak ini sering disebut sebagai pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan karena dalam pelaksanaannya digunakan pertimbangan tertentu oleh peneliti (Umar, 2005). Menurut Umar (2005) pengambilan sampel secara acak dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu Simple Random Sampling, Stratified Random Sampling, dan Cluster Sampling. Untuk pengambilan sampel secara non-acak dapat dilakukan dengan lima cara yaitu Judgment Sampling, Quota Sampling, Convinience Sampling, Snowball Sampling, dan Area Sampling. 2. Pengujian Kuesioner Menurut Sevilla dalam Umar (2005), paling tidak ada lima kriteria yang harus diperhatikan agar instrumen pengumpulan data dikatakan baik, yaitu : 18 a. Validitas Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mampu mengukur apa yang ingin diukur. b. Reliabilitas Reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih. c. Sensitivitas Sensitivitas adalah kemampuan suatu instrumen untuk melakukan diskriminasi yang diperlukan untuk masalah penelitian. d. Obyektivitas Obyektivitas adalah derajat pengukuran yang dilakukan bebas dari pendapat dan penilaian subyektif, serta bebas dari bias dan perasaan orang-orang yang menggunakan tes. e. Fisibilitas Fisibilitas berkenaan dengan aspek-aspek keterampilan, penggunaan sumber daya dan waktu. 3. Estimasi Pangsa Pasar Menurut Roger Best dalam Irawan 2002, nilai pangsa pasar terbentuk dari beberapa komponen, yaitu awarness, product attractiveness, purchase intention, dan availability. Berdasarkan komponen pembentuknya ini, suatu merek dari produk tertentu akan mempunyai pangsa pasar yang tinggi bila produk tersebut mempunyai awareness tinggi, relatif menarik dibandingkan produk merek lain, intensi konsumen tidak terhalang oleh faktor harga, dan produk tersebut dapat diperoleh konsumen dengan mudah. Terminologi komponen purchase intention seringkali saya ubah menjadi no price barrier karena komponen ini merujuk pada seberapa besar jumlah konsumen yang pembeliannya tidak terhalang oleh harga yang dianggap terlalu tinggi. Jadi, dalam satu survei pasar, periset dapat menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan komponen pembentuk pangsa pasar ini kepada responden. Agar data hasil 19 survei ini dapat digunakan sebagai acuan untuk mengevaluasi strategi, pertanyaan-pertanyan yang diajukan hendaknya tidak hanya menyangkut merek produk perusahaan tersebut, tetapi juga merek produk pesaing. 4. Analisis Kelompok (Cluster Analysis) Menurut Kasali (2000), Analisis Cluster merupakan suatu prosedur multivariate untuk mengelompokkan individu-individu ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan karakteristik-karakteristik tertentu. Analisa Cluster pada dasarnya melakukan penbentukan sub-sub kelompok berdasarkan prinsip kesamaan. Responden yang saling berdekatan atau memberi jawaban atau respons yang kurang lebih sama akan masuk ke kelompok yang sama. Analisa kelompok dibagi menjadi dua, yaitu hirarki dan non hirarki. Analisis kelompok hirarki digunakan bila jumlah unit pengamatan tidak terlalu banyak dan jumlah kelompok diperoleh setelah proses pengelompokan. Analsis kelompok non hirarki digunakan bila jumlah unit pengamatan realtif banyak dan dilakukan pengelompokan terlebih dahulu. Dari hasil analisa Cluster akan terlihat kelompok-kelompok sampel yang berbeda berdasarkan profil masing-masing kelompok. Dari kelompok-kelompok tersebut akan dapat disusun strategi untuk mensegmentasikan pasar dan memilih target market yang diinginkan dan kemudian menyusun positioning yang tepat bagi perusahaan. 5. Customer Satisfaction Index Kepuasan konsumen dipengaruhi oleh kinerja atribut-atribut tertentu. Namun, secara keseluruhan atribut-atribut tersebut tidaklah memiliki nilai yang sama dalam memuaskan konsumen. Kinerja atribut dalam memuaskan konsumen secara tidak langsung dipengaruhi oleh tingkat kepentingan atribut tersebut. Karena itu, dalam perhitungan kepuasan konsumen secara keseluruhan, tingkat kepentingan suatu atribut harus diperhitungkan. Atribut yang memiliki tingkat kepentingan lebih tinggi 20 akan mempengaruhi tingkat kepuasan secara keseluruhan dibandingkan atribut yang memiliki tingkat kepentingan lebih rendah (Aritonang, 2005). Pelaksanaannya adalah sebagai berikut : 1. Menghitung weighting factors, yaitu mengubah nilai kepentingan menjadi angka persen, sehingga diperoleh importance weighting factors dengan total sebesar 100%. 2. Menghitung weighted score dengan cara mengalikan nilai kinerja dengan importance weighting factors. 3. Menghitung weighted average dengan cara menjumlahkan semua weighte score dari semua atribut yang diteliti. 4. Menghitung customer satisfaction index dengan cara membagi weighted average dengan skala maksimum yang digunakan, lalu dikalikan 100%. 21