BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi Sebagai Proses

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Komunikasi Sebagai Proses Pertukaran Tanda Dan Makna
Komunikasi berasal dari bahasa Latin “communis” atau “common” dalam
bahasa Inggris yang berarti sama. Berkomunikasi berarti kita sedang berusaha
menyampaikan makna, “commonness”. Atau dengan ungkapan lain, melalui
komunikasi kita mencoba berbagai informasi, gagasan, atau sikap kita dengan
partisipan lainnya.
Komunikasi adalah ilmu yang mempelajari usaha manusia dalam
menyampaikan isi pernyataan kepada manusia lain. Objek ilmu komunikasi
adalah usaha manusia dalam menyampaikan isi pernyataan kepada manusia lain.1
Komunikasi merupakan ilmu yang mempelajari usaha manusia dalam
menyampaikan pesan kepada manusia lain, sebagai objeknya adalah usaha
manusia itu dalam menyampaikan pesan kepada orang lain.
Komunikasi menurut forsadale dalam mulyana adalah “commucation is the
process by which a system is estabilished, maintained, and altered by means of
shared signals that operate according to rules”.komunikasi adalah suatu proses
memberikan signal menurut aturan tertentu, sehingga dengan cara ini suatu system
dapat didirikan, dipelihara, dan diubah.2
1
Hoeta Soehoet A.M, Dasar-Dasar Jurnalistik, Yayasan Kampus Tercinta IISIP, Jakarta,
2003, h. 5
2
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung,
2001, h. 6
7
8
Menurut Hovland dalam effendi, definisi komunikasi adalah proses yang
memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya
lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikan).3
Komunikasi juga merupakan proses penyampaian pesan baik verbal maupun
non verbal dari komunikator kepada komunikan untuk mengubah perilaku.
Menurut Harold Lasswell dalam Effendy, karyanya berbunyi The Structure and
Function of Communication in Society, mengatakan bahwa cara yang baik untuk
menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut: “Who Says
What in Which Channel To Whom With What Effect” atau “Siapa yang
menyampaikan, apa yang disampaikan, melalui apa, kepada siapa, dan apa
pengaruhnya”.4
Pengertian ilmu Komunikasi yang dijelaskan oleh Berger dan Chaffee
dalam Teori Komunikasi memberikan 3 (tiga) pokok pikiran yaitu :
1. Pertama, objek pengamatan yang jadi fokus perhatian dalam ilmu komunikasi
adalah produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambing
dalam konteks kehidupan manusia.
2. Kedua, ilmu komunikasi bersifat “ilmiah-empiris” dalam arti pokokpokok
pikiran dalam ilmu komunikasi (dalam bentuk-bentuk teori) harus berlaku
umum.
3
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi dan Praktek, PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2005, h. 49
4
Ibid, h.10
9
3. Ketiga, ilmu komunikasi bertujuan menjelaskan fenomena sosial yang
berkaitan dengan produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan
lambang.
Berdasarkan definisi dari Berger dan Chaffee dapat dikatakan bahwa ilmu
komunikasi pada dasarnya adalah ilmu pengetahuan tentang peristiwa komunikasi
yang diperoleh melalui suatu penelitian tentang sistem, proses, pengaruh yang
dilakukan secara rasional dan sistematik, serta kebenarannya dapat diuji dan
digeneralisasikan.5
Komunikasi merupakan aktifitas yang sering dilakukan manusia pada
umumnya dikehidupan sehari-hari. Secara garis besar dalam suatu proses
komunikasi harus terdapat unsur-unsur kesamaan makna agar terjadi suatu
pertukaran pikiran atau pengertian, antara komunikator (pengirim pesan) dan
komunikan (penerima pesan).6
Proses komunikasi dapat diartikan sebagai “transfer informasi” atau pesanpesan dari pengirim pesan sebagai komunikator dan kepada penerima pesan
sebagai komunikan. Tujuan dari proses komunikasi adalah tercapainya saling
pengertian antara kedua belah pihak. Sebelum pesan-pesan tersebut dikirim
kepada komunikan, komunikator memberikan makna-makna dalam pesan tersebut
yang kemudian di tangkap oleh komunikan dan diberikan makna sesuai dengan
konsep yang dimilikinya.
5
6
Sasa Djuarsa Senjaya, Teori Komunikasi, Universitas Terbuka, Jakarta, 2007, h. 11
Rosady Ruslan, ManajemenPublic Relations dan Media Komunikasi Edisi Revisi 10,
PT. Grafindo Persada, Jakarta, 2010, h. 81
10
Proses penyampaian informasi atau pesan tersebut pada umumnya
berlangsung dengan melalui media komunikasi, khususnya bahasa percakapan
yang mengandung makna yang dapat dimengerti atau dalam lambang yang sama.
Pengertian pemakaian bahasa dapat bersifat kongkret atau abstrak.7
Teori Fiske dan Sless menyiratkan bahwa pada dasarnya studi komunikasi
tak dapat lepas dari pertukaran makna dan pengertian dari suatu pesan. Pesan
disampaikan dengan menggunakan simbol (symbol) atau tanda (sign) yang dapat
diinterpretasikan oleh audiens ataupun pembaca pesan itu. Bagaimana tanda atau
simbol itu diinterpretasikan sangat tergantung pada interpreter atau penerima
tanda.8
Dalam penelitian ini fokus yang akan menjadi bahasan adalah teori
komunikasi interpretasi. Menurut Sendjaja dalam Bungin, bahwa pendekatan
interpretasi adalah pendekatan yang berusaha untuk menjelaskan makna dari
tindakan. Makna yang dimaksud oleh para pelaku penting dalam berbagai bentuk
interpretasi adalah suatu tindakan kreatif dalam mengungkap kemungkinankemungkinan makna.9
Menurut Nursalam jenis komunikasi adalah sebagai berikut :
Komunikasi verbal dapat digunakan manajer kepada atasan dan
bawahan baik secara formal dan informal. Komunikasi secara verbal
misalnya dilakukan padap pertemuan formal, baik kepada individu,
kelompok, dan presentasi formal.
Komunikasi nonverbal adalah komunikasi dengan menggunakan
ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan sikap tubuh, atau “body language”. Hal-
7
Ibid, h. 82
8
John Fiske, Cultural And Communication Studies : Sebuah Pengantar Sebuah Pengantar
Paling Komprehensif, Jalasutra, Yogyakarta, 2004, h. 35
9
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2007, h. 259
11
a.
b.
c.
d.
e.
f.
hal yang merupakan kunci bagian komunikasi nonverbal yang dapat terjadi
tanpa adanya penjelasan secara verbal, adalah:
Lingkungan: tempat di mana komunikasi dilaksanakan merupakan bagian
penting pada proses komunikasi.
Penampilan: pakaian, kosmetik, dan sesuatu yang menarik merupakan
bagian dari komunikasi verbal yang perlu diidentifikasi.
Kontak mata: kontak mata memberikan makna terhadap kesediaan
seseorang untuk berkomunikasi.
Postur tubuh dan gesture, bobot suatu pesan bias ditunjukkan dengan orang
yang menudingkan telunjuknya, berdiri, atau duduk.
Ekspresi wajah: komunikasi yang efektif memerlukan suatu respons wajah
yang setuju terhadap pesan yang disampaikan.
Suara: intonasi, volume, dan refleksi. Cara tersebut menandakan bahwa
pesan dapat ditransfer dengan baik.10
Komunikasi merupakan suatu bentuk penyampaian pesan yang disampaikan
kepada khalayak melalui media dan diharapkan khalayak terpengaruh terhadap
pesan komunikasi yang disampaikan. Pesan yang disampaikan disini berbentuk
verbal maupun nonverbal, sehingga menciptakan suatu makna yang dipahami oleh
khalayak.
Di samping itu, komunikasi juga dapat dilihat sebagai proses aktivitas
produksi dan pertukaran makna (production and exchange meaning). Dalam
pendekatan ini tidak mengenal adanya suatu kegagalan komunikasi. Perbedaan
makna antara sender dan reciever lebih cenderung dilihat sebagai akibat adanya
perbedaan latar belakang budaya. Interpretasi baru akan muncul jika orang mulai
menafsirkan isyarat atau simbol dan berusaha memahami dengan melibatkan
aspek pikiran, perasaan, dan konsep.
10
Nursalam, Manajemen Keperawatan, Aplikasi dan praktik Keperawatan Profesional
Edisi 2, Penerbit Salemba Medika, 2007, h. 38-39
12
2.2.
Tanda Dan Makna
Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi
sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain.
Menurut Saussure (dalam Sobur, 2006) tanda (sign) terbagi menjadi
tiga komponen yaitu:
a. Tanda (sign) meliputi aspek material (suara, huruf, gambar,
gerak, bentuk).
b. Penanda (signifier) adalah aspek material dari bahasa: apa
yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca.
c. Petanda (signified) adalah gambaran mental, pikiran, dan
konsep. Petanda adalah aspek mental dari bahasa.
Ketiga unsur tersebut harus utuh, tanpa salah satu unsur, tidak ada tanda yang
dapat dibicarakan bahkan tidak dapat dibayangkan. Jadi, petanda (signified)
merupakan konsep atau apa yang dipresentasikan oleh penanda (signifier) serta,
hubungan antara Signified dan signifier di sebut hubungan simbolik yang akan
menghasilkan makna (Barthes dalam Sunardi, 2004).
Tanda merupakan sesuatu yang bersifat fisik, bisa dipersepsi indra kita,
maksudnya tanda mengacu pada sesuatu di luar tanda itu sendiri: dan bergantung
pada pengenalan oleh penggunanya sehingga bisa disebut tanda. Ferdinand de
Saussure dalam Yasraf merumuskan tanda sebagai kesatuan dari dua bidang yang
tidak bisa dipisahkan, tanda memiliki dua entitas yaitu penanda (signifier/ wahana
tanda/ yang mengutarakan/ simbol) atau bentuk dan petanda (signified/ konsep/
makna/ yang diutarakan/ thought of reference). Berkaitan dengan piramida
pertandaan ini (tanda-penanda-petanda), Sausurre menekankan dalam teori
semiotika perlunya konvensi sosial, diantaranya komunitas bahasa tentang makna
satu tanda. Kesimpulan dari rumusan Saussure maksudnya adalah satu kata
mempunyai makna tertentu disebabkan adanya kesepakatan sosial di antara
komunitas pengguna bahasa tentang makna tersebut.
13
Salah satu bentuk tanda adalah bahasa. Secara sederhana Jalaluddin
Rakhmat membedakan bahasa menjadi dua, yaitu: bahasa sebagai pesan linguistik
(yaitu pesan dalam bentuk kata dan kalimat) dan bahasa sebagai pesan non-verbal
yang meliputi pesan paralinguistik (manusia mengucapkan kata-kata dan kalimat
dengan cara tertentu dan setiap cara berkata memberikan maksud tertentu dan
pesan ekstralinguistik (bahasa dalam bentuk simbol atau isyarat). Secara
fungsional, bahasa dipahami sebagai alat yang dimiliki untuk mengungkapkan ide
dan makna. Artinya, bahasa hanya dapat dipahami apabila ada konvensi di antara
anggota kelompok sosial yang menggunakannya. Kata-kata dimaknai secara
arbitrer oleh kelompok sosial, kemudian dikonvensikan dalam penggunaannya.
Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha
mencari jalan di dunia ini.11
Tanda ini bisa tampil dalam bentuk sederhana seperti kata, atau dalam
bentuk kompleks seperti novel atau acara siaran radio.12
Aristoteles (384-322 SM) telah meletakkan dasar-dasar teori penandaan
yang sampai sekarang masih menjadi dasar. Ia mendefinisikan tanda sebagai yang
tersusun atas tiga dimensi: (1) bagian fisik dari tanda itu sendiri (suara yang
membentuk kata seperti “komputer”); (2) referen yang dipakai untuk menarik
perhatian (satu jenis alat tertentu); (3) pembangkitan makna (yang diisyarakatkan
oleh referen baik secara psikologis maupun sosial. Sebagaimana dalam konteks
27
11
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2004, h. 15
12
Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media, Jalasutra, Yogyakarta, 2010, h.
14
semiotika, semua hal ini disebut sebagai (1) ‘penanda’, (2) ‘petanda’, dan (3)
‘signifikasi’.13
Terdapat dua pendekatan penting yang berkenaan dengan tanda, yakni
pendekatan yang dicetuskan oleh Ferdinand de Saussure dan pendekatan yang
dicetuskan oleh Charles Sanders Peirce. Menurut Saussure, tanda merupakan
wujud konkret dari citra bunyi dan sering diidentifikasi sebagai penanda,
sedangkan konsep-konsep dari bunyi-bunyian atau gambar, disebut sebagai
petanda. Dapat dikatakan, di dalam tanda terungkap citra bunyi ataupun konsep
sebagai dua komponen yang tak terpisahkan. Hubungan penanda dan petanda
juga bersifat arbitrer (bebas), baik secara kebetulan maupun ditetapkan.14
Tanda-tanda
berkaitan
dengan
objek-objek
yang
menyerupainya,
keberadaannya memiliki hubungan sebab-akibat dengan tanda-tanda atau karena
ikatan konvensional dengan tanda-tanda tersebut.
Menurut Peirce, sebuah analisis tentang esensi tanda mengarah pada
pembuktian bahwa setiap tanda ditentukan oleh objeknya. Pertama, dengan
mengikuti sifat objeknya, ketika kita menyebut tanda sebuah ikon. Kedua, menjadi
kenyataan dan keberadaannya berkaitan dengan objek individual, ketika kita
menyebut tanda sebuah indeks. Ketiga, kurang lebih, perkiraan yang pasti bahwa
hal itu diinterpretasikan sebagai objek denotatif sebagai akibat dari suatu
kebiasaan ketika kita menyebut tanda sebuah simbol. 15
13
Ibid, h. 34
14
Op Cit, Alex Sobur, 2004, h. 32
15
Ibid, Alex Sobur, 2004, h. 35
15
Tanda terdapat di mana-mana, kata, demikian pula gerak isyarat tubuh,
lampu lalu lintas, bendera, warna, dan sebagainya dapat pula menjadi tanda.
Semua hal dapat menjadi tanda, sejauh seseorang menafsirkannya sebagai sesuatu
yang menandai suatu objek yang merujuk pada atau mewakili sesuatu yang lain di
luarnya. Kita menafsirkan sesuatu sebagai tanda umumnya secara tidak sadar
dengan menghubungkannya dengan suatu sistem yang kita kenal hasil konvensi
sosial di sekitar kita. Tidak semua suara, gerakan, kata, isyarat bisa menjadi tanda,
namun hal tersebut bisa menjadi tanda ketika ia diberi makna tertentu.
Sedangkan makna (meaning) memang merupakan kata dan istilah yang
membingungkan.16 Orang-orang sering menggunakan istiah pesan dan makna
secara bergantian. Akan tetapi, ini tidaklah benar jika dilihat dari sudut semantik.
Dapat dikatakan, ‘pesan’ itu tidak sama dengan ‘makna’ –pesan bisa memiliki
lebih dari satu makna, dan beberapa pesan bisa memiliki satu makna.
Secara semiotika, pesan adalah penanda; dan maknanya adalah petanda.
Pesan adalah sesuatu yang dikirimkan secara fisik dari satu sumber ke
penerimanya. Sedangkan makna dari pesan yang dikirimkan hanya bisa
ditentukan dalam kerangka-kerangka makna lainnya. Tak perlu lagi kiranya
dijelaskan bahwa hal ini juga akan menghasilkan pelbagai masalah interpretasi
dan pemahaman.17
Ada beberapa pandangan mengenai teori dan konsep makna. Seperti yang
diungkapkan oleh Wendell Johnson dalam Alex Sobur:
16
Ibid, Alex Sobur, 2004, h. 255
17
Op Cit, Marcel Danesi, 2010, h. 22
16
1) Makna ada dalam diri manusia. Makna tidak terletak pada kata-kata. Kita
menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang ingin kita
komunikasikan. Komunikasi adalah proses yang kita gunakan untuk
mereproduksi, di benak pendengar, apa yang ada di benak kita. Reproduksi
ini hanyalah sebuah proses parsial dan selalu bisa salah.
2) Makna berubah. Kata-kata relatif statis. Banyak dari kata-kata yang kita
gunakan berumur 200 atau 300 tahun. Tapi makna dari kata-kta tersebut
mengalami perubahan yang dinamis, teruatama pada dimensi emosional
dari makna. Seperti kata-kata hubungan di luar nikah, obat, agama,
hiburan, dan perkawinan (Di Amerika Serikat, kata-kata ini diterima
secara berbeda pada saat ini dan di masa-masa yang lalu).
3) Makna membutuhkan acuan. komunikasi hanya masuk akal bilamana ia
mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan eksternal. Obsesi
seorang paranoid yang selalu merasa diawasi dan teraniaya merupakan
contoh makna yang tidak mempunyai acuan yang memadai.
4) Penyingkatan yang berlebihan akan mengubah makna. Berkaitan erat
dengan gagasan bahwa makna membutuhkan acuan adalah masalah
komunikasi yang timbul akibat penyingkatan berlebihan tanpa
mengaitkannya dengan acuan yang konkret dan dapat diamati. Bila kita
berbicara tentang cinta, persahabatan, kebahagiaan, kebaikan, kejahatan,
dan konsep-konsep lain yang serupa tanpa mengaitkannya dengan sesuatu
yang spesifik, kita tidak akan bisa berbagi makna dengan lawan bicara.
Mengatakan kepada seorang anak untuk “manis” dapat mempunyai
banyak makna. Penyingkatan perlu dikaitkan dengan objek, kejadian, dan
perilaku dalam dunia nyata: “Berlaku manislah dan bermain sendirilah
sementara ayah memasak.” Bila Anda telah membuat hubungan seperti ini,
Anda akan bisa membagi apa yang Anda maksudkan dan tidak.
5) Makna tidak terbatas jumlahnya. Pada suatu saat tertentu, jumlah kata
dalam suatu bahasa terbatas, tetapi maknanya tidak terbatas. Karena itu,
kebanyakan kata mempunyai banyak makna. Ini bisa menimbulkan
masalah bila sebuah kata diartikan secara berbeda oleh dua orang yang
sedang berkomunikasi. Bila ada keraguan, sebaiknya Anda bertanya dan
bukan membuat asumsi; ketidaksepakatan akan hilang bila makna yang
diberikan masing-masing pihak diketahui.
6) Makna dikomunikasikan hanya sebagian. Makna yang kita peroleh dari
suatu kejadian (event) bersifat multiaspek dan sangat kompleks, tetapi
hanya sebagian saja dari makna-makna ini yang benar-benar dapat
dijelaskan. Banyak dari makna tersebut tetap tinggal dalam benak kita.
Karenanya, pemahaman yang sebenarnya–pertukaran makna secara
sempurna–barangkali merupakan tujuan ideal yang ingin kita capai tetapi
tidak pernah tercapai.18
18
Op Cit, Alex Sobur, 2004, h. 258
17
Menurut Saussure, tanda terdiri dari bunyi-bunyian dan gambar, disebut
signifier atau penanda dan konsep dari bunyi-bunyian atau gambar tersebut,
disebut sebagai signified atau petanda. Hubungan antara gambaran mental atau
konsep tersebut dinamakan dengan signification atau pemaknaan.
Salah satu cara yang digunakan Barthes untuk membedakan lingkup makna
yang lebih besar ini adalah dengan membedakan antara makna denotatif dengan
makna konotatif.
Makna denotatif pada dasarnya meliputi hal-hal yang ditunjukan pada katakata (yang disebut makna referensial) ….. makna denotasi yang bersifat langsung
yaitu makna khusus yang terdapat dalam sebuah tanda, pada intinya dapat disebut
sebagai gambaran sebuah petanda(Berger, 2000b: 55) …. Sedangkan konotasi
(connotation, evertone, evocatory) diartikan sebagai “aspek makna sebuah atau
sekelompok kata yang didasarkan atas persamaan atau pemikiran yang timbul
oleh pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca) (h.117) ….. jika denotasi
sebuah kata adalah definisi objektif kata tersebut, makan konotasi sebuah kata
adalah makna subjektif atau emosional. (Devito, 1997: 125) …. Dikatakan
objektif sebab makna denotasi ini berlaku umum. Sebaliknya makna konotasi ini
bersifat subjektif dalam pengertian bahwa ada pergeseran makna umum
(denotatif) karena sudah ada rasa dan nilai.19
2.3.
Tanda Dan Makna Dalam Iklan
Pada dasarnya lambang yang digunakan dalam iklan terdiri atas dua jenis,
yaitu verbal dan nonverbal. Lambang verbal merupakan bahasa yang dikenal,
sedangkan lambang nonverbal berupa bentuk dan warna yang disajikan dalam
iklan yang tidak secara khusus meniru rupa atas bentuk realitas.
Sebuah iklan biasanya terdiri dari tiga elemen tanda yaitu gambar objek atau
produk yang diiklankan (objek), gambar benda-benda di sekitar objek yang
memberikan konteks pada objek tersebut (konteks), serta tulisan atau teks yang
memberikan keterangan tertulis (teks), yang satu sama lainnya saling mengisi
dalam menciptakan ide, gagasan, konsep atau makna sebuah iklan. Selain itu,
19
Alex Sobur, Analisis Teks Media, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2004, h. 20
18
iklan memiliki tingkatan makna yang kompleks, mulai dari makna yang eksplisit,
yaitu makna yang berdasar apa yang tampak (denotatif), serta makna lebih
mendalam, yang berkaitan dengan pemahaman-pemahaman ideologi dan kultural
(konotatif).20
Berikut ini tabel yang digambarkan oleh Piliang yang menjelaskan
bagaimana iklan merupakan sebuah ajang permainan tanda, yang selalu bermain
pada tiga elemen tanda tadi, yang satu sama lain saling mendukung.
Tiga Elemen Tanda Dalam Iklan
Objek
Konteks
Teks
Entitas
Visual/ Tanda
Visual / Tulisan
Tulisan
Fungsi
Elemen tanda
yang
merepresentasikan
objek atau produk
yang diiklankan
Elemen tanda
yang memberikan
(atau diberikan)
konteks dan
makna pada objek
yang diiklankan
Tanda linguistic
yang berfungsi
memperjelas dan
menambatkan
makna
(anchoring)
Elemen
Signifier/
Signifier/
Signified
Signified
Signified
Tanda Semiotik
Tanda Semiotik
Tanda
Tanda Linguistik
Sumber : Piliang, 2003.21
Di dalam iklan terdapat dua aspek yang dapat menghasilkan makna. Dua
aspek yang membangunnya yaitu:
a. Aspek Visual (warna, kontras, bentuk)
20
Yasraf Amir Piliang, Post Realitas-Realitas Kebudayaan Dalam Post Metafisika, Percetakan
Jalasutra, Yogyakarta, 2003, h. 280
21
Ibid, h. 263
19
b. Aspek Verbal (naskah atau teks iklan)
Menurut Vestegaard dan Schroeder, pesan verbal berhubungan dengan
situasi saat berkomunikasi dan situasi ini ditentukan oleh konteks sosial kedua
pihak yang melakukan komunikasi. Sementara pesan visual, hubungan kedua
belah pihak sepenuhnya tidak ditentukan oleh situasi, namun bagaimana khalayak
menafsirkan teks dan gambar. Dalam komunikasi verbal, interaksi simbolik selalu
menggunakan ikon, indeks dan simbol.22
Hubungan yang terjadi di antara tanda–tanda itu akan menghasilkan makna
yang terbentuk dari tiap tahapan pemahaman akan tanda yang diinterpretasikan.
Menurut Jalaluddin Rakhmat bahwa kata–kata tidak bermakna, oranglah yang
memberi makna. Perdebatan yang terjadi seringkali tidak selesai, karena orang
sering mengacaukan makna. Sehingga Brodbeck membagi makna pada tiga corak.
Ketiga corak tersebut adalah:
1. Makna yang pertama adalah Inferensial, yakni makna satu kata
(lambang) adalah objek, pikiran, gagasan, konsep yang dirujuk oleh kata
tersebut. Dalam uraian Ogedeen dan Richards (1946), proses pemberian
makna terjadi ketika kita menghubungkan lambang dengan yang
ditunjukkan lambang.
2. Makna yang kedua menunjukkan arti suatu istilah sejauh dihubungkan
dengan konsep–konsep yang lain.
3. Makna yang ketiga adalah makna intensianal, yakni makna yang
dimaksud oleh seseorang pemakai lambang. Makna ini tidak dapat dicari
rujukannya, makna ini terdapat pada pikiran orang, hanya dimiliki
dirinya saja, kita dapat menyebutnya sebagi makna konotatif atau makna
perorangan.23
22
23
Burhan Bungin. Sosiologi Komunikasi, Teori, Paradigma, Dan Diskursus Teknologi
Komunikasi Di Masyarakat, Kecana, Jakarta, 2007, h. 143
Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi Edisi Revisi, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung,
2000, h. 277-278
20
Makna tidak terletak pada kata–kata, tetapi pada pikiran orang, pada
persepsinya, makna terbentuk karena pengalaman individu. Jadi, karena
pengalaman masing–masing orang berbeda, maka orang mempunyai makna
masing–masing untuk kata–kata tertentu.
2.4.
Iklan Televisi
Istilah periklanan berasal dari kata advertising, yang dalam bahasa Latin
yaitu ad-vere yang berarti mengoperkan pikiran dan gagasan kepada pihak lain.
Jadi pengertian seperti ini sebenarnya tidak ada ubahnya dengan pengertian
komunikasi sebagimana halnya dalam ilmu komunikasi.
Iklan selain menginformasikan tentang suatu benda atau jasa, iklan
mempunyai sifat “mendorong” dan “membujuk” agar kita mengingat, menyukai,
memilih dan kemudian membelinya. Iklan ada suatu kegiatan menyampaikan
berita tetapi berita itu disampaikan atas pesanan pihak yang ingin agar produk
atau jasa yang dijualnya diingat, disukai, dipilih dan dibeli. Iklan ditujukan kepada
khalayak ramai.
Menurut Frank Jefkins, Periklanan merupakan pesan-pesan penjulan yang
paling persuasif yang diarahkan kepada para calon pembeli yang paling potensial
atas produk barang atau jasa tertentu dengan biaya yang semurah-murahnya.24
Menurut Rendra Widyatama
menambahkan
pengertian
iklan
yang
dikutip dari Masyarakat Periklanan Indonesia, yang mengartikan iklan sebagai
24
Frank Jefkins, Periklanan Edisi Ketiga, Erlangga, Jakarta, 1997, h. 5
21
segala bentuk pesan tentang suatu produk atau jasa yang disampaikan lewat
suatu media dan ditujukan kepa sebagian atau seluruh masyarakat.25
Iklan dan periklanan sering diartikan sama, namun iklan dan periklanan
memiliki arti yang berbeda. Periklanan merupakan suatu bentuk komunikasi
massa bersifat persuasif yang bertujuan untuk menyampaikan informasi
mengenai suatu produk untuk memperoleh keuntungan penjualan dan dibiayai
oleh perusahaan yang mengiklankan produk. Sedangkan iklan adalah bentuk
penyampaian pesan mengenai suatu produk yang bersifat persuasif melalui
media yang dituju kepada khalayak masyarakat.
Secara garis besar iklan mempunyai 3 tujuan yaitu : (1) iklan informatif, iklan ini
umumnya dianggap sangat penting untuk peluncuran produk baru, dimana
tujuannya adalah merangsang permintaan awal, (2) iklan persuasive, sangat
penting apabila mulai tercipta tahap sensuailitas, dimana tujuan iklan adalah
membangun preferensi pada merek tertentu, (3) iklan yang bertujuan
mengingatkan (remainder advertising) lebih cocok untuk produk yang sudah
memasuki tahap kedewasaan lanjutan dari iklan pengingat ini adalah
reinforcement advertising yang bertujuan meyakinkan konsumen atau calon
konsumen bahwa mereka membeli produk yang tepat.26
Menurut Kotler dan Amstrong tujuan periklanan adalah :
1. Untuk menginformasikan pasar tentang suatu produk baru, mengusulkan
kegunaan baru suatu produk, memberitahukan pasar tentang perubahan
harga, menjelaskan cara kerja suatu produk.
2. Untuk membujuk (membentuk preferensi merek, mendorong alih merek,
mengubah persepsi pembeli tentang produk).
3. Untuk mengingatkan (mengingatkan pembeli bahwa produk tersebut
mungkin akan dibutuhkan kemudian, mengingatkan pembeli dimana dapat
membelinya).27
25
Rendra Widyatama, Pengantar Periklanan, Buana Pustaka, Jakarta, 2005, h. 15
26
Uyung Sulaksana, Integrated Marketing Communication, Pustaka Belajar, Jakarta,
2005, h. 92
27
Philip Kotler, Manajemen Pemasaran, Erlangga, Jakarta, 2009, h. 24
22
Menurut Rendra Widyatama fungsi dari iklan yaitu:
Pertama, bahwa iklan mampu memiliki fungsi untuk memberikan
informasi, yaitu bahwa iklan memberikan informasi-informai yang
berharga bagi khalayaknya.
Kedua,iklan mampu mengemban fungsi mempersuasi khalayak,
yaitu membujuk konsumen agar mengikuti apa yang disarankan dalam
isi pesan iklan.
Ketiga, iklan mampu mengemban
fungsi untuk mendidik
khalayak atas suatu konstruksi tertentu. Sesuatu yang diajarkan
tersebut dapat berupa cara pemakaian, perakitan, pemasangan,
penggunaan produk dan semacamnya.
Keempat, iklan mampu memberikan hiburan kepada khalayaknya.28
Unsur saluran menyangkut media yang dipakai untuk menyebarluaskan
pesan-pesan (surat kabar, majalah, radio, televisi, dan internet). Unsur penerima
adalah khalayak sasaran (mass audience) dari pesan komunikasi massa yang
disampaikan melalui media. Salah satu media yang digunakan dalam beriklan
adalah televisi.
Menurut Effendi, televisi terdiri dari istilah “tele” yangberarti jauh dan
“visi” (vision) yang berarti penglihatan. Segi “jauh”nya diperoleh dari prinsip
radio sedangkan “penglihatan” nya diperoleh melaluigambar. Karena itu televisi
merupakan hasil dari perpaduan antara radio (broadcast) dan film (moving
picture).29
Televisi merupakan salah satu media yang paling efektif karena selain dapat
mendengar, pemirsa juga dapat melihat. Kelebihan televisi dibandingkan media
yang lainnya adalah kemampuan menyajikan berbagai kebutuhan manusia, baik
hiburan, informasi, maupun pendidikan dengan sangat memuaskan. Penonton
28
29
Op Cit, Rendra Widyatama, 2005, h. 147
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi dan Praktek Cetakan Kesembilan Belas,
PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2003, h. 174
23
televisi tak perlu susah-susah pergi ke gedung bioskop atau gendung sandiwara
karena pesawat televisi menyajikan ke rumahnya.30
Dengan adanya keistimewaan tersebut, masyarakat saat ini telah menjadikan
televisi sebagai benda yang wajib untuk dimiliki. Hal ini terbukti dengan kondisi
masyarakat saat ini terutama masyarakat di kota-kota besar yang hampir di setiap
rumah memiliki televisi.
Iklan televisi atau TVC sesungguhnya hanya bagian kecil dalam proses
branding, masih banyak elemen-elemen lain dalam mencapai sebuah merek yang
kuat.
Menurut Sumartono secara kontekstual televisi memiliki tiga kekuatan,
yaitu :
1. Efisiensi Biaya. Banyak periklanan yang memandang televisi sebagai
media yang paling efektif untuk menyampaikan pesan-pesan
komersialnnya. Salah satu keunggulannya adalah kemampuan menjangkau
khalayak sasaran yang sangat luas. Jutaan orang menonton televise secara
teratur. Televisi selain menjangkau khalayak sasaran yang dicapai oleh
media massa lainnya, juga dapat menjangkau khalayak yang tidak
terjangkau oleh media cetak. Jangkauan ini menimbulkan efisiensi biaya
untuk menjangkau setiap kendala.
2. Dampak yang Kuat. Keunggulan lainnya adalah kemampuannya
menimbulakan dampak yang kuat terhadap konsumen, dengan tekanan
pada sekaligus dua indera yaitu penglihatan dan pendengaran. Televisi
juga mampu menciptakan kelenturan bagi pekerjaan-pekerjaan yang
kreatif dengan mengkombinasikan gerakan, kecantikan, suara, warna,
drama, dan humor.
3. Pengaruh yang Kuat. Televisi mempunyai kemampuan untuk
mempengaruhi persepsi khalayak sasaran. Kebanyakan masyarakat
meluangkan waktunya didepan televisi, sebagai sumber berita, hiburan,
dan sarana pendidikan. Kebanyakan calon pembeli lebih “percaya” pada
perusahaan yang mengiklankan produknya ditelevisi dari pada yang tidak
sama sekali. Inilah cerminan bonafiditas pengiklan.31
30
31
Ibid, h. 60
Sumartono, Terperangkap dalam Iklan: Meneropong Imbas Pesan Iklan Televisi,
Alfabeta, Bandung, 2002, h. 06-07
24
Menurut Wells, Burnett, dan Moriarty, Beberapa elemen bekerja sama untuk
menciptakan peran visual dari iklan televisi:
1. Video. Video mengandung rangkaian adegan yang berupa gerakan, katakata yang menceritakan tentang produk perusahaan. Video berperan penting
untuk memberikan informasi kepada konsumen tentang seluk-beluk produk
perusahaan.
2. Audio. Iklan di televisi merupakan media audio visual sehingga elemen
radio menjadi penting.
3. Talent. Iklan audio visual di televisi selain menggunakan kata-katajuga
menggunakan cerita atau gambar agar menarik. Untuk iklan di televisi
membutuhkan orang untuk memerankan adegan dalam iklan yang
menggunakan manfaat, cara kerja, kehebatan dan lainnya dari produk agar
konsumen mendapati informasi cukup.
4. Props. Di dalam setiap iklan termasuk televisi, hal yang paling penting
adalah produknya. Adegan cerita, figure, musik dan lainnya yang digunakan
hanyalah sebagai pendukung dalam menunjukkan keunggulan produk.
5. Setting. Dalam iklan di televisi memerlukan tempat untuk pengambilan
adegan. Pemilihan tempat harus sesuai dengan jalannya cerita sehingga
iklan menarik.
6. Lighting. Pencahayaan dalam iklan haruslah tepat untuk membuat iklan
dapat menarik untuk dilihat. Selain itu penggunaan kombinasi harus baik
untuk menarik konsumen akan iklan suatu produk.
7. Pacing. Setiap konsumen memiliki daya tangkap yang berbeda, karena itu,
pengiklan harus merancang iklannya sedemikian rupa agar iklan itu mudah
dimengerti dan ditangkap dengan baik oleh konsumen. Pacing adalah bagian
keseluruhan pengakhiran pesan atau dengan kata lain hasil eksekusi iklan.32
Iklan di televisi dibangun berdasarkan kekuatan dari visual objek dan
kekuatan audio. Simbol-simbol yang divisualisasikan lebih menonjol bila
dibandingkan dengan simbol-simbol verbal saja. Oleh karena itu iklan televisi
lebih meninggalkan kesan yang mendalam bagi para pemirsa.
Di dalam iklan, tanda-tanda digunakan secara aktif dan dinamis, sehingga
orang tidak lagi membeli produk untuk pemenuhan kebutuhan (need), melainkan
32
William Wells, John Burnett dan Sandra Moriarty, Advertising Principle and Practice,
4 Edition, Prantice Hall, 1989, h. 391-394
th
25
membeli makna-makna simbolik (symbolic meaning), yang menempatkan
Konsumer di dalam struktur komunikasi yang dikonstruksi secara sosial oleh
sistem produksi/konsumsi (produser, marketing, iklan).33
Alat dalam komunikasi periklanan selain bahasa, terdapat alat komunikasi
lainnya yang sering dipergunakan yaitu gambar, warna, dan bunyi. Iklan
menggunakan sistem tanda yang terdiri atas lambang baik verbal maupun ikon.
Pada dasarnya lambang yang digunakan dalam iklan terdiri dari dua jenis yaitu
verbal dan non verbal. Lambang verbal adalah bahasa yang kita kenal, lambang
non verbal adalah bentuk dan warna yang disajikan yang tidak secara meniru rupa
atas bentuk realitas.34
Berkaitan dengan permasalahan penelitian, iklan televisi memiliki unsur
verbal atau visual (gambar, warna, headline, logo, teks dan brand name), selain itu
juga terdapat unsur audio (kata-kata yang diucapkan, bahasa, sound efex, musik).
Dengan unsur-unsur yang saling berkaitan sehingga menjadi satu kesatuan
rangkaian iklan televisi diharapkan dapat dimengerti masyarakat dengan lebih
mudah dan cepat diterima oleh masyarakat.
Iklan merupakan salah satu teks media yang didalamnya terdapat banyak
tanda. Dalam menguraikan dan menemukan makna dibalik tanda yang ada dalam
sebuah teks iklan. Dalam teks iklan terdapat makna tanda yang bersembunyi
dibalik sebuah tanda (teks, iklan, berita), makan dapat dikatakan sistem tanda
yang amat kontekstual dan bergantung pada penggunaan tanda tersebut.
33
Yasraf Amir Piliang, Pengantar, Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies Atas Matinya
Makna, Jalasutra, Bandung, 2003, h. 287
34
Op Cit, Alex Sobur, 2004, h. 26
26
2.5. Semiotika
Semiotika adalah suatu bentuk strukturalisme, karena ia berpandangan
bahwa manusia tidak bisa mengetahui dunia melalui istilah-istilahnya sendiri,
melainkan hanya melalui struktur-struktur konseptual dan linguistik dalam
kebudayaan. Bagi para strukturalis, tugas ilmuwan adalah menyingkap struktur
konseptual
yang
berdasarkan
struktur
tersebut
berbagai
kebudayaan
mengorganisasikan persepsi dan pemahamannya atas dunia. Upaya strukturalisme
adalah menemukan cara manusia memahami dunia, bukan seperti apakah dunia
itu.
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode yang mengkaji tanda. Tanda-tanda
adalah seperangakat yang kita pakai dalam uapaya mencari jalan di dunia ini,
ditengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika atau dalam
istilah Barthes, semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana manusia
hendak memaknai hal-hal. Memaknai dalam hal ini tidak dapat dicampur adukan
dengan mengkomunikasikan.35
Semiotika berasal dari bahasa Yunani semeion yang berati berarti ”tanda”
atau sign dalam bahasa Inggris ini adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda
yang menjadi segala bentuk komunikasi yang mempunyai makna antara lain: kata
(bahasa), ekspresi wajah, isyarat tubuh, film, sign, serta karya sastra yang
mencangkup musik ataupun hasil kebudayaan dari manusia itu sendiri. Tanpa
adanya sistem tanda seorang tidak akan dapat berkomunikasi dengan satu sama
lain. Dari penjelasan tersebut dapat diuraikan bahwa setiap potongan gambar,
35
Ibid, Alex Sobur, 2004, h. 15
27
sepenggengal jingle akan mempunyai makna tersendiri. Melalui pendekatan
semiotika peneliti akan berusaha menggali nilai-nilai dan makna dari setiap tanda
Dengan kata lain semiotik adalah bagaimana karya itu ditafsirkan oleh para
pengamat dan masyarakat lewat tanda-tanda atau lambang. Sedangkan
Luxemburg menyatakan bahwa semiotik adalah ilmu yang secara sistematis
mempelajari tanda-tanda dan lambang-lambang, sistem-sistemnya dan proses
perlambangan.
2.6. Semiotika Roland Barthes
Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang
gencar mempraktekkan model linguistik dan semiologi Saussurean. Ia juga
intelektual dan kritikus sastra Perancis yang ternama. Roland Barthes adalah
tokoh strukturalis terkemuka dan juga termasuk ke dalam salah satu tokoh
pengembang utama konsep semiologi dari Saussure. Bertolak dari prinsip-prinsip
Saussure, Barthes menggunakan konsep sintagmatik dan paradigmatik untuk
menjelaskan gejala budaya, seperti sistem busana, menu makan, arsitektur,
lukisan, film, iklan, dan karya sastra. Ia memandang semua itu sebagai suatu
bahasa yang memiliki sistem relasi dan oposisi. Beberapa kreasi Barthes yang
merupakan warisannya untuk dunia intelektual adalah (1) konsep konotasi yang
merupakan kunci semiotik dalam menga-nalisis budaya, dan (2) konsep mitos
yang merupakan hasil penerapan konotasi dalam berbagai bidang dalam
kehidupan sehari-hari.
Dalam setiap eseinya, Barthes membahas fenomena yang sering luput dari
perhatian. Dia menghabiskan waktu untuk menguraikan dan menunjukkan bahwa
28
konotasi yang terkandung dalam mitologi-mitologi biasanya merupakan hasil
konstruksi yang cermat. Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam
studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader). Konotasi walaupun
merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat
berfungsi. Barthes secara panjang lebar mengulas apa yang sering disebut sebagai
sistem pemaknaan tataran ke-dua , yang dibangun di atas sistem lain yang telah
ada sebelumnya. 36
Berikut ini merupakan Bagan Signifikasi Roland Barthes :
Barthes menjelaskan: signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara
signifier dan signified didalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes
menyebutkannya sebagai denotasi, yakni makna yang paling nyata dari tanda.
Konotasi adalaha istilah yang digunakan barthes untuk menunjukan signifikasi
tahap kedua hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu
dengan perasaan dan pembaca serta nilai-nilai dan kebudayaannnya. Konotasi
mempunyai makna yang subjektifdan paling tidak intersubjektif.37
Roland Barthes yang juga menjadikan semiotika sebagai pendekatan utama
ilmu budaya, ia juga menjelaskan maksud dari semiotika adalah untuk menerima
semua sistem tanda, apapun hakekatnya dan batasnya, baik gambar, isyarat, suara
36
Op Cit, Alex Sobur, 2004, h. 68
37
Junaedhi Kurniawan, Semiologi Roland Barthes, Magelang, 2001, h. 128
29
musik, objek dan semua hal-hal tersebut, yang membentuk kebiasaan atau hal
lain, yang bukan berupa bahasa, paling tidak adalah suatau sistem signikasi, yaitu
adanya hubungan antara signifier dan signified untuk memberikan makna.
Untuk
mendapat
kemudahan
dalam
pemahaman
seseorang dalam
mempelajari sebuah media, maka metode semiotik digunakan sebagai pendekatan
untuk menganalisis teks media dengan asumsi bahwa media itu dikomunikasikan
melalui tanda-tanda. Teks media yang tersusun tidak membawa makna pesan
tunggal. Teks media biasanya mempunyai ideologi dominan yang tercipta melalui
tanda tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa teks media mempunyai kepentingankepentingan tertentu.
Fokus perhatian Barthes tertuju kepada gagasan tentang signifikasi dua
tahap (two order of significations). Signifikasi tahap pertama merupakan
hubungan antara signifier dan signified (makna denotasi). Pada tatanan ini
menggambarkan relasi antara penanda (objek) dan petanda (makna) di dalam
tanda, dan antara tanda dan dengan referannya dalam realitasnya eksternal. Hal ini
mengacu pada makna sebenarnya (riil) dari penanda (objek). Dan sinifikasi tahap
kedua adalah interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu (makna konotasi). Dalam
istilah yang digunakan Barthes, konotasi dipakai untuk menjelaskan salah satu
dari tiga cara kerja tanda (konotasi, mitos, dan simbol) dalam tatanan pertanda
kedua (signifikasi tahap kedua). Konotasi menggambarkan interaksi yang
berlangsung saat bertemu dengan perasaan atau emosi penggunanya dan nilai-nilai
kulturalnya. Bagi Barthes, faktor penting dalam konotasi adalah penanda dalam
tatanan pertama (4) dalam peta Ronald Barthes.
30
Menurut Budiman dalam Sobur, dalam kerangka Barthes, konotasi identik
dengan operasi ideologi, yang disebut sebagai mitos, dan berfungsi untuk
mengungkap dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku
dalam suatu periode tertentu. Didalam mitos terdapat pola tiga dimensi penanda,
petanda, dan tanda, namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh
suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau, dengan kata lain, mitos
juga suatu sistem pemaknaan tataran kedua. Didalam mitos pula sebuat petanda
dapat memiliki beberapa penanda pula.38
Tabel 2.1
Mitos Roland Barthes
1. Penanda
2. Penanda
3. Tanda
Bahasa
I PENANDA
II PETANDA
III TANDA
MITOS
Dalam mitos, kita kembali menemukan pola tiga-dimesi yaitu; penanda,
petanda dan tanda. Tetapi mitos adalah suatu sistem yang janggal, karena ia
dibentuk dari rantau semiologis yang telah eksis sebelumnya; mitos merupakan
sistem semiologis tatanan-kedua (second-order semiological system).
38
Roland Barthes, Membedah Mitos-Mitos Budaya Massa: Semiotika Atau Sosiologi
Tanda, Simbol< dan representasi, JalaSutra, Yogyakarta, 2010, h.303
31
Menurut Alex Sobur mitos adalah “bagai mana kebudayaan menjelaskan
atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos
merupakan produk kelas sosial yang mempunyai suatu dominasi.”39
Dengan demikian untuk mengungkap mitos dalam sebuah iklan dengan cara
pemaknaan dari kebudayaan yang memaknai iklan dalam memahami realitas
sehingga membentuk sebuah mitos.
2.7. Sensualitas
Iklan dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menampilkan pesan iklan yang
yang menarik. Tujuan iklan dikatakan berhasil apabila khalayak mendapatkan
respon yang baik terhadap iklan tersebut, untuk mendapatkan respon dari
masyarakat iklan harus dimengerti oleh masyarakat, maka iklan harus memiliki
kedekatan terhadap masyarakat dengan menampilkan suaru realitas kehidupan
masyarakat.
Di dalam budaya kapitalisme, tubuh perempuan tidak saja dieksplorasi nilai
gunanya (use value) seperti pekerja, pelayan dan prostitusi, tetapi juga nilai
tukarnya (exchange value) berupa gadis model dan gadis peraga. Selain itu, juga
dengan nilai tandanya (sign value) melalui pornografi, erotic art, erotic video,
film porno serta situs porno.40
Dengan demikian, tubuh menjadi urat nadi ekonomi-politik dan budaya
kapitalisme, dengan segala potensi dan nilai ekonomi yang dimilikinya. Di dalam
39
40
Op Cit, Alex Sobur , 2004, h. 128
Yasraf A. Piliang, Transpolitika, Dinamika Politik di dalam Era Virtualitas, Jalasutra,
Yogyakarta, 2005, 379
32
sistem budaya kapitalisme, tubuh menjadi bagian dari politik tubuh (body
politics), setidaknya pada tiga tingkat politik, yakni ekonomi-politik tubuh,
ekonomi- politik tanda tubuh dan ekonomi-politik hasrat.
Sensualitas perempuan dipuja-puja masyarakat terutama oleh kaum
patriarkis, karena bentuk tubuh sebagai lambang sensualitas ini, selain idealkan,
juga dinilai negatif atau merusak iman/moral.41
Mitos sensualitas memberiikan keyakinan penampilan fisik yang tidak ideal
dama dengan tidak menarik secara seksual. Bagaimanapun, mayoritas perempuan
masih meyakini bahwa dirinya diinginkan secara seksual dan social berkenaan
dengan daya tarik fisik mereka. Di berbagai tempat dan waktu, aspek anatomi
perempuan telah menjadi tanda yang memperkirakan bagaimana menarik,
feminine, dan seksual seorang perempuan. Bukan suatu hal yang salah jika para
perempuan sampai berfikiran demikian, karena kaum laki-laki memang lebih
mudah terangsang oleh stimuli visual.42
Sensualitas berkaitan dengan nilai seksual yang dihubungkan pada tubuh
pribadi lawan jenis. Ketertarikan ini tidaklah buruk karena dorongan seksual
dimaksudkan untuk menarik kita bukan semata-mata kepada tubuh, tapi kepada
tubuh seorang pribadi. Karenanya reaksi sensual awal diarahkan pada persatuan
personal (bukan sekedar persatuan fisik), dan berperan sebagai bahan dalam
membentuk cinta yang autentik bila diintegrasikan dengan aspek-aspek cinta yang
lebih tinggi dan mulia seperti kehendak baik, persahabatan, kebajikan, dan
komitmen pemberian diri.
Beberapa definisi sederhana dari sensualitas: sifat/karakter yang sensual
atau sesuatu yang menimbulkan birahi, sesuatu yang diandalkan untuk
41
Annastasia Melliana S, Menjelajah Tubuh Perempuan dan Mitos Kecantikan, LKiS,
Yogyakarta, 2006, h. 149
42
Ibid, 152-153
33
memuaskan selera/nafsu jasmaniah, suatu keasyikkan yang berlebihan karena
tubuh dan kepuasan atas birahinya. “Sensual sebenarnya bermaksud memenuhi
kepuasan satu pihak, artinya merangsang. Tetapi kata itu muncul karena berkaitan
dengan kebutuhan siapa, dan ini muncul dari kebutuhan yang selama ini banyak
didominasi laki-laki karena tidak pernah mengatakan bahwa sensual selalu
dikaitkan dengan posisi perempuan. tidak pernah mengatakan laki-laki bibirnya
sensual. Sebetulnya itu adalah cara laki-laki mendefinisikan cipta, rasa
penikmat”.43
Dengan kata lain sensualitas dapat dikaitkan dengan daya tarik fisik. Dan
pada dasarnya daya tarik fisik merupakan sebuah persepsi masyarakat atau budaya
tertentu terhadap ciri-ciri atau karakter fisik individu, kelompok, ras, dan suku
bangsa, yang dianggapnya menarik indah dan “sedap” dipandang. Dan yang
sebenarnya berlaku pula terhadap makhluk hidup lainnya. Daya tarik fisik dapat
meliputi berbagai macam pengertian, termasuk dan walaupun tidak terbatas hanya
pada daya tarik seksual, seperti wajah yang “manis” atau tampan serta tubuh yang
berotot terlihat seperti manusia yang memliki kesempurnaan.
Adapun iklan-iklan yang mengandung nuansa sensual dapat dikategorikan
sebagai berikut
1. Menggunakan figur (laki-laki/perempuan) yang berpakaian minim atau
bahkan hampir telanjang.
2. Mimik wajah yang menggoda atau sensual.
43
www.petra.ac.id/jurnal/design/, (diakses pasa 22 Januari 2014), Mulyono Kussianto, PrinsipPrinsif Sensul Ad Yang Sesuai Dengan Periklanan Indonesia Dalam Majalah Male Emporium Edisi
Juli 2004-Juni 2006
34
3. Bahasa atau posisi tubuh yang mengandung konotasi sensual.
4. Memfokuskan pandangan khalayak pada bagian vital lakilaki/perempuan
dengan sengaja.
5. Menampilkan simbol-simbol yang berhubungan atau dapat dipersepsi
mengandung unsur sensual.
6. Terdapat kata-kata yang secara langsung ataupun tidak langsung
menimbulkan konotasi seksual.44
Sensualitas adalah istilah yang berkaitan dengan seks. Dalam pengertian
sensualitas ada dua aspek yaitu:
1. Seks dalam arti sempit berarti kelamin, yang termaksuk dalam pengertian
kelamin adalah (1) alat kelamin itu sendiri, (2) anggota-anggota tubuh
dan ciri-badaniah yang membedakan lelaki dan wanita, (3) Hubungan
Kelamin, (4) Proses pembuahan, kehamilan dan kelahiran.
2. Seks dalam arti luas berarti segala hal yang terjadi sebagai akibat
(konsekuensi) dari adanya perbedaan jenis kelamin, yaitu (1) perbedaan
tingkah laku, lembut, kasar, dan genit, (2) perbedaan atribut dan pakaian,
(3) perbedaan peran dan pekerjaan, (4) hubungan antara pria dan wanita,
tata karma pergaulan, pencitraan, pacaran dan perkawinan.45
Perempuan selalu dikaitkan dengan kelemah-lembutan, kehalusan perasaan,
terlebih lagi kaum perempuan itu memiliki paras ayu dan keindahan tubuh yang
sempurna. Karena memiliki daya pesona dalam keindahan dan sensualitas, maka
tidak jarang perempuan ditampilkan yang tinggi dan itu bukan berarti wanita itu
harus cantik, asal bisa membangkitkan gairah seksual pria itu sudah cukup.
Dengan kata lain bila disuruh untuk memilih maka para pria akan lebih memilih
wanita yang memiliki daya sensualitas yang tinggi.
44
Ibid, Kussianto, 2006
45
Sarlito Wirawan, Teori-teori Psikologi sosial, Raja Grafindo, Jakarta, 1995, h. 7
35
Sensualitas merupakan kemampuan untuk merangsang secara positif semua
indera orang lain. Jika ingin menciptakan sensualitas pada seseorang, pastikan
harus
merangsang
semua
inderanya,
penglihatannya,
penciumannya,
pendengarannya, peradabannya, dan pengecapannya.46
Sensual sebenarnya bermaksud memenuhi kepuasan satu pihak, artinya
merangsang. Tetapi kata itu muncul karena berkaitan dengan kebutuhan siapa, dan
ini muncul dari kebutuhan yang selama ini banyak didominasi laki-laki karena
tidak pernah mengatakan bahwa sensual selalu dikaitkan dengan posisi
perempuan. tidak pernah mengatakan laki-laki bibirnya sensual. Sebetulnya itu
adalah cara laki-laki mendefinisikan cipta, rasa penikmat.47
Definisi atas konsep sensualitas dan politik tubuh perempuan dan laki-laki
yang berkembang di media massa tidak berhasil dirumuskan dalam definisi yang
jelas. Akan halnya sensualitas berkembang menyatakan sebagai bentuk aksi
sensual yang sengaja dipertontonkan untuk mengundang imajinasi seksualitas
yang mengkonsumsi pakaian minim, terawang dan terbuka.
Kriteria sensualitas perempuan dimana pria memiliki beberapa faktor yang
mempengaruhinya, karena pada tiap bagian tubuh perempuan mengandung daya
tarik seksual tersendiri dan memberikan sensasi sensual yang berbeda-beda
diantaranya adalah :
1. Postur tubuh
46
Marshall Sylver, Passion Profit dan Power, Program Ulang Pikiran Bawah Sadar Anda
untuk Menciptakan Hubungan, Kekayaan dan Kesejahteraan yang Layak Anda Dapatkan, PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2006, h. 144
47
Op Cit, Annastasia Melliana S , 2006, h. 8
36
Postur tubuh yang baik adalah yang padat berisi. Dala arti tidak terlalu kurus
dan tidak terlalu gemuk. Ukuran yang terlihat seksi antara 160-168cm dengan
berat badan 50-58kg.
2. Rambut
Rambut panjang dan lurus akan memberi kesan cantik dan anggun tetapi akan
terkesan kurang seksi. Perlakuan dengan mengkuncir rambut satu belakang
akan lebih memberikan kesan seksi bagi para pria. Rambut keriting kecil dan
panjang
akan
memberikan
kesan
lebih
seksi.
Sedangkan
rambut
bergelombang akan memberikan kesan sensual yang kuat.
3. Mata
Mata wanita yang besar dan bulat dengan disertai alis yang tebal akan
memancarkan kecantikan wanita secara utuh karena akan member kesan
anggun, teduh, dan tenang. Mata yang sedikit sipit dengan kantung mata yang
sedikit tebal serta sorot mata yang nakal tatapan yang sangat menggoda bagi
para pria.
4. Bibir
Bibir yang tipis identik dengan kecantikan seorang wanita, tipis sekaligus
identik dengan kelembutan sedangkan yang agak panjang lebih bermakna
pada keanggunan. Sementara bibir yang sensual memiliki kriteria yang
berbeda, yaki agak tebal merah delima, dengan ukuran bagian bawah edikit
tebal.
5. Dada
Dada adalah daya tarik seksual utama bagi wanita, bentuk dada yang
menonjol dapat sangat menarik perhatian lawan jenis.
37
6. Perut
Perut yang langsing akan menamambah daya tarik wanita, tapi dalam hal ini
bukan perut yang kurus.
7. Pinggul atau Bokong
Bagian ini menjadi daya tarik utama kedua bagi perempuan. Bokong yang
bagus adalah yang besarnya cukup padat tapi tidak terlalu melebar.
8. Paha
Bagian ini juga akan sangat merangsang bagi para pria yang melihat, paha
yang besar yang dimiliki oleh perempuan akan terlihat lebih seksi.
9. Betis
Bagi sebagian pria perempuan yang seksi dapat dilihat dari betis yang
dimiliki oleh perempuan. Betis perempuan yang seksi adalah yang memiliki
betis yang bulat, panjang dan mulus.
Kontek sensualitas merupakan bagian dari seksualitas, seksualitas
merupakan keseluruhan kompleks emosi, perkataan, kepribadian dan sikap
seseorang yang berkaitan dengan perilaku serta orientasi seksualnya.
Bukan suatu yang mudah untuk memahami seksualitas dan sensualitas
karena keduanya sangat berkaitan erat. Masih banyak pemahaman yang perlu
digali lagi supaya hal ini tidak menjerumuskan kedalam pemaknaan yang salah
yang mengakibatkan citra perempuan itu sendiri. Sebaliknya seksualitas dan
sensualitas harus dimaknai secara positif sehingga dapat mengangkat martabat dan
citra perempuan.
Bagaimana pun didalam penilaian masyarakat pada dasarnya memang
sensualitas sulit dipisahkan dari yang namanya perempuan. Karena sensual itu
38
sendiri lebih kepada penilaian secara fisik yang ditujukan kepada kaum
perempuan. Ada yang berpendapat bahwa, bagi seorang pria daya tarik wanita
bukan sekedar dari kecantikannya saja. Karena cantik bagi setiap pria bersifat
relatif, dimana akan memiliki penilaian dan batasan yang berbeda-beda. Namun
bagi sebagian pria dan bahkan wanita itu sendiri akan menilai bahwa daya tarik
wanita yang terutama adalah sensualitasnya seperti bagaimana seorang perempuan
terlihat seksi.
Maka dari itu seringkali sebuah sensualitas dapat pula menjadi sebuah pola
didalam periklanan, karena adanya tuntutan dimana dalam pembuatan sebuah
iklan haruslah mampu menarik perhatian bagi para konsumen. Ada satu cara yang
sangat efektif yang digunakan dalam iklan, yakni dengan menggunakan daya tarik
sex. Menurut Pohan dalam Kussianto (2006), “Seks memainkan peranan penting
dalam kehidupan biologis setiap manusia, bahkan hampir semua mahluk hidup.
Tidak peduli produk atau jasa apa pun yang ditawarkan, taktiknya bisa
disamakan”.48
Imaji-imaji
menempatkan
memasukan
kecantikan
sesksualitas
menjadi
suatu
kedalam
yang
tak
“kecantikan”
dan
manusiawi,
atau
mensubjektivitaskan dirinya pada penderitaan yang dierotisasi, disambut baik
secara politis dan sosio-ekonomis, karena hal itu dapat memperlemah harga diri
seksual perempuan.49
48
49
Ibid , h. 46
Naomi Wolf, Mitos Kecantikan, Kala Kecantikan Menindas Perempuan, Penerbit
Niagara, 2002, h. 278
39
Kebudayaan konsumen sangat didukung oleh pasar yang sengaja diciptakan
demi tiruan-tiruan seksual, lelaki yang menginginkan objek dan perempuan yang
menjadi objek, dan objek diinginkan secara tegas, sia-sia dan terus diubah oleh
pasar.50
Keindahan perempuan dan kekaguman lelaki terhadap perempuan adalah
cerita klasik dalam sejarah umat manusia. Dua hal itu pula menjadi dominan
dalam inspirasi banyak pekerjaan seni dari masa ke masa. Namun ketika
perempuan menjadi simbol dalam seni-seni komersial, maka kekagumankekaguman terhadap perempuan itu menjadi sangat diskriminatif, tendensius, dan
bahkan menjadi sub ordinasi dari symbol-simbol kekuatan laki-laki. Bahkan,
terkadang mengesankan perempuan menjadi simbol-simbol kelas social dan
kehadirannya dalam kelas tersebut hanya kerelaan yang dibutuhkan laki-laki.51
Jika sebuah sensualitas seringkali dinilai oleh masyarakat sebagai milik
perempuan, tidak menutup kemungkinan pada akhirnya akan memunculkan
sebuah gambaran mengenai kriteria-kriteria sensual ad yang dibuat oleh para
pengiklan. Walaupun memang kaum pria dapat pula ditempatkan pada penilaian
yang sama. Sehingga dengan demikian dapat dibedakan antara iklan satu dengan
iklan lainnya, dimana iklan yang lainnya mengandung unsur sensualitas.
Adapun iklan-iklan yang mengandung nuansa sensual dapat dikategorikan
sebagai berikut :
50
51
Ibid, h. 279
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kencana, Jakarta, 2005, h. 100
40
1.
Menggunakan figur (laki-laki/perempuan) yang berpakaian minim atau
bahkan hampir telanjang.
2.
Mimik wajah yang menggoda atau sensual.
3.
Bahasa atau posisi tubuh yang mengandung konotasi sensual.
4.
Memfokuskan pandangan khalayak pada bagian vital laki-laki/perempuan
dengan sengaja.
5.
Menampilkan simbol-simbol yang berhubungan atau dapat dipersepsi
mengandung unsur sensual
6.
Terdapat
kata-kata
yang
secara
langsung
ataupun
tidak
langsung
menimbulkan konotasi seksual.52
Begitu maraknya iklan-iklan yang mengandung unsur sensual tidak terlepas
dari tujuan dasar sebuah iklan, yakni mempersuasi konsumen. Namun yang terjadi
sekarang ini para pengiklan sebenarnya bertujuan lebih kepada membangun citra
produk dengan menggunakan cara sensual ad melalui seorang model perempuan.
Agar dapat mudah masuk kedalam benak para target audience dengan
kemunculan iklan-iklan tersebut secara terus menerus.
52
Op Cit, Annastasia Melliana S, 2006, h. 33
Download