ATROPIN Merupakan penghambat reseptor muskarinik atau anti

advertisement
ATROPIN
Merupakan penghambat reseptor muskarinik atau anti muskarinik. Kelompok obat ini bekerja
pada reseptor muskarinik pada afinitas yang berbedauntuk berbagai subtype reseptor muskarinik.
Oleh karena itu saat ini terdapat antimuskarinik yang digunakan untuk (1) mendapatkan efek
perifer tanpa efek sentral misalnya, antispasmodik; (2) penggunaan local pada mata sebagai
midriatikum; (3) memperoleh efek sentral misalnya untuk mengobati penyakit Parkinson; (4)
Bronkodilatasi; (5) memperoleh efek hambatan pada sekresi lambung dan gerakan saluran cerna.
Atropin dtemukan terutama pada Atropa belladonna dan Datura stramonium.
Farmakodinamik
Hambatan oleh atropine bersifat reversible dan dapat diatasi dengan pemberian asetil kolin dalam
jumlah berlebihan atau pemberian antikolinesterase. Atropin memblok asetil kolin endogen
maupun eksogen. Pada dosis kecil (0,25 mg) atropine hanya menekan sekresi air liur, mucus
bronkus, dan keringat. Pada dosis yang lebih besar (0,5 – 1 mg) baru terlihat dilatasi pupil,
gangguan akomodasi dan penghambatan N. Vagus sehingga terlihat takikardia.
-
Susunan saraf pusat
Atropin pada dosis kecil memperlihatkan efek merangsang di susunan saraf pusat dan
pada dosis toksik memperlihatkan efek depresi setelah melampaui fase eksitasi yang
berlebihan. Atropin merangsang medulla oblongata dan pusat lain di otak. Dalam dosis
0,5 mg, atropine merangsang N vagus sehingga frekuensi denyut jantung berkurang. Pada
dosis yang besar, atropine menyebabkan depresi napas, eksitasi, disorientasi, delirium,
halusinasi dan perangsangan lebih jelas di pusat – pusat yang lebih tinggi. Lebih lanjut
terjadi depresi dan paralisis medulla oblongata.
-
Sistem Kardiovaskular
Pengaruh atropine terhadap jantung bersifat bifasik, dengan dosis 0,25 – 0,5 mg frekuensi
jantung berkurang, mungkin disebabkan oleh perangsangan pusat vagus. Bradikardia
biasanya tidak nyata dan tidak disertai perubahan tekanan darah atau curah jantung.
-
Mata
Alkaloid belladonna menghambaqt M. constrictor pupillae dan M. ciliaris lensa mata,
sehingga menyebabkan midriasis dan siklopegia (paralisis mekanisme akomodasi).
Midriasis mengakibatkan fotofobia, sedangkan siklopegia menyebabkan hilangnya
kemampuan melihat jarak dekat.
-
Saluran Napas
Alkaloid belladonna mengurangi secret hidung, mulut, faring, dan bronkus.
Penggunaannya pada pramedikasi anesthesia dimaksudkan untuk mengurangi sekresi
lendir jalan napas sehingga mengurangi resiko aspirasi pada pemulihan. Namun
pengurangan sekresi mucus dan mekanisme pembersihan mukosilier merupakan efek
samping merugikan bagi pasien PPOK
-
Saluran Cerna
Karena bersifat menghambat peristalsis lambung dan usus, atropine juga disebut sebagai
antispasmodic. Atropin menyebabkan berkurangnya sekresi liur dan sebagian juga sekresi
lambung
Farmakokinetik
Alkaloid belladonna mudah diserap di semua tempat kecuali di kulit. Pemberian atropine
sebagai obat tetes mata, terutama pada anak dapat menyebabkan absorbs dalam jumlah
yang cukup besar lewat mukosa nasal, sehingga menimbulkan efek sistemik dan bahkan
keracunan. Untuk mencegah hal ini perlu dilakukan penkanan kantus internus mata
setelah penetesan obat agar larutan atropine tidak masuk ke rongga hidung, terserap dan
menyebabkan efek sistemik. Hal ini tidak tampak pada derivate sintesis maupun
semisintesis. Dari sirkulasi darah, atropine cepat memasuki jaringan dan separuhnya
megalami hidrolisis enzimatik di hepar. Sebagian diekresi melalui ginjal dalam bentuk
asal. Waktu paruh atropine sekitar 4 jam.
Indikasi
-
Saluran Cerna
Antikolinergik digunakan untuk menghambat motilitas lambung dan usus. Terutama
dipakai pada ulkus peptikum dan sebagai pengobatan simptomatik pada berbagai keadaan
misalnya disentri, colitis, diverticulitis dan kolik karena obat atau sebab lain. Dalam
pengobatan ulkus peptikum, atropine dalam dosis yang biasa digunakan tidak cukup
untuk menghambat ekresi asam lambung.
-
Saluran Napas
Berguna untuk mengurangi sekresi lendir hidung, dan saluran napas misalnya pada
rhinitis akut, koriza dan Hay fever tetapi terapi ini tidak memperpendek masa sakit.
-
Oftalmologi
Biasanya dipakai local untuk menimbulkan midriasis pada beberapa keadaan misalnya
untuk melakukan funduskopi, menghilangkan daya akomodasi sewaktu pemeriksaan
refraksi dan untuk beberapa keadaan infeksi misalnya iritis, iridosiklitis, keratitis
-
Medikasi pra anesthesia
Atropin berguna untuk mengurangi sekresi lendir jalan napas pada anesthesia, terutama
anestesi inhalasi dengan gas yang merangsang. Kelenjar yang sekresinya dihambat
secara baik oleh antikolinergik ialah kelenjar keringat dan kelenjar ludah.
Atropin kadang – kadang berguna untuk menghambat N. vagus pada bradikardi atau
sinkope akibat reflex sinus karotis yang hiperaktif. Beberapa blok A-V yang disertai
dengan hiperaktivitas vagus dapat diperbaiki dengan atropine.
Efek Samping
Pada orang muda efek sampingnya : mulut kering, gangguan miksi, meteorisme sering
terjadi, tetapi tidak membahayakan. Pada orang tua dapat terjadi efek sentral terutama
sindrom demensia. Memperburuknya retensi urin pada pasien hipertrofi prostat dan
menyebabkan obat ini kurang diterima. Efek samping sentral kurang pada pemberian
antimuskarinik yang tergolong ammonium kuaterner. Walaupun demikian, selektivitas
hanya berlaku pada dosis rendah dan pada dosis toksik semuanya dapat terjadi.
MORFIN
Morfin pertama kali diisolasi pada 1804 oleh ahli farmasi Jerman Friedrich Wilhelm Adam
Sertürner. Tapi morfin belum digunakan hingga dikembangkan hypodermic needle (1853).
Morfin digunakan untuk mengurangi nyeri dan sebagai cara penyembuhan dari ketagihan
alkohol dan opium.
Meskipun morfin dapat dibuat secara sintetik, tetapi secara komersial lebih mudah dan
menguntungkan, yang dibuat dari bahan getah papaver somniferum. Morfin paling mudah larut
dalam air dibandingkan golongan opioid lain dan kerja analgesinya cukup panjang (long acting
Efek kerja dari morfin (dan juga opioid pada umumnya) relatife selektif, yakni tidak begitu
mempengaruhi unsur sensoris lain, yaitu rasa raba, rasa getar (vibrasi), penglihatan dan
pendengaran ; bahakan persepsi nyeripun tidak selalu hilang setelah pemberian morfin dosis
terapi.
Efek analgesik morfin timbul berdasarkan 3 mekanisme ; (1) morfin meninggikan ambang
rangsang nyeri ; (2) morfin dapat mempengaharui emosi, artinya morfin dapat mengubah reaksi
yang timbul di korteks serebri pada waktu persepsi nyeri diterima oleh korteks serebri dari
thalamus ; (3) morfin memudahkan tidur dan pada waktu tidur ambang rangsang nyeri
meningkat.
Morfin merupakan agonis reseptor opioid, dengan efek utama mengikat dan mengaktivasi
reseptor µ-opioid pada sistem saraf pusat. Aktivasi reseptor ini terkait dengan analgesia, sedasi,
euforia, physical dependence dan respiratory depression. Morfin juga bertindak sebagai agonis
reseptor κ-opioid yang terkait dengan analgesia spinal dan miosis
Gambar morfin(serbuk)
Gambar struktur morfin
Farmakodinamik
Efek morfin terjadi pada susunan syaraf pusat dan organ yang mengandung otot polos. Efek
morfin pada system syaraf pusat mempunyai dua sifat yaitu depresi dan stimulasi. Digolongkan
depresi yaitu analgesia, sedasi, perubahan emosi, hipoventilasi alveolar. Stimulasi termasuk
stimulasi parasimpatis, miosis, mual muntah, hiperaktif reflek spinal, konvulsi dan sekresi
hormon anti diuretika (ADH).
Farmakokinetik
Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat menembus kulit yang luka. Morfin juga
dapat menembus mukosa. Morfin dapat diabsorsi usus, tetapi efek analgesik setelah pemberian
oral jauh lebih rendah daripada efek analgesik yang timbul setelah pemberian parenteral dengan
dosis yang sama. Morfin dapat melewati sawar uri dan mempengaruhi janin. Ekskresi morfin
terutama melalui ginjal. Sebagian kecil morfin bebas ditemukan dalam tinja dan keringat.
Indikasi
Morfin dan opioid lain terutama diidentifikasikan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri
hebat yang tidak dapat diobati dengan analgesik non-opioid. Lebih hebat nyerinya makin besar
dosis yang diperlukan. Morfin sering diperlukan untuk nyeri yang menyertai ; (1) Infark miokard
; (2) Neoplasma ; (3) Kolik renal atau kolik empedu ; (4) Oklusi akut pembuluh darah perifer,
pulmonal atau koroner ; (5) Perikarditis akut, pleuritis dan pneumotorak spontan ; (6) Nyeri
akibat trauma misalnya luka bakar, fraktur dan nyeri pasca bedah.
Morfin adalah analgesic narkotik pertama yang digunakan untuk mengurangi cemas dan
ketegangan pasien menghadapi pembedahan, mengurangi nyeri, menghindari takipneu pada
anesthesia dengan trikloretilen dan membantu agar anesthesia berlangsung dengan baik.
Kelompok obat ini juga memiliki sifat anestetik sehingga ia dapat mengurangi KAM, tetapi ia
tidak digunakan untuk tujuan anesthesia karena untuk ini ternyata dibutuhkan dosis yang
menimbulkan efek SSP lainnya. Dengan teknik anesthesia berimbang, dampak buruk morfin
yaitu memperpanjang waktu pemulihan dan depresi kardiovaskuler dapat diatasi dan mual
muntah, eksitasi, serta nyeri pasca bedah dapat dikurangi.
Dosis dan sediaan
Morfin tersedia dalam tablet, injeksi, supositoria. Morfin oral dalam bentuk larutan diberikan
teratur dalam tiap 4 jam. Dosis anjuran untuk menghilangkan atau mengurangi nyeri sedang
adalah 0,1-0,2 mg/ kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg intravena dan dapat diulang
sesuai yamg diperlukan.
Morfin diperdagangkan secara bebas dalam bentuk :
1. Bubuk atau serbuk. Berwarna putih dan mudah larut dalam air. Dapat disalahgunakan
dengan jalan menyuntikkan, merokok atau mencampur dalam minuman, adakalanya
ditaburkan begitu saja pada luka-luka bekas disilet sendiri oleh para korban.
2. Cairan Berwarna putih disimpan dalam ampul atau botol, pemakaiannya hanya
dilakukan dengan jalan menyuntik.
3. Balokan. Dibuat dalam bentuk balok-balok kecil dengan ukuran dan warna yang berbedabeda
4. Tablet. Dibuat dalam bentuk tablet kecil putih. Morfin diabsorbsi dengan baik setelah
pemberian subkutan (dibawah kulit) atau intra muskuler, tetapi tidak diabsorbsi dengan
baik di saluran pencernaan. Oleh sebab itu morfin tidak pernah tersedia dalam bentuk obat
minum. Efek subyektif yang dialami oleh individu pengguna morfin antara lain merasa
gembira, santai, mengantuk, dan kadang diakhiri dengan mimpi yang menyenangkan.
Pengguna morfin umumnya terlihat apatis, daya konsentrasinya menurun, dan pikirannya
sering terganggu pada saat tidak menggunakan morfin. Efek tersebut yang selanjutnya
menyebabkan penggunanya merasa ketagihan
Efek Samping
Disamping memberi manfaat klinis, morfin dapat memberikan resiko efek samping yang
cukup beragam, antara lain efek terhadap sistema pernafasan, saluran pencernaan, dan
sistema urinarius. Efek pada sistema pernafasan berupa depresi pernafasan, yang sering
fatal dan menyebabkan kematian. Efek ini umumnya terjadi beberapa saat setelah
pemberian intravenosa atau sekitar satu jam setelah disuntikkan intramuskuler. Efek ini
meningkat pada penderita asma, karena morfin juga menyebabakan terjadinya
penyempitan saluran pernafasan. Efek pada sistema saluran pencernaan umumnya berupa
konstipasi, yang terjadi karena morfin mampu meningkatkan tonus otot saluran
pencernaan dan menurunkan motilitas usus. Pada sistema urinarius, morfin dapat
menyebabkan kesulitan kencing. Efek ini timbul karena morfin mampu menurunkan
persepsi terhadap rangsang kencing serta menyebabkan kontraksi ureter dan otot- otot
kandung kencing. Tanda- tanda pemakaian obat bervariasi menurut jenis obat, jumlah
yang dipakai, dan kepribadian sipemakai serta harapannya.
Gejala kelebihan dosis :
Pupil mata sangat kecil (pinpoint), pernafasan satu- satu dan coma (tiga gejala klasik). Bila
sangat hebat, dapat terjadi dilatasi (pelebaran pupil). Sering disertai juga nausea (mual). Kadangkadang timbul edema paru (paru-paru basah). Gejala–gejala lepas obat : Agitasi, nyeri otot dan
tulang, insomnia, nyeri kepala. Bila pemakaian sangat banyak (dosis sangat tinggi) dapat terjadi
konvulsi(kejang) dan koma, keluar airmata (lakrimasi), keluar air dari hidung(rhinorhea),
berkeringat banyak, cold turkey, pupil dilatasi, tekanan darah meninggi, nadi bertambah cepat,
hiperpirexia (suhu tubuh sangat meninggi), gelisah dan cemas, tremor, kadang-kadang psikosis
toksik.
Sindroma putus obat adalah sekumpulan gejala klinis yang terjadi sebagai akibat menghentikan
zat atau mengurangi dosis obat yang persisten digunakan sebelumnya. Keadaan putus heroin
tidak begitu membahayakan. Di kalangan remaja disebut “sakau” dan untuk mengatasinya
pecandu berusaha mendapatkan heroin walaupun dengan cara merugikan orang lain seperti
melakukan tindakan kriminal. Gejala objektif sindroma putus opioid, yaitu mual/muntah, nyeri
otot lakrimasi, rinorea, dilatasi pupil, diare, menguap/sneezing, demam, dan insomnia. Untuk
mengatasinya, diberikan simptomatik. Misalnya, untuk mengurangi rasa sakit dapat diberi
analgetik, untuk menghilangkan muntah diberi antiemetik, dan sebagainya. Pengobatan sindroma
putus opioid harus diikuti dengan program terapi detoksifikasi dan terapi rumatan. Kematian
akibat overdosis disebabkan komplikasi medis berupa gangguan pernapasan, yaitu oedema paru
akut (Banks dan Waller). Sementara, Mc Donald (1984) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
penyalahgunaan narkotika mempunyai kaitan erat dengan kematian dan disabilitas yang
diakibatkan oleh kecelakaan, bunuh diri, dan pembunuhan.
Penyalahgunaan obat- obatan sangat beragam, tetapi yang paling banyak digunakan adalah obat
yang memiliki tempat aksi utama di susunan saraf pusat dan dapat menimbulkan gangguangangguan persepsi, perasaan, pikiran, dan tingkah laku serta pergerakan otot- otot orang ynag
menggunakannya. Tujuan penyalahgunaan pada umumnya adalah untuk mendapatkan perubahan
mental sesaat yang menyenangkan. Efek menenangkan sering dipergunakan untuk mengatasi
kegelisahan, kekecewaan, kecemasan, dorongan- dorongan yang terlalu berlebihan oleh orang
yang lemah mentalnya atau belum matang kepribadiannya. Sedangkan efek merangsang sering
dipakai untuk melancarkan pergaulan, atau untuk suatu tugas, menambah gairah sex,
meningkatkan daya tahan jasmani. Penyalahgunaan obat dapat diketahui dari hal-hal
sebagai berikut :
1. tanda- tanda pemakai obat
2. keadaan lepas obat
3. kelebihan dosis akut
4. komplikasi medik ( penyulit kedoktearn )
5. komplikasi lainnya ( sosial, legal, dsb)
Download