BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Perkembangan pesat pasar keuangan global di masa sekarang semakin
cepat dan terintegrasi dengan adanya teknologi canggih. Perkembangan teknologi
direspon oleh pelaku pasar keuangan yang terintegrasi pada perkembangan pasar
keuangan di setiap negara yang berpengaruh positif dan negatif. Seperti adanya
dampak krisis global yang memiliki pengaruh negatif bagi pergerakan
perekonomian di suatu negara. Sehingga dapat dikatakan bahwa isu perekonomian
di berbagai dunia terkait dengan pergerakan indikator pasar keuangan negara lain.
Sebagai salah satu indikator yang digunakan untuk mendeteksi tingkat
risiko dalam investasi yang tercermin pada nilai credit default swap (CDS). Oleh
karena itu, beberapa negara maju dan berkembang yang terkena dampak krisis
global yang terjadi pada tahun 2008−2009 mengakibatkan nilai credit default swap
(CDS) yang tinggi. Jika dibandingkan nilai credit default swap (CDS) negara
Malaysia, Philipina, Thailand dan Indonesia, posisi credit default swap (CDS)
Indonesia teringgi, kemudian di ikuti dengan Philipina, Thailand dan Malaysia
sebagai negara dengan level CDS terendah.
Krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008−2009 sangat
mempengaruhi perkembangan CDS yang sangat volatile di negara sedang
berkembang, salah satunya di Indonesia. Secara umum, berdasarkan data
pergerakan CDS Indonesia pada tenor 5Y bergerak cukup volatile pada masa krisis
2008. Sementara itu, pada tahun 2009 hingga tahun 2011 CDS 5Y lebih stabil
dengan spread yang lebih manageable dalam rentang 121-170 bps. Sedangkan pada
periode kuartal ke-2 tahun 2008, credit default swap (CDS) kembali mencapai level
269 bps yang disebabkan adanya kenaikan harga BBM dan faktor ketidakpastian di
pasar global. Setelah itu, CDS terus bergerak naik sampai puncaknya pada tanggal
28 November 2008 ketika gejolak perekonomian terjadi.
800,000
700,000
600,000
Bps
500,000
400,000
300,000
200,000
100,000
01/03/2014
01/10/2013
01/05/2013
01/12/2012
01/07/2012
01/02/2012
01/09/2011
01/04/2011
01/11/2010
01/06/2010
01/01/2010
01/08/2009
01/03/2009
01/10/2008
01/05/2008
01/12/2007
01/07/2007
01/02/2007
01/09/2006
01/04/2006
01/11/2005
01/06/2005
01/01/2005
0,000
Tanggal
IND_CDS
MLYA_CDS
PHLP_CDS
THAI_CDS
Sumber: Bloomberg, (2015)
Gambar 1.1 Perbandingan Credit Default Swap (CDS) 5Y di Beberapa Negara
Periode 2005:01−2014:12
Gambar 1.1 menunjukkan bahwa berdasarkan perbandingan credit default
swap (CDS) diatas menggambarkan bahwa level credit default swap (CDS) dari
negara –negara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Philipina memiliki nilai
CDS yang berbeda-beda Selanjutnya, adanya resesi menyebabkan menurunnya
pendapatan dan komoditi dari negara–negara berkembang. Krisis ekonomi global
yang terjadi tahun 2008−2009 sangat mempengaruhi perkembangan credit default
swap (CDS) tenor 5 tahun, tergambar dari perbandingan credit default swap (CDS)
negara berkembang cukup volatile dari beberapa negara seperti Philipina, Thailand,
Malaysia, dan Indonesia selama periode krisis tahun 2008 (Gambar 1.1). Jika
dibandingkan nilai credit default swap (CDS) negara Malaysia, Philipina, Thailand
dan Indonesia, posisi credit default swap (CDS) Indonesia teringgi yaitu sebesar
709 bps pada 28 November 2008, kemudian di ikuti dengan Philipina sebesar 473
bps pada 31Oktober 2008, Malaysia 296 bps pada 27 Februari 2009 dan Thailand
sebesar 255 bps pada 31 Januari 2009 sebagai negara dengan level CDS terendah.
Penelitian Goldstein, et al.(2000) menyatakan bahwa krisis keuangan
menyebabkan penurunan cadangan devisa, dan melemahnya nilai tukar terhadap
mata uang negara lain. Sementara itu, pada akhir tahun 2009 hingga tahun 2011
CDS 5Y lebih stabil dengan spread yang lebih manageable dalam rentang 121-170
bps. Selama periode tahun 2008 credit default swap (CDS) mencapai 709 bps
tertinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya seperti yang dijelaskan pada
gambar 1.2
1400
1200
bps
1000
800
600
400
200
0
Tanggal
Sumber: Bloomberg, (2015)
Gambar 1.2 Pergerakan Credit Default Swap (CDS) 5Y di Indonesia, Tahun 2008
Berdasarkan gambar 1.3 menunjukkan bahwa pergerakan PDB growth kuartalan
sejalan dengan pergerakan PDB growth bulanan. Kondisi ini menggambarkan pola sama
dimana pada saat terjadi krisis global 2008 pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan
yang sangat drastis yang mencapai −3.57% pada kuartal ke−IV dan sekitar −1.22% pada
bulan Desember 2008. Adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi ini menggambarkan
Indonesia menglami kesulitan keuangan, kepercayaan investor yang menurun, dan sangat
rentan yang disebabkan oleh goncangan global.
Penelitian Salvatore (1997) mengemukakan bahwa suatu negara yang memiliki
kondisi ekonomi yang relatif baik digambarkan dengan pergerakan kurs yang stabil.
Sebaliknya pada saat kurs terdepresiasi tajam membuat utang berdenominasi mata uang
asing yang dimiliki perusahaan menjadi berlipat-lipat dalam waktu singkat sehingga
memperburuk neraca pembayaran di dalam negeri yang kemudian akan memperparah
kondisi makro secara menyeluruh dan harga obligasi semakin tinggi. Perkembangan
pertumbuhan PDB ini terlihat pada gambar 1.3 berikut:
5,00
4,00
3,00
1,00
-3,00
-4,00
PDB Growth Rill (Kuartalan)
PDB Growth Rill (Bulanan)
Sumber: Badan Pusat Staristik (BPS), (2015)
Gambar 1.3 Pertumbuhan PDB (Kuartalan) dan Pertumbuhan PDB (Bulanan)
2005:01−2014:12.
01/08/2014
01/03/2014
01/10/2013
01/05/2013
01/12/2012
01/07/2012
01/02/2012
01/09/2011
01/04/2011
01/11/2010
01/06/2010
01/01/2010
01/08/2009
01/03/2009
01/10/2008
01/05/2008
01/12/2007
01/07/2007
01/02/2007
01/09/2006
01/04/2006
-2,00
01/11/2005
-1,00
01/06/2005
0,00
01/01/2005
persen (%)
2,00
Selanjutnya, pada saat terjadi krisis minyak 2005 dan krisis global
2008−2009 pada bulan Februari dan Maret 2005 yaitu sebesar US$ 79.780 miliar
atau turun 6.61% dan US$ 79.029 miliar atau turun sebesar 0.94%. Sementara
sebelumnya pada Januari 2005 sebesar US$ 85.425 miliar. Kemudian pada 31
Desember 2008, di mana cadangan devisa mengalami penurunan yang sagant tajam
jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar US$ 134.266 miliar menjadi
US$ 78.334 miliar atau turun sebesar 41.66%.
Berdasarkan bukti tersebut, jumlah cadangan devisa yang menurun
disebabkan adanya pengeluaran pemerintah untuk pembayaran hutang luar negeri
dalam stabilisasi nilai tukar rupiah sebagai tujuan fundamental bank Indonesia,
kemudian di ikuti dengan perlambatan pertumbuhan PDB. Kondisi ini dijelaskan
180.000
160.000
140.000
120.000
100.000
80.000
60.000
40.000
20.000
0
800
700
600
400
300
bps
500
200
100
01/07/2014
01/01/2014
01/07/2013
01/01/2013
01/07/2012
01/01/2012
01/07/2011
01/01/2011
01/07/2010
01/01/2010
01/07/2009
01/01/2009
01/07/2008
01/01/2008
01/07/2007
01/01/2007
01/07/2006
01/01/2006
01/07/2005
0
01/01/2005
Milyar US $
pada gambar 1.4 berikut.
Tanggal
Cad_Dev
CDS
Sumber: Bloomberg dan BI, (2015)
Gambar 1.4 Perkembangan Credit Default Swap (CDS) dan Cadangan
Devisa,2005:01−2014:12
5
Berdasarkan pada gambar 1.5 menunjukkan bahwa kenaikan BI Rate
bergerak searah dengan bond yield, dan sejalan dengan pergerakan credit default
swap (CDS) sampai bulan Agustus 2013, Namun setelah September 2013 BI Rate
dan bond yield berhubungan negatif dengan CDS. Berdasarkan gambar tersebut
penurunan bond yield tertinggi pada September 2005 sebesar 10.55%, kemudian
pada Juni 2008 yiled mengalami penurunan sebesar 11.77% diikuti dengan
kenaikan BI Rate sebesar 9.24% dan level CDS yang mencapai 701 bps, kondisi
ini kemudian berubah pada Desember 2013 dimana ketika yield menguat 7.92%,
dan BI Rate berada pada tingkat 7.4%, dengan tingkat CDS yang menurun. Hal ini
0,180000
0,160000
0,140000
0,120000
0,100000
0,080000
0,060000
0,040000
0,020000
0,000000
800
700
600
400
300
bps
500
200
100
01/07/2014
01/01/2014
01/07/2013
01/01/2013
01/07/2012
01/01/2012
01/07/2011
01/01/2011
01/07/2010
01/01/2010
01/07/2009
01/01/2009
01/07/2008
01/01/2008
01/07/2007
01/01/2007
01/07/2006
01/01/2006
01/07/2005
0
01/01/2005
Persen (%)
menggambarkan bahwa tingkat level CDS menurun ketika BI Rate dan yield tinggi.
Tanggal
Yield
BI Rate
CDS
Sumber: Bloomberg dan BI, (2015)
Gambar 1.5 Pergerakan BI Rate, Bond Yield dan Credit Default Swap (CDS)
Periode 2005:01−2014:12
Sementara, pada gambar 1.5 menunjukkan bahwa pergerakan IHSG, kurs dan
pergerakan credit default swap (CDS). Selain itu, pergerakan nilai tukar mengalami
volatile setiap bulannya. Ketika terjadi krisis global pada 31 Desember 2008
6
menyebabkan nilai tukar mengalami depresiasi sebesar Rp.12.360/US$ menjadi
Rp.11.120/US$ atau naik sebesar 10% jika dibandingkan dengan bulan
sebelumnya. Kondisi ini diikuti dengan penurunan level credit default swap (CDS)
dari 709 bps menjadi 691 bps atau turun sebesar 2.47%, diikuti dengan penguatan
IHSG sebesar 9.1%, penurunan BI Rate, meskipun Pertumbuhan PDB masih
mengalami perlambatan karena krisis keuangan global. Berdasarkan Penelitian
Hull, et al. (2004) menyatakan bahwa kenaikkan credit default swap (CDS) positif
14.000
800
12.000
700
10.000
600
500
8.000
400
6.000
300
4.000
200
2.000
100
01/07/2014
01/01/2014
01/07/2013
01/01/2013
01/07/2012
01/01/2012
01/07/2011
01/01/2011
01/07/2010
01/01/2010
01/07/2009
01/01/2009
01/07/2008
01/01/2008
01/07/2007
01/01/2007
01/07/2006
01/01/2006
01/07/2005
0
01/01/2005
0
bps
Ribu Rupiah
atau searah dengan pergerakan yield spread .
Tanggal
IHSG
Kurs
CDS
Sumber: Bloomberg dan Bank Indonesia (BI), (2015)
Gambar 1.6 Indek Harga Saham Gabungan (IHSG), Kurs dan Credit Default Swap
(CDS) Periode 2005:01−2014:12
Hal ini serupa dengan dampak krisis yang terjadi pada tahun 1997/1998
yang membawa pengaruh bagi iklim investasi di Indonesia yang mengambarkan
pergerakan CDS di Indonesia yang memiliki hubungan negatif dimana ketika CDS
Indonesia tinggi maka IHSG Indonesia turun, sehingga dengan adanya CDS yang
7
turun menyebabkan IHSG mengalami peningkatan yang akhirnya pertumbuhan
ekonomi meningkat.
Adanya fluktuasi sektor riil dan perbankan akan menyebabkan
ketidakpastian dan resiko default semakin tinggi. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa nilai credit default swap (CDS) suatu negara menggambarkan tingginya
resiko negara tersebut. Seperti ketika CDS negara Yunani, Portugal, Spanyol dan
Indonesia bergerak naik hal ini akan mengambarkan risiko bankrut (default) atau
gagal bayar yang semakin tinggi, yang selanjutnya berdampak kepada kepercayaan
investor yang menurun.
Credit default swap (CDS) sangat penting dan menarik untuk dikaji secara
lebih mendalam karena memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara
antara lain sebagai indikator yang berpengaruh pada kurs atau nilai tukar.
Berdasarkan penelitian Golstein, et al. (2000) pada negara berkembang pada saat
terjadinya krisis keuangan yang di awali dengan melemahnya nilai mata uang yang
kemudian berpengaruh terhadap pengurangan cadangan devisa atau terjadinya
penurunan nilai mata uang lokal terhadap mata uang luar negeri.
Beberapa penelitian tentang credit default swap (CDS) yang dilakukan
oleh Karlson dan Willebrand (2009), dan Kajian awal IMF Report (2013)
menunjukkan bahwa credit default swap (CDS) sebagai indikator risiko kredit
gagal bayar (default). Hal ini akan menyebabkan kepercayaan investor menurun
yang kemudian berdampak pada melemahnya nilai tukar. Selain itu, CDS
digunakan sebagai pendeteksi awal terjadinya krisis global (Longstaff dan Mayer,
2009). Kajian awal IMF Report (2013) menemukan bahwa kenaikan spread credit
8
default swap (CDS) dapat mengidentifikasikan meningkatnya risiko kredit dan
dipengaruhi oleh fundamental ekonomi, kondisi pasar obligasi, dan selanjutnya
akan mendorong biaya pinjaman.
Penelitian ini secara khusus bertujuan meneliti mengenai “Pengaruh
Variabel−Variabel Sektor Riil dan Perbankan terhadap shock credit default swap
(CDS) kasus di Indonesia, 2005:01 – 2014:12”. Variabel−variabel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah IHSG, BI Rate, cadangan devisa, pertumbuhan Produk
Domestik Bruto (PDB growth), kurs dan bond yield.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang atau emerging market
yang dipandang sebagai negara yang sangat rentan terhadap krisis ekonomi global.
Selain itu, penyebab kerentanan ekonomi Indonesia dikarenakan semakin
terintegrasi dengan perekonomian global jika dibandingkan pada saat pemerintahan
orde baru tahun 1966. Hal ini tergambar pada goncangan krisis global dan subprime
mortgage prime di Amerika Serikat tahun 2008−2009 yang menyebabkan
merosotnya permintaan dunia terhadap komoditi–komoditi yang di ekspor dan
krisis perbankan yang menyebabkan bank-bank Indonesia mengalami krisis
likuiditas. Oleh karena itu, adanya tipe-tipe krisis yang terjadi di Indonesia yang
terdiri dari krisis produksi, krisis perbankan, krisis nilai tukar, krisis ekspor dan
krisis energi sangat dipengaruhi oleh keterbukaan ekonomi, stabilitas ekonomi
makro, efisiensi pasar ekonomi mikro, dan ketergantungan terhadap negara lain
yang menjadikan Indosesia sangat rentan terhadap goncangan global.
9
Krisis global tahun 2008−2009 yang mempengaruhi negara-negara maju
melalui keterkaitan keuangan global. Akibatnya ekonomi negara maju mengalami
resesi yang ditandai dengan penurunan permintaan komoditi dari negara-negara
berkembang, yang akhirnya pendapatan negara−negara berkembang menurun.
Pada dekade baru−baru ini telah terjadi krisis keuangan yang serius di Amerika
Serikat sehingga diperlukan model sistem peringatan dini krisis keuangan supaya
pengambilan keputusan harus dilakukan dengan cepat dan terukur supaya krisis
tidak semakin parah, hal ini yang membuat J.P Morgan Chase mengembangkan
instrumen credit default swap (CDS) yang bertujuan untuk mengalihkan risiko
kredit yang berada pada bank−bank konvensional dengan pihak lain.
Dampak positif adanya instrumen credit default swap (CDS) salah satunya
adalah bank komersial tersebut mendapatkan kelonggaran pemenuhan kewajiban
dari ketentuan perbankan, sedangkan dampak negatif credit default swap (CDS)
menurut Longstaff dan Mayers (2009) yang menyatakan bahwa CDS berkontribusi
kepada terjadinya krisis global. Namun sangat penting bagi pasar untuk mengetahui
pergerakan nilai credit default swap (CDS) sebagai salah satu indikator yang
mengambarkan risiko default suatu negara, yang selanjutnya akan menyebabkan
harga saham anjlok, dan ketidakpastian yang semakin tinggi.
Adanya aktivitas memegang stock (saham) dan bond (obligasi) merupakan
aktivitas yang mengandung risiko. Sehingga pada saat terjadi krisis yunani
menyebabkan masa depan Uni Eropa penuh dengan ketidakpastian. Hal ini
mangakibatkan kehawatiran serta kepanikan pelarian dana pada obligasi
pemerintahan di negara−negara seperti Portugal, Italia, dan Irlandia atau yang
10
disingkat (PIIGS) menglami kerugian, harga saham anjlok, dan nilai tukar Euro
yang menurun (ekonomi.kompas.com). Sedangkan ada beberapa penelitian
menyatakan bahwa instrumen CDS dapat menurunkan nilai tukar rupiah karena
instrumen CDS digunakan seperti hedge fund, spekulasi, dan arbtritrase.
Sementara nilai CDS erat kaitannya dengan yield atas surat utang suatu negara.
Sehingga semakin tinggi nilai yield yang ditawarkan diprediksi akan meningkatkan
credit default swap (CDS). Selain dari sektor perbankan, variabel –variabel sektor
riil yang meliputi PDB growth, dan cadangan devisa juga diduga mempengaruhi
nilai credit default swap (CDS).
Namun sejak munculnya credit default swap (CDS) pada tahun 1990 yang
dianggap sebagai suatu instrumen untuk mengalihkan resiko default oleh aset yang
dikelolah oleh pihak ketiga (Numora, 2004). Sejauh ini perkembangan credit
default swap (CDS) di negara-negara berkembang dan emerging market sangat
tinggi seperti Indonesia. Penelitian IMF (2013) menemukan bahwa kenaikkan
spread credit default swap (CDS) mengindikasikan meningkatnya kredit dan
dipengaruhi oleh fundamental ekonomi, dan kondisi pasar obligasi sehingga
mendorong biaya pinjaman suatu negara, selain itu perkembangan credit default
swap (CDS) juga dapat mendorong risiko keuangan.
Krisis pasar ekonomi global sangat mempengaruhi aktivitas perekonomian
dalam negeri dan pada akhirnya berpengaruh terhadap tingkat cadangan devisa
sebuah negara, semakin tinggi nilai surplus perdagangan maka akan menarik
investor untuk menanamkan modalnya di pasar saham dan pada akhirnya
memainkan peran dalam pergerakan harga saham itu sendiri. Indeks harga saham
11
di BEI cenderung menunjukkan penguatan setelah cadangan devisa Indonesia
mengalami kenaikkan sehingga menjadi sentimen positif bagi pasar modal
domestik.
Kenaikkan nilai credit default swap (CDS) di Indonesia tidak terlepas dari
kondisi makro ekonomi yang ada di negara ini. Ketika kondisi makroekonomi stabil
akan mempengaruhi para emiten serta investor untuk berinvestasi. Adanya
ketidakpastian yang tinggi membuat risiko juga semakin tinggi. Berdasarkan
pengalaman, pada saat terkena krisis mengambarkan bahwa Indonesia sangat rentan
terhadap goncangan seperti krisis dalam negeri misalnya krisis keuangan tahun
1997−1998 atau krisis eksternal seperti krisis ekonomi global 2008−2009 yang
berasal dari keuangan AS. Sehingga diperlukan sejumlah indikator untuk melihat
dan mendeteksi adanya krisis lebih dini sehingga dapat dilakukan penanganan yang
lebih cepat. Hal inilah yang menjadikan alasan bagi penulis merasa perlu untuk
meneliti bagaimana indikator credit default swap (CDS) sebagai indikator ekonomi
sektor riil dan perbankan.
Fokus penelitian ini adalah untuk melihat dampak kebijakan moneter
terhadap variabel makroekonomi Indonesia sebagai negara berkembang dengan
sistem perekonomian terbuka. Di samping itu, penelitian ini juga untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh variabel sektor riil dan perbankan dalam menjelaskan
fluktuasi ekonomi yang menyebabkan krisis di Indonesia.
12
1.3 PERTAYAAN PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah dalam penelitian ini,
maka pertanyaan penelitian yang akan di lakukan berkaitan dengan:
1. Bagaimana respon variabel−variabel sektor riil dan perbankan yang terdiri
dari antara indeks harga saham gabungan (IHSG), BI Rate, cadangan devisa,
PDB growth, kurs dan bond yield terhadap shock variabel credit default
swap (CDS) dengan menggunakan impulse response function (IRF) ?
2. Bagaimana kontribusi atau pengaruh setiap variabel−variabel sektor riil dan
perbankan yang terdiri dari antara indeks harga saham gabungan (IHSG),
BI Rate, cadangan devisa, PDB growth, kurs dan bond yield terhadap shock
variabel credit default swap (CDS) dengan menggunakan forecast error
variance decomposition (FEVD)?
1.4 TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan pertanyaan penelitian yang dikemukakan, tujuan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk menganalisis respon variabel− variabel sektor riil dan perbankan
yang terdiri dari indeks harga saham gabungan (IHSG), BI Rate, cadangan
devisa, PDB growth, kurs dan bond yield terhadap shock variabel credit
default swap (CDS).
2. Untuk menganalisis kontribusi atau pengaruh setiap variabel−variabel
sektor riil dan perbankan yang terdiri dari indeks harga saham gabungan
13
(IHSG), BI Rate, cadangan devisa, PDB growth, kurs dan bond yield
terhadap shock variabel credit default swap (CDS).
1.5 MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.
1. Bagi praktisi, untuk para investor dan calon investor yaitu sebagai bahan
pertimbangan dalam mengambil keputusan. Dengan mengetahui pengaruh
variabel−variabel tersebut terhadap shock variabel credit default swap
(CDS) maka investor/calon investor dapat mengetahui dengan baik faktorfaktor sektor riil dan perbankan yang mempengaruhi kejutann (shock)
variabel pergerakan credit default swap (CDS) tersebut. Sehingga akan
mempermudah bagi investor atau calon investor akan dalam memahami
maksud dari spread credit default swap (CDS) dalam mengambil keputusan
apakah melakukan investasi atau tidak dengan keadaan risiko default suatu
negara.
2. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat
sebagai bahan pembelajaran, selain itu sebagai perencanaan dan strategi
perbaikan pembangunan dalam upaya menekan dan mencegah faktor-faktor
sektor riil dan perbankan yang dapat meningkatkan credit default swap
(CDS). Hal ini karena, suatu negara dikatakan memiliki kondisi
perekonomian yang baik ketika berada tingkat level CDS rendah, dan
sebaliknya.
14
1.6 BATASAN PENELITIAN
Penelitian ini dibatasi khusus untuk Indonesia sebagai negara berkembang
dengan rentang periode penelitian tahun 2005:01–2014:12, dimana rentang periode
tersebut merupakan periode krisis global yang terjadi di Amerika Serikat dan
berdampak kepada negara berkembang termasuk Indonesia. Cakupan indikator
dalam sektor riil dan sektor perbankan dalam penelitian ini difokuskan pada Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG), BI Rate, Pertumbuhan Produk Domestik Bruto
(PDB growth), Cadangan Devisa, Kurs dan Bond Yield terhadap shock variabel
credit default swap (CDS), sehingga penelitian ini hanya menangkap variansi dan
interaksi faktor penentu credit default swap (CDS) di Indonesia bukan secara detail
pada risiko−risiko dalam sektor riil dan perbankan.
1.7 SISTEMATIKA PENULISAN
Penulisan thesis ini disajikan beberapa bagian dengan sistematika
penyajian sebagai berikut:
BAB 1
PENDAHULUAN
Bab ini memuat latar belakang masalah, pokok permasalahan yang
dianalisis, tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika dalam
penulisan tentang pengaruh variabel−variabel pada sektor riil dan
perbankan terhadap shock variabel credit default swap (CDS) kasus di
Indonesia, 2005:01–2014:12 pendekatan model structural vector
autoregressive (SVAR).
15
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini memuat uraian-uraian teori dan literatur yang relevan dari
studi empiris yang berhubungan dengan permasalahan dan menunjang
tercapainya pemecahan permasalahan yang dibahas dan dapat dipakai
sebagai acuan dalam analisis penelitian ini.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini membahas metodologi penelitian yang digunakan untuk
menjawab permasalahan penelitian meliputi sumber dan jenis data,
hipotesis, alat analisis, spesifikasi model, estimasi model, sasaran
pemerintah, dan aspek-aspek penting yang berhubungan dengan objek
penelitian.
BAB 4
ANALISIS HASIL PENELITIAN
Bab ini menjelaskan hasil analisis dan pertanyaan yang telah
dirumuskan berdasarkan pada hasil pengelolahan data bab sebelumnya.
Hasil penelitian memberikan jawaban atas permasalahan penelitian dan
memberikan penjelasan bagaimana tujuan penelitian dapat tercapai.
BAB 5
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Bab ini membahas kesimpulan berdasarkan hasil penelitian, implikasi
kebijakan dan rekomendasi bagi pengembangan penelitian selanjutnya
dengan mempertimbangkan kebijakan dalam rangka pengambilan
keputusan investasi dan pergerakan shock variabel credit default swap
(CDS) pada masa yang akan datang.
16
Download