1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah inflamasi saluran napas kecil. Pada bronkitis kronik terdapat infiltrat dan sekresi mukus di saluran pernapasan. Sedangkan pada emfisema terdapat sel inflamasi di bagian alveolus. Bronkitis kronik dan emfisema sering berjalan bersama. PPOK yang terjadi pada pasien yang berusia 40 - 45 tahun sering ditandai dengan sesak napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut. (Postma, 2015) Faktor risiko penyakit paru obstruktif kronik adalah hal-hal yang berhubungan dan atau yang mempengaruhi atau menyebabkan terjadinya PPOK pada seseorang atau kelompok tertentu. Faktor risiko tersebut meliputi faktor pejamu (host) yaitu genetik, jenis kelamin, dan anatomi saluran nafas. Faktor paparan lingkungan meliputi merokok, status sosio ekonomi, hipereaktivitas saluran nafas, pekerjaan, polusi lingkungan, kejadian saat perinatal, infeksi bronkopulmoner rekuren dan lain-lain (Kemenkes, 2011). Penyakit paru obstruktif kronis merupakan penyebab terbesar morbiditas dan mortalitas di dunia setelah penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular (Hagstad et al, 2015). WHO menyebutkan bahwa PPOK akan meningkat hingga 7,9 % pada tahun 2030. PPOK juga memberikan dampak yang signifikan terhadap kualitas hidup, dalam hal ini WHO memperkirakan 2 pada tahun 2030 akan naik menjadi peringkat ke empat dari peringkat ke sebelas pada tahun 2002 (Halpin, 2008). WHO dalam World Health Report 2000 menyebutkan lima penyakit paru utama merupakan 17,4 % dari seluruh kematian di dunia, masing-masing terdiri dari infeksi paru 7,2 %, PPOK 4,8 %, TB 3%, kanker paru, thoraks, dan bronkus 2,1%, dan asma 0,3% (Kemenkes, 2013). Data Rumah Sakit Respira Yogyakarta tahun 2015 didapatkan jumlah pasien PPOK yang rawat inap sebanyak 104 pasien dan pasien PPOK yang rawat jalan sebanyak 4029 pasien. Inflamasi kronik pada pasien PPOK menyebabkan penyempitan bronkus dan peningkatan produksi sputum sehingga terjadi obstruksi atau penyumbatan pada saluran napas (Watson, 2014). Disfungsi otot pernapasan dapat menyebabkan gangguan sesak napas, hiperkapnea, penurunan fungsi otot pernapasan dan otot perifer, penurunan toleransi latihan sehingga terjadi kelemahan otot pernapasan yang merupakan salah satu penyebab utama penurunan kualitas hidup pada pasien PPOK. (Heunk et al, 2000) Penurunan kualitas hidup pada pasien PPOK merupakan hal penting yang harus ditangani dengan tepat untuk mengembalikan status fungsional dari pasien PPOK. Pentingnya kualitas hidup bagi seseorang adalah untuk meningkatkan kualitas nilai peran dalam kehidupan untuk diri sendiri atau untuk kehidupan bersosial bermsyarakat, meningkatkan kepercayaan diri dan membantu dalam berinteraksi dengan dunia kerja untuk lebih produktif (Marlina, 2012). 3 Penurunan kualitas hidup pada pasien PPOK dipengaruhi oleh tingkat keparahan dari obstruksi saluran napas. Faktor-faktor yang berperan dalam peningkatan PPOK antara lain status sosial ekonomi yang rendah, genetik, umur, asma, bronkhitis kronik, infeksi dan jenis kelamin. Jenis kelamin sangat berpengaruh pada penderita PPOK, di buktikan dengan angka kejadian kematian PPOK lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan. Faktor utama yang paling berpengaruh adalah meningkatnya gejala dan paparan partikel rokok. Orang yang merokok mempunyai peluang tinggi munculnya gejala pernafasan, abnormalitas fungsi paru, penurunan dan meningkatnya angka kematian dibandingkan pada penderita yang tidak merokok (GOLD, 2014). Hubungan antara rokok dengan PPOK menunjukkan hubungan dose response, artinya lebih banyak batang rokok yang dihisap setiap hari dan lebih lama kebiasaan merokok tersebut maka risiko penyakit yang ditimbulkan akan lebih besar. Hubungan dose response tersebut dapat dilihat pada Indeks Brigman, yaitu jumlah konsumsi batang rokok per hari dikalikan jumlah hari lamanya merokok (tahun), misalnya bronkitis 10 bungkus tahun artinya jika seseorang merokok sehari sebungkus, maka seseorang akan menderita bronkitis kronik minimal setelah 10 tahun merokok. (Suradi, 2009) Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan mendapatkan data perokok di Yogyakarta sebanyak 21,2%. The National Baseline Health Research menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi rokok per hari (usia 15 tahun atau lebih) adalah 12 batang/hari. Banyak penelitian yang membuktikan bahwa 4 merokok menjadi penyebab penyakit paru. Prevalensi tertinggi terjadinya gangguan respirasi dan penurunan fungsi faal paru adalah perokok. Semakin lama dan banyak jumlah rokok yang dikonsumsi, maka semakin besar pula resiko terkena penyakit paru. (Riskerdas, 2013) Penelitian menunjukkan bahwa seiring bertambahnya usia seseorang, secara fisiologis akan terjadi penurunan fungsi dari organ-organ tubuh. Penurunan ini terjadi ketika seseorang mulai menginjak usia 30 tahun. Penurunan fungsi ini berbeda pada tiap individu tergantung dari gaya hidup seseorang. (Sudoyo, 2007) Pada saat ini peran gender atau jenis kelamin pada kejadian PPOK kurang mendapat perhatian. Penelitian yang dilakukan di United States, pada tahun 1971 sampai dengan tahun 2000 kematian karena PPOK pada wanita meningkat hingga lima kali lipat. Hal ini disebabkan oleh jumlah wanita yang merokok hampir sama dengan pria dan hiperaktif saluran pernapasan yang lebih banyak terjadi pada wanita. (Torres, 2005) Pekerjaan seperti debu, gas, dan asap mempunyai kontribusi besar dalam penyakit paru. Paparan kerja akan meningkatkan angka kematian akibat penyakit paru obstruktif. (Boschetto, 2006) Penelitian yang dilakukan di Finlandia menunjukkan bahwa status social ekonomi yang rendah yaitu pendidikan menengah dan pendapatan yang rendah merupakan factor resiko terjadinya PPOK. (Kanervisto, 2011) Lingkungan sangat mempengaruhi tingkat kesehatan manusia. Kondisi lingkungan yang tidak sehat akan menurunkan tingkat kesehatan seseorang. 5 Hasil menunjukkan bahwa seseorang yang berada pada lingkungan dengan tingkat polusi udara yang tinggi selama lebih dari lima tahun memiliki resiko yang lebih besar terkena gangguan saluran pernapasan (Nugraheni, 2004). Penelitian menemukan bahwa polusi udara mempunyai pengaruh terhadap penyakit paru seperti asma, PPOK, pneumonia, dan tuberkulosis. Polusi udara merupakan salah satu faktor non genetik yang menyebabkan eksaserbasi pada pasien dengan penyakit paru. Polusi udara yang terdiri dari polusi di dalam ruangan (asap rokok, asap kompor) dan polusi di luar ruangan (gas buang kendaraan bermotor, debu jalanan), serta polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun). (Laumbach, 2012) Begitu pentingnya peran paru dan oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh manusia untuk metabolisme dan respirasi, Allah berfirman dalam surat AlAn’am ayat 125: “Barang siapa yang Allah menghendaki dan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.”. Kemudian Rasulullah SAW mengajak kepada semua muslim untuk menjadi orang yang mukmin dan kuat. “Orang mukmin yang kuat itu lebih 6 baik dan dicintai Allah dari pada mukmin yang lemah” (HR. Muslim dan Ibnu Majah) Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui seberapa besar hubungan status merokok terhadap kualitas hidup pada pasien PPOK. B. Rumusan Masalah Apakah terdapat hubungan status merokok dan demografi terhadap kualitas hidup pada pasien PPOK? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum a. Untuk mengetahui hubungan status merokok terhadap kualitas hidup pada pasien PPOK. b. Untuk mengetahui hubungan status demografi terhadap kualitas hidup pada pasien PPOK. 2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui hubungan perokok aktif terhadap kualitas hidup pada pasien PPOK. b. Untuk mengetahui hubungan perokok (perokok aktif dan pernah merokok) terhadap kualitas hidup pada pasien PPOK. c. Untuk mengetahui hubungan usia, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan, dan lingkungan terhadap kualitas hidup pada pasien PPOK. 7 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang hubungan status merokok dan demografi terhadap kejadian PPOK. b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang hubungan rokok dan demografi terhadap kualitas hidup pasien PPOK. 2. Manfaat praktis a. Dapat memberikan peringatan bahaya merokok terhadap PPOK. b. Dapat memberikan edukasi tentang hubungan status demografi terhadap PPOK. c. Dapat memberikan edukasi terntang pencegahan sekunder pada pasien PPOK. E. Keaslian Penelitian Penelitian ini dilakukan berdasarkan beberapa referensi jurnal yang didapat yaitu: 1. “Hubungan derajat berat merokok berdasarkan indeks brinkman dengan derajat berat PPOK” oleh Ika Nugraha C. A. Perbedaan pada penelitian ini terletak pada variabel terikat, yaitu derajat berat PPOK, dan metode yang digunakan pada penelitian ini adalah analitik observasional dengan pendekatan kasus kontrol. 2. “Hubungan merokok dengan kualitas hidup pada mahasiswa program studi pendidikan dokter Universitas Syah Kuala” oleh Fitriana Anwar. Perbedaan pada penelitian ini adalah pada variabel bebas, sampel, dan tempat yang 8 diteliti. Variabel bebas yang dipakai dalam penelitian ini adalah merokok, sampel pada penelitian ini berjumlah 64 orang mahasiswa dan penelitian dilakukan di Universitas Syah Kuala. 3. “Latihan endurance meningkatkan kualitas hidup lebih baik dari pada latihan pernapasan pada pasien PPOk di BP4 Yogyakarta” oleh Siti Khotimah. Perbedaan pada penelitian ini adalah pada variabel bebas, metode, dan jumlah sampel. Variabel bebas pada penelitian ini adalah latihan endurance, metode yang digunakan adalah eksperimental kuasi dengan rancangan pre test dan post test, serta jumlah sampel pada penelitian ini adalah 22 pasien PPOK.