Simulasi perambatan gelombang elektromagnetik dalam kristal

advertisement
21
Analisis output dilakukan terhadap hasil simulasi yang diperoleh agar dapat
mengetahui variabel-variabel yang mempengaruhi output. Optimasi juga dilakukan agar
output meningkat mendekati dengan hasil eksperimen.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Profil PPB Terkait dengan Variasi Jumlah Lapisan Bragg
Sebagaimana yang telah diketahui sebelumnya, bahwa adanya defek pada
kristal fotonik menyebabkan munculnya PPB di dalam PBG. Untuk modus kristal
fotonik 1D dengan dua defek, telah berhasil difabrikasi dan menghasilkan dua PPB
dengan karakteristik yang bergantung pada indeks bias dan lebar lapisan. Fabrikasi
modus kristal fotonik 1D dengan dua defek mengarah pada aplikasi sensor dan filter
panjang gelombang. Akan tetapi, desain dan sensivitas masih sangat perlu
dikembangkan mengingat keterbatasan material, minimnya alat, serta kesesuaian
dengan output yang diharapkan.
Tω
λ (nm)
Gambar 11 Profil transmitansi terhadap panjang gelombang, λ ( λ = 2π c / ω ) dengan
jumlah lapisan: M-N-L-R=6-8-2-1 dan ketebalan ketiga lapisan defek
d d 1 = d d 2 = d d 3 = 7.6λ0 / 4
Simulasi modus kristal fotonik dengan tiga defek asimetrik menunjukkan
adanya tiga PPB sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 11. Tiga PPB muncul pada
tiga panjang gelombang yang berbeda, yakni: 499.75 (warna biru), 548.9 (warna
22
hijau), dan 608.96 (warna jingga). Munculnya tiga PPB dapat dipahami bahwa ketiga
lapisan defek pada sistem kristal fotonik memiliki sifat yang sama, baik indeks
biasnya maupun lebar defeknya, sehingga resonansi tepat terjadi pada tiga lapisan
defek tersebut. Konfigurasi modus ini dapat digunakan untuk filter panjang
gelombang sehingga untuk sumber cahaya polikromatik dapat melewatkan tiga
panjang gelombang saja dengan pemilihan panjang gelombang yang dapat diatur,
karena posisi dari tiga PPB tersebut dapat diatur dengan merubah nilai sudut datang
atau lebar pada tiga lapisan defek tersebut. Salah satu contohnya adalah filter untuk
gas tertentu yang memiliki indeks bias yang spesifik dan memiliki kebergantungan
terhadap suhu dan panjang gelombang (N. J. Florous, 2006). Aplikasi lain adalah
sistem ini dapat digunakan sebagai sensor untuk larutan yang terdiri atas tiga
senyawa yang berbeda dan transparan pada panjang gelombang tertentu. Tiga puncak
transmitansi dari PPB tersebut dapat berubah-ubah jika indeks bias pada lapisan
defek kedua divariasikan.
Tω
λ (nm)
Gambar 12 Profil transmitansi terhadap panjang gelombang, λ ( λ = 2π c / ω ) dengan
variasi jumlah lapisan Bragg: merah (4-6-2-1), biru (4-5-2-1), hitam (4-7-2-1)
Konfigurasi jumlah layer sangat terkait dengan profil PPB yang dihasilkan.
Untuk kristal fotonik dengan 2 defek asimetrik, PPB akan memiliki nilai transmitansi
satu jika konfigurasi jumlah layer memenuhi kondisi N=M+L (H.Alatas et al, 2006),
sedangkan untuk kristal fotonik dengan 3 defek asimetrik, PPB juga dapat memiliki
nilai transmitansi satu jika konfigurasi jumlah layer memenuhi kondisi
M+L+1=N+R. Pada Gambar 12 terlihat bahwa kristal fotonik dengan tiga lapisan
defek dapat memiliki satu PPB dan menghasilkan transmitansi penuh saat
23
konfigurasi M-N-L-R = 6-8-2-1. Dalam prakteknya, sistem tiga defek ini adalah
gabungan dari sistem satu defek dengan menempatkan ruang kosong diantaranya
sebagai tempat material yang akan disensing.
Tω
λ (nm)
Gambar 13 Profil transmitansi terhadap panjang gelombang, λ ( λ = 2π c / ω ) dengan
variasi jumlah lapisan Bragg yang memenuhi kondisi M+L+1=N+R:
merah (3-5-2-1), biru (4-6-2-1), hitam (6-8-2-1)
Nilai Full Width at Half Maximum (FWHM) dari PPB juga dapat diatur melalui
variasi M-N-L-R dengan memenuhi kondisi M+L+1=N+R. Dengan memperbesar
nilai konfigurasi yang memenuhi M+L+1=N+R akan didapatkan PPB yang semakin
tipis dengan nilai FWHM yang semakin kecil. Kontrol nilai FWHM dengan
konfigurasi sistem ini memungkinkan untuk aplikasi filter panjang gelombang
tunggal (single-wavelength filter) yang menggunakan kristal fotonik dalam fiber
optik. Pada Gambar 13 terlihat bahwa PPB yang paling tipis terdapat pada
konfigurasi 6-8-2-1 (warna hitam). Jika nilai FWHM diplot terhadap variasi
konfigurasi sistem maka akan didapatkan plot kurva non-linier seperti pada Gambar
14.
2-4-2-1
FWHM
(nm)
3-5-2-1
4-6-2-1
5-7-2-1
variasi konfigurasi
6-8-2-1
24
Gambar 14 Plot hubungan nilai FWHM dari PPB terhadap konfigurasi M-N-L-R
yang memenuhi M+L+1=N+R
4.2 Profil PPB Terkait dengan Variasi Ketebalan Lapisan Defek (Physical
Thickness)
Ketebalan lapisan ketiga defek dapat menggeser posisi PPB (frekuensi puncak
PPB) yang dapat dimanfaatkan untuk filter panjang gelombang tunggal (single-
wavelength filter). Dengan mengatur ketebalan lapisan ketiga defek saat fabrikasi,
PPB dapat melewatkan warna yang sesuai dengan panjang gelombang puncaknya.
Pada Gambar 15, PPB dapat muncul pada panjang gelombang 520 nm (warna
hijau), 563 nm (warna kuning-hijau), dan 592 nm (warna orange). Aplikasi praktis
dari filter panjang gelombang adalah penggunaan kristal fotonik pada Fiber Brag
Grating (FBG) untuk sistem add/drop multiplexer sebagaimana telah dijelaskan pada
tinjauan pustaka.
Tω
λ (nm)
Gambar 15 Profil transmitansi terhadap panjang gelombang, λ ( λ = 2π c / ω ) terkait
variasi ketebalan lapisan defek untuk konfigurasi 6-8-2-1: merah ( m = 2.0 ) ,
biru ( m = 2.2 ) , hitam ( m = 2.8 )
Kristal fotonik dengan konfigurasi lapisan N+1=M+L+R juga dapat
menghasilkan dua PPB jika ketebalan lapisan defek (physical thickness) bernilai
25
sama antara 7λ0 / 4 sampai 7.5λ0 / 4 , antara 8λ0 / 4 sampai 8.4λ0 / 4 , antara 9λ0 / 4
sampai 9.3λ0 / 4 , 10λ0 / 4 sampai 10.2λ0 / 4 , dan antara 11λ0 / 4 sampai 11.1λ0 / 4 .
Pada Gambar 16.a terlihat dua PPB yang muncul pada panjang gelombang
525.7 nm (panjang gelombang warna hijau) dan 584.3 nm (panjang gelombang
warna kuning). Posisi dua PPB tersebut bisa diatur dengan menaikan tebal ketiga
lapisan defek sehingga bisa jatuh pada panjang gelombang (warna) yang kita
inginkan.
Δλ
(nm)
Tω
λ (nm)
m
(a)
(b)
Gambar 16 (a) Profil transmitansi terhadap panjang gelombang λ ( λ = 2π c / ω )
dengan konfigurasi 6-8-2-1 dan ketebalan ketiga lapisan defek 7.2λ0 / 4 (b) Plot
hubungan lebar ketiga defek (m) terhadap jarak antara dua PPB ( Δλ ) pada
konfigurasi 6-8-2-1
Jarak antara dua puncak panjang gelombang dari PPB
( Δλ )
dapat diatur
secara fleksibel dengan merubah ketebalan ketiga lapisan defek yang merupakan
kelipatan dari seperempat panjang gelombang dc = mλ0 / 4 . Untuk ketebalan tiga
lapisan defek antara 7λ0 / 4 sampai 7.5λ0 / 4 , jarak antara dua PPB dapat diplot
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 16.b. Pada gambar tersebut, ketika tebal
ketiga lapisan defek bernilai 7.5λ0 / 4 , jarak antara dua PPB 59.8 nm. Dua PPB
tersebut jatuh pada panjang gelombang 543.1 nm (warna hijau) dan panjang
gelombang 602.9 nm (warna jingga).
Lebar ketiga defek masing-masing memiliki fungsi yang berbeda. Untuk
lapisan defek kedua, ketika ketebalannya dinaikan menyebabkan posisi PPB bergeser
26
kekanan diiringi penurunan FWHM, sedangkan jika ketebalan lapisan defek pertama
dan ketiga dinaikan tidak ada perubahan posisi, puncak transmitansi, maupun
FWHM (Gambar 17.a, 17.b, dan 17.c). Hal ini berbeda dengan hasil yang didapatkan
pada kasus dua defek, Jika ketebalan lapisan defek kedua dinaikan, terjadi penurunan
FWHM tanpa perpindahan posisi sehingga bisa dihasilkan PPB dengan lebar yang
tipis (H. Mayditia et al. 2005).
λ 0/4
2λ0 /4
3λ0 /4
Tω
Tω
λ (nm)
λ (nm)
(a)
(b)
λ 0/4
2λ0 /4
3λ0 /4
Tω
λ (nm)
(c)
Gambar 17 (a) Profil transmitansi terhadap panjang gelombang λ , ( λ = 2π c / ω )
dengan konfigurasi 4-6-2-1 dan variasi ketebalan (a) lapisan defek pertama (b)
lapisan defek kedua (c) lapisan defek ketiga: merah ( d d = λ0 / 4 ), biru ( d d = 2λ0 / 4 ),
hitam ( dd = 3λ0 / 4 )
Variasi ketebalan lapisan defek dapat pula dimodifikasi dengan mengganti
material defek menggunakan bahan yang memiliki indeks bias negatif (left handed
material) seperti yang sedang dikembangkan oleh Xia Li dengan beberapa rekannya.
27
Kenaikan tebal lapisan defek yang linier dalam struktur periodik ternyata
menghasilkan penambahan modus defek dalam PBG (X. Li, K. Xie, H. Jiang, 208).
4.3 Profil PPB Terkait dengan Variasi Ketebalan Optik Lapisan Defek (Optical
Thickness)
Variasi ketebalan optik untuk lapisan ketiga defek menyebabkan munculnya
PPB atau menentukan posisi PPB tepat pada panjang gelombang (atau frekuensi)
operasi. Berdasarkan hasil simulasi, posisi PPB akan tepat pada panjang gelombang
operasi jika memenuhi hubungan:
nd d d = m
λ0
4
dimana m adalah kelipatan bulat dari bilangan genap: 0, 2, 4, 6, 8,…,dst. Sedangkan
untuk kelipatan nilai m ganjil, maka PPB tidak muncul. Hasil ini bisa dipahami,
ketika ketebalan optik lapisan defek bernilai ganjil, maka kristal fotonik menjadi
tidak berdefek, sesuai dengan ketebalan optik lapisan Bragg yang bernilai ganjil
( nd = λ0 / 4 ), sedangkan ketika lapisan defek bernilai genap, maka kristal fotonik
akan menjadi defek geometri.
Tω
Tω
λ (nm)
(a)
λ (nm)
(b)
Gambar 18 Profil transmitansi terhadap panjang gelombang, λ ( λ = 2π c / ω ) dengan
variasi ketebalan optik ketiga lapisan defek (a) m = bilangan genap: merah ( m = 2 ) ,
biru ( m = 4 ) , hitam ( m = 6 ) (b) m = bilangan ganjil: merah ( m = 1) , biru ( m = 3) ,
hitam ( m = 5 ) untuk konfigurasi 4-6-2-1
28
Berdasarkan Gambar 18, untuk nilai m genap terlihat posisi PPB pada puncak
panjang gelombang tetap, yakni sama dengan panjang gelombang operasi (550 nm)
dengan FWHM yang semakin mengecil, sedangkan untuk untuk nilai m ganjil, PPB
hilang dan muncul PBG. Hal ini bisa dijelaskan bahwa nilai m genap merupakan
modus yang menyebabkan
terjadinya interferensi konstruktif sehingga PPB
(penguatan medan) muncul dalam PBG, sedangkan untuk m bernilai ganjil berlaku
hal sebaliknya. Untuk nilai m merupakan bilangan desimal (diantara dua bilangan
bulat yang berdekatan), maka PPB dapat bergeser sama seperti respon yang
dihasilkan karena variasi ketebalan lapisan defek.
Plot hubungan antara ketebalan optik ketiga defek (kelipatan dari λ0 / 4 )
terhadap panjang gelombang dapat menunjukkan posisi PPB yang terkait dengan
puncak panjang gelombang (warna). Untuk ketebalan optik ketiga defek bernilai
antara
2λ0 / 4 sampai 2.5518λ0 / 4 , PPB dapat melewatkan warna kuning,
sedangkan ketebalan optik ketiga defek bernilai 2.5518λ0 / 4 , sampai 2.8λ0 / 4 PPB
dapat melewatkan warna merah (Gambar 19).
λ (nm)
m
Gambar 19 Plot hubungan kelipatan tebal lapisan optik ketiga defek terhadap λ
Untuk ketebalan optik salah satu defek diubah, didapatkan hasil yang berbeda.
Jika
ketebalan optik lapisan defek kedua diubah, terjadi perubahan puncak
transmitansi, sedangkan jika ketebalan optik lapisan defek pertama dan lapisan defek
ketiga dinaikkan, tidak terjadi perubahan puncak transmitansi sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 20.a, 20.b, dan 20c
29
Dalam tujuan praktis dan aplikasi (seperti sensor dan filter), memvariasikan
ketebalan optik cacat untuk memperoleh PPB pada panjang gelombang tertentu
tentunya kurang efisien karena ketebalan optik cacat dibentuk saat proses fabrikasi
kristal fotonik, sehingga diperlukan parameter lain yang dapat mengatur posisi PPB,
yakni sudut datang.
Tω
Tω
λ (nm)
(a)
λ (nm)
(b)
Tω
λ (nm)
(c)
Gambar 20 Profil transmitansi terhadap panjang gelombang, λ ( λ = 2π c / ω ) dengan
variasi ketebalan optik (a) pada lapisan defek pertama (b) pada lapisan defek kedua
(c) pada lapisan defek ketiga untuk konfigurasi 4-6-2-1: merah ( m = 2 ) ,
biru ( m = 4 ) , hitam ( m = 6 )
4.4 Profil PPB Terkait dengan Variasi Sudut Datang
Variasi sudut datang dapat menggeser posisi PPB kearah panjang gelombang
yang lebih kecil (frekuensi yang lebih besar). Dengan menetapkan nilai indeks bias
dan ketebalan lapisan cacat, posisi PPB tetap dapat bergeser agar dapat meloloskan
panjang sesuai dengan aplikasi yang diharapkan. Filter panjang gelombang
30
menggunakan kristal fotonik dengan variasi sudut ini dapat digunakan sebagai sistem
pemantau tingkat kematangan buah. Berdasarkan hubungan antara perubahan sudut
dengan pergeseran panjang gelombang, kita bisa mengatur panjang gelombang yang
ditransmisikan sesuai dengan tingkat kematangan buah.
Gambar 21.a menunjukkan pergeseran PPB untuk sudut datang 00 , 300 , dan
450 . Hasil ini berbeda dengan hasil yang telah dikerjakan oleh Kun-yuan Xu dan
rekannya. Mereka menggunakan material dengan indeks bias negatif (Left handed
Material) pada lapisan defek dan tidak terjadi pergerseran PPB untuk sudut datang
00 − 300 . PPB baru bergeser kearah frekuensi yang lebih besar (panjang gelombang
yang lebih kecil) ketika sudut datang diperbesar dari 300 (K. Xu et al, 2005).
Berdasarkan Gambar 21.b, perubahan sudut datang 00 sampai 800, terjadi pergeseran
puncak panjang gelombang, sehingga dapat digunakan sebagai filter panjang
gelombang (warna), yakni: untuk sudut datang 00 sampai 23.50 dapat memfilter
warna kuning (550 nm nm-564.1 nm), untuk sudut datang 23.50 sampai 58.40 dapat
memfilter warna hijau (500 nm-550 nm, dan untuk sudut datang 58.50 sampai 800
dapat memfilter warna biru (477.3 nm-500 nm)
λ (nm)
Tω
λ (nm)
(a)
θ (0)
(b)
Gambar 21 (a) Plot Profil transmitansi terhadap panjang gelombang, λ ( λ = 2π c / ω )
terkait variasi sudut datang: merah ( θ 0 = 00 ), biru ( θ 0 = 300 ), hitam ( θ 0 = 450 )
hubungan variasi sudut datang terhadap puncak panjang gelombang untuk
konfigurasi sistem 4-6-2-1
Pergeseran PPB yang dipengaruhi oleh variasi sudut datang dapat diatur secara
sensitif dengan memvariasikan jumlah lapisan Bragg. Sifat ini menawarkan aplikasi
31
untuk sensor rotasi frekuensi tunggal (single-frequency rotation sensing)
sebagaimana dapat dilihat pada H. Hardhienata et al, 2006.
4.5 Profil PPB Terkait dengan Variasi Indeks Bias Defek Pertama
Adanya defek pada kristal fotonik 1D bersifat unik karena tiap lapisan defek
memiliki fungsi yang berbeda terhadap karakteristik PPB. Untuk lapisan defek yang
pertama, jika indeks biasnya diubah-ubah maka posisi dari PPB juga akan berubah
diikuti penurunan transmitansi. Oleh karena itu, lapisan defek pertama dapat
berfungsi sebagai regulator posisi dan dapat dimanfaatkan sebagai filter panjang
gelombang.
Tω
Tω
λ (nm)
(a)
λ (nm)
(b)
Gambar 22 Profil transmitansi terhadap panjang gelombang, λ ( λ = 2π c / ω ) terkait
variasi indeks bias lapisan defek pertama: merah ( nd1 = 2.1 ), biru ( nd 1 = 2.2 ), hitam
( nd1 = 2.3 ) untuk konfigurasi (a) 4-6-2-1 (b) 6-8-2-1
Pada Gambar 22.a dan 22.b terlihat bahwa PPB pada konfigurasi sistem 4-6-21 dan 6-8-2-1, bergeser kekanan ketika indeks bias lapisan pertama divariasikan. Jika
puncak panjang gelombang diplot terhadap variasi nilai indeks bias defek pertama,
maka akan didapatkan bahwa hubungan antara λ dengan nilai indeks bias defek
pertama ( nd1 ) adalah linier, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sistem sensor. Pada
Gambar 23 terlihat bahwa respon perubahan indeks bias defek pertama terhadap
puncak panjang gelombang untuk konfigurasi yang berbeda adalah linier. Hasil ini
memberikan gambaran bahwa kristal fotonik dengan sistem konfigurasi seperti yang
32
telah disebutkan diatas berpotensi sebagai sensor dengan menempatkan material
yang akan disensing pada lapisan defek pertama, sedangkan defek kedua dan defek
ketiga dibuat tetap.
Pengaturan konfigurasi sistem dapat mempengaruhi sensitivitas dari respon
yang dihasilkan. Jika konfigurasi sistem diperbesar, akan didapatkan PPB yang tipis
dan perubahan sensitivitas. Untuk konfigurasi 6-8-2-1 dihasilkan puncak PPB
terhadap nilai indeks bias defek pertama ( nd1 ) yang linier dengan gradien sebesar
143.49, sedangkan untuk konfigurasi 4-6-2-1 dihasilkan gradien sebesar 150.27.
λ (nm)
nd1
Gambar 23 Plot hubungan panjang gelombang puncak terhadap variasi indeks bias
lapisan defek pertama untuk konfigurasi 4-6-2-1 (biru) dan 6-8-2-1 (hitam)
4.6 Profil PPB Terkait dengan Variasi Indeks Bias Defek Kedua dan Ketiga
Telah dipublikasikan dalam (H.Alatas et al, 2006) bahwa untuk kristal fotonik
satu- dimensi dengan dua defek menghasilkan PPB dengan dua karakteristik yang
berbeda pada tiap lapisan defek tersebut, sehingga defek pertama dapat berfungsi
sebagai regulator dan dan defek kedua sebagai reseptor pada aplikasi sistem sensor.
Untuk kasus kristal fotonik 1 dimensi dengan tiga defek dapat menghasilkan PPB
dengan tiga karakteristik sebagaimana hasil simulasi yang akan diberikan. Pada
lapisan defek pertama, variasi indeks bias menyebabkan posisi dari PPB bergeser
kekanan seiring penurunan transmitansi sebagaimana telah dijelaskan, sedangkan
pada lapisan defek kedua dan defek ketiga hanya menyebabkan penurunan
transmitansi tanpa perpindahan posisi.
Pada Gambar 24 terlihat bahwa variasi indeks bias pada lapisan defek kedua
dan defek ketiga menghasilkan profil PPB yang sama, yakni penurunan transmitansi
33
pada frekuansi tetap ω = 0.9702ω0 . Akan tetapi, penurunan, transmitansi pada
lapisan defek ketiga lebih kecil dibandingkan defek kedua, sehingga defek kedua
menghasilkan sensifitas yang lebih tinggi dibandingkan defek ketiga. Karena defek
kedua dan defek ketiga memberikan efek yang sama, maka kedua defek tersebut
dapat berfungsi sebagai reseptor, akan tetapi seberapa besar perbedaan sensitivitas
kedua defek tersebut masih belum terlihat.
Tω
Tω
λ (nm)
λ (nm)
(a)
(b)
Gambar 24 Profil transmitansi terhadap panjang gelombang, λ (λ=2πc/ω) terkait
indeks bias defek (a) lapisan defek kedua: merah ( nd 2 = 2.1 ), biru ( nd 2 = 1.45 ),
hitam ( nd 2 = 1.33 ) (b) lapisan defek ketiga: merah ( nd 3 = 2.1 ), biru ( nd 3 = 1.45 ),
hitam ( nd 3 = 1.33 )
Plot variasi nilai indeks bias defek kedua dan ketiga terhadap nilai transmitansi
menghasilkan fungsi yang periodik untuk rentang indeks bias antara 0 sampai 5.
Untuk aplikasi potensial, rentang panjang gelombang dapat diset antara 1.33 (air)
sampai 1.5 (kaca) dengan pertimbangan lapisan defek kedua atau ketiga dapat diisi
fluida (larutan dengan konsentrasi tertentu), sehingga kristal fotonik dapat berfungsi
sebagai sensor indeks bias. Pada Gambar 25.a dan 25.b dapat dilihat perbandingan
sensitivitas antara defek dua dan defek tiga untuk rentang indeks bias antara 1.33
sampai 1.5. Untuk variasi indeks bias ketiga, puncak transmitansi hampir mencapai
maksimum, yakni 0.95 saat indeks bias defek kedua bernilai 1.38, kemudian turun
dan mencapai 0.85 saat indeks bias defek kedua bernilai 1.5. Sedangkan untuk
variasi indeks bias defek kedua, puncak transmitansi hanya mencapai 0.35 saat
indeks bias defek ketiga bernilai 1.38, dan turun mencapai 0.24 saat defek ketiga
34
bernilai 1.5. Meskipun puncak transmitansi untuk variasi defek ketiga lebih besar
dibandingkan dengan puncak transmitansi untuk variasi defek kedua, sensitivitas
untuk variasi defek kedua ternyata lebih besar dibandingkan defek ketiga. Hasil ini
menjadi cukup penting, bahwa ketika kita ingin menjadikan kristal fotonik berfungsi
sebagai sensor dengan sensitivitas yang lebih tinggi, material/fluida yang akan
disensing sebaiknya ditempatkan pada layer defek kedua, bukan pada layer defek
ketiga.
Tω
Tω
nd2
nd3
(a)
(b)
Gambar 25 (a) Plot hubungan indeks bias defek kedua terhadap puncak transmitansi
(b) plot hubungan indeks bias defek ketiga terhadap puncak transmitansi
Secara umum, kristal fotonik dengan tiga defek memberikan respon yang lebih
sensitif dibandingkan dengan dua defek. Pada Gambar 26 terlihat bahwa sensitivitas
untuk sistem tiga defek 2-4-2-1 bernilai 1.6271, sedangkan untuk sistem dua defek 24-2 hanya bernilai 1.2918. Untuk sistem tiga defek 4-6-2-1, sensitivitas bernilai
1.4306, sedangkan untuk sistem dua defek 4-6-2 sensitivitas bernilai 1.1177. Hal ini
bisa dijelaskan bahwa untuk kristal fotonik dengan tiga defek memiliki tiga derajat
kebebasan yang menghasilkan sensitivitas
( dT / dnd 2 )
lebih besar dibandingkan
kristal fotonik dengan dua defek yang hanya memiliki dua derajat kebebasan. Nilai
sensitivitas untuk simulasi ini tentunya berbeda dengan nilai setelah fabrikasi karena
metode matriks transfer untuk perhitungan simulasi ini menggunakan beberapa
asumsi sebagaimana dijelaskan dalam daftar pustaka.
35
Tω
Tω
nd2
nd2
(a)
(b)
Gambar 26 Perbandingan sensitivitas untuk sistem dua defek dengan tiga defek
dengan konfigurasi (a) 2-4-2-1 (biru) dengan 2-4-2 (hitam) (b) 4-6-2-1 (biru) dan
4-6-2 (hitam)
Untuk kasus larutan yang terdiri dari satu unsur/senyawa, dapat digunakan
sistem yang menghasilkan dua atau tiga PPB dengan terlebih dahulu mengetahui
unsur/senyawa tersebut transparan pada panjang gelombang berapa dan mengatur
posisi PPB tersebut sehingga tepat pada panjang gelombang dimana unsur/ senyawa
tersebut transparan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 27 (a) dan 27 (b).
Masing-masing dari PPB tersebut dapat merespon perubahan dari indeks bias pada
lapisan defek kedua.
Tω
Tω
λ (nm)
λ (nm)
(a)
(b)
36
Gambar 27 Profil transmitansi terhadap panjang gelombang, λ ( λ = 2π c / ω ) terkait
variasi indeks bias lapisan defek kedua (a) d d 1 = d d 2 = d d 3 = 7.2λ0 / 4 (b)
d d 1 = d d 2 = d d 3 = 7.6λ0 / 4 : merah ( nd 2 = 2.1 ), biru ( nd 2 = 1.45 ), hitam ( nd 2 = 1.33 )
4.7 Profil Distribusi Medan dalam Kristal Fotonik
Adanya defek membuat medan terlokalisir disekitar defek sehingga terjadi
peningkatan intensitas dalam lapisan defek. Intensitas yang tinggi pada lapisan defek
memungkinkan adanya medan yang keluar dari lapisan defek tersebut dan dapat pula
membentuk peningkatan intensitas medan yang baru pada lapisan defek berikutnya,
bergantung pada konfigurasi sistem dan nilai indeks bias pada masing-masing
lapisan defek. Untuk kasus tiga defek dengan nilai indeks bias ketiga defek sama
dengan nilai indeks bias layer kedua ( nd 1 = nd 2 = nd 3 = n2 ) didapatkan peningkatan
medan pada defek pertama D1 , dilanjutkan pada defek kedua D2 , dan berakhir
pada defek ketiga D3 dengan puncak transmitansi berada pada frekuensi sekitar
ω = 0.9799ω0 (Gambar 28.a).
E
Einc
z (μm)
(a)
E
Einc
E
Einc
z (μm)
(b)
z (μm)
(c)
37
Gambar 28 Distribusi medan dalam PPB dengan (a) nd 1 = nd 2 = nd 3 = 2.1 (b)
nd 2 = 2.5 dan (c) nd 3 = 2.5 untuk konfigurasi 6-8-2-1
Defek pertama dapat berfungsi sebagai microcavity yang dapat mengalami
“kebocoran” dan membentuk rongga yang baru pada defek kedua dan ketiga. Saat
nilai indeks bias defek kedua dinaikkan menjadi 2.5 hanya terjadi sedikit terjadi
perubahan penurunan puncak transmitansi pada defek pertama sekitar 2.98%,
sedangkan jika indeks bias defek ketiga dinaikkan menjadi 2.5, maka terjadi
penguatan medan pada defek kedua dan defek ketiga sebagaimana ditunjukkan pada
Gambar (28.b dan 28.c). Sehingga dapat disimpulkan bahwa, agar terjadi resonansi
baru pada defek kedua dan defek ketiga maka nilai indeks bias defek ketiga harus
melebihi nilai indeks bias layer kedua ( nd 3 > n2 ).
Untuk kasus konfigurasi sistem yang dibalik (M-N-L-R: 1-2-8-6) terjadi
pembalikan distribusi medan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 29.a dengan
puncak transmitansi maksimum ditemukan pada indeks bias defek ketiga nd 3 = 2.1 .
Kasus ini sama artinya dengan mempertukarkan defek regulator dan defek reseptor
sehingga peningkatan medan terjadi pada defek ketiga. Saat nilai M dinaikkan untuk
konfigurasi M-N-L-R: 4-6-2-1, maka distribusi medan terjadi di defek pertama D1
dengan penurunan puncak transmitansi tetapi dengan frekuensi yang tetap
( ω = 0.9799ω0 ), sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 29.b. Hasil yang terpenting
adalah ketika N+1/(M+L+R) ≥ 1, resonansi medan terkuat akan jatuh pada defek
pertama sedangkan ketika N+1/(M+L+R) ≤ 1, resonansi medan terkuat akan jatuh
pada defek ketiga.
E
Einc
E
Einc
z (μm)
(a)
z (μm)
(b)
38
Gambar 29 Distribusi medan dalam PPB dengan (a) M-N-L-R = 1-2-8-6 dan
(b) M-N-L-R = 4-6-2-1
Intensitas medan yang terlokalisir dalam lapisan defek dapat dipengaruhi oleh
ketebalan lapisan defek dan sudut datang sumber cahaya relatif terhadap arah normal
bidang kristal. Pada Gambar 30.a dan 30.b terlihat bahwa terdapat perbedaan
intensitas medan maksimum ketika ketebalan ketiga lapisan defek divariasikan.
Ketika lebar ketiga lapisan defek dinaikkan, puncak intensitas medan menurun dan
menggeser frekuensi puncak. Hal ini bisa dipahami bahwa, ketika lebar lapisan defek
dinaikkan osilasi medan yang terkurung didalam defek menurun karena terjadi
kebocoran lebih banyak dari lapisan defek yang berfungsi sebagai cavity. Gambar
30.a terjadi pergeseran puncak frekuensi dari ω = 0.9799ω0 (Gambar 26.a) menjadi
ω = 0.9754ω0 dengan ketebalan ketiga lapisan defek 3λ0 / 4 , sedangkan Gambar
30.b. terjadi pada puncak frekuensi ω = 0.9724ω0 dengan ketebalan ketiga lapisan
defek 4λ0 / 4 .
E
Einc
E
Einc
z (μm)
z (μm)
(a)
(b)
Gambar 30 Distribusi medan dalam PPB untuk variasi lebar ketiga defek (a)
3λ0 / 4 dan (b) 4λ0 / 4
Untuk kasus sudut datang ke segala arah (omnidirectional), kenaikan sudut
datang dapat menggeser PPB kearah frekuensi yang lebih besar (panjang gelombang
yang lebih kecil), sehingga distribusi medan yang terlokalisasi dalam lapisan defek
terjadi pada puncak frekuensi yang berbeda dibandingkan untuk kasus insiden
normal. Pada Gambar 31.a distribusi medan dalam lapisan defek terjadi untuk
39
puncak frekuensi ω = 1.01690ω0 dan untuk Gambar 31.b terjadi sedikit penurunan
intensitas medan untuk frekuensi puncak ω = 1.0584ω0 . Secara umum perubahan
sudut datang menghasilkan efek yang sama dengan perubahan material pada leyer
defek pertama, yakni pergeseran PPB dan sedikit penurunan transmitansinya.
E
Einc
E
Einc
z (μm)
(a)
z (μm)
(b)
Gambar 31 Distribusi medan dalam PBG dengan variasi sudut datang (a) 300 (b) 450
Profil distribusi medan dalam bentuk tiga dimensi dapat menggambarkan
medan yang merambat pada arah sumbu-z dalam kristal fotonik dengan
intensitasnya. Bentuk perumusan medan yang merambat pada arah sumbu-z dapat
(
)
ditulis sebagai berikut: E = Aei ( k z z −ωt ) + Be −i ( kz z −ωt ) e
Tω
ik y y
.
Tω
z (μm)
(b)
z (μm)
(a)
Gambar 32 Profil tiga dimensi distribusi medan dalam PPB dengan (a) nd 3 = 2.1 dan
(b) nd 3 = 2.5
40
Gambar 32 a. dan 32.b menunjukkan profil 3 dimensi distribusi medan pada
arah z dan y yang diputar dengan sudut 900 untuk sistem konfigurasi 6-8-2-1 dengan
puncak frekuensi yang tetap, yakni ω = 0.9799ω0 . Intensitas terbesar ditunjukkan
oleh garis warna merah (bernilai 10) dan intensitas terendah ditunjukkan oleh garis
warna biru (bernilai 0.5).
4.8 Optimasi Hasil
Sebagai optimasi, nilai dari indeks bias defek ketiga dapat diatur untuk selang
indeks bias tertentu dari defek kedua. Nilai gradien hubungan antara transmitansi
terhadap indeks bias defek kedua menunjukkan sensitivitas untuk aplikasi sensor
yang akan dikembangkan. Pada gambar 33.a terlihat bahwa nilai sensivitas (gradien
dari kurva) berubah akibat variasi nilai indeks bias defek ketiga. Defek ketiga
memiliki indeks bias masing-masing: 2.1 (merah), 2.0 (biru),
dan 1.9 (hitam)
memiliki sensitivitas berurut-turut: 1.6271, 1.0139, dan 0.70291. Berdasarkan hasil
pada gambar 32.a, kita dapat memfungsikan defek ketiga sebagai kontrol sensitivitas
(regulator sensitivitas) yang dapat digunakan untuk meningkatkan sensitivitas
dengan cara memilih material yang sesuai pada lapisan defek ketiga.
2.15
Tω
dTω/dnd2
nd2
nd2
(a)
(b)
Gambar 33 (a) Plot hubungan indeks bias defek kedua terhadap puncak transmitansi
dengan variasi indeks bias defek ketiga: ( nd 3 = 2.1 ), biru ( nd 3 = 2.0 ),
hitam ( nd 3 = 1.9 ) (b) plot sensitivitas lapisan defek kedua (dTω / dnd 2 ) terhadap
variasi defek ketiga
41
Perubahan nilai indeks bias defek ketiga menghasilkan sensitivitas yang
periodik sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 33.b. Untuk rentang indeks bias
defek ketiga antara 1 sampai 2.5 menunjukkan sensitivitas maksimum untuk nilai
indeks bias defek ketiga bernilai 2.15. Hasil ini menjadi cukup penting bahwa untuk
mencapai kondisi sensitivitas maksimum, nilai-nilai parameter yang mendukung
dapat digunakan saat fabrikasi.
Variasi ketebalan salah satu lapisan defek juga dapat memberikan efek pada
sensitivitas. Karena material/fluida yang akan disensing ditempatkan pada layer
defek kedua, maka ketebalan layer defek kedua dapat divariasikan agar
menghasilkan perubahan sensitivitas. Gambar 34 menampilkan variasi indeks bias
defek kedua terhadap puncak transmitansi untuk nilai ketebalan layer defek kedua
d d 2 yang berbeda, pada konfigurasi 2-4-2-1. Sensitivitas untuk untuk ketebalan
2λ0 / 4 , 2.1λ0 / 4 , dan 2.2λ0 / 4 berturut-turut adalah 1.6271, 10916, dan 0.68951.
Hasil ini menunjukkan bahwa dengan mengubah ketebalan layer defek kedua, kita
bisa memanipulasi divais agar bekerja pada range yang diinginkan dari indeks bias
yang telah ditentukan berdasarkan pengetahuan tentang beberapa indeks bias dari
sampel yang akan disensing, dan terlebih lagi divais dapat beroperasi pada kondisi
optimal.
Tω
nd2
Gambar 34 Plot hubungan indeks bias defek kedua terhadap puncak transmitansi
dengan variasi ketebalan lapisan defek kedua: merah ( nd 3 = 2.1 ), biru ( nd 3 = 2.0 ),
hitam ( nd 3 = 1.9 )
42
Untuk kasus ke segalah arah (omnidirectional), variasi sudut datang
menyebabkan perubahan indeks bias terhadap transmitansi menjadi tidak linier.
Akan tetapi, data perubahan indeks bias terhadap transmitansi ini dapat dijadikan
data baku untuk menentukan indeks bias material yang dapat dihubungkan dengan
konsentrasi zat dalam suatu larutan. Pada sudut datang 300, PPB bergeser pada
frekuensi ω = 3.456880ω0 dan menghasilkan grafik nd 2 − T yang hampir linier
untuk sudut datang 450 dan sudut datang 600 menggeser PPB ke frekuensi
ω = 3.603672ω0 dan ω = 3.760479ω0 serta menghasilkan grafik yang tidak linier
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 35
Tω
nd2
Gambar 35 Plot hubungan indeks bias defek kedua terhadap puncak transmitansi
dengan variasi sudut datang
Download