5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Serat Rami Tanaman rami adalah

advertisement
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Serat Rami
Tanaman rami adalah tanaman tahunan berumpun yang menghasilkan serat
dari kulit kayunya. Tanaman yang diduga berasal dari Cina ini secara botanis dikenal
dengan nama Boehmeria nivea (L). Di Jawa Barat dikenal dengan nama haramay,
sedangkan di Minangkabau dikenal dengan romin. Di Sumatera Barat disebut kelu dan
di Sulawesi dikenal gambe. Dalam perdagangan internasional tanaman ini dikenal
dengan sebutan ramie. Adapun sistematika botani tanaman rami dan gambar pohon
rami (Gambar 2.1) adalah sebagai berikut.
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliosida
Subkelas
: Hammamelidae
Ordo
: Urticales
Famili
: Urticaceae
Genus
: Boehmeria
Spesies
: Boehmeria nivea (Musaddad, 2007)
Gambar 2.1 Pohon Rami
5
Universitas Sumatera Utara
6
Tanaman rami (Boehmeria nivea, L. Gaud) merupakan salah satu tanaman
penghasil serat alam yang dapat menjadi sumber bahan baku produk tekstil seperti
halnya kapas karena memiliki kemiripan dengan kapas, bedanya kapas merupakan
serat pendek sedangkan rami adalah serat panjang. Dibanding dengan kapas, serat rami
lebih kuat, mudah menyerap keringat dan tidak mudah kena bakteri atau jamur. Selain
diambil serat dari kulit batangnya, semua bagian tanaman rami dapat dimanfaatkan.
Akar tanaman (rhizome) dapat digunakan sebagai bahan tanaman (bibit) untuk
pengembangan rami, daunnya dapat sebagai pakan ternak, sedangkan kulit batang dan
kayunya dapat digunakan untuk bahan baku pulp maupun kompos (Musaddad, 2007).
Rami tidak sekadar tanaman penghasil serat, tetapi memiliki manfaat lain.
Bahkan, rami bisa digolongkan sebagai komoditas zero waste. Artinya, limbah hasil
olahan yang berupa serat dapat diolah menjadi berbagai produk alternatif. Tidak hanya
limbah olahan, seluruh bagian tanaman rami yang tidak diolah bisa dijadikan produk
dengan nilai ekonomi tinggi. Pemanfaatan bagian lain dari tanaman rami
selain
sebagai penghasil serat karena memiliki kandungan seperti dipaparkan dalam Tabel
2.1 berikut.
Tabel 2.1 Bagian Tanaman Rami dan Kandungannya
Bagian Tanaman
Kandungan
Daun
Berat kering (19,56%), protein kering (26,38%), serat kasar
(16,24%), lemak kering (3,04%), kalori (4659,13
kalori/gram), N (2,94%), C organik (27,61%), C/N ratio
(9), bahan organik (47,76%), P (0,3%), K (2,2%), Mg
(0,45%), S (0,19%), Cu (7,95 ppm), Zn (10,68 ppm), Mo
(1,43 ppm)
Pucuk daun
Protein (9,46%), lemak (0,96%), tanin (1,68%), vitamin C
(1904,6 ppm), total asam (1,25 %), total gula (0,15%)
Batang dan akar
N (0,84%), C organik (37,88%), C/N ratio (45), bahan
organik (65,53%), P (80%), K (1,06%), Mg (0,51%), S (20
ppm), Zn (4,77 ppm)
Sumber: Musaddad, M.A (2007).
Rami (Boehmeria nivea, L. Gaud.) merupakan tanaman yang memiliki potensi
tinggi. Serat rami dapat diolah menjadi kain fashion berkualitas tinggi, karena
Universitas Sumatera Utara
7
memiliki karakter mirip dengan serat kapas. Selain itu, serat rami merupakan bahan
untuk pembuatan selulosa berkualitas tinggi (selulose α). Daunnya merupakan bahan
kompos dan pakan ternak yang bergizi tinggi, kayunya baik untuk bahan bakar
(Purwati, 2012).
Prospek pengembangan pasar untuk serat rami sangat baik karena harga jual
yang relatif tinggi. Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk
mengembangkan rami karena memiliki lahan yang relatif luas dan iklim yang cocok
untuk tanaman rami. Rami sangat cocok dikembangkan di Indonesia bagian barat yang
beriklim basah karena tanaman ini memerlukan curah hujan sepanjang tahun.
Pemasaran serat rami cukup luas di dalam maupun di luar negeri, mulai dari serat
mentah (China grass), serat panjang hasil di gumming ( ramie raw ), serat pendek (
ramie stafle fibre ) maupun serat panjang ( ramie top ). Saat ini pangsa pasar
konsumen serat rami dunia sekitar 350.000 ton dan diperkirakan kebutuhan serat rami
dunia terus menaik hingga 400.000 – 500.000 ton/tahun (Anonim, 2007).
Serat dari batang tanaman rami sebenarnya memiliki beberapa keunggulan,
antara lain kualitas tekstil yang dihasilkan cukup baik karena memiliki kehalusan serat
(dyener) seperti halnya kapas. Serat rami juga memiliki tingkat elastisitas yang baik
dan lebih sejuk bila dipakai. Serat rami juga dapat dijadikan sebagai campuran bahan
kain lainnya, seperti katun, rayon, linen, dan polyester. Dibandingkan dengan kapas,
serat rami lebih kuat sehingga banyak dimanfaatkan untuk bahan pakaian atau
perlengkapan militer. Bahkan, sudah ada penelitian yang menyebutkan bahwa serat
rami anti peluru (Musaddad, 2007).
2.1.1 Struktur Molekul Rami
Rami merupakan serat tumbuh-tumbuhan jenis Boehmeria Nivea. Selulosa
mempunyai rumus (C6H10 O5)n, dimana “n” merupakan derajat polimerisasinya dan
sebagian besar serat rami (68,6 % - 76,2 %) terdiri dari selulosa. Analisa Frenderberg,
Haworth dan Braun dalam buku Tekstil Fiber menunjukkkan bahwa selulosa dibentuk
oleh cindin glukosa, sehingga dapat disebutkan bahwa struktur serat selulosa
merupakan kesatuan dari anhydro glukosa yang dihubungkan satu dengan yang
Universitas Sumatera Utara
8
lainnya oleh jembatan oksigen pada kedudukan 1 – 4(Evgust, 2011), seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.2 berikut.
Gambar 2.2 Struktur Molekul Serat Selulosa
2.1.2 Susunan Kimia Rami
Analisa kimia memperlihatkan bahwa selulosa merupakan komponen utama
dari serat rami. Komposisi kimia serat rami dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut :
Tabel 2.2 Sifat fisik dan kimia serat rami
Karakter
Selulosa (% berat)
Lignin (% berat)
Hemiselulosa (% berat)
Pektin (% berat)
Lilin (% berat)
Sudut mikrofibril ( 0 )
Kadar air (% berat)
Kerapatan (mg/m3)
Nilai
68,6 – 76,2
0,6 – 0,7
13,1 – 16,7
1,9
0,3
7,5
8,0
1,5
Sumber : Purwati, D.R (2012)
2.1.3 Bentuk Serat Rami
Bentuk serat rami terdiri dari membujur dan melintang, jika membujur bentuk
memanjang seperti silinder dengan permukaan bergaris – garis dan berkerut-kerut
membentuk benjolan-benjolan kecil dan jika melintang bentuk lonjong memanjang
dengan dinding sel yang tebal dan lumen yang pipih. Ujung sel tumpul dan tidak
berlumen (Evgust, 2011). Gambar serat rami membujur dan melintang dapat dilihat
pada Gambar 2.3 dan Gambar 2.4 berikut.
Universitas Sumatera Utara
9
Gambar 2.3 Bentuk Serat Rami Membujur
Gambar 2.4 Bentuk Serat Rami Melintang
2.2. Pengertian Gipsum
Gipsum adalah batu putih yang terbentuk karena pengendapan air laut. Gipsum
merupakan mineral terbanyak dalam batuan sedimen, lunak bila murni. Merupakan
bahan baku yang dapat diolah menjadi kapur tulis. Dalam dunia perdagangan biasanya
gipsum mengandung 90% CaSO4.2H2O.
Menurut Suhala, S et al (1997: 186) ”Gipsum adalah salah satu bahan galian
industri yang mempunyai kegunaan cukup penting di sektor industri, kontruksi
maupun bidang kedokteran; baik sebagai bahan baku utama maupun bahan baku
penolong”. Kandungan komposisi dari gipsum, terlihat pada tabel (2.3) berikut.
Universitas Sumatera Utara
10
Tabel 2.3 Komposisi Gipsum
Bahan
Kandungan (%)
Kalsium (Ca)
23,28
Hidrogen (H)
2,34
Kalsium Oksida (CaO)
32,57
Air (H2O)
20,39
Sulfur (S)
18,62
Sumber: (Salon S, 2009)
Gipsum ada di mana-mana. Gipsum adalah mineral sulfat yang paling umum
diatas bumi. Secara teknik, gipsum dikenal sebagai zat kapur sulfate. Dengan
perlakuan panas, tekanan, percampuran dengan unsur-unsur yang lain dapat
menghasilkan berbagai jenis gipsum. Gipsum adalah zat kapur sulfate (CaSO4). Alam
menyediakan dua macam gipsum yaitu anhidrit dan dehydrate. Dehydrate (CaSO4 +
2H2O) berisi dua molekul dan air sedangkan anhidrit (CaSO4) tidak berisi molekul air.
Gipsum yang disuling disebut dengan anhidrit dibentuk dari 29,4 % zat kapur (Ca)
dan 23,5 % belerang (S). Secara kimiawi, satu-satunya perbedaan antara kedua jenis
gipsum ini adalah dua molekul air yang ada dalam senyawanya.
Pada umumnya, gipsum mempunyai air yang dihubungkan dalam struktur
molekular (CaSO4.2H2O) dan kira-kira 23,3 % Ca dan 18,5 % S. Gipsum adalah
garam yang netral dari suatu cuka yang kuat dan tidak meningkatkan atau mengurangi
kadar keasaman.
Gipsum digunakan untuk pembuatan bangunan plester, papan dinding, ubin,
sebagai penyerap untuk bahan-kimia, sebagai pigmen cat dan perluasan, dan untuk
pelapisan kertas. Gypsum california alami, berisi 15% - 20% belerang, digunakan
untuk memproduksi ammonium sulfate untuk pupuk. Gipsum juga digunakan untuk
membuat asam belerang dengan pemanasan sampai 20000F (10930C) dalam
permukaan tertentu. Resultan calsium sulfida bereaksi untuk menghasilkan kapur
perekat dan sulfuricacid.
Gipsum mentah juga digunakan untuk campuran portland semen. Warna
sebenarnya adalah putih, tetapi mungkin saja diwarnai kelabu, warna coklat, atau
merah. Berat jenisnya adalah 2.28 - 2.33 dan kekerasan Mohs 1,5 - 2. Gipsum menjadi
Universitas Sumatera Utara
11
kering ketika dipanaskan sekitar 374oF (190oC), membentuk hermihydrate
2CaSO4.H2O, yang merupakan dasar dari kebanyakan plester gipsum. Disebut sebagai
gypsum calcined, pada saat digunakan untuk pembuatan hiasan, bahan gypsum
calcined dicampur dengan air, membentuk sulfate hydrated yang akan mengeraskan.
Palestic adalah gipsum yang dicampur dengan ureaformalidehyde damar dan suatu
katalisator. calcium sulfate tanpa air kristalisasi digunakan untuk pengisi kertas
dengan nama pearl filler. Terra alba adalah nama asal untuk gipsum sebagai pengisi
cat.
Zat kapur (sulfate) yang tak berair di dalam bubuk atau format berisi butiran
kecil akan menyerap 12-14% berat airnya dan digunakan untuk mengeringkan bahan
kimia dan gas. Gipsum bisa digunakan kembali dengan pemanasan. Anhidrit adalah
zat kapur tak berair (sulfate). Anhidrit digunakan untuk memproduksi belerang,
dioksida belerang, dan ammonium sulfate. Banyak gypsum calcined, digunakan
sebagai gipsum untuk memplester dinding. Untuk penggunaan seperti itu, dicampur
dengan kapur perekat air atau lem air dan pasir. Papan dinding gipsum atau eternity
berupa papan atau lembaran, campuran dari gypsummixed lebih dari 15% serabut,
biasanya dipasang pada langit-langit rumah. Butir yang terdapat di dalamnya tahan
terhadap api karena menggunakan suatu tiruan wood-grain untuk permukaan dinding.
Scott’s semen adalah suatu plester untuk perekat dengan gypsum calcined dan dapat
merekat dengan cepat.
Gipsum
dapat
berubah
secara
perlahan-lahan
menjadi
hemihidrat
(CaSO4.0.5H2O) pada suhu 900C. Bila dipanaskan atau dibakar pada suhu 1900C–
2000C akan menghasilkan kapur gipsum atau stucco yang dikenal dalam perdagangan
sebagai plester paris. Pada suhu yang cukup tinggi yaitu lebih kurang 5340C akan
dihasilkan anhydrite (CaSO4) yang tidak dapat larut dalam air dan dikenal sebagai
gipsum mati.
Saat ini gipsum sebagai bahan bangunan digunakan untuk membuat papan
gypsum dan profil pengganti triplek dari kayu. Papan gipsum profil adalah salah satu
produk jadi setelah material gipsum diolah melalui proses pabrikasi menjadi tepung.
Papan gipsum profil digunakan sebagai salah satu elemen dari dinding partisi dan
plafon (Simbolon, 2011).
Universitas Sumatera Utara
12
Material gipsum tidak membahayakan bagi kesehatan manusia, sebagai
faktanya banyak pengobatan modern dengan gipsum sudah dimulai sejak dulu dimana
gipsum digunakan sebagai pengisi pencetakan gigi dalam bidang kedokteran (Noerdin,
2003).
2.3 Papan Gipsum
Papan gipsum adalah nama generik untuk keluarga produk lembaran yang
terdiri dari inti utama yang tidak terbakar dan dilapisi dengan kertas pada
permukaannya. Selain untuk plafon, gipsum biasa dipakai dinding partisi seperti skat
kamar dan lining wall (penutup tembok). Hanya saja gipsum tak bisa diaplikasikan
untuk eksterior, kolom dinding atau penahan beban. Gipsum ini hanya untuk interior
yang tidak berkaitan dengan struktur bangunan. Kekuatan papan gipsum berbanding
lurus dengan ketebalannya (Simbolon, 2011).
Bagian inti papan gipsum yang dibawah memiliki tegangan. Bagian atas inti
papan gipsum tertekan oleh gaya yang diakibatkan oleh berat panel, beban yang
diberikan pada bagian belakang papan dan gravitasi. Papan gipsum memanfaatkan
kekuatan yang terdapat pada inti dan menambah kekuatannya dengan kertas
berkekuatan tarik tinggi. Kertas pada permukaan gipsum dipergunakan sebagai
penguat komposit dan menjadi bagian penting dari kekuatan ultimate dan
kemampuan panel (Anonim, 2004).
Berdasarkan SNI 03-6384-2000 tentang spesifikasi panel atau papan gypsum,
memberikan ukuran atau standar nominal (toleransi) untuk papan gypsum, dengan
rincian pada tabel 2.4 sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
13
Tabel 2.4 Spesifikasi Ukuran Papan Gipsum
NO
Tebal (mm)
Panjang (mm)
Lebar (mm)
1
6,4
1200-3700
2
8
1200-4300
Untuk toleransi :
3
9,5
1200-4900
Tebal ± 0,8 mm
4
12,7
1200-4900
5
15,9
1200-4900
6
19
-
7
25
-
1200-1370
Keterangan
Panjang ± 6,4 mm
Lebar ± 2,4 mm
2.3.1 Standar Papan Gipsum
Standar merupakan sesuatu yang ditetapkan untuk digunakan sebagai dasar
pembanding dalam pengukuran atau penilaian terhadap kapasitas, kuantitas, isi, luas,
nilai dan kualitas (Guralnik, 1997). Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada
penelitian ini digunakan standar papan gipsum dari JIS A 5908 (JIS, 2003) sebagai
pembanding terhadap mutu papan gipsum yang dihasilkan, selain itu digunakan juga
standar SNI 03-2105-2006 (papan partikel) (BSN, 2006) dan Standar Jayaboard
komersial (Simbolon, T 2011). Dengan demikian standar tersebut dapat memberikan
gambaran apakah papan gipsum yang dihasilkan telah memiliki mutu sesuai standar
atau tidak. Tabel 2.5 berikut menunjukkan nilai spesifik karakteristik papan tiruan
dari tiga buah standar.
Universitas Sumatera Utara
14
Tabel 2.5 Standar Papan Gipsum
Sifat Papan
Standar
JIS A 5908-2003
SNI
Jayaboard
03-2105-2006
Kerapatan (kg/m3)
400 – 900
Maks 1000
1030
5 – 13
Maks 10
-
45,29 – 62,31
Maks 50
37,4
Pengembangan tebal (%)
Maks 12
-
-
Modulus Of Elastisitas /
Min 1962
-
6,13
Min 7,85
9,81 - 13,73
1,28
-
-
0,91
-
-
2500
Min 0,15
-
-
Min 30
-
-
*kadar air (%)
*Penyerapan air (%)
MOE ( x 106 N/m2 )
Modulus Patah / MOR ( x
106 N/m2 )
Nilai Kuat Tarik (x 106
N/m2 )
Nilai Impak (J/m2)
Internal bond (N/m2)
Kuat Pegang sekrup (kg)
*Setelah direndam air selama 24 jam pada suhu kamar
Keterangan : JIS A 5908-2003 (Papan partikel)
SNI 03-2105-2006 (Papan Partikel)
Jayaboard – 2011 (Papan Partikel, Simbolon, T 2011)
2.3.2 Jenis Papan Gipsum
Papan gipsum merupakan alternatif yang tepat untuk menggantikan triplek dan
dapat diklasifikasikan dari jenis performa papan dan ketebalannya sebagai berikut:
1. Papan Gipsum Standar
Papan gipsum ini merupakan varian umum dari papan gipsum tebal yang tersedia
yaitu 9 mm, 12 mm dan 15 mm (SNI 03-6384-2000).
Universitas Sumatera Utara
15
2. Papan Gipsum Tahan Kelembaban
Papan gipsum ini mempunyai performa ketahanan terhadap kelembaban, cocok
digunakan untuk daerah-daerah yang lembab dalam bangunan seperti dapur, toilet
dan gudang. Bila papan gipsum ini digunakan sebagai dinding kamar mandi,
maka disarankan untuk dilapisi oleh keramik dinding, tahan kelembaban bukan
berarti tahan air. Tebal yang tersedia 9 mm, 12 mm dan 15 mm (SNI 03-63842000).
3. Papan Gipsum Tahan Benturan
Papan gipsum ini mempunyai performa ketahanan terhadap benturan, dimana
benturan-benturan yang dimaksud adalah benturan dari tubuh manusia, trolly,
kursi, meja dan sebagainya. Papan gipsum ini cocok dipergunakan dikoridor,
ruang fitness, dinding kamar rumah sakit dan sebagainya. Tebal yang tersedia
yaitu 12 mm dan 15 mm (SNI 03-6384-2000).
4. Papan Gipsum Tahan Api
Papan gipsum ini mempunyai performa ketahanan terhadap api, durasi ketahanan
apinya tergantung dari system, dinding partisi yang digunakan. Tebal yang
tersedia yaitu 12 mm dan 15 mm (SNI 03-6384-2000).
Selain jenis papan gipsum diatas ada pula produk papan gipsum yang
difungsikan untuk memperbaiki kualitas akustik ruang dan biasanya dibuat berlubanglubang. Dengan semua variasi papan gipsum diatas
dan kehebatan-kehebatannya
sayang sekali bila pola pembangunan masih menggunakan bahan dari kayu (triplek).
Dengan mengurangi penggunaan produk kayu berarti sudah berpartisipasi dalam
membantu konservasi alam dan ikut mengurangi tingkat pemanasan global (Anonim,
2010).
2.3.3
Plafon Gipsum
Plafon atau sering disebut juga langit-langit merupakan bidang atas bagian
dalam dari ruangan bangunan ( rumah ). Fungsi dari pada langit-langit atau plafon
adalah :
a. Untuk mengurangi panas dari sinar matahari yang melalui bidang atap.
Universitas Sumatera Utara
16
b. Untuk menahan kotoran yang jatuh dari bidang atap.
c. Untuk menahan percikan air hujan, agar ruangan dan isinya selalu
terlindungi.
d. Supaya ruangan di bawah atap selalu tampak bersih.
e. Menambah estetika ruangan, karena konstruksi plafon bisa dibuat beraneka
macam bentuk.
Plafon adalah bagian konstruksi merupakan lapis pembatas antara rangka
bangunan dengan rangka atapnya, sehingga bisa sebagai atau dapat dikatakan
tinggi bangunan dibawah rangka atapnya (Rahmadi, 2011).
Plafon merupakan bagian dari interior yang harus didesain sehingga ruangan
menjadi sejuk dan enak dipandang (artistik). Plafon sebagai batas tinggi suatu ruangan
tentunya ketinggian dapat diatur disesuaikan dengan fungsi ruangan yang ada.
Umpamanya; untuk ruang tamu pada sebuah rumah tinggal cenderung tinggi plafon
direndahkan, begitu juga ruang keluarga atau ruang makan, agar mempunyai kesan
lebih familier dan bersahabat.
Plafon berfungsi juga sebagai isolasi panas yang datang dari atap atau sebagai
penahan perambatan panas dari atap (aluminium foil). Plafon dapat juga sebagai
meredam suara air hujan yang jatuh diatas atap, terutama pada penutup atap dari bahan
logam. Plafon sebagai finishing (elemen keindahan), mempunyai tempat untuk
menggantungkan bola lampu, sedang bagian atasnya untuk meletakkan kabel –kabel
listriknya (sparing instalasi).
2.4 Semen PPC (Portland Pozzolan Cement)
Semen adalah bahan yang mempunyai sifat adhesif dan kohesif digunakan
sebagai bahan pengikat (Bonding material) yang dipakai bersama batu kerikil, pasir,
dan air. Semen Portland akan mengikat butir-butir agregat (halus dan kasar) setelah
diberi air dan selanjutnya akan mengeras menjadi suatu massa yang padat.
Portland Cement merupakan bahan utama atau komponen beton terpenting yang
berfungsi sebagai bahan pengikat an-organik dengan bantuan air dan mengeras secara
hidrolik.
Universitas Sumatera Utara
17
Portland Cement inilah yang dapat menyatukan antara agregat halus dan
agregat kasar sehingga mengeras menjadi beton. Adapun komponen–komponen bahan
baku Portland cement yang baik Menurut Sagel et al (1994:1) “Semen Portland adalah
semen hidrolis yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis
bersama bahan-bahan tambahan yang biasa digunakan yaitu gypsum”.
Menurut Nawy (1990) dalam Mulyono (2005) memberikan pengertian semen
portland (PC) dibuat dari serbuk halus mineral kristalin yang komposisi utamanya
adalah kalsium atau batu kapur (CaO), Alumunia (Al2O3), Pasir silikat (SiO2) dan
bahan biji besi (FeO2) dan senyawa-senyawa MgO dan SO3, penambahan air pada
mineral ini akan menghasilkan suatu pasta yang jika mengering akan mempunyai
kekuatan seperti batu. Apabila butiran-butiran Portland Cement berhubungan dengan
air, maka butiran-butiran tersebut akan pecah-pecah dengan sempurna sehingga
menjadi hidrasi dan membentuk adukan semen. Jika adukan tersebut ditambah dengan
pasir dan kerikil yang diaduk bersama akan menghasilkan adukan beton. Mulyono
(2005) mengatakan, “Semen portland adalah sebagai bahan pengikat yang melihat
dengan adanya air dan mengeras secara hidrolik”.
Menurut Murdock et al (1991) mengatakan : Semen adalah suatu jenis bahan
yang memiliki sifat (adhesif) dan kohesif (cohesive) yang memungkinkan melekatnya
fragmen-fragmen mineral menjadi suatu massa yang padat. Meskipun definisi ini
dapat diterapkan untuk banyak jenis bahan, semen yang dimaksudkan untuk
konstruksi beton bertulang adalah bahan jadi dan mengeras dengan adanya air yang
dinamakan semen hidrolis (hidrolic cements). Untuk pembuatan beton digunakan
semen portland dan semen portland pozzolan.
Semen Portland pozzolan (SPP) atau dikenal juga sebagai Portland Pozzolan
Cement (PPC) adalah merupakan semen hidrolisis yang terdiri dari campuran yang
homogen antara semen Portland dengan bahan pozzolan (Trass atau Fly Ash) halus,
yang diproduksi dengan menggiling klinker semen Portland dan bahan pozzolan
bersama-sama atau mencampur secara merata semen Portland dan bahan pozzolon
atau gabungan antara menggiling dan mencampur.
Semen portland pozzolan (semen PPC) adalah campuran semen portland dan
bahan-bahan yang bersifat pozzolan seperti terak tanur tinggi dan hasil residu PLTU.
Universitas Sumatera Utara
18
Semen jenis ini biasanya digunakan untuk beton yang diekspos terhadap sulfat. Semen
portland pozzolan dihasilkan dengan mencampurkan bahan semen portland dan
pozzolan (15-40% dari berat total campuran), dengan kandungan SiO2 + Al2O3 +
Fe2O3 dalam pozzolan minimum 70% (SK.SNI T-1991-03:2 dalam Mulyono, 2005:
46). Semen portland pozzolan (PPC) moderate sulphate resistance memenuhi SNI 150302-2004 dan ASTM C 595-08, jenis semen ini untuk kontruksi umum dan tahan
terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang (Mulyono, 2005).
2.5. Pengujian Fisik
2.5.1. Densitas (kerapatan)
Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material. Ada dua macam
densitas yaitu : bulk density dan densitas teoritis (true density). Dalam hal ini yang
diukur adalah bulk density, merupakan densitas sampel yang berdasarkan volume
sampel termasuk dengan rongga atau pori.
Bulk density untuk benda padatan yang besar dengan bentuk yang beraturan,
bentuk dan volume sampel dapat diukur dengan cara mengukur dimensinya.
Sedangkan untuk bentuk yang tidak beraturan maka bulk density ditentukan dengan
metode

Archimedes
(Rahmadi,
2011),
Mk
x air
M k  (M g  M t )
yaitu
dengan
persamaan
:
............... (2.1)
Dimana :  = Densitas sampel uji (kg/m3)
air = Densitas air (kg/cm3)
Mk = Massa kering sampel uji (kg)
Mg = Massa ketika sampel uji digantung dalam air (kg)
Mt = Massa tali penggantung (kg)
2.5.2
Daya Serap Air
Untuk metode pengujian daya serap air ini mengacu pada ASTM C 20-00-2005
dan SNI 01-4449-2006. Dimana pengujian ini dilakukan untuk mengetahui besarnya
persentase penyerapan air oleh papan gipsum plafon. Metode pengujian ini dilakukan
dengan melakukan perendaman terhadap sampel papan gipsum plafon untuk waktu
Universitas Sumatera Utara
19
perendaman selama 24 jam (1 hari). Untuk menentukan besarnya nilai penyerapan air
(Simbolon, 2011), dapat menggunakan persamaan sebagai berikut :
PA 
(M b  M k )
x100%
Mk
........... (2.2)
Dimana :
PA
= Nilai penyerapan air (%)
Mb
= Massa basah (kg)
Mk
= Massa kering (kg)
2.6
Pengujian Mekanik
2.6.1
Pengujian Kuat Lentur (MOR)
Kekuatan lentur atau Modulus of Rufture (MOR) dapat didefenisikan sebagai
kemampuan material untuk menahan deformasi dibawah beban hingga bengkok
sebelum patah. Tekanan fleksural pada dasarnya adalah kombinasi dari gaya tekan dan
gaya tarik. Kuat lentur merupakan besaran dalam bidang teknik yang menunjukkan
beban maksimum yang dapat ditahan oleh material (dalam hal ini adalah papan
komposit) persatuan luas. Kuat lentur bekerja pada batas proporsional atau daerah
elastis (Sudarsono, 2010).
Pengujian kuat lentur dari papan gipsum plafon mengacu pada SNI 03-21052006. Untuk menentukan nilai kuat lenturnya dapat menggunakan persamaan sebagai
berikut :
Fl 
3Pl S
2L T 2
.............. (2.3)
Dimana :
Fl = Nilai kuat lentur / Nilai MOR (N/m2)
Pl = Beban lentur (N)
S = Jarak penyangga (m)
L = Lebar benda uji (m)
T = Tebal benda uji (m)
Universitas Sumatera Utara
20
Contoh uji yang digunakan berukuran (150 x 10 x 10) mm pada kondisi
kering udara dengan pola pembentukan seperti gambar 2.5 berikut :
P
120 mm
150 mm
Gambar 2.5 Uji MOR dan MOE
2.6.2
Pengujian MOE
Modulus elastisitas atau MOE (Modulus of Elasticity) merupakan tegangan
lengkung akhir sebelum terjadinya patah dari suatu material dalam kelengkungannya,
dan itu sering digunakan untuk membandingkan material satu dengan yang lainnya.
Benda uji sebelum dilakukan pengujian harus memenuhi persyaratan antara lain
yaitu benda uji harus sama jenisnya, benda uji bebas cacat (papan tidak retak, tidak rapuh,
dan kadar air maksimum 20%), jumlah benda uji minimum 2 buah untuk setiap jenis
papan gipsum (Anonim, 2011).
Pengujian MOE dari papan gipsum plafon mengacu pada SNI 03-2105-2006.
Untuk menentukan nilai MOE nya (Simbolon, 2011), dapat menggunakan persamaan
sebagai berikut :
S3
P
FE 
x E
3
4L T
Y
.............. (2.4)
Dimana :
FE = Nilai MOE (N/m2)
S = Jarak penyangga (m)
L = Lebar benda uji (m)
T = Tebal benda uji (m)
PE = Beban patah (N)
Y = Titik pusat kelengkungan pada batas proporsional (m)
Universitas Sumatera Utara
21
2.6.3
Pengujian Impak
Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan bahan
terhadap beban kejut. Inilah yang membedakan pengujian impak dengan pengujian
tarik dan kekerasan dimana pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan. Pengujian
impak merupakan suatu upaya untuk mensimulasikan kondisi operasi material yang
sering ditemui dalam perlengkapan transportasi atau kontruksi dimana beban tidak
selamanya terjadi secara perlahan-lahan melainkan datang secara tiba-tiba, contoh
deformasi pada bumper mobil pada saat terjadinya tumbukan kecelakaan.
Prinsip dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari
pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji
sehingga benda uji
mengalami deformasi. Gambar 2.6 dibawah ini memberikan
ilustrasi suatu pengujian impak dengan metode Charpy.
Gambar 2.6 (a) Alat Pengujian Impak (b) Skema Pengujian Impak
Pada pengujian impak ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk
terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau ketangguhan bahan
tersebut. Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa setelah benda uji patah akibat
deformasi, bandul pendulum melanjutkan ayunannya hingga posisi h’. Bila bahan
tersebut tangguh yaitu makin mampu menyerap energi lebih besar maka makin rendah
posisi h’. Suatu material dikatakan tangguh bila memiliki kemampuan menyerap
beban kejut yang besar tanpa terjadinya retak atau terdeformasi dengan mudah.
Pada pengujian impak, energi yang diserap oleh benda uji biasanya dinyatakan
dalam satuan Joule dan dibaca langsung pada skala (dial) penunjuk yang telah
Universitas Sumatera Utara
22
dikalibrasi yang terdapat pada mesin penguji. Harga impak (HI) suatu bahan yang
diuji dengan metode Charpy (Yuwono, 2009) menggunakan persamaan sebagai
berikut :
HI 
E
A
.....…….(2.5)
Dimana :
E = Energi yang diserap (J)
A = Luas penampang (m2)
HI = Harga Impak (J/m2)
Benda uji Charpy memiliki luas penampang lintang bujur sangkar (10 x10
mm) dan memiliki takik (notch) berbentuk V dengan sudut 450, dengan jari-jari dasar
0,25 mm dan kedalaman 2 mm. Serangkaian uji Charpy pada satu material umumnya
dilakukan pada berbagai temperatur sebagai upaya untuk mengetahui temperatur
transisi.
Takik (notch) dalam benda uji standar ditujukan sebagai suatu konsentrasi
tegangan sehingga perpatahan diharapkan akan terjadi dibagian tersebut. Selain
berbentuk V dengan sudut 450 , takik dapat pula dibuat dengan bentuk lubang kunci
(key hole). Pengukuran lain yang biasa dilakukan dalam pengujian impak Charpy
adalah penelaah permukaan perpatahan untuk menentukan jenis perpatahan
(fracografi) yang terjadi.
Secara umum sebagaimana analisis perpatahan pada benda hasil uji tarik maka
perpatahan impak digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan mekanisme pergeseran
bidang-bidang kristal didalam bahan (logam) yang ulet (ductile). Ditandai dengan
permukaan patahan berserat yang berbentuk dimpel yang menyerap cahaya dan
berpenampilan buram.
2. Perpatahan granular/kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme pembelahan
(cleavage) pada butir-butir dari bahan (logam) yang rapuh (brittle). Ditandai
dengan permukaan patahan yang datar yang mampu memberikan daya pantul
cahaya yang tinggi (mengkilat).
Universitas Sumatera Utara
23
3. Perpatahan campuran (berserat dan granular), merupakan kombinasi dua jenis
perpatahan diatas (Yuwono, 2009).
2.6.4
Pengujian Kuat Tarik.
Pengujian kuat tarik bertujuan untuk mengetahui kekuatan maksimum suatu
material bila dikenai beban. Pengujian ini dilakukan dengan menarik spesimen
dikedua ujungnya hingga putus. Hasil yang didapat dari uji tarik adalah beban
maksimum yang dapat ditahan dengan kemuluran material. Biasanya hasil pengujian
dituliskan dalam bentuk gaya persatuan luas (Simbolon, 2011).
Pengujian kuat tarik ini mengacu pada SNI 03-2105-2006, setelah dilakukan
pengujian akan diperoleh nilai P maksimumnya, yang kemudian ditentukan nilai kuat
tariknya (Gere, J.M et al, 1997), dengan mengunakan persamaan sebagai berikut :

P
A
.....…….(2.6)
Dimana :
 = Nilai kuat tarik (N/m2)
P = Beban maksimum (N)
A = Luas penampang (m2)
Selain tegangan tarik hasil lain yang didapat dan diuji tarik adalah regangan
material sebelum putus (Gere, J.M et al, 1997), seperti pada persamaan berikut:


L

L1  L
L
...….(2.7)
Dimana :
 = Regangan
L = Panjang sebelum uji tarik (m)
L1 = Panjang setelah uji tarik (m)
Modulus young’s merupakan ukuran kekakuan material. Semakin kaku suatu
material maka modulus young’s juga akan semakin besar. Modulus elastisitas didapat
Universitas Sumatera Utara
24
dari gaya ikatan antar atom, oleh karena itu modulus elastis suatu material tidak dapat
berubah tanpa mengubah sifat alami material itu sendiri.
Dari tegangan dan kemuluran material didapat suatu modulus yang biasa
disebut modulus young’s (Gere, J.M et al, 1997), dengan persamaan berikut ini :
E


..…….(2.8)
Dimana :
E = Modulus Young’s
 = Nilai uji kuat tarik (N/m2)
 = Regangan
Pada uji tarik benda uji diberi beban gaya tarik sesumbu yang bertambah
secara kontinu, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai perpanjang
yang dialami benda uji dengan extensometer, seperti terlihat pada gambar 2.7 berikut.
Gambar 2.7 Skema pengujian tarik dengan UTM
2.7
Pengujian Termal (DTA)
Universitas Sumatera Utara
25
Pengujian termal dilakukan untuk mengetahui intensitas tahanan termal panel
dinding dengan cara pengujian termal terhadap bahan dinding tersebut. Sampai pada
suhu berapa panas berpengaruh pada bahan komposit. Sifat termal dilakukan karena
sifat ini penting untuk menentukan sifat mekanis bahan polimer. Metoda yang dapat
digunakan dalam pengujian termal adalah Differential Thermal Analysis (DTA).
DTA adalah salah satu tehnik yang dapat mencatat perbedaan antara suhu
sampel dan senyawa pembanding baik terhadap waktu atau suhu saat kedua spesimen
dikenai kondisi suhu yang sama dalam sebuah lingkungan yang dipanaskan atau
didinginkan pada laju terkendali. DTA digunakan untuk menentukan temperatur kritis
(Tg) dan perubahan temperatur (T), dengan ukuran sampel berkisar 30 mg (Stevens,
2001).
Analisis termal bukan saja mampu untuk memberikan informasi tentang
perubahan fisik sampel (misalnya titik leleh dan penguapan), tetapi terjadinya proses
kimia yang mencakup polimerisasi, degradasi, dekomposisi, dan sebagainya. Dalam
bidang campuran polimer (poliblen) pengamatan suhu transisi kaca (Tg) sangat penting
untuk meramalkan interaksi antara rantai dan mekanisme pencampuran beberapa
polimer.
Campuran polimer yang homogen akan menunjukkan satu puncak Tg
(eksotermis) yang tajam dan merupakan fungsi komposisi. Tg campuran biasanya
berada diantara Tg. Dari kedua komponen, karena itu pencampuran homogen
digunakan untuk menurunkan Tg, seperti halnya plastisasi dengan pemlastis cair
(Rahmadi, 2011).
Pencampuran polimer heterogen ditunjukkan untuk menaikkan ketahanan
bentur bahan polimer, seperti modifikasi karet dengan resin ABS. Campuran polimer
heterogen ini ditandai dengan beberapa puncak Tg, karena disampng masing-masing
komponen masih merupakan fase terpisah, daerah antarmuka mungkin memberikan Tg
yang berbeda. Pengamatan termal campuran polimer juga dapat digunakan untuk
menentukan parameter interaksi, yang merupakan faktor penurunan suhu leleh kristal
(Wirjosentono, B 1995).
Universitas Sumatera Utara
26
2.8
Pengujian XRD
XRD (X–Ray Diffraction) adalah Alat yang digunakan untuk menentukan
substansi atau kristal yang terkandung dalam sampel, biasanya selalu menimbulkan
pola difraksi yang unik, kecuali amorf atau gas. Pola difraksi yang muncul
menampilkan substansi apa saja yang terdapat pada sampel tersebut. Misalnya suatu
sampel mengandung senyawa AxBy, maka analisa kuantitatif XRD adalah tetap akan
mengungkap senyawa AxBy , berbeda dengan analisis kimia yang memberikan adanya
dua unsur A dan B. Selanjutnya jika unsur tersebut mengandung AxBy dan A2xBy,
maka analisa kwantitatif XRD adalah tetap akan mengungkap senyawa AxBy dan
A2xBy sedangkan menurut analisis kimia hanya memberikan adanya dua unsur A dan
B. Untuk mengerjakan analisa kualitatif dimulai dengan menganalisa dan menyusun
pola difraksi metoda bubuk. Pola difraksi yang sudah dikoreksi merupakan kumpulan
substansi yang dapat dikenal. Suatu cara dibutuhkan dalam penyusunan pola-pola
difraksi sehingga penelusuran dapat dilakukan dengan cepat.
Hamburan sinar-X dihasilkan jika suatu elektroda logam ditembakkan dengan
elektron-elektron dengan kecepatan tinggi dalam tabung vakum. Suatu kristal dapat
digunakan untuk mendifraksi berkas sinar-X dikarenakan orde dari panjang
gelombang sinar-X hampir sama atau lebih kecil dengan orde jarak antar atom dalam
suatu kristal (Zulianingsih, N 2012).
Nilai puncak pada grafik hasil XRD adalah merupakan pola difraksi yang
dihasilkan dari suatu bahan, akan mematuhi Hukum Bragg. Dari nilai d ( jarak antar
bidang) dapat ditentukan sifat khas bahan tersebut. Pada gambar 2.8 ditunjukkan
jalannya sinar pada bidang difraksi pada peristiwa difraksi sinar-X, hingga diperoleh
persamaan :
nλ = 2d sin θ
................(2.9)
Dimana:
n = orde difraksi
Universitas Sumatera Utara
27
λ = panjang gelombang yang digunakan (m)
d = jarak antara bidang dua atom (m)
θ = sudut antar bidang-bidang atom dengan arah bidang datang atau berkas
difraksi.
Difraksi oleh bidang atom ditunjukkan pada gambar 2.8 berikut.
Gambar 2.8 Difraksi Sinar-X oleh bidang atom (Grant et al, 1998)
Jika dari hasil XRD diperoleh nilai FWHM (Full Width at Half Maximum),
maka dengan menggunakan persamaan Debye Scherer dapat diperoleh ukuran butir
partikel pada sampel. Persamaan Debye Scherer dituliskan sebagai berikut:
L
K
B(2 ) cos 
..…….(2.10)
Dimana:
K = 0,94 dianggap bentuk kristal mendekati bola
L = Ukuran kristal
0
λ = 1,54 A , jika anoda yang digunakan adalah Cu
Universitas Sumatera Utara
28
2.9
Polymorphism Minerals
Polymorphism dalam ilmu bahan adalah kemampuan solid bahan di lebih dari
satu bentuk Kristal struktur. Polymorphism berpotensi ditemukan dalam Kristal bahan
termasuk polimer, mineral, dan logam. Berikut ini ada dijelaskan
mineral
Polymorphism yaitu :
2.9.1
Calcite dan Aragonite
Mineral Aragonite yang mempunyai rumus kimia CaCO3, bentuk Kristal
ortorombik merupakan Polymorphism dari mineral kalsit Calcium Carbonat (CaCO3)
bentuk Kristal trigonal, berwarna putih, kekuningan, abu-abu, kilap cahaya, transparan
hingga translusen, kekerasan 3,5 – 4,0 skala Mohs, berat jenis 2.95 g/cm3, merupakan
endapan akibat penguapan sumber air panas atau endapan pada gua-gua batu gamping.
Calcite adalah carbonat mineral dari Calcium Carbonat (CaCO3) yang paling stabil
dari Polymorphism lain. Umunya berwarna putih transparan dan mudah digores
dengan pisau. Kebanyakan binatang laut terbuat dari Calcite atau mineral yang
berhubungan dengan lime dari batu gamping. Aragonite akan berubah menjadi calcite
pada kalsinasi > 4700C.
Gambar sistem kristal dari hasil XRD untuk kalsium karbonat yang memenuhi struktur
Calcite di tunjukkan pada Gambar 2.9 berikut ini:
Gambar 2.9 Hexagonal Sistem
Universitas Sumatera Utara
Download