BAB 2 KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS 2.1 Kajian Teori Kajian teori merupakan model konseptual yang berkaitan dengan bagaimana untuk menyusun teori atau menghubungkan secara logis beberapa faktor yang dianggap penting untuk masalah dengan disesuaikan dengan tahapan-tahapan teori yang sesuai agar menjadi model konseptual yang lebih spesifik. Tahapan teori diawali dengan grand theory, middle theory, dan applied theory. 2.1.1 Organisasi Organisasi adalah penataan sekumpulan orang secara disengaja guna mencapai beberapa tujuan tertentu(Robbin dan Coulter 2010:18). Sedangkan, menurut definisi klasik Chester Barnard, organisasi adalah sebuah sistem dari aktivitas atau kekuatan yang dikoordinasikan secara sadar oleh dua atau beberapa orang (Kreitner dan Kinicki, 2014:5). Hal serupa didefinisikan oleh Greenberg dan Baron (2007:3) bahwa organisasi adalah sistem sosial terstruktur termasuk didalamnya yaitu kelompok dan individu yang bekerja sama untuk mencapai sebuah tujuan. Robbins dan Judge (2013:5) juga mendefinisikan organisasi sebagai suatu koordinasi yang terdiri dari dua atau lebih individu yang berfungsi secara relatif terus-menerus untuk mencapai tujuan bersama. 2.1.2 Manajemen 2.1.2.1 Pengertian Manajemen Robbins dan Coulter (2010:7) mendefinisikan manajemen sebagai aktivitasaktivitas koordinasi dan pengawasan kerja orang lain, sehingga pekerjaan tersebut dapat diselesaikan secara efisien dan efektif.Sedangkan, manajer adalah seseorang yang melakukan koordinasi dan pengawasan terhadap pekerjaan orang lain, sehingga sasaran-sasaran organsasi dapat dicapai. Para manajer di dalam orgnisasi biasanya diklasifikasikan kedalam sebuah strukur piramid seperti berikut: 9 10 Gambar 2.1 Jenjang Manajemen Sumber: Robbins dan Coulter (2010:6) 1. Manajer lini pertama (first line manager) Para manajer yang bertanggung jawab untuk mengelola pekerjaan para karyawan non manajemen, yang biasanya melibatkan kegiatan memproduksi barang atau jasa bagi pelanggan organisasi. 2. Manajer tingkat menengah (middle manager) Para manajer yang berada pada posisi antara jenjang terbawah dan teratas organisasi, bertanggung jawab untuk mengelola pekerjaan para manajer tingkat pertama, contohnya manajer divisi. 3. Manajer Puncak (top manager) Para manajer jenjang teratas organisasi yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan-keputusan yang dapat mempengaruhi jalannya seluruh organisasi dan menentukan rencana kerja serta sasaran bagi organisasi secara keseluruhan. 11 2.1.2.2 Fungsi Manajemen Fungsi-fungsi Manajemen menurut Robbins dan Coulter (2010:9) terdiri dari 4 (empat) hal yaitu: 1. Perencanaan (planning) Sebuah fungsi manajemen yang meliputi pendefinisian sasaran-sasaran, menetapkan strategi, dan mengembangkan rencana kerja untuk mengelola aktivitas-aktvitas 2. Penataan (Organizing) Sebuah fungsi manajemen yang melibatkan tindakan-tindakan penataan dan pengaturan berbagai aktivitas kerja secara terstruktur demi mencapai sasaran organisasi. 3. Kepemimpinan (Leading) Sebuah fungsi manajemen yang melibatkan interaksi dengan orang-orang lain untuk mencapai sasaran organisasi. 4. Pengendalian (Controlling) Sebuah fungsi manajemen yang melibatkan tindakan-tindakan pengawasan, penilaian, dan koreksi terhadap kinerja dan hasil pekerjaan. 2.1.3 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.3.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Gary Dessler (Dessler, 2005:2):“Human Resource Management is the policies and practies involved in carrying out the people or human resource aspects of a management position, including recruiting, screening, training, rewarding, and appraising.” diartikan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah kebijakan dan cara-cara yang dipraktekan berhubungan dengan pemberdayaan manusia atau aspek-aspek sumber daya manusia dari sebuah posisi manajemen termasuk perekrutan, seleksi, pelatihan, penghargaan dan penilaian. Menurut Yuniarsih dan Suwatno (2008:1) manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari ilmu manajemen yang memfokuskan perhatiannya pada pengaturan 12 peranan sumber daya manusia dalam kegiatan suatu organisasi, dimana manajemen sumber daya manusia menjadi penting karena 3 (tiga) hal, yaitu: 1. Manajemen sumber daya manusia menjadi sumber yang signifikan bagi keunggulan kompetitif. 2. Manajemen sumber daya manusia menjadi bagian penting dari strategi organisasi. 3. Manajemen sumber daya manusia mempengaruhi kinerja organisasi. Begitu juga Mathis dan Jackson (2011:4) menjelaskan bahwa manjemen sumber daya manusia adalah perancangan sistem formal di dalam organisasi untuk memastikan adanya efektivitas dan efisiensi atas penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan organisasi. 13 2.1.3.2 Fungsi Sumber Daya Manusia Fungsi sumber daya manusia dibagi menjadi 7 (tujuh) bagian yang dapat dilihat melalui gambar 2.2 dibawah ini: Gambar 2.2 Human Resources Functions Sumber: Mathis dan Jackson (2011:6) 14 1. Strategic HR Management Sebagai bagian dari mempertahankan organisasi, perencanaan strategis untuk efektivitas SDM dapat ditingkatkan melalui penggunaan metrik SDM dan teknologi HR 2. Equal Employment Opportunity Kepatuhan atas undang-undang dan peraturan untuk memberi kesempatan yang sama bagi setiap manusia untuk bekerja. 3. Staffing Tujuan dari staf adalah untuk menyediakan manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pekerjaan di organisasi melalui proses seleksi dan adanya desain pekerjaan dan kualifikasi kemampuan yang dibutuhkan. 4. Talent Management Adanya pelatihan dan pengembangan bagi manusia yang ada di dalam organisasi serta melihat seberapa baik mereka menyelesaikan pekerjaan untuk orientasi perencanaan karir dimasa depan. 5. Total Rewards Adanya kompensasi, tunjangan, dan bonus yang sesuai dan kompetitif serta terus menerus melakukan perbaikan dalam hal ini. 6. Risk Management and worker protection Memperhatikan lingkungan kerja dan resiko yang mungkin terjadi serta menyediakan keselamatan dan keamanan bagi pekerja. 7. Employee and labor relations Adanya kebijakan tentang sumber daya manusia yang mengatur hak dan kewajiban antara atasan dan bawahan. 2.1.4 Organizational Behavior Dalam sebuah organisasi, masalah sumber daya manusia menjadi aspek penting. Maka untuk mendukung organisasi, pentingnya bagaimana memperhatikan sisi manusia dalam bekerja. Bidang studi yang mempelajari perilaku manusia dalam organisasi adalah organizational behavior (Greenberg dan Baron 2008:2).Menurut Kreitner dan Kinicki (2014:6), organizational behavior atau yang biasa disingkat OB merupakan sebuah bidang interdispliner yang ditujukan untuk memahami dan mengelola pegawai secara lebih baik, artinya organizational behavior berorientasi 15 pada penelitian dan penerapan dimana tingkat dasar analisis dalam dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu individu, kelompok, dan organisasi.Colquit et al. (2010:7) menjelaskan bahwa organizational behavior adalah bidang studi untuk mempelajari sikap dan perilaku dari individu maupun kelompok dalam organisasi. Menurut Greenberg dan Baron (2007:4), karakteristik dari organizational behavior dibagi menjadi 4 (empat), yaitu 1. Organizational behavior mengaplikasikan metode ilmiah untuk penyelesaian masalah manajemen. Pengetahuan organizational behavior didasarkan pada ilmu perilaku yang mencari pengetahuan akan perlaku melalui metode ilmiah. dan hipotesis yang kemudian diverfikasi kebenaran melalui data Metode ilmiah yang dimaksud dengan mengembangkan teori penelitian. 2. Organizational behavior dibagi menjadi 3 (tiga) level analisis Tingkat dasar analisis dalam dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu individu, kelompok, dan organisasi. 3. Organizational behavior adalah multidisciplinary Menggabungkan beberapa disiplin ilmu atau spesialisasi profesional dalam pendekatan untuk suatu topik atau masalah, yaitu psikologi, sosiologi, anthropologi, ilmu politik, ekonomi, dan ilmu manajemen. 4. Organizational behavior berguna untuk meningkatkan keefektifan organisasi dan kualitas hidup. 2.1.5 Job Resources Berdasarkan conservation of resource theorymenurut Hobfoll (2002 dalam Suan dan Nasurdin 2013:319) resources merupakan benda-benda, karakteristik pribadi, kondisi, atau energi yang dihargai oleh individu atau yang berfungsi sebagai sarana untuk pencapaian sumber informasi lainnya.Ketika individu memiliki job resources dengan tingkat yang tinggi maka mereka cenderung menjadi lebih energik, berdedikasi, dan bergairah tentang pekerjaan mereka, yang semuanya ditandai employee engagement yang tinggi. Menurut Schaufeli et al. (2007 dalam Suan dan Nasurdin 2013:320) job resources didefinisikan sebagai aspek-aspek fisik, sosial, psikologis, atau organisasi dari pekerjaan yang penting dalam mencapai tujuan kerja, mampu mengurangi tuntutan pekerjaan, dan mampu mendorong pertumbuhan pribadi, belajar, dan 16 pengembangan. Schaufeli dan Arnold (2004 dalam Frans 2013:368) juga memaparkan bahwa job resources sebagai peran motivasi intrinsik melalui pertumbuhan karyawan, pembelajaran dan pengembangan. Sedangkan sebagai peran motivasi ekstrinsik berperan penting dalam mencapai tujuan kerja. Jadi dapat disimpulkan bahwa job resources adalah sumber yang mampu menjadi motivasi karyawan untuk mencapai tujuan kerja, mendorong pertumbuhan dan pengembangan, dan sebagai sumber mengurangi tuntutan pekerjaan. Schaufeli et al. (2004 dalam Suan dan Nasurdin 2013:321) menjelaskan bahwa job resources terbagi menjadi 4 (empat)level yang digunakan sebagai dimensi job resources, sebagai berikut: 1. Organization level yaituorganization supportyang terdiri dari pelatihan, teknologi, dan pengawasan. 2. Interpersonal level, yaitu dukungan sosial dari atasan (supervisory support) dan rekan (peer support). 3. Work level, yaitu peran kejelasan atau role clarity. 4. Task level, yaitu kinerja umpan balik (feedback), kontrol pekerjaan (job control), dan otonomi (autonomy). 2.1.5.1 Organization Level Dalam tingkat organisasi, sumber daya pekerjaan terletak pada dukungan organisasi atau organization support. Menurut Flippo (1994 dalam Indarjanti dan Brodoastuti 2012:73), organization support adalah bantuan dari penerapan teknologi, manusia melaksanakan fungsi atau tugas yang menuntun kepada tercapainya sasaran yang ditentukan secara rasional. Sedangkan, Rhoades dan Eisenberger (2002 dalam Fatdina 2009:6) memaparkan bahwa organization support dapat dipandang sebagai komitmen organisasi pada karyawan. Apabila pihak organisasi secara umum menghargai dedikasi dan loyalitas karyawan sebagai bentuk komitmen karyawan terhadap organisasi, maka para karyawan secara umum juga memperhatikan bagaimana komitmen yang dimiliki organisasi terhadap mereka. Penghargaan yang diberikan oleh organisasi dapat dianggap memberikan keuntungan bagi karyawan, seperti adanya perasaan diterima dan diakui, memperoleh gaji dan promosi,mendapatkan akses‐akses informasi,serta bentuk‐bentuk bantuan lain yang 17 dibutuhkan karyawan untuk dapat menjalankan pekerjaannya secara efektif. Begitu juga, Mathis dan Jackson (2010:157) mendefinisikanorganization supportsebagai bentuk dukungan yang diterima karyawan dari organisasi berupa pelatihan, peralatan, harapan-harapan dan tim kerja yang produktif. Beberapa bentuk organization support, antara lain: 1. Training dan development adalah sebuah proses dimana orang mendapatkan kapabilitas untuk membantu pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Pelatihan memberikan karyawan pengetahuan dan ketrampilan yang spesifik dan dapat di identifikasi untuk digunakan dalam pekerjaan mereka saat ini. 2. Performance standard mendefinisikan tingkat yang diharapkan dari kinerja dan merupakan pembanding kinerja atau tujuan. Standar kinerja yang realistis, dapat diukur, dipahami dengan jelas akan bermanfaat baik bagi organisasi maupun karyawannya. 3. Equipment dan technology merupakan perlengkapan yang disediakan oleh perusahaan untuk menunjang proses kerja. 4. Management dan co-workers merupakan sistem manajemen yang baik yaitu penataan kinerja melalui deskripsi kerja maupun pengawasan atau pengontrolan akan kinerja bagi para karyawan dan adanya hubungan yang baik yang mendukung dalam bekerja. 2.1.5.2 Interpersonal Level Tingkat selanjutnya adalah interpersonal, dimana sumber daya pekerjaan terletak pada dukungan 2 (dua) pihak yaitu supervisory supprt dan peer support.Menurut Bhanthumnavian (2003 dalam Suan dan Nasurdin 2013:322) supervisory support didefinisikan sebagai interaksi kerja yang positif antara supervisor dan bawahannya di tempat kerja dimana dukungan dari atasan atau supervisory supportdapatberbentuk 3 (tiga) hal yaitu: 1. Dukungan emosional (emotional support) yaitu dukungan berupapenghargaan, kepedulian, dan adanya perasaan empati kepada bawahannya. 2. Dukungan informatif (informative support)yaitu dukungan berupa bimbingan dalam pekerjaan dan adanya feendback dari atasan kepada bawahannya. 3. Dukungan materi (material support)yaitu dukungan berupa bantuan menyusun anggaran dan bantuan nyata dalam meningkatkan kinerja. 18 House (1981 dalam Suan dan Nasurdin 2013:323) mendefinisikan peer support sebagai sejauh mana karyawan merasa bahwa mereka telah menerima partisipasi afektif, empati, menyukai atau rasa hormat dari rekan kerja mereka. Dukungan dari rekan kerja atau peer support dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu: 1. Dukungan instrumen (instrumental support) yaitu dukungan dari rekan kerja yang dapat membantu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu dan dapat mengurangi efek kelebihan beban kerja. 2. Dukungan emosional (emotional support)yaitu dukungan dari rekan kerja dalam bentuk penghormatan, partisipasi afektif, dan keinginan akan membantu mengurangi perasaan mereka terhadap tekanan dari tuntutan pekerjaan. 3. Dukungan informasi (informational support) yaitu dukungan dari rekan kerja yang meliputi umpan balik, pengetahuan formal dan informal yang berhubungan dengan pekerjaan yang sedang diselesaikan bersama-sama untuk membantu pekerja tertentu melakukan pekerjaannya secara efektif dan efisien. 2.1.5.3 Work Level Dalam tingkat kerja, sumber daya pekerjaan terletak pada kejelasan peran atau role clarityyang didefinisikan oleh Teas et al. (1989 dalam Nahusona dan Rahardjo 2004:21) sebagai suatu tingkat dimana seseorang karyawan dapat memastikan dan mengetahui dengan pasti bagaimana dia diharapkan oleh perusahaan dalam melakukan suatu pekerjaan. Minda (2000 dalam Samuel dan Chipunza 2012:246) juga mendefinisikanrole claritysebagai perasaan subjektif memiliki informasi atas peran yang cukup atau tidak sebagai orang yang seharusnya memiliki informasi peran tersebut. Hal serupa juga dipaparkan oleh Kelly dan Richard (1980 dalam Nasurdin dan Suan 2013:321) bahwarole clarity mengacu pada sejauh mana seorang karyawan menerima dan memahami informasi yang diperlukan untuk melakukan pekerjaannya. Adapun Challagalla dan Shervani (1996 dalam Nahusona dan Rahardjo 2004:21) menyatakan bahwa ketika para pekerja kurang memiliki role clarity, mereka cenderung mengalami ketegangan kerja dan ketidakpuasan. Dalam penelitian laindisebutkan bahwa role clarity akan berpengaruh positif terhadap minat bekerja, kesempatan untuk promosi, keseluruhan kepuasan kerja dan akan berpengaruh negatif terhadap ketegangan kerja dan pada kemungkinan untuk berhenti 19 kerja.Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat didefinisikan bahwa role clarity atau kejelasan peran adalah dimana karyawan memahami secara jelas tujuan yang diharapkan perusahaan atas pekerjaan yang diberikan dan dimana karyawan mampu menyelesaikan setiap pekerjaan. Sawyer (1992 dalam Fields 2002:160) memaparkan bahwa kejelasan peran dibagi menjadi dua dimensi yaitu: 1. Goal clarity yaitu adanya kejelasan atas tujuan dan sasaran hasil suatu pekerjaan yang telah didefinisikan. 2. Process clarity yaitu adanya keyakinan dari setiap individu dimana mereka merasa mampu bagaimana melakukan pekerjaa 2.1.5.4 Task Level Menurut Bakker dan Demerouti (2007 dalam Frans 2013:367) sumber daya pekerjaan atau job resources pada tingkat tugas yaitu skill variety, task identity, task significance, autonomy, dan performance feedback. Colquitt et al. (2013:102) menjelaskan bahwa Skill variety adalah sejauh mana dalam suatu pekerjaan membutuhkan aktivitas dan keahlian yang berbeda. Task identity adalahsejauh mana pekerjaan yang telah diselesaikan dapat diidentifiasi siapa yang menyelesaikannya.Task significance adalah sejauh mana pekerjaan memiliki dampak bagi kehidupan orang lain. Autonomy adalah tingkat dimana seseorang memiliki otoritas, kebebasan, dan tanggung jawab atas pekerjaannya dimana pekerjaan tersebut akan tercermin dari hasil usaha orang tersebut. Performance feedback adalah Adanya umpan balik atau tanggapan atas pekerjaan yang dilakukan. 2.1.6 Employee Engagement Belakangan iniemployee engagement telah menjadi suatu topik yang kerap didiskusikan karena banyak penelitian menunjukkan bahwa karyawan yang terikat (engaged) adalah modal manusia yang bernilai. 20 2.1.6.1 Pengertian Employee Engagement Saks (2006 dalam Schaufeli 2013:7) mendefinisikan employee engagement sebagai suatu konstruksi yang terdiri dari kognitif, emosional, dan perilaku yang berkaitan dengan peran individu dalam bekerja. Khan (1990 dalam Albrecht 2010:35) mendefinisikanemployee engagement diartikan sebagai keterlibatan, kepuasan, dan antusiasme seseorang untuk bekerja dimana ketika individu berperan dalam pekerjaannya, terikat, dan mengekspresikan diri secara fisik, kognitif, dan emosional dalam menjalankan peran meraka. Hal yang sama dipaparkan oleh Gallup (dalam Sridevi 2010:90) bahwa employee engagement sebagai keterlibatan dengan dan antusiasme untuk bekerja. Gallup juga mengibaratkan employee engagementsebagai ikatan emosional dan komitmen. Employee engagement juga diartikan sebagai sikap positif seseorang seperti yang didefinisikan Robinson et al. (2004 dalam Sridevi 2010:90) bahwa employee engagement sebagai sikap positif terhadap organisasi dan nilainya. Menurut Robbins dan Judge (2013:77) employee engagement di definisikan sebagai kondisi dimana karyawan memiliki gairah untuk pekerjaan mereka dan merasakan hubungan yang mendalam untuk organisasi mereka, sedangkan karyawan yang tidak memiliki keterikatan atau engagement, pada dasarnya telah menempatkan waktu untuk bekerja tetapi tidak memiliki energi atau perhatian ke dalam pekerjaan mereka.. Jadi dapat disimpulkan bahwa employee engagement adalah sikap positif yang berupa keterlibatan, antusiasme, dan ikatan emosional yang berkaitan dengan peran individu dalam bekerja dan hubungan dengan organisasi mereka. 2.1.6.2 Perilaku dari Employee Engagement Menurut Baumruk dan Gorman (2006 dalam Sridevi 2010:92), karyawan yang terikat (engaged) secara langsung menampilkan 3 (tiga) perilaku umum yang mampu meningkatkan organisasi, yaitu: 1. Say – karyawan akan berbicara positif tentang organisasi dan mendukung organisasi 2. Stay – karyawan memiliki keinginan yang mendalam untuk menjadi anggota dalam organisasi dan mengabaikan kesempatan di organisasi lain. 21 3. Strive – karyawan memberikan upaya yang maksimal dan inisiatif untuk berkontribusi kepada organisasi. Sedangkan dalam laporanPerrin (2003 dalam Sridevi2010:92),karyawan yang tidak terikat atau memiliki engagement yang rendah, cenderung berperilaku sebagai berikut: 1. Spinning – membuang usaha dan keahlian pada suatu tugas atau masalah yang tidak penting 2. Settling – tidak menunjukkan adanya komitmen terhadap organisasi 3. Splitting – tidak berupaya berpartisipasi atau berinisiatif dalam organisasi. 2.1.6.3 Tipe dan Segementasi Employee Engagement 3 (tiga) tipe karyawan dalam employee engagement menurut Gallup (dalam Siddhanta dan Roy 2010:180) yaitu: 1. Engaged. Karyawan tipe ini adalah pembangun dan mereka memiliki keinginan untuk mengetahui ekspetasi terhadap pekerjaan atau peran mereka. 2. Not Engaged. Karyawan tipe ini lebih berkonsentrasi pada tugas daripada tujuan dan hasil akhir. Mereka memerluka seseorang untuk mengarahkan. 3. Actively disengaged. Karyawan tipe ini tidak memiliki kepuasan terhadap pekerjaan mereka dan mereka cenderung memperlihatkan secara terbuka ketidakpuasan tersebut melalui sikap. Menurut penelitian Anexi dan Blessingwhite (dalam Siddhanta dan Roy 2010:185)terdapat 5 (lima) segmentasi karyawan dalam employee engagement, yaitu: 1. The Engaged – memiliki kontribusi dan kepuasaan yang tinggi. 2. Almost Engaged – memiliki kontribusi dan kepuasan medium. 3. Honeymooners dan Hamster – memiliki kepuasan yang medium tetapi kontribusi yang rendah. 4. Crush dan Burn – memiliki kontribusi yang tinggi tetapi kepuasan yang rendah. 5. The disengaged – memiliki kontribusi dan kepuasaan yang rendah. 22 2.1.6.4 Dimensi Employee Engagement Modelemployee engagementdikembangkan oleh Saks (2006 dalam Das dan Mishra 2014:224) bahwa employee engagement terdiri dari 2 (dua) dimensi yaitu job atau work engagement dan organization engagement. 1. Job atau Work Engagement Mengacu pada sejauh mana seorang individu tertarik dalam pekerjaan dan kinerja nya, dan sejauh mana individu memeiliki perannya dalam sebuah pekerjaan, yang mengukur 3 (tiga) dimensi yaitu; Vigor Vigor sebagai salah satu dari tiga komponen utama yang mengacu pada tingkat energi yang tinggi, kurangnya kelelahan, ketahanan mental selama bekerja dan kemauan serta sikap optimis bahkan dalam menghadapi kesulitan dan tantangan Dedication Dedikasi sebagai rasa penting, inspirasi, kebanggaan, tantangan dan antusiasme dalam bekerja. Hal ini terjadi ketika seorang karyawan tertentu benar-benar bahagia dalam pekerjaannya. Absorption Mengacu padakaryawan yang konsentrasi dan bahagia dalam melakukan pekerjaan, waktu berlalu dengan cepat dan sulit bagi karyawan untuk melepaskan dirinya dari pekerjaan. Dalam bekerja, karyawan cenderung lupa akan hal disekitarnya. 2. Organization Engagament Mengacu pada sejauh mana seorang individu secara psikologis merasa sebagai anggota organisasi, yaitu memiliki rasa memiliki dan sebagai anggota dari sebuah organisasi. Menurut Albrecht (2010:38), organization engagement dibagi menjadi 2 (dua) aspek yaitu; Identification. Identifikasi mengacu pada ikatan emosional yang dialami karyawan dengan organisasi, dan juga disebut sebagai komitmen afektif. Karyawan dengan tingkat komitmen afektif yang tinggi akan memiliki rasa yang kuat memiliki organisasi. 23 Alignment Adanya keselarasan pada kesesuaian ataran keyakinan karyawan dengan arah organisasi, tujuan dan nilai dari organisasi. 2.1.7. Turnover Intention 2.1.7.1 Pengertian Turnover Robbins dan Coulter (2007:389) mendefinisikan bahwa turnover adalah “the voluntary and involuntary permanent withdrawal from an organization”, bila diterjemahkan adalah penarikan permanen dari organisasi secara sukarela dan tidak sukarela. Mathis dan Jackson (2011:159) mengemukakan turnover sebagai suatu proses dimana karyawan meninggalkan organisasi dan posisi pekerjaan tersebut harus digantikan oleh orang lain. 2.1.7.2 Jenis Turnover Menurut Mathis dan Jackson (2011:160), Turnover dapat diklasifikasikan menjadi berbagai jenis sebagai berikut: 1. Involuntary dan Voluntary Turnover Voluntary turnover adalah keluarnya karyawan dari organisasi atas permintaan dari karyawan tersebut, biasanya berwujud pensiun dini dan pengunduran diri. Fenomena voluntary turnover terjadi karena ketidakpuasaan karyawan yang bersumber dari interpersonalitas karyawan tersebut dan Involuntary turnover adalah keluarnya karyawan dari organisasi karena diberhentikan dari pekerjaannya oleh organisasi yang bersangkutan dan hal ini dapat berwujud Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK. 2. Functional dan Dysfunctional Turnover Functional turnover terjadi bahwa karyawan yang memiliki kinerja yang rendah, hal ini baik meskipun turnover organisasi akan tinggi tetapi manfaatnya hanya orang yang berkompetenlah yang akan tinggal. Sedangkan,Dysfunctional turnover adalah perginya karyawan yang baik atau berkompten dari organisasi, biasanya disebabkan tidak adanya perkembangan potensi yang mereka harapkan. 24 3. Uncontrollable dan Controllable Turnover Uncontrollable turnover adalah turnover yang terjadi karena faktor diluar organisasi, misalnya letak geografis. Sedangkan,Controllable turnover adalah turnover yang terjadi karena faktor lingkungan kerja, misalnya kompensasi. 2.1.7.3 Dampak Turnover Turnover merupakan proposisi mahal bagi perusahaan dan organisasi. Biaya langsung meliputi rekrutmen, seleksi, dan pelatihan orang baru. Biaya tidak langsung mencakup hal-hal seperti peningkatan beban kerja dan biaya lembur untuk rekan kerja dan lain-lain.Menurut Mathis dan Jackson (2011:162) biaya dari turnover terbagi atas 4 (empat) biaya sebagai berikut: 1. Replacement cost adalah biaya yang dikeluarkan pada saat penerimaan karyawan termasuk iklan dalam perekrutan, pencarian, wawancara, gaji karyawan, serah terima karyawan, dan tes karyawan. 2. Vacancy Cost adalah biaya sementara misalnya karyawan kontrak, dan lembur, sampai adanya pengganti orang akan posisi yang kosong. 3. Hidden cost adalah Biaya yang tidak jelas, seperti berkurangnyaproduktivitas, penurunan layanan pelanggan, karyawan keluar tambahan yang tak terduga, dan lain-lain. 4. Training cost adalah biaya yang dikeluarkan untuk pelatihan kepada karyawan baru karena harus menggantikan posisi karyawan yang telah pindah. 5. Separation costadalah biaya yang dikeluarkan untuk mengakhiri hubungan kerja dengan karyawan misalnya pesangon, dokumen,dan lain-lain. Tidak semua turnover buruk bagi suatu organisasi. Turnover adalah bagian alami dari organisasi. Menurut Martin (2010:8), Turnover menawarkan kesempatan untuk menjaga organisasi yang dinamis dengan memperkenalkan karyawan dengan ide-ide baru, keterampilan baru dan kepribadian. Hal ini juga memungkinkan kesempatan untuk menggantikan pekerja dengan pekerja lebih produktif. 2.1.7.4 Pengertian Turnover Intention Harnoto (2002:2) menyatakan turnover intention adalah kadar atau intensitas dari keinginan untuk keluar dari organisasi, banyak alasan yang menyebabkan 25 timbulnya turnover intentions ini dan diantaranya adalah keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Mobley et al (1978 dalam Harpert 2013:3) mendefinisikan turnover intention sebagai keinginan untuk meninggalkan organisasi dalam masa yang akan datang. Sebagaimana penjelasan Ajzen (2005:5) yang mengatakan bahwa intensi merupakan suatu indikasi dari kesiapan seseorang untuk menunjukkan perilaku, dan hal ini merupakan anteseden dari perilaku. Maka berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa turnover intention adalah intensitas dan indikasi seseorang atas keinginan untuk keluar dari organisasi. 2.1.7.5 Dimensi Turnover Intention Berdasarkan model Mobley et al. (1978 dalam Martin 2011:7) turnover intention didahului oleh proses dimana adanya keputusan dipertimbangkan sebelum keluar dari organisasi, sebagai berikut: 1. Intention to quit (niat untuk keluar) yaitu mencerminkan individu berniat untuk keluar adalah di lihat dari perilaku seseorang selama bekerja, biasanya di awali dengan perilaku absensi dan kemangkiran yang tinggi sebelum seseorang menentukan sikap untuk keluar dari organisasi. 2. Job search (pencarian pekerjaan) yaitu mencerminkan individu berkeinginan untuk mencari pekerjaan lain. 3. Thinking of quit (memikirkan keluar) yaitu mencerminkan individu untuk memikirkan sebelum mengambil sikap keluar, ia akan berfikir dalam rangka keputusannya tersebut, keluar dari pekerjaannya atau tetap berada di lingkungan pekerjaannya. Hal ini karena mengingat mempunyai risiko kerugian atau keuntungan sebagai akibatnya. 26 Job Satisfaction Thinking of quit Intention to search Age/Tenure Intention to quit/stay Probability of finding an acceptable alternative Quit/Stay Gambar 2.3 Model Turnover Intention Mobley et al. (1978) Sumber : Martin (2011:7) 2.1.7.6 Indikasi Turnover Intention MenurutHarnoto(2002:2) turnover intention di tandai oleh berbagai hal yang menyangkut perilaku karyawan yaitu: 1. Absensi yang meningkat Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja, biasanya di tandai dengan absensi yang semakin meningkat. Tingkat tanggung jawab karyawan dalamfase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya. 2. Mulai malas bekerja Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja, akan lebih malas bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lainnya yang dipandang lebih mampu memenuhi semua keinginan karyawan bersangkutan. 3. Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja Berbagaipelanggaranterhadaptatatertibdalam lingkungan pekerjaan sering dilakukan karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan lebih sering meninggalkan tempat kerja ketikajam-jamkerjaberlangsung, maupun berbagai bentuk pelanggaran lainnya. 4. Peningkatan protesterhadap atasan. Karyawanyangberkeinginanuntukmelakukan pindah kerja lebih sering 27 melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan. Materiprotesyangditekankanbiasanya berhubungandenganbalasjasaatau aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan. 5. Perilaku positifyang sangat berbeda dari biasanya. Karyawan ini mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang dibebankan, dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan berbeda dari biasanya justru menunjukkan karyawan ini akan melakukan turnover. 2.2 Kerangka Pemikiran Berdasarkan landasan teori, maka kerangka pemikiran penelitian sangat dibutuhkan sebagai alur berpikir sekaligus sebagai landasan untuk menyusun hipotesis penelitian. Penyusunan kerangka pemikiran juga akan memudahkan pembaca untuk memahami permasalahan utama yang dikaji dalam penelitian ini. Secara lengkap kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut: Job Resources (X) Employee Engagement (Y) H1 - - Organization level Interpersonal level Work level Task level Job/work engagement Organizational engagement H4 Turnover Intention (Z) H2 - Intention to quit Job search Thinking of quit Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran Sumber: Peneliti, 2015 H3 28 2.4 Hipotesis Setelah menggambarkan kerangka pemikiran dari penelitian ini, maka hipotesis yang dikembangkan untuk variabel job resources (X), employee engagement (Y), dan turnover intention (Z) menjadi 4 (empat) tujuan pengujian baik secara parsial maupun simultan sebagai berikut: Hipotesis untuk T-1 pengujian secara simultan dan parsial antara X dan Y H0 = Tidak ada pengaruh signifikan variabel job resources (X) terhadap variabel employee engagement (Y) secara simultan dan parsial pada PT Bank DKI. Ha = Ada pengaruh signifikan variabel job resources (X) terhadap variabel employee engagement (Y) secara simultan dan parsial pada PT Bank DKI. Hipotesis untuk T-2 pengujian secara parsial antara X dan Z H0 = Tidak ada pengaruh signifikan variabel job resources (X) terhadap variabel turnover intention(Z) secara parsial pada PT Bank DKI. Ha = Ada pengaruh signifikan variabel job resources (X) terhadap variabel turnover intention(Z) secara parsial pada PT Bank DKI. Hipotesis untuk T-3 pengujian secara parsial antara Y dan Z H0 = Tidak ada pengaruh signifikan variabel employee engagement (Y) terhadap variabel turnover intention(Z) secara parsial pada PT Bank DKI. Ha = Ada pengaruh signifikan variabel employee engagement (Y) terhadap variabel turnover intention(Z) secara parsial pada PT Bank DKI. 29 Hipotesis untuk T-4 pengujian secara simultan antara X, Y dan Z H0 = Tidak ada pengaruh signifikan variabel job resources (X) dan employee engagement (Y) terhadap variabel turnover intention (Z) secara simultan pada PT Bank DKI. Ha = Ada pengaruh signifikan variabel job resources (X) dan employee engagement (Y) terhadap variabel turnover intention (Z) secara simultan pada PT Bank DKI. 30