BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Jasa Industri jasa pada saat ini merupakan sektor ekonomi yang sangat besar dan tumbuh sangat pesat. Pertumbuhan tersebut selain diakibatkan oleh pertumbuhan jenis jasa yang sudah ada sebelumnya, juga disebabkan oleh munculnya jenis jasa baru, sebagai akibat dari tuntutan dan perkembangan teknologi (Lupiyoadi,2009). Pesatnya pertumbuhan bisnis jasa dilihat dari sudut pandang globalisasi antar negara ditandai dengan meningkatnya intensitas pemasaran lintas negara serta terjadinya aliansi berbagai penyedia jasa di dunia. Perkembangan tersebut pada akhirnya mampu memberikan tekanan yang kuat terhadap perombakan regulasi, khususnya pengenduran proteksi dan pemanfaatan teknologi baru yang secara langsung akan berdampak kepada menguatnya kompetisi dalam industri (Lovelock, 2007). Kondisi ini secara langsung menghadapkan para pelaku bisnis kepada permasalahan persaingan usaha yang semakin tinggi. Mereka dituntut untuk mampu mengidentifikasikan bentuk persaingan yang akan dihadapi, menetapkan berbagai standar kinerjanya serta mengenali secara baik para pesaingnya. Dinamika yang terjadi pada sektor jasa terlihat dari perkembangan berbagai industri seperti perbankan, asuransi, penerbangan, telekomunikasi, retail, konsultan dan pengacara. Selain itu terlihat juga dari maraknya organisasi nirlaba seperti LSM, lembaga pemerintah, rumah sakit, perguruan tinggi yang kini semakin menyadari perlunya peningkatan orientasi kepada pelanggan atau konsumen (Lupiyoadi,2009). Implikasi penting dari fenomena ini adalah semakin tingginya tingkat persaingan, sehingga diperlukan manajemen pemasaran jasa yang berbeda dibandingkan dengan pemasaran tradisional (barang). Menurut Zeithaml dan Bitner (2009:355) bahwa pemasaran jasa adalah mengenai janji-janji, janji yang dibuat kepada pelanggan dan harus dijaga. Kerangka kerja strategik diketahui sebagai service triangle (Gambar 2.1) yang memperkuat pentingnya orang dalam perusahaan menjaga janji mereka dan sukses dalam membangun customerrelationship. Segitiga menggambarkan tiga kelompok yang saling berhubungan yang bekerja bersama untuk mengembangkan, mempromosikan dan menyampaikan jasa. Ketiga pemain utama ini diberi nama pada poin segitiga: perusahaan (departemen atau manajemen), pelanggan dan provider (pemberi Provider dapat berupa pegawai perusahaan, sub kontraktor, atau pihak luar jasa). yang menyampaikan jasa perusahaan. Antara ketiga poin segitiga ini, tiga tipe pemasaran harus dijalankan agar jasa dapat disampaikan dengan sukses: pemasaran eksternal (external marketing), pemasaran interaktif (interactive marketing), dan pemasaran internal (internal marketing). Pada sisi kanan segitiga adalah usaha pemasaran eksternal yaitu membangun harapan pelanggan dan membuat janji kepada pelanggan mengenai apa yang akan disampaikan. Sesuatu atau seseorang yang mengkomunikasikan kepada pelanggan sebelum menyampaikan jasa dapat dipandang sebagai bagian dari fungsi pemasaran eksternal. Pemasaran eksternal yang merupakan permulaan dari pemasaran jasa adalah janji yang dibuat harus ditepati. Gambar 2.1 : The Service Marketing Triangle Sumber : Zeithaml and Bitner (2006:355) Pada dasar segitiga adalah akhir dari pemasaran jasa yaitu pemasaran interaktif atau real time marketing. Disini janji ditepati atau dilanggar oleh karyawan, subkontraktor atau agen. Ini merupakan titik kritis. Apabila janji tidak ditepati pelanggan akan tidak puas dan seringkali meninggalkan perusahaan. Sisi kiri segitiga menunjukkan peran kritis yang dimainkan pemasaran internal. Ini merupakan kegiatan manajemen untuk membuat provider memiliki kemampuan untuk menyampaikan janji-janji yaitu perekrutan, pelatihan, motivasi, pemberian imbalan, menyediakan peralatan dan teknologi. Apabila provider tidak mampu dan tidak ingin memenuhi janji yang dibuat, perusahaan akan gagal, dan segitiga jasa akan runtuh (Zeithaml dan Bitner, 2006). 2.2. Kualitas Produk Dalam mendiskusikan produk dan jasa sering kali terjadi kerancuan penggunaan terminologi yang ada. Kata ‘produk’ lebih mengacu pada keseluruhan konsep atas objek atau proses yang memberikan sejumlah nilai kepada konsumen. Sedangkan istilah ‘barang’ dan ‘jasa’ adalah merupakan subkategori yang digunakan untuk menggambarkan dua jenis produk. Istilah ‘barang’ banyak digunakan untuk menyebut produk hasil manufaktur (Lupiyoadi dan Hamdani, 2009:84). Terlepas dari istilah tersebut, pada realitasnya konsumen bukanlah membeli barang atau jasa, melainkan manfaat yang spesifik dan nilai dari keseluruhan penawaran. Keseluruhan penawaran kepada konsumen ini disebut “the offer” yang maksudnya adalah manfaat yang dinikmati konsumen dari pembelian produk (Lupiyoadi dan Hamdani, 2009:84). Dalam persaingan yang ketat ini, perusahaan terdorong untuk menghasilkan produk yang bermutu di pasaran, Welch dalam Kotler dan Keller (2009:15) mengemukaan bahwa kualitas adalah jaminan terbaik atas loyalitas pelanggan untuk mempertahankan pertumbuhan dan penghasilan perusahaan dalam persaingan. Deming dalam Tjiptono (2008:18) menyatakan bahwa kualitas merupakan suatu tingkat yang dapat diprediksi dari keseragaman dan ketergantungan pada biaya yang rendah dan sesuai dengan pasar. Sedangkan Goetsch dan Davis dalam Tjiptono (2008:18) menyatakan bahwa kualitas merupakan suatu kondisi yang dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi dan melebihi harapan. Selain itu, American Society for Quality dalam Kotler and Armstrong (2006:225) menjelaskan bahwa kualitas adalah karakteristik dari produk atau jasa yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan konsumen. Menurut Garvin dalam Tjiptono (2008:19), terdapat paling tidak ada lima alternatif perspektif kualitas yang biasa digunakan, yaitu : 1. Trancendental Approach Menurut pendekatan ini kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan secara persis atau akurat. Sudut pandang ini biayanya diterapkan dalam seni musik, seni tari dan seni rupa. 2. Product-based Approach Pendekatan ini sifatnya objektif dan menganggap kualitas sebagai karakteristik atau atribut yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur. Perbedaan dalam kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah unsur atau atribut yang dimiliki berbagai produk. 3. User-based Approach Pendekatan ini didasarkan pada orang yang memandangnya, dan produk yang paling memuaskan preferensi seseorang (misalnya perceived quality) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. 4. Manufacturing-based Approach Pendekatan ini berfokus pada penyesuaian spesifikasi yang dikembangkan secara internal, yang sering kali didorong oleh tujuan peningkatan produktivitas dan penekanan biaya. Jadi yang menentuka kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, bukan konsumen yang menggunakannya. 5. Value-based Approach Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Dengan mempertimbangkan trade off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan sebagai affordable excellent dalam artian produk dengan kualitas yang dapat diterima pada tingkat harga yang wajar. Kualitas produk merupakan hal yang perlu mendapat perhatian utama dari perusahaan atau produsen mengingat kualitas suatu produk berkaitan erat dengan masalah kepuasan konsumen yang merupakan tujuan dari kegiatan pemasaran yang dilakukan perusahaan. Kualitas menyatakan tingkat kemampuan suatu merek atau produk tertentu dalam melaksanakan fungsi yang diharapkan (Assauri, 2007:211). Selain itu, kualitas juga dapat mengurangi biaya. Adanya pengurangan biaya ini dapat memberikan keunggulan kompetitif berupa peningkatan profitabilitas dan pertumbuhan. Keumdian kedua faktor itu dapat memberikan sarana dan dana bagi invetasi lebih lanjut dalam hal perbaikan kualitas, misalnya untuk riset dan pengembangan. Secara ringkas, manfaat dari kualitas yang superior antara lain berupa loyalitas pelanggan yang lebih besar, pangsa pasar yang lebih besar harga jual produk yang lebih tinggi dan produktivitas yang lebih tinggi (Tjiptono, 2008:20). Oleh karena itu perusahaan berusaha memfokuskan pada kualitas produk dan membandingkannya dengan produk yang ditawarkan oleh perusahaan pesaing. Akan tetapi, suatu produk dengan penampilan terbaik atau bahkan dengan tampilan lebih baik bukanlah merupakan produk dengan kualitas tertinggi jika tampilannya bukanlah yang dibutuhkan dan diinginkan oleh pasar (Lovelock, 2007). 2.2.1 Dimensi-dimensi Kualitas Produk Kualitas produk dibagi ke dalam beberapa dimensi, yaitu : kinerja, keandalan, daya tahan, fitur, kemampuan pelayanan, kesesuaian dengan spesifikasi, estetika, dan persepsi kualitas (Garvin dalam Tjiptono, 2009:93). 2.2.1.1 Kinerja (Performance) Saat membeli suatu produk konsumen akan mempertimbankan kinerja produknya terutama untuk produk teknologi. Kinerja berkaitan dengan aspek fungsional dari produk itu dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan ketika ingin membeli suatu produk yaitu meliputi faster (lebih cepat) berkaitan dengan dimensi waktu yang menggambarkan kecepatan dan kemudahan atau bagaimana untuk memperoleh produk ini dan aspek Cheaper ( lebih murah) berkaitan dengan dimensi biaya yang menggambarkan harga atau ongkos dari suatu produk yang harus dibayarkan (Laksana,2008:89). Kinerja (performance) adalahj karakteristik operasi pokok dari produk inti yang dibeli (Tjiptono, 2009:93). Sedangkan Mowen dan Minor dalam Setiawan dan Sobari (2008) berpendapat bahwa kinerja adalah penampilan atau kinerja dari fungsi atau karakteristik utama produk. Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan karakteristik operasi dasar suatu produk seperti kecepatan dalam pemrosesan, kemudahan serta harga yang dibayarkan. Berikut adalah indikator dari kinerja : • Kecepatan Faster (Lebih Cepat) berkaitan dengan dimensi waktu yang menggambarkan kecepatan (Laksana, 2008:89). Dalam hal ini, kecepatan untuk produk simpanan Tandamata bank bjb adalah cepat dalam proses pembukaan rekeningnya yang tidak menghabiskan banyak waktu. • Kemudahan Kemudahan ini berkaitan dengan fungsi produk yang mudah untuk dilaksanakan dan bagaimana produk itu diperoleh (Laksana, 2008:89) 2.2.2.2 Kesesuaian dengan Spesifikasi (Conformance to spesification) Tjiptono (2009:93) mengemukaan bahwa kesesuaian dengan spesifikasi yaitu sejauh mana karakteristik desain operasi sebuah produk memnuhi standar standar yang telah ditetapkan sebelumnya atau tidak cacat. Selain itu, kesesuaian dengan spesifikasi diarikan sebagai tingkat kesesuaian produk dengan spesifikasi yang telah dijanjikan. Kesesuaian dengan spesifiasi yang didefinisikan Mowen dan Minor dalam Setiawan dan Sobari (2008) menyatakan bahwa kesesuaian dengan spesifikasi yaitu tingkat kesesuaian dengan spesifikasi yang telah dijanjikan. Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kesesuaian dengan spesifikasi adalah karakteristik operasi suatu produk untuk memenuhi spesifikasi, tidak ditemukannya cacat pada produk atau memenuhi kriteria standar tertentu. Berikut adalah beberapa indikator dari kesesuaian spesifikasi : • Memenuhi Standar Dalam hal ini mengacu pada produk untuk memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan perusahaan. • Sesuai dengan spesifikasi Sesuai dengan spesifikasi ini mengacu pada produk sesuai dengan ciri atau detail produk • Tidak cacat/rusak Dalam hal ini mengacu pada konsumen membeli suatu produk yang tidak terdapat cacat atau rusak. 2.2.2.3 Fitur (Feature) Dalam memasarkan produk biasanya pemasar akan menawarkan aneka fitur untuk menarik konsumen. Fitur merupakan atribut yang melengkapi kinerja dasar sebuah produk misalnya tekstur yang halus, desain yang menarik dan bentk produk yang menarik (Tjiptono,2009:93). Senada dengan itu Mowen dan Minor dala Setiawan dan Sobari (2008) mengungkapkan bahwa fitur yaitu sejumlah tambahan yang melengkapi fungsi utama suatu produk. atribut Dapat disimpulkan bahwa fitur merupakan atribut yang melengkapi fungsi utama suatu produk misalnya kartu ATM dan kartu kredit (Lupiyoadi dan Hamdani,2009). 2.2.2.4 Daya tahan (Durability) Dalam membeli suatu produk baik berupa ‘barang’ atau ‘jasa’, konsumen akan mempertimbangkan daya tahan produk. Produk yang memiliki daya tahan yang lama akan dipersepsikan memiliki kualitas yang bagus. Mowen dan Minor dalam Setiawan dan Sobari (2008) menyatakan bahwa umur atau daya tahan suatu produk. Daya tahan berkaitan dengan tingkat kemampuan sebuah produk entolerir tekanan atau stress tanpa mengalami kerusakan yang berarti, hingga penggantinya tersedia (Tjiptono,2009:94). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa daya tahan berhubungan dengan bagaimana sebuah produk dapat bertahan hingga jangka waktu yang ditentukan atau bilamana terjadi sebuah kerusakan, diharapkan produk tersebut dapat mudah untuk diganti. 2.2.2.5 Estetika (Aesthetics) Konsumen dalam membeli produk tertentu karena menarik perhatian konsumen atau produk tersebut memiliki daya tarik yang memikat konsumen untuk membeli. Estetika merupakan daya tarik produk terhadap panca indera misalnya bentuk fisik yang menarik, warna yang sesuai preferensi masing-masing pelanggan, aroma roti yang mampu memancing selera makan, dsb(Tjiptono, 2009:94). Mowen dan minor dalam Setiawan dan Sobari (2008) mengungkapkan bahwa estetika adalah bagaimana produk tersebut terlihat, dirasakan dan didengar. Dengan demikan dapat disimpulkan bahwa estetika merupakan daya tarik produk yang mampu dirasakan oleh salah satu ataupun seluruh panca indera kita. 2.2.2.6 Kemampuan Pelayanan (Serviceability) Untuk produk high involvement, Serviceability merupakan kemudahan mereparasi sebuah produk. Sebuah produk dikatakan sanagat serviceable apabila direparasi secara mudah dan murah (Tjiptono,2009). Mowen dan Minor dalam setiawan dan Sobari (2008) menyimpulkan bahwa serviceability yaitu kemudahan produk untuk diperbaiki atau layanan pribadi yang tepat, handal dan tepat waktu. Garvin (1984) dalam Shaharudin et,al (2010) mengemukakan bahwa serviceability adalah kecepatan, kemampuan serta keramahan dalam memberikan pelayanan. Berdasarkan kedua pengertian di atas bahwa kemampuan pelayanan yaitu kemudahan untuk diperbaiki atau layanan yang tepat, handal, dan tepat waktu. 2.2.2.7 Persepsi Kualitas Konsumen (Customer Perceived Quality) Persepsi Kualitas yaitu citra dan reputasi produk serta taggung jawab perusahaan terhadapnya. Biasanya karena kurangnya pengetahuan pembeli akan atribut produk yang akan dibeli, maka pembeli mempersepsikan kualitasnya dari aspek harga, nama merek, iklan, reputasi persuahaan maupun Negara pembuatnya (Tjiptono,2009). Selain itu, Mowen dan Minor dalam Setiawan dan Sobari (2008) mengungkapkan bahwa persepsi kualitas merupakan gabungan semua kategori yang merupakan pengaruh dari brand image dan faktor-faktor tidak berwujud lainnya yang mempengaruhi persepsi konsumen mengenai kualitas. Setelah memahami tentang dimensi kualitas produk, selanjutnya akan dijelaskan tentang kualitas layanan. 2.3 Kualitas Layanan Zeithaml dan Bitner dalam Tjiptono (2009) menjelaskan bahwa ada lima dimensi kualitas layanan yang disusun sesuai urutan tingkat kepentingan relatifnya sebagai berikut : 1. Reliabilitas (reliability), berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk menyampaikan layanan yang dijanjikan secara akurat sejak pertama kali. 2. Daya tanggap (responsiveness), berkenaan dengan kesediaan dan kemampian penyedia layanan untuk membantu para pelanggan dan merespons permintaan mereka dengan segera. 3. Jaminan (assurance), berkenaan dengan pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka dalam menumbuhkan rasa percaya (trust) dan keyakinan pelanggan (confidence). 4. Empati (empathy), berarti bahwa perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman. 5. Bukti fisik (tangible), berkenaan dengan penampilan fisik fasilitas layanan, peralatan/ perlengkapan, sumber daya manusia, dan materi komunikasi perusahaan. Setelah memahami mengenai kualitas layanan serta dimensi-dimensi yang membangun kualitas layanan. Maka, selanjutnya penulis akan memaparkan mengenai perbedaan diantara kualitas produk dan kualitas layanan. 2.3.1 Perbedaan Kualitas Produk dan Kualitas Layanan Berdasarkan pemaparan sebelumnya mengenai kualitas produk dan kualitas layanan, penulis menyimpulkan terdapat perbedaan diantara kedua kualitas tersebut yakni kualitas produk menurut Garvin dalam Tjiptono (2009) terdiri atas 7 dimensi ( kinerja, fitur, kesesuaian dengan spesifikasi, daya tahan, serviceability, estetika, dan persepsi kualitas konsumen), sedangkan kualitas layanan menurut Zeithaml dan Bitner dalam Tjiptono (2009) terdiri dari 5 dimensi ( reliabilitas, daya tanggap, jaminan, empati, dan bukti fisik). Meskipun dimensi kualitas produk yang diungkapkan oleh Garvin cenderung lebih sesuai untuk menilai kualitas produk fisik dibanding dengan jasa/layanan (Tjiptono, 2009), namun penulis beranggapan bahwa produk sebenarnya lebih mengacu pada keseluruhan konsep ata objek atau proses yang memberikan sejumlah nilai kepada konsumen. Hal ini sejalan dengan Kotler dalam Lupiyoadi (2009), yakni pada realitasnya konsumen bukanlah membeli barang atau jasa, melainkan manfaat yang spesifik dan nilai dari keseluruhan penawaran (the offer). Oleh karena itu, penulis dalam penelitian kali ini menggunakan dimensi kualitas produk untuk mengukur pengaruh kualitas produk terhadap kepuasan nasabah, dalam hal ini produk simpanan tandamata yang menjadi objek penelitian penulis. 2.4 Kepuasan Pelanggan (Nasabah) Suatu perusahaan tidak akan bertahan tanpa ada konsumen yang mempergunakan atau memakai produk yang dihasilkan pihak produsen, oleh sebab itu guna meningkatkan mutu dari produk yang dihasilkan suatu perusahaan harus berdasarkan kepuasan pelanggan (Customer satisfation). Kepuasan pelanggan adalah evaluasi konsumen terhadap produk atau jasa itu sendiri dalam pengertian bahwa produk atu jasa tersebut dapat memenuhi apa yang menjadi keinginan dan harapannya. Apabila produk yang dikonsumsinya tidak dapat memenuhi kebutuhan dan harapan maka akan timbul ketidakpuasan (Zeithaml dan Bitner, 2006:86). Selain itu, Ban dalam Setiawan dan Sobari (2006) mengemukaan bahwa kepuasan adalah perbandingan antara kualitas dari produk atau jasa yang dirasakan melalui keinginan, kebutuhan dan harapan pelanggan. Band juga mengemukakan bahwa apabila telah tercapai kepuasan pelanggan maka akan timbul pembelian ulang dan loyalitas. Kepuasan pelanggan bergantung pada perkiraan kinerja produk yang memberikan terhadap harapan pembeli. Bila kinerja produk lebih rendah dari harapan pelanggan, maka pembeli akan merasa tidak puas. Bila kinerja produk sesuai atau melebihi harapan, maka pembeli akan merasa puasa atau amat senang (Kotler dan Armstrong, 2006:9). Umumnya harapan pelanggan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya bila ia membeli atau mengkonsumsi suatu produk. Harapan pelanggan akan dibentuk dan dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya pengalaman berbelanja di masa mapau, opini teman dan kerabat, serta informasi dan janji-janji perusahaan dan para pesaing (Tjiptono, 2008:38). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah evaluasi terhadap produk atau jasa yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan, keingninan dan harapan pelanggan. Dengan mengetahui kepuasan pelanggan maka barang atau jasa yang diproduksi suatu produsen tersebut memiliki nilai lebih karena lebih diminati konsumen sebagai pemakai produk tersebut. Kepuasan pelanggan secara umum mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan (Santa,2011). Ada beberapa unsur yang penting di dalam kualitas yang ditetapkan pelanggan, yaitu : 1. Pelanggan merupakan prioritas utama perusahaan. Kelangsungan perusaaan tergantung pada pelanggan. 2. Pelanggan yang royal akan membeli berkali-kali dari produk atau jasa yang sama. 3. Kepuasan pelanggan dijamin dengan menghasilkan produk berkualitas tinggi. Zabidi dalam Setiawan dan Sobari (2008) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh lima faktor utama , yaitu : 1. Kualitas sesungguhnya dipengaruhi oleh dua hal, yaitu kualitas sesungguhnya dan persepsi konsumen. 2. Kualitas pelayanan terutama jasa yang dikenal dengan service quality. 3. Emosional, kepuasan yang diperoleh konsumen apabila mereka menggunakan suatu produk dengan merek tertentu. 4. Harga yang kompetitif, produk yang berkualitas sama tetapi dengan harga yang lebih murah tentu akan memberikan nilai yang lebih tinggi. 5. Manfaat yang diperoleh disesuaikan dengan harapan pada saat membeli produk. 2.4.1 Pengaruh Kualitas Produk Terhadap Kepuasan Pelanggan Kualitas produk atau jasa, kepuasan pelanggan, dan profitabilitas perusahaan adalah tiga hal yang terkait erat. Semakin tinggi pula tingkat kualitas, semakin tinggi kepuasan pelanggan yang dihasilkan yang mendukung harga yang lebih tinggi dan (sering kali) biaya yang lebih rendah. Kualitas jelas merupakan kunci untuk menciptakan nilai dan kepuasan pelanggan (Kotler dan Keller,2009). Selain itu, Zeithaml dan Bitner dalam Suhartanto (2008:115) mengemukakan bahwa kepuasan adalah konsep yang lebih luas dari hanya sekedar penilaian kualitas pelayanan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lain. Sebagai mana terlihat pada Gambar 2.2 bahwa kepuasan konsumen dipengaruhi oleh persepsi konsumen terhadap kualitas jasa, kualitas produk, harga dan oleh faktor situasi dan pribadi konsumen. Gambar 2.2 Model Kepuasan Pelanggan Kualitas Pelayanan Faktor Pribadi Kualitas Produk Kepuasan Pelanggan Kesetiaan Pelanggan Harga Faktor Situasi Sumber : Zeithaml and Bitner dalam Suhartanto (2008) 2.4.2 Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu menjelaskan bahwa terdapat pengaruh kualitas produk terhadap kepuasan pelanggan. Kualitas memainkan peran penting dalam menentukan dan mempengaruhi kepuasan pelanggan (Rozario dan Abdullah, 2009: Jahanshahi, et al. 2011).