tinjauan pustaka

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Teh
Tanaman teh merupakan tanaman subtropis yang sejak lama telah dikenal
dalam peradaban manusia. Tanaman teh termasuk genus Camellia dari famili
Theaceae (Setyamidjaja, 2000). Tanaman teh merupakan tanaman tahunan, para
ahli tanaman memberi nama antara lain Camellia theifera, Thea sinensis,
Camellia thea dan terakhir dikenal dengan sebutan Camellia sinensis (L) O.
Kuntze. Tanaman teh mempunyai lebih dari 82 spesies, terutama tersebar di
kawasan Asia Tenggara hingga India, baik pada garis lintang 30° sebelah utara
maupun selatan khatulistiwa (Pusat Penelitian Teh dan Kina, 2006).
Daun teh berupa daun tunggal yang berbentuk lanset dengan ujung
meruncing, berwarna hijau, dan tepinya bergerigi. Daun tua bertekstur seperti
kulit, permukaan atasnya berkilat dan berwarna hijau kelam. Bunga teh termasuk
bunga sempurna yang mempunyai putik (calyx) dengan 5 sampai 7 mahkota
(sepal). Daun bunga (petal) berjumlah sama dengan mahkota, berwarna putih
halus berlilin, berbentuk lonjong cekung. Tangkai sari panjang dengan benang sari
(anther) kuning bersel kembar, menonjol 2 mm sampai dengan 3 mm ke atas
(Setyamidjaja, 2000).
Buah yang masih muda berwarna hijau, bersel tiga, dan berdinding tebal,
mula-mula berkilat, tetapi semakin tua bertambah suram dan kasar. Bijinya
berwarna cokelat beruang tiga, berkulit tipis, berbentuk bundar di satu sisi dan
datar di sisi lain. Biji berbelah dua dengan kotiledon besar, yang jika dibelah akan
secara jelas memperlihatkan embrio akar dan tunas (Setyamidjaja, 2000).
Syarat Tumbuh
Tanaman teh berasal dari daerah subtropik yang terletak pada 25 - 35°
Lintang Utara dan 95 - 105° Bujur Timur, terutama terpusat pada kawasan antara
29° Lintang Utara dan 98° Bujur Timur. Daerah teh berada pada daerah miring
berbentuk kipas, terletak di antara Pegunungan-pegunungan Naga, Manipuri, dan
Lushai di sepanjang perbatasan Assam-Birma di ujung barat, membentang melalui
wilayah China sampai Provinsi Chekiang di ujung timur, dan ke selatan melalui
5
pegunungan-pegunungan di Birma (sekarang Myanmar), Thailand, terus ke
Vietnam (Setyamidjaja, 2000).
Kebun teh di Indonesia terdapat pada keserasian elevasi yang cukup luas,
yaitu dari 400 – 2 000 m atau lebih di atas permukaan laut. Berdasarkan elevasi,
daerah kebun teh di Indonesia terbagi menjadi 3 daerah, yaitu perkebunan daerah
rendah dengan ketinggian kurang dari 800 m di atas permukaan laut, perkebunan
daerah sedang dengan ketinggian berkisar 800 – 1 200 m di atas permukaan laut,
dan perkebunan daerah tinggi dengan ketinggian lebih dari 1 200 m di atas
permukaan laut (Pusat Penelitian Teh dan Kina, 2006).
Tanah yang serasi atau yang memenuhi syarat untuk tanaman teh ialah tanah
yang subur, banyak mengandung bahan organik, tidak bercadas serta mempunyai
derajat keasaman (pH) antara 4.5 – 5.6. Umumnya tanah yang baik untuk
pertumbuhan teh terletak di lereng gunung-gunung berapi yang biasa dinamakan
tanah Andisol (vulkanis muda). Jenis tanah lain yang serasi bersyarat untuk
ditanami teh, yaitu tanah Latosol dan tanah Podzolik. Kedua jenis tanah tersebut
umumnya terdapat di daerah yang lebih rendah yang terletak di bawah 800 m dari
permukaan laut (Pusat Penelitian Teh dan Kina, 2006).
Pemangkasan
Tanaman teh yang tidak dipangkas akan tumbuh menjadi pohon yang tinggi
dan dapat mencapai ketinggian 15 m. Tanaman teh yang demikian tidak akan
menghasilkan pucuk yang banyak dan pemetikannya akan sulit dilakukan (Pusat
Penelitian Teh dan Kina, 2006). Agar teh dapat dipetik dengan mudah dan
diperoleh jumlah daun muda atau pucuk yang banyak, tanaman teh harus dibentuk
menjadi perdu yang memiliki bidang petik yang luas. Pembentukan bidang petik
ini dilakukan dengan jalan pemangkasan (Setyamidjaja, 2000).
Pemangkasan merupakan salah satu kegiatan budidaya dalam pemeliharaan
teh menjadi perdu, agar teh dapat dipetik dengan mudah, cepat, dan efisien
sehingga diperoleh jumlah pucuk yang banyak. Kegiatan pemangkasan bertujuan
membentuk bidang petik seluas mungkin dan merangsang pertumbuhan tunastunas baru sehingga mampu menghasilkan pucuk dalam jumlah yang besar
(Setyamidjaja, 2000).
6
Pemangkasan menyebabkan tanaman kehilangan sebagian cabang dan daun
sehingga proses asimilasi yang akan membentuk bahan makanan juga hilang atau
berkurang. Pemangkasan juga menyebabkan luka pada cabang atau ranting.
Penyembuhan luka dan pertumbuhan tunas baru pada tanaman teh yang dipangkas
memerlukan energi yang cukup. Energi tersebut diambil dari makanan cadangan
(pati) tanaman itu sendiri yang terdapat dalam akar, cabang dan ranting. Makanan
cadangan yang terbesar terdapat di dalam akar, sehingga peranannya sangat besar
terhadap penyembuhan luka dan pertumbuhan tunas-tunas baru (Pusat Penelitian
Teh dan Kina, 2006).
Pemangkasan merupakan salah satu kultur teknis yang dapat berpengaruh
terhadap produksi dan dianggap efisien apabila produksi dapat dicapai pada
tingkat yang paling tinggi. Faktor yang berpengaruh terhadap program
pemangkasan antara lain: tinggi tempat dari permukaan laut, tipe pangkasan,
kesehatan tanaman, dan saat pemangkasan (Suwardi, 1991). Pemangkasan
sebaiknya dilakukan pada waktu tanaman sedang sehat, karena mempunyai
cadangan makanan yang cukup untuk pertumbuhan kembali dan didukung oleh
faktor lingkungan yang baik terutama oleh suhu dan kelembaban (Sukasman,
1988).
Pemangkasan harus segera dilakukan apabila bidang petik sudah sulit
dijangkau oleh pemetik. Tinggi tanaman 120 cm merupakan tinggi maksimal
untuk ukuran tinggi badan pemetik di Indonesia (155 - 165 cm). Jika tinggi
tanaman lebih dari 120 cm maka hasil pemetikan pucuk rendah karena bidang
petik di luar jangkauan pemetik (Sukasman, 1988).
Pucuk burung adalah pucuk yang tunasnya dalam keadaan dorman sehingga
beberapa waktu tidak menghasilkan daun baru. Tanaman yang sudah mendekati
gilir pangkas jumlah pucuk burungnya akan meningkat. Pada saat kondisi pucuk
burung tinggi maka kadar pati di akar semakin banyak karena pada saat tersebut
tanaman mengakumulasikan hasil fotosintesisnya di dalam akar. Apabila
persentase pucuk burung mencapai 70 % maka pemangkasan pada areal tersebut
dapat dilakukan (Sukasman, 1988).
Pada umumnya tinggi pangkasan bagi kebun produktif (TM) berkisar antara
40 - 70 cm, bergantung pada sasaran yang ingin dicapai. Tinggi pangkasan yang
7
lebih rendah dari 40 cm akan menyebabkan percabangan yang terbentuk menjadi
terlalu rendah, sehingga akan menyulitkan pemetik dalam melaksanakan
pemetikan. Sebaliknya jika lebih tinggi dari 70 cm akan menyulitkan dalam
pelaksanaan pemangkasan, tunas baru yang tumbuh cepat menjadi pucuk burung
dan berukuran kecil, serta bidang petik cepat menjadi tinggi sehingga sulit
dilakukan pemetikan dengan baik (Pusat Penelitian Teh dan Kina, 2006).
Pemangkasan biasanya dilakukan pada dua periode, yaitu pada semester I
pada
bulan
September
Februari
–
– November.
Mei
Agar
dan
pada
semester
II
pada
bulan
pelaksanaan pemangkasan tidak terlalu
mengganggu kestabilan produksi, perlu diatur areal pangkasan yang tepat.
Pemangkasan pada akhir musim hujan (semester 1) dilakukan pada areal yang
lebih luas sekitar 60 – 70 % dari total luas areal tanaman yang akan dipangkas,
sedangkan pada awal musim hujan atau akhir musim kemarau (semester II),
pemangkasan dilakukan pada areal seluas 30 – 40 %. Dalam pelaksanaannya,
areal pangkasan diatur menurut blok-blok yang berdekatan secara berturut-turut
(Setyamidjaja, 2000).
Bidang pangkasan selalu dinaikkan pada setiap melakukan pemangkasan,
dengan tujuan menyiapkan cabang atau ranting yang tertinggal pada perdu yang
relatif lebih muda agar lebih cepat menumbuhkan tunas baru sehingga akan lebih
cepat dilakukan pemetikan lagi (Tobroni dan Adimulyo, 1997)
Pangkasan kepris adalah pangkasan dengan bidang pangkas rata seperti
meja, tanpa melakukan pembersihan atau pembuangan ranting. Pangkasan kepris
akan menghasilkan pertumbuhan tunas lebih awal (lebih cepat) dan lebih banyak
daripada pangkasan bersih. Pangkasan bersih adalah pangkasan dengan bidang
pangkas rata tetapi pada bagian tengahnya agak rendah (Pusat Penelitian Teh dan
Kina, 2006).
Cadangan hara pada cabang-cabang yang ditinggalkan dipengaruhi oleh
besarnya cabang atau luas permukaan kulit kulit cabang yang ditinggalkan.
Semakin besar cabang semakin banyak cadangan haranya. Selain itu,
pertumbuhan tunas baru juga dipengaruhi oleh umur cabang. Semakin tua umur
cabang tingkat dormansi tunas semakin kuat sehingga semakin lama pertumbuhan
tunasnya (Sukasman, 1988).
Download