6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Pule Pandak (Rauvolfia serpentina Benth.) Rauvolfia termasuk dalam suku Apocynaceae yang terdiri atas 131 spesies. Nama marga diberikan oleh Leonard Rauwolf, ilmuwan berkebangsaan Jerman, pada abad ke 16. Secara lengkap urutan taksonomi pule pandak adalah: divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, bangsa Apocynales, suku Apocynaceae, marga Rauvolfia dan jenis Rauvolfia serpentina Benth. Secara morfologi, pule pandak merupakan tanaman tahunan, bentuknya kecil, menyemak, tegak dan mengandung getah, tinggi 15–30 cm. Penemuan lain menyatakan pule pandak dapat mencapai tinggi 1 m. Pule pandak berbatang silindris, percabangan berwarna coklat hingga abu-abu, berkulit halus hingga kasar, retak-retak atau bersisik (Heyne, 1987; Hendrian dan Hadiah, 1999). Pule pandak berdaun tunggal, daun berbentuk lanset atau bulat telur memanjang dengan pangkal menyempit serta ujung runcing, tepi daun rata dengan pertulangan menyirip, panjang antara 3-20 cm dan lebar 2–9 cm (Dalimartha, 1999). Pule pandak berbunga sepanjang tahun, bunga majemuk, dengan warna bunga merah atau putih kemerahan, penyerbukannya dilakukan oleh lebah atau lalat. Buah pule pandak merupakan buah batu, berbentuk bulat telur berpasangan, bila masih muda berwarna hijau dan bila sudah tua menjadi hitam (Hendrian dan Hadiah, 1999). 7 Akar pule pandak merupakan bagian tumbuhan yang lebih besar dibandingkan dengan bagian tumbuhan yang terdapat di atas tanah. Bentuk akar pule pandak adalah akar tunggang dengan sedikit akar serabut yang kecil dan agak panjang. Sistem perakaran masuk ke tanah dengan berkelok-kelok atau bengkok dan membesar. Panjang akar terpanjang dapat mencapai 72 cm, namun rata-rata 40 cm dan biasanya lebih panjang daripada batang (Basori, 1993). Ciri khas lain akar pule pandak adalah berkerut-kerut membentuk alur tertentu sehingga kulit akar mudah mengelupas. Biasanya akar yang menancap ke bawah tunggal, tetapi tidak sedikit yang bercabang. Warna akar coklat muda sampai keputih-putihan, berbau khas dengan rasa sangat pahit. Hal demikian juga dinyatakan oleh Sandra (1997), bahwa akar pule pandak bersifat getas, berasa pahit, berbentuk kasar dan pecah-pecah. Warna kulit akar coklat dengan bagian dalam berwarna putih (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991). Pule pandak berkhasiat antara lain sebagai pencegah kenaikan suhu badan, obat penenang, obat tekanan darah tinggi, menormalkan denyut jantung dan menyembuhkan penyakit tumor, sakit kepala, vertigo, diare, sakit tenggorokan, sakit pinggang, sakit perut pada disentri, muntah, malaria, influenza, radang kandung empedu, bisul, hepatitis akut, susah tidur (insomnia), gangguan jiwa (mania), kurang napsu makan, hiperfungsi kelenjar gondok (hipertiroid), kudis (skabies), biduran (urtikaria), gigitan ular/kalajengking, luka terpukul atau terbentur (memar) dan hernia. Diantara alkaloid yang terkandung dalam akar pule pandak, reserpina adalah unsur yang paling penting karena lazim digunakan sebagai obat hipertensi (Lilly, 1990; Nigg dan Seigler, 1992; Duke, 1992; Sheludko et al., 2002). 8 Secara alami pule pandak berkembang biak dengan biji, berdasar suatu laporan tetapi persentase perkecambahan rendah yaitu sekitar 15%–30%, karena bijinya mempunyai tempurung yang keras berhasil berkecambah dan berbunga sesudah berumur 2–4 tahun. Persentase keberhasilan perbanyakan pule pandak dengan biji dapat ditingkatkan melalui pengupasan separuh dari tempurung biji menjelang ditanam atau dapat juga melalui perendaman biji dalam larutan H2SO4 pekat atau setengah pekat selama lima menit sebelum ditanam. Keberhasilan pembibitan melalui setek akar adalah 60%, sedangkan dengan biji hanya 15% (Anonim, 1985). Penggunaan IBA 10 mg l-1 pada bibit mampu mempercepat dan memperkuat pertumbuhan akar (Sulandjari et al., 2005). Pule pandak yang dibudidayakan dapat menghasilkan 2.000 kg ha-1 akar kering pada umur 18 bulan sampai 2 tahun. Kandungan alkaloid di akar pada tanaman budidaya lebih besar daripada tumbuhan yang tumbuh secara alami (Akhtar, 2002). Perbedaan lokasi tempat tumbuh pule pandak juga mengakibatkan kandungan alkaloid berbeda. B. Metabolit Sekunder Tanaman mempunyai kemampuan dalam mensintesis berbagai persenyawaan yang digolongkan atas metabolit primer dan metabolit sekunder. Metabolit merupakan zat kimia yang bukan nutrisi, mempunyai struktur kimia beragam dengan penyebaran terbatas yang proses biosintesisnya dipengaruhi oleh jumlah dan aktivitas enzim yang merupakan aspek spesialisasi sel dalam proses deferensiasi dan perkembangan 9 organisme dan bersifat kurang penting bagi sel penghasil tetapi penting bagi organisme secara keseluruhan (Harborne, 1973; Manitto, 1992). Metabolit sekunder merupakan hasil tanaman yang khas dan dijumpai sebagai terpenoid, glikosida (seroid dan fenolik) dan alkaloid. Senyawa ini dibentuk melalui alur (pathway) khusus dari metabolit primer dan dapat dianggap sebagai produk proses morfogenetik (Manitto, 1992). Sebagian tumbuhan berfungsi sebagai tanaman obat karena kaya metabolit sekunder yang potensial sebagai sumber obat atau minyak essential. Proses fotosintesis menghasilkan senyawa sederhana dan terdistribusi luas yang memiliki berat molekul rendah seperti asam amino, karbohidrat, lemak dan protein. Senyawa-senyawa ini merupakan senyawa prekursor metabolit sekunder. Biosintesis metabolit sekunder dikendalikan secara genetik (waktu pembungaan, dormansi dan umur tanaman) dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan antara lain musim, suhu, habitat, cahaya, air dan unsur hara. Disamping itu konsentrasi dan kualitas metabolit sekunder juga bersifat fluktuatif (Zohara and Dan, 1982; Verpoorte, 2000). Beberapa pendapat menyatakan bahwa metabolit sekunder sebagai salah satu mekanisme pertahanan, bersifat biokemikal dan fisiologikal, sebagai timbunan produk sisa atau timbunan nitrogen dan prekursor zat pengatur tumbuh. Selanjutnya Verpoorte (1987) menyatakan bahwa metabolit sekunder memainkan peran sebagai penentu keberadaan tanaman pada ekosistem. Kadar dan akumulasi metabolit sekunder dipengaruhi oleh perimbangan biosintesis dan katabolisme, bervariasi 10 tergantung pada fase perkembangan tanaman, variasi harian dan perbedaan kegunaan pada tanaman serta faktor lingkungan. C. Reserpina Kandungan alkaloid pule pandak telah berhasil diisolasi pertama kali oleh Muller, Schlitter dan Bein pada tahun 1952. Tanaman ini mengandung lebih dari 21 macam alkaloid dan saat ini tidak kurang dari 50 macam alkaloid telah dapat diisolasi diantaranya reserpina, reserpinina, recinamina, yohimbina, ajmalina, ajmalinina, ajmalicina, serpentina dan serpentinina (Bisset, 1958 cit. Sulandjari, 2008b). Alkaloid adalah senyawa dari tumbuh-tumbuhan yang terjadi secara alamiah. Senyawa ini merupakan senyawa alam yang bersifat basa dan mengandung satu atau lebih atom nitrogen. Biasanya atom nitrogen pada alkaloid terdapat di dalam sistem siklis, namun ada juga atom nitrogen yang terikat diluar sistem siklis (Harborne, 1973; Hashimoto dan Yamada, 1994). Alkaloid dalam tumbuh-tumbuhan biasanya dalam bentuk campuran yang kompleks (Herbert, 1989), sehingga problem utama dalam proses isolasi adalah pemisahan alkaloid dari campuran tersebut. Mengingat banyak macam struktur dan sifat fisik alkaloid, maka berbagai prosedur isolasi alkaloid perlu dicoba sehingga diperoleh hasil yang diharapkan. Cordel (1981) menyatakan bahwa senyawa alkaloid yang bersifat non polar dipisahkan terlebih dahulu dari tumbuh-tumbuhan dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut petroleum eter, kemudian diekstrak dengan etanol atau metanol. Selanjutnya ekstrak etanol atau metanol yang telah dipekatkan dipartisi 11 dengan etil asetat, asam tartrat. Lapisan etil asetat mengandung alkaloid yang kandungan basanya rendah atau netral, kemudian lapisan asam tartrat dibasakan dengan amonia atau natrium karbonat sehingga diperoleh alkaloid kuarterner. Reserpina merupakan senyawa metabolit sekunder yang termasuk golongan indol alkaloid kompleks (Gambar 1). Gambar 1. Rumus bangun reserpina (Singh et al., 2004). Sebagai alkaloid, reserpina merupakan cadangan penyimpanan N yang ditimbun dan tidak mengalami metabolisme lagi (Blacow, 1973). Biosintesis alkaloid dimulai dari penyematan CO2 dan H2O oleh daun melalui aktifitas fotosintesis dan respirasi sehingga dihasilkan monosakarida. Kemudian melalui salah satu jalur metabolisme (jalur PEP) monosakarida melewati asam piruvat, asam sikimat, asam amino aromatik diperoleh alkaloid indol. Alkaloid indol dapat juga diperoleh melalui asam piruvat, asetil Co A dan asam amino alifatik. Setiap langkah reaksi enzim spesifik berperan sebagai katalisator (Hashimoto dan Yamada, 1994). 12 D. Ketersediaan Air Kandungan air pada tanaman bervariasi antara 70 – 90%, tergantung pada spesies, umur dan lingkungannya. Menurut Fitter dan Hay (1994) air dibutuhkan oleh tanaman karena mempunyai beberapa fungsi, antara lain sebagai pelarut dan medium reaksi kimia, medium untuk transport zat terlarut organik dan anorganik, sebagai bahan baku fotosintesis dan hidrolisis, medium yang memberikan tekanan turgor pada sel tanaman, serta berperan dalam proses transpirasi. Pertumbuhan tanaman dibatasi oleh kandungan air yang sangat tinggi atau kandungan air yang sangat rendah. Air dibutuhkan oleh tanaman untuk membentuk karbohidrat, menjaga hidrasi protoplasma, sebagai pengangkut serta mentranslokasikan unsur–unsur hara dan mineral (Nyakpa, 1998). Air di dalam tanah sangat berperan bagi kelangsungan proses kimia dan mikrobiologi tanah. Pemberian air dengan kadar yang berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap kandungan alkaloid yang dihasilkan tanaman daun ungu. Pada perlakuan cekaman 30% kapasitas lapang menunjukkan kandungan alkaloid tertinggi (Harnoto, 2008). Cekaman kekeringan dapat menyebabkan transpor hara melalui akar tanaman mengalami gangguan yang tercermin pada perubahan warna daun menjadi kuning dan apabila keadaan ini terjadi secara berkepanjangan maka daun menjadi kering dan mati. Pada keadaan yang ekstrim, cekaman kekeringan dapat menyebabkan penurunan produksi tanaman (Baon dan Abdoellah, 2002). 13 Cekaman kekeringan merupakan istilah untuk menyatakan bahwa tanaman mengalami kekurangan air akibat keterbatasan air dari lingkungannya yaitu media tanam (Mathius et al., 2001). Defisit air langsung mempengaruhi pertumbuhan vegetatif tanaman. Proses ini pada sel tanaman ditentukan oleh tegangan turgor. Hilangnya turgiditas dapat menghentikan pertumbuhan sel (penggandaan dan pembesaran), akibatnya pertumbuhan tanaman terhambat (Burstom, 1956 cit. Jumin, 1992). Lakitan (1996) menyatakan bahwa air yang tersedia dalam tanah adalah selisih antara air yang terdapat pada kapasitas lapang dan titik layu permanen. Di atas kapasitas lapang air akan meresap ke bawah atau menggenang, sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Di bawah titik layu permanen tanaman tidak mampu lagi menyerap air karena daya adhesi air dengan butir tanah terlalu kuat dibandingkan dengan daya serap tanaman. Cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan oleh kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun dalam kondisi laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman. Serapan air oleh akar tanaman dipengaruhi oleh laju transpirasi, sistem perakaran, dan ketersediaan air tanah (Sinaga, 2008a). Hutami et al. (1991) menyatakan penghambatan translokasi dalam jaringan tanaman karena kekeringan menyebabkan akumulasi zat gula pada jaringan sehingga menghambat proses fotosintesis dan menyebabkan menurunnya akumulasi bahan kering. Pada tanaman tertentu, pada kondisi kekeringan akan menghasilkan metabolit sekunder lebih banyak (Sastroutomo, 1990). 14 Kozlowski (1968) dan Kramer (1977) menyatakan bahwa cekaman air dapat menyebabkan akar tanaman yang terbentuk sedikit, ukurannya kecil dengan daerah penyebaran relatif sempit. Hal ini menyebabkan absorbsi air dan zat hara menurun, terganggunya metabolisme karbohidrat, protein dan zat pengatur tumbuh yang menyebabkan tanaman tumbuh kerdil dan daun yang baru terbentuk tidak berkembang sempurna. Menurut Lakitan (2001) kekurangan air dapat menghambat laju fotosintesis, terutama karena pengaruhnya yang menurunkan turgiditas sel penjaga, sehingga menyebabkan stomata menutup. Penutupan stomata ini akan menghambat serapan CO2 yang dibutuhkan untuk sintesis karbohidrat. Menurut Kramer (1977) stress air mempengaruhi pertumbuhan tanaman dengan terjadinya modifikasi anatomi, morfologi, fisiologi dan biokimia. Stress air mengurangi pembesaran sel, akibatnya terjadi penurunan laju pertumbuhan, pemanjangan batang, perluasan daun dan pembukaan stomata, penebalan daun dan zat kutin, penurunan bahan kering dan rasio akar dan batang. Kekeringan pada saat pertumbuhan vegetatif mengakibatkan tanaman menjadi kerdil, kekeringan pada saat berbunga atau pengisian polong dapat menggagalkan panen (Sumarno dan Harnoto, 1991). Respon tanaman terhadap stres air sangat ditentukan oleh tingkat stres yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman saat mengalami cekaman. Respon tanaman yang mengalami cekaman kekeringan mencakup perubahan di tingkat seluler dan molekuler seperti perubahan pada pertumbuhan tanaman, volume sel menjadi lebih kecil, penurunan luas daun, daun menjadi tebal, adanya rambut pada daun, 15 peningkatan rasio akar tajuk, sensitivitas stomata, penurunan laju fotosintesis, perubahan metabolisme karbon dan nitrogen, perubahan produksi aktivitas enzim dan hormon, serta perubahan ekspresi (Sinaga, 2008b). Cekaman kekeringan terjadi jika tanaman sudah tidak mampu lagi menghisap dan memompa air ke bagian atas tanaman yang ditandai oleh kelayuan tetap. Ketahanan tanaman terhadap kekeringan ditunjukkan oleh kemampuannya berproduksi pada kondisi kekeringan, yang dapat diukur sebagai penurunan hasil pada kondisi kekeringan dibanding pada kondisi normal (Nugraheni, 2002). Tanaman yang menderita cekaman air secara umum mempunyai ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh normal. Cekaman air mempengaruhi semua aspek pertumbuhan tanaman. Dalam hal ini cekaman air mempengaruhi proses fisiologi dan biokimia tanaman serta menyebabkan terjadinya modifikasi anatomi dan morfologi tanaman. Pengaruh cekaman air dalam beberapa kasus berhubungan dengan pengaruhnya terhadap tekanan turgor sel. Tekanan turgor sangat berperan dalam menentukan ukuran tanaman. Turgor berpengaruh terhadap pembesaran dan perbanyakan sel tanaman, membuka dan menutupnya stomata, perkembangan daun, pembentukan dan perkembangan bunga serta gerakan berbagai bagian tanaman lainnya (Islami dan Utomo, 1995). Faktor air dalam fisiologi tanaman merupakan faktor utama yang sangat penting. Tanaman tidak akan dapat hidup tanpa air karena air adalah matrik dari kehidupan. Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus menerus 16 akan menyebabkan perubahan yang irreversibel (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati (Haryati, 2003). E. Naungan Semua tanaman obat memerlukan sinar matahari untuk aktivitas fotosintesisnya, walaupun jenis tanaman mempunyai toleransi yang berbeda. Berlaku hampir untuk semua jenis tanaman, apabila jumlah sinar matahari yang diterima kurang sampai pada tingkat tertentu, maka produktivitas dan mutunya menurun. Banyak jenis tanaman obat yang dapat tumbuh di bawah tegakan sebuah kayu atau tanaman keras, biasanya tanaman obat ini termasuk jenis perdu, herba dan sebagai gulma. Naungan bagi tanaman berfungsi untuk memperkecil proses transpirasi dan respirasi, melalui pengurangan intensitas cahaya, kecepatan angin, dan temperatur udara (Kusumodewi, 2003). Tanaman berkhasiat obat mempunyai respon terhadap cahaya berbeda-beda tergantung jenis tanamannya. Beberapa jenis tanaman menghendaki penyinaran penuh sepanjang hidupnya, sebagian tanaman lain menghendaki naungan, dan ada juga yang dapat hidup pada kondisi keduanya (Sulandjari, 2008b). Tanaman yang mendapatkan intensitas cahaya yang sesuai akan mengakibatkan tercapainya keseimbangan dalam tubuh tanaman antara transpirasi pada daun dengan penyerapan air dan mineral oleh akar tanaman, sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan sempurna. Peningkatan presentase naungan mengakibatkan tanaman menjadi tambah tinggi, jumlah daun menjadi lebih 17 sedikit, akar menjadi pendek, jumlah akar sedikit, dan diameter akar menjadi kecil. Sehingga mengakibatkan menurunnya bobot kering akar, namun meningkatkan kadar reserpinanya (Sulandjari, 2008a). Intensitas cahaya merupakan faktor yang paling berperan terhadap kecepatan berjalannya fotosintesis dibandingkan dengan lama penyinaran dan jenis cahaya. Penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa sampai intensitas 10.000 lux, grafik kecepatan fotosintesis bergerak lenier positif (Irwanto, 2009). Manfaat naungan tidak hanya sekedar mengurangi intensitas cahaya matahari, tetapi juga mengatur suhu, kelembaban, dan ketersediaan CO2. Kadar CO2 akan meningkat 7-22 mg dm-2 hari-1 ketika intensitas matahari dinaikkan 2-25% (Morecroft et al., 1997 cit. Sulandjari, 2008b). Pule pandak termasuk tanaman C3, sehingga tingkat kejenuhan terhadap intensitas cahaya rendah. Walaupun demikian, pada intensitas cahaya yang terlalu rendah dapat menghambat pertumbuhan akar dan tunas karena turunnya aktivitas fotosintesis (Sulandjari et al., 2005). Khasimoto dan Dyck (1976) menyatakan bahwa naungan berpengaruh terhadap besarnya intensitas cahaya matahari yang mengenai tanaman. Selain itu, naungan juga mempengaruhi suhu dan kelembaban udara. Setiap jenis tanaman memerlukan intensitas cahaya yang berbeda-beda untuk pertumbuhannya (Supriyanto, 2005). Perbedaan tingkat naungan mempengaruhi intensitas cahaya, suhu udara, kelembaban udara, dan suhu tanah lingkungan tanaman, sehingga intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman berbeda dan mempengaruhi ketersediaan energi cahaya 18 yang akan diubah menjadi energi panas dan energi kimia. Semakin besar tingkat naungan (semakin kecil intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman) maka suhu udara menjadi rendah dan kelembaban udara menjadi tinggi. Suhu yang menurun akan menyebabkan respirasi juga menurun, sedangkan kelembaban yang meningkat akan meningkatkan laju fotosintesis (Widiastuti et al., 2004). Penelitian Sumaryanto (2009) menyebutkan bahwa naungan 75% memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap peningkatan jumlah daun, luas daun, tinggi tanaman, panjang akar, berat segar tanaman, berat kering tanaman dan kandungan metabolit sekunder (reserpina). Sedangkan naungan 65% berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan berat daun. 19 F. Kerangka Berpikir Pule pandak (Rauvolfia serpentine Benth.) Eksploitasi meningkat Permintaan meningkat Kelangkaan Kelestarian terancam Regenerasi lambat budidaya Rekayasa mikroklimat Meningkatkan metabolit sekunder Ketersediaan simplisia Gambar 2. Kerangka berpikir Pule pandak merupakan salah satu jenis tanaman obat yang memiliki banyak senyawa-senyawa kimia yang berkhasiat sebagai obat karena mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit. Khasiat tanaman pule pandak dan pola hidup masyarakat yang “back to nature” menyebabkan tanaman pule pandak semakin dikenal oleh masyarakat sehingga permintaan akan tanaman obat pule pandak meningkat. 20 Pengambilan bahan mentah dari habitab asli merupakan cara yang dilakukan oleh kebanyakan industri obat tradisional dan masyarakat untuk memenuhi permintaan pule pandak. Pengambil bahan mentah dari habitat aslinya tanpa tindakan budidaya yang intensif berdampak pada kelestarian sumberdaya hayati, sehingga mengakibatkan beberapa tanaman obat menjadi terancam kepunahan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian budidaya tanaman pule pandak yang tidak hanya bertujuan untuk menjaga kelestarian tanaman tetapi juga untuk meningkatkan kandungan metabolit sekunder. Salah satu cara untuk meningkatkan kandungan metabolit sekunder adalah dengan merekayasa mikroklimat. Faktor-faktor yang digunakan dalam penelitian ini yaitu intensitas cekaman air dan tingkat naungan. Kedua faktor tersebut merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, diharapkan dengan merekayasa kedua faktor tersebut dapat diperoleh kondisi mikroklimat yang optimal untuk menghasilkan kandungan metabolit sekunder yang maksimal. G. Hipotesis Hipotesis untuk penelitian ini adalah 1. Faktor perlakuan tingkat naungan dan intensitas cekaman air berpengaruh pada pertumbuhan dan kandungan reserpina pule pandak. 2. Kombinasi perlakuan tingkat naungan 75% dan intensitas cekaman air 20% kapasitas lapang paling berpengaruh meningkatkan kandungan reserpina pule pandak.