Studi Upaya Pendampingan LSM LRC

advertisement
USM
Formasi Support Group sebagai Upaya Pendampingan
Korban Tindak Kekerasan Berbasis Gender
(Studi Upaya Pendampingan LSM LRC-KJHAM dan BKOW Jateng)
LAPORAN PENELITIAN
OLEH:
Yuliyanto Budi Setiawan, S.Sos
Ayu Amalia, S.Sos, M.Si
PROYEK PENELITIAN INI DIBIAYAI OLEH
UNIVERSITAS SEMARANG DENGAN SURAT PERJANJIAN
NOMOR. 89/USM.H8/L/2010
FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS SEMARANG
2010
i
USM
Formasi Support Group sebagai Upaya Pendampingan
Korban Tindak Kekerasan Berbasis Gender
(Studi Upaya Pendampingan LSM LRC-KJHAM dan BKOW Jateng)
LAPORAN PENELITIAN
OLEH:
Yuliyanto Budi Setiawan, S.Sos
Ayu Amalia, S.Sos, M.Si
PROYEK PENELITIAN INI DIBIAYAI OLEH
UNIVERSITAS SEMARANG DENGAN SURAT PERJANJIAN
NOMOR. 89/USM.H8/L/2010
FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS SEMARANG
2010
ii
HALAMAN PENGESAHAN
USUL PENELITIAN DOSEN MUDA
a. 1.
Judul Penelitian
:
Formasi Support Group sebagai Upaya
Pendampingan Korban Tindak Kekerasan
Berbasis Gender
(Studi Upaya Pendampingan LSM LRCKJHAM dan BKOW Jateng)
Bidang Ilmu
2. Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap dan Gelar
b. Jenis Kelamin
c. Golongan / NIS
d. Jabatan
e. Fakultas / Jurusan
3. Jumlah Anggota Peneliti
a.
Nama Anggota Peneliti I
b.
4. Lokasi Penelitian
:
Ilmu Komunikasi
:
:
:
:
:
:
:
Yuliyanto Budi Setiawan, S.Sos
Laki-laki
IIIa / 06557000606010
Dosen
TIK / Ilmu Komunikasi
1 (satu) orang
Ayu Amalia, M.Si
:
LSM LRC–KJHAM dan BKOW Jawa
Tengah
3 (tiga) bulan
5. Lama Penelitian
:
6. Biaya Penelitian
:
Rp 2.320.000,(dua juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah)
7. Sumber Biaya
:
Universitas Semarang
Menyetujui,
Dekan Fakultas TIK,
Semarang, 18 Agustus 2010
Ketua Penelitian,
Titin Winarti, S. Kom, MM
NIS. 06557003102049
Yuliyanto Budi Setiawan, S.Sos
NIS. 06557000606010
Mengetahui,
Ketua Lembaga Penelitian
Universitas Semarang
Indarto, SE., M.Si
NIS. 06557000504065
iii
HALAMAN REVIEWER
b.
c. 1.
Judul Penelitian
:
Formasi Support Group sebagai Upaya
Pendampingan Korban Tindak Kekerasan
Berbasis Gender
(Studi Upaya Pendampingan LSM LRCKJHAM dan BKOW Jateng)
Bidang Ilmu
:
Ilmu Komunikasi
:
:
:
:
:
Yuliyanto Budi Setiawan, S.Sos
Laki-laki
IIIa / 06557000606010
Dosen
TIK / Ilmu Komunikasi
:
:
1 (satu) orang
Ayu Amalia, M.Si
:
LSM LRC–KJHAM dan BKOW Jawa
Tengah
:
3 (tiga) bulan
2. Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap dan Gelar
b. Jenis Kelamin
c. Golongan / NIS
d. Jabatan
e. Fakultas / Jurusan
3. Jumlah Anggota Peneliti
c.
Nama Anggota Peneliti I
d.
4. Lokasi Penelitian
5. Lama Penelitian
:
6. Tempat Penelitian
LSM LRC–KJHAM dan BKOW Jawa
Tengah
Menyetujui,
Reviewer,
Semarang, 18 Agustus 2010
Ketua Penelitian,
Titin Winarti, S. Kom, MM
NIS. 06557003102049
Yuliyanto Budi Setiawan, S.Sos
NIS. 06557000606010
iv
ABSTRAK
Kekerasan berbasis gender itu dapat dikonsepkan sebagai suatu diskriminasi yang
secara serius menghalangi kesempatan wanita untuk menikmati hak-hak dan
kebebasannya, bila didasarkan pada persamaan hak dengan laki-laki. Bentuk-bentuk
ketidakadilan gender, seperti: diskriminasi, subordinasi dan beban berlebihan pada diri
korban. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan format support group sebagai
upaya pendampingan korban tindak kekerasan berbasis gender dari LSM LRC-KJHAM
yang nantinya dapat diadopsi oleh BKOW Jawa Tengah. Penelitian ini mengetengahkan
metode indepth interview dan studi pustaka dalam mengumpulkan data, yang diperoleh
dari literatur, dan data-data penelitian terdahulu, serta dari informasi para responden yang
ditunjuk oleh tim peneliti.
Hasil dari penelitian ini mendeskripsikan bahwa fungsi support group adalah salah
satu upaya yang ditempuh oleh LSM LRC-KJHAM dalam menangani korban tindak
kekerasan berbasis gender, yang mencakup mutual understanding, consciousness raising
group, dan congruence experience; dimana formulasi ini dapat diadopsi oleh BKOW
Jateng dalam menangani korban tindak kekerasan berbasis gender.
Keywords: gender, ketidakadilan gender, support group, format kelembagaan.
v
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan
ilmiah dalam bentuk laporan penelitian dengan judul ”Formasi Support Group sebagai
Upaya Pendampingan Korban Tindak Kekerasan Berbasis Gender” (Studi Upaya
Pendampingan LSM LRC-KJHAM dan BKOW Jateng.
Penelitian ini dapat terselenggara karena adanya partisipasi dan kerjasama dari
berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati, para peneliti mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Pahlawansjah Harahap, SE, M.E selaku Rektor Universitas
Semarang yang telah memberikan ijin kepada peneliti dalam melaksanakan penelitian.
2. Bapak Indarto, SE, M.Si selaku Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarakat Universitas Semarang yang telah memberikan kesempatan untuk
melaksanakan penelitian.
3. Ibu Sudjatinah, M.Si., selaku Ketua Bidang Penelitian yang telah memberikan
bimbingan dan kesempatan kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian.
4. Ibu Titin Winarti, S.Kom, MM selaku Dekan Fakultas Teknologi Informasi dan
Komunikasi Universitas Semarang yang telah memberikan dukungan dan motivasi
dalam melaksanakan penelitian.
5. Para responden support group LSM LRC-KJHAM yang bersedia ”sharing” bersama
dengan tim peneliti, sungguh informasi yang Anda berikan, sangat berharga bagi
terwujudnya penelitian ini.
6. Mba Evarisan, SH; selaku koordinator LSM LRC-KJHAM, tak lupa kepada Ibu Hj.
Noor`aini Amrozi; selaku sekretaris umum BKOW Jateng; yang bersedia meluangkan
waktu dan kesempatan ditengah kesibukan dan berbagi informasi dengan tim peneliti.
7. Seluruh dosen, staf, dan karyawan serta mahasiswa Fakultas Teknologi Informasi dan
Komunikasi Universitas Semarang atas kerjasamanya dalam membantu pelaksanaan
penelitian sehingga peneliti dapat menyelesaikan dengan baik.
8. Semua pihak yang telah membantu dan memberi semangat dalam penyelesaian
penelitian yang tidak bisa peneliti sebutkan satu per satu.
vi
Saran dan kritik sangat peneliti harapkan sebagai bahan acuan yang bersifat
membangun, sehingga pada penelitian-penelitian selanjutnya akan menjadi lebih baik dan
sempurna. Akhir kata peneliti berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat dan
menambah pengetahuan terkait dengan konsepsi gender serta gender-based violence,
sebagai bagian dari gerakan feminis, khususnya yang berkembang di Indonesia.
Semarang, 18 Agustus 2010
Tim peneliti
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………….…....……… i
HALAMAN IDENTITAS DAN PENGESAHAN ………………....………… ii
HALAMAN REVIEW ………………………………………....…………… iii
HALAMAN ABSTRAK ................................................................................. iv
HALAMAN KATA PENGANTAR ............................................................... v
DAFTAR ISI ...............................................................................................
BAB I
vi
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2
Perumusan Masalah ................................................................ 4
1.3
Batasan Penelitian .................................................................... 4
1.4
Sistematika Penulisan ............................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Sejarah Gerakan Perempuan ..................................................... 7
2.2
Definisi ..................................................................................... 7
2.3
Gender dan Feminismne ......................................................... 9
2.4
Support Group .......................................................................
10
2.4.1
Pengertian Support Group .........................................
10
2.4.2
Mengelola Interaksi Support Group ...........................
11
2.4.3
Manajemen Support Group .......................................
11
2.4.5
Ragam Support Group ...............................................
11
Kekerasan Berbasis Gender ...................................................
12
2.5
viii
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT
3.1
Tujuan Penelitian ..................................................................... 14
3.2
Manfaat Penelitian ................................................................... 15
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1
Metode Penelitian ………………….........…………………… 16
4.1.1
Jenis Data ….......................................……...………… 16
4.1.2
Metode Pengumpulan Data .......................................... 16
4.1.3
Metode Pemilihan Responden .................................... 16
4.1.4
Metode Pengolahan Data ...........................................
18
4.1.5
Tipe Penelitian ............................................................
19
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Hasil ......................................................................................... 20
5.1.1
Gambaran Umum LSM LRC-KJHAM ......................
20
5.1.2
Gambaran Umum BKOW Jateng ..............................
21
5.1.3
Deskripsi Support Group ...........................................
24
5.1.3.1
Upaya Penanganan Korban .........................
24
5.1.3.2
Rangkuman Hasil Indepth Interwiew .........
25
Kiprah BKOW Jateng ................................................
30
5.1.4.1
Rangkuman Hasil Event dan Kerjasama ......
30
5.1.4.2
Hasil Rancangan Program Baru .................
33
5.1.4.3
Hasil Rekomendasi ....................................
34
Pembahasan ..........................................................................
34
5.1.4
5.2
ix
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan ............................................................................
37
6.2
Saran .....................................................................................
37
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
38
LAMPIRAN ...................................................................................................
42
Hasil Wawancara Responden LSM LRC-KJHAM ........................
42
Hasil Wawancara Responden BKOW Jateng ................................
46
x
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan reportase yang berhasil dihimpun tim peneliti terkait,
berdasarkan hasil Laporan Kekerasan Berbasis Jender di Jawa Tengah (Jateng)
pada tahun 2008 (terhitung sejak November 2007 sampai Oktober 2008), oleh
informasi dari Divisi Monitoring LRC-KJHAM dan pemberitaan 5 Media Massa
Cetak (Suara Merdeka, Kompas, Wawasan, Jawa Pos-Radar Semarang dan Solo
Pos), diantaranya terjadi tiga jenis kasus kekerasan berbasis gender meliputi
kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sebanyak 104 kasus, Pelecehan
Seksual berjumlah 6 kasus dan kasus Perkosaan tercatat 117 kasus. Hal ini
menunjukkan bahwa ketiga jenis kasus kekerasan tersebut kerapkali terjadi di
Jateng dan mengakibatkan ratusan perempuan menjadi korbannya, bahkan
sampai ada yang meninggal dunia. Para korban harus menanggung derita baik
itu secara fisik, trauma psikis, sosial maupun terbebani ekonomi keluarga
(penelantaran).
Kekerasan berbasis gender itu dapat dikonsepkan sebagai suatu
diskriminasi yang secara serius menghalangi kesempatan wanita untuk
menikmati hak-hak dan kebebasannya, bila didasarkan pada persamaan hak
dengan laki-laki (Laporan LBH APIK, 1992: 7). Selain itu, kekerasan ini bisa
berarti setiap perbuatan (baik verbal maupun non-verbal) yang mendasarkan
pada perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat pada
kesengsaraan/penderitaan perempuan secara fisik, seksual, psikologi, pemaksaan
atau perampasan kemerdekaan perempuan secara sewenang-wenang, baik yang
terjadi di depan umum maupun dalam kehidupan pribadinya. Bentuk-bentuk
ketidakadilan gender, seperti: diskriminasi, subordinasi dan beban berlebihan
pada diri korban (Rekomendasi Umum PBB No. 19, “Kekerasan Terhadap
Perempuan”, dalam Evarisan (Koordinator LRC-KJHAM), 2006: slide 4-5).
Jadi, setiap kekerasan yang mendasarkan pada perbedaan jenis kelamin itu
11
termasuk kekerasan berbasis gender. Sementara itu, kekerasan diluar konsep
tersebut bukanlah kekerasan berbasis gender.
Penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan di masyarakat,
dikarenakan adanya sistem budaya patriarki, dimana pranata sosial ini
mensubordinatkan/mendiskriminasikan perempuan secara signifikan yang
seolah-olah mensahkan berbagai bentuk ketidakadilan, penindasan dan
perampasan atas hak asasi perempuan. Pranata sosial yang berdasar pada
pandangan relasi timpang menurut kategori kuat-lemah, yang kuat menguasai
yang lemah, disitulah letak ketidakadilan gender beserta implikasinya seperti
munculnya kasus kekerasan berbasis jender di masyarakat (Murniati, 2004: 227229). Untuk hak-hak asasi yang dimiliki oleh perempuan, diantaranya: hak untuk
hidup; hak untuk tidak mengalami penganiayaan, kekejaman, perbuatan diluar
kemanusiaan atau hukuman; hak untuk mendapatkan perlindungan yang sama
sehubungan dengan norma-norma kemanusiaan pada saat konflik bersenjata
nasional maupun internasional; hak atas kebebasan dan keamanan dari ancaman
seseorang; hak untuk mendapatkan persamaan atas perlindungan hukum
dibawah Undang-undang; hak untuk mendapatkan kesamaan dalam keluarga;
serta hak untuk memperoleh standar tertinggi dalam hal kesehatan mental dan
fisik (Pasal 1 Konvensi PBB, “Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
Terhadap Perempuan”, dalam LBH APIK, 1992: 9).
Kasus kekerasan terhadap perempuan itu jika dikaitkan dengan
pernyataan Robert Audi dalam Windhu (1992: 63), yang merumuskan kekerasan
(violence) sebagai suatu ancaman, serangan/penyalahgunaan fisik ke seseorang
ataupun serangan, penghancuran, perusakan yang sangat keras, kasar, kejam dan
ganas atas sesuatu yang secara potensial dapat menjadi milik seseorang. Maka
pelaku kekerasan berbasis gender ini, telah mengambil/merenggut hak potensial
yang seharusnya dimiliki oleh perempuan korban kekerasan, seperti hak hidup
bebas dari rasa takut dan hak mendapatkan perlindungan hukum.
Fenomena
tersebut
menunjukkan
perlu
adanya
kesadaran
dari
masyarakat atas pengakuan hak hidup kaum perempuan, sehingga peran
pemerintah dan masyarakat sekitar sangatlah besar didalam memberikan
12
perhatian dan empati ke korban, agar masalah kekerasan terhadap perempuan ini
tidak
hanya
dirasakan/diderita
oleh
korban
saja,
melainkan
menjadi
permasalahan bersama yang harus dicarikan solusinya. Salah satu reaksi dari
elemen masyarakat diwujudkan lewat adanya Lembaga Swadaya Masyarakat.
Terdapat organisasi perempuan lain, Badan Kerjasama Organisasi
Wanita (BKOW) Jawa Tengah, 9 Maret 1962, hingga Muker VII pada tahun
2006, organisasi wanita yang bernaung dibawah BKOW telah mencapai angka
35 unit. Seluruh kegiatan BKOW bertumpu pada program kerja bidang-bidang
berikut: Organisasi dan kehumasan; Pendidikan; Ekonomi dan pengembangan
usaha; serta PP, hukum, dan HAM. Program kerja umum BKOW mencakup tiga
butir utama, yaitu: Pemberdayaan perempuan dalam seluruh aspek kehidupan
berkeluarga, berbangsa, dan bernegara; Perlindungan perempuan dan anak dari
segala tindak kekerasan; Pengembangan media KIE (Komunikasi, Informasi,
dan Edukasi).
Ironisnya, meskipun telah berdiri sejak tahun 1962, sepak terjang
BKOW dalam dunia kewanitaan, khususnya di lingkup provinsi Jawa Tengah,
masih sangatlah minim. Khususnya dalam bidang perlindungan perempuan dan
anak dari segala tindak kekerasan, BKOW Jawa Tengah, merencanakan
realisasinya untuk anggaran kerja 2010–2011, dengan bertumpu pada tiga pokok
kegiatan, adalah sbb: kampanye tentang peraturan perundang-undangan yang
berlaku tentang HAM, hukum, serta perlindungan perempuan dan anak;
pelatihan kader/konselor pencegahan dan penanganan tindak kekerasan berbasis
gender; pembentukan pusat informasi perlindungan perempuan dan anak dari
segala tindak kekerasan berbasis gender.
Sementara itu, LSM yang memperjuangkan nasib perempuan korban
kekerasan di Jateng adalah LRC-KJHAM (Legal Resources Center untuk
Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia). Kegiatan LRC-KJHAM secara umum
berupa pemberian bantuan hukum, kampanye anti kekerasan dan monitoring,
menyediakan informasi melalui perpustakaan dan publikasi, serta melakukan
konseling/pendampingan ke para korban kekerasan. Adapun strategi intervensi
yang dilakukan LSM ini, berupa pengembangan terapi kelompok yang disebut
13
dengan Support Group. Kelompok terapis itu beranggotakan para korban
kekerasan terhadap perempuan yang masih ataupun yang sudah pernah
didampingi oleh LRC-KJHAM, dengan prinsip keanggotaannya dilandaskan
pada kesadaran dan sukarela/kerelaan diri (Hardiyanto, 2004: 73-75).
1.2 Perumusan Masalah
Support
Group
termasuk
jenis
Consciousness
Raising
Group.
Consciousness Raising Group menurut Marge Piercy dan Jane Freeman
merupakan suatu kelompok terapi (kelompok penyadar) yang masing-masing
anggotanya saling berdiskusi atas pengalaman permasalahan yang mereka alami
dan juga saling memberikan pengertian serta perhatian satu sama lain yang
bertujuan untuk menumbuhkan kepercayaan diri para anggotanya. Permasalahan
yang dikomunikasikan/didiskusikan menyangkut hal-hal pribadi, keluarga,
rumah tangga dan isu sosial. Group ini membantu terciptanya perubahan
perilaku anggota agar lebih baik lagi, jika anggota tersebut menginginkan hal itu
dan group ini juga lebih diarahkan untuk memberikan bantuan (support) secara
emosional
ke
para
anggota.
(http://research.umbc.edu/-korenman/wmst/
crguide2.html).
Hasil penelitian yang diusulkan ini adalah adopsi format gerakan
pendampingan untuk korban kekerasan berbasis gender untuk pengembangan
kelembagaan, khususnya bagi BKOW Jawa Tengah. Penelitian ini juga
diharapkan dapat mengembangkan nilai-nilai intelektual dalam bidang
Komunikasi, khususnya untuk paradigma kritis yang berbasis pada gerakan
gender.
14
1.3 Batasan Penelitian
Berikut batasan yang ditetapkan tim peneliti agar hasil penelitian yang
diperoleh sesuai dengan pemikiran yang mendasari penelitian ini, yaitu sbb:
1. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari hasil
studi pustaka data dan literatur yang dimiliki oleh LSM LRC-KJHAM dan
BKOW Jateng, sekaligus data yang diperoleh dari hasil indepth interview
dengan para responden.
2. Pemilihan responden ditujukan kepada individu (staf) yang terlibat secara
langsung, ataupun memiliki pengetahuan yang mendasari peran support group
dalam LSM LRC-KJHAM dan BKOW Jateng.
3. Penelitian ini hanya terbatas pada format yang diberlakukan oleh LSM LRCKJHAM dalam melakukan pendampingan korban tindak kekerasan berbasis
gender, dimana format ini nantinya dapat diadopsi oleh BKOW Jateng yang
tengah merintis upaya pendampingan.
1.4 Sistematika Penulisan
Untuk penulisan laporan penelitian ini, peneliti menggunakan tahapan
penulisan sebagai berikut :
BAB I
: PENDAHULUAN
Berisi latar belakang, perumusan masalah, batasan
penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tentang sejarah dan definisi gerakan perempuan,
penjelasan mengenai gender dan feminisme, serta
penjelasan mengenai support group.
BAB III
: TUJUAN DAN MANFAAT
Berisi tentang tujuan penelitian, dan manfaat penelitian
15
BAB IV
: METODE PENELITIAN
Berisi tentang metode penelitian, jenis data, metode
pengumpulan data, metode pemilihan responden, metode
pengolahan data
BAB V
: HASIL DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang hasil penelitian, dan pembahasan atas
hasil penelitian
BAB VI
: KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi tentang kesimpulan dan saran–saran dari hasil
penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Gerakan Perempuan
Dari beberapa bacaan tentang sejarah gerakan perempuan
Indonesia,
ditemukan
catatan
bahwa
gerakanhttp://hapsarisumut.wordpress.com/2009/07/02/agartakberserak/berbagi-pandangan-tentang-gerakan-perempuan/
-
_ftn3
perempuan Indonesia sesungguhnya dimulai pada periode yang disebut
”periode perintis” (1880-1910) yaitu sebelum Indonesia merdeka dimana
seluruh rakyat sedang merintis kesadaran kebangsaannya (kesadaran
nasional). Dari periode perintis menuju pada tonggak ”Kebangkitan
Nasional” tahun 1911–1928, yang ditandai dengan lahirnya organisasi
bernama Budi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908. Ini adalah organisasi
gerakan pertama yang dibentuk secara modern, dimana organisasi
mempunyai pengurus tetap, anggota, tujuan, rencana pekerjaan dan
seterusnya
berdasarkan
Anggaran
Dasar
dan
peraturan-peraturan
Anggaran
Rumah
yang
dimuat
Tangga
dalam
organisasi.
(http://www.averroes.or.id/thought/ sejarah-gerakan-perempuan.html.)
Sejarah
kemudian
mencatat
lahirnya
organisasi
(formal)
perempuan yang pertama yaitu Putri Mardika yang didirikan di Jakarta
tahun 1912.
Organisasi
ini memperjuangkan pendidikan untuk
perempuan, mendorong agar perempuan tampil di depan umum,
membuang rasa “takut” dan “mengangkat” perempuan pada kedudukan
yang
sama
seperti
laki-laki
(Wieringa,
1999:
105).http://hapsarisumut.wordpress.com/2009/07/02/agartakberserak/berbagi-pandangan-tentang-gerakan-perempuan/ - _ftn4
17
2.2 Definisi Gerakan Perempuan
Gerakan perempuan adanya kesadaran dan keyakinan melakukan
tindakan bersama (kaum perempuan sebagai pemilik kepentingan) untuk
bebas dari berbagai bentuk penindasan dan ketidak adilan yang berakar
pada perendahan martabat dan kemanusiaan kaum perempuan. Aktifitas
gerakan lebih luas dari sekedar aktifitas organisasi. Sebuah gerakan akan
terus mengalir, menuju pada muara/arah cita-cita yang diyakini dan
terwujud dalam bentuk pemikiran, sikap serta tindakan.
Gerakan perempuan di Indonesia menorehkan sejarahnya secara
formal pada Kongres Perempuan I tahun 1928. Pada akhir periode
90’an, seiring dengan terjadinya reformasi politik, gerakan perempuan
mengubah strategi, hal ini ditandai dengan adanya lahirnya Komnas
Perempuan
memperlihatkan
suatu
eksperimentasi
strategi
yang
memperlakukan negara sebagai entitas yang harus diberdayakan
tanggungjawabnya.
Strategi baru ini antara lain adalah: Pemetaan kekerasan terhadap
perempuan, reformasi hukum, pemulihan dalam arti luas, perlindungan
kelompok rentan diskriminasi, memantau sistem dan lain-lain dilakukan.
Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
dilahirkan.
Menurut Mariana Amirudin, aktivis sekaligus pemimpin Jurnal
Perempuan, perempuan selalu berseberangan dengan kebudayaan karena
kultur di Indonesia tidak ramah terhadap ide-ide kesetaraan antara
perempuan
dan
laki-laki.
Kebudayaan
dominan
yang
berlaku
membedakan manusia atas dasar jenis kelamin biologisnya.
Dapat dikatakan dengan melakukan komunikasi dan negosiasi
yang terus-menerus, gerakan perempuan melahirkan proses sosial
tertentu dan terus mendefinisikan ulang dirinya.
18
Pengalaman di berbagai negara, termasuk di
Indonesia,
menunjukkan gerakan ini diikuti oleh berbagai kelompok sosial yang
berjuang dengan berbagai cara di berbagai bidang. Bagian-bagian
tertentu dalam gerakan ini mungkin tidak setuju satu sama lain dan
memiliki prioritasnya sendiri-sendiri. Saskia Wieringa, seorang feminis
dan antropolog menambahkan bahwa, tuntutan dari suara-suara berbeda
itu tujuannya satu: menentang sistem yang dominan, yang juga
merupakan inti dari gerakan perempuan Indonesia.
2.3 Gender & Feminisme
Kata gender berasal dari bahasa Inggris berarti “jenis kelamin”.
(Echols & Shadilly, 1986: 265). Dalam Webster’s New World
Dictionary, gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara lakilaki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. (Neufeldt,
1984: 561)
Di dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa
gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan
(distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik
emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam
masyarakat. (Tierney, 1999: 153).
Kata gender belum masuk dalam perbendaharaan Kamus Besar
Bahasa Indonesia, tetapi istilah tersebut sudah lazim digunakan,
khususnya di Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita dengan
istilah “jender”. Jender diartikan sebagai “interpretasi mental dan
kultural terhadap perbedaan kelamin yakni laki-laki dan perempuan.
Jender biasanya dipergunakan untuk menunjukkan pembagian kerja yang
dianggap tepat bagi laki-laki dan perempuan”. (Kantor Menteri Negara
Urusan Peranan Wanita, 1992: 3).
19
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gender
adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan
laki-laki dan perempuan dilihat dari segi pengaruh sosial budaya. Gender
dalam arti ini adalah suatu bentuk rekayasa masyarakat (social
constructions), bukannya sesuatu yang bersifat kodrati.
Berangkat dari konsep gender inilah timbul suatu pergerakan
wanita yang menuntut adanya kesetaraan, kesamaan dan keadilan hak
dengan kaum pria.
Kata feminisme berasal dari kata latin ’femina’ yang berarti
memiliki sifat keperempuanan. Feminisme diawali oleh adanya persepsi
tentang ketimpangan posisi perempuan dibandingkan laki-laki di
masyarakat. (Anshori, Kosasih, dan Sarimaya: 1997: 19)
2.4 Support Group
2.4.1
Pengertian Support Group
Dalam sebuah support group, anggotanya saling bekerjasama dan
dan berbagi menyangkut perihal yang biasanya membebani anggotanya.
Atau bentuk kerjasama lain seperti menyediakan dan mengevaluasi
informasi yang relevan, membentuk keterkaitan dari pengalaman pribadi
antar anggota, mendengarkan dan menerima pengalaman anggota lain
dengan terbuka. Suatu support group juga memberikan informasi kepada
publik atau terlibat dalam proses advokasi.
Support group formal adalah suatu fenomena modern, namun
demikian cikal-bakal support group berasal dari organisasi fraternal
(organisasi atas dasar rasa persaudaraan) seperti Freemason, yang
merupakan ekspansi dari suatu keluarga, terdiri atas anggota keluarga
yang menjalankan fungsi masing-masing dalam rumah tangga.
20
Support group merupakan wadah dimana individu-individu
anggotanya untuk memberikan dan menerima dukungan emosional dan
praktek, sekaligus tempat bagi anggotanya untuk bertukar informasi.
Istilah support group biasanya identik dengan dukungan yang datang
dari teman senasib/sepenanggungan.
2.4.2
Mengelola Interaksi Support Group
Support group berfungsi untuk mengelola kontak antar-pribadi
diantara anggotanya, dalam berbagai cara. Secara tradisional, cara kerja
support group adalah mengadakan pertemuan dengan jumlah anggota
yang memungkinkan terjadinya percakapan dan interaksi antar-pribadi.
Keanggotaan
membutuhkan
proses
dalam
beberapa
pendaftaran
support
terlebih
group,
dahulu,
biasanya
dan
biaya
keanggotaan. Sementara support group yang lain bersifat terbuka dan
memperkenankan siapa saja untuk menghadiri pertemuan telah
dijadwalkan atau bahkan dipublikasikan.
2.4.3
Manajemen Support Group
Self-help support group merupakan support group yang
terorganisir dan dikelola oleh anggotanya, yang biasanya merupakan
sukarelawan atau memiliki pengalaman pribadi terkait dengan subjek
bahasan support group.
Support group yang beroperasi secara profesional, biasanya
difasilitasi oleh staf profesional yang tidak berbagi pengalaman atau
kesulitan pribadi dengan anggotanya, mereka adalah pekerja sosial,
psikolog, atau rohaniawan/wati. Fasilitator mengendalikan diskusi dan
menyediakan jasa manajerial lainnya. Support group yang dikeloa
profesional, sering dijumpai dalam formasi institusional, seperti dalam
lingkungan rumah sakit, pusat rehabilitasi, dan fasilitas koreksional.
21
2.4.4
Ragam Support Group
Berikut merupakan jasa-jasa yang ditawarkan oleh support group
untuk menangani permasalahan yang dialami anggotanya, antara lain:
kecanduan,
pendertita
AIDS,
penderita
Alzheimer,
Alcoholic
Anonymous, Manajemen Emosi (Anger Management), pendertita kanker,
Debtors Anonymous (khusus penghutang kronik), penderita yang
mengalami gangguan makan (eating disorders) seperti bulimia ato
anoreksia, Gamblers Anonymous (khusus penjudi kambuhan), keluarga
korban kecelakaan, korban tindak kekerasan seksual, penderita stroke,
pencegahan atas tindak bunuh diri, dan masih banyak lagi.
2.5 Kekerasan Berbasis Gender
Kekerasan berbasis gender, atau kekerasan terhadap kaum
perempuan violence against women (VAW), merupakan permasalahan
yang cukup menyita perhatian, khususnya di bidang kesehatan dan HAM
di seluruh penjuru dunia.
VAW memiliki dampak yang signifikan, khususnya dalam
bidang kesehatan. Laporan WHO pada aspek Kekerasan dan Kesehatan
mencatatkan bahwa ”salah satu bentuk VAW paling sering dijumpai,
adalah tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami atau pasangan lakilaki.” Kekerasan semacam ini sering tidak tampak, karena terjadi
didalam rumah tangga. Terlebih lagi, sistem hukum dan norma
kebudayaan seringkali tidak menilai hal tersebut sebagai tindak
kejahatan, namun sebagai persoalan rumahtangga yang bersifat ”pribadi”
bagian dari kehidupan. (http://www.who.int/gender/violence/en/)
Kekerasan berbasis gender mencerminkan dan mempertajam
ketimpangan posisi antara laki-laki dan perempuan yang mendatangkan
kerugian bagi kesehatan, martabat, keamanan, dan otonomi korbannya
22
yang notabene adalah kaum perempuan. Kekerasan semacam ini
melanggar HAM, seperti kekerasan seksual pada anak, tindak perkosaan,
kekerasan
domestik
(KDRT),
pelecehan
seksual,
perdagangan
perempuan, dan praktek perbudakan. Tindak kekerasan tersebut akan
meninggalkan trauma psikis, dan gangguan kesehatan kaum perempuan,
yang mencakup gangguan kesehatan reproduksi dan seksual, dalam
beberapa kasus berujung pada kematian.
Kekerasan terhadap kaum perempuan atau kekerasan berbasis
gender dikenal sebagai pelanggaran atas HAM yang paling merusak dan
sulit diidentifikasi. Menurut Vienna Human Rights Conference and the
Fourth World Conference
yang membahas kekerasan terhadap
perempuan, menilai bahwa tindak kekerasan tersebut mengancam hidup,
tubuh, integritas psikologis, dan kebebasan perempuan. Tindak
kekerasan memungkinkan timbulnya dampak signifikan, pada kesehatan
reproduksi perempuan.(http://www.unfpa.org/gender/violence.htm).
23
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengejawantahkan tujuan-tujuan berikut:
1. Mendeskripsikan upaya-upaya gerakan perempuan yang telah ditempuh
LSM LRC–KJHAM, khususnya untuk menangani krisis tindak kekerasan
berbasis gender di kalangan perempuan warga Jawa Tengah.
Dengan menguraikan terbentuknya support group yang menjadi bagian dari
unit kerja LSM LRC-KJHAM, upaya support group dalam ”mengentaskan”
korban tindak kekerasan berbasis gender, sehingga dapat bergabung sebagai
anggota suuport group dan lebih jauh menjadi konselor bagi rekan-rekan
sesama anggota support group yang notabene adalah sesama korban tindak
kekerasan berbasis gender (korban ketidakadilan gender).
2. Mendeskripsikan format koordinasi yang mungkin dapat diadopsi dan
diterapkan oleh BKOW Jawa Tengah dari LSM LRC–KJHAM dalam
menangani krisis tindakan kekerasan berbasi gender di kalangan perempuan
warga Jawa Tengah.
Dengan menguraikan upaya-upaya yang terlebih dahulu ditempuh oleh LSM
LRC-KJHAM dalam menangani korban tindak kekerasan berbasis gender,
maka peneliti merekomendasikan upaya-upaya tersebut untuk dapat diadopsi
oleh BKOW Jateng, dengan terlebih dahulu melakukan beberapa
penyesuaian dengan formasi kelembagaan yang dioperasikan oleh BKOW
Jateng, sehingga tercipta suatu formasi baru yang merupakan adopsi dari
sistem kinerja LSM LRC-KJHAM, dan adaptasi serta pengembangan yang
dilakukan oleh kalangan internal BKOW Jateng.
24
3.2 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mendatangkan manfaat bagi pihak-pihak berikut :
1. LSM LRC-KJHAM
Mengetahui kelebihan dan kekurangan program yang selama ini
dilaksanakan, agar bisa melakukan evaluasi dan perbaikan untuk
program pendampingan di masa mendatang.
2. BKOW Jateng
Mengetahui deskripsi program yang selama ini telah dilakukan secara
efektif, sebagai materi rujukan pembentukan dan pengembangan
program pendampingan.
3. Peneliti
Mengetahui batasan dan deskripsi tindak kekerasan berbasis gender yang
terjadi, dan upaya penanganan serta pemulihan yang dilakukan kepada
para korban tindak kekerasan berbasis gender.
4. Akademis
Memberikan pengetahuan dan wawasan terkait dengan konsepsi gender,
ketidakadilan gender maupun tindak kekerasan berbasis gender.
25
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Metode Penelitian
Agar penelitian ini dapat memberikan hasil yang baik, maka penulisan
laporannya menggunakan berbagai macam data, keterangan data, serta informasi
penting yang diperoleh dari berbagai sumber, didasarkan pada:
4.1.1
Jenis Data
 Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari objek
penelitian (responden) setelah melakukan indepth interview yang
terstruktur, guna mencapai tujuan penelitian.
 Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari buku-buku, berita,
artikel atau hasil penelitian yang dimuat dalam situs internet sebagai
pelengkap dalam penyusunan laporan penelitian ini.
4.1.2
Metode Pengumpulan Data
 Metode Studi Pustaka, yaitu metode pengumpulan data melalui
pemahaman lieteratur maupun buku dan juga dari internet sebagai
acuan untuk menentukan landasan teori.
 Metode indepth interview, yaitu dengan melakukan wawancara
mendalam dan terstruktur kepada objek-objek penelitian sesuai dengan
pedoman pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu oleh Peneliti.
4.1.3
Metode Pemilihan Responden
Untuk penelitian ini, peneliti menetapkan jumlah minimal responden tiga
orang responden, dengan asumsi mewakili ketiga objek penelitian, yaitu:
seorang perwakilan dari LSM LRC–KJHAM, seorang perwakilan dari
26
BKOW Jateng, dan seorang perwakilan dari kelompok korban tindak
kekerasan berbasis gender. Pada pelaksanaannya, tim peneliti menetapkan
lima orang responden, seorang merupakan staf ahli LSM LRC-KJHAM,
seorang lainnya merupakan staf ahli BKOW Jateng, sementara tiga orang
yang lain meruapakan konselor dalam support group binaan LSM LRCKJHAM.
Prosedur pemilihan informan ditetapkan melalui penggunaan teknik
purposive sampling. Dengan mengacu pada kerangka penelitian,
ditetapkanlah karakter responden yang dibutuhkan oleh penelitian ini,
adalah sbb:

Responden dari pihak LSM LRC-KJHAM merupakan
anggota yang masih aktif masih aktif mengikuti pertemuan
Support Group (korban dari kasus KDRT, Perkosaan dan
Pelecehan Seksual)

Responden dari pihak BKOW Jateng merupakan anggota
yang masih aktif, dan terlibat langsung dalam pembentukan
dan pelaksanaa kebijakan terkait dengan upaya penanganan
korban tindak kekerasan berbasis gender.

Responden bersedia diobservasi dan berpartisipasi dalam
proses interview serta pendokumentasian hasil wawancara.
Teknik ini mendasarkan pada ciri-ciri tertentu informan yang memiliki
keterkaitan dengan ciri-ciri yang ada dalam responden (objek penelitian).
Jadi, sifat-sifat spesifik yang ada dalam objek penelitian, dijadikan kunci
untuk pengambilan jumlah informan (Achmadi dan Narbuko, 2002: 116).
Dalam penelitian ini, tim peneliti menetapkan empat orang responden,
dengan rincian tiga responden yang berperan sebagai konselor di LSM
LRC-KJHAM, dan semula merupakan mantan korban KDRT, serta satu
orang responden yang berasal dari BKOW Jateng, yang menjabat sebagai
Sekretaris Umum BKOW yang berperan dalam menggagas upaya
pendampingan korban tindak kekerasan berbasis gender, dimana informasi
27
yang didapat dari responden-responden tersebut dimanfaatkan sebagai
rujukan untuk memenuhi tujuan penelitian.
Responden ini berarti anggota Support Group yang masih aktif, konselor/
pendamping dan juga Koordinator LRC-KJHAM, ketika mereka saling
menjalin komunikasi kelompok. Narasumber lain yang dinilai sebagai
subjek penelitian adalah staf BKOW Jawa Tengah, khususnya yang terkait
langsung dengan krisis tindak kekerasan berbasis gender.
4.1.4
Metode Pengolahan Data
Data yang diperoleh setelah melakukan indepth interview diolah sesuai
dengan kerangka kerja Peneliti yang berpedoman pada kerangka penelitian
yang telah ditetapkan, untuk memenuhi tujuan penelitian.
Sementara itu, analisis data kualitatif ini mengacu pada metoda deskriptif
(Nazir, 2003: 57–58 dan 62–63). Analisis data dimulai dengan reduksi,
kategorisasi dan diakhiri dengan generalisasi kategori data. Data yang
dikumpulkan tidak semuanya dianggap valid dan reliable, karenanya perlu
dilakukan reduksi agar data yang akan di analisis benar-benar memiliki
validitas (masih berlaku) dan reliabilitas (dapat dipercaya) (Denzin dan
Lincoln dalam Mukhtar dan Widodo, 2000: 97–98). Kemudian langkah
berikutnya ialah menyusun kategori. Kategorisasi merupakan upaya
memilah-milah setiap satuan ke dalam bagian-bagian yang memiliki
kesamaan (Glaser dan Strauss dalam Moleong, 2005: 288). Dan langkah
terakhir dalam pengorganisasian, analisis, interpretasi dan generalisasi
kategori data ini adalah membuat generalisasi dari kategori-kategori data.
Generalisasi merupakan proses untuk menjelaskan kasus-kasus umum,
berdasarkan pada temuan di kasus-kasus yang khusus (data dari setiap
informan/setiap pertemuan kelompok yang telah diobservasi) (Mukhtar
dan Widodo, 2000: 202). Sistematika/langkah teknisnya berupa mencari
kaitan/kesamaan antara satu kategori dengan kategori lainnya, dengan
28
tujuan untuk menjelaskan sesuatu didasarkan pada temuan di informan
penelitian (data emic).
4.1.5
Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan ialah deskriptif kualitatif dengan
pendekatan interpretive. Menurut F.L. Whitney, penelitian deskriptif
dipakai untuk mencari data melalui interpretasi secara tepat (Whitney
dalam Nazir, 2003: 54). Aspek yang ditekankan pada perspektif
interpretive yaitu subjectivism atau keunggulan pengalaman individu.
Secara
operasional,
Peneliti
berusaha
menginterpretasi
mengenai
pesan/informasi yang dikemukakan oleh objek-objek penelitian, ketika
saling berbagi pengalaman atas permasalahan yang dialami, ataupun saat
berdiskusi mengenai permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat,
khususnya di kalangan perempuan korban tindak kekerasan berbasis
gender di Jawa Tengah.
29
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
5.1.1
Gambaran Umum LSM LRC – KJHAM, Semarang
LSM LRC-KJHAM, Lembaga Swadaya Masyarakat Legal Resources Center
untuk Keadilan Jender dan HAM, merupakan organisasi non-Pemerintah yang
dibentuk pada tanggal 24 Juli 1999. Semula dinamakan LSM KJHAM, diubah
menjadi LSM LRC-KJHAM, hal ini dilakukan untuk mendukung proses
terintegrasinya analisis proser dalam kerja advokasi dengan menjalankan program
Bantuan Hukum (Legal Aid), Konseling dalam forum Women Crisis Center, dan
Monitoring atas kasus-kasus kekerasan berbasi jender di Jawa Tengah.
Untuk menjawab kebutuhan perempuan, dilakukan pemberdayaan melalui diskusi
dan pengorganisasian perempuan dengan metode FPAR (Feminist Partisipatory
Action Research). LRC-KJHAM yang beralamat di jalan Lemah Gempal II No. 766
A, Semarang, bekerja dibawah Yayasan SUKMA (Sekretariat untuk Keadilan
Jender dan Hak Asasi Manusia, dengan kepengurusan, sbb:
Dewan Pembina Yayasan
: Andik Hardiyanto, SH
: Nursyahbani Katjasungkana, SH
: Dadang Triasongko, SH
: Dra. Myra Diarsi, MA
: Salma Safitri, SH
Dewan Pengawas Yayasan
: Nur Amalia, SH
Dewan Pengurus Yayasan
: Poengky Indarti, SH
: Sri Nurherwati, SH
30
Badan Pelaksana Yayasan
Koordinator LRC-KJHAM
: Evarisan, SH
Divisi Konseling
: Indi Hapsari, S.Sos
Divisi Bantuan Hukum
Divisi Monitoring
: Fatkhurozi, S.Pd.I
Divisi Indok
: Sumiyati, S.Pd.I
Staf
: Irene Kurnia A.F, S.Sos
5.1.2
Gambaran Umum BKOW Jawa Tengah
Badan Kerjasama Organisasi Wanita (BKOW) Jawa Tengah, semula bernama
Gabungan Organisasi Wanita Jawa Tengah (GOW Jateng), berdiri pada 9 Maret
1962, beranggotakan 15 organisasi wanita. Hingga Muker VII pada tahun 2006,
organisasi wanita yang bernaung dibawah BKOW telah mencapai angka 35 unit.
Kantor sekretariat BKOW Jateng terletak di Gedung Wanita lantai 2, Jl. Sriwijaya
no. 29, Semarang. Sejak berdiri, BKOW dimaksudkan sebagai wadah pergerakan
wanita yang berlatarbelakang departemental, dalam arti memiliki keterkaitan kuat
dengan instansi pemerintah yang menjalin kerjasama dengan BKOW. Akan tetapi,
konsep ini mengalami pergeseran, dimana pada masa sekarang BKOW selain
memiliki latarbelakang departemental, juga menjalin kerjasama dengan segenap
organisasi wanita non-pemerintah, hal ini dimaksudkan untuk memberikan
pelayanan yang komprehensif terhadap kaum perempuan Jawa Tengah dan
sekitarnya.
Seluruh kegiatan BKOW bertumpu pada program kerja bidang-bidang, sbb:
Organisasi dan Kehumasan; Pendidikan; Sosial-Kesejahteraan; Ekonomi dan
Pengembangan Usaha; serta PP, Hukum, dan HAM. Program kerja umum BKOW
mencakup tiga butir utama, yaitu: Pemberdayaan perempuan dalam seluruh aspek
kehidupan berkeluarga, berbangsa, dan bernegara; Perlindungan perempuan dan
31
anak dari segala tindak kekerasan; serta Pengembangan media KIE (Komunikasi,
Informasi, dan Edukasi). Berdasar keputusan Rapat Paripurna tanggal 29 Desember
2009, maka susunan kepengurusan BKOW masa bakti 2009 – 2012, adalah sbb:
Penasehat
: Ibu Hj. Sri Suharti Bibit Waluyo
Ketua Umum
: Ny. Dr. Hj. Tuty Suryani Hendrawan
Ketua I
: Ny. Ummi Kartini Pohan
Ketua II
: Ny. Nuni M. Yusuf
Ketua III
: Ny. Hj. Sulaningsih Bachrun, SH
Ketua IV
: Ny. Antari Udjuwolo
Ketua V
: Ny. Noor`aini Harjanto, SE, M.Pd
Sekretaris Umum
: Ny. Hj. Noor’aini Amrozi
Sekretaris
: Ny. Hj. Hetty Winarno
Bendahara Umum
: Ny. Hj. Yun Indriatsih, Apt.
Bendahara
: Ny. Nurul Gamar Erstanto
Bidang Organisasi & Kehumasan
Ketua
: Ny. Peni Totok Susanto
Wakil ketua
: Ny. MM. Diana, T.S.
Bidang Pendidikan
Ketua
: Ny. Tuti Partono
Wakil ketua
: Ny. Siti Aminah
Bidang Sosial-Kesejahteraan
Ketua
: Ny. Hj. Afifah Adnan, S.Pd
Wakil ketua
: Ny. Endang Radjab Senen, S.Ag
32
Bidang Ekonomi & Pengembangan Usaha
Ketua
: Ny. Hj. Dina Ali Hanafai
Wakil ketua
: Ny. Suyatmi Sudarman
Bidang PP, Hukum & HAM
Ketua
: Ny. Hj. Suci Mulyati Suyoto, SH
Wakil ketua
: Dra. Ny. Indah Arofah Agus Prabowo
Dalam melaksanakan kegiatan, BKOW Provinsi Jawa Tengah memperhatikan
petunjuk pelaksanaan pembangunan Provinsi Jawa Tengah dan petunjuk Ketua
Dewan Penasehat BKOW Provinsi Jawa Tengah. Serta selalu bekerjasama dengan
instansi terkait, organisasi wanita/lembaga non-pemerintah, GOW (Gerakan
Organisasi Wanita) Kabupaten/Kota se-Jawa Tengah, LSM, dan KOWANI
(Kongres Wanita Indonesia) diwujudkan melalui berbagai kegiatan dengan
dibentuk Panitia Pelaksana yang dikukuhkan dengan Surat Keputusan.
Periode 2009 – 2012, BKOW telah melantik Pengurus baru, yang diketuai oleh
Dr. Hj. Tuty Suryani Hendrawan, pada peringatan HUT Ke-463 Kota Semarang,
Forum Komunikasi Wartawan Mahasiswa bekerja sama dengan Koalisi LSM
Penegak Hukum dan Keadilan Jawa Tengah, menerima anugerah ’Semarang
Award’, karena beliau dinggap memberikan sumbangsih signifikan terhadap
perkembangan kota Semarang sesuai dengan bidang tugasnya, sebagai wakil
pemerintah yang menjadi motor penggerak organisasi dan pergerakan wanita di
Semarang,
Ironisnya, meskipun telah berdiri sejak tahun 1962, sepak terjang BKOW dalam
dunia kewanitaan, khususnya di lingkup provinsi Jawa Tengah, masih sangatlah
minim. Khususnya dalam bidang perlindungan perempuan dan anak dari segala
tindak kekerasan, BKOW Jawa Tengah, merencanakan realisasinya untuk
anggaran kerja 2010 – 2011, dengan bertumpu pada tiga pokok kegiatan, adalah
sbb: kampanye tentang peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang
33
HAM, hukum, serta perlindungan perempuan dan anak; pelatihan kader/konselor
pencegahan dan penanganan tindak kekerasan berbasis jender; pembentukan pusat
informasi perlindungan perempuan dan anak dari segala tindak kekerasan berbasis
gender.
5.1.3 Deskripsi Support Group sebagai Upaya Pendampingan Korban Tindak
Kekerasan Berbasis Gender
Salah satu bagian dalam bab ini adalah deskripsi pengalaman para informan
dalam merespon dampak kekerasan, hingga pada tahap mereka memutuskan untuk
menjadi konselor. Terlebih dahulu tim peneliti melakukan indepth interview
terhadap para responden, yang berjumlah empat orang, dimana kesemuanya
adalah anggota support group yang dibentuk oleh LSM LRC-KJHAM.
5.1.3.1
Upaya Penanganan Korban Tindak Kekerasan Gender yang
dilakukan oleh LSM LRC – KJHAM, Semarang
Sejak berdirinya, LSM LRC-KJHAM telah melakukan beragam upaya
signifikan untuk memperjuangkan kesetaraan dan keadilan gender bagi
kaum perempuan, baik yang berupa upaya konseling, hingga pada upaya
advokasi, yang memperjuangkan keadilan dalam bidang gender melalui
suatu proses peradilan. Sebagai aktivis independen gerakan perempuan
dalam menangani korban tindak kekerasan berbasis gender, salah satu
upaya yang signifikan sekaligus terkait dengan penelitian ini, yang telah
dilakukan oleh LSM LRC-KJHAM adalah dilaksanakannya support group
yang berperan sebagai pendamping (konselor) bagi mereka korban tindak
kekerasan.
Konselor adalah mereka yang juga mengalami tindak kekerasan berbasis
gender, sehingga dari pengalaman pahit yang mereka dapatkan, para
konselor bisa menempatkan diri pada posisi korban tindak kekerasan
berbasis gender, menyelami sudut pandang si korban, menampung dan
memberikan saran terkait dengan tindak kekerasan yang dialami si korban
34
– berdasar pada peristiwa yang mereka alami secara pribadi. Meski sempat
menjadi korban tindak kekerasan berbasis gender, para konselor memiliki
sudut pandang yang relatif berbeda dengan korban, karena telah melalui
proses pelatihan dan pendidikan, jika diperlukan konselor diharuskan
melalui proses sertifikasi.
Untuk memberikan pelayanan yang komprehensif terhadap masyarakat
Semarang, dan masyarakat Jawa Tengah, maka praktisi independen dan
praktisi yang mewakili pemerintah diharapkan saling berkoordinasi,
membentuk suatu jaringan kerjasama yang mencakup semua aspek yang
dibutuhkan untuk mengelola gerakan perempuan, khususnya yang terkait
dengan upaya penanganan korban tindak kekerasan berbasis gender.
5.1.3.2
Rangkuman Hasil Indepth Interview dengan Responden dari LSM
LRC-KJHAM
Rangkuman informasi hasil indepth interview yang dilakukan
dengan para responden, terkait dengan pengalaman responden yang
mengalami tindak kekerasan berbasis gender. Responden yang berhasil
diwawancarai oleh tim peneliti, terdiri dari tiga individu, masing-masing
dengan inisial Sh, Y, dan M. Berikut merupakan deskripsi singkat
keterangan yang didapat dari para korban yang kini telah aktif menjadi
konselor support group bentukan LSM LRC-KJHAM.
Hasil wawancara dengan ketiga korban KDRT, yaitu Sh, Y dan
M, menyatakan bahwa ketiganya bersikap pasrah dan nrimo terhadap
segala bentuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh suaminya, yang kini
memutuskan untuk bercerai dan menjadi single parent bagi anakanaknya. Tindak kekerasan tersebut bermula munculnya pihak ketiga
dalam rumah tangga ketiga korban KDRT. Dimana, sang suami lebih
mementingkan WIL dan mengabaikan keluarga intinya. Ketiga korban
KDRT ini semula menutup rapat aib keluarga, dan berusaha menjaga
keutuhan rumah tangga, akan tetapi keran perilaku negatif suami yang
35
makin menjadi, dalam waktu yang terpisah dengan proses tersendiri,
ketiganya memutuskan untuk melaporkannya ke pihak yang berwajib
setelah berkonsultasi terlebih dahulu dengan pengelola LSM LRCKJHAM.
Tidak mudah bagi Sh, Y, dan M, untuk mengubah mind set yang
selama ini mereka yakini, yaitu untuk mempertahankan keutuhan rumah
tangga, dan bersikap toleran (nrimo) terhadap segala perilaku abusive
sang suami, dan menerima penelantara ekonomi yang berakibat bagi
tidak hanya dirinya sendiri, namun juga bagi anak-anak korban. Berkat
arahan dari orang terdekat (tetangga ataupun kerabat) ketiganya
memutuskan untuk berkonsultasi lebih lanjut dengan pihak LSM LRCKJHAM, yang mengarahkan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut
dengan upaya advokasi. Kasus ini pun bergulir ke meja penyidik, dari
pihak Kepolisian, dan pada akhirnya ke meja Pengadilan, dengan hasil,
Sh, Y, dan M mengakhiri ikatan pernikahan, dan memperoleh hak asuh
bagi-bagi anaknya.
Dengan tuntasnya kasus tersebut dengan proses peradilan, untuk
selanjutnya pihak LSM LRC-KJHAM menyarankan ketiganya dalam
kurun waktu yang berbeda untuk bergabung dengan support group, dan
terus memantau kemungkinan kasus yang telah tuntas muncul kembali,
disamping memonitor kesehatan psikis para korban KDRT dalam forum
support group tersebut. Namun, ketiganya tidak lantas langsung
menerima kondisi tersebut, dibutuhkan beberapa waktu bagi Sh, Y, dan
M untuk mempertimbangkannya terlebih dahulu.
Beberapa faktor yang mendasari pertimbangan korban-korban
KDRT tersebut antara lain adalah: kasus KDRT yang berlangsung cukup
lama menimbulkan trauma fisik dan psikis, belum lagi korban biasanya
merasa inferior, karena setelah sekian lama berjibaku dengan KDRT,
kepercayaan diri korban akan berada pada tingkat rendah, merasa tidak
berharga dan tidak dihargai. Kendala lain yang mungkin dihadapi adalah
perasaan malu, bahwa keluarganya mengalami aib semacam ini, dan
36
tidak ingin pihak luar mengetahui aib tersebut, sehingga para korban
cenderung untuk tidak mau terbuka atas kekerasa yang dialaminya.
Terutama dalam forum yang cukup terbuka seperti support group yang
diprakarsai oleh LSM LRC-KJHAM.
Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan saran dari orang
terdekat yang peduli, akhirnya Sh, Y, dan M memutuskan untuk
bergabung sebagai anggota dalam support group yang diprakarsai oeh
LSM LRC-KJHAM. Setelah cukup lama berselang, hingga kini Sh, Y,
dan M ikut berperan aktif dalam support group, dan berperan sebagai
konselor bagi rekan sesama korban tindak kekerasan gender.
Peneliti menemukan beberapa fakta yang menjawab pertanyaan
penelitian, antara lain mendeskripsikan upaya-upaya yang mendukung
gerakan wanita, yang pernah dilakukan LSM LRC-KJHAM adalah, sbb:
1. Membentuk support group¸ merupakan wadah yang berfungsi
untuk menangani korban tindak kekerasan berbasis gender, untuk
berbagi pengalaman dengan sesama anggota support group
tersebut dan mendapat dukungan atau masukan dari konselor.
2. Sebagai mediator ataupun fasilitator dalam suatu support group,
maka diperlukan konselor, yang direkrut dari anggota support
group itu sendiri. Hal ini dimaksudkan agar konselor dapat
menempatkan diri pada posisi korban, dan pada akhirnya dapat
memberikan support sesuai perspektif dirinya sebagai konselor
dan mantan korban tindak kekerasan berbasis gender.
3. Rekrutmen seorang konselor tidak hanya dilakukan untuk
kalangan internal saja, bagi mereka yang berkeinginan dan
memenuhi kualifikasi untuk menjadi konselor, meski datang dari
kalangan eksternal LSM, dapat direkrut untuk menempati posisi
tersebut.
37
4. Tindak lanjut dari proses rekrutmen adalah dilaksanakannya
proses pendidikan dan pelatihan oleh praktisi yang mumpuni
dalam
bidang
terkait
dengan
proses
konseling
dan
penyelenggaraan support group, seperti halnya psikolog, ahli
hukum. Setelah dilakukannya pendidikan dan pelatihan, maka
akan dilakukan proses sertifikasi yang menyatakan secara sah dan
tertulis bahwa seseorang yang telah mengikuti pendidikan dan
pelatihan berperan sebagai konselor.
5. Diharapkan manfaat yang didapat dari berlangsungnya support
group ini adalah, sbb:
a. Membentuk
suatu
komunikasi
kelompok
yang
didefinisikan oleh Michael Burgoon (dalam Wiryanto,
2005) sebagai komunikasi kelompok sebagai interaksi
secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan
tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi,
menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggotaanggotanya
dapat
mengingat
karakteristik
pribadi
anggota-anggota yang lain secara tepat.
b. Memahami kerangka berpikir, dan karakter anggota
support
group
melalui
suatu
proses
komunikasi
kelompok, menciptakan suatu mutual understanding, dari
interpretasi atas pengalaman korban tindak kekerasan.
c. Berangkat dari interaksi dalam support group tersebut,
dibentuklah agenda task group yang berfungsi mengelola
interpersonal obstacles untuk mendukung berfungsinya
komunikasi kelompok dan support group sesuai dengan
yang diharapkan.
d. Tahap berikut adalah terbentuknya sinergi antar anggota
kelompok, dengan konselor/fasilitator guna membangun
kesadaran dalam kelompok tersebut, maka support group
38
dalam hal ini beralih fungsi menjadi conciousness raising
group
(kelompok
yang
bertugas
membangkitkan
kesadaran/emansipasi) bahwa pelanggaran terhadap upaya
emansipasi, salah satunya adalah tindak kekerasan
berbasis gender merupakan hal yang perlu ditindak secara
tegas, karena telah melanggar harkat hidup perempuan,
dan tidak seharusnya dibiarkan berlarut-larut.
e. Melalui interaksi antar pribadi yang terbentuk dalam suatu
support group, diharapkan dapat membangun hubungan
yang sehat, mencakup perhatian positif terhadap diri
sendiri dan orang lain, kepedulian yang mampu
menciptakan iklim komunikasi yang kondusif serta
memungkinkan para partisipan (anggota) komunikasi
dapat mengaktualisasikan dirinya.
f. Hasil dari hubungan (interaksi) yang terbuka dan suportif
ditandai dengan munculnya congruence experience, yaitu
suatu pengalaman ketika seseorang merasa yakin dan jelas
akan jati dirinya, apa saja yang dilakukannya, dan
bagaimana
menempatkan
jati
dirinyakepada
dunia.
Sebaliknya, jika ia mengalami kebingungan akan jati diri
pribadi, maka seorang manusia dinilai telah kehilangan
konsistensi dalam hidup. (Littlejohn & Foss, 2004: 205).
6. Tahap berikutnya, LSM LRC-KJHAM akan membentuk suatu
badan hukum yang menangani masalah pelanggaran HAM secara
pidana, khususnya yang menempatkan perempuan dan anak-anak
sebagai korban.
39
5.1.4
Kiprah BKOW Jateng dalam Upaya Penanganan Korban Tindak
Kekerasan Berbasis Gender
Berbeda dengan LRC-KJHAM, BKOW Jawa Tengah yang telah
berkiprah sejak tahun 1962, belum memiliki track record yang signifikan
sebagai
aktivis
gerakan
perempuan,
khususnya
terkait
dengan
penanganan korban tindak kekerasan berbasis gender di wilayah Jawa
Tengah, pada umumnya, dan wilayah Semarang pada khususnya. Terkait
dengan upaya kesetaraan gender, ataupun tindak pelanggaran atas
praktik penyetaraan gender, selama periode kerja 2006 – 2009, bidangbidang kerja dalam BKOW telah melakukan berbagai upaya antara lain:
1. Pelatihan SDM Pelayanan dan Pendampingan Korban KDRT, yang
diselenggarakan oleh Bidang Sosial dan Kesejahteraan.
2. Sosialisasi
yang
Pemberdayaan
terkait
Organisasi
dengan
Kesetaraan
Perempuan
dalam
Gender
dan
Perlindungan
Perempuan dan Anak, yang diselenggarakan oleh Bidang
Organisasi.
3. Advokasi Kepemimpinan yang Responsif bagi Organisasi dan
Masyarakat, yang diselenggarakan oleh Bidang Pendidikan.
4. Sosialisasi Pencatatan dan Pelaporan PKDRT dan asi sedunia, yang
diselenggarakan oleh Bidang PP, Hukum, dan HAM.
5.1.4.1
Rangkuman Hasil Event maupun Kerjasama oleh BKOW Jateng
Terkait dengan Tindak Kekerasan Berbasis Gender
Sementara untuk kerjasama atau event yang telah diikuti oleh
personel BKOW, terkait dengan tindak kekerasan berbasis gender,
selama periode kerja 2006 – 2009, antara lain sbb: (BKOW, 2009).
1. Rapat Kelompok Panitia RANHAM Provinsi Jawa Tengah tahun
2008 – 2009, diselenggarakan oleh Kanwil Hukum dan HAM
40
Provinsi Jawa Tengah, pada 6 Mei 2008; terkait dengan
pengembangan bidang Hukum dan HAM, khususnya bagi perempuan
ditinjau dari perspektif kekerasan domestik.
2. Rapat Tim Sistem Informasi Gender, diselenggarakan oleh Biro PP
Setda Prov. Jateng, pada 8, 9, dan 12 Mei 2008; terkait dengan
sosialisasi konsepsi dan informasi mengenai gender kepada istri
pejabat departemen pemerintah.
3. Anggota Tim Penyusunan Media KIE (Komunikasi, Informasi, dan
Edukasi) untuk PKBG (Pendidikan Keluarga Berwawasan Gender)
dan KF (Kelompok Fokal) Sensitif Gender, diselenggarakan oleh
Dinas P & K Jateng, pada 6 – 10 Mei 2008; terkait dengan sosialisasi
pengetahuan tentang gender, bagi keluarga pada khususnya, dan
penerbitan media KIA bagi masyarakat Jawa Tengah pada umumnya.
4. Tamu undangan dalam Sosialisasi UU No. 23 tahun 2004, tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, diselenggarakan
oleh Departemen Hukum & HAM, pada 21 November 2008.
5. Tamu undangan Lokakarya HAM, diselenggarakan oleh Departemen
Hukum & HAM, pada 24 November 2008.
6. Tamu undangan Diskusi Hasil Evaluasi ”Kekerasan Dalam Rumah
Tangga dan Perlindungan Anak”, diselenggarakan oleh Biro Humas,
Pemprov. Jateng, pada 27 Maret 2009.
7. Tamu undangan Pelatihan Kepemimpinan yang Tanggap Gender
bagi Ketua/Unsur Ketua Organisasi Perempuan, pada 15 – 16 April
2009.
8. Tamu undangan Pelatihan Pemahaman Gender dan Pembentukan
Jaringan/Forum PUG (Pengarus Utamaan Gender), diselenggarakan
oleh BP3AKB (Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan
Anak, dan Keluarga Berencana) Jateng, pada 27 Mei 2009.
41
9. Tamu undangan Evaluasi Pelaksanaan Pengarus Utamaan Gender,
diselenggarakan BP3AKB Jateng, pada 22 Juli 2009.
10. Tamu undangan Evaluasi Penanganan Kekerasan Berbasis Gender
dan Anak serta Persiapan Launching Pusat Pelayanan Terpadu Prov.
Jateng, diselenggarakan oleh BP3AKB Jateng, pada 4 September
2009.
11. Tamu undangan Pelatihan Modul Pendidikan dalam Pencegahan
KDRT, diselenggarakan oleh DPRD Jateng, pada 7 – 8 September
2009.
12. Formatur dalam Pembentukan Jaringan Kelembagaan Masyarakat
untuk Pengarus Utamaan Gender Jateng, diselenggarakan oleh Biro
PP, Polri Jateng, pada 7 Oktober 2009.
13. Tamu undangan Rakor Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan
Tindak Pidana Perdagangan Orang di Jateng, diselenggarakan oleh
BP3AKB Jateng, pada 12 Oktober 2009.
14. Tamu undangan Kegiatan Peningkatan Kapasitas Pengarus Utamaan
Gender
bagi
Lembaga,
Masyarakat,
dan
Dinas
terkait,
diselenggarakan oleh BP3AKB Jateng, pada 14 Oktober 2009.
15. Tamu undangan Semiloka Revitalisasi Gerakan Sayang Ibu dan KB
untuk Penanggulangan Kemiskinan di Jateng, diselenggarakan oleh
Pemprov Jateng, pada tanggal 22 Oktober 2009.
16. Tamu undangan Kunjungan Tim Pelaksanaan Evaluasi Pengarus
Utamaan Gender tahun 2009, diselenggarakan oleh BP3AKB Jateng,
pada tanggal 23 November 2009.
17. Tamu undangan Peresmian dan Pengukuhan Anggota Pelayanan
Terpadu Korban Kekerasan Berbasis Gender dan Anak Prov. Jateng,
diselenggarakan oleh BP3AKB Jateng, pada 10 Desember 2009.
42
18. Tamu undangan Jaringan Peduli Perempuan dan Anak (JPPA)
tentang Uji Publik RUU Pornografi Ditinjau dari Sisi Yuridis,
Hukum, Sosiologis, dan Budaya, pada 30 Oktober 2009.
5.1.4.2
Rangkuman Hasil Rancangan Program Baru BKOW Jateng Terkait
dengan Upaya Penanganan Tindak Kekerasan Berbasis Gender
Untuk periode kerja 2009 – 2012, BKOW telah menetapkan beberapa
rancangan baru, terkait dengan gerakan perempuan untuk menangani
korban tindak kekerasan berbasis gender, yaitu sbb: (BKOW, 2009).
1. Untuk bidang kerja Organisasi dan Kehumasan, salah satu
programnya adalah memanfaatkan jejaring informasi dan komunikasi
lewat teknologi informasi untuk memberikan masukan pada lembaga
dan sosialisasi pada masyarakat menuju terwujudnya kesetaraan dan
keadilan gender. (BKOW, 2009).
2. Untuk bidang kerja Pemberdayaan Perempuan, Hukum, dan HAM;
program kerjanya adalah, sbb:
a. Meningkatkan pemberdayaan perempuan dalam seluruh
aspek kehidupan yang sesuai dengan profesionalisme
serta memperoleh perlindungan khususnya perbaikan
kondisi tenaga kerja wanita.
b. Mengupayakan terwujudnya penghapusan segala tindak
kekerasan, segala tindak diskriminasi terhadap perempuan
dan anak serta tindakan yang tak sesuai dengan falsafah
Pancasila dan UUD 1945.
c. Meningkatkan kesadaran hukum dan HAM secara terusmenerus agar kaum wanita menyadari dan tahu bila
bermasalah dengan hukum dan dapat menggunakan Hak
Perlindungan Hukum secara bertanggungjawab.
43
d. Berperan aktif dalam pelaksanaan advokasi terhadap
korban kekerasan bersama-sama tim/badan terkait.
e. Membentuk badan konseling dalam penanganan kasus
KDRT dan
kekerasan
pada anak sebagai
wujud
kepedulian BKOW agar masyarakat dapat menggunakan
haknya.
5.1.4.3
Rangkuman Hasil Rekomendasi BKOW Jateng Terkait dengan
Upaya Penanganan Korban Tindak Kekerasan Berbasis Gender
Berdasar Rapat Paripurna VIII BKOW Provinsi Jawa Tengah pada
tanggal 29 Desember 2009, untuk periode kerja 2009 – 2012, BKOW
telah menyiapkan beberapa rekomendasi, antara lain: (BKOW, 2009).
1. Mengusulkan
kepada
Pemerintah
untuk
lebih
meningkatkan
Perlindungan Hukum bagi Perempuan dan Anak, utamanya melalui
monitoring dan evaluasi implementasi UU No. 23 Tahun 2004,
tentang PKDRT; UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;
dan UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang.
2. Mendesak Pemerintah agar meningkatkan Perlindungan Sosial dan
Perlindungan Hukum bagi tenaga kerja Indonesia, utamanya tenaga
kerja wanita (IKW) melalui perjanjian bilateral dan regional.
5.2 Pembahasan
Pemberdayaan perempuan merupakan prasyarat untuk mencapai kesetaraan,
pembangunan dan perdamaian dalam setiap aspek kehidupan pada semua
tingkatan, mulai dari keluarga sampai tingkat global. Sebagaimana termuat dalam
Deklarasi Beijing dan Landasan Aksi Beijing mengadopsi “Agenda bagi
44
Pemberdayaan Perempuan” (Agenda for Women’s Empowerment, 10 ayat dari 18
ayat) (http://www.unfpa.org/gender/violence.htm).
Untuk melaksanakan deklarasi tersebut diperlukan sinergitas kerjasama dan
peran aktif Pemerintah, LSM, Perguruan Tinggi (Institusi Pendidikan) dan
masyarakat, termasuk organisasi perempuan, dan pranata sosial lain yang terkait,
seperti lembaga keagamaan. Berikut beberapa strategi baru dalam upaya pengarus
utamaan gender yang direkomendasikan oleh tim peneliti dalam menangani
kekerasan pada kaum perempuan pada umumnya, atau kekerasan berbasis gender
antara lain adalah, sbb:
–
Pemetaan
kekerasan
terhadap
perempuan,
pengelompokan
yang
dilakukan untuk mengklasifikasi segala jenis tindak kekerasan terhadap
perempuan, untuk mempermudah proses identifikasi dan advokasi.
–
Reformasi hukum, yang mencakup penyempurnaan proses penyidikan
hingga ke proses peradilan untuk menangani kasus tindak kekerasan
berbasis gender. Penyempurnaan produk hukum atau penerbitan produk
hukum baru yang khusus menangani masalah tindak kekerasan berbasis
gender.
–
Pemulihan dalam arti luas, yang mencakup pemulihan dikalangan
masyarakat akar rumput, yaitu restorasi konsepsi bahwa eksistensi
perempuan sangatlah penting dan berhak diperlakukan dengan hormat,
diikuti dengan sosialisasi dan internalisasi upaya pengarusutamaan
gender dalam kehidupan masyarakat pada umumnya.
–
Perlindungan kelompok rentan diskriminasi, memantau (monitoring)
sistem yang telah berjalan.
45
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Sumbangsih yang dapat diberikan penelitian ini adalah deskripsi format gerakan
perempuan yang dipraktekkan oleh LSM LRC–KJHAM, adalah format
komunikasi kelompok dalam support group yang mencakup mutual understanding
(saling memahami), conciousness raising group (fungsi support group sebagai
pemberdaya emansipasi), dan congruence experience (terbentuknya pengalaman
yang mendefinisikan jati diri dan eksistensi seseorang dalam hidupnya).
Format ini dinilai lebih efektif, terlebih jika konselor/fasilitator support groupnya berasal dari kalangan korban tindak kekerasan gender yang telah mendapat
pendidikan-pelatihan dan telah melalui proses sertifikasi, dan telah memenuhi
standar kualifikasi tertentu. Konselor yang berasal dari kalangan korban kekerasan
itu sendiri, memiliki nilai lebih, mampu menempatkan diri pada posisi korban,
serta memahami peristiwa dan pengalaman yang dialami korban melalui
perspektif korban. Format gerakan perempuan inilah yang perlu diadopsi oleh
BKOW
dalam
memformulasikan
gerakan
perempuan
sebagai
upaya
pendampingan korban tindak kekerasan berbasis gender.
Meski tengah memulai sepak terjang riil dalam menangani korban tindak
kekerasan berbasis gender, namun demikian upaya BKOW Jawa Tengah juga
telah menghasilkan jaringan kerjasama yang luas, utamanya dengan institusi
pemerintah lainnya. Akan semakin efektif, jika BKOW Jateng melebarkan
cakupan kerjasamanya tidak hanya kepada institusi pemerintah saja, namun juga
kepada elemen-elemen lain dalam masyarakat.
46
6.2 Saran
Penelitian ini berupaya menghadirkan beberapa sudut pandang baru untuk
mengembangkan kelembagaan atau penelitian dimasa mendatang, sbb:
1. Untuk itulah BKOW perlu melakukan benchmarking (studi banding) kepada
lembaga-lembaga
lain
yang
telah
berperan
secara
progresif
dalam
merealisasikan gerakan perempuan di Semarang pada khususnya, dan Jawa
Tengah pada umumnya.
2. BKOW sebagai wakil pemerintah juga perlu melakukan koordinasi dengan
pihak-pihak lain, salah satunya adalah LSM LRC – KJHAM sebagai praktisi
independen, untuk memberikan perhatian dan pelayanan dalam kepada
masyarakat, khususnya kaum perempuan, yang menjadi korban tindak kekerasan
berbasis gender.
3. Penelitian sejenis di masa mendatang dapat memanfaatkan sudut pandang
evaluatif, yang menilai kinerja organisasi terkait, dalam hal ini BKOW dalam
mengembangkan format kelembagaan yang telah diadopsi dari institusi lain.
47
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Abu Achmadi dan Cholid Narbuko. Metodologi Penelitian, Memberikan Bekal Teoritis
Pada Mahasiswa Tentang Metodologi Penelitian Serta Diharapkan Dapat
Melaksanakan Penelitian Dengan Langkah-langkah Yang Benar (Cetakan
Keempat). Jakarta, Penerbit PT Bumi Aksara, 2002.
Andik Hardiyanto. Feminist Participatory Action Research (FPAR), Penelitian
Bersama Buruh Migrant Perempuan Desa Wedoro, Grobogan, Jawa Tengah.
Yogyakarta, LRC-KJHAM bekerjasama dengan Galang Press, 2004.
Audi, Robert. “The Justification of Violence”, dalam I. Marsana Windhu, Kekuasaan &
Kekerasan Menurut Johan Galtung (Cetakan Ke-6). Yogyakarta, Penerbit
Kanisius, 1992.
Bales, Robert Freed. ”Interaction Process Analysis: A Method for The Study of Small
Groups”, dalam Stephen W. Littlejohn and Karen A. Foss, Theories of Human
Communication (Eighth Edition). Albuquerque, New Mexico, Wadsworth, A
Division of Thomson Learning, Inc., 2005.
Bales, Robert Freed. “Personality & Interpersonal Behaviour”, dalam Stewart L. Tubbs
and Sylvia Moss, Human Communication Konteks-konteks Komunikasi (Buku
Kedua, Cetakan Pertama). Bandung, Penerbit PT Remaja Rosdakarya
bekerjasama dengan McGraw-Hill, Inc., 1996.
Burgoon, Michael. “Human Communication: A Revision of Approach Speech
Communication”, dalam Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi (Cetakan
Pertama). Jakarta, Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo),
2004.
Cattell, Raymond. “Concepts and Methods in the Measurement of Group Syntality”,
dalam Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss, Theories of Human
48
Communication (Eighth Edition). Albuquerque, New Mexico, Wadsworth, A
Division of Thomson Learning, Inc., 2005.
Dadang S. Anshori, Engkos Kosasih, dan Farida Sarimaya. Membincangkan Feminisme,
Refleksi Muslimah Atas Peran Sosial Kaum Wanita (Cetakan Pertama). Bandung,
Pustaka Hidayah, 1997.
Denzin, Norman K. and Lincoln Yvonna S. “Handbook of Qualitative Research”, dalam
Mukhtar dan Erna Widodo, Konstruksi Ke Arah Penelitian Deskriptif (Cetakan I).
Yogyakarta, Penerbit Avyrouz, 2000.
Echols, John M dan Hassan Shadily, Kamus Inggeris Indonesia (Cetakan XII), Jakarta:
Gramedia, 1983.
Glaser, Barney G. and Anselm L. Strauss. “The Discovery of Grounded Theory”, dalam
Lexy J. Moleong, Metodologi penelitian Kualitatif (Edisi Revisi, Cetakan
Keduapuluhsatu). Bandung, Penerbit PT Remaja Rosdakarya, 2005.
Littlejohn, Stephen W. Theories of Human Communication (Eight Edition).
Albuquerque, New Mexico, Wadsworth Publishing Company, A Division of
International Thomson Publishing, Inc., 2004.
Mohamad Nazir, Metode Penelitian (Cetakan Kelima). Jakarta, Penerbit Ghalia
Indonesia, 2003.
Murniati, A. Nunuk P. Getar Gender (Perempuan Indonesia dalam Perspektif Sosial,
Politik, Ekonomi, Hukum dan HAM) (Cetakan Pertama). Magelang, Yayasan
IndonesiaTera (Anggota IKAPI) bekerjasama dengan Yayasan Adikarya IKAPI
dan The Ford Foundation, 2004.
Neufeldt, Victoria (ed.). Webster's New World Dictionary. New York: Webster's New
World Cleveland, 1984.
Saskia Eleonora Wieringa. Penghancuran Gerakan Perempuan di Indonesia. Jakarta,
Kalyanamitra & Garba Budaya, 1999.
49
Wiryanto, 2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Artikel dan Laporan:
Divisi Monitoring LRC-KJHAM. Laporan Kekerasan Berbasis Jender di Jawa Tengah
2008 (November 2007-Oktober 2008). Semarang, 2005.
LBH APIK. Rekomendasi Umum No. 19 Sidang Komite PBB Ke-11, Kekerasan
Terhadap Perempuan, Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap
Perempuan. Yogyakarta, Penerbit LBH APIK dan dicetak oleh Galang Printika
Yogyakarta, 1992.
Pasal 1 Konvensi PBB. “Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap
Perempuan”, dalam LBH APIK (Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan),
Rekomendasi Umum No. 19 Sidang Komite PBB Ke-11, Kekerasan Terhadap
Perempuan, Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.
Yogyakarta, Penerbit LBH APIK dan dicetak oleh Galang Printika Yogyakarta,
1992.
Rekomendasi Umum PBB No. 19. “Kekerasan Terhadap Perempuan”, dalam Evarisan
(Koordinator LRC-KJHAM), KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN, Tinjauan
Terhadap Norma Hukum dan Kultur atas Fenomena Kekerasan Terhadap
Perempuan. Semarang, disampaikan pada LKK Tingkat Regional (SumateraJawa-Bali) Korps HMI-Wati (KOHATI) Cabang Semarang, 4-7 Mei 2006.
Jurnal Perempuan No.14: ”Gerakan Perempuan Sedunia”, Jakarta: Yayasan Jurnal
Perempuan Indonesia, 2001.
50
Situs Internet:
http://research.umbc.edu/-korenman/wmst/crguide2.html
Artikel ”Sejarah Gerakan Perempuan di Dunia” diunduh dari situs internet:
http://www.averroes.or.id/thought/sejarah-gerakan-perempuan.html
Artikel ”Quo Vadis Gerakan Perempuan Indonesia” diunduh dari situs internet:
http://klikpolitik.blogspot.com/2008/03/quo-vadis-gerakan-perempuan-indonesia.html
Artikel ”Berbagi Pandangan tentang Gerakan Perempuan” diunduh dari situs internet:
http://hapsarisumut.wordpress.com/2009/07/02/berbagi-pandangan-tentang-gerakanperempuan-2/
Artikel ”Indonesia Kita – Pengertian Gender” diunduh dari situs internet:
http://paramadina.wordpress.com/2007/03/16/pengertian-gender/
Artikel ”Support Group”, diunduh dari situs internet:
http://en.wikipedia.org/wiki/Support_group
Artikel ”Gender Equality – Ending Widespread Violence Against Women”, diunduh
dari situs internet: http://www.unfpa.org/gender/violence.htm
51
LAMPIRAN
Hasil Wawancara dengan Koordinator LSM LRC-KJHAM
Karakteristik Informan (Koordinator LRC – KJHAM)
Nama
: Evarisan, SH
Umur
: 33 tahun
Pendidikan
: Sarjana Strata-1
Alamat
: LSM LRC-KJHAM
Jl. Lemah Gempal II No. 766 A, Semarang – Jateng
Surel
: [email protected]
Interview dengan koordinator LRC-KJHAM dilaksanakan pada 3 Juli 2010, via telpon
pada pukul 10.00 s.d. 10.30 WIB. Peneliti melakukan interview via telpon kembali pada
17 Juli 2010, pada pukul 09.30 s.d. 10.00 WIB.
Peneliti (P)
”Secara teknis pelaksanaan support group memang di-handle
oleh
konselor/pendamping, tetapi sebagai koordinator LRC-
KJHAM pernahkah mbak Eva memberikan masukan/saran
kepada staf atau konselor demi perbaikan dan kemajuan support
group di masa yang akan datang? Saran seperti apa?”
Koordinator (Ko)
”Sudah menjadi tugas saya untuk memberikan masukan.
Biasanya, kami rapat dengar pendapat dengan staf LRC-KJHAM
setiap minggu ketiga setiap bulannya. Disamping itu, Saya
bersama dengan konselor/pendamping mengadakan briefing yang
membahas tentang kemajuan dan hambatan apa saja yang dialami
oleh support group. Untuk memperbaiki hambatannya, ada
beberapa hal yang harus diterapkan, diantaranya penyusunan
program kelompok yang dapat menarik minat sebagian besar
anggota.untuk ikut lagi dalam pertemuan support group,
memperbaiki mekanisme yang sempat terhambat, kemudian
52
untuk pemilihan materi Focus Group Discussion (FGD) pada
pertemuan
support
group
berikutnya,
diserahkan
kepada
anggota.”
P
”Bagaimana Mbak Eva menilai keberadaan support group untuk
anggota, mengingat support group merupakan salah satu bentuk
pendampingan LRC-KJHAM pada korban kekerasan?”
Ko
”Saya menilai positif keberadaan dari support group. Hal ini
dikarenakan support group merupakan suatu kelompok terapis
yang sangat penting buat korban kekerasan, setelah mendapatkan
pendampingan secara hukum dari LRC-KJHAM. Pada korban
dapat saling belajar menumbuhkan rasa solidaritas, dikarenakan
adanya rasa senasib dan sepenanggungan. Tingkat solidaritasnya
bisa dilihat dari pengadilan, dimana banyak ibu-ibu anggota yang
datang memberikan dukungan moril, untuk salah satu anggota
support group yang sedang mengurusi penyelesaian kasusnya
lewat jalur hukum.”
P
”Metode art therapy diperkenalkan dan diterapkan di support
group pada bulan Juli 2006 dan metode pendampingan yang lain
pernah pula diterapkan di support group, seperti metode diskusi
dan sebagainya. Terus apakah mbak Eva pernah memberikan
saran ke konselor/pendamping atas penerapan metode art therapy
dan metode lain di support group?”
Ko
”Saya kontinyu dalam mengkoordinir kinerja staf konseling dan
staf karyawan yang lain. Selama ini, tidak ada hambatan antara
Saya
dengan
konselor/pendamping
ketika
berkomunikasi,
termasuk keterbukaan konselor/pendamping ke Saya dalam
melaporkan perkembangan perkenalan metode art therapy di
support group. Konselor juga melaporkan metode lain yang
dipakai, serta tema-tema diskusi di pertemuan support group,
53
temanya seperti pembahasan tentang RUU KDRT, RUU antipornografi dan pornoaksi.”
P
”Konselor/pendamping pernah bilang ke Saya kalau di support
group pernah terjadi kendala antar-anggota yaitu dengan adanya
perbedaan pendapat diantara anggota support group ketika
menyusun dan menerapkan koperasi. Nah, apakah bentuk kendala
seperti ini hanya ditangani oleh pihak Konselor saja atau Mbak
Eva sebagai koordinator mempunyai wewenang untuk turut serta
mengatasi setiap permasalahan di support group?”
Ko
”Saya mempunyai hak untuk mengetahui kondisi support group,
termasuk
didalamnya
memberikan
masukan/saran
ke
konselor/pendamping atas hambatan-hambatan yang mungkin
maupun yang sudah terjadi. Masing-masing divisi dan staf. Tidak
akan dikritisi bila kinerjanya sesuai dengan visi dan misi LRCKJHAM. Bila kinerjanya melenceng dari visi dan misi LRCKJHAM, maka akan dikritisi lewat rapat operasional. Hasil dari
rapat ini berupa adanya solusi permasalahan. Sementara itu, ide
pembentukan koperasi di support group merupakan usulan dari
Saya. Tetapi, saat ini koperasi tidak jalan. Hal ini tergantung dari
kondisi ekonomi anggota, yaitu ketika kondisi ekonomi anggota
tidak memungkinkan maka koperasi ini tidak dapat difungsikan
dengan baik. Beberapa anggota support group berprofesi sebagai
penjual, pencuci pakaian, guru ngaji dan sebagainya.”
P
”Mbak Eva pernah bilang kalau laporan bulanan dari anggota
support group yang menerima bantuan dari Dinas Sosial ke LRCKJHAM tidak ada/tidak tertib. Nah, apakah konselor/pendamping
melaporkan kondisi dan situasi terbaru tentang support group ke
Mbak Eva secara berkala tiap bulan dan dalam bentuk
tertulis/dalam bentuk yang bagaimana?”
54
Ko
”Setiap saat, ketika Saya ingin mengetahui kondisi support group
maka Saya berkomunikasi dengan Konselor. Kinerja karyawan
dilaporkan setiap ada rapat internal LRC-KJHAM, yaitu setiap
hari Jumat pada minggu pertama dan ketiga tiap bulannya.”
P
”Support group sekarang ini udah punya nama ya, Mbak. Nah,
apakah secara struktural, support group masih menjadi bagian
dari pendampingan LRC-KJHAM atau sudah independent/berdiri
sendiri? Tolong, beri penjelasan.”
Ko
”Namanya adalah Kelompok Perempuan Sadar LRC-KJHAM.
Support group tetap bernaung dibawah LRC-KJHAM serta masih
menjadi bagian dari kinerja divisi konseling secara khusus dan
LRC-KJHAM pada umumnya.”
P
”Apa harapan dan saran Mbak Eva untuk support group?”
Ko
”Semoga nantinya support group menjadi lebih berkembang dan
lebih solid lagi. Ini merupakan tugas yang berat dan perlu kerja
keras untuk mewujudkannya. Tapi, Saya yakin, harapan ini dapat
terwujud bila dikerjakan secara bersama-sama/bukan hanya
menjadi tugas konselor/pendamping.”
55
Hasil Wawancara dengan Sekretaris Umum BKOW Jateng
Karakteristik Informan BKOW Jateng
Nama
: Ibu Hj. Noor`aini Amrozi
(perwakilan Pengurus Wilayah Aisyiyah, Jateng)
Alamat Kantor: BKOW Provinsi Jawa Tengah, Gedung Wanita lt. 2
Jl. Sriwijaya No. 29, Semarang – Jateng
: Pimpinan Wilayah Aisyiyah Jawa Tengah
Jl. Singosari No. 23, Semarang
Interview dengan Sekretaris Umum BKOW Jateng, dilaksanakan pada 8 Juli 2010,
bertempat di kantor Pimpinan Wilayah Aisyiyah di Jl. Singosari No. 23, Semarang.
Pada pukul 16.10 – 17.00 WIB
Peneliti (P)
”Menurut Ibu, bagaimana posisi perempuan dalam kehidupan,
pada umumnya?”
Responden (Re)
”Perempuan berasal dari kata empu, yang artinya bakal. Dari sini
saja sudah bisa dilihat bahwa perempuan menduduki posisi
penting, baik dalam keluarga, atau masyarakat.”
P
”Komentar Ibu tentang gerakan perempuan?”
Re
”Di balik bangsa yang jaya, pemimpin yang sukses, selalu ada
perempuan yang berandil besar. Dalam Islampun demikian,
contohnya organisasi Aisyiyah. Bisa dikatakan Aisyiyah adalah
organisasi perempuan Islam pertama yang berperan secara riil
dalam masyarakat, terutama dalam bidang pendidikan. Begitu
juga BKOW yang berasal dari Gabungan Organisasi Wanita,
walaupun
perannya
masih
terbatas
di
institusi-institusi
pemerintah saja. Perempuan tidak boleh hanya dipandang sebelah
mata, dientengkan, tidak dianggap. Coba saja dalam kehidupan
rumah tangga, Ibu selalu jadi sosok yang penting. Secara lebih
56
luas, perempuan yang mumpuni dalam melakukan banyak
pekerjaan dalam waktu hampir bersamaan.”
P
”Semacam organisatoris, ya Bu?”
Re
”Iya…. bisa dibilang multi-tasking, nyambi sana-sini.”
P
”Bagaimana BKOW mempersepsikan tindak kekerasan berbasis
gender?”
Re
”Siapapun pasti setuju, itu bukan hal yang manusiawi. Fitrah
manusia adalah suci, wanita juga demikian, harus dijunjung
tinggi kehormatannya. Dalam Al-Qur’an ada Surah yang
dikhususkan
untuk
wanita,
An-Nisa.
Saya
pikir
dalam
kepengurusan BKOW juga demikian, kekerasan gender harus
diberantas. Kami pernah punya bidang kerja dan program yang
khusus menangani masalah seperti ini, tapi sempat mandeg,
karena pengurus intinya tidak aktif. Untuk periode kerja 20092012, Kami sedang berusaha untuk mulai kembali.”
P
”Kebijakan apa yang dilakukan oleh BKOW terkait kekerasan
berbasis gender?”
Re
”Sesuai dengan Rapat Paripurna BKOW pada Desember 2009
yang lalu, Kami membuat beberapa rekomendasi yang nantinya
akan diusulkan kepada pemerintah sebagai decision maker utama,
antara lain, meningkatkan perlindungan hukum untuk perempuan
dan Anak, dengan cara monitoring dan evaluasi kebijakan.”
”Yang sedang digiatkan sekarang adalah perlindungan hukum
dan sosial untuk tenaga kerja wanita Kita, lewat perjanjian antar
negara. Kami sudah melakukan beberapa kali pembekalan kerja
dan hukum pada beberapa kelompok TKI, langsung ditangani
oleh bidang PP, Hukum dan HAM.”
57
P
”Sementara ini, apa BKOW sudah menjalin kerjasama dengan
pihak lain untuk penanganan kekerasan berbasis gender?”
Re
”Karena sedang akan mulai kembali, jadi Kami baru melakukan
studi banding ke lembaga-lembaga lain, seperti LSM, atau
lembaga pemerintah yang lain, seperti Departemen Hukum dan
HAM Jateng, atau BP3AKB.”
P
”Sudah pernah dengar LSM LRC-KJHAM?”
Re
”Pernah ada rekan BKOW yang menginfokan.”
P
”Ada kelompok support group yang beroperasi untuk korban
kekerasan gender, anggotanya sudah cukup banyak, dan waktu
beroperasinya juga sudah cukup lama.”
Re
”Wah, bisa jadi rujukan studi banding itu mbak, seneng sekali
kalau Kami bisa belajar langsung dari sana. Terus terang Kami
sudah pernah mempertimbangkan support group ya…. cuma
belum ada yang bisa menangani secara profesional, atau staf yang
sudah pernah ikut pelatihan semacam itu. Yang jelas, staf Kami
siap dididik untuk bisa menjadi fasilitator support group, dengan
harapan hasil yang diperoleh bisa lebih riil dan lebih bermanfaat.”
58
59
Download