USM Formasi Support Group sebagai Upaya Pendampingan Korban Tindak Kekerasan Berbasis Gender (Studi Upaya Pendampingan LSM LRC-KJHAM dan BKOW Jateng) LAPORAN PENELITIAN OLEH: Yuliyanto Budi Setiawan, S.Sos Ayu Amalia, S.Sos, M.Si PROYEK PENELITIAN INI DIBIAYAI OLEH UNIVERSITAS SEMARANG DENGAN SURAT PERJANJIAN NOMOR. 89/USM.H8/L/2010 FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS SEMARANG 2010 i USM Formasi Support Group sebagai Upaya Pendampingan Korban Tindak Kekerasan Berbasis Gender (Studi Upaya Pendampingan LSM LRC-KJHAM dan BKOW Jateng) LAPORAN PENELITIAN OLEH: Yuliyanto Budi Setiawan, S.Sos Ayu Amalia, S.Sos, M.Si PROYEK PENELITIAN INI DIBIAYAI OLEH UNIVERSITAS SEMARANG DENGAN SURAT PERJANJIAN NOMOR. 89/USM.H8/L/2010 FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS SEMARANG 2010 ii HALAMAN PENGESAHAN USUL PENELITIAN DOSEN MUDA a. 1. Judul Penelitian : Formasi Support Group sebagai Upaya Pendampingan Korban Tindak Kekerasan Berbasis Gender (Studi Upaya Pendampingan LSM LRCKJHAM dan BKOW Jateng) Bidang Ilmu 2. Ketua Peneliti a. Nama Lengkap dan Gelar b. Jenis Kelamin c. Golongan / NIS d. Jabatan e. Fakultas / Jurusan 3. Jumlah Anggota Peneliti a. Nama Anggota Peneliti I b. 4. Lokasi Penelitian : Ilmu Komunikasi : : : : : : : Yuliyanto Budi Setiawan, S.Sos Laki-laki IIIa / 06557000606010 Dosen TIK / Ilmu Komunikasi 1 (satu) orang Ayu Amalia, M.Si : LSM LRC–KJHAM dan BKOW Jawa Tengah 3 (tiga) bulan 5. Lama Penelitian : 6. Biaya Penelitian : Rp 2.320.000,(dua juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) 7. Sumber Biaya : Universitas Semarang Menyetujui, Dekan Fakultas TIK, Semarang, 18 Agustus 2010 Ketua Penelitian, Titin Winarti, S. Kom, MM NIS. 06557003102049 Yuliyanto Budi Setiawan, S.Sos NIS. 06557000606010 Mengetahui, Ketua Lembaga Penelitian Universitas Semarang Indarto, SE., M.Si NIS. 06557000504065 iii HALAMAN REVIEWER b. c. 1. Judul Penelitian : Formasi Support Group sebagai Upaya Pendampingan Korban Tindak Kekerasan Berbasis Gender (Studi Upaya Pendampingan LSM LRCKJHAM dan BKOW Jateng) Bidang Ilmu : Ilmu Komunikasi : : : : : Yuliyanto Budi Setiawan, S.Sos Laki-laki IIIa / 06557000606010 Dosen TIK / Ilmu Komunikasi : : 1 (satu) orang Ayu Amalia, M.Si : LSM LRC–KJHAM dan BKOW Jawa Tengah : 3 (tiga) bulan 2. Ketua Peneliti a. Nama Lengkap dan Gelar b. Jenis Kelamin c. Golongan / NIS d. Jabatan e. Fakultas / Jurusan 3. Jumlah Anggota Peneliti c. Nama Anggota Peneliti I d. 4. Lokasi Penelitian 5. Lama Penelitian : 6. Tempat Penelitian LSM LRC–KJHAM dan BKOW Jawa Tengah Menyetujui, Reviewer, Semarang, 18 Agustus 2010 Ketua Penelitian, Titin Winarti, S. Kom, MM NIS. 06557003102049 Yuliyanto Budi Setiawan, S.Sos NIS. 06557000606010 iv ABSTRAK Kekerasan berbasis gender itu dapat dikonsepkan sebagai suatu diskriminasi yang secara serius menghalangi kesempatan wanita untuk menikmati hak-hak dan kebebasannya, bila didasarkan pada persamaan hak dengan laki-laki. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender, seperti: diskriminasi, subordinasi dan beban berlebihan pada diri korban. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan format support group sebagai upaya pendampingan korban tindak kekerasan berbasis gender dari LSM LRC-KJHAM yang nantinya dapat diadopsi oleh BKOW Jawa Tengah. Penelitian ini mengetengahkan metode indepth interview dan studi pustaka dalam mengumpulkan data, yang diperoleh dari literatur, dan data-data penelitian terdahulu, serta dari informasi para responden yang ditunjuk oleh tim peneliti. Hasil dari penelitian ini mendeskripsikan bahwa fungsi support group adalah salah satu upaya yang ditempuh oleh LSM LRC-KJHAM dalam menangani korban tindak kekerasan berbasis gender, yang mencakup mutual understanding, consciousness raising group, dan congruence experience; dimana formulasi ini dapat diadopsi oleh BKOW Jateng dalam menangani korban tindak kekerasan berbasis gender. Keywords: gender, ketidakadilan gender, support group, format kelembagaan. v KATA PENGANTAR Dengan mengucap puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan ilmiah dalam bentuk laporan penelitian dengan judul ”Formasi Support Group sebagai Upaya Pendampingan Korban Tindak Kekerasan Berbasis Gender” (Studi Upaya Pendampingan LSM LRC-KJHAM dan BKOW Jateng. Penelitian ini dapat terselenggara karena adanya partisipasi dan kerjasama dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati, para peneliti mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. H. Pahlawansjah Harahap, SE, M.E selaku Rektor Universitas Semarang yang telah memberikan ijin kepada peneliti dalam melaksanakan penelitian. 2. Bapak Indarto, SE, M.Si selaku Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Semarang yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan penelitian. 3. Ibu Sudjatinah, M.Si., selaku Ketua Bidang Penelitian yang telah memberikan bimbingan dan kesempatan kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian. 4. Ibu Titin Winarti, S.Kom, MM selaku Dekan Fakultas Teknologi Informasi dan Komunikasi Universitas Semarang yang telah memberikan dukungan dan motivasi dalam melaksanakan penelitian. 5. Para responden support group LSM LRC-KJHAM yang bersedia ”sharing” bersama dengan tim peneliti, sungguh informasi yang Anda berikan, sangat berharga bagi terwujudnya penelitian ini. 6. Mba Evarisan, SH; selaku koordinator LSM LRC-KJHAM, tak lupa kepada Ibu Hj. Noor`aini Amrozi; selaku sekretaris umum BKOW Jateng; yang bersedia meluangkan waktu dan kesempatan ditengah kesibukan dan berbagi informasi dengan tim peneliti. 7. Seluruh dosen, staf, dan karyawan serta mahasiswa Fakultas Teknologi Informasi dan Komunikasi Universitas Semarang atas kerjasamanya dalam membantu pelaksanaan penelitian sehingga peneliti dapat menyelesaikan dengan baik. 8. Semua pihak yang telah membantu dan memberi semangat dalam penyelesaian penelitian yang tidak bisa peneliti sebutkan satu per satu. vi Saran dan kritik sangat peneliti harapkan sebagai bahan acuan yang bersifat membangun, sehingga pada penelitian-penelitian selanjutnya akan menjadi lebih baik dan sempurna. Akhir kata peneliti berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan terkait dengan konsepsi gender serta gender-based violence, sebagai bagian dari gerakan feminis, khususnya yang berkembang di Indonesia. Semarang, 18 Agustus 2010 Tim peneliti vii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ………………………………………….…....……… i HALAMAN IDENTITAS DAN PENGESAHAN ………………....………… ii HALAMAN REVIEW ………………………………………....…………… iii HALAMAN ABSTRAK ................................................................................. iv HALAMAN KATA PENGANTAR ............................................................... v DAFTAR ISI ............................................................................................... BAB I vi PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1 1.2 Perumusan Masalah ................................................................ 4 1.3 Batasan Penelitian .................................................................... 4 1.4 Sistematika Penulisan ............................................................... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Gerakan Perempuan ..................................................... 7 2.2 Definisi ..................................................................................... 7 2.3 Gender dan Feminismne ......................................................... 9 2.4 Support Group ....................................................................... 10 2.4.1 Pengertian Support Group ......................................... 10 2.4.2 Mengelola Interaksi Support Group ........................... 11 2.4.3 Manajemen Support Group ....................................... 11 2.4.5 Ragam Support Group ............................................... 11 Kekerasan Berbasis Gender ................................................... 12 2.5 viii BAB III TUJUAN DAN MANFAAT 3.1 Tujuan Penelitian ..................................................................... 14 3.2 Manfaat Penelitian ................................................................... 15 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Metode Penelitian ………………….........…………………… 16 4.1.1 Jenis Data ….......................................……...………… 16 4.1.2 Metode Pengumpulan Data .......................................... 16 4.1.3 Metode Pemilihan Responden .................................... 16 4.1.4 Metode Pengolahan Data ........................................... 18 4.1.5 Tipe Penelitian ............................................................ 19 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil ......................................................................................... 20 5.1.1 Gambaran Umum LSM LRC-KJHAM ...................... 20 5.1.2 Gambaran Umum BKOW Jateng .............................. 21 5.1.3 Deskripsi Support Group ........................................... 24 5.1.3.1 Upaya Penanganan Korban ......................... 24 5.1.3.2 Rangkuman Hasil Indepth Interwiew ......... 25 Kiprah BKOW Jateng ................................................ 30 5.1.4.1 Rangkuman Hasil Event dan Kerjasama ...... 30 5.1.4.2 Hasil Rancangan Program Baru ................. 33 5.1.4.3 Hasil Rekomendasi .................................... 34 Pembahasan .......................................................................... 34 5.1.4 5.2 ix BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ............................................................................ 37 6.2 Saran ..................................................................................... 37 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 38 LAMPIRAN ................................................................................................... 42 Hasil Wawancara Responden LSM LRC-KJHAM ........................ 42 Hasil Wawancara Responden BKOW Jateng ................................ 46 x BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan reportase yang berhasil dihimpun tim peneliti terkait, berdasarkan hasil Laporan Kekerasan Berbasis Jender di Jawa Tengah (Jateng) pada tahun 2008 (terhitung sejak November 2007 sampai Oktober 2008), oleh informasi dari Divisi Monitoring LRC-KJHAM dan pemberitaan 5 Media Massa Cetak (Suara Merdeka, Kompas, Wawasan, Jawa Pos-Radar Semarang dan Solo Pos), diantaranya terjadi tiga jenis kasus kekerasan berbasis gender meliputi kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sebanyak 104 kasus, Pelecehan Seksual berjumlah 6 kasus dan kasus Perkosaan tercatat 117 kasus. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga jenis kasus kekerasan tersebut kerapkali terjadi di Jateng dan mengakibatkan ratusan perempuan menjadi korbannya, bahkan sampai ada yang meninggal dunia. Para korban harus menanggung derita baik itu secara fisik, trauma psikis, sosial maupun terbebani ekonomi keluarga (penelantaran). Kekerasan berbasis gender itu dapat dikonsepkan sebagai suatu diskriminasi yang secara serius menghalangi kesempatan wanita untuk menikmati hak-hak dan kebebasannya, bila didasarkan pada persamaan hak dengan laki-laki (Laporan LBH APIK, 1992: 7). Selain itu, kekerasan ini bisa berarti setiap perbuatan (baik verbal maupun non-verbal) yang mendasarkan pada perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat pada kesengsaraan/penderitaan perempuan secara fisik, seksual, psikologi, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan perempuan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum maupun dalam kehidupan pribadinya. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender, seperti: diskriminasi, subordinasi dan beban berlebihan pada diri korban (Rekomendasi Umum PBB No. 19, “Kekerasan Terhadap Perempuan”, dalam Evarisan (Koordinator LRC-KJHAM), 2006: slide 4-5). Jadi, setiap kekerasan yang mendasarkan pada perbedaan jenis kelamin itu 11 termasuk kekerasan berbasis gender. Sementara itu, kekerasan diluar konsep tersebut bukanlah kekerasan berbasis gender. Penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan di masyarakat, dikarenakan adanya sistem budaya patriarki, dimana pranata sosial ini mensubordinatkan/mendiskriminasikan perempuan secara signifikan yang seolah-olah mensahkan berbagai bentuk ketidakadilan, penindasan dan perampasan atas hak asasi perempuan. Pranata sosial yang berdasar pada pandangan relasi timpang menurut kategori kuat-lemah, yang kuat menguasai yang lemah, disitulah letak ketidakadilan gender beserta implikasinya seperti munculnya kasus kekerasan berbasis jender di masyarakat (Murniati, 2004: 227229). Untuk hak-hak asasi yang dimiliki oleh perempuan, diantaranya: hak untuk hidup; hak untuk tidak mengalami penganiayaan, kekejaman, perbuatan diluar kemanusiaan atau hukuman; hak untuk mendapatkan perlindungan yang sama sehubungan dengan norma-norma kemanusiaan pada saat konflik bersenjata nasional maupun internasional; hak atas kebebasan dan keamanan dari ancaman seseorang; hak untuk mendapatkan persamaan atas perlindungan hukum dibawah Undang-undang; hak untuk mendapatkan kesamaan dalam keluarga; serta hak untuk memperoleh standar tertinggi dalam hal kesehatan mental dan fisik (Pasal 1 Konvensi PBB, “Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan”, dalam LBH APIK, 1992: 9). Kasus kekerasan terhadap perempuan itu jika dikaitkan dengan pernyataan Robert Audi dalam Windhu (1992: 63), yang merumuskan kekerasan (violence) sebagai suatu ancaman, serangan/penyalahgunaan fisik ke seseorang ataupun serangan, penghancuran, perusakan yang sangat keras, kasar, kejam dan ganas atas sesuatu yang secara potensial dapat menjadi milik seseorang. Maka pelaku kekerasan berbasis gender ini, telah mengambil/merenggut hak potensial yang seharusnya dimiliki oleh perempuan korban kekerasan, seperti hak hidup bebas dari rasa takut dan hak mendapatkan perlindungan hukum. Fenomena tersebut menunjukkan perlu adanya kesadaran dari masyarakat atas pengakuan hak hidup kaum perempuan, sehingga peran pemerintah dan masyarakat sekitar sangatlah besar didalam memberikan 12 perhatian dan empati ke korban, agar masalah kekerasan terhadap perempuan ini tidak hanya dirasakan/diderita oleh korban saja, melainkan menjadi permasalahan bersama yang harus dicarikan solusinya. Salah satu reaksi dari elemen masyarakat diwujudkan lewat adanya Lembaga Swadaya Masyarakat. Terdapat organisasi perempuan lain, Badan Kerjasama Organisasi Wanita (BKOW) Jawa Tengah, 9 Maret 1962, hingga Muker VII pada tahun 2006, organisasi wanita yang bernaung dibawah BKOW telah mencapai angka 35 unit. Seluruh kegiatan BKOW bertumpu pada program kerja bidang-bidang berikut: Organisasi dan kehumasan; Pendidikan; Ekonomi dan pengembangan usaha; serta PP, hukum, dan HAM. Program kerja umum BKOW mencakup tiga butir utama, yaitu: Pemberdayaan perempuan dalam seluruh aspek kehidupan berkeluarga, berbangsa, dan bernegara; Perlindungan perempuan dan anak dari segala tindak kekerasan; Pengembangan media KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi). Ironisnya, meskipun telah berdiri sejak tahun 1962, sepak terjang BKOW dalam dunia kewanitaan, khususnya di lingkup provinsi Jawa Tengah, masih sangatlah minim. Khususnya dalam bidang perlindungan perempuan dan anak dari segala tindak kekerasan, BKOW Jawa Tengah, merencanakan realisasinya untuk anggaran kerja 2010–2011, dengan bertumpu pada tiga pokok kegiatan, adalah sbb: kampanye tentang peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang HAM, hukum, serta perlindungan perempuan dan anak; pelatihan kader/konselor pencegahan dan penanganan tindak kekerasan berbasis gender; pembentukan pusat informasi perlindungan perempuan dan anak dari segala tindak kekerasan berbasis gender. Sementara itu, LSM yang memperjuangkan nasib perempuan korban kekerasan di Jateng adalah LRC-KJHAM (Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia). Kegiatan LRC-KJHAM secara umum berupa pemberian bantuan hukum, kampanye anti kekerasan dan monitoring, menyediakan informasi melalui perpustakaan dan publikasi, serta melakukan konseling/pendampingan ke para korban kekerasan. Adapun strategi intervensi yang dilakukan LSM ini, berupa pengembangan terapi kelompok yang disebut 13 dengan Support Group. Kelompok terapis itu beranggotakan para korban kekerasan terhadap perempuan yang masih ataupun yang sudah pernah didampingi oleh LRC-KJHAM, dengan prinsip keanggotaannya dilandaskan pada kesadaran dan sukarela/kerelaan diri (Hardiyanto, 2004: 73-75). 1.2 Perumusan Masalah Support Group termasuk jenis Consciousness Raising Group. Consciousness Raising Group menurut Marge Piercy dan Jane Freeman merupakan suatu kelompok terapi (kelompok penyadar) yang masing-masing anggotanya saling berdiskusi atas pengalaman permasalahan yang mereka alami dan juga saling memberikan pengertian serta perhatian satu sama lain yang bertujuan untuk menumbuhkan kepercayaan diri para anggotanya. Permasalahan yang dikomunikasikan/didiskusikan menyangkut hal-hal pribadi, keluarga, rumah tangga dan isu sosial. Group ini membantu terciptanya perubahan perilaku anggota agar lebih baik lagi, jika anggota tersebut menginginkan hal itu dan group ini juga lebih diarahkan untuk memberikan bantuan (support) secara emosional ke para anggota. (http://research.umbc.edu/-korenman/wmst/ crguide2.html). Hasil penelitian yang diusulkan ini adalah adopsi format gerakan pendampingan untuk korban kekerasan berbasis gender untuk pengembangan kelembagaan, khususnya bagi BKOW Jawa Tengah. Penelitian ini juga diharapkan dapat mengembangkan nilai-nilai intelektual dalam bidang Komunikasi, khususnya untuk paradigma kritis yang berbasis pada gerakan gender. 14 1.3 Batasan Penelitian Berikut batasan yang ditetapkan tim peneliti agar hasil penelitian yang diperoleh sesuai dengan pemikiran yang mendasari penelitian ini, yaitu sbb: 1. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari hasil studi pustaka data dan literatur yang dimiliki oleh LSM LRC-KJHAM dan BKOW Jateng, sekaligus data yang diperoleh dari hasil indepth interview dengan para responden. 2. Pemilihan responden ditujukan kepada individu (staf) yang terlibat secara langsung, ataupun memiliki pengetahuan yang mendasari peran support group dalam LSM LRC-KJHAM dan BKOW Jateng. 3. Penelitian ini hanya terbatas pada format yang diberlakukan oleh LSM LRCKJHAM dalam melakukan pendampingan korban tindak kekerasan berbasis gender, dimana format ini nantinya dapat diadopsi oleh BKOW Jateng yang tengah merintis upaya pendampingan. 1.4 Sistematika Penulisan Untuk penulisan laporan penelitian ini, peneliti menggunakan tahapan penulisan sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Berisi latar belakang, perumusan masalah, batasan penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Berisi tentang sejarah dan definisi gerakan perempuan, penjelasan mengenai gender dan feminisme, serta penjelasan mengenai support group. BAB III : TUJUAN DAN MANFAAT Berisi tentang tujuan penelitian, dan manfaat penelitian 15 BAB IV : METODE PENELITIAN Berisi tentang metode penelitian, jenis data, metode pengumpulan data, metode pemilihan responden, metode pengolahan data BAB V : HASIL DAN PEMBAHASAN Berisi tentang hasil penelitian, dan pembahasan atas hasil penelitian BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN Berisi tentang kesimpulan dan saran–saran dari hasil penelitian. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Gerakan Perempuan Dari beberapa bacaan tentang sejarah gerakan perempuan Indonesia, ditemukan catatan bahwa gerakanhttp://hapsarisumut.wordpress.com/2009/07/02/agartakberserak/berbagi-pandangan-tentang-gerakan-perempuan/ - _ftn3 perempuan Indonesia sesungguhnya dimulai pada periode yang disebut ”periode perintis” (1880-1910) yaitu sebelum Indonesia merdeka dimana seluruh rakyat sedang merintis kesadaran kebangsaannya (kesadaran nasional). Dari periode perintis menuju pada tonggak ”Kebangkitan Nasional” tahun 1911–1928, yang ditandai dengan lahirnya organisasi bernama Budi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908. Ini adalah organisasi gerakan pertama yang dibentuk secara modern, dimana organisasi mempunyai pengurus tetap, anggota, tujuan, rencana pekerjaan dan seterusnya berdasarkan Anggaran Dasar dan peraturan-peraturan Anggaran Rumah yang dimuat Tangga dalam organisasi. (http://www.averroes.or.id/thought/ sejarah-gerakan-perempuan.html.) Sejarah kemudian mencatat lahirnya organisasi (formal) perempuan yang pertama yaitu Putri Mardika yang didirikan di Jakarta tahun 1912. Organisasi ini memperjuangkan pendidikan untuk perempuan, mendorong agar perempuan tampil di depan umum, membuang rasa “takut” dan “mengangkat” perempuan pada kedudukan yang sama seperti laki-laki (Wieringa, 1999: 105).http://hapsarisumut.wordpress.com/2009/07/02/agartakberserak/berbagi-pandangan-tentang-gerakan-perempuan/ - _ftn4 17 2.2 Definisi Gerakan Perempuan Gerakan perempuan adanya kesadaran dan keyakinan melakukan tindakan bersama (kaum perempuan sebagai pemilik kepentingan) untuk bebas dari berbagai bentuk penindasan dan ketidak adilan yang berakar pada perendahan martabat dan kemanusiaan kaum perempuan. Aktifitas gerakan lebih luas dari sekedar aktifitas organisasi. Sebuah gerakan akan terus mengalir, menuju pada muara/arah cita-cita yang diyakini dan terwujud dalam bentuk pemikiran, sikap serta tindakan. Gerakan perempuan di Indonesia menorehkan sejarahnya secara formal pada Kongres Perempuan I tahun 1928. Pada akhir periode 90’an, seiring dengan terjadinya reformasi politik, gerakan perempuan mengubah strategi, hal ini ditandai dengan adanya lahirnya Komnas Perempuan memperlihatkan suatu eksperimentasi strategi yang memperlakukan negara sebagai entitas yang harus diberdayakan tanggungjawabnya. Strategi baru ini antara lain adalah: Pemetaan kekerasan terhadap perempuan, reformasi hukum, pemulihan dalam arti luas, perlindungan kelompok rentan diskriminasi, memantau sistem dan lain-lain dilakukan. Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dilahirkan. Menurut Mariana Amirudin, aktivis sekaligus pemimpin Jurnal Perempuan, perempuan selalu berseberangan dengan kebudayaan karena kultur di Indonesia tidak ramah terhadap ide-ide kesetaraan antara perempuan dan laki-laki. Kebudayaan dominan yang berlaku membedakan manusia atas dasar jenis kelamin biologisnya. Dapat dikatakan dengan melakukan komunikasi dan negosiasi yang terus-menerus, gerakan perempuan melahirkan proses sosial tertentu dan terus mendefinisikan ulang dirinya. 18 Pengalaman di berbagai negara, termasuk di Indonesia, menunjukkan gerakan ini diikuti oleh berbagai kelompok sosial yang berjuang dengan berbagai cara di berbagai bidang. Bagian-bagian tertentu dalam gerakan ini mungkin tidak setuju satu sama lain dan memiliki prioritasnya sendiri-sendiri. Saskia Wieringa, seorang feminis dan antropolog menambahkan bahwa, tuntutan dari suara-suara berbeda itu tujuannya satu: menentang sistem yang dominan, yang juga merupakan inti dari gerakan perempuan Indonesia. 2.3 Gender & Feminisme Kata gender berasal dari bahasa Inggris berarti “jenis kelamin”. (Echols & Shadilly, 1986: 265). Dalam Webster’s New World Dictionary, gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara lakilaki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. (Neufeldt, 1984: 561) Di dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. (Tierney, 1999: 153). Kata gender belum masuk dalam perbendaharaan Kamus Besar Bahasa Indonesia, tetapi istilah tersebut sudah lazim digunakan, khususnya di Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita dengan istilah “jender”. Jender diartikan sebagai “interpretasi mental dan kultural terhadap perbedaan kelamin yakni laki-laki dan perempuan. Jender biasanya dipergunakan untuk menunjukkan pembagian kerja yang dianggap tepat bagi laki-laki dan perempuan”. (Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita, 1992: 3). 19 Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi pengaruh sosial budaya. Gender dalam arti ini adalah suatu bentuk rekayasa masyarakat (social constructions), bukannya sesuatu yang bersifat kodrati. Berangkat dari konsep gender inilah timbul suatu pergerakan wanita yang menuntut adanya kesetaraan, kesamaan dan keadilan hak dengan kaum pria. Kata feminisme berasal dari kata latin ’femina’ yang berarti memiliki sifat keperempuanan. Feminisme diawali oleh adanya persepsi tentang ketimpangan posisi perempuan dibandingkan laki-laki di masyarakat. (Anshori, Kosasih, dan Sarimaya: 1997: 19) 2.4 Support Group 2.4.1 Pengertian Support Group Dalam sebuah support group, anggotanya saling bekerjasama dan dan berbagi menyangkut perihal yang biasanya membebani anggotanya. Atau bentuk kerjasama lain seperti menyediakan dan mengevaluasi informasi yang relevan, membentuk keterkaitan dari pengalaman pribadi antar anggota, mendengarkan dan menerima pengalaman anggota lain dengan terbuka. Suatu support group juga memberikan informasi kepada publik atau terlibat dalam proses advokasi. Support group formal adalah suatu fenomena modern, namun demikian cikal-bakal support group berasal dari organisasi fraternal (organisasi atas dasar rasa persaudaraan) seperti Freemason, yang merupakan ekspansi dari suatu keluarga, terdiri atas anggota keluarga yang menjalankan fungsi masing-masing dalam rumah tangga. 20 Support group merupakan wadah dimana individu-individu anggotanya untuk memberikan dan menerima dukungan emosional dan praktek, sekaligus tempat bagi anggotanya untuk bertukar informasi. Istilah support group biasanya identik dengan dukungan yang datang dari teman senasib/sepenanggungan. 2.4.2 Mengelola Interaksi Support Group Support group berfungsi untuk mengelola kontak antar-pribadi diantara anggotanya, dalam berbagai cara. Secara tradisional, cara kerja support group adalah mengadakan pertemuan dengan jumlah anggota yang memungkinkan terjadinya percakapan dan interaksi antar-pribadi. Keanggotaan membutuhkan proses dalam beberapa pendaftaran support terlebih group, dahulu, biasanya dan biaya keanggotaan. Sementara support group yang lain bersifat terbuka dan memperkenankan siapa saja untuk menghadiri pertemuan telah dijadwalkan atau bahkan dipublikasikan. 2.4.3 Manajemen Support Group Self-help support group merupakan support group yang terorganisir dan dikelola oleh anggotanya, yang biasanya merupakan sukarelawan atau memiliki pengalaman pribadi terkait dengan subjek bahasan support group. Support group yang beroperasi secara profesional, biasanya difasilitasi oleh staf profesional yang tidak berbagi pengalaman atau kesulitan pribadi dengan anggotanya, mereka adalah pekerja sosial, psikolog, atau rohaniawan/wati. Fasilitator mengendalikan diskusi dan menyediakan jasa manajerial lainnya. Support group yang dikeloa profesional, sering dijumpai dalam formasi institusional, seperti dalam lingkungan rumah sakit, pusat rehabilitasi, dan fasilitas koreksional. 21 2.4.4 Ragam Support Group Berikut merupakan jasa-jasa yang ditawarkan oleh support group untuk menangani permasalahan yang dialami anggotanya, antara lain: kecanduan, pendertita AIDS, penderita Alzheimer, Alcoholic Anonymous, Manajemen Emosi (Anger Management), pendertita kanker, Debtors Anonymous (khusus penghutang kronik), penderita yang mengalami gangguan makan (eating disorders) seperti bulimia ato anoreksia, Gamblers Anonymous (khusus penjudi kambuhan), keluarga korban kecelakaan, korban tindak kekerasan seksual, penderita stroke, pencegahan atas tindak bunuh diri, dan masih banyak lagi. 2.5 Kekerasan Berbasis Gender Kekerasan berbasis gender, atau kekerasan terhadap kaum perempuan violence against women (VAW), merupakan permasalahan yang cukup menyita perhatian, khususnya di bidang kesehatan dan HAM di seluruh penjuru dunia. VAW memiliki dampak yang signifikan, khususnya dalam bidang kesehatan. Laporan WHO pada aspek Kekerasan dan Kesehatan mencatatkan bahwa ”salah satu bentuk VAW paling sering dijumpai, adalah tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami atau pasangan lakilaki.” Kekerasan semacam ini sering tidak tampak, karena terjadi didalam rumah tangga. Terlebih lagi, sistem hukum dan norma kebudayaan seringkali tidak menilai hal tersebut sebagai tindak kejahatan, namun sebagai persoalan rumahtangga yang bersifat ”pribadi” bagian dari kehidupan. (http://www.who.int/gender/violence/en/) Kekerasan berbasis gender mencerminkan dan mempertajam ketimpangan posisi antara laki-laki dan perempuan yang mendatangkan kerugian bagi kesehatan, martabat, keamanan, dan otonomi korbannya 22 yang notabene adalah kaum perempuan. Kekerasan semacam ini melanggar HAM, seperti kekerasan seksual pada anak, tindak perkosaan, kekerasan domestik (KDRT), pelecehan seksual, perdagangan perempuan, dan praktek perbudakan. Tindak kekerasan tersebut akan meninggalkan trauma psikis, dan gangguan kesehatan kaum perempuan, yang mencakup gangguan kesehatan reproduksi dan seksual, dalam beberapa kasus berujung pada kematian. Kekerasan terhadap kaum perempuan atau kekerasan berbasis gender dikenal sebagai pelanggaran atas HAM yang paling merusak dan sulit diidentifikasi. Menurut Vienna Human Rights Conference and the Fourth World Conference yang membahas kekerasan terhadap perempuan, menilai bahwa tindak kekerasan tersebut mengancam hidup, tubuh, integritas psikologis, dan kebebasan perempuan. Tindak kekerasan memungkinkan timbulnya dampak signifikan, pada kesehatan reproduksi perempuan.(http://www.unfpa.org/gender/violence.htm). 23 BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengejawantahkan tujuan-tujuan berikut: 1. Mendeskripsikan upaya-upaya gerakan perempuan yang telah ditempuh LSM LRC–KJHAM, khususnya untuk menangani krisis tindak kekerasan berbasis gender di kalangan perempuan warga Jawa Tengah. Dengan menguraikan terbentuknya support group yang menjadi bagian dari unit kerja LSM LRC-KJHAM, upaya support group dalam ”mengentaskan” korban tindak kekerasan berbasis gender, sehingga dapat bergabung sebagai anggota suuport group dan lebih jauh menjadi konselor bagi rekan-rekan sesama anggota support group yang notabene adalah sesama korban tindak kekerasan berbasis gender (korban ketidakadilan gender). 2. Mendeskripsikan format koordinasi yang mungkin dapat diadopsi dan diterapkan oleh BKOW Jawa Tengah dari LSM LRC–KJHAM dalam menangani krisis tindakan kekerasan berbasi gender di kalangan perempuan warga Jawa Tengah. Dengan menguraikan upaya-upaya yang terlebih dahulu ditempuh oleh LSM LRC-KJHAM dalam menangani korban tindak kekerasan berbasis gender, maka peneliti merekomendasikan upaya-upaya tersebut untuk dapat diadopsi oleh BKOW Jateng, dengan terlebih dahulu melakukan beberapa penyesuaian dengan formasi kelembagaan yang dioperasikan oleh BKOW Jateng, sehingga tercipta suatu formasi baru yang merupakan adopsi dari sistem kinerja LSM LRC-KJHAM, dan adaptasi serta pengembangan yang dilakukan oleh kalangan internal BKOW Jateng. 24 3.2 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mendatangkan manfaat bagi pihak-pihak berikut : 1. LSM LRC-KJHAM Mengetahui kelebihan dan kekurangan program yang selama ini dilaksanakan, agar bisa melakukan evaluasi dan perbaikan untuk program pendampingan di masa mendatang. 2. BKOW Jateng Mengetahui deskripsi program yang selama ini telah dilakukan secara efektif, sebagai materi rujukan pembentukan dan pengembangan program pendampingan. 3. Peneliti Mengetahui batasan dan deskripsi tindak kekerasan berbasis gender yang terjadi, dan upaya penanganan serta pemulihan yang dilakukan kepada para korban tindak kekerasan berbasis gender. 4. Akademis Memberikan pengetahuan dan wawasan terkait dengan konsepsi gender, ketidakadilan gender maupun tindak kekerasan berbasis gender. 25 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Metode Penelitian Agar penelitian ini dapat memberikan hasil yang baik, maka penulisan laporannya menggunakan berbagai macam data, keterangan data, serta informasi penting yang diperoleh dari berbagai sumber, didasarkan pada: 4.1.1 Jenis Data Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian (responden) setelah melakukan indepth interview yang terstruktur, guna mencapai tujuan penelitian. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari buku-buku, berita, artikel atau hasil penelitian yang dimuat dalam situs internet sebagai pelengkap dalam penyusunan laporan penelitian ini. 4.1.2 Metode Pengumpulan Data Metode Studi Pustaka, yaitu metode pengumpulan data melalui pemahaman lieteratur maupun buku dan juga dari internet sebagai acuan untuk menentukan landasan teori. Metode indepth interview, yaitu dengan melakukan wawancara mendalam dan terstruktur kepada objek-objek penelitian sesuai dengan pedoman pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu oleh Peneliti. 4.1.3 Metode Pemilihan Responden Untuk penelitian ini, peneliti menetapkan jumlah minimal responden tiga orang responden, dengan asumsi mewakili ketiga objek penelitian, yaitu: seorang perwakilan dari LSM LRC–KJHAM, seorang perwakilan dari 26 BKOW Jateng, dan seorang perwakilan dari kelompok korban tindak kekerasan berbasis gender. Pada pelaksanaannya, tim peneliti menetapkan lima orang responden, seorang merupakan staf ahli LSM LRC-KJHAM, seorang lainnya merupakan staf ahli BKOW Jateng, sementara tiga orang yang lain meruapakan konselor dalam support group binaan LSM LRCKJHAM. Prosedur pemilihan informan ditetapkan melalui penggunaan teknik purposive sampling. Dengan mengacu pada kerangka penelitian, ditetapkanlah karakter responden yang dibutuhkan oleh penelitian ini, adalah sbb: Responden dari pihak LSM LRC-KJHAM merupakan anggota yang masih aktif masih aktif mengikuti pertemuan Support Group (korban dari kasus KDRT, Perkosaan dan Pelecehan Seksual) Responden dari pihak BKOW Jateng merupakan anggota yang masih aktif, dan terlibat langsung dalam pembentukan dan pelaksanaa kebijakan terkait dengan upaya penanganan korban tindak kekerasan berbasis gender. Responden bersedia diobservasi dan berpartisipasi dalam proses interview serta pendokumentasian hasil wawancara. Teknik ini mendasarkan pada ciri-ciri tertentu informan yang memiliki keterkaitan dengan ciri-ciri yang ada dalam responden (objek penelitian). Jadi, sifat-sifat spesifik yang ada dalam objek penelitian, dijadikan kunci untuk pengambilan jumlah informan (Achmadi dan Narbuko, 2002: 116). Dalam penelitian ini, tim peneliti menetapkan empat orang responden, dengan rincian tiga responden yang berperan sebagai konselor di LSM LRC-KJHAM, dan semula merupakan mantan korban KDRT, serta satu orang responden yang berasal dari BKOW Jateng, yang menjabat sebagai Sekretaris Umum BKOW yang berperan dalam menggagas upaya pendampingan korban tindak kekerasan berbasis gender, dimana informasi 27 yang didapat dari responden-responden tersebut dimanfaatkan sebagai rujukan untuk memenuhi tujuan penelitian. Responden ini berarti anggota Support Group yang masih aktif, konselor/ pendamping dan juga Koordinator LRC-KJHAM, ketika mereka saling menjalin komunikasi kelompok. Narasumber lain yang dinilai sebagai subjek penelitian adalah staf BKOW Jawa Tengah, khususnya yang terkait langsung dengan krisis tindak kekerasan berbasis gender. 4.1.4 Metode Pengolahan Data Data yang diperoleh setelah melakukan indepth interview diolah sesuai dengan kerangka kerja Peneliti yang berpedoman pada kerangka penelitian yang telah ditetapkan, untuk memenuhi tujuan penelitian. Sementara itu, analisis data kualitatif ini mengacu pada metoda deskriptif (Nazir, 2003: 57–58 dan 62–63). Analisis data dimulai dengan reduksi, kategorisasi dan diakhiri dengan generalisasi kategori data. Data yang dikumpulkan tidak semuanya dianggap valid dan reliable, karenanya perlu dilakukan reduksi agar data yang akan di analisis benar-benar memiliki validitas (masih berlaku) dan reliabilitas (dapat dipercaya) (Denzin dan Lincoln dalam Mukhtar dan Widodo, 2000: 97–98). Kemudian langkah berikutnya ialah menyusun kategori. Kategorisasi merupakan upaya memilah-milah setiap satuan ke dalam bagian-bagian yang memiliki kesamaan (Glaser dan Strauss dalam Moleong, 2005: 288). Dan langkah terakhir dalam pengorganisasian, analisis, interpretasi dan generalisasi kategori data ini adalah membuat generalisasi dari kategori-kategori data. Generalisasi merupakan proses untuk menjelaskan kasus-kasus umum, berdasarkan pada temuan di kasus-kasus yang khusus (data dari setiap informan/setiap pertemuan kelompok yang telah diobservasi) (Mukhtar dan Widodo, 2000: 202). Sistematika/langkah teknisnya berupa mencari kaitan/kesamaan antara satu kategori dengan kategori lainnya, dengan 28 tujuan untuk menjelaskan sesuatu didasarkan pada temuan di informan penelitian (data emic). 4.1.5 Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan ialah deskriptif kualitatif dengan pendekatan interpretive. Menurut F.L. Whitney, penelitian deskriptif dipakai untuk mencari data melalui interpretasi secara tepat (Whitney dalam Nazir, 2003: 54). Aspek yang ditekankan pada perspektif interpretive yaitu subjectivism atau keunggulan pengalaman individu. Secara operasional, Peneliti berusaha menginterpretasi mengenai pesan/informasi yang dikemukakan oleh objek-objek penelitian, ketika saling berbagi pengalaman atas permasalahan yang dialami, ataupun saat berdiskusi mengenai permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat, khususnya di kalangan perempuan korban tindak kekerasan berbasis gender di Jawa Tengah. 29 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Gambaran Umum LSM LRC – KJHAM, Semarang LSM LRC-KJHAM, Lembaga Swadaya Masyarakat Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan HAM, merupakan organisasi non-Pemerintah yang dibentuk pada tanggal 24 Juli 1999. Semula dinamakan LSM KJHAM, diubah menjadi LSM LRC-KJHAM, hal ini dilakukan untuk mendukung proses terintegrasinya analisis proser dalam kerja advokasi dengan menjalankan program Bantuan Hukum (Legal Aid), Konseling dalam forum Women Crisis Center, dan Monitoring atas kasus-kasus kekerasan berbasi jender di Jawa Tengah. Untuk menjawab kebutuhan perempuan, dilakukan pemberdayaan melalui diskusi dan pengorganisasian perempuan dengan metode FPAR (Feminist Partisipatory Action Research). LRC-KJHAM yang beralamat di jalan Lemah Gempal II No. 766 A, Semarang, bekerja dibawah Yayasan SUKMA (Sekretariat untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia, dengan kepengurusan, sbb: Dewan Pembina Yayasan : Andik Hardiyanto, SH : Nursyahbani Katjasungkana, SH : Dadang Triasongko, SH : Dra. Myra Diarsi, MA : Salma Safitri, SH Dewan Pengawas Yayasan : Nur Amalia, SH Dewan Pengurus Yayasan : Poengky Indarti, SH : Sri Nurherwati, SH 30 Badan Pelaksana Yayasan Koordinator LRC-KJHAM : Evarisan, SH Divisi Konseling : Indi Hapsari, S.Sos Divisi Bantuan Hukum Divisi Monitoring : Fatkhurozi, S.Pd.I Divisi Indok : Sumiyati, S.Pd.I Staf : Irene Kurnia A.F, S.Sos 5.1.2 Gambaran Umum BKOW Jawa Tengah Badan Kerjasama Organisasi Wanita (BKOW) Jawa Tengah, semula bernama Gabungan Organisasi Wanita Jawa Tengah (GOW Jateng), berdiri pada 9 Maret 1962, beranggotakan 15 organisasi wanita. Hingga Muker VII pada tahun 2006, organisasi wanita yang bernaung dibawah BKOW telah mencapai angka 35 unit. Kantor sekretariat BKOW Jateng terletak di Gedung Wanita lantai 2, Jl. Sriwijaya no. 29, Semarang. Sejak berdiri, BKOW dimaksudkan sebagai wadah pergerakan wanita yang berlatarbelakang departemental, dalam arti memiliki keterkaitan kuat dengan instansi pemerintah yang menjalin kerjasama dengan BKOW. Akan tetapi, konsep ini mengalami pergeseran, dimana pada masa sekarang BKOW selain memiliki latarbelakang departemental, juga menjalin kerjasama dengan segenap organisasi wanita non-pemerintah, hal ini dimaksudkan untuk memberikan pelayanan yang komprehensif terhadap kaum perempuan Jawa Tengah dan sekitarnya. Seluruh kegiatan BKOW bertumpu pada program kerja bidang-bidang, sbb: Organisasi dan Kehumasan; Pendidikan; Sosial-Kesejahteraan; Ekonomi dan Pengembangan Usaha; serta PP, Hukum, dan HAM. Program kerja umum BKOW mencakup tiga butir utama, yaitu: Pemberdayaan perempuan dalam seluruh aspek kehidupan berkeluarga, berbangsa, dan bernegara; Perlindungan perempuan dan 31 anak dari segala tindak kekerasan; serta Pengembangan media KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi). Berdasar keputusan Rapat Paripurna tanggal 29 Desember 2009, maka susunan kepengurusan BKOW masa bakti 2009 – 2012, adalah sbb: Penasehat : Ibu Hj. Sri Suharti Bibit Waluyo Ketua Umum : Ny. Dr. Hj. Tuty Suryani Hendrawan Ketua I : Ny. Ummi Kartini Pohan Ketua II : Ny. Nuni M. Yusuf Ketua III : Ny. Hj. Sulaningsih Bachrun, SH Ketua IV : Ny. Antari Udjuwolo Ketua V : Ny. Noor`aini Harjanto, SE, M.Pd Sekretaris Umum : Ny. Hj. Noor’aini Amrozi Sekretaris : Ny. Hj. Hetty Winarno Bendahara Umum : Ny. Hj. Yun Indriatsih, Apt. Bendahara : Ny. Nurul Gamar Erstanto Bidang Organisasi & Kehumasan Ketua : Ny. Peni Totok Susanto Wakil ketua : Ny. MM. Diana, T.S. Bidang Pendidikan Ketua : Ny. Tuti Partono Wakil ketua : Ny. Siti Aminah Bidang Sosial-Kesejahteraan Ketua : Ny. Hj. Afifah Adnan, S.Pd Wakil ketua : Ny. Endang Radjab Senen, S.Ag 32 Bidang Ekonomi & Pengembangan Usaha Ketua : Ny. Hj. Dina Ali Hanafai Wakil ketua : Ny. Suyatmi Sudarman Bidang PP, Hukum & HAM Ketua : Ny. Hj. Suci Mulyati Suyoto, SH Wakil ketua : Dra. Ny. Indah Arofah Agus Prabowo Dalam melaksanakan kegiatan, BKOW Provinsi Jawa Tengah memperhatikan petunjuk pelaksanaan pembangunan Provinsi Jawa Tengah dan petunjuk Ketua Dewan Penasehat BKOW Provinsi Jawa Tengah. Serta selalu bekerjasama dengan instansi terkait, organisasi wanita/lembaga non-pemerintah, GOW (Gerakan Organisasi Wanita) Kabupaten/Kota se-Jawa Tengah, LSM, dan KOWANI (Kongres Wanita Indonesia) diwujudkan melalui berbagai kegiatan dengan dibentuk Panitia Pelaksana yang dikukuhkan dengan Surat Keputusan. Periode 2009 – 2012, BKOW telah melantik Pengurus baru, yang diketuai oleh Dr. Hj. Tuty Suryani Hendrawan, pada peringatan HUT Ke-463 Kota Semarang, Forum Komunikasi Wartawan Mahasiswa bekerja sama dengan Koalisi LSM Penegak Hukum dan Keadilan Jawa Tengah, menerima anugerah ’Semarang Award’, karena beliau dinggap memberikan sumbangsih signifikan terhadap perkembangan kota Semarang sesuai dengan bidang tugasnya, sebagai wakil pemerintah yang menjadi motor penggerak organisasi dan pergerakan wanita di Semarang, Ironisnya, meskipun telah berdiri sejak tahun 1962, sepak terjang BKOW dalam dunia kewanitaan, khususnya di lingkup provinsi Jawa Tengah, masih sangatlah minim. Khususnya dalam bidang perlindungan perempuan dan anak dari segala tindak kekerasan, BKOW Jawa Tengah, merencanakan realisasinya untuk anggaran kerja 2010 – 2011, dengan bertumpu pada tiga pokok kegiatan, adalah sbb: kampanye tentang peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang 33 HAM, hukum, serta perlindungan perempuan dan anak; pelatihan kader/konselor pencegahan dan penanganan tindak kekerasan berbasis jender; pembentukan pusat informasi perlindungan perempuan dan anak dari segala tindak kekerasan berbasis gender. 5.1.3 Deskripsi Support Group sebagai Upaya Pendampingan Korban Tindak Kekerasan Berbasis Gender Salah satu bagian dalam bab ini adalah deskripsi pengalaman para informan dalam merespon dampak kekerasan, hingga pada tahap mereka memutuskan untuk menjadi konselor. Terlebih dahulu tim peneliti melakukan indepth interview terhadap para responden, yang berjumlah empat orang, dimana kesemuanya adalah anggota support group yang dibentuk oleh LSM LRC-KJHAM. 5.1.3.1 Upaya Penanganan Korban Tindak Kekerasan Gender yang dilakukan oleh LSM LRC – KJHAM, Semarang Sejak berdirinya, LSM LRC-KJHAM telah melakukan beragam upaya signifikan untuk memperjuangkan kesetaraan dan keadilan gender bagi kaum perempuan, baik yang berupa upaya konseling, hingga pada upaya advokasi, yang memperjuangkan keadilan dalam bidang gender melalui suatu proses peradilan. Sebagai aktivis independen gerakan perempuan dalam menangani korban tindak kekerasan berbasis gender, salah satu upaya yang signifikan sekaligus terkait dengan penelitian ini, yang telah dilakukan oleh LSM LRC-KJHAM adalah dilaksanakannya support group yang berperan sebagai pendamping (konselor) bagi mereka korban tindak kekerasan. Konselor adalah mereka yang juga mengalami tindak kekerasan berbasis gender, sehingga dari pengalaman pahit yang mereka dapatkan, para konselor bisa menempatkan diri pada posisi korban tindak kekerasan berbasis gender, menyelami sudut pandang si korban, menampung dan memberikan saran terkait dengan tindak kekerasan yang dialami si korban 34 – berdasar pada peristiwa yang mereka alami secara pribadi. Meski sempat menjadi korban tindak kekerasan berbasis gender, para konselor memiliki sudut pandang yang relatif berbeda dengan korban, karena telah melalui proses pelatihan dan pendidikan, jika diperlukan konselor diharuskan melalui proses sertifikasi. Untuk memberikan pelayanan yang komprehensif terhadap masyarakat Semarang, dan masyarakat Jawa Tengah, maka praktisi independen dan praktisi yang mewakili pemerintah diharapkan saling berkoordinasi, membentuk suatu jaringan kerjasama yang mencakup semua aspek yang dibutuhkan untuk mengelola gerakan perempuan, khususnya yang terkait dengan upaya penanganan korban tindak kekerasan berbasis gender. 5.1.3.2 Rangkuman Hasil Indepth Interview dengan Responden dari LSM LRC-KJHAM Rangkuman informasi hasil indepth interview yang dilakukan dengan para responden, terkait dengan pengalaman responden yang mengalami tindak kekerasan berbasis gender. Responden yang berhasil diwawancarai oleh tim peneliti, terdiri dari tiga individu, masing-masing dengan inisial Sh, Y, dan M. Berikut merupakan deskripsi singkat keterangan yang didapat dari para korban yang kini telah aktif menjadi konselor support group bentukan LSM LRC-KJHAM. Hasil wawancara dengan ketiga korban KDRT, yaitu Sh, Y dan M, menyatakan bahwa ketiganya bersikap pasrah dan nrimo terhadap segala bentuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh suaminya, yang kini memutuskan untuk bercerai dan menjadi single parent bagi anakanaknya. Tindak kekerasan tersebut bermula munculnya pihak ketiga dalam rumah tangga ketiga korban KDRT. Dimana, sang suami lebih mementingkan WIL dan mengabaikan keluarga intinya. Ketiga korban KDRT ini semula menutup rapat aib keluarga, dan berusaha menjaga keutuhan rumah tangga, akan tetapi keran perilaku negatif suami yang 35 makin menjadi, dalam waktu yang terpisah dengan proses tersendiri, ketiganya memutuskan untuk melaporkannya ke pihak yang berwajib setelah berkonsultasi terlebih dahulu dengan pengelola LSM LRCKJHAM. Tidak mudah bagi Sh, Y, dan M, untuk mengubah mind set yang selama ini mereka yakini, yaitu untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga, dan bersikap toleran (nrimo) terhadap segala perilaku abusive sang suami, dan menerima penelantara ekonomi yang berakibat bagi tidak hanya dirinya sendiri, namun juga bagi anak-anak korban. Berkat arahan dari orang terdekat (tetangga ataupun kerabat) ketiganya memutuskan untuk berkonsultasi lebih lanjut dengan pihak LSM LRCKJHAM, yang mengarahkan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dengan upaya advokasi. Kasus ini pun bergulir ke meja penyidik, dari pihak Kepolisian, dan pada akhirnya ke meja Pengadilan, dengan hasil, Sh, Y, dan M mengakhiri ikatan pernikahan, dan memperoleh hak asuh bagi-bagi anaknya. Dengan tuntasnya kasus tersebut dengan proses peradilan, untuk selanjutnya pihak LSM LRC-KJHAM menyarankan ketiganya dalam kurun waktu yang berbeda untuk bergabung dengan support group, dan terus memantau kemungkinan kasus yang telah tuntas muncul kembali, disamping memonitor kesehatan psikis para korban KDRT dalam forum support group tersebut. Namun, ketiganya tidak lantas langsung menerima kondisi tersebut, dibutuhkan beberapa waktu bagi Sh, Y, dan M untuk mempertimbangkannya terlebih dahulu. Beberapa faktor yang mendasari pertimbangan korban-korban KDRT tersebut antara lain adalah: kasus KDRT yang berlangsung cukup lama menimbulkan trauma fisik dan psikis, belum lagi korban biasanya merasa inferior, karena setelah sekian lama berjibaku dengan KDRT, kepercayaan diri korban akan berada pada tingkat rendah, merasa tidak berharga dan tidak dihargai. Kendala lain yang mungkin dihadapi adalah perasaan malu, bahwa keluarganya mengalami aib semacam ini, dan 36 tidak ingin pihak luar mengetahui aib tersebut, sehingga para korban cenderung untuk tidak mau terbuka atas kekerasa yang dialaminya. Terutama dalam forum yang cukup terbuka seperti support group yang diprakarsai oleh LSM LRC-KJHAM. Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan saran dari orang terdekat yang peduli, akhirnya Sh, Y, dan M memutuskan untuk bergabung sebagai anggota dalam support group yang diprakarsai oeh LSM LRC-KJHAM. Setelah cukup lama berselang, hingga kini Sh, Y, dan M ikut berperan aktif dalam support group, dan berperan sebagai konselor bagi rekan sesama korban tindak kekerasan gender. Peneliti menemukan beberapa fakta yang menjawab pertanyaan penelitian, antara lain mendeskripsikan upaya-upaya yang mendukung gerakan wanita, yang pernah dilakukan LSM LRC-KJHAM adalah, sbb: 1. Membentuk support group¸ merupakan wadah yang berfungsi untuk menangani korban tindak kekerasan berbasis gender, untuk berbagi pengalaman dengan sesama anggota support group tersebut dan mendapat dukungan atau masukan dari konselor. 2. Sebagai mediator ataupun fasilitator dalam suatu support group, maka diperlukan konselor, yang direkrut dari anggota support group itu sendiri. Hal ini dimaksudkan agar konselor dapat menempatkan diri pada posisi korban, dan pada akhirnya dapat memberikan support sesuai perspektif dirinya sebagai konselor dan mantan korban tindak kekerasan berbasis gender. 3. Rekrutmen seorang konselor tidak hanya dilakukan untuk kalangan internal saja, bagi mereka yang berkeinginan dan memenuhi kualifikasi untuk menjadi konselor, meski datang dari kalangan eksternal LSM, dapat direkrut untuk menempati posisi tersebut. 37 4. Tindak lanjut dari proses rekrutmen adalah dilaksanakannya proses pendidikan dan pelatihan oleh praktisi yang mumpuni dalam bidang terkait dengan proses konseling dan penyelenggaraan support group, seperti halnya psikolog, ahli hukum. Setelah dilakukannya pendidikan dan pelatihan, maka akan dilakukan proses sertifikasi yang menyatakan secara sah dan tertulis bahwa seseorang yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan berperan sebagai konselor. 5. Diharapkan manfaat yang didapat dari berlangsungnya support group ini adalah, sbb: a. Membentuk suatu komunikasi kelompok yang didefinisikan oleh Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) sebagai komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggotaanggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. b. Memahami kerangka berpikir, dan karakter anggota support group melalui suatu proses komunikasi kelompok, menciptakan suatu mutual understanding, dari interpretasi atas pengalaman korban tindak kekerasan. c. Berangkat dari interaksi dalam support group tersebut, dibentuklah agenda task group yang berfungsi mengelola interpersonal obstacles untuk mendukung berfungsinya komunikasi kelompok dan support group sesuai dengan yang diharapkan. d. Tahap berikut adalah terbentuknya sinergi antar anggota kelompok, dengan konselor/fasilitator guna membangun kesadaran dalam kelompok tersebut, maka support group 38 dalam hal ini beralih fungsi menjadi conciousness raising group (kelompok yang bertugas membangkitkan kesadaran/emansipasi) bahwa pelanggaran terhadap upaya emansipasi, salah satunya adalah tindak kekerasan berbasis gender merupakan hal yang perlu ditindak secara tegas, karena telah melanggar harkat hidup perempuan, dan tidak seharusnya dibiarkan berlarut-larut. e. Melalui interaksi antar pribadi yang terbentuk dalam suatu support group, diharapkan dapat membangun hubungan yang sehat, mencakup perhatian positif terhadap diri sendiri dan orang lain, kepedulian yang mampu menciptakan iklim komunikasi yang kondusif serta memungkinkan para partisipan (anggota) komunikasi dapat mengaktualisasikan dirinya. f. Hasil dari hubungan (interaksi) yang terbuka dan suportif ditandai dengan munculnya congruence experience, yaitu suatu pengalaman ketika seseorang merasa yakin dan jelas akan jati dirinya, apa saja yang dilakukannya, dan bagaimana menempatkan jati dirinyakepada dunia. Sebaliknya, jika ia mengalami kebingungan akan jati diri pribadi, maka seorang manusia dinilai telah kehilangan konsistensi dalam hidup. (Littlejohn & Foss, 2004: 205). 6. Tahap berikutnya, LSM LRC-KJHAM akan membentuk suatu badan hukum yang menangani masalah pelanggaran HAM secara pidana, khususnya yang menempatkan perempuan dan anak-anak sebagai korban. 39 5.1.4 Kiprah BKOW Jateng dalam Upaya Penanganan Korban Tindak Kekerasan Berbasis Gender Berbeda dengan LRC-KJHAM, BKOW Jawa Tengah yang telah berkiprah sejak tahun 1962, belum memiliki track record yang signifikan sebagai aktivis gerakan perempuan, khususnya terkait dengan penanganan korban tindak kekerasan berbasis gender di wilayah Jawa Tengah, pada umumnya, dan wilayah Semarang pada khususnya. Terkait dengan upaya kesetaraan gender, ataupun tindak pelanggaran atas praktik penyetaraan gender, selama periode kerja 2006 – 2009, bidangbidang kerja dalam BKOW telah melakukan berbagai upaya antara lain: 1. Pelatihan SDM Pelayanan dan Pendampingan Korban KDRT, yang diselenggarakan oleh Bidang Sosial dan Kesejahteraan. 2. Sosialisasi yang Pemberdayaan terkait Organisasi dengan Kesetaraan Perempuan dalam Gender dan Perlindungan Perempuan dan Anak, yang diselenggarakan oleh Bidang Organisasi. 3. Advokasi Kepemimpinan yang Responsif bagi Organisasi dan Masyarakat, yang diselenggarakan oleh Bidang Pendidikan. 4. Sosialisasi Pencatatan dan Pelaporan PKDRT dan asi sedunia, yang diselenggarakan oleh Bidang PP, Hukum, dan HAM. 5.1.4.1 Rangkuman Hasil Event maupun Kerjasama oleh BKOW Jateng Terkait dengan Tindak Kekerasan Berbasis Gender Sementara untuk kerjasama atau event yang telah diikuti oleh personel BKOW, terkait dengan tindak kekerasan berbasis gender, selama periode kerja 2006 – 2009, antara lain sbb: (BKOW, 2009). 1. Rapat Kelompok Panitia RANHAM Provinsi Jawa Tengah tahun 2008 – 2009, diselenggarakan oleh Kanwil Hukum dan HAM 40 Provinsi Jawa Tengah, pada 6 Mei 2008; terkait dengan pengembangan bidang Hukum dan HAM, khususnya bagi perempuan ditinjau dari perspektif kekerasan domestik. 2. Rapat Tim Sistem Informasi Gender, diselenggarakan oleh Biro PP Setda Prov. Jateng, pada 8, 9, dan 12 Mei 2008; terkait dengan sosialisasi konsepsi dan informasi mengenai gender kepada istri pejabat departemen pemerintah. 3. Anggota Tim Penyusunan Media KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) untuk PKBG (Pendidikan Keluarga Berwawasan Gender) dan KF (Kelompok Fokal) Sensitif Gender, diselenggarakan oleh Dinas P & K Jateng, pada 6 – 10 Mei 2008; terkait dengan sosialisasi pengetahuan tentang gender, bagi keluarga pada khususnya, dan penerbitan media KIA bagi masyarakat Jawa Tengah pada umumnya. 4. Tamu undangan dalam Sosialisasi UU No. 23 tahun 2004, tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, diselenggarakan oleh Departemen Hukum & HAM, pada 21 November 2008. 5. Tamu undangan Lokakarya HAM, diselenggarakan oleh Departemen Hukum & HAM, pada 24 November 2008. 6. Tamu undangan Diskusi Hasil Evaluasi ”Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Perlindungan Anak”, diselenggarakan oleh Biro Humas, Pemprov. Jateng, pada 27 Maret 2009. 7. Tamu undangan Pelatihan Kepemimpinan yang Tanggap Gender bagi Ketua/Unsur Ketua Organisasi Perempuan, pada 15 – 16 April 2009. 8. Tamu undangan Pelatihan Pemahaman Gender dan Pembentukan Jaringan/Forum PUG (Pengarus Utamaan Gender), diselenggarakan oleh BP3AKB (Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana) Jateng, pada 27 Mei 2009. 41 9. Tamu undangan Evaluasi Pelaksanaan Pengarus Utamaan Gender, diselenggarakan BP3AKB Jateng, pada 22 Juli 2009. 10. Tamu undangan Evaluasi Penanganan Kekerasan Berbasis Gender dan Anak serta Persiapan Launching Pusat Pelayanan Terpadu Prov. Jateng, diselenggarakan oleh BP3AKB Jateng, pada 4 September 2009. 11. Tamu undangan Pelatihan Modul Pendidikan dalam Pencegahan KDRT, diselenggarakan oleh DPRD Jateng, pada 7 – 8 September 2009. 12. Formatur dalam Pembentukan Jaringan Kelembagaan Masyarakat untuk Pengarus Utamaan Gender Jateng, diselenggarakan oleh Biro PP, Polri Jateng, pada 7 Oktober 2009. 13. Tamu undangan Rakor Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang di Jateng, diselenggarakan oleh BP3AKB Jateng, pada 12 Oktober 2009. 14. Tamu undangan Kegiatan Peningkatan Kapasitas Pengarus Utamaan Gender bagi Lembaga, Masyarakat, dan Dinas terkait, diselenggarakan oleh BP3AKB Jateng, pada 14 Oktober 2009. 15. Tamu undangan Semiloka Revitalisasi Gerakan Sayang Ibu dan KB untuk Penanggulangan Kemiskinan di Jateng, diselenggarakan oleh Pemprov Jateng, pada tanggal 22 Oktober 2009. 16. Tamu undangan Kunjungan Tim Pelaksanaan Evaluasi Pengarus Utamaan Gender tahun 2009, diselenggarakan oleh BP3AKB Jateng, pada tanggal 23 November 2009. 17. Tamu undangan Peresmian dan Pengukuhan Anggota Pelayanan Terpadu Korban Kekerasan Berbasis Gender dan Anak Prov. Jateng, diselenggarakan oleh BP3AKB Jateng, pada 10 Desember 2009. 42 18. Tamu undangan Jaringan Peduli Perempuan dan Anak (JPPA) tentang Uji Publik RUU Pornografi Ditinjau dari Sisi Yuridis, Hukum, Sosiologis, dan Budaya, pada 30 Oktober 2009. 5.1.4.2 Rangkuman Hasil Rancangan Program Baru BKOW Jateng Terkait dengan Upaya Penanganan Tindak Kekerasan Berbasis Gender Untuk periode kerja 2009 – 2012, BKOW telah menetapkan beberapa rancangan baru, terkait dengan gerakan perempuan untuk menangani korban tindak kekerasan berbasis gender, yaitu sbb: (BKOW, 2009). 1. Untuk bidang kerja Organisasi dan Kehumasan, salah satu programnya adalah memanfaatkan jejaring informasi dan komunikasi lewat teknologi informasi untuk memberikan masukan pada lembaga dan sosialisasi pada masyarakat menuju terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender. (BKOW, 2009). 2. Untuk bidang kerja Pemberdayaan Perempuan, Hukum, dan HAM; program kerjanya adalah, sbb: a. Meningkatkan pemberdayaan perempuan dalam seluruh aspek kehidupan yang sesuai dengan profesionalisme serta memperoleh perlindungan khususnya perbaikan kondisi tenaga kerja wanita. b. Mengupayakan terwujudnya penghapusan segala tindak kekerasan, segala tindak diskriminasi terhadap perempuan dan anak serta tindakan yang tak sesuai dengan falsafah Pancasila dan UUD 1945. c. Meningkatkan kesadaran hukum dan HAM secara terusmenerus agar kaum wanita menyadari dan tahu bila bermasalah dengan hukum dan dapat menggunakan Hak Perlindungan Hukum secara bertanggungjawab. 43 d. Berperan aktif dalam pelaksanaan advokasi terhadap korban kekerasan bersama-sama tim/badan terkait. e. Membentuk badan konseling dalam penanganan kasus KDRT dan kekerasan pada anak sebagai wujud kepedulian BKOW agar masyarakat dapat menggunakan haknya. 5.1.4.3 Rangkuman Hasil Rekomendasi BKOW Jateng Terkait dengan Upaya Penanganan Korban Tindak Kekerasan Berbasis Gender Berdasar Rapat Paripurna VIII BKOW Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 29 Desember 2009, untuk periode kerja 2009 – 2012, BKOW telah menyiapkan beberapa rekomendasi, antara lain: (BKOW, 2009). 1. Mengusulkan kepada Pemerintah untuk lebih meningkatkan Perlindungan Hukum bagi Perempuan dan Anak, utamanya melalui monitoring dan evaluasi implementasi UU No. 23 Tahun 2004, tentang PKDRT; UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; dan UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. 2. Mendesak Pemerintah agar meningkatkan Perlindungan Sosial dan Perlindungan Hukum bagi tenaga kerja Indonesia, utamanya tenaga kerja wanita (IKW) melalui perjanjian bilateral dan regional. 5.2 Pembahasan Pemberdayaan perempuan merupakan prasyarat untuk mencapai kesetaraan, pembangunan dan perdamaian dalam setiap aspek kehidupan pada semua tingkatan, mulai dari keluarga sampai tingkat global. Sebagaimana termuat dalam Deklarasi Beijing dan Landasan Aksi Beijing mengadopsi “Agenda bagi 44 Pemberdayaan Perempuan” (Agenda for Women’s Empowerment, 10 ayat dari 18 ayat) (http://www.unfpa.org/gender/violence.htm). Untuk melaksanakan deklarasi tersebut diperlukan sinergitas kerjasama dan peran aktif Pemerintah, LSM, Perguruan Tinggi (Institusi Pendidikan) dan masyarakat, termasuk organisasi perempuan, dan pranata sosial lain yang terkait, seperti lembaga keagamaan. Berikut beberapa strategi baru dalam upaya pengarus utamaan gender yang direkomendasikan oleh tim peneliti dalam menangani kekerasan pada kaum perempuan pada umumnya, atau kekerasan berbasis gender antara lain adalah, sbb: – Pemetaan kekerasan terhadap perempuan, pengelompokan yang dilakukan untuk mengklasifikasi segala jenis tindak kekerasan terhadap perempuan, untuk mempermudah proses identifikasi dan advokasi. – Reformasi hukum, yang mencakup penyempurnaan proses penyidikan hingga ke proses peradilan untuk menangani kasus tindak kekerasan berbasis gender. Penyempurnaan produk hukum atau penerbitan produk hukum baru yang khusus menangani masalah tindak kekerasan berbasis gender. – Pemulihan dalam arti luas, yang mencakup pemulihan dikalangan masyarakat akar rumput, yaitu restorasi konsepsi bahwa eksistensi perempuan sangatlah penting dan berhak diperlakukan dengan hormat, diikuti dengan sosialisasi dan internalisasi upaya pengarusutamaan gender dalam kehidupan masyarakat pada umumnya. – Perlindungan kelompok rentan diskriminasi, memantau (monitoring) sistem yang telah berjalan. 45 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Sumbangsih yang dapat diberikan penelitian ini adalah deskripsi format gerakan perempuan yang dipraktekkan oleh LSM LRC–KJHAM, adalah format komunikasi kelompok dalam support group yang mencakup mutual understanding (saling memahami), conciousness raising group (fungsi support group sebagai pemberdaya emansipasi), dan congruence experience (terbentuknya pengalaman yang mendefinisikan jati diri dan eksistensi seseorang dalam hidupnya). Format ini dinilai lebih efektif, terlebih jika konselor/fasilitator support groupnya berasal dari kalangan korban tindak kekerasan gender yang telah mendapat pendidikan-pelatihan dan telah melalui proses sertifikasi, dan telah memenuhi standar kualifikasi tertentu. Konselor yang berasal dari kalangan korban kekerasan itu sendiri, memiliki nilai lebih, mampu menempatkan diri pada posisi korban, serta memahami peristiwa dan pengalaman yang dialami korban melalui perspektif korban. Format gerakan perempuan inilah yang perlu diadopsi oleh BKOW dalam memformulasikan gerakan perempuan sebagai upaya pendampingan korban tindak kekerasan berbasis gender. Meski tengah memulai sepak terjang riil dalam menangani korban tindak kekerasan berbasis gender, namun demikian upaya BKOW Jawa Tengah juga telah menghasilkan jaringan kerjasama yang luas, utamanya dengan institusi pemerintah lainnya. Akan semakin efektif, jika BKOW Jateng melebarkan cakupan kerjasamanya tidak hanya kepada institusi pemerintah saja, namun juga kepada elemen-elemen lain dalam masyarakat. 46 6.2 Saran Penelitian ini berupaya menghadirkan beberapa sudut pandang baru untuk mengembangkan kelembagaan atau penelitian dimasa mendatang, sbb: 1. Untuk itulah BKOW perlu melakukan benchmarking (studi banding) kepada lembaga-lembaga lain yang telah berperan secara progresif dalam merealisasikan gerakan perempuan di Semarang pada khususnya, dan Jawa Tengah pada umumnya. 2. BKOW sebagai wakil pemerintah juga perlu melakukan koordinasi dengan pihak-pihak lain, salah satunya adalah LSM LRC – KJHAM sebagai praktisi independen, untuk memberikan perhatian dan pelayanan dalam kepada masyarakat, khususnya kaum perempuan, yang menjadi korban tindak kekerasan berbasis gender. 3. Penelitian sejenis di masa mendatang dapat memanfaatkan sudut pandang evaluatif, yang menilai kinerja organisasi terkait, dalam hal ini BKOW dalam mengembangkan format kelembagaan yang telah diadopsi dari institusi lain. 47 DAFTAR PUSTAKA Buku: Abu Achmadi dan Cholid Narbuko. Metodologi Penelitian, Memberikan Bekal Teoritis Pada Mahasiswa Tentang Metodologi Penelitian Serta Diharapkan Dapat Melaksanakan Penelitian Dengan Langkah-langkah Yang Benar (Cetakan Keempat). Jakarta, Penerbit PT Bumi Aksara, 2002. Andik Hardiyanto. Feminist Participatory Action Research (FPAR), Penelitian Bersama Buruh Migrant Perempuan Desa Wedoro, Grobogan, Jawa Tengah. Yogyakarta, LRC-KJHAM bekerjasama dengan Galang Press, 2004. Audi, Robert. “The Justification of Violence”, dalam I. Marsana Windhu, Kekuasaan & Kekerasan Menurut Johan Galtung (Cetakan Ke-6). Yogyakarta, Penerbit Kanisius, 1992. Bales, Robert Freed. ”Interaction Process Analysis: A Method for The Study of Small Groups”, dalam Stephen W. Littlejohn and Karen A. Foss, Theories of Human Communication (Eighth Edition). Albuquerque, New Mexico, Wadsworth, A Division of Thomson Learning, Inc., 2005. Bales, Robert Freed. “Personality & Interpersonal Behaviour”, dalam Stewart L. Tubbs and Sylvia Moss, Human Communication Konteks-konteks Komunikasi (Buku Kedua, Cetakan Pertama). Bandung, Penerbit PT Remaja Rosdakarya bekerjasama dengan McGraw-Hill, Inc., 1996. Burgoon, Michael. “Human Communication: A Revision of Approach Speech Communication”, dalam Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi (Cetakan Pertama). Jakarta, Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo), 2004. Cattell, Raymond. “Concepts and Methods in the Measurement of Group Syntality”, dalam Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss, Theories of Human 48 Communication (Eighth Edition). Albuquerque, New Mexico, Wadsworth, A Division of Thomson Learning, Inc., 2005. Dadang S. Anshori, Engkos Kosasih, dan Farida Sarimaya. Membincangkan Feminisme, Refleksi Muslimah Atas Peran Sosial Kaum Wanita (Cetakan Pertama). Bandung, Pustaka Hidayah, 1997. Denzin, Norman K. and Lincoln Yvonna S. “Handbook of Qualitative Research”, dalam Mukhtar dan Erna Widodo, Konstruksi Ke Arah Penelitian Deskriptif (Cetakan I). Yogyakarta, Penerbit Avyrouz, 2000. Echols, John M dan Hassan Shadily, Kamus Inggeris Indonesia (Cetakan XII), Jakarta: Gramedia, 1983. Glaser, Barney G. and Anselm L. Strauss. “The Discovery of Grounded Theory”, dalam Lexy J. Moleong, Metodologi penelitian Kualitatif (Edisi Revisi, Cetakan Keduapuluhsatu). Bandung, Penerbit PT Remaja Rosdakarya, 2005. Littlejohn, Stephen W. Theories of Human Communication (Eight Edition). Albuquerque, New Mexico, Wadsworth Publishing Company, A Division of International Thomson Publishing, Inc., 2004. Mohamad Nazir, Metode Penelitian (Cetakan Kelima). Jakarta, Penerbit Ghalia Indonesia, 2003. Murniati, A. Nunuk P. Getar Gender (Perempuan Indonesia dalam Perspektif Sosial, Politik, Ekonomi, Hukum dan HAM) (Cetakan Pertama). Magelang, Yayasan IndonesiaTera (Anggota IKAPI) bekerjasama dengan Yayasan Adikarya IKAPI dan The Ford Foundation, 2004. Neufeldt, Victoria (ed.). Webster's New World Dictionary. New York: Webster's New World Cleveland, 1984. Saskia Eleonora Wieringa. Penghancuran Gerakan Perempuan di Indonesia. Jakarta, Kalyanamitra & Garba Budaya, 1999. 49 Wiryanto, 2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Artikel dan Laporan: Divisi Monitoring LRC-KJHAM. Laporan Kekerasan Berbasis Jender di Jawa Tengah 2008 (November 2007-Oktober 2008). Semarang, 2005. LBH APIK. Rekomendasi Umum No. 19 Sidang Komite PBB Ke-11, Kekerasan Terhadap Perempuan, Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan. Yogyakarta, Penerbit LBH APIK dan dicetak oleh Galang Printika Yogyakarta, 1992. Pasal 1 Konvensi PBB. “Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan”, dalam LBH APIK (Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan), Rekomendasi Umum No. 19 Sidang Komite PBB Ke-11, Kekerasan Terhadap Perempuan, Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan. Yogyakarta, Penerbit LBH APIK dan dicetak oleh Galang Printika Yogyakarta, 1992. Rekomendasi Umum PBB No. 19. “Kekerasan Terhadap Perempuan”, dalam Evarisan (Koordinator LRC-KJHAM), KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN, Tinjauan Terhadap Norma Hukum dan Kultur atas Fenomena Kekerasan Terhadap Perempuan. Semarang, disampaikan pada LKK Tingkat Regional (SumateraJawa-Bali) Korps HMI-Wati (KOHATI) Cabang Semarang, 4-7 Mei 2006. Jurnal Perempuan No.14: ”Gerakan Perempuan Sedunia”, Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan Indonesia, 2001. 50 Situs Internet: http://research.umbc.edu/-korenman/wmst/crguide2.html Artikel ”Sejarah Gerakan Perempuan di Dunia” diunduh dari situs internet: http://www.averroes.or.id/thought/sejarah-gerakan-perempuan.html Artikel ”Quo Vadis Gerakan Perempuan Indonesia” diunduh dari situs internet: http://klikpolitik.blogspot.com/2008/03/quo-vadis-gerakan-perempuan-indonesia.html Artikel ”Berbagi Pandangan tentang Gerakan Perempuan” diunduh dari situs internet: http://hapsarisumut.wordpress.com/2009/07/02/berbagi-pandangan-tentang-gerakanperempuan-2/ Artikel ”Indonesia Kita – Pengertian Gender” diunduh dari situs internet: http://paramadina.wordpress.com/2007/03/16/pengertian-gender/ Artikel ”Support Group”, diunduh dari situs internet: http://en.wikipedia.org/wiki/Support_group Artikel ”Gender Equality – Ending Widespread Violence Against Women”, diunduh dari situs internet: http://www.unfpa.org/gender/violence.htm 51 LAMPIRAN Hasil Wawancara dengan Koordinator LSM LRC-KJHAM Karakteristik Informan (Koordinator LRC – KJHAM) Nama : Evarisan, SH Umur : 33 tahun Pendidikan : Sarjana Strata-1 Alamat : LSM LRC-KJHAM Jl. Lemah Gempal II No. 766 A, Semarang – Jateng Surel : [email protected] Interview dengan koordinator LRC-KJHAM dilaksanakan pada 3 Juli 2010, via telpon pada pukul 10.00 s.d. 10.30 WIB. Peneliti melakukan interview via telpon kembali pada 17 Juli 2010, pada pukul 09.30 s.d. 10.00 WIB. Peneliti (P) ”Secara teknis pelaksanaan support group memang di-handle oleh konselor/pendamping, tetapi sebagai koordinator LRC- KJHAM pernahkah mbak Eva memberikan masukan/saran kepada staf atau konselor demi perbaikan dan kemajuan support group di masa yang akan datang? Saran seperti apa?” Koordinator (Ko) ”Sudah menjadi tugas saya untuk memberikan masukan. Biasanya, kami rapat dengar pendapat dengan staf LRC-KJHAM setiap minggu ketiga setiap bulannya. Disamping itu, Saya bersama dengan konselor/pendamping mengadakan briefing yang membahas tentang kemajuan dan hambatan apa saja yang dialami oleh support group. Untuk memperbaiki hambatannya, ada beberapa hal yang harus diterapkan, diantaranya penyusunan program kelompok yang dapat menarik minat sebagian besar anggota.untuk ikut lagi dalam pertemuan support group, memperbaiki mekanisme yang sempat terhambat, kemudian 52 untuk pemilihan materi Focus Group Discussion (FGD) pada pertemuan support group berikutnya, diserahkan kepada anggota.” P ”Bagaimana Mbak Eva menilai keberadaan support group untuk anggota, mengingat support group merupakan salah satu bentuk pendampingan LRC-KJHAM pada korban kekerasan?” Ko ”Saya menilai positif keberadaan dari support group. Hal ini dikarenakan support group merupakan suatu kelompok terapis yang sangat penting buat korban kekerasan, setelah mendapatkan pendampingan secara hukum dari LRC-KJHAM. Pada korban dapat saling belajar menumbuhkan rasa solidaritas, dikarenakan adanya rasa senasib dan sepenanggungan. Tingkat solidaritasnya bisa dilihat dari pengadilan, dimana banyak ibu-ibu anggota yang datang memberikan dukungan moril, untuk salah satu anggota support group yang sedang mengurusi penyelesaian kasusnya lewat jalur hukum.” P ”Metode art therapy diperkenalkan dan diterapkan di support group pada bulan Juli 2006 dan metode pendampingan yang lain pernah pula diterapkan di support group, seperti metode diskusi dan sebagainya. Terus apakah mbak Eva pernah memberikan saran ke konselor/pendamping atas penerapan metode art therapy dan metode lain di support group?” Ko ”Saya kontinyu dalam mengkoordinir kinerja staf konseling dan staf karyawan yang lain. Selama ini, tidak ada hambatan antara Saya dengan konselor/pendamping ketika berkomunikasi, termasuk keterbukaan konselor/pendamping ke Saya dalam melaporkan perkembangan perkenalan metode art therapy di support group. Konselor juga melaporkan metode lain yang dipakai, serta tema-tema diskusi di pertemuan support group, 53 temanya seperti pembahasan tentang RUU KDRT, RUU antipornografi dan pornoaksi.” P ”Konselor/pendamping pernah bilang ke Saya kalau di support group pernah terjadi kendala antar-anggota yaitu dengan adanya perbedaan pendapat diantara anggota support group ketika menyusun dan menerapkan koperasi. Nah, apakah bentuk kendala seperti ini hanya ditangani oleh pihak Konselor saja atau Mbak Eva sebagai koordinator mempunyai wewenang untuk turut serta mengatasi setiap permasalahan di support group?” Ko ”Saya mempunyai hak untuk mengetahui kondisi support group, termasuk didalamnya memberikan masukan/saran ke konselor/pendamping atas hambatan-hambatan yang mungkin maupun yang sudah terjadi. Masing-masing divisi dan staf. Tidak akan dikritisi bila kinerjanya sesuai dengan visi dan misi LRCKJHAM. Bila kinerjanya melenceng dari visi dan misi LRCKJHAM, maka akan dikritisi lewat rapat operasional. Hasil dari rapat ini berupa adanya solusi permasalahan. Sementara itu, ide pembentukan koperasi di support group merupakan usulan dari Saya. Tetapi, saat ini koperasi tidak jalan. Hal ini tergantung dari kondisi ekonomi anggota, yaitu ketika kondisi ekonomi anggota tidak memungkinkan maka koperasi ini tidak dapat difungsikan dengan baik. Beberapa anggota support group berprofesi sebagai penjual, pencuci pakaian, guru ngaji dan sebagainya.” P ”Mbak Eva pernah bilang kalau laporan bulanan dari anggota support group yang menerima bantuan dari Dinas Sosial ke LRCKJHAM tidak ada/tidak tertib. Nah, apakah konselor/pendamping melaporkan kondisi dan situasi terbaru tentang support group ke Mbak Eva secara berkala tiap bulan dan dalam bentuk tertulis/dalam bentuk yang bagaimana?” 54 Ko ”Setiap saat, ketika Saya ingin mengetahui kondisi support group maka Saya berkomunikasi dengan Konselor. Kinerja karyawan dilaporkan setiap ada rapat internal LRC-KJHAM, yaitu setiap hari Jumat pada minggu pertama dan ketiga tiap bulannya.” P ”Support group sekarang ini udah punya nama ya, Mbak. Nah, apakah secara struktural, support group masih menjadi bagian dari pendampingan LRC-KJHAM atau sudah independent/berdiri sendiri? Tolong, beri penjelasan.” Ko ”Namanya adalah Kelompok Perempuan Sadar LRC-KJHAM. Support group tetap bernaung dibawah LRC-KJHAM serta masih menjadi bagian dari kinerja divisi konseling secara khusus dan LRC-KJHAM pada umumnya.” P ”Apa harapan dan saran Mbak Eva untuk support group?” Ko ”Semoga nantinya support group menjadi lebih berkembang dan lebih solid lagi. Ini merupakan tugas yang berat dan perlu kerja keras untuk mewujudkannya. Tapi, Saya yakin, harapan ini dapat terwujud bila dikerjakan secara bersama-sama/bukan hanya menjadi tugas konselor/pendamping.” 55 Hasil Wawancara dengan Sekretaris Umum BKOW Jateng Karakteristik Informan BKOW Jateng Nama : Ibu Hj. Noor`aini Amrozi (perwakilan Pengurus Wilayah Aisyiyah, Jateng) Alamat Kantor: BKOW Provinsi Jawa Tengah, Gedung Wanita lt. 2 Jl. Sriwijaya No. 29, Semarang – Jateng : Pimpinan Wilayah Aisyiyah Jawa Tengah Jl. Singosari No. 23, Semarang Interview dengan Sekretaris Umum BKOW Jateng, dilaksanakan pada 8 Juli 2010, bertempat di kantor Pimpinan Wilayah Aisyiyah di Jl. Singosari No. 23, Semarang. Pada pukul 16.10 – 17.00 WIB Peneliti (P) ”Menurut Ibu, bagaimana posisi perempuan dalam kehidupan, pada umumnya?” Responden (Re) ”Perempuan berasal dari kata empu, yang artinya bakal. Dari sini saja sudah bisa dilihat bahwa perempuan menduduki posisi penting, baik dalam keluarga, atau masyarakat.” P ”Komentar Ibu tentang gerakan perempuan?” Re ”Di balik bangsa yang jaya, pemimpin yang sukses, selalu ada perempuan yang berandil besar. Dalam Islampun demikian, contohnya organisasi Aisyiyah. Bisa dikatakan Aisyiyah adalah organisasi perempuan Islam pertama yang berperan secara riil dalam masyarakat, terutama dalam bidang pendidikan. Begitu juga BKOW yang berasal dari Gabungan Organisasi Wanita, walaupun perannya masih terbatas di institusi-institusi pemerintah saja. Perempuan tidak boleh hanya dipandang sebelah mata, dientengkan, tidak dianggap. Coba saja dalam kehidupan rumah tangga, Ibu selalu jadi sosok yang penting. Secara lebih 56 luas, perempuan yang mumpuni dalam melakukan banyak pekerjaan dalam waktu hampir bersamaan.” P ”Semacam organisatoris, ya Bu?” Re ”Iya…. bisa dibilang multi-tasking, nyambi sana-sini.” P ”Bagaimana BKOW mempersepsikan tindak kekerasan berbasis gender?” Re ”Siapapun pasti setuju, itu bukan hal yang manusiawi. Fitrah manusia adalah suci, wanita juga demikian, harus dijunjung tinggi kehormatannya. Dalam Al-Qur’an ada Surah yang dikhususkan untuk wanita, An-Nisa. Saya pikir dalam kepengurusan BKOW juga demikian, kekerasan gender harus diberantas. Kami pernah punya bidang kerja dan program yang khusus menangani masalah seperti ini, tapi sempat mandeg, karena pengurus intinya tidak aktif. Untuk periode kerja 20092012, Kami sedang berusaha untuk mulai kembali.” P ”Kebijakan apa yang dilakukan oleh BKOW terkait kekerasan berbasis gender?” Re ”Sesuai dengan Rapat Paripurna BKOW pada Desember 2009 yang lalu, Kami membuat beberapa rekomendasi yang nantinya akan diusulkan kepada pemerintah sebagai decision maker utama, antara lain, meningkatkan perlindungan hukum untuk perempuan dan Anak, dengan cara monitoring dan evaluasi kebijakan.” ”Yang sedang digiatkan sekarang adalah perlindungan hukum dan sosial untuk tenaga kerja wanita Kita, lewat perjanjian antar negara. Kami sudah melakukan beberapa kali pembekalan kerja dan hukum pada beberapa kelompok TKI, langsung ditangani oleh bidang PP, Hukum dan HAM.” 57 P ”Sementara ini, apa BKOW sudah menjalin kerjasama dengan pihak lain untuk penanganan kekerasan berbasis gender?” Re ”Karena sedang akan mulai kembali, jadi Kami baru melakukan studi banding ke lembaga-lembaga lain, seperti LSM, atau lembaga pemerintah yang lain, seperti Departemen Hukum dan HAM Jateng, atau BP3AKB.” P ”Sudah pernah dengar LSM LRC-KJHAM?” Re ”Pernah ada rekan BKOW yang menginfokan.” P ”Ada kelompok support group yang beroperasi untuk korban kekerasan gender, anggotanya sudah cukup banyak, dan waktu beroperasinya juga sudah cukup lama.” Re ”Wah, bisa jadi rujukan studi banding itu mbak, seneng sekali kalau Kami bisa belajar langsung dari sana. Terus terang Kami sudah pernah mempertimbangkan support group ya…. cuma belum ada yang bisa menangani secara profesional, atau staf yang sudah pernah ikut pelatihan semacam itu. Yang jelas, staf Kami siap dididik untuk bisa menjadi fasilitator support group, dengan harapan hasil yang diperoleh bisa lebih riil dan lebih bermanfaat.” 58 59