Rangsangan perkembangan gonad induk udang

advertisement
TLNJAUAN PUSTAKA
Organ Reproduksi Udang Betina
Penaeus vanname1 L~iopenaeusvanname1 atau disebut juga udang putih
merupakan spesies endemik amerika latin, tersebar di pantai Peru bagian utara
hingga Mesiko bagian utara. Dlbandingkan dengan Penaeus monodon, ukuran I'.
vannamei lebih kecil, berat maksimum individu betina adalah 120 gram
sedangkan P. monodon dapat mencapai 600 gram. Spesies ini berwarna putth
keabu-abuan. Udang putih merupakan hewan heteroseksual (diocious) sehingga
antara individu jantan dan betina dapat dibedakan secara morfologi. Pada umur
yang sama, ukuran individu betina lebih besar daripada individu jantan (BaileyBrock dan Moss 1992).
Organ ekstemal sistem reproduksi udang betina adalah telikum. Telikum
berguna untuk menampung spenna yang akan dilepaskan pada saat pemijahan.
Telikum terletak antara pangkal kaki jalan ke-4 dan ke-5. Pada P. vannamei,
telikumnya tidak tertutup oleh lempeng karapas yang keras atau disebut dengan
telikum terbuka, sedangkan pada P. monodon, telikumnya tertutup oleh lempeng
karapas yang keras. Struktur telikum ini erat kaitannya dengan tingkah laku
reproduksi spesies tersebut.
Pada spesies dengan telikum terbuka, proses
perkawinannya tidak didahului molting sedangkan pada udang yang telikumnya
.a
tertutup, proses perkawinan didahului dengan molting. Tujuannya agar karapas
menjadi lunak sehingga sperma dapat dimasukkan ke dalam telikum (BaileyBrock dan Moss 1992). Perbedaan struktur telikum terbuka dan tertutup terdapat
pada Gambar 1.
Organ reproduksi internal udang putih betina terdin dan sepasang ovan,
berbentuk tubular, simetrik bilateral, terletak di bagian ventral hingga rongga dada
dan berkembang ke arah posterior hingga hepatopankreas. Cuping abdominal
berdampingan dengan usus dan cuping anterior terdapat di cepalothorax. Cuping
lateral berkembang menyamping seperti jari dan terletak antara cuping anterior
dan posterior. Oviduk berada diantara kedua sisi ovari dan mernanjang hingga
organ genital eksternal yaitu pada koksapodit pasangan kaki jalan ke-3 (Bailey-
Brock dan Moss 1992). Pada saat matang, ovari akan tampak berkembang dan
memanjang hinga beberapa segmen abdominal.
Pereiopod
/
Telikurn terbuka
Telikum
Pleopod
Telikum tertutup
Gambar 1 Morfologi organ reproduksi betina. (a) Letak organ eksternal betina
(telikum), (b) Telikum terbuka dan tertutup (c) Organ reproduksi
internal betina (ovari) tampak dorsal (Bailey-Brock dan Moss 1992)
Perkembangan Gonad Udang
Perkembangan ovari dimulai dengan proses oogenesis. Proses oogenesis
dimulai dengan proliferasi dan masuknya oogonia ke proses meiosis.
Pembentukkan oogonia terjadi di zona germinal. Proses ini berlangsung kontinyu
dan terjadi selama hidup udang (Quackenbush 2001). Proses meiosis dimulai
dengan tahap profase dan diakhiri dengan lepasnya oogonia dari zona germinal
dan terbentuk oosit primer.
Tahap beri kutnya adalah tahap pravitelogenesis yang dicirikan dengan
proliferasi ribosom dan berkembangnya rztikulum endoplasma. Selama proses ini
ukuran oosit akan berkembang sebagai hasil dari sintesis protein secara
endogenous dan rongga vesikel terisi oleh materi granular yang disebut
glikoprotein. Akhir dari pravitelogenesis adalah sel folikel mengalami hiperplasia
dan proses ini akan berlanjut ke tahap vitelogenesis.
Vitelogenesis merupakan merupakan proses biosintesis protein kuning
telur oleh organ atau jaringan tertentu yang kemudian ditansportasikan ke dalam
ovari melalui hemolim (Quackenbush 2001). Pada tahap ini terjadi akumulasi
kuning telur (yolk) yang dicirikan dengan perkembangan oosit yang cepat. Oosit
akan mengalami perubahan ukuran dari sekitar 50 pm menjadi
* 300 p dan
ovari dapat tumbuh dari 2% bobot tubuh menjadi lebih dari 10% bobot tubuh
dalam waktu 48 - 72 jam (Browdy 1992). Selama proses vitelogenesis, muncul
butiran-butiran kuning telur yang mengandung vitelin. Vitelin (Vn) mengandung
30% lipid yang berasosiasi dengan karotenoid sehingga selama proses
vitelogenesis akan tampak perubahan intensitas warna pada ovari.
Vn adalah senyawa yang berfingsi sebagai sumber nutrien bag
perkembangan embrio. Vn pada P. vannamei merupakan polipeptida dengan
berat molekul 300-500 kDa yang di dalamnya terdapat karotenoid, gula dan lipid
(Quackenbush 2001). Bahan utama pembentuk Vn adalah Vitelogenin (Vg).
Vitelin terdiri dari beberapa sub unit protein. Menurut Quackenbush (1989)
vitelin P. vannamei terdiri dari 4 sub unit yaitu 103, 97, 95 dan 76 kDa, tetapi
kemudian ditemukan sub unit dengan bobot molekul 158 kDa (Quackenbush,
2001). Garcia-orozco et a/. (2002) mengemukakan bahwa vitelin P. vannamer
terdiri dari 3 sub unit utama yaitu 87, 78 da 46 kDa. Berdasarkan isolasi yang
dilakukan Vasquez-Boucard et a/. (2003), diperoleh 6 sub unit yaitu 60, 90, 95,
100, 140 dan 160 kDa. Pada P. vannamer, sintesis Vg terjadi di dalam ovari dan
hepatopankreas (Quackenbush 200 1), tetapi Fainzilber
el
al. ( 1992) menyatakan
bahwa vitelin juga ditemukan dalam jaringan lemak.
Kandungan Vg dalam hemolim akan meningkat seiring dengan
meningkatnya gonado somatrc rndex (GSI) dan menurun saat terjadi oviposisi
(Tsukimura 2001; Okumura 2004).
Pada P. monodon, Vg dalam hemolim
meningkat seiririg dengan meningkatnya GSI hingga TKG 111, tetapi menurun
pada TKG IV (Longyant et a/. 2003). Lebih lanjut dinyatakan bahwa 3-4 hari
setelah ablasi, Vg dalam hemolim meningkat pesat dan pada hari ke-5 menurun
dengan cepat. Pada hari ke-8/9 kandungan Vg dalam hemolim meningkat
kembali. Menurut Quackenbush (2001), seminggu setelah ablasi kandungan Vg
dalam hemolim P. va~~na~ttei
adalah 0,l mdmL dan setelah dua minggu
kandungannya meningkat menjadi 1 mg/mL.
Munculnya
protein kuning telur
rnerupakan
tallap
akhir dari
perkembangan oosit. Pada tahap pasca-vitelogenesis terjadi germinal vesicle
breakdowr~(GVBD) dan ovulasi. GVBD ditunjukkan dengan meleburnya inti
dalam sitoplasma atau hilangnya sel folikel yang mengelilingi oosit. GVBD pada
udang peneid umumnya tejadi pada dini hari (02.00-03.00) atau sesaat setelah
terjadi pemijahan. Oosit yang telah matang akan diserap kembali oleh induk
apabila tidak tejadi pemijahan. Faktor lain yang dapat memicu tejadinya
reabsorbri oosit adalah stress. Absorbsi juga terjadi pada omit matang yang
tersisa setelah pernijahan.
Peranan Hormon dalam Perkembangan Gonad Udang
Reproduksi pada udang dikendalikan ole11 berbagai hormon yang
dihasilkan oleh tangkai mata, otak, ganglion toraks, ovari dan diduga juga
dipengaruhi oleh ekdisteroid (Charmantier et al. 1997). Aktifitas kerja hormon
tersebut akan berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap
kecepatan perkembangan dan pematangan ovari. Hormon-honnon yang berperan
dalam perkembangan ovari udang adalah :
Go~~adZnhibiting
H o r n ~ o ~(GIH)/
~ e VitellogeninZnhibitii~gHormone (VIH)
Gonad inhibiting hormone (GIH) atau disebut juga vitelfogenin-inhibiting
honnorte (VIH) merupakan hormon yang hanya ada pada krustase. Neuropeptida
ini satu golongan dengan crustacean hyperRlycemic hormone (CHH) dan molt
inhibiting hormone (MIH) yang dicirikan dengan adanya residu cysfeine (Chen et
a / . 2003). Prekursor GIH merupakan rantai peptida dengan panjang 112 asarn
amino. Berat molekul GIH adalah 9135 Da (Edomi et a/. 2002). Pada lobster
Amerika, Homarus americanus, GIH disintesis dalam sel neuroendokrin organ-)<,
tepatnya di dalam medula terminal yang berada di tangkai mata. Neuropeptida
hasil sintesis ditransportasikan meIalui axon ke kelenjar sinus untuk ditampung
dan disekresikan (De Kleijn et ai. 1998).
GIH ditemukan pada individu jantan clan betina. Pada Hontarus
atnerrcanns, jwnlah sel neurosekretori organ-x pada kedua jenis kelamin relatif
sama (Edomi et al. 20021, ha1 ini menunjukkan bahwa GIH mempunyai peranan
dalain peinatangan gonad baik jantan inaupun betina. GIH atau VIH inerupakan
hormon yang bekerja menghambat perkembangan gonad. Hal ini telah dibuktikan
dengan percobaan pada berbagai spesies krustase bahwa ablasi dapat
mempercepat perkembangan gonad. Sekresi GIH dikendalikan oleh methionin
enkephalrn (Met-Enk) and dopamin (DA).
Mandibular Organ Inhibiting Hormone (MOIH)
Mandibular organ inhibiting hormone (MOIH) merupakan hormon yang
disintesis dan disekresi oleh komplek kelenjar sinus-organ-X pada tangkai mata.
MOIH berfungsi untuk menghambat proses sintesis methyl farnesoate oleh organ
mandibular (Huberman 2000). Neuropeptida ini mempunyai 78 residu asam
amino dengan berat molekul9235,6 Da dan struktumya sangat mirip dengan moltinhibiting hormone (MIH)(Wainwright et al. 1996).
GonadStimulating Homtone (GSH)
Gonad stimulating hormone (GSH) ditemukan pada otak dan thoracic
ganglion.
Implantasi thoracic ganglion pada Procambarus clarki~ dapat
menstimulasi perkembangan gonad (Sarojini et al. 1997). Sekresi GSH
dikendalikan oleh neuroregulator seperti 5-Hydroxytryptamine (5-HT)/serotonin,
methionin enkephalin (Met-Enk), dopamin (DA),and naloxene.
Methyl Famesoate (MF)
Struktur MF mirip dengan juvenile hormone 111 (JH 111) pada serangga
yang disintesis oleh mandibular o q a n (MO) (Chang 1997). Menurut Laufer et a/.
(1997), MF berperan dalam reproduksi krustase seperti gonadotropin dan juga
berperan dalam morfogenesis. Berdasarkan uji secara in vitro pada betina Libina
enzarginata, tingkat produksi MF oleh mandibular organ tinggi
saat
perkembangan oosit dan oogenesis. Sekresi MF oleh MO mencapai puncaknya
pada h s e vitelogenesis (sekitar 3,30 ng/il). Pada masa intermolt hanya sekitar 0,5
ngh. Implantasi MO pada juvenil betina berpengaruh terhadap perkembangan
gonad. Berdasarkan analisis
iit
vilro pada 1,. vannamei menunjukkan ballwa MF
menyebabkan peningkatan ukuran oosit secara signifikan. Menurut Laufer el al.
( 1997), MF berpengaruh terhadap peningkatan fekunditas P. vannamei, selain itu
MF juga berperan merangsang organ-Y untuk mensintesis ecdysteroid.
Dopamin (DA)
Dopamin (DA) merupakan neurotransmiter yang berperan dalam
mengharnbat pematangan gonad udang (Chen el a / . 2003).
pematangan
gonad
dengan
menstimulasi
sekresi
DA menghambat
hormon
pengambat
perkembangan gonad (GIH) (Fingerman 1997) dan dengan cara menghambat
kerja 5-HT dalarn stimulasi sekresi GSH. Menurut Chen et al. (2003), pada
Macrobrachiurn rosenbergii, DA terdapat pada otak dan torasik ganglia. Saat
vitelogenesis, reseptor DA akm diblok oleh anti dopamin sehingga terjadi proses
pematangan gonad (Sarojini et al. 1995).
Hormon Steroid (vertebmte-type steroid hormone)
Sintesis hormon steroid pada krustase belum banyak diketahui.
Berdasarkan studi oleh Junera el al. (1977) dalam Yano (1987) diketahui bahwa
pada ovari terdapat vitellogenesis stimulating ovarian hormone (VSOH) yang
diduga mempunyai peranan sama dengan estradiol-17P pada vertebrata. Menurut
Summavielle et a / . (2003), ovari Marsupenaeus japon~cusmampu mensintesis
estradiol-17P dari progesteron, ha1 ini ditunjukkan dengan adanya aktivitas enzim
17a-hidroksilase, C17-C20 liase, 17$-hidroksisteroid dehidrogenase (17$-HSD)
dan aromatase.
Aktivitas enzim tersebut juga terdapat pada hepatopankreas
kecuali C I T C ~ Oliase. Berdasarkan ha1 tersebut diduga kuat bahwa VSOH
merupakan senyawa yang identik dengan estradiol-17P. Biosintesis estradiol-17P
juga terdapat pada ovari Macrobrachiurn rosenbergii (Ghosh d m Ray 1993) dan
I'enaeus nlonodon (Fairs et al. 1990). Quinitio et al. (1991) mengemukakan
keberadaan progesteron d m estradiol-17$ pada berbagai jaringan d m hemolim
Pandalus kessleri. Walaupun mekanisme biosintesis progesteron d m estradiol-
17f3pada udang belum diketahui dengan jelas, tetapi keberadaanya dalam tubuh
udang dan krustase lainnya diduga mempunyai peranan yang cukup penting dalam
siklus reproduksi.
Uji pengaruh honnon steroid terhadap proses reproduksi telah dilakukan
pada beberapa spesies krustase.
Pernberian 17a-Hidroksiprogesteron pada
Penueus japonicus mampu meningkatkan konsentrasi vitelogenin dalam hemolim
(Yano 1987). Pemberian progesteron juga mampu merangsang perkembangan
gonad Chasmagnathus grariulu~u(Zapata er ul. 2003). Procrambarus clarkii
(Rodriguez et al. 2002), dan I). mon(don (Ismail 199 1). Berdasarkan uji in vitro,
pemberian progesteron mampu meningkatkan kandungan hormon estradiol-l7fl
pada ovari Mafiapernus jup)nrcrus dan rnempercepat perkembangannya
..*
(Summavielle et al. 2003). Selain progesteron, percobaan penggunaan estradiol178 untuk merangsang perkembangan gonad krustase khususnya udang dan
kepiting juga telah dilakukan.
Pemberian estradiol-17$ pada udang windu
(Penaats monodon) mampu merangsang dan mempercepat perkembangan gonad
(Quinitio e t a1 1993; Riani 200 1). Kecepatan perkembangan gonad Procambaius
clarckii yang diberi methyl famesoate (MF) d m estradiol-17fl lebih tinggi
dibandingkan dengan individu yang hanya diberi MF saja. Hal ini menunjukkan
bahwa estradiol-17$ berpengaruh positif terhadap perkembangan gonad
(Rodriguez et al. 2002). Pada Metapenaeus ensis, penyuntikan Pestradiol dapat
meningkatkan ekspresi gen pengendali sintesis vitelogenin (MeVgl) dan
*
meningkatkan gonado sornatlc index (GSI) (Tiu dan Chan 2005). Estradiol-17P
juga berperan dalam reproduksi Macmbmchium msenbergii.
Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan oleh Ghosh dan Ray (1993), organ M. msenbergii
responsif terhadap hormon estrogen yang ditunjukkan dengan peningkatan
akumulasi protein dalam hepatopankreas, otot dan hemolim. Pemberian estradiol178 pada spesies ini marnpu meningkatkan aktivitas beberapa enzim (N$-K+ATPase, rnalate dehydrogenase dan glucose-6-phospate dehydrogenase) yang
terdapat pada hepatopankreas.
M. msenbergii yang telah disuntik dengan
estradiol-17fl mengalami peningkatan jumlah
protein dan RNA pada
hepatopankreas (Ghosh dan Ray 1992). Selain itu aktivitas biosintesis 17P-HSD
pada hepatopankreas dan ovari juga meningkat saat vitelogenesis.
Hal yang berbeda diungkapkan oleh Okumura (2004) bahwa hormon
steroid tidak berperan penting dalam proses reproduksi udang. Berdasarkan uji ;PI
vivo pada induk M. Japonicus tanpa ablasi, pemberian est~adiol-17p tidak
berpengaruh nyata terlladap perkembangan gonad. Tidak berpengarulmya l~onnon
diduga akibat aktivitas hormon penghambat seperti GIH dan MOIH yang
dihasilkan organ-X pada tangkai mata (Tsukimura 200 1).
Mekanisme Kerja Hormon dalam Perkembangan Ovari
Reproduksi udang sangat berkaitan dengan siklus hormonal. Pada saat
gonad belum matang, organ-)< yang terdapat pada tangkai mata akan bekerja
menghasilkan GIH dan MOIH. Pengaruh GIWVIH dan MOIH dominan sehingga
terjadi pertumbuhan somatik. Proses ini akan berjalan terus sampai suatu saat
uhman kulit udang tidak sesuai dengan ukuran tubuh sehingga tejadi desakan.
Kondisi ini akan merangsang syaraf pusat dan organ mandibular menjadi aktif
Syaraf pusat akan merangsang sekesi GSH dan organ mandibular akan
mensintesis dan mensekresi MF. Hormon ini akan bekerja sinergi merangsang
sintesis vitelogenin sehingga sehingga terjadi kernatangan gonad (Chang 1997).
Sintesis vitelogenin terjadi di dalam hepatopankreas d m ovari. Secara alami,
aktivitas honnon perangsang perkembangan gonad juga dipicu oleh adanya
sinyal-sinyal lingkungan tertentu.
Perkembangan tingkat kematangan gonad udang merupakan proses yang
berkesinambungan antara proses pravitelogenesis dan vitelogenesis. Kedua proses
ini dirangsang oleh hormon VSHIGSH dan MF. Selain itu, proses pematangan
gonad pada udang diduga juga dipen-
oleh aktivitas VSOH dan honnon
steroid yang dihasilkan ovari (Okumura 2004). Yano (1998) menyatakan bahwa
VSOH juga merupakan hormon steroid. Disamping ketersediaan hormon, kedua
proses tersebut juga memerlukan ketersediaan materi pakan yang baik sebagai
bahan pembentuk vitelogenin serta kualitas air media yang layak. Jika materi
dalam tubuh telah memadai dan ketersediaan hormon perangsang perkembangan
gonad cukup maka pematangan gonad akan cepat dan kualitas sel telur yang
dihasilkan baik (Benzie 1997). Diagram mekanisme sistem kerja hormon pada
perkembangan ovari terdapat pada Gambar 2.
I
system
VSH?
0
,-"-
s ~ n u gland
s
/'
I
Mand~bular)
----,
Ovary
.
I
Steroids ?
Gambar 2 Sistem kej a hormon dalam pengendalian perkembangan gonad udang
(Okumura 2004)
Peranan Pakan dalam Reproduksi Udang
Nutrisi induk merupakan salah satu faktor yang penting dalam proses
pematangan gonad.
Berbagai studi menunjukkan bahwa pakan segar seperti
cumi-cumi, gastropoda jenis trochus, cacing laut, moluska dan artemia penting
dalam diet pematangan gonad (Browdy 1992).
Pemberian artemia mampu
meningkatkan frekuensi pemijahan dan jurnlah telur yang dihasilkan. Menurut
Benzie (1 997), induk udang yang diberi pakan campuran antara pakan buatan dan
pakan alami menghasil hasil produksi larva yang lebih baik dibandingkan dengan
induk yang hanya diberi pakan buatan.
Salah satu kandungan nutrisi yang sangat diperlukan dalam perkembangan
gonad adalah asam lemak terutama asam lemak tak jenuh seperti PUFA. Asam
lemak penting dalam perkembangan neuronal, sintesis biomembran dan sebagai
prekursor hormon dan kuning telur (Hanison 1990).
Udang tidak dapat
mernperpanjang asam linolenat menjadi PUFA atau mensintesis kolesterol
sehingga keduanya harus disuplai dari luar untuk mendukung pembentukkan
biomembran dan pembentukan hormon (Cuzon et a / . 1994). Penaeus vanriartzei
yang dipelihara dalam wadah pemeliharaan dapat matang gonad jika komposisi
asain leillak dalam pakan yang diberikan tinggi (Benzie 1997). Koinposisi asam
lemak dalam pakan sangat bexpengaruh terhadap komposisi asam lemak dalam
tubuh induk udang. Komposisi asam lemak induk akan berkorelasi positif dengan
komposisi asam lemak telur.
Seiain asam lemak, vitamin juga mempunyai fungsi yang penting dalam
perkembangan gonad udang peneid (Wouters et a f . 2001). Pemberian vitamin A,
E dan C mampu meningkatkan perkembangan gonad P. japonicus Alava et a/.
(1993). Menurut Wouters et af. (2001), agar pematangan gonad udang lebih
optimal, diperlukan zat anti oksidan seperti vitamin E dan C.
Peranan Lingkungan dalam Reproduksi Udang
Lingkungan merupakan salah satu hktor eksternal yang mempunyai
peranan penting dalam perkembangan reproduksi terutama saat perkembangan
gonad.
Kondisi linglcungan akan berpengaruh terhadap metabolisme tubuh.
Kondisi lingkungan yang baik akan menunjang kecepatan perkembangan gonad.
Selain itu sekresi hormon pada udang juga sangat dipen-
oleh rangsangan
eksternal temtama kondisi lingkungan. Sinyal dari luar akan diterima oleh
susunan syaraf pusat dan komplek kelenjar sinus organ-X yang ada pada tangkai
mata.
Sistem syaraf pusat kernudian akan mensekresi honnon-hormon yang
berperan dalam reproduksi
Temperatur, panjang hari, kualitas dan kuantitas cahaya serta beberapa
aspek kualitas air seperti salinitas, pH, konsentrasi oksigen dan kandungan amonia
berpengaruh terhadap proses.-pematangan gonad, kualitas telur dan larva yang
dihasilkan (Lotz dan ogle 1994 dalam Benzie 1997). Ukuran wadah, tipe substrat
dan kepadatan populasi juga akan mempengaruhi pematangan gonad dan
pemijahan udang peneid (Browdy 1992).
Menurut Treece (2000), kualitas air
yang baik untuk pematangan gonad dan pemijahan udang P. vannamel adalah :
Salinitas 27 - 36 ppt
* 0,5, Tempemtur 28 "C * 2, pH 7,8 * 0 2 , Fotoperiodisitas
14 terang, 10 gelap, Oksigen terlarut * 5 mgIL, Amonia total 0,004 mg/L,
Sedangkan menurut Arcos et a/. (2003) salinitas 37 ppt dan ternperatur 28 "C
memberikan pengaruh yang paling baik pada perkembangan gonad udang putih.
Taylor et al. (2004) menambahkan bahwa laju perkembangan gonad berkembang
maksimum pada fotoperiodisitas 12,5 jam terang dan 11,5jam gelap.
METODOLOGI
Waktu dan Ternpat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga bulan Juni 2006 di Balai
Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo, Jawa Timur. Analisis histologi gonad
dilakukan di Laboratorium Penyakit Ikan, Jurusan Budidaya Perairan, FPIK-IPB
dan analisis protein vitelogenin dan protein kuning telur (vitelin) dilakukan di
iaboratorium Bioteknologi Hewan dan Biomedis PAU-IPB. Analisis kandungan
estradiol-l7fl dalam hemolim dilakukan di Laboratorium Balitnak Ciawi.
Metode dan Desain Penelitian
Metode yang digunakan dalam percobaan ini
adalah metode
eksperimental. Hewan uji yang digunakan adalah udang putih berukuran 38+2 g
yang merupakan hasil domestikasi oleh BBAP Situbondo. Percobaan dilakukan
dua tahap yaitu percobaan 1 dan percobaan 2.
A. Percobaan 1
Sebelum dilakukan percobaan 1, dilakukan studi pendahuluan. Studi
pendahuluan ini dilakukan untuk mengetahui kisaran dosis hormon estradiol-17$
yang dapat ditolerir ole11 induk betina udang put& (Litopenaeus vannamei).
Percobaan dilakukan pada induk yang telah diablasi dengan 4 perlakuan tingkat
dosis yaitu 0,10 pg/g, 0,25 pg/g, 0,50 pglg dan 1,00 pg/g bobot tubuh. Kisaran
dosis yang
digunakan
didasarkan
hasil
penelitian
sebelurnnya pada
Macrobrachiurn rosenbergii (Ghosh dart Ray 1993) dan Penaezls ntonodon (Riani
2001). Jumlah induk pada masing-masing perlakuan adalah 7 ekor. Induk yang
telah diberi perlakuan dipelihara dalarn bak beton berukuran 2 ~ 2 x 1m selama 5
hari. Parameter yang dipantau adalah tingkat kelangsungan hidup induk udang dan
perkembangan gonad.
Hasil studi pendahuluan menunjukkan bahwa dosis yang dapat ditolerir
oleh udang putih adalah < 0,50 pg/g bobot tubuh (Tabel 1). Pada dosis 0,10 dan
0,25 pg/g menunjukkan tingkat kelangsungan hidup dan perkembangan gonad
yang relatif baik. Berdasarkan hasil tersebut dibuat tingkat dosis estradiol-17B
untuk percobaan 1 yaitu 0,05,0,10 dan 0,25 pglg.
Percobaan 1 dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian hormon
estradiol-l7$ terhadap peinatangan gonad induk udang putih dengan ablasi.
Selain itu untuk mengetahui dosis optimal dilakukan uji dengan 3 tingkat dosis
hormon estradiol-17P yang telah diperoleh pada studi pendahuluan (0,05,0,10 dan
0,25 pglg). Percobaan ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Masingmasing perlakuan terdiri dari 15 ekor induk betina berukuran 38
* 2 g, sebagai
pembanding dilakukan uji tanpa perlakuan (kontrol). Induk yang telah diberi
perlakuan dan kontrol dipelihara dalam bak beton berwarna hitam berukuran
2 ~ 2 x 1m selama 12 hari. Parameter yang dipantau pada percobaan 1 adalab
konsentrasi hormon estradiol-17$ dalam hemolim, perkembangan gonad
(morfologi dan histologi), diameter telur dan karakteristik protein vitelogenin
(Vg) dan vitelin (Vt). Konsentrasi estradiol-17p dalam hemolim ditentukan pada
hari ke-0, 3 , 6 , 9 dan 12. Analisis kematangan gonad secara morfblogi dilakukan
setiap hari, sedangkan secara histologi pada setiap tahap perkembaugan gonad.
Diameter telur juga ditentukan pada setiap tahap perkembangan gonad.
Karakteristik Vg dalam hemolim ditentukan pada beberapa tahap perkembangan
gonad, sedangkan karakteristik Vg pada hepatopankreas dan Vt pada ovari
ditentukan pada TKG 111.
B. Percobaan 2
Percobaan 2 dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian hormon
estradiol-17P terhadap kecepatan perkembangan gonad pada induk udang tanpa
ablasi. Percobaan ini menggunakan RAL dengan 2 perlakuan frekuensi
penyuntikan hormon. Dosis yang digunakan adalah dosis optimal yang diperoleh
dari percobaan 1 (0,lO pg/g bobot tubuh) dengan penyuntikan satu kali dan dua
kali. Penyuntikan kedua dilakukan pada hari ke-6 setelah penyuntikan pertama.
Penyuntikan dua kali dilakukan agar pemaparan honnon kontinyu dan lebih lama.
Sebagai pembanding dilakukan uji tanpa perlakuan honnon (kontrol). Kontrol
dan setiap perlakuan terdiri dari 15 ekor induk udang putih betina berukuran 38 +
2 g. Induk dipelihara dalam beton berwarna hitam berukuran 2 ~ 2 x 1m selama 12
hari. Parameter yang dipantau pada percobaan 2 adalah konsentrasi hormon
estradiol-17p dalam hemolim, perkembangan gonad (morfolog dan histologi),
tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan induk, gonado somatic index (GSI)
atau ovarian index (OI), hepato somatic index (HSI) dan diameter oosit.
Konsentrasi estradiol-17P dalam hemolim ditentukan pada hari ke-0, 3, 6, 9 dan
12. Kelangsungan hidup dan pertumbuhan induk ditentukan pada akhir percobaan.
Perkembangan gonad, GSI dan HSI ditentukan pada awal percobaan berdasarkan
sampling dan setiap individu pada akhir percobaan. Diameter oosit ditentukan
pada setiap individu yang disampling dan mengalami perkembangan gonad.
Metode Pengukuran
a. Peneraan hormon estradiol-17$ pada hemotim
Hemolirn diambil sebanyak 150 pL melalui pangkal kaki jalan kelima
rnenggunakan syringe tuberculline (1 ml) yang telah dibilas dengan larutan
antikoagulan (3,8% natrium sitrat dalam larutan isotonik).
Hemolirn
disenhikse pada 3000 rpm, suhu 4' C selama 20 menit kemudian disimpan
pada suhu -20" C hingga saat analisis.
Analisis kandungan hormon dalam hemolim dilakukan sesuai prosedur
Coat-A-Count
Estradiol-178.
Prosedur
Coat-A -Count
Estradiol-178
berdasarkan pengkatan antibodi. Estradiol-17P yang telah diberi label
akan bersaing dengan estradiol-17$ dalarn sampel untuk berikatan dengan
antibodi.
Setelah diinkubasi selama 3 jam pada suhu ruang, sampel
didekantasi. Estradiol-17B yang telah berlabel diukur dengan gamma counter.
Jumlah
estradiol-17P
di
dalam
sampel
ditentukan
dengan
cara
membandingkan jumlah count yang diperoleh dengan kurva kalibrasi.
b. Peneraan indeks maturasi (maturation Wex/MI)
Indek maturasi ditentukan berdasarkan persamaan berikut (Alfaro ef a/.
Induk TKG 111 & IV
2004): MI (?/+
x 100
Total induk
c. Peneraan gonado somatic index (GSI) atau ovarian index (01) dan hepato
somatic index (HSI).
Pada waktu pantau (awal dan akhir percobaan), sampel induk yang telah
ditimbang dibedah untuk dikeluarkan gonad dan hepatopankreasnya. Gonad
dan hepatopankreas diletakkan pada kertas tisue selanjutnya ditirnbang dengan
timbangan digital. Indeks Ovari / ovarlan ~ n d u(01)ditentukan dengan
rumus (Longyant et al. 2003):
(;.TI 10 1 (Yo) =
bobor gonad
xl00
hohor rlrbrrh
Hept~
.vornut~cindex ( H S I ) ditentukan dengan rumus
H S I ( %) =
hohor hepuropankrra.~
xl00
hobor ruhuh
Gonad yang telah ditimbang difiksasi dalam larutan Davidson selama 24 jam
selanjutnya dimasukkan ke dalam botol sampel yang berisi alkohol70%.
d. Peneraan tingkat kematangan gonad
Tingkat kematangan gonad ditentukan secara morfologi yang didasarkan
pada perubahan bentuk dan warna ovari, adapun tahapan tingkat kematangan
gonad (ovari) L. vannamei adalah sebagai berikut (Yano 1988 yang diacu
dalam Vaca dan Alfaro 2000):
Tahap I. Gonad transparan dan belum dapat dibedakan
Tahap 11. Gonad mnulai tampak menyerupai garis tipis sepanjang dorsal
Tahap Ill. Gonad tampak lebih tebal dan berwama kuning
Tahap IV. Gonad tampak besar ,melebar dan berwania orange tua.
Selain
berdasarkan
morfologi,
tingkat
kematangan
gonad
P. vunrzamei juga ditentukan berdasarkan analisis histologi gonad. Gonad
yang telah difiksasi didehidmsi dengan etanol dan dijemihkan dengan
kloroform. Contoh gonad kemudian diembeding dalam campuran parafinparaplas selanjutnya dipotong menggunakan mikrotorn dengan ketebalan 5 pm
dan diberi warna dengan pewarna hematoxylin-eosin. Preparat histologi
diamati dengan mikropkop cahaya untuk ditentukan sebaran oosit pada
berbagai tingkat perkembangan gonad. Adapun kriteria tahap perkembangan
gonad udang P. vannamei adalah s e b a e berikut (Medina et al. 19%):
1 . Tahap 1 (previtellogenic)
Ovari hanya mengandung oogonia dan oosit pravitelogenesis.
2. Tahap 2 (awal vifellogenic)
Pada ovari tampak oosit pada tahap awal vitelogenesis dan sitoplasma
mengalami peningkatan ukuran secara signifikan.
3. Tahap 3 ( Akhir vitellogenic)
Ovari mengandung oosit yang ukurannya besar dengan sitoplasma yang
telah terisi oleh butiran kuning telur.
4. Tahap 4 ( matang)
Pada ovari banyak terdapat oosit yang telah matang sempurna yang
dicirikan dengan terbentuknya struktur protein cortical rods. Selain
terdapat batasan yang jelas antara sitoplasma dengan sel bagian tepi.
5. Tahap 5 ( Spent1 degenerasi)
Pada ovari sebagian besar oositnya mengalami atresia (degenerasi).
e. Peneraan kelangsungan hidup induk
Tingkat kelangsungan hidup induk ditentukan berdasarkan persamaan
SR (%) = (Nt/No) x 100
SR = Survival rote (tingkat kelangsungan hidup)
No = Jurnlah individu pada waktu t-O
Nt
= Jumlah individu pada
waktu t
f. Peneraan pertumbuhan
Parameter pertumbuhan diukur berdasarkan laju pertumbuhan spesifik
(specific growth rate - SGR) yang tentukan dengan persamaan :
SGR = 100(ln W2 - In W1)/T
SGR = Laju pertumbuhan spesifrk (glhr)
W1
= Bobot
induk pada pengamatan pertama (g)
W2
= Bobot
induk pada pengamatan kedua (g)
T
=
Periode waktu pengukuran
Bobot induk ditentukan dengan menimbang masing-masing induk dengan
timbangan digital. Penimbangan dilakukan pada kondisi basah.
g. Peneraan diameter oosit
Gonad yang mengandung oosit dimasukkan ke dalam lamtan
formaldehide 5% selama dua hari untuk memperkuat dan menstabilkan oosit
serta memisahkan oosit satu sama lainnya. Pengukuran oosit untuk setiap
perkembangan gonad dilakukan pada bagian depan, tengah dan belakang.
Penentuan diameter oosit dilakulian dengan mengukur diameter 100 butir telur
kemudian dibuat sebaran fiekuensi dan dismbusi normalnya. Pemeriksaan
oosit dilakukan di bawah mikroskop binokuler yang dilengkapi dengan
mikrometer dengan ketelitian 0,8 mikron. Pada percobaan 2, penentuan
diameter oosit dilakdan secara histologis.
h. Peneraan karakteristik protein Vg dan protein kuning telur (Vt)
Karakteristik protein Vg dan protein kuning telur (Vt) ditentukan pada
beberapa induk dengan TKG berbeda.
Karakteristik Vg ditentukan
berdasarkan sampel dari hepatopankreas dan, hemolim sedangkan Vt
ditentukan berdasarkan sampel ovari.
-
Ekstrak hemolim
Hemolim diambil pada pangkal kaki jalan ke-5 menggunakan spuit berukuran
1 ml yang telah dibilas dengan natrium sitrat 3,8%. Sampel hemolim
disentrifbse (10.000 g, 4 "C) selama 10 menit. Supernatan kemudian disimpan
pada suhu -20 O C untuk selanjutnya dianalisis pola proteinnya.
- Ekstrak ovari dan hepatopankreas
Oosit yang berasal dari ovari dan hepatopankreas ditambah larutan buffer
(0,05 M Tris, ), 5 M NaCl dan 5 mh4 E T A (pH 7) dengan perbandingan 0,l
d l gram.
Campuran selanjutnya dihomogenkan dengan homogenizer.
Sampel dipurifikasi dengan amonium sulfat. Hasil endapan diencerkan lagi
dengan buffer (100 p1) dan disentrifuse (10.000 g, 4 OC) selama 15 menit.
Supernatan kemudian di simpan pada suhu -20 untuk dianalisis pola
proteinnya.
-
Elektroforesis
Untuk identifikasi protein dilakukan separasi dengan non-denaturasi (NativePAGE) pada 5 % gel poliakrilamid dalam buffer Tris-glisin (pH 8.3).
Identifikasi sub unit vitelin dilakukan dengan sodium dodecyl sulfate
polyaciyfamide gel electrophoresis (SDS-PAGE: 7 3 % gel poliakrilamida)
(Laernmli 1970). Untuk N-PAGE, gel diwarnai dengan arnidoblack,
sedangkan untuk SDS-PAGE, gel diwarnai dengan 1% coomasie brilliant
blue R250. Bobot protein ditentukan dengan meinbandingan jarak pergerakan
..
Volume penyuntikan adalah adalah 100 pL/induk dengan konsentrasi sesuai
desain perlakuan. Pada kelompok induk yang diablasi, pemberian dilakukan 3
hari setelah ablasi.
4.
Pemeliharaan induk
Setelah disuntik dengan estradiol-17P, udang uji ditempatkan kembali dalam
wadah percobaan. Air pemeliharaan berasal dari laut yang telah di saring dengan
salinitas 32-33 ppt dan temperatur 27-28 OC (Arcos
el
al. 2003). Selama
pemelihman induk diberi pakan 5 kali perhari sebesar 15-20% biomas dengan
komposisi 40 % cumi, 40% kerang, 15% polychaeta dan 5% pelet (Taylor et a/.
2004). Agar kondisi kualitas air tetap baik, pemeliharan dilakukan dengan sistim
flow through. Debit air yang digunakan adalah 5-7 liter per menit. Selain itu
dilakukan aerasi dan kotoran yang ada di dasar bak dibersihkan setiap hari dengan
c m disifon. Untuk mengurangi pencahayaan, di atas bak diberi shelter daun
kelapa.
Analisis Data
1. Uji tingkat perbedaan kecepatan matang gonad, GS1, HSI, diameter telur,
dan kandungan hormon dilakukan dengan analisis satu arah antar
perlakuan.
Apabila signifikan dilakukan uji Tukey dengan, tingkat
kepercayaan 95%.
2. Parameter utama sebagai penguji hipotesis adalah kecepatan matang
gonad, HSI, GSI, diameter sel telur dan kandungan hormon. Analisis
ditujukan pada pengujian untuk melihat hubungan a n t m dosis pemberian
hormon (estradiol-17J3)dengan perkembangan gonad.
3. Profil hormon estradiol-179 dianalisis secara deskriptif berdasarkan tren
pada grafik.
4. Karakteristik vitelogenin dianalisis secara deskriptif berdasarkan pola pita
protein dan berat molekulnya.
Download