PENANAMAN NORMA-NORMA SOSIAL MELALUI INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SEKOLAH DASAR Rini Setianingsih Jurusan Matematika, FMIPA, Unesa ABSTRAK. Salah satu pendekatan pembelajaran yang memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk berinteraksi adalah pendekatan pembelajaran matematika realistik (PMRI). Pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI bersifat interaktif, karena didasarkan pada pertukaran ideide, tidak hanya antara guru dan siswa, tetapi juga antar siswa. Makalah ini didasarkan pada suatu penelitian deskriptif tentang penanaman norma-norma sosial melalui interaksi dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI. Sebagai subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Laboratorium Unesa. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik pengamatan langsung, menggunakan instrumen lembar pengamatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa norma-norma sosial yang muncul secara dominan tercermin dalam kegiatan sebagai berikut: (1) Berpartisipasi aktif dalam diskusi kelompok maupun dalam setting kelas; (2) Menjelaskan solusi dan cara berpikir atau cara memperoleh solusi; (3) Menawarkan cara berpikir, metode, representasi, dan solusi yang berbeda; (4) Mendengarkan dan mencoba memahami ide-ide dan solusi siswa lainnya; (5) Bertanya, mendebat ide-ide orang lain, dan melakukan refleksi. Kata Kunci: Pembelajaran matematika, PMRI, interaksi, norma sosial, Sekolah Dasar. 1. PENDAHULUAN Matematika ditemukan dengan cara mengamati fenomena konkret di sekitar kita (Freudenthal [1]). Oleh karena itu, pembelajaran matematika seharusnya didasarkan pada struktur matematika yang kaya, yang membuat anak mampu mengenali lingkungannya. Dengan cara ini, matematika menjadi bermakna bagi siswa, karena mereka melakukan konstruksi terhadap pengetahuan mereka sendiri. Vygotsky [2] menyatakan bahwa perkembangan kognitif seseorang dipengaruhi oleh komunikasi dengan orang lain dalam setting sosial. Interaksi dengan teman sebaya dalam setting sosial kooperatif memberikan banyak kesempatan kepada siswa untuk mengobservasi, meniru dan mengembangkan fungsi mental yang tinggi. Salah satu pendekatan pembelajaran yang memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk berinteraksi adalah pendekatan pembelajaran matematika realistik (PMRI). PMRI diadaptasi dari Realistic Mathematics Education (RME), yang didasarkan pada falsafah Freudenthal [1] bahwa matematika adalah aktivitas manusia. Pembelajaran matematika realistik bersifat interaktif, karena didasarkan pada pertukaran ide-ide, tidak hanya antara guru dan siswa, tetapi juga antar siswa. Salah satu dari karakteristik PMRI adalah interaksi. Interaksi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran PMRI, peran guru sebagai pembimbing dan fasilitator, serta tuntutan agar siswa menemukan kembali 483 Penanaman Norma-Norma Sosial Melalui ... konsep matematika menjadi prinsip PMRI (Soedjadi [3]). PMRI memiliki tiga prinsip, yaitu: penemuan terbimbing, fenomena yang bersifat didaktik, dan pengembangan model sendiri. Tiga prinsip ini dikembangkan menjadi lima karakteristik, yaitu: penggunaan masalah matematika realistik, penggunaan model, kontribusi siswa, interaksi, dan keterkaitan antar konsep. Dalam makalah ini, yang dimaksud interaksi adalah aktivitas atau kegiatan antara siswa dan siswa lainnya di dalam kelas, antara siswa dan siswa lainnya di dalam kelompok, antara siswa dan guru, serta antara siswa dan sumber belajar pada pembelajaran matematika. Sedangkan yang dimaksud norma sosial dalam makalah ini meliputi sekumpulan peraturan sosial yang mengarah pada hal-hal yang berkenaan dengan bagaimana seseorang harus bertingkah laku yang wajar dalam kehidupan bermasyarakat, dan peraturan sosial yang berasal dari hati nurani. Norma ini menghasilkan akhlak, sehingga seseorang dapat membedakan apa yang dianggap baik apa yang dianggap jelek. Norma kesusilaan bersandar pada suatu nilai kebudayaan. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan penulis sebagai observer dlam pembelajaran PMRI di sekolah-sekolah mitra di Surabaya, interaksi yang terjadi dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI belum optimal. Selain itu, seiring dengan derasnya upaya menanamkan pendidikan karakter kepada siswa, penulis tertarik melakukan penelitian yang mengaitkan interaksi dan penanaman norma sosial melalui pembelajaran matematika menggunakan pendekatan PMRI. 2. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Terdapat tiga prinsip kunci dalam merancang pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI (Gravemeijer [4]) yaitu: (1) Guided reinvention through progressive mathematizing; (2) didactical phenomenology, dan (3) Self developed models. Tiga prinsip kunci di atas dapat dijelaskan lebih rinci sebagai berikut: (1) Guided reinvention through progressive mathematizing. Menurut Gravemijer [4] berdasarkan prinsip ini, para siswa diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama dengan proses saat konsep matematika ditemukan. Dalam hal ini strategi informal dapat dipahami sebagai prosedur awal menuju penyelesaian secara formal. Untuk keperluan tersebut maka perlu diberikan masalah dalam dunia nyata yang dapat menyediakan beragam prosedur penyelesaian serta mengindikasikan rute pembelajaran yang berangkat dari tingkat belajar matematika secara nyata ke tingkat belajar matematika secara formal. (2). Didactical phenomenology. Gravemeijer [4] menyatakan, berdasarkan prinsip ini, penyajian topik-topik matematika yang termuat dalam pembelajaran matematika realistik disajikan atas dua pertimbangan, yaitu memunculkan ragam aplikasi dalam proses pembelajaran dan kesesuaian topik dengan situasi pada proses pembelajaran yang bergerak dari masalah nyata ke matematika formal. (3). Self developed models, berdasar prinsip ini, saat mengerjakan masalah realistik, siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan model penyelesaian mereka sendiri yang berfungsi untuk menjembatani jurang antara pengetahuan informal dengan matematika formal. Seminar Nasional Matematika 2012 484 Prosiding Penanaman Norma-Norma Sosial Melalui ... Tiga prinsip di atas selanjutnya dijabarkan menjadi lima karakteristik pembelajaran matematika realistik. Treffers [5] menjelaskan tentang karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik sebagai berikut: (1) The use of context. Menggunakan konteks yang tidak hanya sebagai sumber matematisasi tetapi juga sebagai tempat untuk mengaplikasikan kembali matematika. Pembelajaran matematika realistik diawali dengan masalah-masalah yang nyata, sehingga siswa dapat menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung. Proses menemukan kembali konsep matematika dari situasi nyata disebut juga sebagai matematisasi konseptual. Dengan pembelajaran matematika realistik siswa dapat mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian siswa juga dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru dan dunia nyata. Oleh karena itu untuk membatasi konsep-konsep matematika dengan pengalaman seharihari perlu diperhatikan matematisasi pengalaman sehari-hari dan penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari. (2) The use of models. Istilah model ini berkaitan dengan model situasi dan model matematika yang dikembangkan oleh siswa sendiri. Model berperan sebagai jembatan bagi siswa dari situasi nyata ke situasi abstrak atau dari matematika informal ke matematika formal. Artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah. Model situasi merupakan model yang dekat dengan dunia nyata siswa. (3) Use of production and student contribution. Hal ini menekankan bahwa dengan pembuatan produksi secara bebas, siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar. Strategi-strategi formal siswa yang berupa prosedur pemecahan masalah konstekstual merupakan sumber inspirasi dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut yaitu untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika formal. (4) Interactivity. Pada karakteristik ke empat ini, interaksi antar siswa dan siswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam pembelajaran matematika realistik. Bentukbentuk interaksi antar siswa dapat berupa kerjasama, persaingan, dan lain-lain. Bentuk interaksi siswa dengan guru bisa berupa negosiasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan, dan lain-lain. (5) Interwinment. Keterkaitan antara materi satu dengan materi lain dalam pembelajaran matematika realistik sangat penting untuk diperhatikan. Dalam pembelajaran matematika terdapat keterkaitan dengan bidang yang lain. Jadi dalam pembelajaran harus diperhatikan juga bidang-bidang yang lain seperti bidang ekonomi, fisika, teknik, dan lain-lain, karena akan berpengaruh pada pemecahan masalah. 2.2 Jenis-jenis Norma Sosial. Norma sosial di masyarakat dibedakan menurut aspekaspek tertentu, tetapi aspek-aspek itu saling mempengaruhi satu sama lain. Dalam makalah ini yang dimaksud norma sosial yang diteliti meliputi (1) norma kesopanan, yaitu sekumpulan peraturan sosial yang mengarah pada hal-hal yang berkenaan dengan bagaimana seseorang harus bertingkah laku yang wajar dalam kehidupan bermasyarakat. Pelanggaran terhadap norma ini akan mendapatkan celaan, kritik, dan lain-lain, tergantung pada tingkat pelanggaran; (2) Norma kesusilaan, peraturan sosial yang berasal Seminar Nasional Matematika 2012 485 Prosiding Penanaman Norma-Norma Sosial Melalui ... dari hati nurani. Norma ini menghasilkan akhlak, sehingga seseorang dapat membedakan apa yang dianggap baik apa yang dianggap jelek. Norma kesusilaan bersandar pada suatu nilai kebudayaan. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat sanksi pengucilan secara fisik (diusir) ataupun batin (dijauhi). Norma sosial penting bagi manusia karena merupakan pedoman bertingkah laku dalam hidup bermasyarakat. Norma sosial memiliki fungsi sebagai berikut. a. Sebagai aturan atau pedoman tingkah laku dalam masyarakat. b. Sebagai alat untuk menertibkan dan menstabilkan kehidupan sosial. c. Sebagai sistem kontrol sosial dalam masyarakat. Dengan adanya norma kita mengerti apa yang boleh kita lakukan dan apa yang tidak boleh kita lakukan. 2.3 Interaksi. Menurut Ali [6]. terdapat berbagai bentuk interaksi siswa, yaitu: (1) Kerja sama, ialah bentuk interaksi yang dilakukan orang-orang atau kelompokkelompok untuk bekerja sama (saling membantu) untuk mencapai tujuan bersama. Misal, bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kelompok; (2) Persaingan, yaitu bentuk interaksi yang dilakukan orang-orang atau kelompokkelompok untuk berlomba meraih tujuan yang sama; (3) Pertentangan, yaitu bentuk interaksi yang berupa perjuangan yang langsung dan sadar antara orang dengan orang atau kelompok dengan kelompok untuk mencapai tujuan mereka; (4) Persesuaian, ialah proses penyesuaian yang dilakukan orang-orang atau kelompok-kelompok yang sedang bertentangan. Mereka bersepakat untuk menyudahi pertentangan tersebut atau setuju untuk mencegah pertentangan yang berlarut-larut dengan melakukan interaksi damai, baik bersifat sementara maupun bersifat kekal; (5) Akomodasi, mempunyai arti yang lebih luas dari persesuaian, yaitu penyesuaian antara orang yang satu dengan orang yang lain, antara seseorang dengan kelompok, antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. Dalam akomodasi, terdapat argumentasi yang mampu mewadahi pertentangan yang terjadi; (6) Perpaduan¸ adalah suatu proses sosial dalam taraf kelanjutan, yang ditandai dengan usaha-usaha mengurangi perbedaan yang terdapat di antara individu atau kelompok dengan cara memadukan ide yang bertentangan. Selain itu, juga merupakan usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindakan, sikap, dan proses mental dengan memperhatikan kepentingan dan tujuan bersama. 3. METODE PENELITIAN Makalah ini didasarkan pada suatu penelitian deskriptif tentang penanaman normanorma sosial melalui interaksi dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI. Sebagai subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V-B SD Laboratorium Unesa, yang terdiri atas 32 orang. Tetapi, siswa yang diamati hanya dua kelompok yang masing-masing terdiri dari 4 (empat) orang siswa. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik pengamatan, menggunakan instrumen lembar pengamatan aktivitas siswa. Adapun perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Lembar Seminar Nasional Matematika 2012 486 Prosiding Penanaman Norma-Norma Sosial Melalui ... Kegiatan Siswa (LKS), dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), untuk materi Perbandingan dan Skala. 4. HASIL PENELITIAN 4.1 Penanaman Norma Sosial Melalui Interaksi. Dalam penelitian ini, terdapat dua setting pembelajaran yang dilakukan, yaitu setting kelompok dan setting kelas. Siswa memecahkan masalah kontekstual yang diberikan guru di awal pembelajaran, dengan cara bekerja dalam kelompok kecil yang terdiri atas 4 (empat) orang. Kemudian, guru meminta siswa menuliskan hasil kerja kelompok yang mendiskusikan tentang langkahlangkah pemecahan masalah kontekstual yang diberikan kepada siswa (discuss possible solution paths). Selanjutnya, pada setting kelas, guru meminta perwakilan siswa dalam satu kelompok untuk menjelaskan hasil kerja kelompok di depan kelas. Guru berkontribusi terhadap penjelasan siswa dengan memberikan pertanyaan lanjutan kepada seluruh siswa, isyarat, reformulasi, atau pertimbangan/ pendapat, sedemikian hingga diperoleh penjelasan bersama atau solusi yang dianggap valid. Setelah itu, guru meminta kelompok siswa lainnya untuk menjelaskan cara yang berbeda dalam memecahkan masalah kontekstual yang diberikan. (Fase awal berulang kembali). Menurut peneliti, terdapat alasan-alasan tertentu yang mendasari pola interaksi di atas, yakni: 1. Siswa memperoleh keuntungan dari menjelaskan solusi kepada teman sekelas. 2. Siswa memperoleh keuntungan dari kesempatan mencerna makna dari penjelasan siswa lain. 3. Siswa memperoleh keuntungan dari kondisi tertantang ketika menjelaskan metode yang ia gunakan. 4. Negosiasi norma-norma dan keyakinan sosial tertentu memainkan peranan penting dalam mendorong belajar matematika. 5. Kebutuhan untuk mengkomunikasikan ide-ide matematika dapat mendorong belajar bermakna. 6. Kesempatan untuk mengkomunikasikan matematika dapat menumbuhkan sikap positif terhadap belajar matematika. 7. Diskusi kelas memberikan kesempatan kepada individu siswa untuk menghubungkan dan mengintegrasikan pengetahuan matematika mereka. Selain itu, strategi di atas menawarkan banyak pilihan bagi lingkungan belajar di kelas tradisional. Penerapan diskusi kelas yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan pertanyaan, ide, dan penalaran, merupakan strategi yang tepat dalam menciptakan lingkungan belajar yang memungkinkan siswa berinteraksi secara konsisten dalam diskusi yang bertujuan untuk mengembangkan makna matematika melalui negosiasi. Sebagai hasil dari diskusi kelas, diharapkan terjadi dua level percakapan, yaitu (1) membahas dan mengerjakan matematika (talking about and doing mathematics) dan membahas tentang cara membahas matematika (talking about talking about mathematics). Dalam memimpin diskusi kelas, guru bermaksud untuk mendorong siswa mengungkapkan cara mereka memperoleh solusi. Sehingga, suasana diskusi kelas juga Seminar Nasional Matematika 2012 487 Prosiding Penanaman Norma-Norma Sosial Melalui ... merupakan sarana untuk memunculkan norma-norma yang diperlukan untuk mengembangkan suatu setting yang membuat siswa merasa aman ketika menyatakan pemikirannya tentang matematika. Siswa bekerjasama untuk memperoleh suatu kesimpulan dengan cara saling memahami maksud masing-masing dan alur pemecahan masalah yang diperoleh. Hal ini membuat semua siswa di kelas merasa menjadi bagian dari komunitas kelas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa norma-norma sosial yang muncul secara dominan tercermin dalam kegiatan sebagai berikut: (1) Berpartisipasi aktif dalam diskusi kelompok maupun dalam setting kelas; (2) Menjelaskan solusi dan cara berpikir atau cara memperoleh solusi; (3) Menawarkan cara berpikir, metode, representasi, dan solusi yang berbeda; (4) Mendengarkan dan mencoba memahami ide-ide dan solusi siswa lainnya; (5) Bertanya, mendebat ide-ide orang lain, dan melakukan refleksi. Berdasarkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan guru dalam pembelajaran, dapat ditarik kaitannya dengan karakteristik PMRI, sebagai berikut: Guru memberikan wawasan tentang pentingnya interaksi dalam rangka berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Hal ini dilakukan dalam rangka merealisasikan peran guru sebagai guidance dalam membimbing siswa agar bersemangat untuk mewujudkan karakteristik keempat PMRI yaitu interaktivitas. Kemudian, guru memberikan masalah kontekstual yang memungkinkan siswa dapat memperoleh jawaban atau cara yang berbeda dan dapat menimbulkan pertentangan antar siswa. Pemberian masalah ini didasarkan pada karakteristik pertama PMRI yaitu menggunakan konteks dunia nyata. Selain itu, guru juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan tentang hal yang belum dipahami pada masalah kontekstual yang diberikan. Ini dilakukan untuk melaksanakan karakter keempat PMRI yakni interaktivitas. Selanjutnya guru meminta siswa untuk berdiskusi dalam kelompok kecil untuk memecahkan masalah. Hal ini dilakukan dalam rangka mendorong siswa untuk melakukan interaksi dalam bentuk kerja sama, sehingga terdapat kontribusi siswa di sana, dan mencerminkan karakteristik ketiga PMRI, yakni student contributions. Pada saat bekerja dalam kelompok, siswa memodelkan permasalahan yang disajikan. Tahap ini sesuai dengan prinsip self developed models karena siswa diberikan kesempatan untuk mengembangkan model mereka sendiri. Selain itu juga termasuk karakter kedua PMRI, yakni the use of models. Dalam pembelajaran, guru meminta salah satu kelompok memaparkan hasil penyelesaian dan meminta kelompok lain membandingkan jawabannya. Cara ini dilakukan dalam rangka mendorong siswa untuk berinteraksi dengan siswa yang lain. Dalam situasi ini juga memunculkan bentuk interaksi pertentangan, persesuaian dan lainlain yang mampu memberi gambaran nyata pada siswa tentang bentuk-bentuk interaksi yang dapat terjadi. Karakteristik yang terlihat adalah karakter keempat PMRI, yakni interactivity. Selanjutnya, guru bersama siswa membuat simpulan dan melakukan koreksi terhadap interaksi yang kontra produktif selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Cara ini dilakukan sebagai upaya untuk menekankan konsep-konsep yang perlu dipahami, termasuk dalam hal keterkaitan antar konsep. Dalam hal ini karakter kelima PMRI yakni Interwinment terlihat. Untuk koreksi terhadap interaksi yang kontra produktif selama pembelajaran berlangsung diberikan sebagai bahan refleksi diri agar siswa semakin dapat berinteraksi dengan baik di kelas. Jika dicermati, secara keseluruhan siswa aktif dalam interaksi di kelas. Dalam segi kerjasama, persaingan, pertentangan terlihat sering dilakukan saat proses pembelajaran. Hal ini dapat dibuktikan dalam hal terjadinya persaingan antar siswa untuk mendapat Seminar Nasional Matematika 2012 488 Prosiding Penanaman Norma-Norma Sosial Melalui ... kesempatan melakukan tanya jawab dengan guru tentang permasalahan yang disampaikan. Karakteristik PMRI keempat sangat terlihat di sini yakni interaksi persaingan. Persaingan terjadi juga karena karakteristik ketiga muncul yaitu kontribusi siswa dalam merespon pertanyaan maupun intruksi dari guru. Pada tahap ini juga terlihat interaksi siswa dengan guru dalam tanya jawab. Proses persaingan terjadi saat beberapa siswa berebut menjawab pertanyaan yang diajukan guru. Siswa juga bersaing dalam membuat bangun persegipanjang dengan beragam ukuran sesuai intruksi yang diberikan. 5. KESIMPULAN Secara garis besar, strategi yang digunakan untuk membangkitkan dan mengoptimalkan terjadinya interaktivitas di kelas adalah sebagai berikut: 1. Merumuskan tujuan dan menyusun tugas matematika yang membantu siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2. Mengelola kelas sedemikian hingga guru dan siswa memahami dengan jelas apa yang sedang dipelajari. 3. Menciptakan lingkungan kelas yang mendukung belajar dan mengajar matematika. 4. Melakukan evaluasi terhadap tugas matematika yang diberikan, proses belajar siswa, dan lingkungan belajar. Norma-norma sosial yang muncul pada saat penelitian dan selanjutnya diharapkan dimiliki siswa adalah: 1. Berkontribusi dalam diskusi matematika dalam kelompok maupun dalam setting kelas. 2. Menjelaskan solusi dan cara berpikir atau cara memperoleh solusi. 3. Menawarkan cara berpikir, metode, representasi, dan solusi yang berbeda. 4. Mendengarkan dan mencoba memahami ide-ide dan solusi siswa lainnya. 5. Bertanya, mendebat ide-ide orang lain, dan merefleksi. DAFTAR PUSTAKA [1] Freudenthal, H. 1991. Revisiting Mathematics Education. Dordrecht, The Netherlands: Kluwer Academic Publishers. [2] Vygotsky, L. 1978. Mind and Society. Cambridge, MA: Cambridge University Press. [3] Soedjadi, R. 2001. Pemanfaatan Realitas dan lingkungan dalam Pembelajaran Matematika.” Makalah disajikan pada Seminar Nasional Realistics Mathematic Education (RME) di UNESA Surabaya, 24 Pebruari 2001. [3] Soedjadi, R. 2001. “Pemanfaatan Realitas dan Lingkungan dalam Pembelajaran Matematika”. Makalah disajikan pada Seminar PMRI, FMIPA Universitas Negeri Surabaya. [4] Gravemeijer, Koeno. 1994. Developing Realistic Mathematics Education. Nederlands: Utrect University. [5] Treffers, A. 1991. Realistic Mathematics Education in The Netherlands 1980-1990. In L. Streefland (Ed.), Realistic Mathematics Education in Primary School. Utrecht: CD-B Press / Freudenthal Institute. Seminar Nasional Matematika 2012 489 Prosiding Penanaman Norma-Norma Sosial Melalui ... [6] Ali, M. 2004. Interaksi Sosial: Definisi, Bentuk, dan ciri-ciri. http://jurnalsdm.blogspot.com/2009/05/interaksi-sosial- [diakses 12 Juli 2012] Seminar Nasional Matematika 2012 490 Prosiding