TINJAUAN PUSTAKA Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L) Tembakau deli saat ini masih merupakan primadona tembakau cerutu dimana kegunaannya lebih diutamakan untuk pembungkus cerutu, bahkan daun tembakau deli lebih dikenal sebagai pembalut cerutu nomor satu di dunia, sehingga tetap dibutuhkan oleh pabrik penghasil cerutu kwalitas tinggi. Tembakau deli termasuk tembakau kelas elite serta mempunyai keistimewaan antara lain memiliki ciri, rasa dan aroma khas yang tidak dapat digantikan posisinya dengan tembakau jenis lain (Erwin, 2000). Menurut Matnawi (1997), tembakau dapat diklasifikasikan sebagai berikut Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Solanales Suku : Solanaceae Marga : Nicotiana Jenis : Nicotiana tabacum L. Tanaman tembakau memiliki akar tunggang, jika tanaman tumbuh bebas pada tanah yang subur dan bukan berasal dari bibit cabutan. Jenis akar tunggang pada tanaman tembakau yang tumbuh subur, terkadang dapat tumbuh sepanjang 0,75 m, selain akar tunggang, terdapat pula akar-akar serabut dan bulu-bulu akar. Pertumbuhan perakaran ada yang lurus, berlekuk, baik pada akar tunggang maupun pada akar yang serabut (Matnawi, 1997). Universitas Sumatera Utara Bunga tembakau termasuk bunga majemuk yang berbentuk seperti terompet. Benang sari sejumlah lima buah, warna bunga dalam satu malai ada yang kemerah-merahan dan putih. Bakal buah terdapat pada bagian dasar bunga. Biji-bijinya sangat kecil, sehingga untuk kebutuhan pembibitan tidak kesulitan (Matnawi, 1997). Buah tembakau berbentuk bulat lonjong dan berukuran kecil, di dalamnya banyak berisi biji yang bobotnya sangat ringan. Biji tembakau yang belum melewati masa dorman tidak dapat berkecambah apabila disemaikan. Untuk dapat memperoleh kecambah yang baik sekitar 95% biji yang dipetik harus sudah masak dan telah disimpan baik dengan suhu yang kering (Cahyono, 1998). Daun tembakau sangat bervariasi ada yang berbentuk ovalis, oblongus, orbicularis dan ovatus. Daun-daun tersebut mempunyai tangkai yang menempel langsung pada bagian batang. Jumlah daun yang dapat dimanfaatkan dalam setiap batangnya dapat mencapai 32 helai daun. Ukuran (besar kecilnya) daun tebal tipisnya juga berbeda-beda, tergantung jenis daun, varietas yang ditanam, kesuburan tanah dan pengelolaan (Matnawi, 1997). Daun N. tabacum mengandung alkaloida, saponin, flavonoida dan politenol (Departemen Kesehatan, 2006). Tembakau mengandung zat alkaloid nikotin, sejenis neurotoxin yang sangat ampuh jika digunakan pada serangga. Zat ini sering digunakan sebagai bahan utama insektisida. Batang pada pertumbuhan tanaman yang normal, dapat tumbuh tegak dengan bantuan ajir (lanjaran). Tembakau bawah naungan dapat mencapai ketinggian 4 m karena tanaman mempunyai sifat eteolasi. Batang ada yang bercabang, meskipun kebanyakan tidak bercabang. Biasanya tanaman tembakau Universitas Sumatera Utara akan bercabang apabila bagian titik tumbuhnya terputus, sehingga merangsang pertumbuhan tunas-tunas baru (Cahyono, 1998). Hama dan Penyakit Tanaman Tembakau Deli (N. tabacum) Permasalahan yang sangat dirasakan pada beberapa tahun belakangan ini adalah rendahnya produktifitas tanaman Tembakau deli meskipun berbagai usaha telah dilakukan. Penyebab tidak terpenuhinya kebutuhan pasar tersebut sangat komplek antara lain akibat serangan hama dan penyakit (PTPN II, 2007). Hama yang paling dominan menyerang tanaman tembakau adalah: 1. Larva grayak (S. litura), gejala serangan: Berupa lubang-lubang tidak beraturan dan berwarna putih bekas gigitan 2. Larva tanah (Agrotis ipsylon), gejala serangan: Daun terserang berlubanglubang terutama daun muda sehingga tangkai daun rebah 3. Larva penggerek pucuk (Heliothis sp), gejala serangan: Daun pucuk tanaman terserang berlubang-lubang dan habis 4. Nematoda (Meloydogyne sp), gejala serangan: Bagian akar tanaman tampak bisul-bisul blarva, tanaman kerdil, layu, daun berguguran dan akhirnya mati 5. Kutu-kutuan (Aphis sp., Thrips sp., Bemisia sp) pembawa penyakit yang disebabkan virus. Pengendaliannya dengan predator Coccinellidae 6. Hama lainnya gangsir (Gryllus mitratus), jangkrik (Brachytrypes portentosus), orong-orong (Gryllotalpa africana), semut geni (Solenopsis geminata) dan belalang banci (Engytarus tenuis) (Prabowo, 2007). Universitas Sumatera Utara Penyakit yang sering menyerang tanaman tembakau pada umumnya disebabkan oleh: 1. Cendawan, misalnya penyakit rebah semai (phytium sp), penyakit lanas (phytopthora nicotinae), penyakit patik (Cercospora nicotinae), penyakit karat daun (Altenaria longipes), penyakit embun tepung (Oidium tabaci) 2. Virus, misalnya penyakit mozaik (Marmor tabacci), penyakit kerupuk (Ruga tabacci) 3. Bakteri, misalnya Penyakit layu (Bakterium solanacearum), penyakit busuk tangkai (Bacillus aroidae) (Matnawi, 1997). Hama dan penyakit tersebut di atas dapat menyerang tanaman tembakau mulai dari persemaian hingga saat petik daun. Salah satu hama dan penyakit pada persemaian tembakau deli adalah hama S. litura (ulat grayak) dan penyakit rebah semai yang disebabkan oleh Phytium sp. Apabila tidak ditangani secara baik dan benar maka serangan itu akan menurunkan kualitas hasil daun tembakau. (Matnawi, 1997). Biologi Hama S. litura Menurut Erwin (2000) hama ini diklasifikasikan sebagai berikut : Phylum : Atrhropoda Kelas : Insekta Ordo : Lepidoptera Family : Noctudae Genus : Spodoptera Spesies : Spodoptera litura Fab Universitas Sumatera Utara Imago dewasa adalah nocturnal. Pada siang hari tinggal di tempat-tempat yang terlindung dan umumnya diam ditempat gelap. Imago hidup sekitar 5-9 hari dan populasi terjadi segera setelah menjadi imago. Imago betina mulai meletakkan telur 2-3 hari setelah menjadi imago. Panjang tubuh imago betina kurang lebih 17 mm, sedangkan imago jantannya kira-kira 14 mm. Warna imago abu-abu dengan tanda bintik-bintik pada bagian sayapnya (Natawigena, 1990). Telur S. litura berwarna putih merata dan berbentuk bulat dengan diameter 0,5 mm. Telur berkelompok dan seperti diselimuti kain woll. Imago betina mampu menghasilkan telur sebanyak 2000 butir. Telur diletakkan secara berkelompok sebanyak 30-400 butir/ kelompok pada permukaan bawah daun. Telur berbentuk bulat dan berwarna merah kecoklatan. Stadium telur berlangsung 10-14 hari (Sumadi, 1997). Larva yang baru keluar dari telur berwarna kehijau-hijauan dengan sisi samping berwarna coklat hitam. Kepala larva yang baru keluar dari telur berwarna kemerahan, tubuhnya putih transparan, tetapi ruas abdomen pertama dan kedelapan berwarna kehitaman. Larva yang keluar dari telur akan memakan epidermis daun bagian bawah sehingga daun kering (Sudarmo, 1987). Pada siang hari larva bersembunyi dekat permukaan atau didalam tanah dan ditempat-tempat yang lembab, lalu kering pada malam hari. Stadium larva berlangsung sekitar 6-13 hari. Larva yang lebih tua berwarna keabu-abuan, pada tiap ruas abdomennya terdapat bentuk seperti bulan sabit. Pada abdomen ruas pertama bentuk tersebut besar dan kadang-kadang bersatu. Panjang larva instar terakhir dapat mencapai 50 mm (Sumadi, 1997). Universitas Sumatera Utara Pupa berwarna coklat kemerahan berukuran 1,8-2 cm. Pupa terbentuk di dalam tanah atau pasir dengan lama stadium 10-14 hari. Larva dewasa menjelang pupa berada di dalam tanah atau lapisan bahan organik tanah dan menuju lubang kemudian berubah menjadi pupa. Pada abdomen pupa jantan, segmen terakhir dijumpai dua titik yang agak berjauhan. Titik yang ada disebelah atas adalah calon alat kelamin jantan sedangkan titik dibawahnya calon anus. Pupa betina mempunyai dua titik yang saling berdekatan (Sudarmo, 1987). Imago 5-9 hari Pupa 10-14 hari Telur 10-14 hari Larva (5-6 instar) 6-13 hari Gambar 1. Siklus Hidup S. Litura Gejala Serangan S. litura Gejala serangan S. litura adalah timbulnya lubang-lubang tidak beraturan dan transparan pada bekas luka gigitan. Ulat yang baru keluar dari telur hidup bergerombol di permukaan bawah daun dan menggerogoti epidermis daun setelah beberapa hari mereka berpencar. Kemampuan merusak hama ini tergantung pada pertumbuhan instarnya. Pada larva instar ke-2 dan ke-3 hanya memakan helai daun dan meninggalkan batang daun. Namun pada instar ke-4 dan ke-5 larva dapat memakan seluruh daun sampai ketulang-tulang daunnya (Sakti, 1994). Universitas Sumatera Utara Sesaat setelah telur menetas ulat hidup bergerombol disekitar kelompok telur sampai pada instar ketiga dan fase ini ulat memakan daun dengan gejala transparan. Pada instar keempat ulat mulai menyebar kebagian tanaman atau tanaman disekitarnya. Biasanya serangan ini muncul 20-30 hari setelah tanam (Subandrijo, 1992). Biologi Phytium sp Menurut Erwin (2000) jamur ini diklasifikasikan sebagai berikut: Divisio : Mastigomycota Kelas : Oomycetes Ordo : Peronosporales Famili : Phythiaceae Genus : Phytium Species : Phytium sp Penyakit rebah semai pada tembakau disebabkan oleh jamur phytium sp umumnya hanya dijumpai di pembibitan dan jarang dijumpai di pertanaman. Bila menyerang dipertanaman biasanya terjadi pada tanaman muda yang baru ditanam dan menyebabkan penyakit busuk pada pangkal batang. Jamur Phytium adalah organisme yang kecil, bersifat filamen yang kurangan klorofil. Oleh karena itu organisme ini mendapatkan makanannya dari tanaman ataupun binatang yang mengandung bahan organik, apakah sebagai saprophyl ataupun sebagai parasit ataupun patogen (Erwin, 2000). Jamur Phytium sp mempunyai miselium yang kasar, lebarnya kadangkadang sampai 7 µm. Selain membentuk sporangium yang biasa, (berbentuk bulat atau lonjong), jamur juga membentuk sporangium yang bentuknya tidak teratur Universitas Sumatera Utara seperti batang atau bercabang-cabang, yang dipisahkan dari ujung hifa. Bagian ini sering disebut presporangium dan ukurannya dapat mencapai 800 x 20 µm, sedangkan oospora memiliki dinding yang agak tebal dan halus, diameter 17-19 µm (Gambar 2). Gambar 2. Bentuk Oospora Phytium sp Sporangia panjangnya bervariasi dari 50-1000 µm dan umumnya memiliki cabang multi. Sporangia hanya berkecambah dengan produksi vexicle yang membebaskan zoospora. Oorgonia adalah berbentuk spherical dan terminal dengan diameter 22-27 µm (Semangun, 2000). Gejala serangan Phytium sp Penyakit rebah semai terlihat di pembibitan pada tahap pertumbuhannya. Bibit yang terserang pangkal batangnya membusuk sehingga layu dan terkulai. Infeksi terjadi pada akar atau pangkal batang, kadang-kadang perakaran yang muda juga terserang sehingga membusuk, bila menyerang daun maka daun menjadi busuk basah. Akar tanaman yang terinfeksi berwarna coklat muda dan berair (Erwin 2000). Universitas Sumatera Utara Gejala khas yang disebabkan penyakit rebah kecambah dapat terlihat pada pagi hari, dimana disekitar tanaman sakit tampak terdapat benamg-benang seperti rumah labah-labah dengan tetes-tetes embun yang tergantung. Sering menyerang tanaman yang masih muda dan dekat tanah yang menyebabkan hawar daun atau bercak daun yang lebar (Semangun, 1996). Tanaman yang sakit busuk batang ini biasanya tidak menunjukkan gejala kelayuan yang jelas. Kulit batang sama sekali tidak rusak dan empelur batang berlubang, kalau batang belum berkayu tanaman akan rebah, karena batang yang terserang mudah sekali patah dan akhirnya tanaman busuk basah dan menjadi berwarna gelap atau hitam. Akar tanaman yang terinfeksi akan berwarna coklat muda dan akan terlihat berair. Pengamatan mikroskopis dari jaringan korteks umumnya menunjukkan adanya jamur oospora dan beberapa tanaman akan mengalami penggulungan (Erwin 2000). Pestisida Alami Pestisida alami merupakan pestisida yang berasal dari tanaman. Lebih dari 2400 jenis tanaman yang masuk dalam 235 famili telah dilaporkan mengandung bahan pestisida. Khususnya tanaman yang memiliki kandungan kimia seperti zat ekstraktif. Sifat racun zat ekstraktif ini memiliki potensi sebagai pestisida alami. Ekstraktif dapat dibagi menjadi fraksi lipofilik, dan fraksi hidrofilik, walaupun batasnya kurang jelas. yang termasuk fraksi lipofilik ialah lemak, lilin, terpena, terpenoid dan alkohol alfatik tinggi. Cara pemisahannya ialah diekstrak dengan pelarut non polar seperti etil eter, atau diklorometana. Fraksi hidrofilik meliputi senyawa fenolik (tannin, lignan, stilbena) karbohidrat terlarut, protein, vitamin dan garam anorganik (Achmadi, 1990). Universitas Sumatera Utara Pestisida alami memiliki beberapa fungsi, antara lain: repelan yaitu menolak kehadiran serangga, misalnya dengan bau yang menyengat. Antifeedan yaitu mencegah serangga memakan tanaman yang telah disemprot, merusak perkembangan telur, larva dan pupa, menghambat reproduksi serangga betina, racun syaraf, mengacaukan sistem hormon di dalam tubuh serangga. Atraktan yaitu pemikat kehadiran serangga yang dapat dipakai pada perangkap serangga serta mengendalikan pertumbuhan jamur/ bakteri (Gapoktan, 2009). Pestisida alami diartikan sebagai pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan karena terbuat dari bahan-bahan alami maka jenis pestisida ini mudah terurai di alam sehingga residunya mudah hilang sehingga relatif aman bagi manusia. Beberapa tanaman yang dapat digunakan sebagai pestisida alami atau botani antara lain mindi, tembakau, mimba, srikaya, mahoni, sirsak, tuba dan juga berbagai jenis gulma seperti babadotan (Samsudin, 2008). Ekstraktif Daun Mindi (M. azedarach Linn.) Mindi termasuk tanaman tahunan tergolong kedalam famili Meliaceae, berwarna hitam, baunya tidak sedap serta rasanya pahit sekali. Biji dan daun mindi mengandung senyawa glokosida flavonoid dengan aglikon quersetin yang bersifat sebagai insektisida botanis. Pada umumnya bahan aktif yang terkandung pada tumbuhan mindi berfungsi sebagai antifeedan terhadap serangga dan menghambat perkembangan serangga. Daun dan biji mindi telah dilaporkan dapat digunakan sebagai pestisida nabati. Ekstrak daun mindi dapat digunakan pula sebagai bahan untuk mengendalikan hama termasuk belalang. Cara pemanfaatan tanaman ini sebagai pestisida nabati dapat dilakukan sebagai berikut yaitu daun mindi dikupas, ditumbuk lalu direndam dalam air dengan konsentrasi 25-50 g/I Universitas Sumatera Utara selama 24 jam. Larutan yang dihasilkan disaring agar didapat larutan yang siap diaplikasikan dengan cara disemprotkan (Wijayanti, 2006) Daunnya majemuk, menyirip ganda, tumbuh berseling dengan panjang 2080 cm. Anak daun bentuknya bulat telur sampai lanset, tepi bergerigi, ujung runcing, pangkal membulat atau tumpul, permukaan atas daun berwarna hijau tua, bagian bawah hijau muda, panjang 3-7 cm, lebar 1,5-3 cm. Bunga majemuk dalam malai yang panjangnya 10-20 cm, keluar dari ketiak daun. Daun mahkota berjumlah 5, panjangnya sekitar 1 cm, warnanya ungu pucat, dan berbau harum. Buahnya buah batu, bulat, diameter sekitar 1,5 cm. Jika masak warnanya cokelat kekuningan, dan berbiji satu. Perbanyakan dengan biji. Biji sangat beracun dan biasa digunakan untuk meracuni ikan atau serangga (Kartasapoetra, 1987). Gambar 3. Daun Mindi Tanaman mindi merupakan tanaman serbaguna karena dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Seluruh bagian tanaman mulai dari akar, batang yang berkayu, kulit batang, daun, buah dan bijinya dapat dimanfaatkan. Kayu mindi dapat digunakan dalam bentuk kayu utuh misalnya sebagi komponen rumah, komponen mebel dan barang kerajinan. Kayu mindi dapat juga digunakan dalam bentuk panel misalnya sebagai kayu lapis indah dan vinir lamina indah. Daun dan biji mindi digunakan sebagi pestisida alami dan kulitnya digunakan sebagai obat (Martawijaya dkk, 1989). Universitas Sumatera Utara Fitokimia Tumbuhan Triterpenoida Triterpenoid diturunkan dari isoprenoid asiklik skualen (C30H50), komponen utuh dari minyak ikan, minyak vegetable, jamur. Pentasiklik triterpenoid : komponen tumbuhan tingkat tinggi bertipe oleanan, ursan dan lupan serta komponen bakteri berupa tipe hopan. Berbagai triterpenoid organisme merupakan prekursor langsung hidrokarbon dalam fosil sedimen dan minyak bumi. Pentasiklik triterpenoid dengan cincin-E bersisi enam, hanya terdapat pada tumbuhan tingkat tinggi dan yang bersisi lima hanya terdapat pada bakteri (disebut bakteriohopanoid) (Harborne, 1987). Saponin Saponin merupakaan senyawa glikosida kompleks dengan berat molekul tinggi yang dihasilkan terutama oleh tanaman, hewan laut tingkat rendah dan beberapa bakteri. Istilah saponin diturunkan dari bahasa Latin ‘SAPO’ yang berarti sabun, diambil dari kata saponaria vaccaria, suatu tanaman yang mengandung saponin digunakan sebagai sabun untuk mencuci. Saponin mengandung gugus gula terutama glukosa, galaktosa, xylosa, rhamnosa atau methilpentosa yang berikatan dengan suatu aglikon hidrofobik (sapogenin) berupa triterpenoid, steroid atau steroid alkaloid. Aglikon dapat mengandung satu atau lebih ikatan C-C tak jenuh. Rantai oligosakarida umumnya terikat pada posisi C3 (monodesmosidic), tetapi beberapa saponin mempunyai gugus gula tambahan pada C26 atau C28 (bidesmosidic). struktur saponin yang sangat kompleks terjadi akibat bervariasinya struktur aglikon, sifat dasar rantai dan posisi penempelan gugus gula pada aglikon. (Suparjo, 2005) Universitas Sumatera Utara Saponin terdapat pada berbagai spesies tanaman, baik tanaman liar maupun tanaman budidaya. Pada tanaman budidaya, saponin triterpenoid merupakan jenis yang utama, sedangkan saponin steroid umum terdapat pada tanaman yang digunakan sebagai tanaman obat. Saponin triterpenoid selain ditemukan pada beberapa kacang-kacangan seperti kedelai, buncis, kacang polong, lucerne, juga pada teh, bayam, gula bit, bunga matahari dan ginseng. Saponin steroid ditemukan pada biji tomat, asparagus, umbi rambat dan ginseng. Beberapa faktor seperti umur fisiologis, kondisi agronomi dan lingkungan dapat mempengaruhi kandungan saponin dalam tanaman. Tanaman muda dalam suatu spesies mempunyai kandungan saponin lebih tinggi dibanding dengan tananam dewasa (Suparjo, 2005). Flavonoid Senyawa flavonoida adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang ditemukan dialam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan biru serta sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana 2 cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propana (C3) sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6 (Lenny, 2006) Flavonoid menurut strukturnya, merupakan turunan senyawa induk flavon yang terdapat berupa tepung putih pada tumbuhan primula, dan semua mempunyai sejumlah sifat yang sama. Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air. Flavanoid dapat diekstraksi dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya berubah bila ditambah basa atau Universitas Sumatera Utara ammonia, jadi senyawa tersebut mudah terdeteksi pada kromatogram atau dalam larutan (Harborne, 1987). Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonyugasi dan karena itu menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum UV dan spektrum tampak, flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan, terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid yang manapun mungkin saja terdapat dalam satu tumbuhan pada beberapa bentuk kombinasi glikosida. Karena alasan itu maka dalam menganalisis flavonoid biasanya lebih baik bila kita memeriksa aglikon yang terdapat dalam ekstrak tumbuhan yang telah dihidrolisis (Harborne, 1987). Alkoloida Senyawa alkaloida merupakan senyawa organik terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Secara organoleptik, daun-daunan yang berasa sepat dan pahit, biasanya teridentifikasi mengandung alkaloid. Selain daun-daunan, senyawa alkaloid dapat ditemukan pada akar, biji, ranting, dan kulit kayu. Alkaloid secara umum mengandung paling sedikit satu buah atom nitrogen yang bersifat basa dan merupakan bagian dari cincin heterosiklik (Lenny, 2006). Kebanyakan alkaloid berbentuk padatan kristal dengan titik lebur tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Alkaloid dapat juga berbentuk amorf atau cairan. Dari segi biogenetik, alkaloid diketahui berasal dari sejumlah kecil asam amino yaitu ornitin dan lisin yang menurunkan alkaloid alisiklik, fenilalanin dan tirosin yang menurunkan alkaloid jenis isokuinolin, dan triftopan yang menurunkan alkaloid indol (Lenny, 2006) Universitas Sumatera Utara