I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periodontitis merupakan suatu penyakit inflamasi destruktif pada jaringan penyangga gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik, yang menghasilkan kerusakan lanjut ligamen periodontal dan tulang alveolar dengan terbentuknya poket, resesi gingiva, maupun keduanya (Saini dkk., 2010). Periodontitis biasanya berkembang dari gingivitis yang sudah terjadi, walaupun tidak semua gingivitis berkembang menjadi periodontitis. Perubahan komposisi dan potensi patogenik dari m ikroorganism e plak terhadap faktor resistensi pejamu dan jaringan sekitarnya menentukan perubahan dari gingivitis menjadi periodontitis dan keparahan kerusakan jaringan periodontal (Rehman & Salama, 2004). Periodontitis merupakan salah satu penyakit inflamasi kronis y ang dapat menyebabkan penyakit kardiovaskuler dan cerebrovaskuler, diabetes, penyakit pernafasan serta gangguan kehamilan (Saini dkk., 2010). M enurut Carranza & Takei (2006), pemeriksaan kondisi jaringan periodontal dilakukan untuk menentukan keparahan pe nyakit periodontal, antara lain pengukuran kedalaman poket (probing depth), clinical attachment level/CAL, dan bleeding on probing (BOP). Pengukuran kedalaman poket merupakan salah satu parameter dalam menentukan derajat keparahan penyakit periodontal. Pengukuran poket ini dilakukan dengan menggunakan periodontal probe berdasarkan jarak antara margin gingiva dan dasar poket. Pengukuran clinical attachment level dilakukan dengan mengukur jarak antara dasar poket dengan cementoenamel junction. Saat memasukkan periodontal probe kadang timbul 1 darah (bleeding on probing) akibat terjadinya inflamasi. O leh sebab itu bleeding on probing ini dilakukan untuk mengetahui adanya inflamasi pada gingiva dan periodontal. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana pasien mengala mi kenaikan tekanan darah sistol lebih dari 140 mmHg dan atau tekanan darah diastol lebih dari 90 mmHg (Leong dkk., 2014). M enurut M ealey dkk. (2006), hipertensi merupakan penyakit kardiovaskuler yang paling sering ditemukan dan mempengaruhi lebih dari 50 juta warga Amerika, serta kebanyakan tidak terdiagnosis yang memerlukan deteksi dan pengontrolan yang lebih baik. Semua pelayan kesehatan, termasuk dokter gigi, perlu mendeteksi dan mengantisipasi masalah hipertensi ini. Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan gigi, dokter gigi harus memiliki pengetahuan tentang hipertensi khususnya dalam hal mendeteksi dan perawatannya. Inflamasi merupakan komponen respon imun terhadap adanya bakteri patogen, kerusakan sel dan rangsang inflamatori poten lainnya. Se lain sebagai pertahan tubuh yang vital, inflamasi dapat juga mengakibatkan kerusakan sel setempat. Pada pembuluh darah, inflamasi akan meningkatkan permeabilitas vaskular dan mengganggu sel endotel, sehingga fungsi endotel sebagai pengontrol kesehatan vaskular menjadi terganggu. Sel endotel diketahui sebagai bagian terpenting dalam homeostatis tekanan darah dengan jalan sintesis vasodilator seperti Nitric Oxide (NO) dan vasokonstriktor seperti endothelin-1. Selama disfungsi endotel, keseimbangan antara vasodilator dan vasokonstriktor ini 2 menjadi terganggu. Dengan demikian inflamasi bisa menyebabkan hipertensi dengan cara merusak regulasi endotel tersebut (Leong dkk., 2014). M enurut Tonetti dkk. (2007), bakteri patogen dan produknya pada periodontitis bisa menimbulkan ganguan fungsi endotelial secara langsung, melalui invasi pada jaringan gingiva sehingga timbul bakteriemi. Bakteri patogen ini akan memicu respon inflamasi sistemik yang menimbulkan efek pada dinding pembuluh darah. Patogen periodontal pada periodontitis ini bisa merusak dan menginvasi gingiva dengan adanya enzim proteolisis yang masuk ke dalam sistem sirkulasi darah sehingga timbul bakteriemia. Selanjutnya bakteri ini secara langsung masuk ke dalam dinding pembuluh darah yang memicu inflamasi vaskular dan aterosklerosis (Leong dkk., 2014) Perawatan periodontal bertujuan untuk mengelim inasi penyakit dan mengembalikan keadaan jaringan periodontium dalam keadaan sehat, yang meliputi kenyamanan, fungsi, dan estetik yang dapat dipertahankan baik oleh pasien itu sendiri maupun dokter gigi. Tujuan perawatan pada gingivitis dan periodontitis adalah mengontrol bakteri sebagai faktor lokal dan meminimalkan pengaruh sistemik sebagai bentuk perawatan penyakit periodontal non bedah. Perawatan periodontal non bedah juga bertujuan menciptakan kondisi lingkungan yang konduktif untuk kesehatan jaringan periodontal dan menurunkan keparahan penyakit. Tindakan periodontal non bedah meliputi pemeliharaan kebersihan mulut, Scaling dan Root planing (SRP) dan pemberian antibiotik untuk mencegah, menghentikan serta mengeliminasi penyakit periodontal yang merupakan intial phase therapy (Plemons & Eden, 2004). 3 Scaling adalah prosedur menghilangkan plak dan kalkulus supra dan subgingiva. Bila plak dan kalkulus ini terletak pa da permukaan email yang teratur, scaling saja cukup untuk mengeluarkan plak dan kalkulus dari permukaan email ini sampai permukaannya menjadi bersih dan halus. Plak dan kalkulus yang terdapat pada permukaan akar, seringkali masuk ke dalam sementum. Pada kalkulus subgingiva terdapat bakteri-bakteri dan endotoxin, oleh karena itu harus dihilangkan. Bila dentin terbuka, bakteri bisa masuk ke dalam tubuli dentin. Prosedur penghilangan sisa kalkulus dan sementum pada akar gigi sehingga permukaannya menjadi halu s, bersih dan licin dinamakan root planing (Pattison & Pattison, 2006). Scaling dan root planing (SRP) telah lama diketahui sangat efektif dalam perawatan penyakit periodontal (Plemons & Eden, 2004). Scaling dan root planing ini mengakibatkan berkurangn ya mikroorganisme subgingiva secara dramatis dan menghasilkan perubahan komposisi bakteri pada plak subgingiva dari bakteri gram negatif anaerob menjadi bakteri fakultatif gram positif yang biasa ditemukan pada kondisi periodontal yang sehat. Setelah dilak ukan tindakan SRP terjadi pengurangan Spirochaeta, motile rods dan putative pathogen seperti Actinobacillus actinomycetemcomitans, Porphyrom onas gingivalis dan Prevotella intermedia. Adanya perubahan mikrobiota ini disertai dengan pengurangan atau eliminasi inflamasi secara klinis (Pattison & Pattison, 2006) tetapi menurut Slots (2004) penyakit periodontal akibat inflamasi memerlukan pemakaian antibiotik dalam perawatannya. Konsep ini berdasarkan pemikiran bahwa mikroorganisme dapat menyebabkan penyakit periodontal dan antibiotik dapat membunuh atau 4 menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen tersebut. Antibiotik adalah substansi organik yang muncul secara alami atau sintetik, yang dalam konsentrasi rendah dapat menghambat dan atau membunuh mikroorganisme tertentu. Pemakaian antibiotik diperlukan bagi pasien yang tida k berhasil dengan perawatan SRP serta pada pasien dengan penyakit periodontal akibat penyakit sistemik sebagai profilaksis pada tindakan periodontal non bedah. Ciprofloksasin merupakan generasi kedua derivate fluroquinolon aktif dengan jangkauan yang luas pada bakteri gram negatif dan gram positif fakultatif patogen periodontal (Ahmed, 2009). Pada penelitian yang dilakukan oleh Tozum dkk, (2004) antibiotik ciprofloksasin yang diberikan secara s istemik, kadar ciprofloksasin mencapai konsentrasi 4-8 kali lebih tinggi dalam cairan sulkus gingiva dari pada serum darah dan antibiotic ini efektif memasuki jaringan lunak yang mengalami penyakit periodontal sehingga ciprofloksasin merupakan drug of choice untuk periodontitis. Amoksisilin merupakan salah satu golongan penisilin, selain ampisilin, karbenisilin, dan lain-lain. A bsorpsi amoksisilin di saluran cerna jauh lebih baik daripada ampisilin. Dengan dosis per oral yang sama, amoksisilin mencapai kadar dalam darah yang tingginya kira-kira 2 kali lebih tinggi daripada yang dicapai ampisilin, sedang masa paruh kedua obat ini hampir sama (Istiantoro & Gan, 2001). Amoksisilin merupakan penisilin semisintetik yang mempunyai efek antiinfeksi berspektrum luas terhadap bakteri gram positif dan gram negatif (Jolkovsky & C ianco, 2006). Penisilin menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesa dinding sel mikroba. Akibat adanya 5 tekanan osm otik yang lebih tinggi di dalam sel kuman dari pada di lu ar sel, maka kerusakan dinding sel ini akan menyebabkan lisis, yang merupakan dasar efek bakterisidal pada kuman yang peka (Setiabudy & Gan, 2001). Penisilin merupakan suatu compound beta lactam yang bersifat bakterisidal yang dapat menghambat sintesa dinding sel bakteri. Tanpa adanya dinding sel ini, maka bakteri tersebut tidak bisa bertahan hidup. Amoksisilin juga merupakan salah satu antibiotik yang tidak begitu toksik (Kinane, 2004). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan suatu p ermasalahan penelitian yaitu apakah pemberian secara sistemik ciprofloksasin lebih efektif dibandingkan dengan amoksisilin setelah SRP pada periodontitis kronis penderita hipertensi dilihat dari parameter probing depth, bleeding on probing, dan clinical attachment level ? C. Tujuan Penelitian M engetahui efektivitas antara pemberian secara sistemik ciprofloksasin dan amoksisilin setelah SRP pada periodontitis kronis penderita hipertensi dilihat dari parameter probing depth, bleeding on probing, dan clinical attachment level. D. Manfaat Penelitian 1. Perkembangan ilmu pengetahuan : Adanya pilihan metode yang efektif dan lebih aman dalam perawatan periodontal pada penderita hipertensi 2. Klinisi : memberi informasi ilmiah bagaimana cara merawat pasien penyakit periodontal dengan hipertensi. 6