STUDI PENGARUH MUTASI GEN rpoB PADA

advertisement
KO-161
0195: Richardo Ubyaan dkk.
STUDI PENGARUH MUTASI GEN rpoB PADA KODON 513:
ANALISIS PADA ISOLAT PAPUA
1)
Richardo Ubyaan1,*) Agnes E. Maryuni,2) dan Alvian Sroyer3)
Program Studi Kimia, FKIP, Universitas Cenderawasih, Jayapura, Papua
2) Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Cenderawasih
3) Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Cenderawasih
Disajikan 29-30 Nop 2012
ABSTRAK
Resistensi terhadap RIF disebabkan oleh mutasi pada gen rpoB pengkode RNA polimerase (RNAP) subunit β, terutama pada
daerah sepanjang 81 pasang basa (pb) sebagai penentu sifat resistensi RIF, dengan frekuensi yang paling tinggi pada kodon 526
dan 531. Mutasi ini menyebabkan RIF tidak berfungsi dalam menghambat proses inisiasi transkripsi. Pada salah satu galur isolat
klinis M. tuberculosis MDR asal Jayapura, Papua yang ada di kelompok penelitian M. tuberculosis Laboratorium Biokimia,
Universitas Cenderawasih, terdapat isolat yang memiliki mutasi pada kodon 315 gen katG penyebab resistensi isoniazid, tetapi
tidak memiliki mutasi pada kodon rpoB526 dan rpoB531. Fenotipe resistensi terhadap RIF yang dimilikinya diduga disebabkan
oleh adanya mutasi pada posisi selain kedua kodon tersebut. Pada penelitian ini dilakukan penentuan penyebab resistensi RIF
tingkat genotipe pada isolat klinis M. tuberculosis MDR dan juga dicari penjelasan mengenai hubungan mutasi dengan sifat
resistensi tersebut. Tahapan penelitian meliputi PCR multipleks spesifik alel rpoB dan elektroforesis, penentuan urutan
nukleotida, dan analisis in silico. Hasil sekuensing dianalisis secara in silico, yaitu disejajarkan dengan urutan nukleotida galur
standar M. tuberculosis H37Rv. Selain itu juga, dilakukan pemodelan protein menggunakan program PyMOL versi open source
untuk melihat pengaruh mutasi pada interaksi RIF dengan RNAP. Hasil analisis translasi in silico menunjukkan bahwa kodon
CAA yang mengkode asam amino glutamin termutasi menjadi CTA yang mengkode leusin. Hasil pemodelan protein
menggunakan aplikasi tersebut menunjukkan bahwa perubahan Gln513Leu merubah jarak antara rantai samping residu tersebut
dengan gugus hidroksil RIF dari 2,63 Å menjadi 3,71 Å. Hasil sekuensing dan penjajaran di atas menunjukkan adanya mutasi
pada posisi lain gen rpoB isolat Papua 1, yaitu pada kodon 513. Mutasi ini diduga kuat merupakan penyebab resistensi RIF.
Mutasi yang ada telah merubah residu tersebut menjadi Leu yang memiliki rantai samping non-polar dan membuat jarak rantai
samping residu tersebut dengan gugus hidroksil RIF menjadi lebih jauh. Hal ini dapat menyebabkan ikatan hidrogen tidak dapat
terbentuk, sehingga mengurangi afinitas pengikatan RIF pada RNAP. Diharapkan pengetahuan tentang mekanisme resistensi ini
dapat digunakan sebagai dasar desain obat baru untuk mengatasi masalah MDR-TB.
Kata Kunci: Mtb, mutasi, rpoB, rifampin, isolat Papua
I. PENDAHULUAN
Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit
infeksi menular pada manusia yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Sampai saat ini, terdapat banyak
obat anti-TB (OAT) yang merupakan antibiotik seperti
rifampin, isoniazid, pirazinamid, etambutol, streptomisin,
senyawa-senyawa golongan fluorokuinolon, dan lain-lain.
Akan tetapi, walaupun sudah terdapat banyak OAT, TB
tetap merupakan penyakit yang sulit di atasi. Hal ini
terutama diakibatkan oleh sifat resistensi yang dimiliki TB
terhadap antibiotik. Resistensi TB terbagi menjadi dua
macam, yaitu resistensi terhadap satu jenis antibiotik, dan
resistensi terhadap lebih dari satu jenis antibiotik. WHO
telah mendefinisikan TB yang resisten terhadap paling tidak
dua jenis antibiotik sekaligus yaitu rifampin (RIF) dan
isoniazid (INH) sebagai multidrug-resistant TB (MDR-TB).
Tentunya MDR-TB disebabkan oleh galur M. tuberculosis
yang memiliki sifat tersebut. Munculnya kasus MDR-TB
merupakan suatu masalah global yang harus di atasi untuk
memberantas penyakit TB.
Resistensi M. tuberculosis terhadap antibiotik diakibatkan
adanya mutasi pada kromosom bakteri tersebut. Hal ini
menyebabkan sensitivitas M. tuberculosis terhadap OAT
berkurang. Mutasi ini terjadi pada gen yang mengkode
target antibiotik atau gen yang berperan dalam interaksi
antibiotik dengan targetnya pada M. tuberculosis. Resistensi
terhadap INH sebagian besar terjadi akibat mutasi pada gen
katG pengkode katalase-peroksidase yang berperan dalam
mengubah INH menjadi bentuk aktifnya di dalam sel [1-2].
Resistensi terhadap RIF terjadi akibat mutasi pada gen rpoB
KO-162
pengkode RNA polimerase (RNAP) subunit β, yang
menyebabkan RIF tidak dapat menjalankan fungsinya dalam
menghambat inisiasi transkripsi [1-3].
Mutasi utama penyebab resistensi INH pada gen katG
adalah mutasi pada kodon 315, sedangkan mutasi utama
penyebab resistensi RIF terletak pada daerah sepanjang 81
pasang basa (pb) pada gen rpoB, yang disebut daerah
penentu sifat resistensi RIF, yaitu kodon 507-533, dengan
frekuensi mutasi paling tinggi pada kodon 526 dan 531 [1-2].
Adapun sistem penomoran kodon tersebut menggunakan
nomor kodon rpoB Escherichia coli, bukan nomor kodon M.
tuberculosis sebenarnya [3]. Mutasi penyebab kedua jenis
resistensi di atas telah dapat dideteksi secara sederhana dan
cepat menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR)
multipleks spesifik alel [4].
Pada koleksi 20 galur isolat klinis M. tuberculosis MDR
Papua, Indonesia, yang ada di kelompok penelitian M.
tuberculosis Biokimia, FMIPA, Universitas Cenderawasih,
terdapat isolat yang melalui uji genotipe menggunakan PCR
multipleks diketahui termutasi pada kodon katG315 tetapi
tidak memiliki mutasi pada kodon rpoB526 dan rpoB531.
Oleh karena itu, fenotipe resistensi RIF yang dimilikinya
haruslah disebabkan oleh faktor lain. Diduga sifat itu
diakibatkan oleh adanya mutasi pada posisi selain kedua
kodon di atas [5].
Berdasarkan permasalahan yang ada, penelitian ini
dilakukan untuk menentukan penyebab resistensi RIF
tingkat genotipe pada isolat klinis M. tuberculosis MDR di
atas, selain mutasi pada kodon rpoB526 dan rpoB531. Selain
itu juga dicari penjelasan mengenai hubungan mutasi
dengan sifat resistensi RIF yang dimilikinya.
II. METODOLOGI
Isolat klinis M. tuberculosis MDR yang digunakan pada
penelitian ini adalah isolat P1, P2, P3, dan P4, yang berasal
dari Laboratorium Biokimia, Universitas Cenderawasih,
Jayapura, Papua. Metode yang digunakan merupakan
modifikasi metode pengujian PCR multipleks spesifik alel
rpoB untuk deteksi M. tuberculosis resisten RIF (RIFr) yang
dilakukan oleh Mokrousov dan koleganya [4].
Pada penelitian ini pertama kali dilakukan konfirmasi
ulang PCR multipleks rpoB526 dan rpoB531 di atas yang
telah dilakukan pada keempat isolat tersebut. Untuk tiap
jenis PCR multipleks digunakan sepasang primer-luar, yaitu
primer forward RF (5’-GTCGCCGCGATCAAGGA) dan
primer reverse RR (5’-TGACCCGCGCGTACAC), dan satu
primer-dalam R526 (5’-GTCGGGGTTGACCCA) atau R531
(5’-ACAAGCGCCGACTGTC). Templat DNA berupa DNA
hasil lisis M. tuberculosis isolat klinis Papua (5 μL)
ditambahkan pada campuran reaksi PCR (volume akhir 20
μL untuk PCR-rpoB526 dan 15 μL untuk PCR-rpoB531) yang
mengandung bufer PCR 10x tanpa MgCl2 (2,5 μL untuk
PCR-rpoB526 dan 2 μL untuk PCR-rpoB531), MgCl2 (3 mM
0195: Richardo Ubyaan dkk.
untuk PCR-rpoB526 dan 4 mM untuk PCRrpoB531), 0,5 U
Taq DNA polimerase, 200 μM masing-masing dNTP, 1 pmol
primer-luar RF, 20 pmol primer-luar RR, dan salah satu
primer-dalam spesifik alel R526 (30 pmol) atau R531 (35
pmol). Keempat primer yang digunakan disintesis oleh
Biogen. Sebagai kontrol positif digunakan campuran reaksi
PCR yang sama, dengan templat DNA berupa hasil lisis
galur standar M. tuberculosis H37Rv, sedangkan kontrol
negatif tidak mengandung templat DNA (diganti dengan
ddH2O dengan volume yang sama).
Kedua reaksi PCR dilakukan pada alat GeneAmp® PCR
System 2700, Perkin Elmer, dengan kondisi sebagai berikut:
denaturasi awal pada 96°C selama 3 menit; 5 siklus yang
terdiri atas 95°C selama 45 detik, 60°C selama 1 menit, dan
72°C selama 30 detik; 5 siklus yang terdiri atas 95°C selama
40 detik, 59°C selama 50 detik, dan 72°C selama 30 detik; 25
siklus yang terdiri atas 94°C selama 50 detik, 55°C selama 40
detik, dan 70°C selama 30 detik; dan elongasi akhir pada
72°C selama 3 menit. Hasil PCR kemudian dianalisis dengan
elektroforesis gel agarosa 1,5% b/v (0,6 g agarosa dalam 40
mL bufer TAE 1X yang mengandung 2 μL EtBr 10 mg/mL).
Sampel hasil PCR (5 μL) ditambah dengan 2 μL loading buffer
dan dielektroforesis dengan running buffer TAE 1X, pada 75
Volt selama 50 menit. Hasil elektroforesis kemudian
divisualisasikan dengan bantuan sinar UV. Sebagai DNA
standar (marker) digunakan pUC19/HinfI yang mengandung
fragmen-fragmen DNA berukuran 1419 pb, 517 pb, 396 pb,
214 pb, 75 pb, dan 65 pb.
Untuk mengkonfirmasi hasil PCR multipleks di atas,
dilakukan penentuan urutan nukleotida (sekuensing)
fragmen 249 pb yang mengandung daerah penentu sifat
resistensi RIF. Keempat isolat klinis di atas masing-masing
terlebih dahulu diamplifikasi menggunakan sepasang
primer-luar saja (RF dan RR), dengan kondisi reaksi PCR
yang sama dengan PCR multipleks, sehingga dihasilkan
fragmen berukuran 249 pb, dengan kuantitas sekitar 800 ng.
Hal yang sama juga dilakukan pada galur M. tuberculosis
H37Rv, yang kemudian akan digunakan sebagai standar.
Fragmen 249 pb hasil PCR keempat isolat klinis dan standar
dikirim ke Macrogen Inc., Seoul, Korea Selatan, untuk
ditentukan urutan nukleotidanya menggunakan primer RR
sebagai primer sekuensing.
Analisis in silico
Analisis in silico pertama yang dilakukan adalah
penjajaran (alignment) sekuen isolat klinis dan sekuens galur
standar M. tuberculosis H37Rv menggunakan program
DNASTAR. Analisis in silico yang dilakukan berikutnya
adalah pemodelan protein menggunakan program PyMOL
versi Open-Source. Sebagai model interaksi RNAP-RIF
digunakan struktur kristal kompleks RNAP inti (core) T.
aquaticus (Taq) dan RIF dengan kode ID Protein Data Bank
(PDB) 1I6V. Struktur ini digunakan karena antara Taq, M.
KO-163
0195: Richardo Ubyaan dkk.
tuberculosis, dan E. coli, urutan nukleotida daerah-daerah
yang mengandung mutasi penyebab RIFr pada ketiga
organisme tersebut identik sebesar 91% [6]. Pada pemodelan
ini, akan dilakukan perubahan asam amino pada residu
yang termutasi.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PCR multipleks Spesifik Alel rpoB
PCR multipleks ditujukan untuk mendeteksi mutasi
pada kodon rpoB526 dan rpoB531. Isolat P1 menghasilkan
dua pita DNA berukuran 0,25 kb dan 0,18 kb untuk PCRrpoB526 dan 0,25 kb dan 0,17 kb untuk PCR-rpoB531.
Sementara isolat lainnya, P2, P3 dan P4, juga memberi hasil
dua pita DNA berukuran 0,25 kb dan 0,18 kb untuk PCR-
rpoB526, tetapi hanya memberikan hasil satu pita DNA
berukuran 0,25 kb untuk PCR-rpoB531.
Hasil PCR tersebut divalidasi dengan kontrol positif dan
kontrol negatif yang digunakan. Kedua kontrol berjalan
dengan baik, ditunjukkan dengan tidak adanya pita DNA
pada hasil PCR kontrol negatif dan adanya dua pita DNA
berukuran 0,25 dan 0,18 kb atau 0,25 dan 0,17 kb (sesuai jenis
PCR multipleks yang dilakukan) pada hasil PCR kontrol
positif. Makna terbentuknya satu atau dua pita pada hasil
PCR multipleks dan elektroforesis di atas dapat dijelaskan
dengan melihat skema target PCR multipleks (Gambar 1).
Primer-luar RF dan RR akan mengamplifikasi fragmen tetap
249 pb, baik pada PCR-rpoB526 maupun PCR-rpoB531.
Primer dalam (R526 dan R531), masing-masing telah
dirancang agar ujung 3’-nya menempel pada basa kedua
kodon rpoB526 dan rpoB531 alel wild type [4].
249 pb
RR
CAC
RF
R526
181 pb
RR
TCG
RF
R531
167 pb
Gambar 1.
Skema target PCR multipleks spesifik alel rpoB526 dan rpoB531. (A) PCR-rpoB526. (B) PCR-rpoB531. Panah pendek
merepresentasikan primer, panah panjang merepresentasikan fragmen PCR yang tetap (249 pb) dan fragmen spesifik-alel
wild type (181 dan 167 pb). Jika kodon 526 dan 531 termutasi, hanya dihasilkan fragmen 249 pb. (Catatan: gambar tidak
menggunakan skala.)
Pita DNA hasil PCR multipleks dan elektroforesis yang
berukuran 0,25 kb menunjukkan terbentuknya fragmen tetap
249 pb, sedangkan pita berukuran 0,18 dan 0,17 kb berturutturut menunjukkan terbentuknya fragmen spesifik-alel wild
type 181 pb (PCR-rpoB526) dan 167 pb (PCR-rpoB531). Oleh
karena itu, hasil PCR multipleks berupa dua pita DNA 0,25
dan 0,18 kb atau 0,25 dan 0,17 kb, berturut-turut
menunjukkan bahwa kodon rpoB526 atau rpoB531
merupakan alel wild type. Sedangkan hasil PCR multipleks
berupa satu pita DNA saja (0,25 kb) menunjukkan adanya
mutasi pada kodon yang bersangkutan.
Rangkuman pada data berikut menunjukkan bahwa
keempat isolat memiliki kodon rpoB526 alel wild type (tidak
termutasi) dan hanya isolat P1 yang memiliki kodon rpoB531
alel wild type, sedangkan pada tiga isolat lainnya (P2, P3, dan
P4) kodon tersebut termutasi. Atas dasar data hasil PCR
multipleks keempat isolat tersebut, hanya isolat P1 yang
terkonfirmasi tidak memiliki mutasi-mutasi utama penyebab
resistensi RIF, sedangkan isolat P2, P3, dan P4 ternyata
memiliki mutasi pada kodon rpoB531 yang merupakan
penyebab utama resistensi RIF [1-2].
Dengan tidak termutasinya kodon rpoB526 dan rpoB531
pada isolat P1, maka resistensi RIF yang dimiliki isolat
tersebut haruslah disebabkan oleh faktor yang lain, misalnya
mutasi gen rpoB pada posisi selain kedua kodon di atas.
Untuk mengetahuinya, telah dilakukan sekuensing fragmen
249 pb gen rpoB isolat P1, yang mengandung daerah penentu
resistensi RIF. Sekuensing tersebut juga dilakukan pada tiga
isolat lainnya untuk mengkonfirmasi mutasi rpoB531 di atas.
B. Analisis Penjajaran (Alignment)
Program SeqManTM dapat menjajarkan urutan nukleotida
dengan menampilkan data elektroforegram. Penjajaran
komplemen sekuens isolat P1 (P1-RR) dan sekuens H37Rv
KO-164
0195: Richardo Ubyaan dkk.
(H37R-RR) diperlihatkan pada Gambar berikut secara
berurutan (Gambar 2). Hasil penjajaran menunjukkan
adanya satu mutasi subtitusi adenin (A) menjadi timin (T),
yang merupakan nukleotida nomor 1295 gen rpoB atau
Gambar 2.
nukleotida nomor 761101 genom M. tuberculosis H37Rv.
Nukleotida pada posisi ini merupakan basa kedua kodon
rpoB513, sehingga CAA termutasi menjadi CTA.
Penjajaran (alignment) SeqManTM DNASTAR. Tampak pada gambar komplemen urutan nukleotida isolat P1 (P1-RR)
disejajarkan dengan komplemen urutan nukleotida galur standar M. tuberculosis H37Rv.
Hasil sekuensing dan penjajaran yang telah dilakukan
mengkonfirmasi data hasil PCR multipleks spesifik alel
rpoB526 dan rpoB531. Data yang diperoleh menunjukkan
konsistensi dengan hasil PCR multipleks tersebut, yaitu
bahwa pada isolat P1, kodon rpoB526 dan rpoB531 adalah
alel wild type, sementara pada isolat P2, P3, dan P4, kodon
rpoB526 merupakan alel wild type sedangkan kodon rpoB531
termutasi. Mutasi pada kodon rpoB531 menjelaskan sifat
RIFr pada ketiga isolat tersebut.
Selain dengan SeqManTM, penjajaran sekuens isolat P1
(P1-RR) dengan sekuens standar H37Rv (H37R-RR) juga
dilakukan dengan MegAlignTM DNASTAR. Sebelumnya,
urutan nukleotida isolat klinis dan hasil sekuensing
disimpan dalam bentuk file EditSeqTM terlebih dahulu (file
dengan ektensi SEQ). Hasil penjajaran MegAlignTM
menunjukkan mutasi yang sama pada isolat P1, yaitu
A1295T. Menggunakan program ini, dapat dilakukan secara
langsung penjajaran urutan asam amino hasil translasi
urutan nukleotida yang telah disejajarkan sebelumnya. Hasil
penjajaran urutan asam amino hasil translasi sekuens isolat
P1 dan standar H37Rv menunjukkan mutasi Q (glutamin,
Gln) menjadi L (leusin, L). Perubahan asam amino ini
terletak pada kodon rpoB513, dihasilkan dari mutasi A1295T
yang telah disebutkan sebelumnya, yang merubah CAA
yang mengkode Gln menjadi CTA yang mengkode Leu.
Analisis penjajaran yang telah dilakukan pada isolat M.
tuberculosis MDR P1, baik menggunakan program SeqManTM
maupun MegAlignTM DNASTAR telah menunjukkan adanya
mutasi pada basa kedua kodon rpoB513, yaitu A1295T. Pada
galur standar M. tuberculosis H37Rv, kodon rpoB513 memiliki
urutan nukleotida CAA yang mengkode Gln, sedangkan
pada isolat P1, kodon ini termutasi menjadi CTA yang
mengkode asam amino Leu (Gambar 3).
H37R
Papua
Gambar 3.
Penjajaran (alignment) MegAlignTM DNASTAR. Tampak pada gambar penjajaran urutan asam amino isolat P1 dengan
urutan asam amino galur standar M. tuberculosis H37Rv. Posisi yang ditandai panah menunjukkan mutasi Q
(glutamin) pada H37Rv menjadi L (leusin) pada isolat P1.
Apabila mutasi kodon 513 tersebut merupakan satusatunya mutasi pada gen rpoB isolat M. tuberculosis MDR P1,
maka sifat resistensi RIF isolat tersebut diduga kuat
disebabkan oleh perubahan Gln513Leu. Mutasi pada posisi
ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan di
berbagai negara [3, 7-12] dan juga diduga menyebabkan
0195: Richardo Ubyaan dkk.
resistensi RIF tingkat tinggi, baik pada M. tuberculosis
maupun E. coli [9]. Penjelasan hubungan antara mutasi ini
dengan fenotipe resistensi RIF dicari pada tingkat protein.
C. Interaksi RNA Polimerase–Rifampin Berdasarkan
Pemodelan Protein
Untuk dapat menjelaskan hubungan mutasi Gln513Leu
di atas dengan fenotipe resistensi RIF yang dimiliki isolat M.
tuberculosis MDR P1, dipelajari pengaruh mutasi tersebut
pada interaksi RNAP dan RIF di tingkat protein. Hal
tersebut
dilakukan
dengan
pemodelan
protein
menggunakan struktur kristal kompleks RNAP inti (core) Taq
dan RIF (ID PDB 1I6V) sebagai model struktur interaksi
RNAP-RIF pada M. tuberculosis [6]. Struktur RNAP-RIF Taq
tersebut dipilih sebagai model karena urutan nukleotida
daerah-daerah yang mengandung mutasi penyebab RIFr
pada organisme Taq, M. tuberculosis, dan E. coli memiliki
tingkat kesamaan yang tinggi, sebesar 91% [6]. Informasi
mengenai struktur dan interaksi RNAP-RIF Taq digunakan
untuk menjelaskan interaksi RNAP-RIF pada M. tuberculosis.
Pemodelan protein ini dilakukan dengan bantuan program
PyMOL versi Open-Source, DeLano Scientific, Amerika
Serikat.
Residu Gln513 RNAP subunit β M. tuberculosis (residu
432 untuk penomoran M. tuberculosis), yang termutasi
menjadi Leu pada isolat P1, merupakan homolog residu
Gln393 RNAP subunit β Taq. Residu Gln pada posisi tersebut
diketahui sebagai residu yang berperan dalam pengikatan
Gambar 6.
KO-165
RIF pada RNAP subunit β dengan membentuk ikatan
hidrogen antara rantai samping Gln yang bersifat polar
dengan gugus hidroksil RIF [6]. Menggunakan program
PyMOL, dilakukan mutasi residu Gln393, Taq menjadi Leu
yang memiliki rantai samping non polar, dan dihitung jarak
antar rantai samping residu tersebut dengan gugus hidroksil
RIF, sebelum dan sesudah mutasi. Hasil pemodelan tersebut
menunjukkan bahwa perubahan Gln menjadi Leu
mengakibatkan jarak antara rantai samping residu tersebut
dengan gugus hidroksil RIF menjadi lebih jauh, yaitu dari
2,63 Å menjadi 3,71 Å.
Rantai samping Gln yang pada awalnya membentuk
ikatan hidrogen, pada atom nitrogennya, dengan gugus
hidroksil RIF yang berperan penting untuk aktivitas RIF [6],
digantikan oleh rantai samping Leu yang bersifat non-polar
dan tidak dapat membentuk ikatan hidrogen. Pemodelan
menggunakan PyMOL dengan model struktur RIF-RNAP
Taq juga menunjukkan bahwa mutasi Gln513Leu
mengakibatkan jarak antar rantai samping residu itu dengan
gugus hidroksil RIF menjadi lebih jauh (3,71 Å) (Gambar 4).
Perubahan-perubahan akibat mutasi Gln513Leu tersebut
diduga kuat dapat menyebabkan ikatan hidrogen di atas
tidak terbentuk. Telah diketahui bahwa ikatan hidrogen
terjadi antara atom yang sangat elektronegatif dengan atom
hidrogen yang terikat pada atom elektronegatif lainnya,
dengan jarak kurang dari 3,5 Å [13-17]. Adapun atom yang
memiliki keelektronegatifan tinggi adalah fluor, oksigen,
dan
nitrogen.
Interaksi RIF-RNAP subunit β hasil pemodelan PyMOL. (atas) Interaksi Gln393 RNAP wild type-RIF. (bawah)
Interaksi Leu393 RNAP mutan-RIF. Gln393 Taq homolog dengan Gln513 M. tuberculosis. Mutasi mengakibatkan
rantai samping residu tersebut menjadi non-polar dan merubah jarak antara rantai samping dengan gugus hidroksil RIF
dari 2,63 Å menjadi 3,71 Å (ditunjukkan dengan angka berwarna kuning). Perubahan ini dapat mengakibatkan
KO-166
0195: Richardo Ubyaan dkk.
hilangnya ikatan hidrogen yang pada awalnya terbentuk. Backbone dan atom karbon RNAP ditunjukkan dengan warna
hijau, atom karbon RIF berwarna biru keunguan, atom nitrogen berwarna biru tua, dan oksigen berwarna merah.
Pada beberapa isolat M. tuberculosis yang terlebih dahulu
diketahui memiliki mutasi penyebab RIFr, juga terdapat
perubahan residu asam amino dengan rantai samping polar
menjadi residu dengan rantai samping non polar seperti hal
di atas. Contohnya adalah mutasi Asp516 menjadi Val dan
Gly [3,7,10-12]. Residu ini homolog dengan Asp396 Taq yang
berikatan hidrogen dengan gugus hidroksil RIF.
Termutasinya residu ini menjadi Val dan Gly dapat
menyebabkan
ikatan
hidrogen
tidak
terbentuk.
Kecenderungan tidak terbentuknya ikatan hidrogen di atas
merupakan penjelasan yang dapat diberikan untuk sifat
resistensi RIF isolat P1 yang disebabkan oleh mutasi
Gln513Leu. Hilangnya ikatan hidrogen yang pada awalnya
terbentuk dapat mengurangi afinitas pengikatan RIF
sehingga RIF terikat lebih lemah pada RNAP subunit β. Hal
di atas akan mengakibatkan RIF tidak dapat bekerja secara
efektif, aktivitas RIF lebih bergantung pada kemampuannya
untuk berikatan dengan RNAP. Selain hal di atas,
konformasi RIF yang kaku diduga mengakibatkan RIF tidak
dapat beradaptasi terhadap mutasi yang merubah bentuk
dan lingkungan kimia kantung pengikatannya, sehingga
pengikatan RIF pada RNAP sangat sensitif terhadap adanya
mutasi di atas [6]. RIF yang terikat lemah pada RNAP
diduga dapat mengakibatkan perubahan posisi RIF,
terutama pada kondisi enzim tersebut di dalam sel, yang
tentunya bersifat dinamis dan juga dipengaruhi oleh adanya
molekul air. Bila posisi RIF berubah sedemikian rupa
sehingga tidak lagi menghalangi jalur perpanjangan RNA,
maka kemungkinan proses transkripsi akan terus berjalan
dan bakteri akan resisten terhadap RIF.
IV.
protein mutan dibandingkan dengan protein wild type.
Diharapkan pengetahuan mengenai mekanisme resistensi
yang diperoleh pada penelitian ini dapat digunakan sebagai
dasar desain obat baru untuk mengatasi masalah resistensi
RIF dan MDR-TB pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
KESIMPULAN
Salah satu isolat (P1) dari 20 isolat klinis M. tuberculosis
multidrug-resistant (MDR) asal Papua, yang tidak memiliki
mutasi-mutasi utama penyebab sifat resistensi rifampin
(RIF), telah berhasil diketahui memiliki mutasi Gln513Leu
yang diduga kuat menyebabkan fenotipe resistensi RIF yang
dimilikinya. Hasil ini didasarkan atas adanya mutasi tingkat
genotipe dan hasil analisis in silico yang menunjukkan
perubahan sifat rantai samping residu polar menjadi nonpolar serta perubahan jarak rantai samping tersebut dengan
gugus hidroksil RIF. Mutasi tersebut dapat menyebabkan
afinitas pengikatan RIF pada RNA polimerase (RNAP)
berkurang sehingga RIF tidak dapat menginhibisi kerja
RNAP pada proses transkripsi dan M. tuberculosis menjadi
resisten terhadap antibiotik tersebut. Untuk memperkuat
kesimpulan di atas, disarankan penelitian ini dilanjutkan
dengan percobaan in vitro, misalnya dengan melakukan
kloning dan ekspresi gen rpoB mutan, atau dengan
pemodelan protein lebih lanjut untuk melihat kestabilan
[7]
[8]
[9]
Musser, J.M. (1995), Antimicrobial agent resistance in
mycobacteria: molecular genetic insights. Clin. Microb.
Rev., 8 (4), 496-514.
Ramaswamy, S., Musser, J. M. (1998), Molecular
genetic basis of antimicrobial agent resistance in
Mycobacterium tuberculosis: 1998 update, Tuberc. Lung
Dis., 79, 3–29.
Telenti, A., Imboden, P, Marchesi, F., Lowrie, D., Cole,
S., Colston, M.J., Matter, L., Schopfer, K., Bodmer, T.
(1993), Detection of rifampicin-resistant mutations in
Mycobacterium tuberculosis. Lancet. 341, 647–650.
Mokrousov, I., Otten, T., Vyshnevskiy, B., Narvskaya,
O. (2003), Allele-specificrpoB PCR assays for detection
of rifampin-resistant Mycobacterium tuberculosis in
sputum smears, Antimicrob. Agents Chemother., 47 (7),
2231-2235.
Ubyaan, R., Maryuni, A.E., Sroyer, A., Palit, E.I.Y.,
Jukwati, Suaka, I.Y., and Ngili. (2012), Molecular
analysis
of
rifampin-resistant
Mycobacterium
tuberculosis strains isolates from Papua, Indonesia, Int
J. Pharmtech res, 4 (4), 1803-1811.
Campbell, E.A., Korzheva, N., Mustaev, A.,
Murakami, K., Nair, S., Goldfarb, A., Darst, S.A.
(2001), Structural mechanism for rifampicin inhibition
of bacterial RNA polymerase, Cell, 104, 901-912.
Hirano, K., Abe, C., Takahashi, M. (1999), Mutations
in the rpoB gene of rifampin-resistant Mycobacterium
tuberculosis strains isolated mostly in asian countries
and their rapid detection by line probe assay, J. Clin.
Microbiol., 37 (8), 2663-2666.
Moghazeh, S.L., Pan, X., Arain, T., Stover, C.K.,
Musser, J.M., Kreiswirth, B.N. (1996), Comparative
antimycobacterial activities of rifampin, rifapentine,
and KRM-1648 against a collection of rifampinresistant Mycobacterium tuberculosis isolates with
known rpoB mutations, Antimicrob. Agents Chemother.,
40 (11), 2655-2657.
Taniguchi, H., Aramaki, H., Nikaido, Y., Mizuguchi,
Y., Nakamura, M., Koga, T., Yoshida, S., (1996),
Rifampicin resistance and mutation of the rpoB gene
in Mycobacterium tuberculosis, FEMS Microbiology
Letters, 144, 103-108.
0195: Richardo Ubyaan dkk.
[10]
[11]
[12]
[13]
[14]
[15]
[16]
[17]
Valim, A.R.M., Rossetti, M.L.R., Ribeiro, M.O., Zaha,
A. (2000), Mutations in the rpoB gene of multidrugresistant Mycobacterium tuberculosis isolates from
Brazil, J. Clin. Microbiol., 38 (8), 3119-3122.
Williams, D.L., Waguespack, C., Eisenach, K.,
Crawford, J.T., Portaels, F., Salfinger, M., Nolan, C.M.,
Abe, C., Sticht-Groh, V., Gillis, T.P. (1994),
Characterization of rifampin resistance in pathogenic
mycobacteria, Antimicrob.Agents Chemother., 38 (10),
2380-2386.
Yue, J., Shi, W., Xie, J., Li, Y., Zeng, E., Wang, H.
(2003), Mutations in the rpoB gene of multidrugresistant Mycobacterium tuberculosis isolates from
China, J.Clin. Microbiol., 41 (5), 2209-2212.
Nachega, J.B., Chaisson, R.E. (2003), Tuberculosis
drug resistance: a global threat, Clinical Infectious
Diseases, 36 (Suppl 1), S24–30.
Kasper, D.L., Editor, (2005), Harrison’s Manual of
Medicine, McGraw-Hill Medical Publishing Division,
USA, 495-499.
Levinson, W., (2006), Review of Medical Microbiology
and Immunology, 9th edition, The McGraw-Hill
Companies, Inc., San Fransisco, 161-162.
Viedma, D.G. (2003), Rapid detection of resistance in
Mycobacterium tuberculosis: a review discussing
molecular approaches, Clin. Microbiol. Infect., 9, 349–
359.
Zhang, G., Campbell, E.A., Minakhin, L., Richter, C.,
Severinov, K., Darst, S.A. (1999), Crystal structure of
Thermus aquaticus core RNA polymerase at 3.3 Å
resolution, Cell, 98, 811-824.
KO-167
Download