7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Masa Gestasi Masa atau usia kehamilan sering disebut dengan masa gestasi dapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok yaitu masa preterm, masa aterm, dan masa postterm. Masa kehamilan preterm adalah suatu masa yang menunjukan usia kehamilan kurang dari 37 minggu. Masa kehamilan aterm adalah masa kehamilan antara 37 sampai 42 minggu. Bayi dilahirkan pada masa aterm disebut dengan bayi lahir cukup bulan. Masa kehamilan postterm atau sering disebut dengan masa kehamilan lebih bulan atau lebih dari 42 minggu. Bayi yang dilahirkan pada masa posterm lebih matur dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan pada masa aterm. 8,10,13 2.2 Struktur Kulit Kulit bayi terdiri dari tiga lapisan utama, epidermis dan dermis dan subkutis. Sratum korneum (Sk) merupakan penghubung dengan lingkungan dan merupakan sawar untuk kehilangan air dan penetrasi oleh agen luar. Epidermis terdiri atas lima lapisan yaitu, Sk, stratum lusidum (Sl), stratum granulosum (Sg), stratum spinosum (Ss) dan stratum basal (Sb).5,10 Stratum korneum (Sk) merupakan lapisan kulit paling luar dan terdiri dari sel gepeng yang tidak berinti. Pada stratum korneum terdapat keratinosit. Antar keratinosit dihubungkan dengan desmosom, keratinosit pada neonatus berganti 7 Universitas Sumatera Utara 8 setiap 14 hari sekali. Keratinosit pada neonatus ini memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan korneosit pada dewasa. 5,8,10 Stratum lusidum (Sl) merupakan lapisan yang berada di bawah langsung dari stratum korneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan ini paling jelas tampak pada telapak tangan dan kaki. 5,11 Stratum granulosum (Sg) merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti diantaranya. Mukosa tidak mempunyai lapisan ini. 5,8,12 Stratum spinosum (Ss) disebut juga prickle cell layer. Terdapat beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Diantara sel-sel pada stratum spinosum terdapat jembatan antar sel (intercellular bridges) yang terdiri dari berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril dan protoplasma. Pada sel-sel stratum spinosum banyak mengandung glikogen. 5,8 Stratum basal (Sb) terdiri dari sel-sel yang berbentuk kubus. Terdapat aktifitas mitosis dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan. Pada lapisan ini terdapat melanosit dan mengandung butiran pigmen yang disebut melanosom. Lapisan ini merupakan lapisan paling bawah dari epidermis. 1113. Dermis terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan papiler dan lapisan retikuler. Namun pada nenonatus tidak mempunyai lapisan retikulare, hal inilah yang menyebabkan kulit pada neonatus menjadi lebih lembut. Dermis pada neonatus Universitas Sumatera Utara 9 memiliki serabut kolagen yang pendek.9-11 Jaringan Subkutan merupakan lapisan di bawah dermis atau hypodermis yang terdiri dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan dengan yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut juga panikulus adipose berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan kelejar getah bening.11 Adneksa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar kulit, rambut dan kuku. Kelenjar kulit terdapat di lapisan dermis, dan terdiri atas kelenjar keringat dan kelenjar sebasea. Kelenjar keringat terdiri atas dua yaitu kelenjar ekrin dan apokrin, namun kelenjar ekrin ini normal hadir pada minggu ke-28 kehamilan, dan baru berfungsi setelah 40 minggu setelah lahir. Saluran kelenjar ini berbentuk spiral dan bermuara langsung di permukaan kulit dan terbanyak di telapak tangan kaki dahi dan aksila. Sekresi bergantung pada beberapa faktor dan dipengaruhi oleh saraf kolinergik, faktor panas dan stres emosional.9,11 Sekresi kelenjar sebasea terdapat pada seluruh permukaan kulit manusia kecuali di telapak tangan dan kaki. Kelenjar sebasea saat masa janin memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan verniks kaseosa. sekresi sebum yang tinggi pada neonatus dibandingkan dengan usia anak-anak dan remaja, hal ini diasumsikan bahwa aktivitas kelenjar sebasea ini mencerminkan stimulasi oleh androgen yang ditransmisikan melalui plasenta ibu, terutama adalah dehydroepiandrosterone. Aktivitas kelenjar sebasea menurun pada saat sekitar Universitas Sumatera Utara 10 akhir bulan pertama dan mencapai tingkat yang stabil pada akhir tahun pertama.11 Sel Langerhans (antigen precenting cell) berfungsi sebagai pertahanan pertama pada kulit. Melanosit (sel pigmen) di bagian bawah epidermis memproduksi melanin, yang merupakan pigmen yang bertanggung jawab dalam pewarnaan kulit.10,13 Ketika kulit terkena sinar matahari (radiasi ultraviolet), melanosit akan diaktifkan dan mengangkut melanin untuk melindungi sel epidermis dan melindungi deoxyribonucleic acid (DNA). Penggelapan kulit (tanning) adalah hasil dari proses ini. Sistem pigmen juga dipengaruhi oleh iritasi dan peradangan dengan memproduksi lebih banyak pigmen (hiperpigmentasi) atau sedikit pigmen (dihasilkan pada hipopigmentasi).9-11 2.3 Fisiologi Kulit Neonatus Aterm Pada saat lahir, kulit neonatus akan mengalami proses adaptasi selama periode neonatus. Kulit pada neonatus aterm diselubungi oleh lapisan putih seperti keju yang bersifat lipofilik yang disebut sebagai verniks kaseosa. Verniks pada neonatus aterm biasanya menumpuk pada daerah dahi dan lipatan kulit. Komponen dari verniks berasal dari sel epitel yang mati, rambut lanugo dan sekresi kelenjar sebasea. Komposisi dari verniks kaseosa antara lain adalah asam lemak yang terdiri dari oleic, linoleat dan long chain species. Linoleat berfungsi untuk mengaktivasi peroxisome proliferator activated receptor (PPAR) dimana berperan terhadap pembentukan sawar stratum korneum. Verniks kaseosa ini juga dapat berfungsi sebagai anti bakteri, anti fungi, pertahanan hidrasi kulit pada saat lahir dan berperan Universitas Sumatera Utara 11 dalam pembentukan acid mantle pada kulit. pH kulit akan mengalami penurunan dalam beberapa minggu setelah kelahiran.10,14,15 Pada neonatus ph kulit yang asam bertujuan untuk kohesi antar sel pada stratum korneum, dan juga berkontribusi terhadap fungsi dari imunitas alami (innate imunity) yang dapat menghambat kolonisasi dari bakteri patogen, selain itu juga berperan untuk meningkatkan fungsi enzim pada saat pembentukan dan integritas dari stratum korneum, seperti: metabolisme lipid, struktur bilayer pada kulit, sintesis seramid, dan deskuamasi. Setelah lahir, verniks kaseosa terlepas dari kulit dan langsung menjadi kering setelah terkena paparan udara. Selain itu adanya deskuamasi atau pengelupasan lapisan atas stratum korneum terjadi secara normal pada semua bayi dan diyakini menjadi proses adaptif yang normal.15,17,18 Penelitian mengenai pematangan stratum korneum neonatal pada neonatus menunjukkan hasil yang bervariasi , dan adanya pertanyaan mengenai kapan sawar sawar dapat sepenuhnya berfungsi maksimal, tidak sepenuhnya dapat dijawab. Sawar stabilisasi tampaknya merupakan proses yang dinamis, salah satunya tergantung pada keseimbangan antara biologis yang berbeda dan parameter lingkungan. Kehidupan postnatal diyakini mempercepat pematangan stratum korneum. Parameter seperti ketebalan kulit , pH kulit , dan hidrasi stratum korneum menunjukkan bahwa kulit neonatal terus menyesuaikan diri dengan keadaan ekstrauterin (di luar rahim) atau lingkungan sekitarnya.16,18 Penelitian secara invivo menunjukkan bahwa epidermis dan stratum korneum pada neonatus lebih tipis dibandingkan pada orang dewasa, dan diikuti transepidermal water loss (TEWL) yang lebih tinggi, namun pada stratum korneum Universitas Sumatera Utara 12 pada neonatus terdapat kadar air yang lebih tinggi pula sehingga menyebabkan kulit bayi tampak lebih lembab. Korneosit pada neonatus berukuran lebih kecil dibandingkan korneosit pada dewasa, selain itu juga memiliki epidermal turn over nya lebih cepat, hal inilah yang menyebabkan pada bayi penyembuhan luka lebih baik. Neonatus juga memiliki peningkatan risiko toksisitas sistemik dari zat topikal dioleskan. Toksisitas akibat penyerapan perkutan pada neonatus tersebut disebabkan oleh: 18,19 a. Meningkatnya rasio luas permukaan tubuh dengan volume b. Kondisi yang oklusif, seperti pada penggunaan selimut atau popok tahan air c. Suhu lingkungan dan kelembaban yang tinggi. d. Perbedaan pola metabolisme, distribusi dan ekskresi serta pengikatan protein yang berbeda dibandingkan dengan orang dewasa. Absorbsi bahan topikal perkutan diketahui terjadi melalui dua jalur utama : Melalui sel-sel dari stratum korneum Melalui folikel rambut - sebasea komponen kelenjar 2.4 Fisiologi Kulit Neonatus Preterm Berdasarkan penelitan oleh Holbrook et.al menunjukkaan bahwa sratum korneum (Sk) pada neonatus preterm lebih tipis dibandingkan neonatus aterm dan dewasa. Berdasarkan pemeriksaan histologis dari sampel kulit neonatus dengan usia gestasi yang berbeda (24±40 minggu) menunjukkan perkembangan sawar meningkat sesuai dengan masa gestasi tetapi baik Sk dan dermo-epidermal junction tidak dapat dilihat pada masa gestasi 34 minggu dan hanya maturasi sawarlah yang Universitas Sumatera Utara 13 dianggap lengkap. Oleh karena itu, neonatus aterm memiliki sawar yang kompeten. Sebaliknya neonatus preterm dengan usia kehamilan yang lebih rendah memiliki perkembangan dermis/epidermis yang sangat kurang berkembang pada saat lahir dan memiliki pertahanan yang buruk untuk menghadapi kondisi-kondisi ekstra uterin.112,20,22. Neonatus preterm yang lahir pada masa gestasi <28 minggu menunjukkan pembentukan verniks yang lebih sedikit sehingga pertahanan hidrasi kulit pada saat lahir dan berperan dalam pembentukan acid mantle pada kulit juga terganggu. Setelah lahir, sawar terus mengalami perkembangan meskipun setelah 1 bulan, menunjukkan peningkatan TEWL secara signifikan dibandingkan pada neonatus aterm. Hidrasi kulit meningkat secara siknifikan dibanding pada neonatus yang lahir dengan usia gestasi <30 minggu dibanding dengan neonatus yang lahir dengan usia >30 minggu, hal ini diakibatkan oleh karena banyaknya air yang hilang dari kulit. Kelembaban lingkungan mempengaruhi perkembangan dari Sk, dimana kelembaban yang rendah menyebabkan hidrasi yang rendah sehingga mempengaruhi peningatan sintesis DNA epidermis, yang mana hal ini menunjukkan bahwa hidrasi yang rendah memicu sel untuk berproliperasi.21 Disfungsi sawar pada preterm bermanifestasi terhadap suatu ketidakmampuan dalam mempertahankan homeostasis dari kehilangan cairan yang berlebihan (menyebabkan dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit) dan termolregulasi yang buruk. Neontus ini selanjutnya memiliki risiko yang tinggi oleh karena, perkembangan Sk yang buruk yang merupakan pintu masuk dari infeksi, Universitas Sumatera Utara 14 dan potensi toksisitas dari subtansi-subtansi yang diaplikasikan secara topikal.17,18,20 Secara klinis kulit neonatus preterm akan mengalami deskuamasi yang abnormal, deskuamasi yang luas menunjukkan hiperproliperasi dari Sk dan hal ini akan berlangsung selama beberapa minggu setelah lahir. Kelembaban berdampak pada pemecahan filagrin di epidermis utuk pembentukan natural moisturizing factor (NMF) yang mana nantinya berfungasi dalam hidrasi kulit. Kadar NMF sedikit rendah pada kondisi perkembangan yang cepat pada neonatus preterm.15,18 2. 5 pH Permukaan Kulit Nilai pH merupakan skala logaritma negatif dari konsentrasi efektif ion hidrogen (H+) dalam larutan (pH = -log[H+]). Dengan rentang nilai 0 – 14, mempunyai makna bahwa konsentrasi ion H+ adalah 100 – 1014 mol/liter. Nilai netral berada pada angka 7.22 Kulit bukanlah suatu bentuk solusio/larutan jadi nilai pH-nya tidak dapat secara langsung diukur untuk mengetahui keasaman kulit. Oleh karena itu, nilai pH permukaan kulit diukur dari ekstraksi komponen larut air di stratum korneum.11 Nilai tersebut diperoleh dari kontribusi semua komponen stratum korneum dan sekresi kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Sekarang ini, metode potensiometrik, terutama dengan menggunakan flat glass electrodes, dipilih untuk pengukuran pH kulit.12 Pada permukaan kulit pH biasanya asam, dengan rentang nilai pH 4-6, sedangkan lingkungan internal tubuh mempertahankan pH mendekati netral. Hal Universitas Sumatera Utara 15 ini menciptakan pH gradien curam 2-3 unit antara Sk dan epidermis dan dermis di bawahnya. Peran fisiologis permukaan kulit asam, awalnya hanya dianggap sebagai mekanisme pertahanan terhadap invasi organisme.8 Baru-baru ini, telah ditunjukkan bahwa beberapa enzim yang terlibat dalam sintesis dan pemeliharaan sawar kulit yang kompeten sebagian besar dipengaruhi oleh pH. Oleh karena itu muncul pandangan yang lebih luas tentang pentingnya pH dalam kaitannya dengan fungsi dan integritas kulit.11,2 2.5.1 Pembentukan pH kulit Ohman dan Vahlquist membuktikan bahwa pH Sk bersifat tidak homogen, yang didistribusikan dengan pH yang netral secara progresif sebagai sesuai yang berjalan dari apeks ke dasar Sk. Selanjutnya, gradien ini ditemukan terdiri dari daerah yang memiliki keasaman yang heterogen dan diskrit (mikrodomain) yang tertanam di daerah pH netral yang luas. Keasaman Sk dimulai di mikrodomain ekstraseluler di dasar Sk baik dalam mempertahankan gradien pH Sk perinatal dan mengembalikan gradien pH dewasa setelah adanya kerusakan sawar. Meningkatnya keasaman lapisan atas Sk berasal dari peningkatan jumlah mikrodomain dengan keasaman yang sama, dan bukan dari peningkatan keasaman dari jumlah mikrodomain individual yang tetap. Sementara sumber eksogen, seperti metabolisme mikroba atau laktat dari keringat, tampaknya hanya memiliki kontribusi yang kecil, penelitian terbaru menunjukkan bahwa tiga proses endogen berperan dalam keasaman Sk: produksi trans-urocanic acid (tUCA), produksi free Universitas Sumatera Utara 16 fatty acid (FFA) melalui secretory phospholipase A (sPLA2), dan H+ secretion by keratinocyte plasma membrane Na+/H+ antiporter (NHE1).23,24 tUCA dihasilkan melalui deiminasi dari histidin yang berasal dari filaggrin, yang dikatalisasi oleh enzim histidase. tUCA ini dihasilkan melalui katabolisme filaggrin di Sk, sehingga meningkatkan konsentrasinya di lapisan atas Sk, bersama dengan keasaman Sk yang dapat diukur. Keasaman yang dihasilkan melalui jalur ini mungkin lebih penting dalam proses pengendalian seperti deskuamasi permukaan Sk, dibandingkan proses seperti pengolahan lipid atau proteolitik awal pada korneodesmosom. tUCA juga dapat bertindak sebagai humektan, dan cisisomernya yang diinduksi oleh ultraviolet (UV) merupakan agen imunosupresif endogen yang diduga berkaitan dengan kanker kulit yang diinduksi UV.23,25 Meskipun keasaman Sk meningkat secara progresif ke arah permukaan luar Sk, pengolahan lipid esensial terjadi pada interface Sk dan Sg, atau didalam lapisan paling dalam dari Sk, menunjukkan bahwa jalur-jalur selain generasi tUCA dapat mendominasi dalam meningkatkan pengolahan lipid. Jalur endogen kedua dihasilkan oleh pemecahan fosfolipid yang disekresikan, yang dikatalisasi oleh satu atau lebih sekresi sPLA2 secara bersamaan. Aktivitas enzim sPLA2, yang terletak pada badan lamelar, dibebaskan ke Sk ketika badan lamelar mengosongkan kandungan lipid mereka pada interface Sg/Sk. sPLA2 ini menghidrolisis fosfolipid membran untuk membentuk FFA, sehingga berperan dalam melepaskan H+ ke ruang ekstraselular dari SK. Oleh karena, sPLA2 memiliki pH optimum netral, mungkin diharapkan untuk bekerja baik pada Sk yang lebih dalam atau pada daerah luar mikrodomain asam yang telah diidentifikasi. 26 Universitas Sumatera Utara 17 NHE1 merupakan isoform NHE utama pada epidermis. Oleh karena Na/H antiporter memerlukan konsentrasi gradien Na untuk aktivitasnya, pengasaman yang dimediasi NHE1 kemungkinan besar akan aktif pada interface Sk/Sg, dan oleh karena itu mungkin merupakan mekanisme awal pengasaman Sk. NHE1 membentuk mikrodomain asam ekstraseluler yang terlokalisasi, dimulai dengan cepat di atas interface Sg/ Sk. NHE antiporter tidak memerlukan energi, dan hanya memerlukan gradien Na+ utuh ekstraseluler versus intraseluler untuk bekerja. Aksi NHE diregulasi dengan meningkatkan H+ dan/atau Ca2+ intraseluler, kedua kondisi yang mungkin ddapat ditemukan sebagai pada transisi keratinosit Sg yang viabel menjadi korneosit yang tidak viabel.26 Studi menggunakan strategi farmakologis atau molekul untuk memblokir jalur endogen tunggal mengungkapkan bahwa tidak ada jalur tunggal yang mendominasi dalam membentuk gradien pH Sk. Manusia histademik tidak menunjukkan perubahan klinis atau perubahan fungsi sawar. Penghambatan farmakologis pada NHE1 atau sPLA2, atau tikus dengan kekurangan NHE1 masing-masing mengalami gangguan pH Sk dan fungsi sawar parsial. Dengan demikian, ada kemungkinan besar tidak hanya tiga, tetapi terdapat juga jalur tambahan yang berperan dengan berlebihan untuk membentuk, mempertahankan, atau mengembalikan gradien pH Sk. 25,26 Universitas Sumatera Utara 18 Gambar 2.1 skema pembentukan pH Dikutip darikepustakaan no 24 sesuai aslinya 2.5.2 Perkembangan pH kulit Segera setelah lahir, pH permukaan kulit baik neonatus aterm dan preterm meningkat (kurang asam) dibandingkan pada orang dewasa atau anak-anak yang lebih tua dan akan menurun setelah minggu pertama kelahiran. Namun, korelasi antara prematuritas dan pH permukaan kulit belum langsung ditunjukkan, berbeda untuk sawar permeabilitas.27 Behrent et al. menunjukkan bahwa pada saat lahir pH kulit bersifat basa, yaitu 6,2-7,5 yang akan menurun cepat pada minggu pertama dan menjadi 5,0-5,5 pada minggu ke-4.24,29,35 Visscher et al. melaporkan neonatus memiliki nilai pH kulit yang netral dan akan mengalami penurunan mencapai 5,5 setelah 4 hari kelahiran. Yosipovitch et al. menilai pH rata-rata neonatus aterm yaitu 7,08 (SD0,17) dan mengalami penurunan pada hari ke-dua setelah kelahiran.10,21,30 Universitas Sumatera Utara 19 Green et al.menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan pH kulit pada bayi dengan berat badan lahir yang rendah dan bayi aterm .32,35 2.5.3 Fungsi pH kulit Penelitian terbaru telah menunjukkan bahwa keasaman Sk sangat penting dalam beberapa fungsi epidermis: sawar permeabilitas epidermis, barier antimikroba, peradangan epidermis, dan integritas atau kohesi Sk.31 2.5.3.1 Sawar permeabilitas epidemis Sawar permeabilitas epidermis, dibentuk oleh formasi lipid bilayer yang terletak diantara sel-sel korneosit dari Sk. Lipid disekresikan dari badan lamelar keratinosit pada stratum granulosum.30 Lipid yang disekresikan tidak membentuk sawar permeabilitas yang efektif sampai dibentuk menjadi lipid bilayer. Sementara ion kalsium (Ca2+) dan ion kalium (K) mengontrol sekresi lipid, ion H mengontrol pengolahan dari lipid. Pengasaman sangat penting untuk sawar permeabilitas epidermis, seperti yang ditunjukkan oleh pengamatan bahwa hasil pemulihan sawar biasanya terjadi pada pH asam dan tertunda pada pH netral (yaitu, pH 7-7,4) sebagai akibat dari gangguan pengolahan pasa sekretori dari lipid ekstraseluler di Sk bagian dalam, sementara sekresi lipid tetap normal. pH netral juga dapat mengganggu kemasan lipid Sk yang normal.31-33 Penelitian yang dilakukan oleh Holleran et el. menunjukkan bahwa ion H+ berperan dalam aktivasi enzim-enzim yang aktivasinya tergantung oleh pH, dimana Universitas Sumatera Utara 20 enzim ini berperan dalam pengolahan dari lipid. Ezim utama tersebut adalah βglucocerebrosidase (GLC) dan juga sphingomyelinase (ACM).33-6 2.5.3.2 Aktivitas antimikroba dan inflamasi Keasaman Sk juga merupakan bagian dari fungsi antimikroba epidermis, yang mendukung pertumbuhan mikroflora normal dan menghambat pertumbuhan patogen kulit. Misalnya, Micrococcus, flora normal, tumbuh terbaik pada pH asam, sedangkan Staphylococcus dan Candida tumbuh terbaik pada pH 7,5 tetapi dihambat pada pH 5-6. 35 Oleh karena kerusakan pada sawar permeabilitas, epidermis melepaskan sitokin inflamasi, yang mengarah pada kaskade inflamasi, proses inflamasi dan antimikroba terkait erat. Kulit pada daerah popok menunjukkan pH yang lebih netral dibandingkan kulit yang terbuka, diperparah dengan urin dan feses. pH kulit netral ini meningkatkan kejadian dermatitis kontak. Selain itu, patogen yang tumbuh pada pH netral memperburuk dermatitis popok, menjadi siklus di mana pH netral, pertumbuhan patogen, dan pelepasan sitokin inflamasi bergabung untuk menghasilkan peradangan, koloisasi bakteri pathogen dengan gangguan permeabilitas dan sawar antimikroba.34-38 2.5.3.3 Integritas/kohesi Fungsi ketiga adalah pengendalian integritas dan kohesi korneosom. pH yang SK netral, melalui paparan buffer pH netral, penghambatan sPLA2 farmakologis, atau penerapan ''superbases'' pada kulit, menghasilkan Sk yang lebih mudah terkelupas oleh tape-stripping (penurunan integritas). Selain itu, banyak Universitas Sumatera Utara 21 protein Sk yang hilang akibat tape-stripping (penurunan kohesi). Oleh karena neonatus lahir dengan pH Sk yang netral, penurunan integritas / kohesi terlihat dengan pH netral Sk dapat berperan dalam fungsi fisiologis yang memungkinkan deskuamasi Sk segera setelah lahir. 35,38 Berbeda dengan sawar permeabilitas epidermal, jalur tunggal yang dikatalisasi oleh serin protease tampaknya mendominasi dalam pengendalian integritas/ kohesi Sk. Serin proteas triptik dan kimotriptik aktif pada pH netral, dan menyebabkan meningkatnya degradasi korneodesmosom, terutama protein korneodesmosom yang penting yaitu desmoglein 1. Aktivitas serin protease meningkat pada neonatus, dan menurun seiring dengan pengasaman Sk. 24,35,38 Gambar 2.2 Skema fungsi pH Dikutip dari kepustakaan no 24 sesuai aslinya Universitas Sumatera Utara 22 2.5.4 Faktor yang mempengaruhi pH kulit 2.5.4.1 Usia Segera setelah lahir, pH permukaan kulit dari noenatus aterm dan preterm lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewasa dan anak-anak yang lebih tua. Rata-rata nilai pH dari 6 situs tubuh yang berbeda di hari pertama kehidupan pada neonatus aterm adalah 7,08, yang secara signifikan lebih tinggi daripada kelompok kontrol dewasa (pH 5,7). pH menurun cepat dalam beberapa hari pertama periode postnatal dan kemudian secara bertahap pada periode neonatal. nilai pH kemudian akan mirip dengan orang dewasa.9,10,13,22 Penurunan pH terjadi dari hari 3 sampai hari 30 dari periode neonatal dan paling menonjol di daerah volar lengan dibandingkan dengan dahi, pipi, dan bokong. Tidak ada perbedaan dalam nilai-nilai pH antara situs tubuh yang berbeda di neonatus 1-2 hari setelah lahir. Pada hari ke 90, pH lebih tinggi di pipi dan bokong dan lebih rendah pada dahi dan lengan. Perbedaan jelas ini dapat dijelaskan oleh faktor-faktor eksogen, yaitu oklusi popok di kawasan bokong dan faktor iklim di kulit pipi. Eksim umumnya cenderung terjadi pada daerah ekstensor neonatus, yaitu pipi, dibandingkan dengan distribusi fleksor biasa pada orang dewasa. Eksim ekstensor dan dermatitis popok, penyakit kulit yang biasa terlihat pada bayi, muncul di daerah dengan nilai pH yang lebih tinggi.36 Mekanisme potensial yang terkait dengan peningkatan deskuamasi yang diamati dalam beberapa hari pertama setelah kelahiran berhubungan dengan tingkat pH tinggi. pH tinggi diketahui berfungsi ntuk meningkatkan aktivitas serin protease, kallikrein 5 dan 7, yang terlibat dalam deskuamasi dan degradasi Universitas Sumatera Utara 23 korneodesmosom. Peningkatan aktivitas enzim ini dalam pengaturan kadar pH yang lebih tinggi cenderung menjelaskan peningkatan deskuamasi yang diamati dalam beberapa hari pertama Setelah kelahiran, ketika permukaan kulit lebih basa. Selain itu, enzim utama yang terlibat dalam sintesis sawar permeabilitas yaitu, βglucocerebrosidase dan sphingomyelinase, yang membutuhkan pH asam tidak sepenuhnya diaktifkan pada saat baru lahir yang mengakibatkan penurunan hidrasi kulit. 24,36 Peningkatan pH kulit dan penurunan kapasitas buffer juga terjadi pada lansia. Kekurangan seramid, diamati pada kulit menua yang berdampak pada fungsi sawar dan dapat dijelaskan oleh meningkatnya aktivitas enzim tertentu yang yang aktif secara optimal pada pHbasa. Seramidase alkali, yang memiliki pH optimum 9 dan terlibat dalam degradasi sawar lipid, memiliki aktivitas yang lebih tinggi pada kulit dewasa. 24,36 2.5.4.2 Lokasi kulit Terdapat "kesenjangan fisiologis" pada sawar asam yang tergantung pada lokasi kulit, khususnya daerah interdigitalis dan intertriginosa daerah ketiak, selangkangan, dan infra mamaria. pH lebih tinggi di wilayah ini dibandingkan dengan situs kulit lainnya. PH yang lebih tinggi di aksila menyebabkan kolonisasi bakteri penghasil bau tertentu seperti propionibacterium dan staphylococci. Deodoran yang mengandung sitrat mengurangi pH dan menghambat aktivitas bakteri. Candida intertrigo juga cenderung berkembang dalam lingkungan basa daerah intertriginosa.33-36 Universitas Sumatera Utara 24 2.5.4.3 Kulit berpigmen Gunathilake et al. menunjukkan pH permukaan secara signifikan lebih asam pada individu berpigmen gelap (Fitzpatrick IV-V) dibandingkan dengan subyek berpigmen ringan (Fitzpatrick I-II) (pH 4,6 ± 0,03 vs 5,0 ± 0,04). Selain itu, integritas SK dan fungsi hambatan yang unggul diamati pada kulit yang lebih gelap. Hal ini dikaitkan dengan konten lipid epidermis yang meningkat, peningkatan kepadatan badan lamelar, dan pH rendah pada kelompok berpigmen gelap. Kegiatan serin protease berkurang di lingkungan yang lebih asam dari kelompok berkulit gelap dan meningkat dalam pengaturan yang pH lebih tinggi pada kelompok berpigmen ringan. Selanjutnya, pengasaman jenis kulit I-II dengan asam polihidroksil topikal untuk tingkat pH terlihat di tipe IV-V meningkatkan fungsi sawar pada kelompok pigmen ringan untuk tingkat yang sebanding dengan kelompok yang berpigmen gelap.38-40 Universitas Sumatera Utara 25 2.6 Kerangka Teori Fisiologi kulit preterm Fisiologi kulit aterm - - - - Stratum corneum kurang berkembang, lapisan lebih tipis TEWL > Produksi melanin yang rendah Serat elastin dan kolagen tipis Kelenjar keringat dan kelenjar sebasea minimal Lipid epidermal << Barier lebih buruk - - Stratum corneum berkembang baik, lapisan lebih tebal TEWL < Produksi melanin rendah Dermo epidermal junction = dewasa Serat elastin dan kolagen tipis Kelenjar keringat dan kelenjar sebasea terbentuk sempurna dan aktif Lipid epidermal > Barier yang lebih baik pH pH kulit Faktor yang mempengaruhi Fungsi - Barier permeabilitas kulit Antimikroba dan inflamasi Integritas/kohesi - Usia - Lokasi kulit Kulit berpigmen Gambar 2.3 Diagram kerangka teori Universitas Sumatera Utara 26 2.7 Kerangka Konsep Masa gestasi (preterm dan aterm) pH kulit Gambar 2.4 Diagram kerangka konsep Universitas Sumatera Utara