Toxoplasmosis - Universitas Sumatera Utara

advertisement
TOXOPLASMOSIS PENYAKIT ZOONOSIS YANG PERLU
DI WASPADAI OLEH IBU HAMIL
Drh. Hiswani M.Kes
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yaitu penyakit pada hewan yang dapat
ditularkan ke manusia. Penyakit ini disebabkan oleh sporozoa yang dikenal dengan nama
Toxoplasma gondii, yaitu suatu parasit intraselluler yang banyak terinfeksi pada manusia dan
hewan peliharaan. Penderita toxoplasmosis sering tidak memperlihatkan suatu gejala klinis yang
jelas sehingga dalam menentukan diagnosis penyakit toxoplasmosis sering terabaikan dalam
praktek dokter sehari-hari. Apabila penyakit toxoplasmosis mengenai wanita hamil trismester
ketiga dapat mengakibatkan hidrochephalus, khorioretinitis, tuli atau epilepsi.
Penyakit toxoplasmosis biasanya ditularkan dari kucing atau anjing tetapi penyakit ini
juga dapat menyerang hewan lain seperti babi, sapi, domba, dan hewan peliharaan lainnya.
Walaupun sering terjadi pada hewan-hewan yang disebutkan di atas penyakit toxoplasmosis ini
paling sering dijumpai pada kucing dan anjing. Untuk tertular penyakit toxoplasmosis tidak hanya
terjadi pada orang yang memelihara kucing atau anjing tetapi juga bisa terjadi pada orang
lainnya yang suka memakan makanan dari daging setengah matang atau sayuran lalapan yang
terkontaminasi dengan agent penyebab penyakit toxoplasmosis.
Dewasa ini setelah siklus hidup toxoplasma ditemukan maka usaha pencegahannya
diharapkan lebih mudah dilakukan. Pada saat ini diagnosis toxoplasmosis menjadi lebih mudah
ditemukan karena adanya antibodi IgM atau IgG dalam darah penderita. Diharapkan dengan cara
diagnosis maka pengobatan penyakit ini menjadi lebih mudah dan lebih sempurna, sehingga
pengobatan yang diberikan dapat sembuh sempurna bagi penderita toxoplasmosis. Dengan jalan
tersebut diharapkan insidensi keguguran, cacat kongenital, dan lahir mati yang disebabkan oleh
penyakit ini dapat dicegah sedini mungkin. Pada akhirnya kejadian kecacatan pada anak dapat
dihindari dan menciptakan sumber daya manusia yang lebih berkualitas.
KEJADIAN TOXOPLASMOSIS
Toxopasmosis adalah penyakit zoonosis yang secara alam dapat menyerang manusia,
ternak, hewan peliharaan yang lain seperti hewan liar, unggas dan lain-lain. Kejadian
toxoplasmosis telah dilaporkan dari beberapa daerah di dunia ini yang geografiknya sangat luas.
Survei terhadap kejadian ini memberi gambaran bahwa toxoplasmosis pada suatu daerah bisa
sedemikian hebatnya hingga setiap hewan memperlihatkan gejala toxoplasmosis. Sebagai contoh
adalah survei yang telah diadakan di Amerika Serikat. Data positif didasarkan kepada penemuan
serodiagnostik dari beberapa hewan peliharaan dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini:
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Tabel 1: Data Positif didasarkan penemuan serodiagnostik
Hewan yang terinfeksi
Persentase
Anjing
59%
Kucing
34%
Babi
30%
Sapi
47%
Kambing
48%
Pada manusia penyakit toxoplasmosis ini sering terinfeksi melalui saluran pencernaan,
biasanya melalui perantaraan makanan atau minuman yang terkontaminasi dengan agent
1
penyebab penyakit toxoplasmosis ini, misalnya karena minum susu sapi segar atau makan daging
yang belum sempurna matangnya dari hewan yang terinfeksi dengan penyakit toxoplasmosis.
Penyakit ini juga sering terjadi pada sejenis ras kucing yang berbulu lebat dan warnanya indah
yang biasanya disebut dengan mink, pada kucing ras mink penyakit toxoplasmosis sering terjadi
karena makanan yang diberikan biasanya berasal dari daging segar (mentah) dan sisa-sisa
daging dari rumah potong hewan.
ETIOLOGI PENYAKIT TOXOPLASMOSIS
Toxoplasmosis ditemukan oleh Nicelle dan Manceaux pada tahun 1909 yang menyerang
hewan pengerat di Tunisia, Afrika Utara. Selanjutnya setelah diselidiki maka penyakit yang
disebabkan oleh toxoplasmosis dianggap suatu genus termasuk famili babesiidae.
Toxoplasma gondii adalah parasit intraseluler pada momocyte dan sel-sel endothelial
pada berbagai organ
tubuh. Toxoplasma ini biasanya berbentuk bulat atau oval, jarang
ditemukan dalam darah perifer, tetapi sering ditemukan dalam jumlah besar pada organ-organ
tubuh seperti pada jaringan hati, limpa, sumsum tulang, paru-paru, otak, ginjal, urat daging,
jantung dan urat daging licin lainnya.
Perkembangbiakan toxoplasma terjadi dengan membelah diri menjadi 2, 4 dan
seterusnya, belum ada bukti yang jelas mengenai perkembangbiakan dengan jalan schizogoni.
Pada preparat ulas dan sentuh dapat dilihat dibawah mikroskop, bentuk oval agak panjang
dengan kedua ujung lancip, hampir menyerupai bentuk merozoit dari coccidium. Jika ditemukan
diantara sel-sel jaringan tubuh berbentuk bulat dengan ukuran 4 sampai 7 mikron. Inti selnya
terletak dibagian ujung yang berbentuk bulat. Pada preparat segar, sporozoa ini bergerak, tetapi
peneliti-peneliti belum ada yang berhasil memperlihatkan flagellanya.
Toxoplasma baik dalam sel monocyte, dalam sel-sel sistem reticulo endoteleal, sel alat
tubuh viceral maupun dalam sel-sel syaraf membelah dengan cara membelah diri 2,4 dan
seterusnya. Setelah sel yang ditempatinya penuh lalu pecah parasit-parasit menyebar melalui
peredaran darah dan hinggap di sel-sel baru dan demikian seterusnya.
Toxoplasma gondii mudah mati karean suhu panas, kekeringan dan pembekuan. Cepat
mati karean pembekuan darah induk semangnya dan bila induk semangnya mati jasad inipun ikut
mati. Toxoplasma membentuk pseudocyste dalam jaringan tubuh atau jaringan-jaringan tubuh
hewan yang diserangnya secara khronis. Bentuk pseudocyste ini lebih tahan dan dapat bertindak
sebagai penyebar toxoplasmosis.
SIKLUS HIDUP DAN MORPOLOGI TOXOPLASMOSIS.
Toxoplasma gondii terdapat dalam 3 bentuk yaitu bentuk trofozoit, kista, dan Ookista.
Trofozoit berbentuk oval dengan ukuran 3 – 7 um, dapat menginvasi semua sel mamalia yang
memiliki inti sel. Dapat ditemukan dalam jaringan selama masa akut dari infeksi. Bila infeksi
menjadi kronis trofozoit dalam jaringan akan membelah secara lambat dan disebut bradizoit.
Bentuk kedua adalah kista yang terdapat dalam jaringan dengan jumlah ribuan
berukuran 10 – 100 um. Kista penting untuk transmisi dan paling banyak terdapat dalam otot
rangka, otot jantung dan susunan syaraf pusat. Bentuk yang ke tiga adalah bentuk Ookista yang
berukuran 10-12 um. Ookista terbentuk di sel mukosa usus kucing dan dikeluarkan bersamaan
dengan feces kucing. Dalam epitel usus kucing berlangsung siklus aseksual atau schizogoni dan
siklus atau gametogeni dan sporogoni. Yang menghasilkan ookista dan dikeluarkan bersama
feces kucing. Kucing yang mengandung toxoplasma gondii dalam sekali exkresi akan
mengeluarkan jutaan ookista. Bila ookista ini tertelan oleha hospes perantara seperti manusia,
sapi, kambing atau kucing maka pada berbagai jaringan hospes perantara akan dibentuk
kelompok-kelompok trofozoit yang membelah secara aktif. Pada hospes perantara tidak dibentuk
stadium seksual tetapi dibentuk stadium istirahat yaitu kista. Bila kucing makan tikus yang
mengandung kista maka terbentuk kembali stadium seksual di dalam usus halus kucing tersebut.
2
CARA PENULARAN TOXOPLASMOSIS
Infeksi dapat terjadi bila manusia makan daging mentah atau kurang matang yang
mengandung kista. Infeksi ookista dapat ditularkan dengan vektor lalat, kecoa, tikus, dan melalui
tangan yang tidak bersih. Transmisi toxoplasma ke janin terjadi utero melalui placenta ibu hamil
yang terinfeksi penyakit ini. Infeksi juga terjadi di laboratorium, pada peneliti yang bekerja
dengan menggunakan hewan percobaan yang terinfeksi dengan toxoplasmosis atau melalui
jarum suntik dan alat laboratorium lainnya yang terkontaminasi dengan toxoplasma gondii.
Melihat cara penularan diatas maka kemungkinan paling besar untuk terkena infeksi
toxoplamosis gondii melalui makanan daging yang mengandung ookista dan yang dimasak
kurang matang. Kemungkinan ke dua adalah melalui hewan peliharaan. Hal ini terbutki bahwa di
negara Eropa yang banyak memelihara hewan peliharaan yang suka makan daging mentah
mempunyai frekuensi toxoplasmosis lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain. Dapatlah
dilihat pada tabel 2 dibawah ini :
No.
1.
2.
3.
4.
No.
1.
2.
3.
4.
Table 2. Frekuensi toxoplasmosis pada penduduk dari berbagai negara.
Tempat
Frekuensi
Peneliti
Tahun
Taiwan
1,97 %
Dufee
1975
Hongkong
6,20 %
Ludlam
1969
Jepang
16,5 %
Suzuki
1971
Singapura
17,2 %
Singh
1968
Table 3. Frekuensi toxoplasmosis pada hewan
Tempat
Jenis Hewan
Jakarta
- Babi
- Kucing
- Anjing
Kalsel
- Kambing
- Kucing
Taiwan
- Babi
- Kucing
Hongkong
- Babi
- Anjing
Frekuensi
28%
77,7%
75,6%
61%
41%
30,5%
27,7%
71%
29,4%
Peneliti
Koesharyono
Gandahusada
Dufee
Dufee
Ludlam
Chabra
Table 4. Frekuensi toxoplasmosis pada penduduk di berbagai Daerah di Indonesia
No.
Tempat
Frekuensi
Peneliti
Tahun
1.
Kalimantan barat
3%
Cross
1976
2.
Sulewesi tenggara
8%
Clark
1973
3.
Sulewesi Utara
8%
4.
Sumatra Utara
9%
Cross
1975
5.
Surabaya
9%
Yamamoto
1970
6.
Jawa tengah
10%
Cross
1975
7.
Jawa barat
20%
1973
8.
Kalimantan selatan
31%
9.
Ujung Pandang
60%
Rasiyanto
1976
Pada Tabel 3 dan 4 dapat kita lihat perbedaan persentase yang sangat berbeda mungkin
ini disebabkan karena perbedaan metoda pemeriksaan yang dipakai. Kucing sebagai hospes
definitif dan binatang lain sebagai hospes perantara seperti babi, kambing, anjing juga
mempunyai frekuensi penyakit toxoplasmosis yang cukup tinggi pada berbagai tempat di dunia.
3
TOXOPLASMOSIS PADA ANJING.
Toxoplasmosis pada anjing pertama kali ditemukan oleh Mello pada tahun 1910.
Sekarang banyak anjing-anjing di Eropa dan Amirika mengandung bahan-bahan penangkis
terhadap penyakit ini dalam darahnya belum memberikan gambaran prevalensi kejadian
toxoplasmosis pada anjing dalam suatu daerah. Gejala klinis penyakit ini tidak tersifat, dokter
hewan mengenal penyakit yang gejala klinisnya sama dengan toxoplasmosis sehingga sukar
membedakannya kecuali dengan cara pemeriksaan secara miskroskopiss dan serologik. Bila hal
ini positif, maka baru bisa di simpulkan bahwa anjing tersebut menderita toxoplasmosis.
Untuk pemeriksaan dapat dipergunakan liquorcerebrospinalis dan biopsi kelenjarkelenjar. Parasit ini hanya sesekali dapat diasingkan dari darah, liur dan tinja. Pada hewan yang
mati karena penyakit ini umumnya tidak sulit untuk menemukan parasit yakni dengan
pemeriksaan mikroskopik langsung ataupun dengan suntikan langsung pada hewan-hewan
percobaan.
Bila infeksi dengan toxoplasmosis menyebabkan gejala-gejala klinis pada anjing atau
hewan-hewan lain maka biasanya parasit-parasit itu menyerang susunan syaraf pusat, paru-paru
atau alat digesti. Kadang-kadang parasit ini masuk ke dalam mata. Perubahan-perubahan otak,
dan abortus yang dilukiskan pada toxoplasmosis pada manusia sedangkan pada anjing dan
hewan lainnya jarang dijumpai.
Gejala-gejala otak terlihat sebagai depresi, paraplegia atau epilepsi, jadi sangat
menyerupai gangguan-gangguan otak disebabkan oleh kausa lain, antara lain seperti penyakit
distemper pada anjing. Umumnya pneumoni atau diare yang ditimbulkan oleh parasit yang
bersifat menahun dan selang-seling tidak dapat dipengaruhi oleh obat-obatan. Diantara anjing
yang diserang penyakit ini kira-kira 47% memperlihatkan gejala-gejala paru-paru, 31% gejalagejala digesti dan 21% gejala-gejala syaraf.
Perubahan postmortal pada anjing, yang paling sering terlihat ialah pneumoni. Radang
paru-paru ini yang disertai dengan odema, meluas secara lobuler hingga lobar. Umumnya bersifat
kataral dan jarang bersifat kataral berfibrin. Secara mikroskopis dapat terlihat sarang-sarang
nekrosa pada paru-paru dan hati maka dapat disimpulkan penyakit ini sudah berlangsung lama.
Cairan dalam rongga dada dan rongga perikard bertambah. Di dalam lambung dan usus terjadi
gastro enteritis, yang bersifat kataral dan adanya tukak-tukak pada mukosa. Kelenjar limpa
sekali-kali membengkak basah dam merah karena kongesti. Cairan serebrospinal biasanya
bertambah dan sekali-kali berwarna merah. Pembuluh-pembuluh darah penuh berisi darah
sehingga selaput otak sering penuh darah dan jelas terlihat.
PERUBAHAN MIKROSKOPIS PADA PENYAKIT TOXOPLASMOSIS
Sarang-sarang nekrosa dapat ditemukan didalam paru-paru, hati, limpa, anak ginjal dan
sel-sel disekitar sarang-sarang ini mengandung toxoplasmosis yang tergabung dalam kolonikoloni terminal (Pseudo-cysts) atau parasit-parasit itu terletak bebas dalam jaringan-jaringan.
Toxoplasma banyak dijumpai didalam sel-sel pada pinggir ulkus-ulkus usus.
Didalam otak parasit-parasit terlihat didalam sel-sel glia atau neuron sebagai parasitparasit intra selluler atau sebagai koloni-koloni terminal (pseudocysts). Protozoa itu juga berada
bebas dalam jaringan. Reaksi radang umumnya jelas terlihat, sebagai gliosis, mikroglia, atau
astrosit-astrosit. Penyerbukan limfosit-limfosit dalam ruang virchow robin, disamping nekrosa
lokal jaringan otak. Juga terjadi proliferasi sel-sel adventisia, disamping nekrosa lokal jaringan
otak. Perubahan-perubahan itu paling banyak terdapat dalam cortex cerebralis. Parasit itu juga
bisa dijumpai pada selaput otak.
Hati memperlihatkan perdarahan-perdarahan lokal yaitu gambaran degenerasi dan reaksi
seluler disamping sarang-sarang nekrosa tersebut di atas. Parasit-parasit dapat ditemukan
didalam makrofag atau didalam sel-sel hati. Didalam limpa kadang-kadang di jumpai sel-sel
reticulum dan makrofag-makrofag. Parasit-parasit terlihat didalam miokard yakni didalam
makrofag-makrofag atau didalam miofibril. Disamping itu serabut-serabut otot degenerasi.
4
Toxoplasmosis sekali-sekali ditemukan di dalam mata anjing. Disamping itu juga
memperlihatkan gejala renitis, neuritis. Pada unggas toxoplasmosis otak merupakan perubahanperubahan yang sering terlihat.
MANIFESTASI KLINIS TOXOPLASMOSIS
Toxoplasmosis gondii yang tertelan melalui makanan akan menembus epitel usus dan
difagositosis oleh makrofag atau masuk ke dalam limfosit akibatnya terjadi penyebaran limfogen.
Toxoplasmosis gondii akan menyerang seluruh sel berinti, membelah diri dan menimbulkan lisis,
sel tersebut destruksi akan berhenti bila tubuh telah membentuk antibodi. Pada alat tubuh seperti
susunan syaraf dan mata, zat ini tidak dapat masuk karena ada sawar (barier) sehingga destruksi
akan terus berjalan.
Umumnya infeksi toxoplasmosis gondii ditandai dengan gejala seperti infeksi lainnya yaitu
demam, malaise, nyeri sendi, pembengkakan kelenjar getah bening (toxoplasmosis limfonodosa
acuta). Gejala mirip dengan mononukleosis infeksiosa. Infeksi yang mengenai susunan syaraf
pusat menyebabkan encephalitis (toxoplasma ceebralis akuta). Parasit yang masuk ke dalam otot
jantung menyebabkan peradangan. Lesi pada mata akan mengenai khorion dan rentina
menimbulkan irridosklitis dan khorioditis (toxoplasmosis ophithal mica akuta). Bayi dengan
toxoplamosis kongenital akan lahir sehat tetapi dapat pula timbul gambaran eritroblastosis
foetalis, hidrop foetalis.
DIAGNOSIS TOXOPLASMOSIS.
Diagnosis toxoplasmosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan
serologis dan menemukan parasit dalam jaringan tubuh penderita. Seperti telah diuraikan diatas,
gejala klinis sering kali meragukan dan menemukan parasit dalam jaringan tubuh penderita
bukanlah suatu hal yang mudah. Maka pemeriksaan secara serologis terhadap antibodi penderita
toxoplasmosis merupakan alat bantu diagnosis yang mudah dan baik.
Dasar pemeriksaan serologis ialah antigen toxoplasmosis bereaksi dengan antibodi
spesifik yang terdapat dalam serum darah penderita. Beberapa jenis pemeriksaan serologis yang
umum dipakai ialah : Dye test Sabin Feldman, Complement Fixation test (CFT), reaksi Fluoresensi
antibodi, Indirect Hemagglutination Test dan enzym linked immunosorben assay (Elisa). Dye test
Sabin Feldman merupakan pemeriksaan yang pertama kali ditemukan. Dasar test ini yaitu
toxoplasma gondii mudah diwarnai dengan metilen blue. Tetapi bila dicampur dengan serum
kebal, maka parasit tidak dapat mengambil warna lagi karean anti bodi toxoplasma yang ada
dalam serum tersebut akan melisis parasit ini. Complement fixaton test (CFT) berdasarkan reaksi
sntigen antibodi yang akan mengikat komplement sehingga pada penambahan sel darah merah
yang dilapisi anti bodi tidak terjadi hemolisis. Reaksi fluoresensi anti bodi memakai sediaan yang
mengandung toxoplasma yang telah dimatikan. Anti bodi yang ada dalam serum akan terikat
pada parasit. Setelah ditambah antiglobulin manusia yang berlabel fluoresens. Inderect
hemaglutination test mempergunakan antigen yang diletakkan pada sel-sel darah merah, bila
dicampur dengan serum kebal menimbulkan aglutinasis. Elisa mempergunakan antigen
toxoplamosis yang diletakkan pada penyangga padat. Mula-mula diinkubasi dengan reum
penderita, kemudian dengan antibodi berlabel enzim. Kadar anti bodi dalam serum penderita
sebanding dengan intertitas warna yang timbul setelah ikatan antigen anti bodi dicampur dengan
substat.
Diagnosis terhadap toxoplasmosis secara mudah dapat ditegakkan dengan menemukan
anti bodi terhadap penderita terhadap serum darah penderita. Anti toxoplasma gondii kelas IgM
timbul segera setelah infeksi, dan baru mencapai puncaknya pada minggu keempat kemudian
menurun secara lambat dan tidak terdeteksi lagi setelah empat bulan. Sedang anti toxoplasma
kelas IgG dapat dideteksi setelah 3 atau 4 bulan infeksi dan akdarnya menetap sampai bertahuntahun. Dengan memeriksa antibodi kelas IgG dan IgM, maka kita dapat mengetahaui apakah
seseorang dalam efeksi akut, rentan atau kebal tehadap toxoplasmosis. Selain seperti cara diatas
5
bisa juga dilakukan pemeriksaan histopatologis jaringan otak, sum-sum tulang belakang, kelenjar
limpe, cairan otak merupakan diagnosis pasti tetapi cara ini sulit dilakukan.
DIAGNOSIS TOXOPLASMOSIS KONGENITAL PADA BAYI.
Di Indonesia sering dijumpai bayi yang dilahirkan dengan kelianan kongnital. Penyebab
kelainan kongenital karean infeksi termasuk golongan toxoplasma. Janin mulai membentuk zat
anti pada akhir trimester pertama, yang terdiri dari IgM zat anti ini biasanya menghilang setelah 1
– 3 bulan.
Zat anti IgM pada bayi didapat dari ibunya melalui plasenta. Konsentrasi IgG pada
neonatus berkurang, dan akan naik lagi bila bayi dapat mebuat IgG sendiri pada umur lebih
kurang 3 bulan. Serodiagnosis infeksi kongenital berdasarkan kenaikan jumlah zat anti IgG
spesifik atau deteksi zat anti IgM spesifik. Tujuan penulisan makalah ini untuk mengingat kembali
kepentingan pemeriksaan zat anti IgG pada paired sera untuk diagnosis toxoplasmosis kongenital
bila zat anti IgG tidak ditemukan.
Pada bulan Januari 1986 sampai Juni 1988 staf bagian parasitologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia yaitu Srisasi Ganda Husada telah melakukan penelitian tentang
toxoplasmosis yaitu telah memeriksa 99 bayi berumur 1 hari sampai 6 bulan yang tersangka
menderita toxoplasmosis kongenital. Bayi-bayi ini dikirim oleh RS. Dr. Cipto Mangunkusumo,
rumah sakit lain yang ada di Jakarta dan dari dokter-dokter praktek pribadi. Kelainan klinik pada
bayi-bayi yang tersangka toxoplasmosis kongenital ini adalah merupakan trias klasik yaitu
Hidrocephalus, korioretinitis, dan perkapuran otak. Ada bayi yang hanya menunjukkan suatu
kelainan seperti hepatosplenomegali katarak, mikrosefalus, kejang, dan ada yang menunjukkan
lebih dari satu kelainan di atas.
Dari tiap bayi diambil darah vena atau darah tali pusat serum dipisahkan dari gumpalan
darah dan disimpan dalam frezer pada suhu 20C sampai diperiksa. Zat anti IgM ditentukan
dengan Elisa dengan menggunakan test kit Eti-Toxox-M reverse dari sorin Biomedica. Dalam test
kit ini tersedia lempeng-lempeng plastik dengan sumur-sumur ini diisi dengan serum kontrol dan
serum pendertia, kemudian diinkubasi selama 1 jam pada suhu 370C. Bila dalam serum tersebut
terdapat IgM spesifik, maka IgM ini akan diikat dan menempel pada dasar sumur.
Cairan dalam sumur-sumur dibuang dan lempeng-lempen dicuci. Kemudian sumur-sumur
diisi dengan toxoplasmosis entigen yang dibuat dari toxoplasma gondii RH Strain antigen ini
dicampur dengan Enzyme tracer yang mengandung IgG terhadap toxoplasma gondii (dari tikus)
yang dikonjugasi pada horse radish peroxydase. Setelah diinkubasi kembali selama 1 jam pada
370C, maka toxoplasma gondii akan terikat pada IgM spesifik dan enzim tracer yang menempel
pada IgG terhadap toxoplasma gondii. Dengan demikian antivitas enzim ini proposional dengan
konsentrasi IgM spesifik dalam serum penderita atau kontrol. Aktivitas enzim diukur dengan
menambahkan Tetra Methilbenzidene chromogen/substrat yang tidak warna. Lempeng-lempeng
diinkubasi selama 30 menit pada suhu kamar. Enzym dicampur dengan chromogen substrat
menimbulkan warna kuning yang diukur dengan spektrofotometer dengan filter 450mm setelah
reaksi dihentikan dengan laluran H2SO4ln. Yang dianggap positif adalah nilai besar dari pada Cut
off Control.
Zat anti IgG pada bayi yang datang sebelum Juni 1987 di tentukan dengan mikroteknik
tes hemaglutinasi tidak langsung (IHA) menurut Milgram dengan menggunakan antigen dari
laboratorium NAMRU 2 yang dibuat dari RH strain toxoplasma gondii sebelum diperiksa serum
diinativasi pada suhu 56oC selama setengah jam. Titer dimana masih tampak aglutinasi. Mulai
Juni 1987 telah tersedia Toxo Elisa Test Kit dari MA Bio product dan untuk penentuan zat anti IgG
lalu digunakan Test Kit tersebut. Dalam Test Kit tersebut digunakan lempeng-lempeng plastik
dengan sumur-sumur yang telah dilapisi dengan antigen toxoplasma gondii.
Sumur-sumur ini diisi dengan serum kontrol dan serum penderita. Kemudian diinkubasi
45 menit pada suhu kamar. Bila serum yang diperiksa mengandung zat anti IgG spesifik maka zat
anti ini terikat pada antigen. Setelah dicuci sumur-sumur diisi dengan antihuman IgG yang
dikonjugasi pada enzim alkalin fosfatase. Lempeng-lempeng diinkubasi selama 45 menit pada
6
suhu kamar. Konjugat ini akan terikat pada IgG spesifik (bila) ada pada dasar sumur diisi dengan
substat P-nitro fenifostat. Setelah diinkubasi kembali selama 45 menit subtract akan dihirrolisa
oleh enzim yang menimbulkan warna kuning. Setelah reaksi dihentikan dengan larutan Na OH l N
perubahan warna dibaca dengan spektrofotometer dengan filter 405 nm. Intentitas perubahan
warna sejajar dengan jumlah IgG spesifik. Yang dianggap positif adalah nilai yang sama dengan
atau lebih besar dapat pada 0,21.
Hasil penelitiannya yaitu dari 99 terdapat 79 bayi yang tersangka toxoplasmosis
kongenital. Dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5. Hasil Pemeriksaan IgM Pada 79 Bayi Tersangka Toxoplasmosis Kongenital.
Hasil Yang Didapat
Jumlah
Persentase (%)
Positif
8
10,1
Negatif
71
89,9
Jumlah
79
100
Pada Tabel 5 di atas dapat dilihat, bahwa IgM spesifik ditemukan pada 8 bayi (10,1) yaitu
4 bayi berumur 2 hari sampai 5 bulan yang secara berturut-turut menunjukkan kelainan
kongenital multipel dan hepatospenomegali, anemia gravis dan demam, mikro sephalus,
khorioretinitis dan katarak. Pemeriksaan IgG dengan Elisa menunjukkan nilai positif tinggi pada
keempat bayi tersebut yaitu 0,73 – 0,82 – 1,22 – 0,97. Pemeriksaan IgG pada 4 bayi lainnya
dilakukan dengan test IHA dengan hasil titer 1 : 1024 (tinggi) pada bayi berumur 6 bulan
dengan kelainan kongenital multipel, titer
1: 64 pada bayi berumur 6 bulan.
Tabel 6 : Hasil Pemeriksaan IgM dan IgG Pada 8 bayi dengan Diagnosis Serologik Toxoplasmosis
Kongenital.
Umur
2 hari
2 bulan
3 bulan
5 bulan
6 bulan
4,5 bulan
5,6 bulan
6 hari
IgM +
0,62
0,36
0,67
0,28
0,28
0,28
0,36
0,33
IgG
0,73
0,82
1,22
0,97
64
32
8
Gejala
Kelainan kongenital multipel + hepatosple nomegali.
H. Spenomegali + anemia.
Mikrosefalus
Khorioretinitis + Katarak.
Kelainan kongenital.
Atropi orak kiri.
Kelainan mata
Hiperbilirubinemia
Dari tabel di atas dapat dilihat diagnosis toxoplasmosis kongenital pada 8 bayi dengan
deteksi IgM + dan IgG di dapat hasil yang berbeda antara pemeriksaan dengan IgM dan IgG.
Menururt Remington dkk, (1980) IgM menghilang 3 – 4 bulan setelah muncul dalam serum,
tetapi kadang-kadang dapat ditemukan lebih lama. Desmonts dkk, 1975) seperti dikutip Vejtorp
(1980) menemukan zat antigen IgM hanya pada 25% bayi dengan toxoplasmosis kongenital.
PENCEGAHAN TOXOPLASMOSIS
Dalam hal pencegahan toxoplasmosis yang penting ialah menjaga kebersihan, mencuci
tangan setelah memegang daging mentah menghindari feces kucing pada waktu membersihkan
halaman atau berkebun. Memasak daging minimal pada suhu 66oC atau dibekukan pada suhu –
20oC. Menjaga makanan agar tidak terkontaminasi dengan binatang rumah atau serangga.
Wanita hamil trimester pertama sebaiknya diperiksa secara berkala akan kemungkinan infeksi
dengan toxoplasma gondii. Mengobatinya agar tidak terjadi abortus, lahir mati ataupun cacat
bawaan.
7
PENGOBATAN TOXOPLASMOSIS.
Sampai saat ini pengobatan yang terbaik adalah kombinasi pyrimethamine dengan
trisulfapyrimidine. Kombinasi ke dua obat ini secara sinergis akan menghambat siklus
p-amino
asam benzoat dan siklus asam folat. Dosis yang dianjurkan untuk pyrimethamine ialah 25 – 50
mg per hari selama sebulan dan trisulfapyrimidine dengan dosis 2.000 – 6.000 mg sehari selama
sebulan.
Karena efek samping obat tadi ialah leukopenia dan trombositopenia, maka dianjurkan
untuk menambahkan asam folat dan yeast selama pengobatan. Trimetoprinm juga ternyata
efektif untuk pengobatan toxoplasmosis tetapi bila dibandingkan dengan kombinasi antara
pyrimethamine dan trisulfapyrimidine, ternyata trimetoprim masih kalah efektifitasnya.
Spiramycin merupakan obat pilihan lain walaupun kurang efektif tetapi efek sampingnya
kurang bila dibandingkan dengan obat-obat sebelumnya. Dosis spiramycin yang dianjurkan ialah
2 – 4 gram sehari yang di bagi dalam 2 atau 4 kali pemberian. Beberapa peneliti mengajurkan
pengobatan wanita hamil trimester pertama dengan spiramycin 2 – 3 gram sehari selama
seminggu atau 3 minggu kemudian disusl 2 minggu tanpa obat. Demikian berselang seling
sampai sembuh. Pengobatan juga ditujukan pada penderita dengan gejala klinis jelas dan
terhadap bayi yang lahir dari ibu penderita toxoplasmosis.
KESIMPULAN
Penyakit toxoplasmosis merupakan penyakit kosmopolitan dengan frekuensi tinggi di
berbagai negara juga di Indonesia karena gejala klinisnya ringan maka sering kali luput dari
pengamatan dokter. Padahal akibat yang ditimbulkannya memberikan beban berat bagi
masyarakat seperti yang ditimbulkannya memberikan beban berat bagi masyarakat seperti
abortus, lahir mati maupun cacat kongenital. Diagnosis secara laboratoris cukup mudah yaitu
dengan memeriksa antibodi kelas IgG dan IgM terhadap toxoplasma gondii akan dapat diketahui
status penyakit penderita.
Dianjurkan untuk memeriksakan diri secara berkala pada wanita hamil trimester pertama
akan kemungkinan terinfeksi dengan toxoplasmosis.
DAFTAR PUSTA KA
Gandahusada S. Koesharyono C. Prevalensi zat anti toxoplasma gondii pada kucing dan anjing
di Jakarta. Penelitian , 1982.
Priyana A. Oesman F, Kresno SB. Prevalensi anti Toxoplasma Gondii pada pemelihara kucing atau
anjing di Jakarta, 1987.
Ressang A.A. Patologi Khusus Veteriner, IFAD Project, Bali 1984.
Schurrenberger, P.R. dan William, T.H. Ikhtisar Zoonosis Penerbit ITB, Bandung, 1991.
Partodihardjo, S. Ilmu Reproduksi Hewan, Peberbit Mutiara. Jakarta, 1980.
Priyana, A. Oesman F, Kresno SB. Toxoplasmosis Medika No. 12 tahun 14, 1988 : 1164 – 1167.
8
Download