PENGARUH VARIABEL MAKROEKONOMI

advertisement
PENGARUH VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP
INDEKS HARGA SAHAM : STUDI KASUS IHSG
Periode Januari 2006 – Desember 2010
Oleh
Slamet Widodo
NIM: 107084003679
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/2011 M
PENGARUH VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP
INDEKS HARGA SAHAM : STUDI KASUS IHSG
Periode Januari 2006 – Desember 2010
Oleh
Slamet Widodo
NIM: 107084003679
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/2011 M
PENGARUH VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP
INDEKS HARGA SAHAM : STUDI KASUS IHSG
Periode Januari 2006 – Desember 2010
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh
Slamet Widodo
NIM : 107084003679
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ahmad Rodoni
NIP : 19690203 200112 1 003
Utami Baroroh, S.Pi., M.Si
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/2011 M
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOPREHENSIF
Hari ini Jum’at, 06 Mei 2011 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas mahasiswa
:
1. Nama
: Slamet Widodo
2. NIM
: 107084003679
3. Jurusan
: Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan
4. Judul Skripsi
: Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Indeks Harga
Saham : Studi Kasus IHSG Periode Januari 2006 –
Desember 2010.
Setelah mengamati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama uji komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa
tersebut di atas dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ke
tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 06 Mei 2011
1. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS
NIP. 19570617 198503 1 002
Ketua
2. Dr. Lukman, M.Si
NIP. 19640607200302 1 001
Sekretaris
3. Fitri Amalia, M.Si
NIP. 19820710200912 2 002
Penguji Ahli
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini , 16 Juni 2011 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas mahasiswa :
Nama
NIM
Jurusan
Judul Skripsi
: Slamet Widodo
: 107084003679
: Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan
: Analisis Pengaruh Variabel Ekonomi Makro Indonesia
Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek
Indonesia
Setelah mengamati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di
atas dinyatakan lulus dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 16 juni 2011
1. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS
NIP. 19570617 198503 1 002
Ketua
2. Dr. Lukman, M.Si
NIP. 19640607 200302 1 001
Sekretaris
3. Dr. Ir. H. Roikhan Mochamad Aziz, M.M
Penguji Ahli I
4. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS
NIP. 19690203 200112 1 003
Pembimbing I
5. Utami Baroroh, S.pi, M.Si
Pembimbing II
LEMBAR PERNYATAAN
KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
: Slamet Widodo
No. Induk Mahasiswa
: 107084003679
Fakultas
: Ekonomi dan Bisnis
Jurusan
: Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya :
1. Tidak mengunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan
mempertanggung jawabkan.
2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain.
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebut sumber asli atau
tanpa ijin pemilik karya.
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data.
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertangung jawab atas karya
ini.
Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah
melalui pembuktian yang dapat dipertangung-jawabkan, ternyata memang
ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar peryataan di atas, maka saya siap
dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, 16 Juni 2011
Yang Menyatakan,
( Slamet Widodo)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS DIRI
Nama
: Slamet Widodo
Tempat, Tanggal Lahir
: Kebumen, 23 Maret 1989
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Alamat
: JL.H.Djari RT.013/02 No.66 Rawa Buaya Jak-Bar
Agama
: Islam
Suku/Kebangsaan
: Jawa/Indonesia
Email
: [email protected]
II. RIWAYAT PENDIDIKAN
Pendidikan Formal
TK Raudatul Jannah Jakarta
(1994-1995)
MI Shiraturrahman I Jakarta
(1995-2001)
MTS Al-Zaytun Indramayu
(2001-2004)
MA Al-Zaytun Indramayu
(2004-2007)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(2007-2011)
Pendidikan Non Formal
Basic Training (LK-1) Himpunan Mahasiswa Islam, Ciputat
III.
(2008)
LATAR BELAKANG KELUARGA
Ayah
: Marsono
Ibu
: Mujiati
Alamat
: JL.H.Djari RT.013/02 No.66 Rawa Buaya Jak-Bar
Anak ke
: 3 (tiga) dari 3(tiga) bersaudara
IV. PENGALAMAN ORGANISASI
2010 – 2011
: Dept. Pendidikan dan Pelatihan DPP Partai Reformasi
Mahasiswa (PARMA), UIN Jakarta
2010 – 2011
:
Majelis
Pengawas
Dan
Konsultasi
Pengurus
Komisariat (MPK-PK) Himpunan Mahasiswa Islam,
Komisariat Fakultas Ekonomi & Bisnis, Cabang
Ciputat
2009 – 2010
: Direktur Eksekutif Forum Studi Sinar Cendekiawan
(Sin-Can) Himpunan Mahasiswa Islam, Komisariat
Fakultas Ekonomi & Bisnis, Cabang Ciputat
2009 – 2010
: Ketua Bidang Kewirausahaan dan Pengembangan
Profesi
(KPP)
Himpunan
Mahasiswa
Islam,
Komisariat Fakultas Ekonomi & Bisnis, Cabang
Ciputat
2009 – 2010
: Dept. Pengembangan Profesi Himpunan Mahasiswa
Islam, Komisariat Fakultas Ekonomi & Bisnis,
Cabang Ciputat
2007 – 2009
: Dept. Kerohanian Karang Taruna Rawabuaya,
Cengkareng Jakarta Barat.
Abstract
The objectives of this study are to analyze the short and long run
relationship between four macro economic variables, exchange rate, money
supply, inflation, GDP and Jakarta Composite (JKSE). The data sample used in
this study are montly time series data from period January 2006 to December
2010. A method of analiysis in this study are Error Corection Model (ECM)
developed by Engle-Granger.
The research shows that there are a relationship between variable
inflation, exchange rates Rupiah to US dollar and SBI discount rate to Jakarta
Composite (JKSE) in the long term, There is a relationship only between GDP
and Jakarta Composite (JKSE) in the longer term. It’s mean that inflation,
exchange rates and SBI discount rate influence the Jakarta Composite (JKSE).
But in the short term, there are no relationship between GDP and inflation to
Jakarta Composite (JKSE), There are a relationship only on .exchange rates
Rupiah to US dollar and SBI discount rate to Jakarta Composite (JKSE) . It’s
mean that exchange rates Rupiah to US dollar and SBI discount rate influence the
Jakarta Composite (JKSE) in the short term.
Keywords: GDP, Inflation, Exchange Rate Rupiah to US dollar, SBI discount
rate, Jakarta Composite (JKSE), Error Corection Model (ECM)
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dalam jangka pendek dan
jangka panjang antara variabel makroekonomi yaitu : GDP, Inflasi, nilai tukar
rupiah (Kurs), suku bunga (SBI) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bulanan periode
Januari 2006 – Desember 2010. Metode analisis mengunakan Error Corection
Model (ECM) yang dikembangkan oleh Engel-Granger.
Hasil penelitian dengan mengunakan alat analisis diatas adalah : (i) Dalam
jangka panjang variabel Inflasi, nilai tukar rupiah (kurs) dan tingkat suku bunga
SBI mempunyai pengaruh terhadap IHSG, sedangkan variabel GDP tidak
mempunyai pengaruh terhadap IHSG. hal ini membawa implikasi bahwa dalam
jangka panjang variabel Inflasi, Kurs dan suku bunga SBI dapat digunakan untuk
memprediksi pergerakan Indeks IHSG dan GDP bukan merupakan indikator yang
baik untuk memprediksi pergerakan Indeks IHSG. (ii) Dalam jangka pendek
variabel GDP dan Inflasi tidak terdapat pengaruh terhadap IHSG, sedangkan
variabel Kurs dan suku bunga SBI yang mempengaruhi IHSG. Hal ini membawa
implikasi bahwa dalam jangka pendek variabel GDP dan Inflasi bukan merupakan
indikator yang baik untuk memprediksi pergerakan Indeks IHSG. Tetapi Kurs dan
suku bunga SBI dapat digunakan untuk memprediksi pergerakan Indeks IHSG
dalam jangka pendek.
Kata Kunci : GDP, Inflasi, Kurs, suku bunga SBI, IHSG, Error Corection Model
(ECM).
Kata Pegantar
Assalamu’alaikum Wr Wb.
Segala Puji Syukur penulis hanturkan kepada kehadirat Allah SWT, Sang
Raja Manusia yang mengajari manusia dengan perantaraan kalam. Dialah Tuhan
pengasih, Tuhan penyayang, Tuhan segala agama. Saya ingin memulai ucapan
terima kasih dengan mengucap syukur atas segala sesuatu yang dianugrahkan
Allah, yang tak terbatas, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Kekuatan
spiritual yang menakjubkan telah membawa saya untuk mewujudkan skripsi ini.
Tak lupa pula Shalawat dan Salam selalu tercurahkan kepada Nabi besar
Muhammad SAW, yang telah membawa risalah dalam suatu kebaikan dan
perdamaian melalui perbaikan akhlak kepada seluruh umat manusia.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tersusunnya skripsi ini bukan
merupakan satu hasil dari usaha segelintir orang, karena setiap keberhasilan
manusia tidak pernah lepas dari bantuan orang lain. Oleh karena itu dengan
ketulusan dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang telah
memberikan masukan yang berarti dalam proses penelitian dan penyusunan
skripsi ini. Untuk itu, ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan
kepada :
1. Teristimewa untuk kedua orang tua ku, Ibu Mujiati dan Bapak Marsono,
terima kasih atas segala kasih sayang, do’a dan Ridhanya dari kalian,
Mama, aku teringat oleh pesan yang pernah diucapkan untukku “jalani
hidup dengan hati yang tulus” kalimat tersebut memberikan makna dari
kehidupan yang aku jalani selama ini, aku akan selalu berbakti
dan
membanggakan Mama selamanya. Bapak, terima kasih atas semua
pengorbanan yang telah bapak berikan kepada saya, mulai dari hal yang
terkecil sampai yang terbesar. Bapak rela berkorban, untuk memberikan
pendidikan yang terbaik buat saya sampai saat ini.
2. Mba Nur, kakak ku tercinta dan Lek Ngadino. Terima kasih atas dukungan
baik moril maupun materilnya disaat aku kuliah. Semangat dan dorongan
yang kalian berikan, selalu menjadi motivasi untuk aku.
3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, M.Si Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni selaku pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, arahan (berdiskusi), perhatian, semangat dan
kemudahan dalam penyusunan skripsi ini, mulai dari awal penulisan
penelitian ini sampai pada akhir.
5. Ibu Utami Baroroh, M.Si, selaku pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, arahan, perhatian, semangat dan memberikan banyak ilmu
yang bermanfaat kepada saya, demi selesainya skripsi ini dengan baik.
6. Bapak Dr. Lukaman, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan.
7. Bapak Dr. Ir. H. Roikhan Mochamad Aziz, MM. selaku dosen penguji ahli
juga sebgai pengagas @sinlammim @319913616 dan dosen pengampu
ekonomi moneter 2.
8. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan ilmuilmu yang bermanfaat buat saya, sungguh mulia mendidik dan
membangun mencerdaskan anak bangsa. Juga staff karyawan yang telah
memberikan pelayanan terbaik kepada setiap mahasiswa, khususnya di
Jurusan IESP.
9. Keluarga Besar HMI KAFEIS, Wasis Handoko, Adi Komba, M. Fauzi,
Aditya Rhamadan, AT. Sony, Dendy S, Chairul Irfani, Bang Taka, Bang
Ojie dan Kakanda Sugih Waluyo. Semoga kita semua (kader HMI)
menjadi kualitas INSAN CITA yang baik sesuai dengan Tujuan HMI.
Yakin Usaha Sampai.
10. Keluarga besar IESP 2007. konsetrasi Moneter, Pembangunan dan
Syariah. kenangan bersama kalian takan terlupakan olehku. Didalam kelas
kita pernah bertukar pikiran, saling mengeluarkan pendapat dan saling
menciptakan kebersamaan. Sukses selalu untuk semuanya
11. Terimakasih untuk Kak Wastriati yang sudah meluangkan waktunya untuk
mengajari saya dalam olah data di Eviews 6.0 (EG-ECM).
12. Teman terbaikku JB.Sugma, Reza, Rizi, Ahmad, Syamsul, Fahmi dan
Muiz L. terkadang kita selalau berbeda pendapat, tetapi kebersamaan kita
tetap selalu ada setiap saat. Sukses ya untuk Kita.
13. Teman-teman seperjuangan di kelas Ekonomi Moneter, Rahmad, Afaqa,
Nowo, Danang, Mario, Alisah, Ulie, Hery, Darso, Milad, Tika, Fenny,
Arini, Anin dan Aria. “MEMO HOLIC 07”. Teman-teman IESP B 2007
Rizka, Hikmah, Yunie, Edo, Aldi, Regina, Dini dan lainnya. Semoga
kalian semua Sukses.
14. Bude Par dan Pakde Broto selaku Ibu dan Bapak KOS, terimakasih
semangat, do’a dan motivasi kalian. Sehingga saya bisa bersemangat
untuk menyelesaikan studi di UIN.
15. Teman kosan Astriadi Setrawandana, kita selalu berdiskusi bareng tentang
pengembangan karakter Pria Idaman untuk menjadi menarik dimata
wanita. Kapan-kapan kita Sharging dan Approach barenglah.
Saya berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi serta menambah
pustaka dan referensi bagi semua pihak yang membutuhkan. Saran dan masukan
dari para pembaca, untuk skripsi ini sangatlah diharapkan. Terimakasih
Billahi Taufik Wal Hidayah
Wassalamualaikum. Wr. Wb
Jakarta, 16 Juni 2011
Slamet Widodo
DAFTAR ISI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
i
ABSTRACT
iii
ABSTRAK
iv
KATA PENGANTAR
v
DAFTAR ISI
viii
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
BAB I PENDAHULUAN
1
A.
Latar Belakang Penelitian
B.
Rumusan Masalah
11
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
11
1. Tujuan Penelitian
11
2. Manfaat Penelitian
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
1
14
Pasar Modal
14
1. Jenis Pasar Modal
16
2. Instrumen Pasar Modal
17
B.
Indeks Harga Saham
18
C.
Gross Domestic Product (GDP)
23
1. PDB Nominal
25
2. PDB Riil
25
Inflasi
26
1. Teori Inflasi
28
2. Jenis Inflasi
30
3. Klasifikasi Inflasi
36
4. Dampak Inflasi
37
Nilai Tukar Rupiah (KURS)
39
D.
E.
F.
1. Pengertian Nilai Tukar Rupiah
39
2. Sistem Kurs Valas
41
3. Penentuan Kurs Mata Uang
44
Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia
47
1.
Pengertian Sertifikat Bank Indonesia(SBI)
48
2.
Tujuan Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
48
G.
Penelitian Terdahulu
49
H.
Keterkaitan Antar Variabel
57
I.
Kerangka Pemikiran
59
J.
Hipotesis
62
BAB III METODE PENELITIAN
63
A.
Ruang lingkup Penelitian
63
B.
Metode Penentuan Sampel
63
C.
Metode Pengumpulan Data
64
D.
Metode Analisis Data
65
1. Uji Linieritas
66
2. Uji Akar Unit
67
3. Uji Drajat Integrasi
69
4. Uji Kointegrasi
70
5. Uji Asumsi Klasik
71
6. Uji Error Corection Model (ECM)
75
7. Uji Error Corection Term (ECT)
77
Operasional Variabel
78
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
82
E.
A.
Sekilas Gambaran Umum Obyek Penelitian
82
1. Sejarah Pasar Modal Indonesia
82
2. Deskripsi Variabel Penelitian
87
a. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
87
b. Gross Domstict Product (GDP)
90
B.
c. Inflasi
91
d. Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD (KURS)
93
e. Suku Bunga SBI
95
Analisis Data
96
1. Uji Linieritas
97
2. Uji Akar Unit
98
3. Uji Derajat Integrasi
100
4. Uji Kointegrasi
101
5. Uji Asumsi Klasik
102
6. Uji Error Corection Model (ECM)
104
Interpretasi Data
107
1. Konstanta
107
2. GDP terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
108
3. Inflasi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
108
4. Kurs terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
109
5. SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
110
Pembahasan Analisis Statistik
111
1. Analisis Jangka Pendek
111
2. Analisis Jangka Panjang
112
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
115
C.
D.
A.
Kesimpulan
115
B.
Saran
116
DAFTAR PUSTAKA
118
LAMPIRAN
123
DAFTAR TABEL
No.
Keterangan
Halaman
1.1.
Data Perkembangan IHSG 2001-2008
5
2.1.
Ringkasan Penelitian Terdahulu
54
3.1.
Matriks Operasional Variabel Pengaruh Variabel Ekonomi Makro
81
4.1.
Uji Ramsey RESET
97
4.2.
Uji Akar Unit Phillips-Perron test pada tingkat Level
98
4.3.
Uji Akar Unit Phillips-Perron test pada tingkat First Difference
99
4.4.
Uji Akar Unit Phillips-Perron test pada tingkat Second Difference
100
4.5.
Uji Kointegrasi
101
4.6.
Uji Lagrange Multiple Test
103
4.7.
Uji White Heteroskedasticity
104
4.8.
Hasil Regresi Error Corection Model (ECM)
105
4.9.
Hasil Regresi ECM
107
DAFTAR GAMBAR
No.
Keterangan
Halaman
1.1.
Perkembangan IHSG Januari 2006-Desember 2010
6
2.1.
Demand-Pull Inflation
32
2.2.
Cost-Push Inflation
33
2.3.
Diagram Kerangka Pemikiran Penelitian Secara Keseluruhan
61
3.1.
Statistik d Durbin-Watson
73
4.1.
Grafik Perkembangan IHSG
88
4.2.
Grafik Gross Domestic Product (GDP)
90
4.3.
Grafik Laju Inflasi
92
4.4.
Grafik Kurs
94
4.5.
Grafik Tingkat SBI
95
4.6
Uji Normalitas Jarque-Bera
102
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Keterangan
Halaman
1
123
2
Data Variabel Makro Ekonomi Indonesia periode 2006.1 s.d
2010.12
Uji Stasioner Tingkat LEVEL
3
Uji Stasioner Tingkat 1’st Different
128
4
Uji Stasioner Tingkat 2’nd Different
131
5
Uji Kointegrasi
134
6
Uji Ramsey RESET Test
135
7
Uji Lagrange Multiple Test
136
8
Uji White Heteroskedasticity
137
9
Hasil Regresi Error Correction Model
138
125
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Globalisasi perdagangan bebas di seluruh dunia secara langsung
berpengaruh terhadap kondisi perekonomian suatu negara. Persaingan global
mendorong pemerintah lebih memperhatikan berbagai aspek, khususnya aspek
ekonomi. Era globalisasi sendiri merupakan suatu yang positif. Dalam
pengertian sebagai proses dimana ekonomi semua negara saling berinteraksi
secara timbal balik satu sama lain dan dengan demikian memberikan peluang
bagi masing-masing negara untuk mengembangkan dan meningkatkan
ekonominya.
Salah satu ciri inheren sekaligus sebagai kebutuhan utama sebuah
negara yang mengikuti persaingan global dan berpartisipasi sebagai price
taker dalam pasar modal adalah ketersediaan modal. Sehingga setiap negara
yang akan membangun pasti memerlukan modal. Modal yang digunakan dapat
berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Dalam teori pembangunan
ekonomi neo klasik yang dipelopori oleh Robert Solow menyatakan
pendapatnya, ditegaskan secara implisit tentang peranan modal dalam proses
pembangunan. Akumulasi modal sangat diperlukan untuk meningkatkan daya
serap perekonomian terhadap angkatan kerja. Semakin tinggi modal yang
yang tersedia dalam perekonomian, semakin tinggi pula kemampuan
perekonomian tersebut menyerap tenaga kerja.
Di era globalisasi ini, hampir semua negara menaruh perhatian besar
terhadap pasar modal karena memiliki peranan strategis bagi penguatan
ketahanan ekonomi suatu negara. Terjadinya pelarian modal ke luar negeri
(capital flight) bukan hanya merupakan dampak merosotnya nilai rupiah atau
tingginya inflasi dan rendahnya suku bunga di suatu negara, tetapi karena
tidak tersedianya alternatif investasi yang menguntungkan di negara tersebut,
atau pada saat yang sama, investasi portofolio di bursa negara lain
menjanjikan keuntungan yang jauh lebih tinggi. Keadaan ini terjadi sebagai
konsekuensi dari terbukanya pasar saham terhadap investor asing (Paulus
Situmorang, 2008:7).
Negara Indonesia bisa dikatakan masuk dalam kategori negara
berkembang di kancah internasional, pastinya membutuhkan adanya modal
atau dana dalam jumlah yang besar sebanding dengan pertumbuhan yang
ditargetkan. Dalam hal ini pasar modal mempunyai peranan yang strategis
dalam perekonomian Indonesia, pasar modal merupakan salah satu pilar
ekonomi indonesia yang dapat menjadi penggerak ekonomi nasional melalui
peranannya sebagai wahana sumber pembiayaan bagi perusahaan dan
alternatif investasi bagi para pemodal.
Pasar modal diharapkan dunia usaha memperoleh sebagian atau
bahkan seluruh pembiayaan jangka panjang yang diperlukan. Pasar modal
merupakan lahan untuk mendapatkan modal investasi, sementara investor
pasar modal merupakan lahan untuk menginvestasikan uangnya. Setiap
investor dalam mengambil keputusan investasi selalu dihadapkan pada
sejumlah alternatif, apakah ia akan menginvestasikan dananya dalam bentuk
asset real seperti membeli peralatan produksi dan mengoperasikannya untuk
mendapatkan keuntungan, atau memilih melakukan investasi dalam bentuk
asset financial dengan membeli sekuritas yang berpendapatan tetap seperti
deposito (pasar uang), obligasi (pasar modal), Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
atau membeli sekuritas yang berpendapatan tidak tetap seperti saham (pasar
modal).
Pasar modal memegang peranan penting dalam perekonomian
Indonesia, dimana nilai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dapat menjadi
leading indicator economic pada suatu negara. Pergerakan indeks sangat
dipengaruhi oleh ekspektasi investor atas kondisi fundamental negara maupun
global. Adanya informasi baru akan berpengaruh pada ekspektasi investor
yang akhirnya akan berpengaruh pada indeks harga saham (Pananda Pasaribu,
2008). Indeks harga saham merupakan bagian paling penting dalam
pembicaraan mengenai pasar modal, karena indeks ini merupakan indikator
dari berbagai hal dan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
membuat kebijakan-kebijakan dibidang ekonomi makro, ekonomi mikro,
moneter dan kebijakan lainya (Paulus Situmorang, 2008:133). Selain itu,
menurut Pandji Anoraga dan Piji Pakarti (2008:110), pertumbuhan ekonomi
yang baik secara umum menunjukan tingkat perbaikan kesejahteraan
masyarakat, dan hal ini biasanya akan diikuti dengan kegiatan pasar modal
yang bergairah.
Indeks harga saham bisa dikatakan sebgai barometer kesehatan
ekonomi suatu negara dan sebagai pasar melakukan analisis statistik atas
kondisi pasar terakhir (current market). Sebagaimana diketahui bahwa, saham
sebagai bukti kepemilikan perusahaan yang merupakan surat berharga atau
efek yang diterbitkan oleh perusahaan yang terdaftar di bursa (go public).
Fluktuasi harga saham ditentukan oleh kemampuan perusahaan dalam
memperoleh laba. Apabila laba yang diperoleh perusahaan relatif tinggi, maka
kemungkinan besar bahwa deviden yang dibayarkan relatif tinggi, hal ini akan
berpengaruh positif terhadap harga saham di bursa, dan investor akan tertarik
untuk membelinya. Akibat permintaan akan saham tersebut meningkat,
sehingga akhirnya harga nya juga meningkat. Peningkatan harga saham ini
akan menimbulkan capital gain bagi para pemegangnya (Abdul Halim,
2005:12)
Sejak didirikan pada tahun 1912, Bursa Efek Indonesia (Indonesian
Stock Exchange) atau BEI sebagai pasar modal terbesar di indonesia telah
mengalami perkembangan yang cukup pesat, bila melihat indikator ekonomi
beberapa tahun yang lalu setelah krisis moneter tahun 1998 yang melanda
indonesia, gejala pemulihan kepercayaan masyarakat mulai tampak. Dapat
dilihat pada Tabel 1.1 Data Perkembangan IHGS tahunan.
Tabel 1.1. Data Perkembangan IHSG 2001-2008
Tahun
IHSG (point)
2001
392,03
2002
424,94
2003
679,3
2004
820,1
2005
1.162,63
2006
1.553,062
2007
1.805,23
2008
2.830,263
Sumber data : www.jsx.co.id
Berdasarkan tabel 1.1 dapat dilihat bahwa, pada September 2004,
IHSG mencapai 820,1 dan sampai Desember 2005 telah mencapai 1.162,63.
Ini merupakan peningkatan yang cukup signifikan mengingat IHSG pada
tahun 2001, 2002, dan 2003 baru mencapai 392,03, 424,94, dan 679,3.
Kemudian sepanjang periode bulan Januari 2006 – Januari 2008, PT Bursa
Efek Indonesia (BEI) terus menerus berupaya menciptakan pasar yang
semakin likuid, wajar, teratur dan transparan. Sepanjang periode di atas, bursa
telah menunjukkan prestasi yang sangat menggembirakan. Salah satunya
ditunjukkan dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) BEI yang
berhasil mencatat rekor tertinggi pada tanggal 11 Januari 2008 di level
2.830.263 poin (www.jsx.co.id).
Indeks harga saham mengalami peningkatan yang semakin pesat sejak
krisis ekonomi yang telah melanda indonesia pada tahun 1998. Hal ini di
tunjukan dari perkembangan nilai IHSG dan nilai transaksi. Nilai IHSG
mengalami peningkatan hingga 400 persen dari tahun 2000 hingga 2008.
Kondisi ini juga diikuti nilai transaksi yang terus semakin meningkat. Nilai
IHSG yang semakin tinggi merupakan bentuk kepercayaan investor atas
kondisi ekonomi indonesia semakin kondusif (Adler Manurung, 2008:1).
Perkembangan yang cukup pesat juga dialami pergerakan IHSG
setelah terjadi krisis ekonomi global, melihat beberapa tahun yang lalu IHSG
terkena dampak krisis global pada akhir tahun 2008 yang melanda Amerika.
Dapat dilihat pada Gambar 1.1 Perkembangan IHSG bulanan.
Gambar 1.1. Perkembangan IHSG Januari 2006-Desember 2010
Sumber : Bursa Efek Indonesia (BEI)
Berdasarkan Gambar 1.1. dapat dilihat bahwa IHSG mengalami
peningkatan yang cukup drastis dari awal tahun 2006 sampai dengan awal
tahun 2008. Namun di pertengahan tahun 2008 terjadi krisis ekonomi global
yang berasal dari Amerika Serikat telah meruntuhkan perekonomian benua
Eropa dan Asia. Khususnya neraga berkembang, seperti Indonesia terkena
dampak dari krisis finansial global tersebut sehingga telah mendorong
jatuhnya nilai indeks harga saham sebesar 50% dalam kurun waktu yang
relatif singkat (satu tahun) IHSG terus mengalami penurunan, dan puncaknya
terjadi pada awal bulan Oktober 2008, dimana IHSG terkoreksi sebesar
10,38% hingga menyentuh level 1.451,669. Hal tersebut mendorong BEI mensuspend perdagangan efek bersifat ekuitas dan derivatif diseluruh pasar hingga
dibuka kembali pada tanggal 13 Oktober 2008. Tujuan suspensi tersebut
adalah untuk memberikan perlindungan kepada investor dan pasar secara lebih
luas. Pada tiga bulan terkhir di tahun 2008 IHSG terus menurun yang diikuti
dengan penurunan nilai kapitalisasi pasar di BEI. Hal tersebut menyebabkan
pada akhir tahun 2008, IHSG ditutup pada level 1.340,892 atau turun sebesar
51,17% dari level penutupan di tahun 2007 sebesar 2.745,826. Memasuki
tahun 2009 IHSG kembali mengalami penguatan dimana pada bulan Oktober
telah mecapai level 2.528,14. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya menurunnya harga minyak dunia, menguatnya nilai tukar rupiah,
serta sentimen regional (yahoo.finance.com).
Indonesia sebagai negara berkembang mendapat pengaruh yang cukup
besar dari krisis finansial global. Berbagai kebijakan diambil pemerintah
untuk meredam pengaruh buruk dari krisis, mulia dari menaikan tingkat suku
bunga, menaikan harga bahan minyak, maupun memperketat lalu lintas mata
uang asing (Pananda Pasaribu, 2008:2).
Pergerakan indeks saham disuatu negara tidak lepas dari kondisi
perekonomian negara itu sendiri secara makro (Budi Frensidy, 2009:1).
Variabel makro yang digunakan dalam penelitian ini yang dianggap
mempengaruhi indeks harga saham adalah pertumbuhan ekonomi (GDP),
inflasi, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS dan suku bungan SBI. Variabel
tersebut sangat berpengaruh terhadap peluang untuk berbisnis di suatu negara.
Negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi tentu akan lebih
menarik investor dibanding dengan negara yang pertumbuhan ekonominya
lambat (Budi Raharjo, 2009:69). Jika kinerja ekonomi memburuk maka hargaharga saham juga akan memburuk sehingga indek harga saham akan menurun,
demikian sebaliknya. Pertumbuhan ekonomi dan inflasi akan mempengaruhi
daya beli masyarakat investor sekaligus kinerja perusahaan yang listed di
pasar modal sehingga demand dan supply saham juga terpengaruh yang pada
akhirnya akan mempengaruhi indeks harga saham (Hendrie Anto 2008:4).
Pertumbuhan investasi pasar modal di suatu negara salah satunya akan
dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi (GDP) di negara tersebut. Semakin
baik tingkat perekonomian suatu negara, maka semakin baik pula tingkat
kemakmuran penduduknya. Tingkat kemakmuran yang lebih tinggi ini
umumnya
ditandai
dengan
adanya
kenaikan
tingkat
pendapatan
masyarakatnya. Dengan adanya peningkatan pendapatan tersebut, maka akan
semakin banyak orang yang memiliki kelebihan dana, kelebihan dana tersebut
dapat
dimanfaatkan
untuk
disimpan
dalam
bentuk
tabungan
atau
diinvestasikan dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan dalam
pasar modal (Laporan Tahunan BI, 2001).
Inflasi menunjukkan arus harga secara umum (Samuelson, 1992).
Inflasi sangat terkait dengan penurunan kemampuan daya beli, Meningkatnya
inflasi diukur dari kenaikan harga konsumen secara umum dan terus-menerus,
yang tercermin dari Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index). Inflasi
yang tinggi akan membuat investor menilai rendah (undervalue) pada saham.
Semakin tinggi inflasi maka indeks harga saham akan turun, sehingga terdapat
hubungan yang negatif antara tingkat inflasi dengan indeks harga saham.
Fluktuasi nilai rupiah terhadap mata uang asing yang stabil akan sangat
mempengaruhi iklim investasi di dalam negeri, khususnya pasar modal.
Terjadinya apresiasi kurs rupiah terhadap dolar misalnya, akan memberikan
dampak terhadap perkembangan pemasaran produk Indonesia di luar negeri,
terutama dalam hal persaingan harga. Apabila hal ini terjadi, secara tidak
langsung akan memberikan pengaruh terhadap neraca perdagangan, karena
menurunnya nilai ekspor dibandingkan dengan nilai impor. Seterusnya, akan
berpengaruh pula kepada neraca pembayaran Indonesia. Dan memburuknya
neraca pembayaran tentu akan berpengaruh terhadap cadangan devisa.
Berkurangnya cadangan devisa akan mengurangi kepercayaan investor
terhadap perekonomian Indonesia, yang selanjutnya menimbulkan dampak
negatif terhadap perdagangan saham di pasar modal sehingga terjadi capital
outflow. Selanjutnya bila terjadi penurunan kurs yang berlebihan, akan
berdampak pada perusahaan-perusahaan go public yang menggantungkan
faktor produksi terhadap barang-barang impor. Besarnya belanja impor dari
perusahaan seperti ini bisa mempertinggi biaya produksi, serta menurunnya
laba perusahaan. Selanjutnya dapat ditebak, harga saham perusahaan itu akan
anjlok (Ana Oktavia, 2007:32).
Suku bunga SBI, sebagai prime rate dijadikan tingkat keuntungan
bebas resiko, sehingga investor akan menjadikan bunga SBI sebagi tingkat
keuntungan minimum dalam investasi lainya. Kenaikan tingkat suku bunga
dapat meningkatkan beban perusahaan (emiten) yang lebih lanjut dapat
menurunkan harga saham. Kenaikan ini juga potensial mendorong investor
mengalihkan dananya ke pasar uang atau tabungan maupun deposito sehingga
investasi di lantai bursa turun dan selanjutnya dapat menurunkan harga saham.
Hal ini telah dibuktikan oleh Deddy Azhar Mauliano (2009: 2) bahwa tingkat
suku bunga SBI berpengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia.
Berdasarkan latar belakang tersebut, Pergerakan IHSG yang cenderung
mengikuti pertumbuhan ekonomi (GDP), tingkat inflasi, pergerakan nilai tukar
Rupiah terhadap Dollar AS, dan tingkat suku bunga (SBI) menjadi
ketertarikan bagi peneliti untuk menelaah lebih lanjut mengenai variabel
ekonomi makro, apakah sebenarnya berpengaruh, baik jangka pendek maupun
jangka panjang terhadap IHSG dari perusahaan yang listing di Bursa Efek
Indonesia. Oleh karena itu, dalam skripsi peneliti mengambil judul
“Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Indeks Harga Saham :
Studi Kasus IHSG Periode Januari 2006 – Desember 2010”.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat diambil beberapa rumusan masalah
yang bersangkutan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek
Indonesia adalah :
1. Bagaimana pengaruh jangka pendek variabel ekonomi makro yang
meliputi pertumbuhan ekonomi (GDP), Inflasi, Kurs Rupiah terhadap
Dollar AS dan suku bunga (SBI) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan
periode Januari 2006 – Desember 2010?
2. Bagaimana pengaruh jangka panjang variabel ekonomi makro yang
meliputi pertumbuhan ekonomi (GDP), Inflasi, Kurs Rupiah terhadap
Dollar AS dan suku bunga (SBI) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan
periode Januari 2006 – Desember 2010?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dengan adanya rumusan masalah yang sudah dipaparkan di atas, maka
tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah :
1. Untuk menganalisis pengaruh jangka pendek variabel ekonomi makro
yang meliputi
pertumbuhan ekonomi (GDP), Inflasi, Kurs Rupiah
terhadap Dollar AS dan suku bunga (SBI) terhadap Indeks Harga
Saham Gabungan periode Januari 2006 – Desember 2010?
2. Untuk menganalisis pengaruh jangka panjang variabel ekonomi makro
yang meliputi
pertumbuhan ekonomi (GDP), Inflasi, Kurs Rupiah
terhadap Dollar AS dan suku bunga (SBI) terhadap Indeks Harga
Saham Gabungan periode Januari 2006 – Desember 2010?
2. Manfaat Penelitian
Dengan melaksanakan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi pihak- pihak terkait diantaranya :
1. Bagi lembaga moneter seperti Bank Indonesia dan Pasar Modal,
penelitian ini dapat dijadikan refrensi dalam menetapkan kebijakan
maupun mengambil keputusan ekonomi.
2. Sebagai informasi bagi para investor dan calon investor yang
berinvestasi di pasar modal Indonesia khususnya pada Indeks Harga
Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia, agar mempertimbangkan
variabel ekonomi makro indonesia, supaya dijadikan pertimbangan
dalam menentukan apakah akan menjual, membeli, ataukah menahan
saham yang mereka miliki berkenaan dengan pertumbuhan ekonomi
(GDP), perubahan inflasi, kurs Rupiah terhadap Dollar AS dan tingkat
suku bunga SBI.
3. Bagi peneliti sendiri, penelitian ini dapat membuka cakrawala baru.
Bahwa faktor-faktor ekonomi makro juga berpotensi mempengaruhi
kinerja bursa saham, jadi tidak hanya faktor-faktor internal bursa itu
sendiri saja.
4. Sebagai salah satu bahan referensi bagi peneliti selanjutnya mengenai
pengaruh ekonomi makro suatu negara terhadap indeks harga saham
tertentu di sebuah negara.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pasar Modal
Pasar modal sama seperti pasar pada umumnya, yaitu tempat
bertemunya
antara
penjual
dan
pembeli.
Di
pasar
modal,
yang
diperjualbelikan adalah modal berupa hak pemilikan perusahaan dan surat
pernyataan hutang perusahaan. Pembeli modal adalah individu atau
organisasi/lembaga yang bersedia menyisihkan kelebihan dananya untuk
melakukan kegiatan yang menghasilkan pendapatan melalui pasar modal,
sedangkan penjual modal adalah perusahaan yang memerlukan modal atau
tambahan modal untuk keperluan usahanya.
“A stock market or equity market is a public market for the trading of
company stock and derivatives at an agreed price, these are securities listed
on a stock exchange as well as those only traded privately” (Jhon Wiley,
2001:41).
Pasar modal sebagai pasar keuangan untuk dana-dana jangka panjang
atau dana yang jatuh tempo lebih dari satu tahun dan merupakan pasar yang
konkrit (Ahamad Rodoni, 2008:40).
Pengertian pasar modal berdasarkan Keputusan Presiden No. 52 Tahun
1976 tentang Pasar Modal menyebutkan bahwa Pasar Modal adalah Bursa
Efek seperti yang dimaksud dalam UU No. 15 Tahun 1952 (Lembaran Negara
Tahun 1952 Nomor 67). Menurut UU tersebut, bursa adalah gedung atau
ruangan yang ditetapkan sebagai kantor dan tempat kegiatan perdagangan
efek, sedangkan surat berharga yang dikategorikan sebagai efek adalah saham,
obligasi, serta surat bukti lainnya yang lazim dikenal sebagai efek. Menurut
UU. No. 8 tahun 1995 tentang pasar modal, bursa efek adalah pihak yang
menyelenggarakan
dan
menyediakan
sistem
atau
sarana
untuk
mempertemukan penawaran jual beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan
memperdagangakan efek diantara mereka.
Pasar modal adalah pasar yang dikelola secara terorganisir dengan
aktivitas perdagangan surat berharga, seperti saham, obligasi, option, warrant,
right, dengan menggunakan jasa perantara, komisioner, dan underwriter
(BLKL 2 – Pasar Modal hal.2)
Pasar modal merupakan alternatif penghimpunan dana selain sistem
perbankan. Menurut Suad Husnan (1994), pasar modal adalah pasar dari
berbagai instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang yang dapat diperjual
belikan, baik dalam bentuk hutang (obligasi) maupun modal sendiri (saham)
yang diterbitkan pemerintah dan perusahaan swasta. Pasar modal sebagai
salah satu sumber pembiayaan eksternal jangka panjang bagi dunia usaha
khususnya perusahaan yang go public dan sebagai wahana investasi bagi
masyarakat (Farid Harianto dan Siswanto Sudomo, 1998).
Kepemilikan saham oleh masyarakat melalui pasar modal, dapat
menjadikan masyarakat bisa menikmati keberhasilan perusahaan melalui
pembagian deviden dan peningkatan harga saham yang diharapkan.
Kepemilikan saham oleh masyarakat juga dapat memberikan pengaruh positif
terhadap pengelolaan perusahaan melalui pengawasan langsung oleh
masyarakat dan dampaknya akan memberikan hal positif terhadap
perekonomian secara makro, walaupun tidak secara langsung dalam
prosesnya.
1. Jenis Pasar Modal
Dalam menjalankan fungsinya, pasar modal dibagi menjadi tiga
macam, yaitu pasar perdana, pasar sekunder, dan bursa paralel.
a. Pasar perdana adalah penjualan perdana efek atau penjualan efek oleh
perusahaan yang menerbitkan efek sebelum efek tersebut dijual
melalui bursa efek. Pada pasar perdana, efek dijual dengan harga
emisi,
sehingga
perusahaan
yang
menerbitkan
emisi
hanya
memperoleh dana dari penjualan tersebut.
b. Pasar sekunder adalah penjualan efek setelah penjualan pada pasar
perdana berakhir. Pada pasar sekunder ini harga efek ditentukan
berdasarkan kurs efek tersebut. Naik turunnya kurs suatu efek
ditentukan oleh daya tarik menarik antara permintaan dan penawaran
efek tersebut. Bagi efek yang dapat memenuhi syarat listing dapat
menjual efeknya di dalam bursa efek, sedangkan bagi efek yang tidak
memenuhi syarat listing dapat menjual efeknya di luar bursa efek.
c. Bursa paralel merupakan pelengkap bursa efek yang ada. Bagi
perusahaan yang menerbitkan efek yang akan menjual efeknya melalui
bursa
dapat
dilakukan
melalui
bursa
paralel.
Bursa
paralel
diselenggarakan oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek-efek
(PPUE).
2. Instrumen Pasar Modal
Saham Salah satu efek yang pasar umum yang dijual di pasar
modal (bursa efek) adalah saham. Saham adalah tanda penyertaan modal
pada suatu Perseroan Terbatas (PT).
Manfaat yang diperoleh dari
pemilikan saham adalah sebagai berikut :
a. Deviden : bagian dari keuntungan yang dibagikan kepada pemilik
saham.
b. Capital gain : keuntungan yang diperoleh dari selisih positif harga
beli dan harga jual saham.
c. Manfaat nonfinansial, yaitu mempunyai hak suara dalam aktivitas
perusahaan.
Saham yang diterbitkan emiten ada 2 macam, yaitu saham biasa
(common stock) dan saham istimewa (preffered stock). Perbedaan saham
ini berdasarkan pada hak yang melekat pada saham tersebut. Hak ini
meliputi hak atas menerima deviden, memperoleh bagian kekayaan jika
perusahaan dilikuidasi setelah dikurangi semua kewajiban-kewajiban
perusahaan. Ciri-ciri saham istimewa adalah :
a. Hak utama atas deviden, artinya saham istimewa mempunyai hak
terlebih dahulu dalam hal menerima deviden.
b. Hak utama atas aktiva perusahaan, artinya dalam hal likuidasi berhak
menerima pembayaran maksimum sebesar nilai nominal saham
istimewa setelah semua kewajiban perusahan dilunasi.
c. Penghasilan tetap, artinya pemegang saham istimewa memperoleh
penghasilan dalam jumlah yang tetap.
d. Jangka waktu yang tidak terbatas, artinya saham istimewa yang
diterbitkan mempunyai jangka waktu yang tidak terbatas, akan tetapi
dengan syarat bahwa perusahaan mempunyai hak untuk membeli
kembali saham istimewa tersebut dengan harga tertentu.
e. Tidak mempunyai hak suara, artinya pemegang saham istimewa tidak
mempunyai suara dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham).
Saham
istimewa
kumulatif,
artinya
deviden
yang tidak
dibayarkan oleh perusahaan kepada pemegang saham tetap menjadi hak
pemegang saham istimewa tersebut. Jika suatu saat perusahaan tidak
membagikan deviden, maka pada periode yang lain jika perusahaan
tersebut membagikan deviden, maka perusahaan harus membayarkan
deviden terutang tersebut sebelum membagikannya kepada pemegang
saham biasa.
B. Indeks Harga Saham
Indeks Harga Saham adalah salah satu indikator utama yang ada di
pasar modal, yang menunjukan pergerakan perekonomian sehingga saham
digunakan sebagai ukuran. Secara sederhana, indeks harga saham adalah suatu
angka yang digunakan untuk membandingkan suatu peristiwa dengan suatu
peristiwa lainnya. Angka indeks pada dasarnya merupakan satu angka yang
dibuat sedemikian rupa sehingga dapat di pergunakan untuk melakukan
perbandingan antara kegiatan yang sama (produksi, ekspor, hasil penjualan,
jumlah uang yang beredar dan lainnya) dalam dua waktu yang berbeda.
Abdul (2006: 12), menyatakan bahwa Indeks Harga Saham merupakan
ringkasan dari pengaruh simultan dan kompleks dari berbagai macam variabel
yang berpengaruh, terutama tentang kejadian-kejadian ekonomi. Seperti
halnya IHSG, di tentukan dengan mengunakan seluruh yang tercatat di Bursa
Efek Indonesia, dimana senantiasa digunakan tanggal 10 Agustus 1982
sebagai nilai dasar IHSG.
Jogiyanto (1998:268) berpendapat bahwa angka indeks atau sering
disebut indeks adalah angka yang adapat digunakan untuk melakukan
perbandingan antara kegiatan yang sama dalam waktu yang berbeda.
Saat ini di Bursa Efek Jakarta (BEJ) terdapat 11 (sebelas) jenis indeks,
sebagai berikut (www.jsx.co.id):
1. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) atau juga dikenal dengan
Jakarta Composite Index (JKSE), mencakup pergerakan harga seluruh
saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEJ.
2. Indeks Harga Saham Individual (IHSI), merupakan indeks untuk
masing-masing saham yang didasarkan pada harga dasarnya.
3. Indeks Sektoral, menggunakan semua saham yang masuk dalam setiap
sektor. Semua perusahaan yang tercatat di BEJ diklasifikasikan ke dalam 9
(sembilan) sektor yang didasarkan pada klasifikasi industri yang
ditetapkan oleh BEI yang disebut JASICA (Jakarta Stock Exchange
Industrial Classification).
4. Indeks LQ-45, terdiri dari 45 saham yang dipilih setelah melalui beberapa
kriteria sehingga indeks ini terdiri dari saham-saham yang mempunyai
likuiditas yang tinggi dan juga mempertimbangkan kapitalisasi pasar dari
saham-saham tersebut.
5. Jakarta Islamic Index (JII), terdiri dari 30 saham yang sesuai dengan
syariah Islam. Dewan Pengawas Syariah PT. DIM (Danareksa Investment
Management) terlibat dalam menetapkan kriteria saham-saham yang
masuk dalam JII.
6. Indeks Papan Utama (Main Board Index/MBX), diperuntukkan bagi
perusahaan dengan track record yang baik.
7. Indeks Papan Pengembang (Development Board Index/DBX), untuk
mengakomodasi perusahaan-perusahaan yang belum bisa memenuhi
persyaratan Papan Utama, tetapi masuk pada kategori perusahaan
berprospek. Disamping itu Papan Pengembang diperuntukkan bagi
perusahaan yang mengalami restrukturisasi atau pemulihan performa.
8. Indeks Kompas100, menggunakan 100 emiten yang dipilih berdasarkan
pertimbangan likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria
yang telah ditentukan.
9. Indeks BISNIS-27, menggunakan 27 emiten yang dipilih berdasarkan
kriteria tertentu dan merupakan kerja sama antara PT Bursa Efek
Indonesia dengan Harian Bisnis Indonesia
10. Indeks PEFINDO25, menggunakan 25 emiten yang dipilih berdasarkan
kriteria tertentu dan merupakan kerja sama antara PT Bursa Efek
Indonesia dengan lembaga rating PEFINDO
11. Indeks SRI-KEHATI, menggunakan 25 emiten yang dipilih berdasarkan
kriteria tertentu dan merupakan kerja sama antara PT Bursa Efek
Indonesia dengan Yayasan KEHATI.
Dari berbagai jenis indeks harga saham tersebut, dalam penelitian ini
hanya menggunakan indeks harga saham gabungan (IHSG) sebagai obyek
penelitian karena IHSG merupakan proyeksi dari pergerakan seluruh saham
biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI.
Indeks Harga Saham Gabungan pertama kali diperkenalkan pada
tanggal 1 April 1983 sebagai indikator pergerakan harga semua saham yang
tercatat di Bursa Efek Jakarta sekarang Bursa Efek Indonesai, baik saham
biasa maupun saham preferen.
Pandji Anoraga dan Piji (2001:100-104) mengatakan, secara sederhana
yang disebut dengan indeks harga adalah suatu angka yang digunakan untuk
membandingkan suatu peristiwa dengan peristiwa lainnya. Demikian juga
dengan indeks harga saham, indeks disini akan membandingkan perubahan
harga saham dari waktu ke waktu. Apakah suatu harga saham mengalami
penurunan atau kenaikan dibandingkan dengan suatu waktu tertentu. Seperti
dalam penentuan indeks lainnya, dalam pengukuran indeks harga saham kita
memerlukan juga dua macam waktu, yaitu waktu dasar dan waktu yang
berlaku. Waktu dasar akan dipakai sebagai dasar perbandingan, sedangkan
waktu berlaku merupakan waktu dimana kegiatan akan diperbandingkan
dengan waktu dasar.
Pergerakan nilai indeks akan menunjukkan perubahan situasi pasar
yang terjadi. Pasar yang sedang bergairah atau terjadi transaksi yang aktif,
ditunjukkan dengan indeks harga saham yang mengalami kenaikan. Kondisi
inilah yang biasanya menunjukkan keadaan yang diinginkan. Keadaan stabil
ditunjukkan dengan indeks harga saham yang tetap, sedangkan yang lesu
ditunjukkan dengan indeks harga saham yang mengalami penurunan. Untuk
mengetahui besarnya Indeks Harga Saham Gabungan, digunakan rumus
sebagai berikut (Anoraga dan Pakarti, 2001: 102):
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Indeks Harga Saham adalah suatu
indeks yang merupakan nilai komulatif dari beberapa saham yang
diperdagangkan di bursa efek, yang dapat digunakan untuk melihat
perbandingan atau pergerakan suatu kegiatan. Dalam hal ini, peneliti
menganalisis pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan sehingga dapat
dikatakan bahwa peneliti menganalsis pergerakan indeks harga saham seluruh
industri yang go public di BEI secara komulatif.
C. Gross Domestic Product (GDP)
Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB)
merupakan jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unitunit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu
tahun. Dalam perhitungan PDB ini, termasuk juga hasil produksi barang dan
jasa yang dihasilkan oleh perusahaan atau orang asing yang beroperasi di
wilayah negara yang bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan termasuk
barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah
yang didapatkan dari PDB dianggap bersifat bruto (kotor).
Produk domestik bruto adalah ukuran produksi total barang dan jasa
didalam suatu perekonomian. PDB yang tumbuh dengan cepat menunujukan
perekonomian yang berkembang dengan peluang yang berlimpah bagi
perusahaan untuk meningkatkan penjualan (Bodie Kane, Marcus, 2006:177).
Produk Domestik Produk (PDB) mengukur pendapatan setiap orang
dalam perekonomian dan pengeluaran total terhadap output barang dan jasa
perekonomian (Mankiw, 2003:16).
“Gross domestic product is the total value of all final goods and
services produced in a given year. GDP includes all goods and services
produced by either citizen- supplied or foreign- supplied resources employed
within the country” (Mc Connel & Brue, 2005:12). “Gross Domestic Product
is the value of final goods and services produced in the country within a given
period”(Dornbusch,dkk, 2004:22)
Menurut Todaro (2009: 46), “Gross Domestic Product measure the
total value for final use of output produced by an economy, by both resident
and non resident.”
“Gross Domestic Product (GDP) is the most comprehensive measure
of a nation’s total output of good and services it is the sum of the dollar values
of Consumption (C), gross Invesment (I), government purchases of goods and
services (G, and net Export (X) produced withing a nation during a given
year”. (Samuelson & Nordhaus, 2005:424).
Menurut Sadono Sukirno (2000:33-34) Produk Domestik Bruto adalah
nilai barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksikan didalam negara tersebut
dalam satu tahun tertentu.
Dapat disimpulkan bahwa PDB didefinisikan sebagai nilai seluruh
barang dan jasa dalam satuan uang. Dalam menghitung nilai tersebut (sekian
dollar, atau sekian rupiah), biasanya para ahli ekonomi menggunakan patokan
harga pasar (market price) yang berlaku dari barang dan jasa. Namun harga
senantiasa berubah karena inflasi membuat harga lebih tinggi dari tahun ke
tahun. Dengan demikian harga merupakan ukuran yang kurang akurat.
Masalah harga-harga yang selalu berubah merupakan masalah yang harus
dipecahkan oleh para ekonom manakala mereka menggunakan uang sebagai
tolak ukur.
Dengan demikian diperlukan ukuran yang lebih akurat guna
menghitung tingkat output dan pendapatan nasional. Biasanya para ahli
ekonomi tadi menggunakan tolak ukur indeks harga (price index), yakni harga
rata-rata atas sejumlah barang. Dengan demikian maka PDB dapat dihitung
berdasarkan dua harga yang telah ditetapkan pasar yaitu :
1. PDB Nominal
PDB nominal adalah nilai barang-barang dan jasa yang dihasilkan
oleh suatu negara dalam periode tertentu berdasarkan harga yang berlaku
pada periode tersebut. PDB nominal disebut juga GDP at current Price
(PDB harga berlaku).
2. PDB Riil
Sedangkan PDB riil adalah nilai barang-barang dan jasa yang
dihasilkan oleh suatu negara dalam periode tertentu, berdasarkan harga
yang berlaku pada suatu tahun tertentu yang dipakai dasar untuk
dipergunakan seterusnya dalam menilai barang-barang dan jasa yang
dihasilkan
pada
periode/tahun
berikutnya.
Dalam
penelitian
ini
menggunakan data PDB Rill sebagai variabel yang akan diteliti. PDB riil
disebut juga GDP at Constant Price.
Salah satu metode untuk mengukur GDP adalah melalui pendekatan
pengeluaran (expenditure approach). Metode ini diperkenalkan oleh seorang
pakar ekonomi terkemuka asal Inggris yaitu John Maynard Keynes dalam
bukunya The General Theory of Employment, Interest and Money (New York:
Harcourt, Brace, and World, 1936). Menurut Keynes, GDP terbentuk dari
empat faktor yang secara positif mempengaruhinya. Keempat faktor tersebut
adalah konsumsi (C), investasi (I), pengeluaran pemerintah (G), dan ekspor
bersih (X – M). Jika dirumuskan dalam satu formula menjadi : GDP = C + I+
G + (X - M) Perekonomian suatu negara dimana perekonomiannaya
mempunyai hubungan ekonomi dengan negara lain dan terutama dilakukan
dengan menjalankan kegiatan ekspor dan impor disebut perekonomian terbuka
(open economy). Tolak ukur yang baik untuk menilai kadar keterbukaan suatu
perekonomian adalah rasio ekspor dan impor terhadap Gross Domestic
Product (GDP). Semakin tinggi rasio ekspor dan impor suatu negara maka
perekonomiannya akan dianggap semakin terbuka. Seperti yang terjadi pada
negara-negara di Eropa Barat dan Asia Timur dimana rasio ekspor dan impor
mereka terhadap PDB lebih dari 50% (Asian Development Bank, 2007).
D. Inflasi
Nopirin (1996:25) mengemukakan pengertian inflasi adalah kenaikan
harga-harga secara umum barang-barang secara terus-menerus.
Tajul (2000:6) mengemukakan pengertian inflasi sebagai berikut :
“inflasi merupakan suatu keadaaan dimana terjadi kenaikan harga-harga
secara tajam (absolute) yang berlangsung secara terus-menerus dalam jangka
waktu yang cukup lama. Seirama dengan kenaikan harga-harga tersebut, nilai
uang turun secara tajam pula sebanding dengan kenaikan harga-harga
tersebut”.
Menurut McCownell (2002:146) “inflation is a rising general level of
price and is measured as a precentege change in a price index such as the
Costumer Price Index (CPI)”. Sedangkan menurut Dornbush dan Fischer
(2004:39) “inflation is the rate of change in prices and the price level is the
cummulation of past inflation”.
Lain halnya dengan Karhi dan Winardi (1997:217) mengemukakan
bahwa inflasi merupakan sebuah fenomena yang dialami oleh sejumlah besar
negar-negara di dunia. Menurut Paul A. Samuelson dan William Nordhaus
(dalam Karhi dan Winardi), inflasi adalah suatu kenaikan dalam tingkat umum
harga-harga.
Indriyo (1981:139) memberikan pengertian inflasi bahwa pada
dasarnya diartikan sebagai penurunan yang tajam terhadap nilai uang dari
suatu negara, yang mengakibatkan terjadinya kenaikan tingkat harga-harga
dengan cepat.
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara
umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak
dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan
kenaikan) kepada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi (Bank
Indonesia).
Inflasi adalah kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan
terus-menerus. (Rahardja dan Manurung, 2008:165-166). Dengan demikian,
maka kriteria inflasi adalah sebagai berikut:
1. Kenaikan harga barang : terjadi perubahan harga barang yang lebih tinggi
dibandingkan dengan periode sebelumnya.
2. Bersifat umum; berdampak pada kenaikan harga barang lain
3. Terus-menerus; tidak terjadi sesaat.
Inflasi adalah kecenderungan naiknya harga-harga barang dan jasa
secara umum dan terus menerus di suatu wilayah pada periode tertentu
(Korteweg, 1973;Auckley, 1978, Boediono, 2001).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa inflasi adalah suatu keadaan
dimana terjadi kenaikan harga-harga umum secara terus menerus pada suatu
negara yang dapat mengakibatkan penurunan nilai mata uang negara tersebut.
1. Teori Inflasi
Secara garis besar ada 3 kelompok teori mengenai inflasi yang
masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu.
a. Teori Kuantitas (Irving Fisher 1867-1947)
Teori kuantitas ini menyatakan bahwa proses inflasi itu terjadi karena
2 hal, yaitu jumlah uang beredar dan psikologi (harapan) masyarakat
mengenai kenaikan harga-harga (expectations). Ada 2 hal penting dari
teori Kuantitas ini, adalah bahwa, pertama, laju inflasi terjadi jika ada
penambahan volume uang beredar. Kedua, laju inflasi oleh harapan
masyarakat mengenai kenaikan harga di masa yang akan datang
(Boediono, 1985).
b. Teori Keynes
Teori ini menerangkan bahwa proses inflasi terjadi karena permintaan
masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang
yang tersedia. Hal ini yang disebut juga dengan inflationary gap.
Inflationary gap terjadi apabila jumlah dari permintaan-permintaan
efektif dari semua golongan tersebut, pada tingkat harga yang berlaku
melebihi jumlah maksimum dari barang-barang yang dihasilkan oleh
masyarakat. Harga-harga akan naik, karena permintaan total melebihi
jumlah barang yang tersedia. Adanya kenaikan harga-harga tersebut
berarti bahwa kegiatan rencana pembelian barang dari golongangolongan tersebut tidak terpenuhi, selanjutnya mereka akan berusaha
untuk memperoleh dana yang lebih besar lagi, baik golongan
pemerintah melalui pencetakan uang baru, atau para pengusaha swasta
melalui kredit dari bank, atau pekerja dengan kenaikan tingkat upah
yang lebih besar. Proses inflasi akan terus berlangsung selama jumlah
permintaan efektif dari semua golongan masyarakat melebihi jumlah
output yang bisa dihasilkan pada tingkat harga yang berlaku.
c. Teori Strukturalis.
Teori strukturalis lebih menekankan pada faktor-faktor struktural dari
perekonomian yang menyebabkan terjadinya inflasi, teori ini disebut
juga teori inflasi jangka panjang karena yang dimaksud dengan faktorfaktor struktural di sini adalah faktor-faktor yang hanya bisa berubah
secara gradual dan dalam jangka yang panjang. Teori ini memberi
tekanan pada ketegaran dari struktur perekonomian negara-negara
sedang berkembang. Ada dua ketegaran yang menyebabkan inflasi,
yaitu ketegaran berupa ketidakelastisan dari penerimaan ekspor dan
ketegaran berupa ketidakelastisan dari penawaran bahan makanan
dalam negeri. Kedua proses di atas pada umumnya berkaitan dan
memperkuat satu sama lain dalam menyebabkan inflasi. Ketegaran
yang merupakan “ketidakelastisan” dari penerimaan ekspor ini adalah
ketegaran di mana nilai dari ekspor tumbuh secara lamban dibanding
dengan pertumbuhan sektor-sektor lain. Dasar penukaran yang makin
memburuk dan supply barang-barang ekspor yang tidak elastis ini akan
menyebabkan
terjadinya
kelambanan
tersebut.
Kelambanan
pertumbuhan penerimaan ekspor ini berarti kelambanan pertumbuhan
kemampuan untuk mengimpor barang-barang yang dibutuhkan.
Sedangkan bagi suatu negara untuk mencapai target pertumbuhannya
mengambil
kebijaksanaan
pembangunan
“import
substitution
strategy”. Inflasi terjadi jika proses substitusi impor ini makin meluas,
sehingga menaikkan biaya produksi ke berbagai barang, sehingga
makin banyak harga-harga yang naik.
2. Jenis Inflasi
Inflasi dapat digolongkan menurut sifatnya, menurut sebabnya,
bobot inflasi tersebut dan menurut asal terjadinya (Nopirin, 1987).
a. Menurut Sifatnya
Inflasi menurut sifatnya digolongkan dalam tiga kategori (Nopirin,
1987:27-31), yaitu :
1) Inflasi Merayap
Kenaikan harga terjadi secara lambat, dengan persentase yang kecil
dan dalam jangka waktu yang relatif lama (di bawah 10% per
tahun).
2) Inflasi Menengah
Kenaikan harga yang cukup besar dan kadang-kadang berjalan
dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi
3) Inflasi Tinggi
Kenaikan harga yang besar bisa sampai 5 atau 6 kali. Masyarakat
tidak lagi berkeinginan menyimpan uang. Nilai uang merosot
dengan tajam sehingga ingin ditukar dengan barang. Perputaran
uang makin cepat, sehingga harga naik secara akselerasi.
b. Menurut Sebabnya
Secara umum terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
inflasi, yaitu:
1) Inflasi Tarikan Permintaan (Demand-Pull Inflation)
Inflasi tarikan permintaan terjadi karena Permintaan agregat
melebihi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan barang atau
jasa. Keadaan ini menyebabkan terjadi kekurangan barang dan jasa
yang dibutuhkan oleh masyarakat. Akibatnya, pengusaha akan
menaikan harga dan hanya menjual kepada pembeli yang mampu
membayar lebih tinggi.
Gambar 2.1.
Demand-Pull Inflation
Pada mulanya, kurva permintaan adalah sebagaimana ditunjukan
oleh kurva AD0 dan keseimbangan terjadi pada saat AD=AS,
sehingga pada awalnya harga terbentuk pada persinggungan
AD0=AS, yaitu pada tingkat harga P1. Pada saat terjadi kenaikan
permintaan agregat (AD), kurva AD berpindah ke kanan
(ditunjukan pada AD1 s.d AD3) maka pertambahan permintaan
yang ditunjukan oleh kurva AD1 belum menyebabkan terjadi
perubahan harga, karena perusahaan masih mampu memenuhi
Pendapatan Nasional riil (Y0 Y1 Y2 Y3) permintaan dengan
mengerahkan seluruh sumber daya yang dimilikinya, tetapi pada
tingkat permintaan tertentu di kurva AD2 dan AD3, perusahaan
sulit untuk meningkatkan kapasitas berproduksinya karena
keterbatasan sumber daya yang dimiliki dan mendorong pengusaha
untuk menaikan harga dan memilih konsumen yang bersedia
membayar dengan lebih tinggi. (harga meningkat menjadi P 2 dan
kemudian menjadi P3).
2) Inflasi Desakan Biaya (Cost-Push Inflation)
Inflasi desakan biaya terjadi akibat kenaikan biaya produksi seperti
upah, bahan baku, dll sehingga mendorong perusahaan untuk
menaikan harga dalam rangka menutup biaya produksi yang
dikeluarkannya.
Gambar 2.2.
Cost-Push Inflation
Pada mulanya, kurva permintaan adalah sebagaimana ditunjukan
oleh kurva AD0 dan keseimbangan terjadi pada saat AD=AS,
sehingga pada awalnya harga terbentuk pada persinggungan
AD0=AS0, yaitu pada tingkat harga P0 dan produksi nasional Y0.
Tetapi
pada
saat
terjadi
kenaikan biaya
produksi,
akan
menyebabkan berpindahnya kurva Agregate Supply (AS) dari AS0
menjadi AS1 sehingga keseimbangan berubah menjadi P1dan Y1.
Jika biaya produksi mengalami kenaikan lagi, akan menyebabkan
perubahan keseimbangan baru dimana tingkat harga akan
mengalami kenaikan menjadi P2 dan produksi nasional turun
menjadi Y2.
3) Imported Inflation
Bersumber dari kenaikan harga-harga barang yang di impor,
terutama barang yang diimpor tersebut mempunyai peranan
penting dalam setiap produksi.
4) Struktur Ekonomi
Dengan menggunakan pendekatan ini, terjadinya inflasi dipandang
karena tidak seimbangnya struktur ekonomi. Untuk itu, melalui
pendekatan struktur ekonomi (structural approach), inflasi akan
ditanggulagi dengan melakukan pembenahan (penataan) pada
semua sektor ekonomi.
5) Moneter
Dalam ilmu ekonomi moneter, terjadinya inflasi atau menurunya
nilai mata uang disiasati dengan pendekatan moneter (money
approach). Dengan pendekatan ini, inflasi dinilai sebagai suatu
fenomena moneter, yaitu keadaan yang disebabkan terlalu
banyaknya uang yang beredar dibandingkan dengan kesediaan
masyarakat untuk memiliki atau menyimpan uang tersebut.
c. Berdasarkan Bobotnya
Sadono Sukirno (2007:333), Bobot inflasi dapat dibedakan menjadi
empat macam, yaitu :
1) Infalsi ringan, adalah inflasi dengan laju pertumbuhan yang
berlangsung secara perlahan dan berada pada posisi satu digit atau
dibawah 10% per tahun.
2) Inflasi sedang, adalah inflasi dengan tingkat laju pertumbuhan
berada diantara 10-30% per tahun atau melebihi dua digit dan
sangat mengancam struktur dan pertumbuhan ekonomi suatu
negara.
3) Inflasi berat, merupakan inflasi dengan laju pertumbuhan berada
diantara 30-100% per tahun. Pada kondisi demikian, sektor-sektor
produksi hampir lumpuh total kecuali yang dikuasai negara.
4) Inflasi sangat berat (hyper inflation), adalah inflasi dengan laju
pertumbuhan melampaui 100% per tahun, sebagaimana yang
terjadi pada masa Perang Dunia II (1939-1945).
d. Menurut Asalnya
Asal inflasi ditinjau dari asal terjadinya, maka inflasi dapat dibagi
menjadi dua macam menurut Boediono, (1985 : 164-165) :
1) Domestic Inflation
Inflasi yang berasal dari dalam negeri sendiri ini timbul antara lain
karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan percetakan
uang baru, atau bisa juga disebabkan oleh gagal panen.
2) Imported Inflation
Inflasi yang berasal dari luar negeri ini timbul karena kenaikan
harga-harga
di
luar negeri
atau negara-negara
langganan
berdagang. Penularan inflasi dari luar negeri ke dalam negeri ini
jelas lebih mudah terjadi pada negara-negara yang menganut
perekonomian terbuka, yaitu sektor perdagangan luar.
3. Klasifikasi Inflasi
Taqiuddin Ahmad (dalam Adiwarman, 2007:140), seorang ekonom
Islam yang merupakan salah satu murid dari Ibn Khaldun, menggolongkan
inflasi dalam golongan, yaitu:
a. Inflasi Alamiah
Inflation alamiah adalah inflasi yang diakibatkan oleh sebab-sebab di
mana orang tidak mempunyai kendali atasnya (dalam hal mencegah).
Inflasi alamiah dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya menjadi dua
golongan sebagai berikut:
1) Akibat uang yang masuk dari luar negeri terlalu banyak, dimana
ekspor meningkat (X) sementara impor (M), maka mengakibatkan
naiknya permintaan agregat (demand-pull inflation) karena tingkat
daya beli masyarakat bertambah meningkat.
2) Akibat turunnya tingkat produksi (AS ) karena terjadi paceklik,
perang, atau embargo. Menyebabkan kondisi cost push inflation.
b. Human Error Inflation
Human error inflation dapat dikelompokan menurut penyebabnya
sebagai berikut:
1) Korupsi dan administrasi yang buruk akan menimbulkan kenaikan
pada harga pokok produksi untuk menutupi biaya-biaya tidak perlu
tersebut.
Denagn
naiknya
harga
pokok
produksi
akan
mengakibatkan produsen menaikan harga.
2) Pajak yang berlebih menyebabkan dua implikasi berikut:
Kekurangan supply produksi akibat beralihnya kegiatan ekonomi
pengusaha ke sektor yang lebih produktif untuk menutup pajak
yang besar Kenaikan harga produksi untuk mengimbangi kenaikan
pajak tersebut.
3) Pencetakan uang dengan maksud menarik keuntungan yang
berlebihan.
4. Dampak Inflasi
Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi faktor
produksi serta produk nasional. Efek terhadap distribusi pendapatan
disebut dengan equity effect, sedangkan efek terhadap alokasi faktor
produksi dan pendapatan nasional masing-masing disebut dengan
efficiency dan output effects (Nopirin, 1987:32-34).
a. Efek Terhadap Pendapatan (Equity Effect)
Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan
tetapi ada pula yang diuntungkan dengan adanya inflasi. Seseorang
yang memperoleh pendapatan tetap akan dirugikan oleh adanya inflasi.
Demikian juga orang yang menumpuk kekayaannya dalam bentuk
uang kas akan menderita kerugian karena adanya inflasi. Sebaliknya,
pihak-pihak yang mendapatkan keuntungan dengan adanya inflasi
adalah mereka yang memperoleh kenaikan pendapatan dengan
prosentase yang lebih besar dari laju inflasi, atau mereka yang
mempunyai kekayaan bukan uang dimana nilainya naik dengan
prosentase lebih besar dari pada laju inflasi. Dengan demikian inflasi
dapat menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola pembagian
pendapatan dan kekayaan masyarakat.
b. Efek Terhadap Output (Output Effects)
Inflasi mungkin dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi.
Alasannya dalam keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang
mendahului kenaikan upah sehingga keuntungan pengusaha naik.
Kenaikan keuntungan ini akan mendorong kenaikan produksi. Namun
apabila laju inflasi ini cukup tinggi (hyper inflation) dapat mempunyai
akibat sebaliknya, yakni penurunan output. Dalam keadaan inflasi
yang tinggi, nilai uang riil turun dengan drastis, masyarakat cenderung
tidak mempunyai uang kas, transaksi mengarah ke barter, yang
biasanya diikuti dengan turunnya produksi barang. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan langsung antara inflasi
dan output. Inflasi bisa dibarengi dengan kenaikan output, tetapi bisa
juga dibarengi dengan penurunan output.
E. Nilai Tukar Rupiah (Kurs)
1. Pengertian Nilai Tukar Rupiah
Nilai tukar Rupiah atau disebut juga kurs Rupiah adalah
perbandingan nilai atau harga mata uang Rupiah dengan mata uang lain.
Perdagangan antar negara dimana masing-masing negara mempunyai alat
tukarnya sendiri mengharuskan adanya angka perbandingan nilai suatu
mata uang dengan mata uang lainnya, yang disebut kurs valuta asing atau
kurs (Salvatore,1998:8).
penentuan nilai tukar atau kurs mata uang merupakan hal yang
penting bagi pelaku bursa valas, karena kurs valas sangat mempengaruhi
jumlah biaya yang harus dikeluarkan serta besarnya manfaat (keuntungan)
yang akan diperoleh dalam berbagai transaksi.
Menurut Fabozzi dan Franco (1996:724) “an exchange rate is
defined as the amount of one currency that can be exchange per unit of
another currency, or the price of one currency in items of another
currency”.
“the nominal exchange rate is the relative price of the currency of
two countries. sedangkan the real exchange rate is the relative price of the
good of two countries”(Mankiw, 2003:127).
Sedangkan menurut Adiningsih, dkk (1998:155), nilai tukar rupiah
adalah harga rupiah terhadap mata uang negara lain. Jadi, nilai tukar
rupiah merupakan nilai dari satu mata rupiah yang ditranslasikan ke dalam
mata uang negara lain. Misalnya nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS,
nilai tukar rupiah terhadap Yen, dan lain sebagainya. Kurs inilah sebagai
salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar saham maupun
pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati untuk melakukan
investasi. Menurunnya kurs Rupiah terhadap mata uang asing khususnya
Dolar AS memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal
(Sitinjak dan Kurniasari, 2003).
Lain halnya dengan Agus (2001:467) yang mengemukakan bahwa
nilai tukar (Exchange rate) menunjukan banyaknya unit mata uang yang
dapat dibeli atau di tukar dengan satu satuan mata uang lain.
Nopirin (1996:163) menjelaskan dalam pertukaran antara dua mata
uang yang berbeda, maka akan terdapat perbandingan nilai/harga antara
kedua mata uang tersebut, yang sering disebut kurs (Exchange rate). Lebih
lanjut Nopirin menjelaskan bahwa dalam kurs mata uang, ada beberapa
perbedaan tingkat kurs yang timbul, yaitu :
a. Perbedaan antara kurs beli dan jual oleh para pedagang valuta asing /
Bank. kurs beli adalah kurs yang dipakai apabila para pedangang
valuta asing atau Bank membeli valuta asing, dan kurs jual apabila
mereka menjual. selisih antara kurs tersebut merupakan keuntungan
bagi para pedagang.
b. Perbedaan kurs yang diakibatkan oleh perbedaan dalam waktu
pembayaran kurs TT (telegraphic transfer) lebih tinggi dari pada kurs
MT (mail transfer) sebab perintah atau order pembayaran dengan
menggunakan telegram bagi Bank merupakan penyerahan valuta asing
denga segera atau lebih cepat dibandingkan dengan penyerahan
melalui surta.
c. Perbedaan
dalam
tingkat
keamanan
dalam
penerimaan
hak
pembayaran. Sering terjadi bahwa penerimaan hak pembayaran yang
berasal dari bank asing yang sudah terkenal (bonafide) kursnya lebih
tinggi dari pada yang belum terkenal.
Maurice (2001:31) mengemukakan dua jenis kurs pada umumnya,
yaitu ada kurs uang kertas (bank note), yaitu misalnya, uang kertas yang
diterbitkan Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve) dan uang
kertas yang diterbitkan oleh Bank Sentral Inggris (Bank Of England).
Adapula kurs untuk cek yang menunjukan sejumlah nilai uang dalam
dollar, poundsterling atau dalam satuan mata uang yang lain. Selain itu
kurs atau cek tergantung pada apakah ia dikeluarkan oleh bank (wesel
bank atau bank draft) atau oleh perusahaan, pada nilai cek dan pada
tanggal jatuh tempo cek.
2. Sistem Kurs Valas
Menurut Kuncoro (2001:26-31), ada beberapa sistem kurs mata
uang yang berlaku di perekonomian internasional, yaitu:
a. Sistem kurs mengambang (floating exchange rate), sistem kurs ini
ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya stabilisasi
oleh otoritas moneter. Di dalam sistem kurs mengambang dikenal dua
macam kurs mengambang, yaitu :
1) Mengambang bebas (murni) dimana kurs mata uang ditentukan
sepenuhnya oleh mekanisme pasar tanpa ada campur tangan
pemerintah. Sistem ini sering disebut clean floating exchange rate,
di dalam sistem ini cadangan devisa tidak diperlukan karena
otoritas
moneter
tidak
berupaya
untuk
menetapkan
atau
memanipulasi kurs.
2) Mengambang terkendali (managed or dirty floating exchange rate)
dimana otoritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan kurs
pada tingkat tertentu. Oleh karena itu, cadangan devisa biasanya
dibutuhkan karena otoritas moneter perlu membeli atau menjual
valas untuk mempengaruhi pergerakan kurs.
b. Sistem kurs tertambat (pegged exchange rate). Dalam sistem ini, suatu
negara mengkaitkan nilai mata uangnya dengan suatu mata uang
negara lain atau sekelompok mata uang, yang biasanya merupakan
mata uang negara partner dagang yang utama “Menambatkan“ ke
suatu mata uang berarti nilai mata uang tersebut bergerak mengikuti
mata uang yang menjadi tambatannya. Jadi sebenarnya mata uang
yang ditambatkan tidak mengalami fluktuasi tetapi hanya berfluktuasi
terhadap mata uang lain mengikuti mata uang yang menjadi
tambatannya.
c. Sistem kurs tertambat merangkak (crawling pegs). Dalam sistem ini,
suatu negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai mata uangnya
secara periodik dengan tujuan untuk bergerak menuju nilai tertentu
pada rentang waktu tertentu. Keuntungan utama sistem ini adalah suatu
negara dapat mengatur penyesuaian kursnya dalam periode yang lebih
lama dibanding sistem kurs tertambat. Oleh karena itu, sistem ini dapat
menghindari kejutan-kejutan terhadap perekonomian akibat revaluasi
atau devaluasi yang tiba-tiba dan tajam.
d. Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies). Banyak negara
terutama negara sedang berkembang menetapkan nilai mata uangnya
berdasarkan sekeranjang mata uang. Keuntungan dari sistem ini adalah
menawarkan stabilitas mata uang suatu negara karena pergerakan mata
uang disebar dalam sekeranjang mata uang. Seleksi mata uang yang
dimasukkan dalam “keranjang“ umumnya ditentukan oleh peranannya
dalam membiayai perdagangan negara tertentu. Mata uang yang
berlainan diberi bobot yang berbeda tergantung peran relatifnya
terhadap negara tersebut. Jadi sekeranjang mata uang bagi suatu negara
dapat terdiri dari beberapa mata uang yang berbeda dengan bobot yang
berbeda.
e. Sistem kurs tetap (fixed exchange rate). Dalam sistem ini, suatu negara
mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama uangnya dan menjaga
kurs ini dengan menyetujui untuk menjual atau membeli valas dalam
jumlah tidak terbatas pada kurs tersebut. Kurs biasanya tetap atau
diperbolehkan berfluktuasi dalam batas yang sangat sempit.
3. Penentuan Kurs Mata Uang
Kurs mata uang berfluktuasi setiap saat. Dalam sistem mata uang
mengambang bebas (free float), apabila harga suatu mata uang menjadi
semakin mahal terhadap mata uang lain, maka mata uang itu dikatakan
berapresiasi. Sebaliknya, jika harga suatu mata uang turun terhadap mata
uang yang lain, maka mata uang itu disebut terdepresiasi. Dalam sistem
mata uang tertambat (pegged). Kenaikan ini suatu mata uang terhadap
mata uang lain disebut revaluasi, sedangkan penurunan nilai suatu mata
uang disebut devaluasi.
Mankiw (1999:192) mengemukakan kurs nominal adalah harga
relatif dari mata uang dua negara. Sebagai contoh, jika kurs dollar AS dan
Yen jepang adalah 120 yen per dollar, maka anda bisa menukar 1 dollar
untuk 120 Yen di pasar dunia untuk mata uang asing. Orang jepang yang
ingin mendapatkan dollar akan membayar 120 Yen untuk setiap dollar
yang dibelinya kurs Rill (rill exchange rate) adalah harga relatif dari
barang-barang dari kedua negara. Yaitu kurs rill menyatakan tingkat
dimana kita bisa memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk
barang-barang dari negara lain. Kurs rill kadang-kadang disebut term of
trade.
Kusuma (2001) mengemukakan bahwa fluktuasi nilai tukar valuta
asing merupakan besarnya pengaruh perubahan kurs Dollar Amerika
selama satu tahun terhadap harga saham selama satu tahun dengan
memperhitungkan indeks kurs Dollar Amerika.
Sri dan Handoyo (2002:69) mengemukakakn bahwa secara teoritis,
dalam kondisi tanpa intervensi pemerintah, harga suatu mata uang
ditentukan oleh permintaan dan penawaran terhadap mata uang itu.
Apabila permintaan terhadap suatu mata uang lebih tinggi dari penawaran
mata uang itu, maka harga mata uang tersebut akan naik, dan begitu pula
sebaliknya. Kurs terbentuk pada saat jumlah dan harga mata uang yang
diminta sama dengan jumlah dan harga mata uang yang ditawarkan.
Kondisi ini disebut sebagai kondisi keseimbangan atau ekuilibrium.
Sri dan Handoyo (2002:71) juga menambahkan bahwa selain
tingkat permintaan dan penawaran, faktor yang mempengaruhi penentuan
kurs mata uang adalah laju inflasi relatif, tingkat suku bunga relatif,
tingkat pendapatan relatif, kontrol pemerintah serta pengharapan pasar.
Hal
ini
senada
dengan
yang
dikemukakan
Tajul
yang
mengemukakan tujuh faktor yang mempengaruhi kurs valas. Di antaranya
adalah permintaan dan penawaran Foreing Currency. Neraca pembayaran
intenasional (Balance of Payment), inflasi, Suku Bunga, Pendapatan,
Pengawasan Otoriter Moneter serta Ekspektasi dan Spekulasi.
Lain halnya dengan Faisal (2001:31) yang dalam teori nya ada tiga
implikasi penting bagi kurs valas sebagai berikut :
a. Perubahan-perubahan pada harga-harga relatif tidak disebabkan oleh
kurs valas, melainkan oleh perubahan-perubahan harga relatif dan
perubahan-perubahan kurs valas rill yang terjadi selama bersamaan
dan keduannya di pengaruhi oleh banyak dipengaruhi oleh banyak
variabel ekonomi secara fundamental.
b. Pemerintah tidak akan berhasil jika mencoba mempengaruhi kurs valas
rill melalui intervensi pasar valas.
c. Tidak ada hubungan sederhana antara perubahan kurs rill dan
perubahan dalam tingkat persaingan internasional, tenaga kerja dan
neraca perdagangan.
Maka dari itu, ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan
nilai tukar, yaitu (Madura, 1993):
a. Faktor Fundamental Faktor fundamental berkaitan dengan indikatorindikator ekonomi seperti inflasi, suku bunga, perbedaan relatif
pendapatan antar-negara, ekspektasi pasar dan intervensi Bank Sentral.
b. Faktor Teknis Faktor teknis berkaitan dengan kondisi penawaran dan
permintaan devisa pada saat-saat tertentu. Apabila ada kelebihan
permintaan, sementara penawaran tetap, maka harga valas akan naik
dan sebaliknya.
c. Sentimen Pasar Sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor
atau berita-berita politik yang bersifat insidentil, yang dapat
mendorong harga valas naik atau turun secara tajam dalam jangka
pendek. Apabila rumor atau berita-berita sudah berlalu, maka nilai
tukar akan kembali normal.
F. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Suku bunga merupakan instrumen konvensional untuk mengendalikan
atau menekan pertumbuhan tingkat inflasi. Suku bunga yang tinggi akan
mendorong
orang
untuk
menahan
dananya
di
bank
dari
pada
menginvestasikannya pada sektor produksi atau industri yang resiko nya jauh
lebih besar jika dibandingkan dengan menanamkan uang di bank terutama
dalam bentuk deposito.
Ketut (2000:146), menjelaskan pengertian SBI adalah merupakan
instrumen Bank Indonesia (BI) untuk mengendalikan jumlah uang dalam
peredaran dengan mengadakan operasi pasar terbuka (open market operation).
Dengan kebjakan ini, jumlah uang dalam dalam peredaran menjadi berkurang.
Ketut menambahkan bahwa SBI pertama kali diterbitkan pada tahun
1970, kemudian diperbarui lagi pada tahun 1984. Tujuan bank dan lembaga
lainnya membeli SBI adalah untuk menyalurkan kelebihan dana dan apabila
diperlukan SBI mudal dijual kepada bank atau lembaga keuangan lainnya
kepada Bank Indonesia (BI).
Tajul (2000:162) mengemukakan bahwa suku bungan dasar (bank
rate) untuk tingkat suku bunga yang ditentukan oleh bank sentral atas kredit
yang diberikannya kepada perbankan dan tingkat suku bunga yang ditetapkan
bank sentral untuk mendiskonto surat-surat berharga yang ditarik atau diambil
alih oleh bank sentral.
1. Pengertian Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Sebagaimana tercantum dalam UU No.13 Tahun 1968 tentang
Bank Sentral, salah satu tugas Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas
moneter adalah membantu pemerintah dalam mengatur, menjaga dan
memelihara kestabilan nilai Rupiah. Dalam melaksanakan tugasnya, BI
menggunakan beberapa piranti moneter yang terdiri dari Giro Wajib
Minimum (Reserve Requirement), Fasilitas Diskonto, Himbauan Moral
dan Operasi Pasar Terbuka. Dalam Operasi Pasar Terbuka BI dapat
melakukan transaksi jual beli surat berharga termasuk Sertifikat Bank
Indonesia (SBI).
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.8/13/DPM tentang
Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Melalui Lelang, Sertifikat Bank
Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata
uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan
utang berjangka waktu pendek.
2. Tujuan Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Dalam publikasinya melalui situs di BI, mengemukakan bahwa
dalam operasi pasar terbuka BI dapat melakukan transaksi jual beli surat
berharga termasuk Sertifikat Bank Indonesai (SBI). SBI adalah surat
berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh BI sebagai
pangakuan hutang berjangka waktu pendek dengan sistem diskonto.
Sebagai otoritas moneter, BI berkewajiban memelihara kestabilan nilai
Rupiah. Dalam paradigma yang dianut, jumlah uang primer (uang kartal +
uang giral di BI) yang berlebihan dapat mengurangi kestabilan nilai
Rupiah. SBI diterbitkan dan dijual oleh BI untuk mengurangi kelebihan
uang primer tersebut.
Penjelasan tersebut sealur dengan apa yang disampaikan oleh
Simorangkir (2005:27) di mana politik pasar terbuka (open market policy)
adalah suatu instrumen yang digunakan oleh bank sentral untuk
mengendalikan peredaran uang. Dalam hal ini bank sentral langsung
melakukan operasi pasar terbuka dalam pasar uang dan pasar modal
dengan jalan transformasi.
Simorangkir (2005:28), pada hakikatnya politik pasar terbuka
dilaksanakan berhubungan adanya kelemahan-kelemahan dalam politik
diskonto. Penurunan tingkat suku bunga oleh bank sentral dapat diperkuat
dengan cara pembelian surat-surat berharga (SBI). Sebaliknya, pada waktu
suku bunga meningkat SBI dijual. Jelaslah bahwa politik pasar terbuka
mempengaruhi peredaran uang dan dapt pula merupakan pelengkap politik
diskonto.
G. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu akan diuraikan karena penelitian ini
mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya. Meskipun ruang lingkup
hampir sama tetapi karena obyek dan periode waktu yang digunakan berbeda
maka terdapat banyak hal yang tidak sama sehingga dapat dijadikan sebagai
referensi untuk saling melengkapi. Berikut uraian beberapa penelitian
terdahulu:
1. MB Hendrie Anto dan Rizky Amelia (2007)
Meneliti tentang Pengaruh variabel makroekonomi terhadap harga saham :
studi kasus JII dan IHSG periode Januari 2002 s/d Desember 2006. Metode
analisis menggunakan Error Correction Model (ECM) yang dikembangkan
oleh Engle-Granger. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara bersama-
sama variabel makro ekonomi berpengaruh terhadap JII dan IHSG, baik
dalam jangka panjang maupun pendek. Tetapi, secara individual pengaruh
variabel-variabel ini berbeda-beda.
2. Anokye M. Adam dan George Tweneboah (2008)
Meneliti tentang Faktor-faktor ekonomi makro dan pergerakan pasar
modal: Bukti dari Ghana. Beberapa variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Investasi asing, suku bunga, inflasi , kurs dan
Databank stock index (DSI). Penelitian ini mengunakan analisis VECM.
Hasil analisis menunjukan ada kointegrasi antara variabel makroekonomi
dengan Bursa harga saham di Ghana dan dalam jangka panjang terdapat
pengaruh secara signifikan antara variabel makroekonomi terhadap
pergerakan harga saham di Ghana.
3. Nadeem Hussain Sohail dan Zakir (2009)
Meneliti tentang Jangka panjang dan jangka pendek hubungan antara
variabel makroekonomi dan harga saham di pakistan: studi kasus Bursa
Efek. Beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Inflasi, PDB, Kurs M2 dan Lahore Stock Exchange 25 (LSE25) index.
Metode yang digunakan adalah VECM. Dan Hasil penelitian menunjukan
bahwa ada dampak negatif dari inflasi pada return saham, sedangkan PDB,
Kurs dan M2 berpengaruh positif signifikan terhadap return saham di
jangka panjang.
4. Habib lotfi, Reza moshari dan Mortaza lotfi (2009)
Penelitiannya adalah Pengaruh variabel ekonomi makro terhadap indeks
harga total bursa saham di Teheran, Iran. Dalam penelitian ini
menggunakan
Johansson
&
teknik
co-integrasi
Joselius
digunakan
konvergensi. Selain
untuk
itu
menggunakan
Metode
teknik
konvergensi. Stabilitas variabel menurut multivariabel Linear Model
dipelajari dan diperkirakan dengan metode OLS, kemudian menggunakan
metode yang disebutkan dan metode ECM, peneliti mencoba untuk
mengetahui apakah ada hubungan jangka pendek dan jangka panjang
antara variabel model. Dalam penelitian ini pengaruh variabel tingkat
inflasi, nilai tukar, non-minyak ekspor, dan pada harga total saham.
Berdasarkan hasil investigasi menunjukkan bahwa variabel makroekonomi
di Iran, mempengaruhi harga total saham, dan terdapat hubungan yang
bermakna antara variabel dan saham, indeks harga total. Selain itu, ada
korelasi positif antara indeks harga total saham dan beberapa variabel yang
besar, dan korelasi negatif dengan beberapa orang lain.
5. Waliullah (2010)
Tulisannya meneliti hubungan antara indeks harga saham dan liberalisasi
keuangan dan menetapkan tujuh variabel makroekonomi di Pakistan untuk
periode 1971-2005, dengan menggunakan deret waktu triwulanan data.
Penelitian ini menggunakan teknik yang lebih komprehensif dan baru-baru
ini, Bounds pendekatan uji untuk menentukan jangka pendek dan
hubungan jangka panjang antara KSE Indeks dan liberalisasi keuangan.
Temuan studi menunjukkan bahwa GDP adalah penentu positif terbesar
pasar saham Pakistan di kedua jangka pendek dan jangka panjang,
sedangkan inflasi adalah penentu negatif terbesar dalam jangka panjang.
Hasil empiris juga menunjukkan bahwa ukuran pasar keuangan telah
berdampak positif terhadap Indeks KSE baik dalam jangka panjang dan
jangka pendek. Liberalisasi keuangan dan reformasi dimulai pada awal
1990-an, sebagai bagian dari reformasi ekonomi memiliki bersih sangat
kuat berpengaruh terhadap pasar saham. Ini berarti bahwa pasar saham
terlalu banyak sensitif dan mudah berubah untuk keuangan liberalisasi di
negara berkembang.
6. T.O. Asaolu and M.S. Ogunmuyiwa (2011)
Penelitian nya mengkaji dampak dari variabel-variabel makroekonomi
pada harga rata-rata saham (ASP) dan lebih lanjut untuk menentukan
apakah perubahan variabel makroekonomi menjelaskan pergerakan harga
saham di Nigeria. Berbagai analisis ekonometrik seperti Augmented
Dickey Fuller (ADF) test, uji Kausalitas Granger, Co-integrasi dan Error
Correction Method (ECM) pada periode data time series 1986-2007. Hasil
menunjukkan bahwa ada hubungan yang lemah antara harga rata-rata
saham dan variabel makroekonomi di Nigeria. selanjutnya bahwa ASP
bukan merupakan indikator utama dari kinerja ekonomi makro di Nigeria.
Meskipun ada sebuah hubungan jangka panjang ditemukan antara ASP
dan variabel makroekonomi untuk periode yang ditentukan.
Dari beberapa penelitian terdahulu dapat disajikan secara sistematis
dalam tabel berikut:
Tabel 2.1.
Ringkasah Penelitian Terdahulu
No.
Nama Peneliti
1
MB Hendrie
Anto dan
Rizky Amelia
(2007)
2
3
Penelitian
Pengaruh
variabel
makroekonomi
terhadap harga
saham : studi
kasus JII dan
IHSG periode
Januari 2002 s/d
Desember 2006
Fakultas
Ekonomi,
Universitas
Islam Indonesia
Sezgin
Hubungan antara
Acikalin, Rafet pasar saham dan
Aktas dan
variabel
Seyfettin Unal makroekonomi:
(2008)
analisis empiris
dari Bursa Efek
Istanbul.
Invesment
Management
and Financial
Innovations,
Volume 5, Issue
1, 2008
Nadeem
Jangka panjang
Hussain Sohail dan jangka
dan Zakir
pendek hubungan
(2009)
antara variabel
makroekonomi
dan harga saham
di pakistan: studi
kasus Bursa Efek.
Pakistan
Economic and
Social Review
Volume 47, No.2
(Winter 2009),
pp. 183-198
Variabel
PDB, inflasi,
suku bunga SBI,
KURS, JII dan
IHSG
Model
penelitian
Error
Correction
Model
(ECM)
Hasil penelitian
penelitian
menunjukkan
bahwa secara bersama-sama
variabel
makro
ekonomi
berpengaruh terhadap JII dan
IHSG, baik dalam jangka
panjang maupun pendek.
Tetapi,
secara
individual
pengaruh variabel-variabel ini
berbeda-beda.
PDB, Kurs, Suku VECM
Bunga, Deposito
dan Istanbul
Stock Exchange
(ISE)
Hasil penelitian menunjukan
hubungan yang stabil jangka
panjang antara indeks ISE
dengan
variabel
makroekonomi. Ada pengaruh
jangka
pendek
antara
pengaruh PDB, Kurs dan
Deposito berpengaruh pada
indeks ISE. Namun suku
bunga tidak berpengaruh
signifikan terhadap indeks ISE
dalam jangka pendek.
Inflasi, PDB,
Kurs M2 dan
Lahore Stock
Exchange 25
(LSE25) index
Hasil penelitian menunjukan
bahwa ada dampaknegatif dari
inflasi pada return saham,
sedangkan PDB, Kurs dan M2
berpengaruh positif signifikan
terhadap return saham di
jangka panjang.
VECM
4
Habib
lotfi,
Reza moshari
dan Mortaza
lotfi (2009)
5
Waliullah
(2010)
Pengaruh
variabel ekonomi
makro terhadap
indeks harga total
bursa saham di
Teheran, Iran.
The
International
Conference on
Islamic
Economics and
Economies of
the OIC
Countries 2009
28-29 April 2009
hubungan antara
indeks harga
saham dan
liberalisasi
keuangan dan
pengaruh tujuh
variabel
makroekonomi di
Pakistan untuk
periode 19712005
International
Journal of
Business and
Social Science
Vol. 1 No. 3;
December 2010
PhD student at
Graduate School
of Economics
and
Management,
Tohoku
University,
Sendai, Japan.
E-mail:
[email protected]
om
inflasi, nilai
tukar, nonminyak ekspor,
dan pada harga
total saham
metode
OLS dan
ECM
hasil investigasi menunjukkan
bahwa variabel makroekonomi
di Iran, mempengaruhi harga
total saham, dan terdapat
hubungan yang bermakna
antara variabel dan saham,
indeks harga total. Selain itu,
ada korelasi positif antara
indeks harga total saham dan
beberapa variabel yang besar,
dan korelasi negatif dengan
beberapa variabel lain.
KSE share prices
Index, GDP,
Investasi, Inflasi,
tingkat suku
bunga,
Exchange rate
dan Money
Supply
Error
Correction
Model
(ECM)
Temuan studi menunjukkan
bahwa GDP adalah penentu
positif terbesar pasar saham
Pakistan di kedua jangka
pendek dan jangka panjang,
sedangkan
inflasi
adalah
penentu negatif terbesar dalam
jangka panjang. Hasil empiris
juga menunjukkan bahwa
ukuran pasar keuangan telah
berdampak positif terhadap
Indeks KSE baik dalam jangka
panjang dan jangka pendek.
Liberalisasi keuangan dan
reformasi dimulai pada awal
1990-an, sebagai bagian dari
reformasi ekonomi memiliki
bersih
sangat
kuat
berpengaruh terhadap pasar
saham. Ini berarti bahwa pasar
saham terlalu banyak sensitif
dan mudah berubah untuk
keuangan liberalisasi di negara
berkembang.
6
Error
dampak dari
Average share
Hasil menunjukkan bahwa ada
Correction hubungan yang lemah antara
variabel-variabel price of quoted
Model
makroekonomi
stocks, GDP
harga rata-rata saham dan
(ECM)
pada harga ratagrowth rate,
variabel makroekonomi di
rata saham (ASP) External Debt
Nigeria. selanjutnya bahwa
dan lebih lanjut
measured by
ASP
bukan
merupakan
untuk
external
indikator utama dari kinerja
menentukan
debt/GDP
ekonomi makro di Nigeria.
apakah
percent, Fiscal
Meskipun
ada
sebuah
perubahan
Deficit measured
hubungan jangka panjang
variabel
by fiscal
ditemukan antara ASP dan
makroekonomi
deficit/GDP
variabel makroekonomi untuk
menjelaskan
percent, Interest
periode yang ditentukan.
pergerakan harga rate,
saham di Nigeria Exchange rate,
Asian Journal of Foreign capital
inflow/GDP
Business
percent, Growth
Management
3(1): 72-78, 2011 rate of
ISSN: 2041-8752 Investment,
Industrial
© Maxwell
output and
Scientific
Inflation rate.
Organization,
2011
Sumber: Data sekunder yang telah diolah dan dikembangkan untuk penelitian ini
T.O.
Asaolu
and
M.S.Ogunmuy
iwa (2011)
H. Keterkaitan Antar Variabel
1. Keterkaitan Tingkat GDP Terhadap IHSG
Pertumbuhan investasi pasar modal di suatu negara salah satunya akan
dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi (GDP) di negara tersebut.
Semakin baik tingkat perekonomian suatu negara, maka semakin baik pula
tingkat kemakmuran penduduknya. Tingkat kemakmuran yang lebih tinggi
ini umumnya ditandai dengan adanya kenaikan tingkat pendapatan
masyarakatnya. Dengan adanya peningkatan pendapatan tersebut, maka
akan semakin banyak orang yang memiliki kelebihan dana, kelebihan dana
tersebut dapat dimanfaatkan untuk disimpan dalam bentuk tabungan atau
diinvestasikan dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan
dalam pasar modal (Laporan Tahunan BI, 2001).
2. Keterkaitan Tingkat Inflasi Terhadap IHSG
Inflasi menunjukkan arus harga secara umum (Samuelson, 1992). Inflasi
sangat terkait dengan penurunan kemampuan daya beli, baik individu
maupun perusahaan. Penelitian tentang hubungan antara inflasi dengan
return saham seperti yang dilakukan oleh Widjojo (dalam Almilia, 2003)
yang menyatakan bahwa makin tinggi inflasi akan semakin menurunkan
tingkat profitabilitas perusahaan. Turunnya profit perusahaan adalah
informasi yang buruk bagi para trader di bursa saham dan dapat
mengakibatkan turunnya harga saham perusahaan tersebut dan dampaknya
akan berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan.
3. Keterkaitan Nilai tukar Rupiah (dengan Dollar US) Terhadap IHSG
Fluktuasi nilai rupiah terhadap mata uang asing yang stabil akan sangat
mempengaruhi iklim investasi di dalam negeri, khususnya pasar modal.
Terjadinya apresiasi kurs rupiah terhadap dolar misalnya, akan
memberikan dampak terhadap perkembangan pemasaran produk Indonesia
di luar negeri, terutama dalam hal persaingan harga. Apabila hal ini terjadi,
secara tidak langsung akan memberikan pengaruh terhadap neraca
perdagangan, karena menurunnya nilai ekspor dibandingkan dengan nilai
impor. Seterusnya, akan berpengaruh pula kepada neraca pembayaran
Indonesia. Dan memburuknya neraca pembayaran tentu akan berpengaruh
terhadap cadangan devisa.
Berkurangnya cadangan devisa akan mengurangi kepercayaan investor
terhadap perekonomian Indonesia, yang selanjutnya menimbulkan dampak
negatif terhadap perdagangan saham di pasar modal sehingga terjadi
capital outflow. Selanjutnya bila terjadi penurunan kurs yang berlebihan,
akan
berdampak
pada
perusahaan-perusahaan
go
public
yang
menggantungkan faktor produksi terhadap barang-barang impor. Besarnya
belanja impor dari perusahaan seperti ini bisa mempertinggi biaya
produksi, serta menurunnya laba perusahaan. Selanjutnya dapat ditebak,
harga saham perusahaan itu akan anjlok dan otomatis ini akan berpengaruh
terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Ana Oktavia, 2007:32).
4. Keterkaitan suku bunga SBI Terhadap IHSG
Kenaikan tingkat suku bunga dapat meningkatkan beban perusahaan
(emiten) yang lebih lanjut dapat menurunkan harga saham. Kenaikan ini
juga potensial mendorong investor mengalihkan dananya ke pasar uang
atau tabungan maupun deposito sehingga investasi di lantai bursa turun
dan selanjutnya dapat menurunkan harga saham. Hal ini telah dibuktikan
oleh Deddy Azhar Mauliano (2009) bahwa tingkat bunga berpengaruh
signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek
Indonesia.
I. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran digunakan untuk menunjukkan arah penyusunan
penelitian dan mempermudah dalam menganalisa masalah yang dihadapi,
maka diperlukan suatu kerangka pemikiran yang akan memberikan gambaran
tahap-tahap penelitian untuk mencapai suatu kesimpulan. Secara garis besar,
konsep dasar dari penelitian ini adalah menguji pengaruh jangka panjang dan
jangka pendek pertumbuhan ekonomi (GDP), Inflasi, Nilai tukar Rupiah,
tingkat suku bunga (SBI) terhadap Indeks Harga Saham di Indonesia (IHSG)
Periode Januari 2006-Desember 2010.
Dalam penelitian ini, dilakukan terhadap 4 (empat) variabel makro
ekonomi yang diduga berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham di Indoensia
(IHSG). Adapun variabel makroekonomi yang diprediksikan berpengaruh
terhadap Indeks harga saham IHSG adalah pertumbuhan ekonomi (GDP), inflasi,
kurs Rupiah terhadap Dollar AS dan tingkat suku bunga (SBI).
Berdasarkan acuan tersebut maka penelitian ini mengunakan model
koreksi kesalahan atau Erorr Corection Model (ECM), karena model ini mampu
meliputi banyak variabel dalam menganalisis fenomena ekonomi jangka pendek
dan jangka panjang serta dapat memecahakan masalah variabel time series yang
rentan dengan ke tidak stasioneran yang sebelumnya dilakukan pengujian awal
adalah melihat data linier atau tidak nya sebuah data, kemudian uji stasionaritas
mengikut Phillips Perron (PP), lalu pengujian kointegrasi EG kemudian uji
asumsi klasik dan terakhir Uji EG-ECM. Untuk pengolahan data-data ini
digunakan perangkat lunak Eviews 6.
Atas dasar analisis tersebut maka pengaruh jangka pendek dan jangka
panjang dari masing-masing variabel ekonomi makro terhadap IHSG dapat
digambarkan dalam model paradigma seperti ditunjukkan dalam alur dari
penelitian ini digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.3. Diagram Kerangka Pemikiran Penelitian Secara Keseluruhan
Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Indeks Harga Saham : Studi
Kasus IHSG Periode Januari 2006 s.d Desember 2010
Latar Belakang Penelitian : Keberadaan pasar modal memiliki peranan penting
dalam membangun perekonomian suatu negara. karena pasar modal menjalankan
fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. kondisi perekonomian yang baik, merupakan
sentimen positif yang berdampak pada kenaikan harga di pasar saham suatu negara.
Variabel Ekonomi Makro :
GDP, INFLASI, KURS dan Tingkat Suku Bunga (SBI)
IHSG
Uji Linieritas
Uji Akar Unit data
dengan PP test
Tidak
Uji Drajat Integrasi
STASIONER
Ya
Tidak
Keluar dari
pengujian
Dilihat apakah variabel yang diuji
stasioner pada ordo yang sama
Uji Kointegritas
Uji Asumsi Klasik
Uji ECM
Analisis Hasil / Interpretasi
Tidak
Pengujian
Berhenti, Ambil
keputusan
J. Hipotesis
Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap
pertanyaan yang diajukan. Jadi, hipotesis dapat diartikan sebagai suatu
pernyataan yang masih lemah kebenarannya dan perlu dibuktikan atau dugaan
yang sifatnya masih sementara (Hasan, 2003: 140). Berdasarkan dari
keterkaitan antar variabel di atas dapat dikemukakan hipotesis yang
merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian, yaitu
sebagai berikut :
1. Diduga terdapat pengaruh yang signifikan pada jangka pendek variabel
ekonomi makro yang meliputi pertumbuhan ekonomi (GDP), Inflasi, Kurs
Rupiah terhadap Dollar AS dan suku bunga (SBI) terhadap Indeks Harga
Saham Gabungan periode Januari 2006 – Desember 2010.
2. Diduga terdapat pengaruh yang signifikan pada jangka panjang variabel
ekonomi makro yang meliputi pertumbuhan ekonomi (GDP), Inflasi, Kurs
Rupiah terhadap Dollar AS dan suku bunga (SBI) terhadap Indeks Harga
Saham Gabungan periode Januari 2006 – Desember 2010.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu mengetahui pengaruh jangka
panjang dan jangka pendek variabel makro ekonomi terhadap Indeks Harga
Saham Gabungan, maka variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri
dari lima variabel, yang meliputi satu variabel tidak bebas (dependent
variabel) dan empat variabel bebas (independent variabel). Adapun variabelvariabel tersebut adalah sebagai berikut :
1. Variabel tidak bebas yaitu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
2. Variabe bebas yaitu Gross Domestic Product (GDP), Inflasi, nilai tukar
Rupiah terhadap Dollar US dan suku bunga (SBI)
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu
data time series tiap bulanan, dari Januari 2006 sampai dengan Desember
2010, mengenai GDP, inflasi, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar US, suku
bunga SBI dan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia.
Metode yang digunakan yaitu metode penelitian historis yang bersifat KausalDistributif, artinya penelitian yang dilakukan untuk menganalisis suatu
keadaan yang telah lalu dan menunjukan arah hubungan antar variabel.
B. Metode Penentuan Sampel
Populasi adalah kumpulan individu atau obyek penelitian yang
memiliki kualitas-kualitas serta ciri-ciri yang ditetapkan. Berdasarkan kualitas
dan ciri tersebut, populasi dapat dipahami sebagai sekelompok individu atau
obyek pegamatan yang minimal memiliki satu persamaan karakteristik
(Cooper, Emory, 1999). Populasi penelitian ini adalah berupa data dari
pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di BEI, GDP, inflasi, nilai tukar
Rupiah terhadap Dollar US dan tingkat suku bunga SBI.
Sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Indeks
Harga Saham Gabungan di BEI, GDP, laju pertumbuhan inflasi, nilai tukar
Rupiah terhadap Dollar US dan tingkat suku bunga SBI selama periode
Januari 2006 – Desember 2010, yang masing-masing sebanyak 60 sampel
yang diambil dari data per bulan.
C. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumentasi, yaitu
pengambilan dokumen-dokumen berupa laporan ekonomi bulanan, statistik
bulanan BEI, laporan perkembangan Bank Indonesia, dan Laporan-laporan
Lain yang berhubungan dengan penelitian. Sumber data berasal dari pusat
referensi dari Bursa Efek Indonesia, Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik
(BPS) dan data- data pendukung dari buku ataupun beberapa publikasi yang
berhubungan dengan penelitian ini yang dinilai dapat memeberikan informasi
yang obyektif melalui jaringan website.
Pada penelitian ini data yang dipergunakan adalah data sekunder
dengan jenis data time series yang diambil dan dicatat dari berbagai instansi
dan lembaga yang berkompeten dalam meneliti dan mempublikasikan datadata sebagai bahan penelitian. Seluruh data yang diperlukan dalam penelitian
ini selama periode Januari 2006 – Desember 2010. yang dikumpulkan dengan
cara diunduh dari situs resminya di internet untuk kemudian diseleksi dan
digunakan sesuai dengan keperluan analisis.
D. Metode Analisis Data
Dalam suatu analisis statistik, hal paling mendasar untuk suatu analisis
adalah
deskripsi
dari
suatu
data
(Ahmad
Rodoni,2004:6).
Selain
mendeskripsikan hasil penelitian dalam bentuk tulisan, penelitian ini
mengunakan metode penelitian kuantitatif, yaitu penelitian yang dirancang
untuk menentukan tingkat hubungan variabel yang berbeda dengan suatu
populasi, peneliti dapat mengetahui seberapa besar kontribusi variabel bebas
terhadap variabel terikat serta besarnya arah hubungan yang terjadi.
Dalam penelitian ini untuk menganalisis GDP, Inflasi, Kurs dan suku
bunga SBI terhadap IHSG digunakan metode analisis yang digunakan untuk
mengestimasi model penelitian ini adalah metode Engel Granger Error
Corection Model (EG-ECM) yang diperkenalkan yang pertama kali
diperkenalkan oleh Sargan dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh
Henry dan akhirnya dipopulerkan oleh Engle-Granger (RF Engle and CW
Granger, 1987). Model koreksi kesalahan mampu meliputi banyak variabel
dalam menganalisis fenomena ekonomi, baik jangka pendek maupun jangka
panjang serta mengkaji konsistensi tidaknya model empirik dengan teori
ekonometrika. Selain itu, model ini mampu mencari pemecahan terhadap
persoalan variabel runtun waktu yang tidak stasioner dan regresi lancung
dalam ekonometrika.
Pengujian ekonometrika baru dilakukan bila terdapat indikasi adanya
hubungan jangka panjang dengan menggunakan uji kointegrasi. Variabelvariabel dikatakan terkointegrasi bila stasioner pada ordo yang sama. Untuk
menguji kesetasioneran data maka penelitian ini mengunakan Phillips-Peron
(PP) test. Dalam Phillip-Peron test, perlu menentukan jumlah truncation lag
untuk koreksi Newey-West, yaitu dengan menggunakan rumus N1/3 = 601/3 =
3.91 yang kemudian dibulatkan pada satuan nilai terdekat diatasnya yaitu 4
(Yahya Hamja, 2008).
1. Uji Linieritas
Uji ini digunakan untuk mencari model persamaan yang paling
baik diantara beberapa pilihan model, apakah menggunakan regresi linier
biasa, semi log dan doubel log (Gujarati, 2002: 280-282).
Uji linierritas data digunakan untuk mengetahui apakah data yang
akan diolah telah mendekati linier atau belum. Dalam penelitian ini data
yang digunakan adalah data semi log (ln) dari variabel-variabel tersebut,
yang berguna untuk memecahkan persamaan yang tidak diketahuinya
merupakan pangkat dari variabel lain.
Uji spesifikasi linearitas model, Uji ini biasanya didesain untuk
menguji apakah suatu variabel penjelas cocok atau tidak dimasukkan
dalam suatu model estimasi. Akan tetapi menurut Kennedy (1996) dalam
Insukindro (2003) uji ini digunakan untuk menguji apakah bentuk fungsi
suatu model estimasi linier atau tidak linier, dengan cara melihat nilai
probabilitasnya. Pada penelitian ini digunakan uji JB.Ramsey spesifikasi
umum atau general test of spesification error. Langkah-langkah pengujian
sebagai berikut.
Hipotesis
Ho = model tidak linier
Ha = model linier
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria.
Bila probabilitas Obs* R2 > 0,05 maka signifikan, Ho ditolak
(model linier).
Bila probabilitas Obs* R2 < 0,05 maka tidak signifikan, Ha
ditolak (model tidak linier).
2. Uji Akar Unit
Dalam ekonometrika dikenal dengan beberapa pengujian unit root
dan data ekonomi makro pada umumnya time series yang rentan dengan
ketidak stasioneran, untuk itu sebelumnya dilakukan uji stasioner. Tujuan
uji stasioner ini adalah agar meannya stabil dan random error nya = 0,
sehingga model regresi yang diperoleh adalah regresi semu.
Pengujian stasioner data dilakukan dengan uji akar unit PhillipsPeron (PP). pengunaan uji akar Phillips-Perron uji ini lebih baik
dibandingkan dengan uji ADF dalam menganalisis data yang mempunyai
volatilitas yang tinggi (Agus Widarjono, 2005).
Uji Phillips-Peron (PP) memasukan adanya autokorelasi di dalam
variabel ganguan dengan memasukan variabel independen berupa
kelambanan diferensi. Phillips-Peron (PP) membuat uji akar unit dengan
mengukan metode statistik nonparametrik dalam menjelaskan adanya
autokorelasi antara variabel gangguan tanpa memasukan variabel penjelas
kelambanan deferensi.
Statistik distibutif t tidak mengikuti statistik distributif normal
tetapi mengikuti distributif statistik PP, sedangkan nilai kritisnya
digunakan nilai kritis atau penentuan bentuk linear atau non linear dari
model mengikuti prosedur yang dikembangkan oleh McKinnon, White
dan Davidson (1983) atau MWD test.
Sementara pengujian stasionaritas mengikuti Phillips-Peron (PP)
dengan cara membandingkan antara nilai kritisnya yaitu distribusi statistik
MacKinnon. Jika nilai absolut statistik PP lebih besar dari nilai kritisnya,
maka data yang diamati menunjukan stasioner dan jika sebaliknya nilai
absolut statistik PP lebih kecil dari nilai kritisnya maka data tidak
stasioner. Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:
Hipotesis
Ho = data tersebut tidak stasioner pada derajat nol.
Ha = data tersebut stasioner pada derajat nol.
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria :
Jika PP test statistik > PP tabel (daerah kritis α = 5%) maka Ho
ditolak, data stasioner pada derajat nol.
Jika PP test statistik < PP tabel (daerah kritis α = 5%) maka Ha
ditolak, data tidak stasioner pada derajat nol.
Kita juga harus menentukan apakah ujinya tanpa konstanta dan
trend, hanya dengan konstanta ataukah dengan konstanta atau tren. Dalam
menentukan panjangnya lag Uji PP mengunakan truncation lag q dari
Newey-West.
3. Uji Derajat Integrasi
Dalam uji akar unit PP bila menghasilkan kesimpulan bahwa data
tidak stasioner, maka diperlukan proses diferensi data. Uji stasioner data
melalui proses diferensi ini disebut uji drajat integrasi.
Seperti uji akar unit PP, keputusan sampai pada derajat keberapa
suatu data akan stasioner dapat dilihat dengan membandingka antara nilai
statistik PP yang diperoleh dari koefisien y dengan nilai kritis ditribusi
statistik McKinnon. Jika nilai absolut dari statistik PP lebih besar dari nilai
kritisnya pada diferensi tingkat pertama, maka data dikatakan stasioner
pada derajat satu. Akan tetapi jika dilanjutkan pada diferensi yang lebih
tinggi sehingga diperoleh data stasioner. Langkah-langkah pengujian
sebagai berikut :
Hipotesis
Ho = data tersebut tidak stsioner pada derajat 1,2,…..dan seterusnya.
Ha = data tersebut stasioner pada derajat 1,2,……dan seterusnya.
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria :
Jika PP test statistik > PP tabel (daerah kritis α = 5%) maka Ho
ditolak, data stasioner pada derajat 1,2,….. dan seterusnya.
Jika PP test statistik < PP tabel (daerah kritis α = 5%) maka Ha
ditolak, data tidak stasioner pada derajat 1,2,….. dan seterusnya.
4. Uji Kointegrasi
Uji kointegrasi merupakan kelanjutan dari uji akar unit. Tujuannya
adalah untuk mengkaji stasioneritas residual regresi kointegrasi.
Stasioneritas penting jika ingin mengembangkan suatu model dinamis,
terutama ECM yang mencakup variabel-variabel kunci pada regresi
kointegrasi terikat, Pada penelitian ini digunakan uji kointegrasi Engel
Granger.
Pada umumnya data time series tidak stasioner pada level atau
mengandung unit root, bila data tersebut sudah stasioner pada ordo yang
sama, misalnya 1(1) maka dapat dilakukan uji kointegrasi untuk melihat
apakah terdapat adanya hubungan keseimbangan antara variabel-variabel
tersebut dalam jangka panjang. Langkah-langkah pengujian sebagi berikut:
Hipotesis
Ho = tidak terdapat hubungan jangka panjang antaravariabel independen
dengan variabel dependen.
Ha = terdapat hubungan jangka panjang antaravariabel independen dengan
variabel dependen.
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria :
Jika PP test statistik > PP tabel (daerah kritis α = 5%) maka Ho
ditolak, terdapat hubungan jangka panjang antara variabel
independen dengan variabel dependen.
Jika PP test statistik < PP tabel (daerah kritis α = 5%) maka Ha
ditolak, tidak terdapat hubungan jangka panjang antara variabel
independen dengan variabel dependen.
5. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik adalah pengujian ekonometrika untuk menilai
ada tidaknya bias penelitian. Model regresi ini digunakan agar dapat
dijadikan alat estimasi yang tidak bias jika telah memenuhi persyaratan
BLUE
(Best
Linier
Unbiased
Estimator)
yakni
tidak
terdapat
multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Apabila model
yang
digunakan
terjadi
multikolinearitas,
autokorelasi,
dan
heteroskedastisitas maka regresi penaksir tidak efisien, peramalan
berdasarkan regresi tersebut akan bias dan uji baku yang umum untuk
koefisien regresi menjadi tidak valid.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal Ghozali
(2005: 110). Sedangkan dasar pengambilan keputusan dalam deteksi
normalitas:
Pengujian dilakukan dengan menggunakan Uji Jargue-Bera test.
langkah-langkah pengujian sebagai berikut.
Hipotesis
Ho = residual berdistribusi tidak normal
Ha = residual berdistribusi normal
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria :
Bila probabilitas Obs* R2 > 0,05 maka signifikan, Ho ditolak
(distribusi data normal).
Bila probabilitas Obs* R2 < 0,05 maka tidak signifikan, Ha
ditolak (distribusi data tidak normal).
b. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear
ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya) Ghozali (2005:
95-96).
Untuk menguji keberadaan autokorelasi dalam penelitian ini
digunakan statistik d dari Durbin-Watson (DW test) dimana angkaangka yang diperlukan dalam metode tersebut adalah dL (angka yang
diperoleh dari tabel DW batas bawah), dU (angka yang diperoleh dari
tabel DW batas atas), 4- dL dan 4-dU. Statistik d Durbin-Watson dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.1
Statistik d Durbin-Watson
Langkah-langkah pengujian sebagai berikut. Hipotesis
Ho = tidak terdapat autokorelasi
Ha = terdapat autokorelasi
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria.
Bila nilai DW mendekati 0 atau 4 Ho ditolak, model terjadi
autokorelasi (+/-).
Bila nilai DW mendekati 2 Ho diterima, maka model tidak
terjadi autokorelasi.
Selain dengan mengunakan uji Durbin Watson, untuk melihat ada
tidaknya autokorelasi dapat juga dipergunakan uji Langrage Multiplier
(LM test), dengan membandingkan nilai probabilitas R-Square dengan
α = 0,05 (Gujarati : 2006). Langkah-langkah pengujian sebagai
berikut.
Hipotesis
Ho = tidak terjadi autokorelasi
Ha = terjadi auto korelasi
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria :
Bila probabilitas Obs* R2 < 0,05 maka Ho ditolak, terjadi
autokorelasi.
Bila probabilitas Obs* R2 > 0,05 maka Ho diterima, tidak
terjadi autokorelasi.
c. Uji Heteroskedasitisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain Ghozali (2005: 105). Jika varians dari residual
satu
pengamatan
ke
pengamatan
lain
tetap,
maka
disebut
homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.
Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana faktor gangguan tidak
memiliki
varian
yang
sama.
Pengujian
terhadap
gejala
heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melakukan White Test,
yaitu dengan cara meregresi residual kuadrat dengan variabel bebas,
variabel bebas kuadrat dan perkalian variabel bebas. Pedoman dalam
penggunaan model white test adalah jika nilai Chi-Square hitung lebih
besar dari nilai X2 kritis dengan derajat kepercayaan tertentu (α) maka
ada heteroskedasitisitas dan sebaliknya jika Chi-Square hitung lebih
kecil dari nilai X2 menunjukan tidak adanya heterokedasitisitas.
Dengan langkah langkah pengujian sebagai berikut.
Hipotesis
Ho = tidak terjadi heteroskedastisitas
Ha = terjadi heteroskedastisitas
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria :
Bila probabilitas Obs* R2 < 0,05 maka Ho ditolak, terjadi
heteroskedstisitas.
Bila probabilitas Obs* R2 > 0,05 maka Ho diterima, tidak
terjadi heteroskedstisitas.
6. Uji Error Corection Model (ECM)
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Engel
Granger Error Correction Model (EG-ECM). Model koreksi kesalahan
mampu meliputi banyak variabel dalam menganalisis fenomena ekonomi
jangka pendek dan jangka panjang serta mengkaji konsistensi model
empiris dengan teori ekonomi.
Setelah model ECM terbebas/lulus dari uji stasioner, uji drajat
integrasi, uji kointegritas dan uji asumsi klasik, maka model ECM layak
dipakai dan kemudian dilakukan analisis ECM. Analisis ini digunakan
untuk melihat besarnya pengaruh
jangka pendek dan jangka panjang
variabel independen (GDP, Laju Inflasi, Nilai Tukar Rupiah/US$ dan
Tingkat Suku Bunga SBI) terhadap variabel dependen IHSG di Bursa Efek
Indonesia.
Untuk
mengetahui
hubungan
antara
variabel-variabel
makroekonomi terhadap IHSG, digunakan regresi Error Correction Model
(ECM). Model ini memiliki keunggulan dalam mengatasi masalah
stasionaritas dan regresi lancung dalam time series data, serta mengukur
hubungan jangka pendek dan jangka panjang (Thomas, 1997).
Berikut merupakan model ECM yang digunakan pada penelitian ini :
Model dasar
: IHSG = f (PDB, INF,KURS, SBI)
Model ekonometrika : IHSGt = βo + β1 GDPt + β2 INFt + β3 KURSt + β4
SBIt + e
Jika diuraikan dalam bentuk semi log akan berubah menjadi sebagai
berikut:
LNIHSGt = βo + β1 LNGDPt + β2 INFt + β3 LNKURSt + β4 SBIt + ECTt
+e
Sehingga rumus yang terbentuk dalam penelitian ini adalah :
DLNIHSG C DLNGDP DINF DLNKURS DSBI LNGDP(-1) INF(-1)
LNKURS(-1) SBI(-1) ECT
Dimana :
D
= difference, Xt – Xt-1
LN
= natural log
PDB
= Produk domestik produk
INF
= Inflasi
SBI
= suku bungan SBI
KURS
= nilai tukar Rupiah terhadap Dollar US
βo
= konstanta (constant)
β1….β4
= koefisien regresi variabel bebas
e
= error term
ECT
= error corection term
t
= periode waktu
Setelah model ECM terbentuk, maka pengujian dilanjutkan ke tahap
berikutnya yaitu uji ECT (Error Corection Model).
7. Uji Error Corection Term (ECT)
ECT adalah bagian dari pengujian analisa dinamis yaitu ECM.
Nilai ECT diperoleh dari penjumlahan variabel independent bulan
sebelumnya dikurangi variabel dependen bulan sebelumnya. Hal ini
dimaksudkan untuk melihat bagaimana pengaruh dari model tersebut baik
dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Model ECT yang terbentuk pada penelitian ini adalah :
ECT = LNGDPt(-1) + INFt(-1) + LNKURSt(-1) + SBI(-1) – LNIHSGt(-1)
Kemudian regres model ECM secara berurutan sesuai dengan
model yang telah ditemukan. Hasil probabilita ECT akan menetukan
apakah model dapat dianalisa baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Jika variabel ECT positif dan signifikan 5%, maka spesifikasi model sudah
valid dan dapat dijelaskan variabel dependen.
E. Operasional Variabel
Dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yang terdiri dari
variabel terkait (dependent) yaitu Indeks Harga Saham Gabungan dan variabel
bebas (indepedent) yaitu pertumbuhan ekonomi (GDP), laju pertumbuhan
inflasi, kurs tengah Rupiah dan suku bunga Bank Indonesia (SBI).
Operasional variabel dapat dirinci sebagai berikut.
1. Indeks Harga Saham Gabungan
Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) adalah angka yang
menunjukan pergerakan harga saham yang tergabung dalam IHSG yang
ada di BEI. Pandji dan Piji (2003:101) mengemukakan untuk dapat
melakukan perhitungan Indeks Harga Saham memerlukan waktu dasar dan
waktu yang berlaku. Harga dasar ditetapkan sebesar 100%. Secara
sederhana menghitung indeks harga saham sebagai berikut (Pandji dan
Piji:101) :
H
IHS = ────── x 100 %
Ho
IHS
: Indeks Harga Saham
Ht
: Nilai Pasar (waktu yang berlaku)
Ho
: Nilai Dasar (waktu dasar)
2. Produk Domestik Bruto
Pendapatan nasional diwakili oleh Produk Domestik Bruto (PDB)
atas dasar harga konstan, seluruh output yang dihasilkan baik oleh warga
negara indoneasi maupun warga negara asing yang ada di indonesia. PDB
dirinci menurut lapangan usaha atas dasar harga tetap.
GDP Nominal
GDP Rill = ──────────── x 100 %
GDP Deflator
GDP Rill
: nilai produk berdasarkan tahun dasar
GDP Nominal : nilai produk berdasarkan harga yang berlaku
GDP Deflator : nilai produk berdasakan indeks harga
3. Laju inflasi
Inflasi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kenaikan hargaharga barang yang berlangsung secara terus menerus. Perhitungan inflasi
didasarkan pada metode pengukuran indeks Harga Konsumen (IHK)
mengingat metode perhitungan ini adalah metode yang digunakan di
indonesia yang dilakukan Biro Pusat Statistik (BPS). IHK dapat digunakan
untuk menghitung inflasi bulanan, triwulanan, semesteran dan tahunan
menurut Tajul Khalwaty (2000 :38) perhitungan inflasi IHK menggunakan
rumus berikut:
IHKt - IHKt-1
LI =
x 100%
IHKt-1
LI
: Laju Inflasi
IHKt : Indeks Harga Komsumen (tahun tertentu)
IHKt-1 : Indeks Harga Konsumen (tahun sebelumnya)
4. Kurs Tengah Rupiah
Kurs rupiah merupakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
atau valuta asing. Tetapi sebagaimana yang di kemukakan Agus Sartono
(2001 : 468) bahwa sudah menjadi kesepakatan umum bahwa nilai tukar
mata uang asing dinyatakan dalam Dollar basis (US$), kecuali nilai tukar
British Pound, per US$. Tetapi operasional variabel kurs IDR diambil
dengan ketetapan kurs tengah rupiah dengan alasan bahwa baik kurs jual
maupun kurs beli mempunyai peran yang sama terhadap perekonomian
makro. Sehingga penulis mendasarkan pengambilan kurs tengah rupiah
berdasarkan beberapa institusi kelembangaan keuangan seperti Bank
Indonesia, Bursa Efek Indonesia, Kamar Dagang dan Industri Indonesia,
Badan Perencanaa Pembanguna Nasional dan institusi-institusi keuangan
lainnya. Adapun penetapan kurs tengah rupiah adalah (Publikasi Bank
Indonesia):
Kurs Jual + Kurs Beli
Kurs Tengah Rupiah = ──────―───────────
2
5. Suku bunga Bank Indonesia (SBI)
SBI adalah surat berharga atas ujuk yan dikeluarkan oleh BI sebagai
pengakuan hutang berjangka pendek dengan sistem diskonto yang
bertujuan untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar di masyarakat.
Penentuan variabel SBI secara kuantitaif di ambil berdasarkan penetapan
yang telah dikeluarkan oleh Bank Indonesia setiap bulanya sebagai bank
sentral di indonesia.
Lebih lanjut Operasional variabel dapat terlihat secara lebih gamblang
pada Tabel berikut di bawah ini :
Tabel 3.1.
Matriks Operasional Variabel Ekonomi Makro Indonesia dan IHSG
Dimensi
PDB
Inflasi
Nilai
Tukar
Definisi
Indikator
Ukuran
Skala
Sumber
data
BI &
BPS
seluruh output yang
dihasilkan baik oleh
warga negara
indoneasi maupun
warga negara asing
yang ada di indonesia
Kejadian dimana
kenaikan harga secara
terus menerus pada
suatu negara
Perbandingan nilai
mata uang suatu
negara dengan mata
Rata-rata
bulanan PDB
Rupiah
Rasio
Rata-rata
bulanan Laju
inflasi
Persen
Rasio
BI
Rata-rata nilai
tukar rupiah
bulanan
Rupiah
Rasio
BI
uang negara lain
Suku
Surat berharga yang
Bunga SBI dikeluarkan oleh
pemerintah BI sebagai
pengakuan utang
berjangka pendek
IHSG
Suatu indeks yang
merupakan nilai
komulatif dari seluruh
saham industri yang
diperdagangkan di
BEI
terhadap US$
Rata-rata
bulanan
tingkat suku
bungan SBI
Kinerja ratarata
saham
bulanan yang
berada di BEI
Persen
Rasio
BI
Point
Rasio
BEI
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Obyek Penelitian
1. Sejarah Pasar Modal Indonesia
Pasar modal di Indonesia bukan merupakan hal baru. Secara historis
pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau
bursa efek telah hadir sejak zaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun
1912 di Batavia pada tanggal 14 Desember 1912 yang diselenggarakan oleh
Vereneging Voor de Effectenhandel. Pasar modal ketika itu didirikan oleh
pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC.
Dengan berkembangnya bursa efek di Batavia, pada tanggal 11 Januari 1925
dibukalah Bursa Efek Surabaya, yang kemudian disusul dengan pembukaan
bursa efek di Semarang pada tanggal 1 Agustus 1925. Perkembangan dan
pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada
beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan
kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia,
dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat
berjalan sebagimana mestinya.
Pada zaman Republik Indonesia Serikat (RIS), bursa efek diaktifkan
kembali. Diawali dengan diterbitkannya Obligasi Pemerintah Republik
Indonesia tahun 1950, kemudian disusul dengan diterbitkannya UndangUndang Darurat tentang bursa Nomor 13 tanggal 01 September 1951.
Undang-Undang Darurat itu kemudian ditetapkan sebagai Undang-Undang
Nomor 15 tahun 1952. Pada saat itu penyelenggaraan bursa diserahkan pada
Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efek (PPUE) dan Bank Indonesia
(BI) ditunjuk sebagai penasihat. Kegiatan bursa kembali terhenti ketika
pemerintah
Belanda
meluncurkan
program
nasionalisasi
perusahaan
perusahaan milik pemerintah Belanda pada tahun 1956. Program nasionalisasi
ini disebabkan adanya sengketa antara pemerintah Indonesia dengan Belanda
mengenai Irian Barat, dan sekarang bernama Papua, yang mengakibatkan
larinya modal usaha ke luar negeri.
Setelah terhenti sejak tahun 1956, pada tanggal 10 Agustus 1977.
Presiden Suharto secara resmi membuka pasar modal di Indonesia yang
ditandai dengan Go Public-nya PT. Semen Cibinong. Pada tahun itu juga
pemerintah memperkenalkan Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM)
sebagai usaha untuk menghidupkan pasar modal. Kegiatan perdagangan dan
kapitalisasi pasar saham pun mulai meningkat seiring dengan perkembangan
pasar finansial dan sektor swasta yang mencapai puncak perkembangannya
pada tahun 1990.
Dengan pertumbuhan yang pesat dan dinamis, bursa efek perlu
ditangani secara lebih serius. Untuk menjaga objektifitas dan mencegah
kemungkinan adanya conflict of interest fungsi pembinaan dan operasional
bursa harus dipisahkan dan dikembangkan dengan pendekatan yang lebih
profesional. Akhirnya pemerintah memutuskan sudah tiba waktunya untuk
melakukan swastanisasi bursa. Sehingga akhir tahun 1991 didirikan PT Bursa
Efek Jakarta dan diresmikan oleh Menteri Keuangan pada tanggal 13 Juli
1992. PT. Bursa Efek Jakarta yang selanjutnya disebut dengan nama BEJ dan
menjadi salah satu bursa saham yang dinamis di Asia. Swastanisasi bursa
saham menjadi BEJ ini mengakibatkan beralihnya fungsi BAPEPAM menjadi
Badan Pengawas Pasar Modal.
Tahun 1995 adalah tahun dimana BEJ memasuki babak baru. Pada 22
Mei 1995 BEJ meluncurkan Jakarta Automatic Trading System (JATS),
sebuah sistem perdagangan manual otomasi yang menggantikan sistem
perdagangan manual. Dalam sistem perdagangan manual di lantai bursa
terlihat dua (2) deret antrian, yang satu untuk antrian beli dan yang satu untuk
antrian jual, yang cukup panjang untuk masing-masing sekuritas dan kegiatan
transaksi dicatat di papan tulis. Oleh karena itu, setelah otomasi ini yang
sekarang terlihat di lantai bursa adalah jaringan komputer-komputer yang
digunakan pialang atau broker dalam bertransaksi. Sistem baru ini dapat
memfasilitasi perdagangan saham dengan frekuensi yang lebih besar dan lebih
menjamin kegiatan pasar yang adil dan transparan dibandingkan dengan
sistem perdagangan manual.
Pada tanggal 10 November 1995. Pemerintah mengeluarkan Undang –
Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai
diberlakukan mulai Januari 1996.
Pada Juli 2000 BEJ menerapkan perdagangan tanpa warkat atau
Secriples Trading dengan tujuan untuk meningkatkan likuiditas pasar dan
menghindari peristiwa saham hilang dan pemalsuan saham, serta untuk
mempercepat proses penyelesaian transaksi. Tahun 2002 BEJ juga mulai
menerapkan perdagangan jarak jauh atau Remote Trading sebagai upaya
meningkatkan
akses
pasar,
efisien
pasar,
kecepatan
dan
frekuensi
perdagangan.
Saham yang dicatatkan di BEJ adalah saham yang berasal dari
berbagai jenis perusahaan yang go public, antara lain dapat berupa saham
yang berasal
dari
perusahaan manufaktur, perusahaan perdagangan,
perusahaan jasa dan lain-lain. Perusahaan jasa dapat berupa jasa keuangan
maupun jasa non keuangan. Perusahaan jasa keuangan adalah perusahaan
yang bergerak dalam bidang jasa keuangan. Perusahaan ini terdiri dari dua
kategori yaitu perbankan dan perusahaan jasa keuangan non bank.
Perusahaan-perusahaan go public yang tercatat pada PT. BEI
diklasifikasikan menurut sektor industri yang telah ditetapkan oleh PT. BEI
yang
disebut
dengan
JASICA
(Jakarta
Stock
Exchange
Industry
Classification).
Terdapat 9 (sembilan) sektor industri berdasarkan klasifikasi PT. BEI,
yaitu:
a. Sektor Pertanian (Agriculture),
b. Sektor Pertambangan (Mining),
c. Sektor Industri Dasar dan Kimia (Basic Industry and Chemicals),
d. Sektor Aneka Industri (Miscellaneous Industry),
e. Sektor Industri Barang Konsumsi (Consumer Goods Indusry),
f. Sektor Properti dan Real Estate (Property and Real Estate),
g. Sektor Infrastruktur, Utilitas dan Tranportasi (Infrastructure, Utillities and
Transportation),
h. Sektor Keuangan (Finance),
i. Sektor Perdagangan, Jasa, dan Investasi (Trade, Service, and Investment).
Klasifikasi sektor industri perusahaan publik ini sangat bermanfaat
dalam menganalisis perkembangan saham-saham perusahaan publik dari
sektor terkait. Cara pandang saham dari perspektif klasifikasi sektor industri
merupakan suatu cara yang populer dan dipakai luas baik oleh pemodal
institusional maupun individu.
Seiring dengan perkembangan pasar dan tuntutan untuk lebih
meningkatkan efisiensi serta daya saing di kawasan regional, maka efektif
tanggal 3 Desember 2007 secara resmi PT Bursa Efek Jakarta digabung
dengan PT Bursa Efek Surabaya dan berganti nama menjadi PT Bursa Efek
Indonesia.
2. Deskripsi Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini, terdapat 5 (lima) variabel yang akan dianalisis,
dimana kelima variabel yang dimaksud dikelompokkan menjadi dua bagian
yaitu variabel dependen adalah IHSG, sedangkan variabel independen yang
digunakan adalah PDB, Inflasi, Nilai Tukar Rupiah/US$ (Kurs) dan Tingkat
Suku Bunga SBI.
f. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pertama kali diperkenalkan
pada tanggal 1 April 1983 sebagai indikator pergerakan harga saham
yang tercatat di bursa. Hari dasar perhitungan indeks adalah tanggal 10
Agustus 1982 dengan nilai 100. Sedangkan jumlah emiten yang
tercatat pada waktu itu adalah sebanyak 13 emiten. Sekarang ini
(Desember 2009) jumlah emiten yang tercatat di Bursa Efek Indonesia
sudah mencapai 398 emiten.
Indeks harga saham sebagai cerminan dari pergerakan harga saham,
Indeks harga saham membandingkan perubahan harga saham dari
waktu ke waktu. Pergerakan nilai indeks tersebut akan menunjukkan
perubahan situasi pasar yang terjadi. Pasar yang sedang bergairah atau
terjadi transaksi yang aktif ditunjukkan dengan indeks harga saham
yang mengalami kenaikan, sedangkan yang lesu ditunjukkan dengan
indeks harga saham yang mengalami penurunan. Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) atau juga dikenal dengan Jakarta Composite Index
(JKSE), mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham
preferen yang tercatat di BEI.
Perkembangan IHSG di Bursa Efek Indonesia untuk periode tahun
2006-2010 dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1.
Grafik Perkembangan IHSG
Sumber : Bursa Efek Indonesia (BEI)
Seiring dengan perkembangan dan dinamika pasar, pergerakan IHSG
mengalami periode naik dan turun. Berdasarkan Gambar 4.1 dapat
dilihat bahwa pergerakan IHSG mengalami peningkatan yang cukup
drastis dari awal tahun 2006 sampai dengan awal tahun 2008. Namun
di pertengahan tahun 2008 terjadi krisis ekonomi global yang berasal
dari Amerika Serikat telah meruntuhkan perekonomian benua Eropa
dan Asia. Dampak dari krisis finansial global telah mendorong
jatuhnya nilai indeks harga saham sebesar 50% dalam kurun waktu
yang relatif singkat (satu tahun) IHSG terus mengalami penurunan,
dan puncaknya terjadi pada awal bulan Oktober 2008, dimana IHSG
terkoreksi sebesar 10,38% hingga menyentuh level 1.451,669. Pada
tiga bulan terkhir di tahun 2008 IHSG terus menurun yang diikuti
dengan penurunan nilai kapitalisasi pasar di BEI. Hal tersebut
menyebabkan pada akhir tahun 2008, IHSG ditutup pada level
1.340,892 atau turun sebesar 51,17% dari level penutupan di tahun
2007 sebesar 2.745,826. Memasuki tahun 2009 pergerakan IHSG
kembali mengalami peningkatan yang drastis, dimana pada bulan
Oktober telah mecapai level 2.528,14 sampai pada tahun 2010 pada
bulan Desember mencapai level 3703,51 dengan kenaikan 46,13%.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya menurunnya
harga minyak dunia, menguatnya nilai tukar rupiah, serta sentimen
regional. Artinya kondisi perekonomian yang baik merupakan
sentimen positif yang akan berdampak pada kenaikan harga di pasar
saham dan ini mengindikasikan bahwa pasar saham di Indonesia
sangat aktif dan dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi investor
dalam negeri maupun investor asing.
Menurut Abdul Hamid (2009) pergerakan harga saham merupakan
suatu yang dinamis, perubahanya dipengaruhi banyak faktor internal
maupun eksternal. Kemampuan dalam memilih waktu yang tepat, baik
dalam membeli maupun menjual saham tentunya sangat berpengaruh
terhadap keuntungan yang akan diperoleh. Prinsip dasar dari transaksi
perdagangan yang menguntungkan ialah membeli pada harga yang
rendah dan menjual pada harga yang tinggi (buy low and sell high) .
karena banyak faktor yang mempengaruhi harga saham, maka tentunya
sulit untuk menilai apakah harga saham saat ini rendah atau tinggi,
terutama untuk memprediksi harga pada waktu yang akan datang.
g. Gross Domstict Product (GDP)
Gross Domstict Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB)
merupakan jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh
unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik)
selama satu tahun. Dalam perhitungan PDB ini, termasuk juga hasil
produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan atau orang
asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan.
Gambar 4.2. Grafik Gross Domestic Product (GDP)
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)
Berdasarkan Gambar 4.2. dapat dilihat bahwa PDB terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun, walaupun ada penurunan sedikit
namun tidak terlalu signifikan. Diketahui bahwa PDB terendah terjadi
pada awal bulan pada tahun 2006 pada bulan januari sebesar 442.484,5
Miliyar Rupiah. Sedangakan PDB tertinggi terjadi di akhir tahun 2010
pada bulan september sebesar 593.704,4 Miliyar Rupiah. Artinya
perekonomian Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami
perkembangan seiring dengan peningkatan aktifitas perekonomian.
Hal ini karena adanya perbaikan ekonomi dengan dipulihkanya
kegiatan dari berbagai sektor-sektor yang didorong peningkatan
konsumsi swasta dan pemerintah, karena pertumbuhan ekonomi
selama ini banyak ditopang konsumsi masyarakat. Artinya meskipun
proses perbaikan ekonomi masih berjalan lambat, karena banyak
beberapa faktor yang mempengaruhinya secara fundamental, mulai
dari gejolak finansial, sosial dan politik dalam negeri yang
menyebabkan laju pertumbuhan ekonomi cenderung melambat.
h. Inflasi
Secara sederhana inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk
meningkat secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu
atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan
itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan) kepada barang lainnya di
suatu wilayah pada periode tertentu.
Laju inflasi merupakan suatu indikator yang sangat menentukan dalam
perekonomian makro suatu negara. Inflasi merupakan suatu masalah
bagi ekonomi makro, jika pemerintah tidak segera menangani masalah
inflasi akan menyebabkan ketidak stabilan suatu perekonomian yang
akhirnya akan memperburuk kinerja perekonomian suatu negara.
Berdasarkan data yang diperoleh, Laju Inflasi untuk periode tahun
2006-2010 dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3. Grafik Laju Inflasi
Sumber : Bank Indonesia (BI)
Melihat pada Gambar 4.3. dapat diketahui bahwa laju inflasi bersifat
fluktuatif. Dimana tingkat inflasi yang tertinggi terjadi pada awal tahun
2006 di bulan februari sebesar 17,92 persen. Karena sebelumnya di
akhir tahun 2005 inflasi sudah begitu tinggi dan ini berlajut pada awal
tahun 2006. Inflasi yang begitu tinggi ini di karenakan gejolak
meningkatnya harga bahan bakar minyak (BBM) selama dua kali di
tahun 2005. Kemudian inflasi terus dikendalikan melalui otoritas
moneter untuk tidak menaikan tingkat suku bunga Bank, karena
tekanan terhadap inflasi yang berdampak pada kenaikan suku bunga
bank dituding sebagai penyebab kelesuan ekonomi dan melambatnya
gerak sektor riil. Pada bulan oktorber 2006 sampai bulan januari 2008
tingkat inflasi menunjukan posisi yang stabil yang berkisar antara 6
sampai 7 persen. Kemudian pada pertengahan tahun 2008 Indonesia
terkena dampak dari krisis finansial global yang terjadi di Negara
Amerika Serikat, sehingga telah mendorong tingkat inflasi kembali
naik pada bulan september 2008 mencapai 12,14 persen. Karena
dampaknya tidak terlalu signifikan terhadap Negera Indonesia, dalam
waktu singkat (kurang dari satu tahun) tingkat inflasi bisa di
kendalikan, hingga tingkat inflasi paling terendah terjadi pada akhir
tahun 2009 di bulan november mencapai 2,41 persen. Hal ini benar
bahwa tingkat inflasi mengalami fluktuasi karena dampak internal
maupun eksternal yang terjadi di Negara Indonesia. Kestabilan inflasi
sangat mendukung dalam pembangunan ekonomi dan hal ini sedikit
banyak dapat mempengaruhi tingkat investasi pasar modal di dalam
negeri.
i. Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD (KURS)
Nilai tukar Rupiah atau disebut juga kurs Rupiah adalah perbandingan
nilai atau harga mata uang Rupiah dengan mata uang lain.
Perdagangan antar negara dimana masing-masing negara mempunyai
alat tukarnya sendiri mengharuskan adanya angka perbandingan nilai
suatu mata uang dengan mata uang lainnya, yang disebut kurs valuta
asing atau kurs (Salvatore,1998:8).
Gambar 4.4. Grafik Kurs
Sumber : Bank Indonesia (BI)
Gambar 4.4. dapat dilihat bahwa nilai tukar Rupiah terhadap dollar AS
(Kurs) dari januari 2006 sampai september 2008 relatif stabil, karena
fluktuasi yang terjadi tidak terlalu tinggi ataupun terlalu rendah.
Namun pada akhir tahun 2008 di bulan november nilai mata uang
Rupiah terdepresiasi oleh dollar AS sebesar 12.151 Rupiah. Hal ini
dikarenakan terkena dampak krisis global yang terjadi di Amerika
Serikat. Kemudian Rupiah terapresiasi mulai dari pertengahan tahun
2009 sampai di akhir tahun 2010, dimana Rupiah terapresiasi sebesar
8.925 Rupiah di bulan
november 2010. Hal ini mengindikasikan
bahwa nilai Rupiah terhadap Dollar AS mengalami penguantan yang
signifikan sehingga sedikit banyak dapat mempengaruhi tingkat
investai di pasar modal.
j. Suku Bunga SBI
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga dalam mata
uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan
utang berjangka waktu pendek. Sedangkan suku bunga adalah jumlah
bunga yang harus dibayar per unit waktu. Jadi, tingkat suku bunga SBI
jumlah bunga yang harus dibayar per unit waktu untuk SBI.
Gambar 4.5. Grafik Tingkat SBI
Sumber : Bank Indonesia (BI)
Berdasarkan Gambar 4.5. diatas dapat dilihat bahwa Tingkat Suku
Bunga SBI selama tahun 2006 mengalami penurunan yang cukup
signifikan yaitu dari 12,75 persen menjadi 8 persen sampai awal tahun
2008, sedangkan selama pertengahan tahun 2008 kembali terjadi
kenaikan yang cukup signifikan yaitu dari 8 persen menjadi 9,25
persen atau kembali lagi seperti pada awal tahun 2007, kemudian
selama pertengahan tahun 2009 Suku Bunga SBI dapat dikatakan
stabil pada kisaran
6,5 persen sampai pada akhir tahun 2010.
Perubahan tingkat suku bunga yang tidak stabil ini, selanjutnya akan
mempengaruhi keinginan investor untuk mengadakan investasi,
misalnya pada surat berharga, dimana harga dapat naik atau turun
tergantung pada tingkat bunga (bila tingkat bunga naik maka surat
berharga turun dan sebaliknya), sehingga ada kemungkinan pemegang
surat berharga akan menderita capital loss atau capital gain.
B. Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan mengunakan Eviews 6.0 untuk
mempermudah atas hasil yang didapat dari variabel-variabel yang diteliti.
Dengan variabel bebas terdiri dari GDP, Inflasi, nilai tukar Rupiah terhadap
USD dan suku bunga SBI, sedangkan variabel terikatnya yaitu Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG).
Tahap awal dalam penelitian ini adalah dengan mengunakan uji Akar
Unit terhadap seluruh variabel yang di uji, untuk melihat stasioner atau tidak
nya sebuah data. Namun sebelumnya harus melalui uji Linieritas terlebih
dahulu, agar mendapatkan model yang baik.
1. Linieritas
Uji spesifikasi linearitas model, Uji ini biasanya didesain untuk
menguji apakah suatu variabel penjelas cocok atau tidak dimasukkan
dalam suatu model estimasi. Akan tetapi menurut Kennedy (1996) dalam
Insukindro (2003) uji ini digunakan untuk menguji apakah bentuk fungsi
suatu model estimasi linear ataukah model log-linear, dengan cara melihat
nilai probabilitasnya. Pada penelitian ini digunakan uji JB.Ramsey
spesifikasi umum atau general test of spesification error.
Tabel 4.1.
Hasil Ramsey RESET Test
Ramsey RESET Test:
F-statistic
Log likelihood ratio
7.005238
7.318541
Prob. F(1,54)
Prob. Chi-Square(1)
0.0106
0.0068
Dari uji linieritas (uji Ramsey RESET Test) pada Tabel 4.7. nilai
Probabilitinya adalam 0.0068 ternyata lebih kecil dari derajat kesalahan
5% (0.05) . Artinya ada permasalahan linieritas, dengan kata lain bentuk
fungsi model estimasi dalam penelitian ini adalah tidak linier, yang berarti
Ho diterima. Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil regresi adalah
bahwa yang baik untuk digunakan dalam model ECM adalah model Semi
Log-linear. Model Semi-Log merupakan hasil transformasi logaritma
model yang tidak linier. Transformasi hanya dilakukan beberapa variabel
saja, yaitu menyederhanakan variabel yang nilai ukuran jaraknya begitu
jauh.
Melihat dari data yang digunakan adalah data semi log (ln) dari
variabel-variabel yang diteliti, dimana ln merupakan log dengan bilangan
dasar
yang berguna
untuk memecahkan persamaan yang tidak
diketahuinya merupakan pangkat dari variabel lain. Dimana log sendiri
adalah fungsi matematika yang dengan bilangan dasar 10 yang
kegunaannya untuk menyederhanakan suatu bilangan.
2. Uji Akar Unit
Uji akar unit dipandang sebagai uji stasioneritas karena pengujian
ini pada prinsipnya bertujuan untuk mengamati apakah koefisien tertentu
dari model otoregresif yang ditaksir mempunyai nilai satu atau tidak
(Yahya Hamja, 2008)
Tabel 4.2.
Uji Akar Unit Phillips-Perron test pada tingkat Level
Level
No.
Ho = Tidak Stasioner
Variabel
PP test
CV 5%
Ha = Stasioner
1
LNIHSG
-1.239143
-2.911730
Terima Ho
2
LNGDP
-1.020586
-2.911730
Terima Ho
3
INF
-2.294683
-2.911730
Terima Ho
4
LNKURS
-1.960374
-2.911730
Terima Ho
5
SBI
-1.975883
-2.911730
Terima Ho
Sumber : Lampiran 2
Dari data yang diuji, dapat dilihat menunjukan ketidakstaioneran pada
data di tingkat Level. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai Phillip-Perron test
lebih kecil dari pada McKinnon Critical Value 5% (PPtest < CV 5%).
Kesimpulan dari hasil data yang diolah adalah Ho diterima yaitu semua data
tidak stasioner tingkat Level sehingga harus dilanjutkan pada tingkat
berikutnya di uji Drajat Integrasi, sampai data menjadi stasioner.
3. Uji Derajat Integrasi
Dalam uji akar unit PP, menghasilkan kesimpulan bahwa data tidak
stasioner, maka perlu dilakukan proses diferensi data. Uji stasioner data
melalui proses diferensi ini disebut uji derajat integrasi.
Tabel 4.3.
Uji Akar Unit Phillips-Perron test pada tingkat First Difference
First Difference
No.
Ho = Tidak Stasioner
Variabel
PP test
CV 5%
Ha = Stasioner
1
LNIHSG
-5.412094
-3.489228
Tolak Ho
2
LNGDP
-3.712969
-3.489228
Tolak Ho
3
INF
-6.250748
-3.489228
Tolak Ho
4
LNKURS
-6.613480
-3.489228
Tolak Ho
5
SBI
-2.760495
-3.489228
Terima Ho
Sumber : Lampiran 3
Dari data yang diuji dapat dilihat bahwa hanya variabel IHSG, GDP,
Inflasi dan Kurs yang stasioner pada tingkat first difference, sedangkan
variabel suku bunga SBI masih menunjukan ketidak stasioneran pada tingkat
first difference. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai Phillip-Perron test lebih
kecil dari pada McKinnon Critical Value 5% (PPtest < CV 5%). Kesimpulan
dari hasil data yang diolah adalah Ho ditolak yaitu variabel IHSG, GDP,
Inflasi dan Kurs sudah stasioner pada tinggkat first difference dan Ho diterima
yaitu data suku bunga SBI karena data masih belum stasioner dan perlu di
lanjutkan pada tingkat berikutnya sampai data menjadi stasioner, dengan
melakukan uji tingkat second difference.
Tabel 4.4.
Uji Akar Unit Phillips-Perron test pada tingkat Second Difference
Second Difference
No.
Ho = Tidak Stasioner
Variabel
PP test
CV 5%
Ha = Stasioner
1
LNIHSG
-11.98980
-3.490662
Tolak Ho
2
LNGDP
-7.533063
-3.490662
Tolak Ho
3
INF
-14.11913
-3.490662
Tolak Ho
4
LNKURS
-13.60449
-3.490662
Tolak Ho
5
SBI
-7.382974
-3.490662
Tolak Ho
Sumber : Lampiran 4
Dari data yang diuji dapat dilihat bahwa semua variabel sudah
stasioner pada second difference. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai
Phillip-Perron test lebih kecil dari pada McKinnon Critical Value 5% (PPtest
< CV 5%). Kesimpulan dari data yang diolah adalah Ho ditolak yaitu semua
variabel sudah sudah stasioner pada tingkat second difference dan pengujian
dapat dilanjutkan dengan uji berikutnya yaitu Uji Kointegrasi.
4. Uji Kointegrasi
Pendekatan kointegrasi merupakan isu statistik yang tidak dapat
diabaikan yang berkaitan dengan pengujian terhadap kemungkinan adanya
hubungan jangka panjang antara variabel-variabel ekonomi seperti yang
dikehendaki teori ekonomi. Pendekatan ini dapat pula dianggap sebagai uji
teori ekonomi dan merupakan bagian penting dalam perumusan dan estimasi
sebuah model dinamis (Indukindro, 2003).
Tabel 4.5.
Uji Kointegrasi
Null Hypothesis: RESID01 has a unit root
Exogenous: None
Bandwidth: 4 (Fixed using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic
Test critical values: 1% level
5% level
10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-3.766333
-2.604746
-1.946447
-1.613238
0.0003
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction)
HAC corrected variance (Bartlett kernel)
0.003756
0.003868
Dari Tabel 4.4. diatas menunjuan nilai PP test > CV 5% yaitu 3.766333 > -1.946447 dengan probabilitas 0.0003 sehingga Ho ditolak.
Artinya adalah residual dari persamaan telah stasioner pada derajat integrasi
nol atau I(0). Sehingga setiap variabel dikatakan terkointegrasi atau terdapat
adanya indikasi hubungan dalam jangka panjang.
Adanya indikasi hubungan keseimbangan dalam jangka panjang belum
dapat digunakan sebagai bukti bahwa terdapat hubungan antara variabelvariabelnya dalam jangka pendek dan jangka panjang. Sehingga untuk
menentukan variabel mana yang menyebabkan perubahan pada variabel
lainya, maka digunakan perhitungan Error Corection Model (ECM).
5. Uji Asumsi Klasik
a. Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal
Ghozali (2005:110). Model regresi yang baik adalah distribusi data normal
atau mendekati normal (Gujarati, 2006).
Gambar 4.6.
Uji Normalitas Jarque-Bera
9
Series: Residuals
Sample 2006M01 2010M12
Observations 60
8
7
6
5
4
3
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
4.28e-13
-41.31721
521.9405
-463.7779
211.1679
0.776560
3.239167
Jarque-Bera
Probability
6.173464
0.045651
2
1
0
-400
-200
0
200
400
Nilai probability nya 0.045651 ternyata lebih kecil dari derajat
kesalahan α = 0.05, artinya data bersifat tidak normal yang berarti Ho
diterima.
Akan tetapi hal ini tidak menjadi masalah karena data yang
digunakan sudah di uji dengan uji stasioneritas dan hasil olah data dari
model nantinya menghasilkan nilai yang di inginkan.
b. Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi
linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya) Ghozali (2005:95).
Tabel 4.6.
Hasil Uji Lagrange Multiple Test
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
Obs*R-squared
0.619709
1.373525
Prob. F(2,52)
Prob. Chi-Square(2)
0.5420
0.5032
Dari Tabel 4.5. pada tabel uji LM dapat dilihat bahwa nilai
probabilitas Chi-Square 0.5032 atau lebih besar dari α = 0.05. Hal ini
berarti dalam model ini tidak terdapat adanya autokorelasi, yang berarti
Ho ditolak.
c. Heteroskedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain Ghozali (2005: 105). Jika varians dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas
dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.
Tabel 4.7.
Hasil White Heteroskedasticity
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic
Obs*R-squared
Scaled explained SS
1.831690
20.46523
21.01377
Prob. F(13,46)
Prob. Chi-Square(13)
Prob. Chi-Square(13)
0.0663
0.0842
0.0727
Dari Tabel 4.6. dapat dilihat bahwa dalam model ini nilai
probabilitas sebesar 0.0842 dengan Obs*R2 20.46523 yaitu diatas derajat
keslahan 5% (0,05). Hal ini berarti dalam model tidak terdapat adanya
heteroskedastisitas yang berarti Ho ditolak.
6. Uji Error Corection Model (ECM)
Setelah model ECM terbebas/lulus dari uji stasioner, uji drajat
integrasi, uji kointegritas dan uji asumsi klasik, maka model ECM layak
dipakai dan kemudian dilakukan analisis ECM. ECM merupakan salah
satu pendekatan untuk menganalsis model times series yang digunakan
untuk melihat konsistensi antara hubugan jangka pendek dengan hubungan
jangka panjang dari variabel-variabel yang di uji.
Tabel 4.8. Hasil Regresi Error Corectin Model (ECM)
Dependent Variable: D(LNIHSG)
Method: Least Squares
Date: 05/31/11 Time: 12:36
Sample (adjusted): 2006M02 2010M12
Included observations: 59 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
D(LNGDP)
D(INF)
D(LNKURS)
D(SBI)
LNGDP(-1)
INF(-1)
LNKURS(-1)
SBI(-1)
ECT
11.15605
-1.163920
0.006585
-1.684899
-0.153176
-0.385912
-0.294554
-1.097037
-0.367761
0.303370
5.969192
1.242711
0.007773
0.244419
0.061416
0.315367
0.116368
0.448889
0.148056
0.120670
1.868938
-0.936597
0.847196
-6.893491
-2.494060
-1.223692
-2.531229
-2.443894
-2.483925
2.514057
0.0676
0.3536
0.4010
0.0000
0.0161
0.2269
0.0146
0.0182
0.0165
0.0153
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.609515
0.537793
0.056798
0.158075
90.98817
8.498314
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.018651
0.083544
-2.745362
-2.393237
-2.607906
2.088772
Dari hasil olah data uji Error Corection Model, pada Tabel 4.9.
menunjukan bahwa nilai koefisien ECT sudah terletak antara 0 dan 1 yaitu
besaran koefisien ECT 0.303370 menunjukkan bahwa proporsi biaya
ketidakseimbangan dalam perubahan Indeks Harga Saham Gabungan pada
persaman sebelumnya yang disesuaikan dengan perubahan sekarang
adalah sekitar 30.03370%. ketidaksesuaian antara nilai aktual IHSG dan
nilai IHSG yang diinginkan akan disesuaikan dalam waktu satu tahun.
Dapat dilihat t-statistiknya lebih dari 2 yaitu 2.514057 dengan
probabilitas 0.0153, angka ini terletak dibawah 0.05. Hal ini berarti ECT
sudah signifikan pada tingkat kepercayaan α = 0.05 secara statistik. Hal ini
menunjukan bahwa variabel Independent yang ada pada model secara
bersama-sama
berpengaruh terhadap variabel
Dependent.
Dengan
demikian, spesifikasi model yang dipakai dalam penelitian ini adalah tepat
dan mampu menjelaskan hubungan jangka pendek maupun jangka
panjang. Oleh karena itu persamaan tersebut sudah sahih dan tidak ada
alasan untuk ditolak (Indukindro, 1993:12-16).
Dari hasil estimasi regresi dengan pendekatan ECM, variabel
jangka pendek ditunjukkan oleh DLNGDP,DINF, DLNKURS dan DSBI.
Namun dalam jangka panjang perlu dihitung dengan cara menjumlahkan
nilai koefisien tiap-tiap variabel jangka panjang LNGDP(-1), INF(-1),
LNKURS(-1) dan SBI(-1) dijumlah dengan nilai koefisien ECT kemudian
dibagi dengan koefisien ECT. Rumus koefisien simulasi jangka panjang
sebagai berikut:
LNGDP (-1) =
INF (-1)
=
C5
C9
………………………………………....(4.2)
C6 C 9
………………………………………….(4.3)
C9
LNKURS (-1) =
C7
SBI (-1)
C8
=
C9
C9
…………………………………….……(4.4)
C9
……………………………………….…(4.5)
C9
C9
Tabel 4.9.
Hasil Regresi ECM
Coefficient
Variabel
Notasi
Jangka Pendek
Jangka Panjang
Konstanta
C
11.15605
11.15605
Pertumbuhan Ekonomi
D(LNGDP)
-1.163920
-0.272083
Inflasi
D(INF)
0.006585
0.002906
Kurs
D(LNKURS)
-1.684899
-2.616168
Suku Bunga SBI
DSBI
-0.153176
-0.212252
Sumber : Lampiran 9 (data diolah)
Berdasarkan hasil output data yang sudah diolah, maka hasil
regresi ECM
dalam jangka pendek dan jangka panjang di dapat hasil
sebagai berikut.
D (LNIHSG) = 11.15605 – 1.163920* D(LNGDP) + 0.006585* D(INF) –
1.684899* D(LNKURS) – 0.153176* D(SBI) – 0.272083*
LNGDP (-1) + 0.002906* INF (-1) – 2.616168* LNKURS
(-1) – 0.212252* SBI (-1) + 0.303370* ECT.
C. Interpretasi Data
Interpretasi Data dari Hasil Regresi ECM untuk masing-masing
koefisien regresi adalah:
1. Konstanta
Dalam jangka pendek dan jangka panjang nilai konstanta sebesar 11.15605
menunjukkan apabila nilai variabel independen (LNGDP, INF, LNKURS
dan SBI) konstan maka besarnya Indeks Harga Saham Gabungan adalah
sebesar 11.15605 point.
2. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi (GDP) terhadap Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG)
a. Jangka Pendek
Hasil estimasi jangka pendek variabel pertumbuhan ekonomi memiliki
pengaruh yang negatif dan tidak signifikan terhadap variabel indeks
harga saham gabungan pada tingkat signifikansi sebesar 5% dengan
probabilitas sebesar 0.3536.
b. Jangka Panjang
Hasil estimasi jangka panjang variabel pertumbuhan ekonomi
memiliki pengaruh yang negatif dan tidak signifikan terhadap variabel
indeks harga saham gabungan pada tingkat signifikansi sebesar 5%
dengan probabilitas sebesar 0.2269.
3. Pengaruh Inflasi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
a. Jangka Pendek
Hasil estimasi jangka pendek variabel inflasi memiliki pengaruh yang
positif dan tidak signifikan terhadap variabel indeks harga saham
gabungan pada tingkat signifikansi sebesar 5% dengan probabilitas
sebesar 0.4010.
b. Jangka Panjang
Hasil estimasi jangka panjang variabel inflasi memiliki pengaruh yang
positif dan signifikan terhadap variabel indeks harga saham gabungan
pada tingkat signifikansi sebesar 5% dengan probabilitas sebesar
0.0146. Koefisien tingkat inflasi sebesar 0.002906 artinya dengan
mengasumsikan pengaruh faktor-faktor lain konstan, setiap kenaikan
yang terjadi pada tingkat inflasi sebesar 1% akan menyebabkan
perubahan kenaikan pada indeks harga saham gabungan sebesar
0.002906 point.
4. Pengaruh Kurs Rupiah terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
a. Jangka Pendek
Hasil estimasi jangka pendek variabel kurs memiliki pengaruh yang
negatif dan signifikan terhadap variabel indeks harga saham sektor
keuangan pada tingkat signifikansi sebesar 5% dengan probabilitas
sebesar 0.0000. Koefisien kurs sebesar -1.684899 artinya dengan
mengasumsikan pengaruh faktor-faktor lain konstan, setiap kenaikan
yang terjadi pada kurs Rupiah sebesar 1 rupiah akan menyebabkan
perubahan penurunan pada indeks harga saham gabungan sebesar
1.684899 point.
b. Jangka Panjang
Hasil estimasi jangka panjang variabel kurs memiliki pengaruh yang
negatif dan signifikan terhadap variabel indeks harga saham sektor
keuangan pada tingkat signifikansi sebesar 5% dengan probabilitas
sebesar 0.0182. Koefisien kurs sebesar -2.616168 artinya dengan
mengasumsikan pengaruh faktor-faktor lain konstan, setiap kenaikan
yang terjadi pada kurs Rupiah sebesar 1 rupiah akan menyebabkan
perubahan penurunan pada indeks harga saham gabungan sebesar
2.616168 point.
5. Pengaruh Suku Bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG)
a. Jangka Pendek
Hasil Estimasi jangka pendek variabel suku bunga SBI memiliki
pengaruh negatif dan signifikan pada tingkat signifikansi 5% dengan
probabilitas sebesar 0.0161 terhadap indeks harga saham gabungan.
Koefisien tingkat suku bunga SBI -0.153176, artinya dengan
mengasumsikan pengaruh faktor-faktor lain konstan, setiap kenaikan
yang terjadi pada suku bungan SBI sebesar 1% akan mengakibatkan
perubahan penurunan terhadap indeks harga saham gabungan sebesar
0.153176 point.
b. Jangka Panjang
Hasil Estimasi jangka panjang variabel suku bunga SBI memiliki
pengaruh negatif dan signifikan pada tingkat signifikansi 5% dengan
probabilitas sebesar 0.0165 terhadap indeks harga saham gabungan.
Koefisien tingkat suku bunga SBI -0.212252, artinya dengan
mengasumsikan pengaruh faktor-faktor lain konstan, setiap kenaikan
yang terjadi pada suku bungan SBI sebesar 1% akan mengakibatkan
perubahan penurunan terhadap indeks harga saham gabungan sebesar
0.212252 point.
D. Pembahasan Analisis Statistik
1. Jangka Pendek
Hasil penemuan ini menemukan kenyataan bahwa dalam jangka
pendek variabel Gross Doestik Product (GDP) tidak memberi pengaruh
secara signifikan terhadap Indeks IHSG. Tanda negatif pada koefisien
artinya adalah bahwa pertumbuhan ekonomi yang meningkat berarti
meningkat pula kesejahteraan dan daya beli masyarakat. Masyarakat
cenderung untuk menggunakan uangnya dalam bentuk konsumsi barang
dan jasa, sehingga investasi kurang diminati yang mengakibatkan turunnya
kinerja saham di BEI, demikian pula dengan Indeks Harga Saham
Gabungan. Begitu juga dalam jangka pendek di variabel Inflasi juga tidak
memberikan pengaruh hubungan yang sigifikan terhadap Indeks IHSG.
Tanda negatif pada koefisien, artinya hal ini pada dasarnya masih
didominasi oleh motif-motif spekulasi sehingga fundamental ekonomi,
seperti Inflasi tidak terlalu mempengaruhinya.
Sedangkan untuk variabel Kurs terdapat hubungan signifikan
terhadap Indeks IHSG, tanda negatif pada koefisien artinya adalah
manakala fluktuasi rupiah yang cukup tajam dan sulit untuk diprediksi
sehingga investor cenderung untuk menghindari resiko dengan tidak
memperhitungkan faktor kurs Rupiah dalam berspekulasi. Investor akan
menghindari terjadinya undervalue dalam penjualan saham overvalue
dalam pembelian saham. Untuk variabel suku bunga SBI juga terdapat
hubungan yang signifikan terhadap Indeks IHSG. Koefisien suku bunga
SBI yang bertanda negatif artinya adalah hal ini terjadi karena SBI secara
tidak langsung berpengaruh terhadap indeks harga saham gabungan
melalui perubahan jumlah uang beredar yang dikendalikan melalui
sukubunga SBI sebagai instrumen kebijakan moneter. Sehingga dengan
meningkatnya sukubunga SBI maka dana masyarakat akan terserap ke
sektor perbankan dan transaksi di pasar modal mengalami penurunan
demikian pula dengan indeks harga saham gabungan.
2. Jangka Panjang
Hasil menunjukan kenyataan bahwa dalam jangka panjang variabel
Gross Domestic Product (GDP) berhubungan negatif dan tidak signifikan
terhadap Indeks IHSG. Hal ini kemungkinan mengindikasikan bahwa
saham belum dipandang sebagai instrument investasi (jangka panjang)
yang bagus sehingga permintaan masyarakat terhadap saham tidak
meningkat. Untuk investasi, masyarakat lebih tertarik pada sektor
produktif (sektor riil) dari pada untuk investasi ke pasar modal.
Argumentasi tersebut sejalan dengan berbagai temuan lain bahwa IHSG
dalam jangka panjang tidak berpengaruh.
Dalam jangka panjang tingkat inflasi berhubungan positif dan
signifikan terhadap Indeks IHSG, hal ini bertolak belakang dengan
kenyataan yang ada dilapangan. Sehingga indikasi yang digunakan adalah
pada dasarnya jumlah uang beredar berhubungan erat dengan Inflasi.
Menurut Mankiw (2003), ke eratan hubungan inflasi dengan jumlah uang
beredar tidak bisa dilihat dalam jangka pendek. Teori inflasi ini bekerja
paling baik dalam jangka panjang, bukan dalam jangka pendek. Teori ini
yang digunakan sebagai indikasi bahwa apabila terjadi inflasi hal ini
mengisyaratkan jumlah uang yang beredar di masyarakat meningkat. Dan
ketika jumlah uang beredar di masyarakat meningkat maka masyarakat
akan mengunakan uang yang mereka pegang untuk kebutuhan konsumsi
dan berjaga-jaga. Dari kelebihan uang tersebut bisa digunakan untuk
berinvestasi dan dengan harapan memperoleh return pada berbagai
instrumen termasuk pasar modal (saham). Hal ini dapat disimpulkan,
ketika inflasi naik yang berarti jumlah uang beredar di masyarakat juga
naik akan mengakibatkan kenaikan terhadap indeks IHSG. Ketidakpastian
return riil sekuritas berbunga tetap yang disebabkan oleh ketidakpastian
inflasi sering disebut dengan risiko daya beli (purchasing power) (Sharpe,
et all, 1999: 373).
Dalam jangka panjang variabel kurs berhubungan negatif dan
signifikan terhadap indeks IHSG. Artinya dalam jangka panjang
perusahaan-perusahaan tidak mampu mengatasi berbagai dampak positif
akibat apresiasi rupiah, Perusahaan yang berorientasi ekspor akan
mengalami penurunan permintaan output ke luar negeri akibat lebih
mahalnya harga output jika dihitung dalam denominasi dollar AS.
Perusahaan-perusahaan yang listed di BEI sebagian besar adalah
perusahaan yang berorientasi ekspor sehingga apresiasi justru akan
menurunkan nilai intrinsik (return) perusahaan dalam jangka panjang (Ana
Oktavia, 2007).
Dalam jangka panjang variabel suku bunga SBI berhubungan negatif
dan signifikan terhadap indeks IHSG. Hal ini dikarenakan kenaikan suku
bunga SBI akan menyebabkan kenaikan suku bunga deposito perbankan
dan instrumen keuangan lainnya. sehingga akan menyebabkan investor
lebih
tertarik
menginvestasikan
dananya
pada
sektor
perbankan
dibandingkan dengan di pasar modal. Akibatnya ini akan menurunkan
tingkat Indeks IHSG. (Judisseno, 2002: 43). Kenaikan suku bunga SBI
secara terus menerus dalam jangka panjang akan memperburuk kinerja
pasar modal. Adanya perbedaan tingkat signifikansi probabilitas jangka
pendek dengan jangka panjang dapat disebabkan antara lain investor lebih
memperhitungkan faktor lain diluar sukubunga SBI. Faktor lain yang
mempengaruhi investor antara lain yaitu pembagian dividen yang besar.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Dalam jangka pendek tidak terdapat pengaruh variabel GDP dan inflasi
terhadap IHSG. Sedangkan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS (kurs)
terdapat pengaruh terhadap IHSG, Dimana jika Kurs Rupiah menguat
terhadap Dollar AS sebesar 1 Rupiah maka akan menurunkan Indeks
IHSG sebesar 1.684899 point. Begitu juga dengan suku bunga SBI
terdapat pengaruh terhadap IHSG. Dimana jika suku bunga SBI naik 1%
maka akan menurunkan indeks IHSG sebesar 0.153176 point. Hal ini
membawa implikasi bahwa variabel GDP inflasi tidak dapat digunakan
untuk memprediksi nilai IHSG dalam jangka pendek. Sedangkan variabel
Rupiah terhadap Dollar AS (kurs) dan suku bunga SBI dapat digunakan
untuk memprediksi nilai IHSG dalam jangka pendek.
2. Dalam jangka panjang tidak terdapat pengaruh variabel GDP terhadap
IHSG. Tetapi variabel inflasi berpengaruh terhadap indeks IHSG, dimana
jika inflasi naik sebesar 1%, maka akan meningkatkan indeks IHSG
sebesar 0.00290 point. Sedangkan untuk variabel kurs terdapat pengaruh
terhadap IHSG. Dimana jika Kurs Rupiah menguat terhadap Dollar AS
sebesar 1 Rupiah maka akan menurunkan Indeks IHSG sebesar 2.616168
point. Dalam jangka panjang suku bunga SBI juga terdapat pengaruh
terhadap indeks IHSG. dimana jika suku bunga SBI naik 1% maka akan
menurunkan indeks IHSG sebesar 0.212252 point.
Hal ini membawa
implikasi bahwa variabel GDP tidak dapat digunakan untuk memprediksi
nilai IHSG dalam jangka panjang. Sedangkan variabel Inflasi, Rupiah
terhadap Dollar AS (kurs) dan suku bunga SBI dapat digunakan untuk
memprediksi nilai IHSG jangka panjang.
B. Saran
Beberapa saran yang ditujukan bagi pemerintah, dan pelaku pasar
dalam menjalankan kegiatan investasi di pasar modal serta saran bagi peneliti
dan akademisi dengan maksud dapat meningkatkan penelitian di bidang
investasi di pasar modal antara lain :
1. Karena variabel makroekonomi terbukti berpengaruh terhadap pergerakan
harga saham, maka perlu adanya upaya dari pemerintah dan otoritas
moneter untuk menjaga kestabilan variabel makroekonomi tersebut supaya
pergerakan indeks harga saham terkendali dan sesuai dengan yang
diharapkan. Khusus nya dalam jangka pendek memperhatikan variabel
Kurs Rupiah terhadap Dollar AS dan suku bunga SBI, sedangkan dalam
jangka panjang yang lebih di perhatikan adalah variabel Inflasi, Kurs
Rupiah terhadap Dollar AS dan suku bunga SBI.
2. Karena terbukti berpengaruh terhadap pergerakan indeks harga saham,
investor diharapkan memperhatikan variabel-variabel makroekonomi
dalam keputusan investasi di pasar modal. Khususnya dalam jangka
pendek memperhatikan variabel Kurs Rupiah terhadap Dollar AS dan
suku bunga SBI, sedangkan dalam jangka panjang yang lebih di
perhatikan adalah variabel Inflasi, Kurs Rupiah terhadap Dollar AS dan
suku bunga SBI.
3. Untuk memperdalam kajian ini, pengembangan penelitian dapat dilakuan
dengan menambah variabel lainnya dan memperpanjang data penelitian,
sehingga dapat memberikan hasil penelitian yang lebih akurat dan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Buku Teks
Adiningsih, Sri dkk, “Perangkat Analisis dan Teknik Analisis Investasi di Pasar
Modal Indonesia”, P.T. Bursa Efek Jakarta, Jakarta, 1998.
Agus Sartono, “Manajemen Keuangan, Teori dan Aplikasi”, Edisi Keempat,
BPFE, Yogyakarta, 2001.
Anoraga, Panji dan Piji Pakarti, “Pengantar Pasar Modal”, PT. Rineka Cipta,
Jakarta, 2000.
_______, “Pengantar Pasar Modal”. Edisi Revisi Jakarta: PT.Rineka Cipta,
Jakarta, 2008
Bodie, Kane Marcus, “Invesment”, Edisi Enam, Salemba Empat, Jakarta, 2006.
Boediono, “Ekonomi Moneter”, Edisi 3, BPFE: Yogyakarta, 2000.
Dornbush, Rudiger and Fisher, Standley and Startz, Richard, “Macroeconomic”
ninth edition, Mc Graw-Hill Companies, New York, 2004.
Engle, Robert F. dan C. W. J. Granger, “Co-integration and Error Correction :
Representation, Estimation, and Testing, Econometrica”, Vol. 55, No. 2,
March 251-279. 1987
Fabozzi, E.J. and Francis, J.C, “Capital Markets and Institution and Instrument”,
Upper Saddle River New Jersey, 1996.
Farid Harianto, Siswanto Sudomo, “Perangkat dan Teknik Analisis Investasi di
Pasar Modal Indonesia”, PT Bursa Efek Indonesia, Indonesia, 1998.
Gozali, Imam, “Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS”, Badan
Penerbit Universitas Diponegoro Semarang, Semarang, 2005.
Gujarati, Damodar R, “Dasar-dasar Ekonometrika”, Jilid 1, Alih Bahasa Julius
Mulyadi, Erlangga, 2006.
Halim, Abdul, “Analisis Investasi”, Salemba Empat, Depok, 2005.
_______, Analisis Investasi, edisi kedua, PT gramedia Pustaka Utama Indonesia.
Jakarta, 2006.
Hamid, Abdul. “Pasar Modal Syariah”. Lembaga Penelitian UIN Syarif
Hidayatullah: Jakarta. 2009
Hamja, Yahya, “Modul ekonometrika”, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.
Indriyo, “Manajemen Keuangan”, BPFE, Yogyakarta, 1981.
Insukindro, “Ekonomi Uang dan Bank”, BPFE, Yogyakarta, 1993
Karhi Nisjar, Winardi, “Ilmu Ekonomi Makro”, CV Mandiri Maju, Bandung,
1997.
Ketut, Rinadjin, “Pengantar Perbankan dan Lembaga Keuangan”, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Indonesia, 2000.
Khalwaty, Tajul. Inflasi dan Solusinya. PT. Gramedia Pusaka Utama: Jakarta.
2000
Kuncoro,Mudrajad, “Manajemen Keuangan Internasiona”l, BPFE, Yogyakarta,
1996.
Madura, Jeff, “Financial Management”, Florida University Express, 1993.
Mandala, Manurung dan Raharja, Pratama, “Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikro
Ekonomi Dan Makro Ekonomi)”, Edisi Ketiga Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia : Jakarta, 2008.
Mankiw, Gregory N, “Makro Economic”. Ninth Edition, Mc Grow-Hill, New
York, 2002.
________, “Principles of Economics. Pengantar Ekonomi Makro”, Edisi Ketiga,
Salemba Empat, Alih Bahasa Chriswan Sungkono, Jakarta, 2006.
Manurung, Jonni J, Manurung, Adler H, Saragih, Ferdinand D, “Ekonometrika”,
Cetakan Pertama, Penerbit Elex Media Computindo, Jakarta, 2008.
Maurice D. Levi, “Keuangan Internasional”. Buku 1, Penerbit Andi, Yogyakarta.
2001
McConnel Cambel R. and Stayle L. Brue., “Macroeconomics Principle, Problem
And Policies”, fiftinth edition, the McGraw-Hill Companies, New York,
2005
Nopirin, “Ekonomi Moneter”, Buku 2 Edisi1, BPFE. Yogyakarta, 1996.
________, “Ekonomi Moneter”, Buku II, Edisi ke 1, Cetakan Kesepuluh, BPFE
UGM, Yogyakarta, 2000.
O.P Simorangkir, “Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank”, Ghalia
Indonesia, Bogor, 2005.
Rahardja, Pratama dan Manurung, Mandal, “Teori Ekonomi Makro”, Edisi Dua,
Fakultas Ekonomi, Universtas Indonesia, Jakarta, 2004.
Raharjo, Budi, “Jeli Investasi Saham ala Warent Buffet”, Andi Yogyakarta,
Yogyakarta, 2009.
Rodoni Ahmad, “Statistik Bisnis”, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2004.
________, “Modul Instsitusi Depositori dan Pasar Modal” fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008
________, “Panduan Penulisan Skripsi” Fakultas Ekonomi dan Bisnis Press,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
Samuelson, Paul A and Nordhaus, William D, “Economic”, Eigthteenth Edition,
Mc Grow-Hill, New York, 2005.
Sri Handaru Yulianti, Handayo Prastyo, “Dasar-Dasar Manajemen Keunagan
Internasional”, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2002.
Suad Husnan, “Dasar-Dasar Manajeman Keungan internasional”, Penerbit Andi.
Yogyakarta, 2002.
Sugiyono, “Metode Penelitian Bisnis”, CV Alfabeta, Bandung, 2005.
Sukirno, Sadono, “Makroekonomi Modern”, PT.Raja Garfindo Persada, Jakarta,
2000
Sukirno, Sadono, “Teori Pengantar Ekonomi Makro”, PT. Grafindo Persada,
Jakarta, 2004.
Sukirno, Sadono, “Teori Makro Ekonomi”, Cetakan Keempatbelas, Rajawali
Press, Jakarta, 2002
Todaro, Michalle P dan Stephen C. Smith. “Pembanguna Ekonomi”, Edisi 9,
Erlangga : Jakarta, 2006
Todaro, Michalle P and Stephen C. Smith, “Economic Development”, Pearson
USA, 2009
Widarjono, Agus. Ekonometrika : “Teori dan Aplikasi untuk ekonomi dan bisnis
Ekonesia” FEUII: Yogyakarta 2007
Wiley, Jhon. “An Introduction To Equity Markets”, The reuters financial Training
Series, 2001
Jurnal dan Karya Ilmiah
Azhar Mauliano, Deddy, “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (Ihsg) Di Bursa Efek
Indonesia”, jurnal ekonomi Universitas Gunadarma, 2009.
Dossugi, Samuel, “Analisis Sensitifitas Harga Saham Terhadap Pergerakan
Pasar Di Bursa Efek Jakarta 1998-2005”. Jurnal ekonomi dan bisnis, 2
Agutus, 144-152 Tahun 2005
Frensidy, Budi, “Analisis Pengaruh Jual-Beli Asing, Kurs, dan Indeks Hang Seng
terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakrta
dengan Model Garch”, Jurnal Fakultas ekonomi Universitas Indonesia,
Depok 2009
Gunawan dan Adler Haymans Manurung, “Pengaruh Komoditas Terhadap
Indeks Harga Saham Gabungan”, 2008
Habib lotfi, Reza moshari dan Mortaza lotfi, “Pengaruh variabel ekonomi makro
terhadap indeks harga total bursa saham di Teheran, Iran”, The
International Conference on Islamic Economics and Economies of the
OIC Countries 2009 28-29 April 2009.
Hendrie Anto dan Rizky Amelia, “Pengaruh variabel makroekonomi terhadap
harga saham : studi kasus JII dan IHSG periode Januari 2002 s/d
Desember 2006”, 2007.
Nadeem Hussain Sohail dan Zakir, “Jangka panjang dan jangka pendek
hubungan antara variabel makroekonomi dan harga saham di pakistan:
studi kasus Bursa Efek.”Pakistan Economic and Social Review Volume
47, No.2 (Winter 2009), pp. 183-198. 2009
Pananda, Pasaribu, Wilson RL Tobing dan Haymans Manurung, “Pengaruh
Variabel Makro Ekonomi terhadap IHSG”, Jurnal, 2008.
Prantik, Ray and Vani Vina, “Pergerkan Pasar Saham India : Studi Kasus Pada
Linkage Dengan Ekonom Rill Di Era Reformasi”. Journal economic
National Institute of Management, Kolkata, India, 2004
Raditia Sukmana, Ahmad Hudaifah, dan Shochrul Rohmatul Ajija, “Analisis
Pengaruh Inflasi, Suku Bunga Dan Kurs Nilai Tukar Terhadap Saham
Jakarta Islamic Index”. The International Conference on Islamic
Economics and Economies of the OIC Countries 2009 28-29 April 2009
Sakhowi, Akhmad, “Analisis Pengaruh Perubahan Nilai Tukar Rupiah, Inflasi
Dan Tingkat Bunga Terhadap Kinerja Saham Di Bursa Efek Jakarta”,
Jurnal ekonomi dan bisnis, Vol.1.No.2 September 2003 :116-131
Sezgin Acikalin, Rafet Aktas dan Seyfettin Unal “Hubungan antara pasar saham
dan variabel makroekonomi: analisis empiris dari Bursa Efek Istanbul.”
Invesment Management and Financial Innovations, Volume 5, Issue 1,
2008
Suliaman D. Mohammad, Adnan Hussain and Adnan Ali, “Pengaruh Variabel
Makroekonomi Terhadap Harga Saham : Studi Kasus Kse (Bursa Efek
Karachi)”, European Journal of Scientific Research ISSN 1450-216X
Vol.38 No.1 (2009), pp.96-103, EuroJournals Publishing, Inc.
http://www.eurojournals.com/ejsr.htm, 2009.
T.O.
Asaolu and M.S.Ogunmuyiwa, “Dampak Dari Variabel-Variabel
Makroekonomi Pada Harga Rata-Rata Saham (Asp) Dan Lebih Lanjut
Untuk Menentukan Apakah Perubahan Variabel Makroekonomi
Menjelaskan Pergerakan Harga Saham Di Nigeria” Asian Journal of
Business Management 3(1): 72-78, 2011 ISSN: 2041-8752 © Maxwell
Scientific Organization, 2011
Octavia, Ana, “Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah US dan Tingkat Suku
Bunga SBI Terhadap IHSG di Bursa Efek Jakrta”, Skripsi Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri Semarang, 2007.
Waliullah, “Hubungan Antara Indeks Harga Saham Dan Liberalisasi Keuangan
Dan Pengaruh Tujuh Variabel Makroekonomi Di Pakistan Untuk
Periode 1971-2005” International Journal of Business and Social
Science Vol. 1 No. 3; December 2010 PhD student at Graduate School
of Economics and Management, Tohoku University, Sendai, Japan.
2010.
Lampiran 1
Data Variabel Makro Ekonomi Indonesia periode 2006.1 s.d 2010.12
Obs
2006.1
2006.2
2006.3
2006.4
2006.5
2006.6
2006.7
2006.8
2006.9
2006.10
2006.11
2006.12
2007.1
2007.2
2007.3
2007.4
2007.5
2007.6
2007.7
2007.8
2007.9
2007.10
2007.11
2007.12
2008.1
2008.2
2008.3
2008.4
2008.5
2008.6
2008.7
2008.8
2008.9
2008.10
2008.11
SBI
12.75
12.75
12.75
12.75
12.50
12.50
12.25
11.75
11.25
10.75
10.25
9.75
9.50
9.25
9.00
8.75
8.50
8.25
8.25
8.25
8.25
8.25
8.25
8.00
8.00
8.00
8.00
8.00
8.25
8.50
8.75
9.00
9.25
9.50
9.50
INF
17.03
17.92
15.74
15.40
15.60
15.53
15.15
14.90
14.55
6.29
5.27
6.60
6.26
6.30
6.52
6.29
6.01
5.77
6.06
6.51
6.95
6.88
6.71
6.59
7.36
7.40
8.17
8.96
10.38
11.03
11.90
11.85
12.14
11.77
11.68
KURS
9395.00
9230.00
9075.00
8775.00
9220.00
9300.00
9070.00
9100.00
9235.00
9110.00
9165.00
9020.00
9090.00
9160.00
9118.00
9083.00
8828.00
9054.00
9186.00
9410.00
9137.00
9103.00
9376.00
9419.00
9291.00
9051.00
9217.00
9234.00
9318.00
9225.00
9118.00
9153.00
9378.00
10995.00
12151.00
GDP
442484.50
445484.90
448485.30
451536.80
454586.30
457636.80
463391.50
469147.00
474903.50
471969.40
469035.30
466101.10
469281.30
472461.50
475641.70
479901.50
484161.30
488421.10
494591.20
500761.90
506933.00
502399.20
497865.40
493331.50
497287.10
501242.70
505198.40
509855.50
514512.60
519169.80
525646.20
532122.60
538599.00
532182.30
525765.60
IHSG
1232.32
1230.66
1322.97
1464.41
1330.00
1310.26
1351.65
1431.26
1534.61
1582.63
1718.96
1805.52
1757.26
1740.97
1830.92
1999.17
2084.32
2139.28
2348.67
2194.34
2359.21
2643.49
2688.33
2745.83
2627.25
2721.94
2447.30
2304.52
2444.35
2349.10
2304.51
2165.94
1832.51
1256.70
1241.54
2008.12
2009.1
2009.2
2009.3
2009.4
2009.5
2009.6
2009.7
2009.8
2009.9
2009.10
2009.11
2009.12
2010.1
2010.2
2010.3
2010.4
2010.5
2010.6
2010.7
2010.8
2010.9
2010.10
2010.11
2010.12
9.25
8.75
8.25
7.75
7.50
7.25
7.00
6.75
6.50
6.50
6.50
6.50
6.50
6.50
6.50
6.50
6.50
6.50
6.50
6.50
6.50
6.50
6.50
6.50
6.50
11.06
9.17
8.60
7.92
7.31
6.04
3.65
2.71
2.75
2.83
2.57
2.41
2.78
3.72
3.81
3.43
3.91
4.16
5.05
6.22
6.44
5.80
5.67
6.33
6.96
10950.00
11355.00
11980.00
11575.00
10713.00
10340.00
10225.00
9920.00
10060.00
9681.00
9545.00
9480.00
9400.00
9502.00
9382.00
9318.00
9127.00
9021.00
9330.00
9033.00
9052.00
8982.00
8964.00
8925.00
8960.00
519348.70
522454.30
525559.90
528665.70
532564.90
536464.10
540363.50
547243.30
554123.10
561003.00
556457.10
551911.20
547365.20
550900.50
554435.80
557971.20
563284.70
568598.20
573911.70
580509.20
587106.70
593704.40
590837.10
587969.80
585102.50
1355.41
1332.67
1285.48
1434.07
1722.77
1916.83
2026.78
2323.24
2341.54
2467.59
2367.70
2415.84
2534.36
2610.80
2549.03
2777.30
2971.25
2796.96
2913.68
3069.28
3081.88
3501.30
3635.32
3531.21
3703.51
Lampiran 2
Uji Stasioner Tingkat LEVEL
Uji Stasioner LNIHSG
Null Hypothesis: LNIHSG has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 4 (Fixed using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic
Test critical values: 1% level
5% level
10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-1.239143
-3.546099
-2.911730
-2.593551
0.6517
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction)
HAC corrected variance (Bartlett kernel)
0.006775
0.012007
Uji Stasioner LNGDP
Null Hypothesis: LNGDP has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 4 (Fixed using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic
Test critical values: 1% level
5% level
10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-1.020586
-3.546099
-2.911730
-2.593551
0.7404
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction)
HAC corrected variance (Bartlett kernel)
6.08E-05
9.89E-05
Uji Stasioner INF
Null Hypothesis: INF has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 4 (Fixed using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic
Test critical values: 1% level
5% level
10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-2.294683
-3.546099
-2.911730
-2.593551
0.1771
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction)
HAC corrected variance (Bartlett kernel)
1.553603
2.152553
Uji Stasioner LNKURS
Null Hypothesis: LNKURS has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 4 (Fixed using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic
Test critical values: 1% level
5% level
10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-1.960374
-3.546099
-2.911730
-2.593551
0.3032
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction)
HAC corrected variance (Bartlett kernel)
0.001232
0.001466
Uji Stasioner SBI
Null Hypothesis: SBI has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 4 (Fixed using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic
Test critical values: 1% level
5% level
10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-1.975883
-3.546099
-2.911730
-2.593551
0.2965
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction)
HAC corrected variance (Bartlett kernel)
0.039820
0.135487
Lampiran 3
Uji Stasioner Tingkat 1’st Different
Uji Stasioner LNIHSG
Null Hypothesis: D(LNIHSG) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 4 (Fixed using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic
Test critical values: 1% level
5% level
10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-5.412094
-4.124265
-3.489228
-3.173114
0.0002
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction)
HAC corrected variance (Bartlett kernel)
0.006290
0.006609
Uji Stasioner LNGDP
Null Hypothesis: D(LNGDP) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 4 (Fixed using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic
Test critical values: 1% level
5% level
10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-3.712969
-4.124265
-3.489228
-3.173114
0.0293
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction)
HAC corrected variance (Bartlett kernel)
Uji Stasioner INF
Null Hypothesis: D(INF) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 4 (Fixed using Bartlett kernel)
4.30E-05
3.85E-05
Phillips-Perron test statistic
Test critical values: 1% level
5% level
10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-6.250748
-4.124265
-3.489228
-3.173114
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction)
HAC corrected variance (Bartlett kernel)
1.569616
1.579661
Uji Stasioner LNKURS
Null Hypothesis: D(LNKURS) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 4 (Fixed using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic
Test critical values: 1% level
5% level
10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-6.613480
-4.124265
-3.489228
-3.173114
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction)
HAC corrected variance (Bartlett kernel)
0.001297
0.001068
Uji Stasioner SBI
Null Hypothesis: D(SBI) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 4 (Fixed using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic
Adj. t-Stat
Prob.*
-2.760495
0.2175
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
-4.124265
-3.489228
-3.173114
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction)
HAC corrected variance (Bartlett kernel)
0.013516
0.017585
Lampiran 4
Uji Stasioner Tingkat 2’nd Different
Uji Stasioner LNIHSG
Null Hypothesis: D(LNIHSG,2) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 4 (Fixed using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic
Test critical values: 1% level
5% level
10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-11.98980
-4.127338
-3.490662
-3.173943
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction)
HAC corrected variance (Bartlett kernel)
0.008846
0.003743
Uji Stasioner LNGDP
Null Hypothesis: D(LNGDP,2) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 4 (Fixed using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic
Test critical values: 1% level
5% level
10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-7.533063
-4.127338
-3.490662
-3.173943
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction)
HAC corrected variance (Bartlett kernel)
5.55E-05
3.31E-05
Uji Stasioner INF
Null Hypothesis: D(INF,2) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 4 (Fixed using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic
Test critical values: 1% level
5% level
10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-14.11913
-4.127338
-3.490662
-3.173943
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction)
HAC corrected variance (Bartlett kernel)
2.261901
0.839269
Uji Stasioner LNKURS
Null Hypothesis: D(LNKURS,2) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 4 (Fixed using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic
Test critical values: 1% level
5% level
10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-13.60449
-4.127338
-3.490662
-3.173943
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction)
HAC corrected variance (Bartlett kernel)
0.002190
0.000630
Uji Stasioner SBI
Null Hypothesis: D(SBI,2) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 4 (Fixed using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic
Test critical values: 1% level
5% level
10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-7.382974
-4.127338
-3.490662
-3.173943
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction)
HAC corrected variance (Bartlett kernel)
0.015306
0.016585
Lampiran 5
Uji Kointegrasi
Null Hypothesis: RESID01 has a unit root
Exogenous: None
Bandwidth: 4 (Fixed using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic
Test critical values: 1% level
5% level
10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-3.766333
-2.604746
-1.946447
-1.613238
0.0003
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction)
HAC corrected variance (Bartlett kernel)
0.003756
0.003868
Lampiran 6
Uji Ramsey RESET Test
Ramsey RESET Test:
F-statistic
Log likelihood ratio
7.005238
7.318541
Prob. F(1,54)
Prob. Chi-Square(1)
0.0106
0.0068
Lampiran 7
Uji Lagrange Multiple Test
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
Obs*R-squared
0.619709
1.373525
Prob. F(2,52)
Prob. Chi-Square(2)
0.5420
0.5032
Lampiran 8
Uji White Heteroskedasticity
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic
Obs*R-squared
Scaled explained SS
1.831690
20.46523
21.01377
Prob. F(13,46)
Prob. Chi-Square(13)
Prob. Chi-Square(13)
0.0663
0.0842
0.0727
Lampiran 9
Hasil Regresi Error Correction Model
Dependent Variable: D(LNIHSG)
Method: Least Squares
Date: 05/31/11 Time: 12:36
Sample (adjusted): 2006M02 2010M12
Included observations: 59 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
D(LNGDP)
D(INF)
D(LNKURS)
D(SBI)
LNGDP(-1)
INF(-1)
LNKURS(-1)
SBI(-1)
ECT
11.15605
-1.163920
0.006585
-1.684899
-0.153176
-0.385912
-0.294554
-1.097037
-0.367761
0.303370
5.969192
1.242711
0.007773
0.244419
0.061416
0.315367
0.116368
0.448889
0.148056
0.120670
1.868938
-0.936597
0.847196
-6.893491
-2.494060
-1.223692
-2.531229
-2.443894
-2.483925
2.514057
0.0676
0.3536
0.4010
0.0000
0.0161
0.2269
0.0146
0.0182
0.0165
0.0153
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.609515
0.537793
0.056798
0.158075
90.98817
8.498314
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.018651
0.083544
-2.745362
-2.393237
-2.607906
2.088772
Download