BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teoritis Pada bagian kajian teori ini secara berturut-turut akan dikaji tentang: pembelajaran fisika, metode demonstrasi, media video, hasil belajar fisika, dan ringkasan materi sifat elastisitas bahan. 1. Pengertian Pembelajaran Fisika Menurut Mundilarto (2002: 1) belajar adalah merupakan persoalan setiap manusia. Hampir semua pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, kegemaran, dan sikap seseorang itu terbentuk dan berkembang karena belajar. Kegiatan belajar terjadi tidak saja pada situasi formal di sekolah akan tetapi juga di luar sekolah seperti di lingkungan keluarga, lingkungan pergaulan di tengah-tengah masyarakat. Menurut Sugihartono (2007: 74) belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, atau dapat diartikan bahwa belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan berinteraksi yang relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Menurut Nana Sudjana (1996: 7), mengajar adalah suatu kegiatan mengatur dan mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar peserta didik sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran. Sudjana (2000: 6) menjelaskan, pembelajaran adalah upaya pendidik untuk membantu peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar. Dalam pembelajaran ini memiliki tujuan untuk terwujudnya efisiensi dan efektivitas kegiatan yang dilakukan peserta didik, sedangkan pihak-pihak yang 8 terlibat dalam pembelajaran adalah guru dan peserta didik yang berinteraksi edukatif antara satu dengan yang lainnya. Kegiatan pembelajaran adalah penyampaian bahan atau materi belajar yang bersumber dari kurikulum suatu pendidikan. Menurut Abu Hamid (2011: 5) model pembelajaran diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dan sistemik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar dan mengajar (pembelajaran). Menurut Mundilarto (2010: 3) fisika pada dasarnya merupakan abstraksi dari aturan atau hukum alam yang disederhanakan. Kesulitan yang banyak dihadapi oleh peserta didik adalah menginterpretasikan berbagai konsep dan prinsip fisika karena mereka dituntut harus mampu menginterpretasikannya dengan tepat, tidak samar-samar atau memiliki makna ganda. Kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi dan menginterpretasi konsep-konsep fisika merupakan syarat penting bagi penggunaan konsep-konsep tersebut untuk membuat inferensiinferensi yang lebih kompleks atau memecahkan soal fisika. Berdasarkan uraian tersebut dapat diungkap bahwa fisika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang bertujuan untuk mempelajari gejala-gejala alam dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari yang dilakukan berdasarkan metode ilmiah. Pembelajaran bermakna bahwa subjek belajar harus dibelajarkan, subjek belajar disini adalah siswa Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan oleh pendidik kepada peserta didik agar dapat terjadi proses transfer ilmu dan pengetahuan, keterampilan, serta tingkah laku yang lebih baik serta pembentukan 9 sikap dan kepercayaan diri bagi peserta didik. Pengetahuan Fisika akan bermanfaat bagi siswa hanya jika pengetahuan tersebut mempunyai fleksibilitas terhadap studi lanjut maupun dunia kerja. Harus diingat bahwa pendidikan sains tidak sematamata ditujukan untuk menghasilkan saintis, akan tetapi lebih pada usaha membantu siswa memahami arti pentingnya berpikir secara kritis terhadap ide-ide baru yang nampaknya bertentangan dengan pengetahuan yang telah diyakini kebenarannya (Mundilarto, 2002: 5). Mata pelajaran Fisika di SMA bertujuan agar siswa mampu menguasai konsep-konsep Fisika dan saling keterkaitannya serta mampu menggunakan metode ilmiah yang dilandasi sikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehingga lebih menyadari keagungan Tuhan Yang Maha Esa. Berdasarkan uraian tersebut dapat diungkap bahwa pembelajaran fisika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang bertujuan untuk mempelajari gejalagejala alam dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari yang dilakukan berdasarkan metode ilmiah. 2. Metode Demonstrasi Metode pembelajaran didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru, yang dalam menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran (Hamzah, 2007: 2). Sebagai metode penyajian, demonstrasi tidak terlepas dari penjelasan lisan oleh guru. Walaupun dalam proses demonstrasi peran siswa hanya sekadar memperhatikan, akan tetapi demonstrasi dapat menyajikan bahan pelajaran yang lebih konkret. Oleh karena itu, metode demonstrasi sesuai untuk digunakan dalam penyampaian materi fisika. 10 Metode demonstrasi merupakan metode pembelajaran yang di dalam penyajian pelajarannya dilakukan dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu, baik sebenarnya atau hanya sekadar tiruan (Sanjaya, 2007: 152). Tujuannya adalah agar siswa lebih memahami materi yang diberikan lewat suatu kenyataan yang dapat diamati. Muhibbin Syah (2011: 205) mengungkapkan bahwa tujuan pokok penggunaaan metode demonstrasi dalam proses belajar mengajar ialah untuk memperjelas pengertian konsep dan memperlihatkan (meneladani) cara melakukan sesuatu atau proses terjadinya sesuatu. Menurut Darajat yang dikutip oleh Muhibbin Syah (2011: 206) banyak keuntungan psikologis yang dapat diraih dengan menggunakan metode demonstrasi, antara lain yang terpenting ialah: a) perhatian siswa lebih dipusatkan, b) proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari, dan c) pengalaman dan kesan sebagaii hasil pembelajaran lebih menlekat dalam diri siswa. Jadi, metode demonstrasi adalah pertunjukan tentang proses terjadinya suatu peristiwa atau benda sampai pada penampilan tingkah laku yang dicontohkan agar dapat diketahui dan dipahami oleh peserta didik secara nyata atau tiruannya. Selama kegiatan penyelidikan siswa melakukan langkah-langkah kegiatan berupa memperhatikan, mengajukan pertanyaan, dan menarik kesimpulan dari hal yang didemontrasikan. Setiap metode pembelajaran pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan. Begitupun dengan metode demonstrasi. Menurut Sudirman (1992: 133), metode demonstrasi memiliki beberapa kelebihan antara lain: a) metode ini dapat membuat pengajaran menjadi lebih jelas dan lebih konkret, b) siswa akan lebih mudah dalam 11 memahami konsep-konsep yang sedang dipelajari, c) proses pengajaran akan lebih menarik, dan d) siswa menjadi lebih aktif mengamati, menyesuaikan, antara teori dengan kenyataaan dan dapat mencoba melakukan sendiri. Kekurangan metode demonstrasi menurut Sudirman (1992: 134) adalah sebagai berikut: a) metode ini memerlukan keterampilan guru yang tinggi. Sebab tanpa ini pelaksanaan metode demonstrasi tidak akan berjalan efektif, b) fasilitas, peralatan, tempat dan biaya yang memadai tidak selalu tersedia dengan baik, c) metode ini memerlukan kesiapan dan perencanaan yang matang, dan d) metode ini memerlukan waktu yang cukup panjang sehingga dapat mengganggu jam pelajaran lainnya. Metode demonstrasi mempunyai beberapa kelemahan, antara lain sebagai berikut: a) drajat visibilitas kurang, siswa tidak dapat melihat atau mengamati keseluruhan benda atau peristiwa yang didemontrasikan, kadang-kadang terjadi perubahan yang tidak terkontrol, b) dalam demonstrasi diperlukan alat-alat khusus, c) dalam mengadakan pengamatan terhadap hal-hal yang didemonstrasikan diperlukan pemusatan perhatian, d) tidak semua hal dapat didemonstrasikan di dalam kelas, e) memerlukan banyak waktu, sedangkan hasilnya kadang-kadang minimum, f) kadang-kadang proses yang didemonstrasikan didalam kelas akan berbeda jika proses itu didemonstrasikan dalam situasi nyata/sebenarnya, dan g) agar di dalam demonstrasi mendapatkan hasil yang baik diperlukan ketelitian dan kesabaran (Syaiful Sagala, 2006: 212). Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa metode demonstrasi memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga kita harus memilih materi 12 pembelajaran yang sesuai sebelum kita menggunakan metode demonstrasi. Hal ini bertujuan agar pembelajaran efektif dan efisien. 3. Media Video Menurut Romiszowski (Basuki Wibawa dan Farida Mukti, 1991: 8) media adalah pembawa pesan yang berasal dari suatu sumber pesan (yang dapat berupa orang atau benda) kepada penerima pesan. Gerlach dan Ely (1980: 244-246) mengungkapkan tiga ciri media yang merupakan petunjuk mengapa media digunakan dan apa-apa saja yang dapat dilakukan media yang mungkin guru tidak mampu (atau kurang efisien) melakukannya. a. Ciri Fiktatif (Fixtative Property). Ciri ini menggambarkan kemampuan media merekam, menyimpan, melestarikan, dan mengkontruksi suatu peristiwa atau objek. Suatu peristiwa atau objek dapat diurut dan disusun kembali dengan media seperti fotografi, video, tape, audio tape, disket, komputer, dan film. Media memungkinkan suatu rekaman kejadian atau obyek yang terjadi pada suatu waktu tertentu ditransportasikan tanpa mengenal waktu. b. Ciri Manipulatif (Manipulative Property). Tansformasi suatu kejadian atau objek dimungkinkan karena media memiliki ciri manipulatif. Kejadian yang memakan waktu berhari-hari dapat disajikan kepada siswa dalam waktu dua atau tiga menit dengan teknik pengambilan gambar time-lapse recording. c. Ciri Distributif (Distributive Property). Ciri distributif dari media memungkinkan suatu objek atau kejadian ditransportasikan melalui ruang, dan secara bersamaan kejadian tersebut disajikan kepada sejumlah besar siswa dengan stimulus pengalaman yang relatif sama dengan kejadian itu. Sekali informasi direkam dalam format media apa saja, ia dapat diproduksi beberapa kali dan siap 13 digunakan secara bersamaan di berbagai tempat atau digunakan secara berulangulang di suatu tempat. Konsistensi informasi yang telah direkam akan terjamin sama atau hampir sama dengan aslinya. Teknologi komunikasi pendidikan adalah bagian dari teknologi pendidikan, karena teknologi pendidikan dapat dipandang sebagai pemanfaatan media teknologi untuk tujuan pendidikan, secara khusus menciptakan teknologi pendidikan dan dapat pula berupa pendekatan sistematis, kritis, dan ilmiah (Sudarwan, 1995: 7). Implikasi dari aplikasi teknologi komunikasi menurut Miarso (1980) adalah sistem pendidikan atau intruksional yang media dan fasilitasnya merupakan bagian yang integral, media dan fasilitas itu mempunyai fungsi penyajian informasi, ide, dan konsepsi. Revolusi industri sebagai akibat kemauan teknologi dan ilmu pengetahuan sejak akhir abad ke-19 turut mempengaruhi pendidikan dengan menghasilkan alat pendidikan seperti fotografi, gramofon, film, filmstrip, sampai kepada radio, komputer, laboraturium bahasa, video tape, dan sebagainya (Nasution, 1994: 102). Azhar Arsyad (2002: 49) menyatakan bahwa video merupakan gambar-gambar dalam frame, di mana frame demi frame diproyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis sehingga pada layar terlihat gambar hidup. Video, sebagai media audio-visual yang menampilkan gerak, semakin lama semakin populer dalam masyarakat kita. Pesan yang disajikan bisa bersifat fakta (kejadian/peristiwa penting, berita) maupun fiktif (seperti misalnya cerita rakyat), bisa bersifat informatif, edukatif maupun instruksional. Sebagian besar tugas film dapat digantikan oleh video, tetapi tidak berarti bahwa video akan menggantikan kedudukan film. 14 Penggunaan media dalam pembelajaran mempunyai kelebihan dan keterbatasan sendiri. Kelebihan dari penggunaan media video antara lain: a) dapat menarik perhatian untuk periode-periode yang singkat dari rangsangan luar lainnya, b) sejumlah besar penonton dapat memperoleh informasi dari ahli-ahli/spesialis, c) demonstrasi yang sulit bisa dipersiapkan dan direkam sebelumnya, sehingga pada waktu mengajar guru bisa memusatkan perhatian pada penyajian, d) menghemat waktu dan rekaman dapat diputar berulang-ulang, e) bisa mengamati lebih dekat objek yang sedang bergerak atau berbahaya seperti harimau, f) keras lemahnya suara yang ada bisa diatur dan disesuaikan bila akan disisipi komentar yang akan didengar, g) gambar proyeksi bisa di-“beku”-kan untk diamati dengan seksama. Guru bisa mengatur dimana dia akan menghentikan gerakan gambar tersebut, kontrol sepenuhnya ada ditangan guru, dan h) ruangan tak perlu digelapkan waktu menyajikan. Hal-hal negatif yang perlu diperhatikan sehubungan dengan penggunaan video dalam proses pembelajaran adalah a) perhatian penonton sulit dikuasai, partisipasi merekan jarang dipraktikkan, b) sifat komunikasinya bersifat satu arah dan harus diimbangi dengan pencarian bentuk umpan balik yang lain, c) kurang mampu menampilkan detail dari objek yang disajikan secara sempurna, dan d) memerlukan peralatan yang mahal dan kompleks (Arief S, 2009: 74-75). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan turut serta mempengaruhi dunia pendidikan, salah satunya yaitu ditemukannya media audio-visual (video) yang menjadi alternatif untuk dijadikan media pembelajaran. Media video memiliki kekurangan dan kelebihan, sehingga kita harus memilih materi pembelajaran yang sesuai sebelum kita menggunakkan media video. Hal ini bertujuan agar pembelajaran efektif dan efisien. 15 4. Hasil Belajar Fisika Penilaian hasil belajar fisika tidak dapat dipisahkan dengan proses kegiatan belajar mengajar sebab pada hakikatnya penilaian juga merupakan proses pembelajaran peserta didik (Mundilarto, 2010: 14). Klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang dikutip Nana Sudjana (2005: 22-23) yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah yakni: a. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation). Anderson dan Kratwohl pada tahun 2001 melakukan revisi untuk ranah kognitif yaitu: mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan. b. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni: penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian organisasi, dan internalisasi. Penilaian ranah afektif dilakukan melalui pengamatan, dilakukan secara terus menerus dan pada umumnya dilakukan dengan cara non ujian. c.Ranah psikomotoris, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada empat aspek ranah psikomotoris, yakni: gerakan refleks, keterampilan gerak dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Dalam penelitian ini, klasifikasi penilaian hasil belajar yang akan digunakan adalah menurut Benyamin Bloom yang dikutip Nana Sudjana (2005: 22-23), 16 yakni pada ranah kognitif dan ranah afektif. Ranah kognitif meliputi mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), dan menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6), sementara ranah afektif dikhususkan pada sikap sosial siswa. Anderson dan Krathwohl (2000) telah melakukan revisi taksonomi Bloom untuk ranah kognitif yang disebut Taxonomi for Learning, Teaching, and assesing sebagai berikut: a. Mengingat Mengenal kembali pengetahuan yang telah disimpan dalam memori. b. Memahami Membangun arti dari berbagai jenis materi yang ditandai denga kemampuan menginterpretasi, memberi contoh, mengklasifikasi, merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan. c. Menerapkan Melakukan atau menggunakan suatu prosedur melalui pelaksanaan atau penerapan pengetahuan. d. Menganalisis Mengurai materi atau konsep kedalam bagian bagian, mengkaji hubungan antar bagian untuk mempelajari struktur atau tujuan secara keseluruhan. e. Mengevaluasi Membuat kebijakan berdasarkan pada kriteria dan standar melalui pengamatan dan peninjauan. f. Menciptakan Mengkombinasikan elemen elemen untuk membentuk bangun keseluruhan yang logis dan fungsional. 17 (Mundilarto, 2010: 6) Wayan (1992: 276) Sikap yang diambil oleh seseorang didasarkan atas nilai-nilai tertentu yang didukungnya. Guru perlu mengetahui nilai-nilai tertentu yang ada pada anak, dan perlu mengetahui bagaimana sikap anak terhadap dunia sekitarnya, khususnya terhadap sekolah. Apabila ternyata ada anak-anak yang mempunyai sikap negatig terhadap sekolah, maka guru perlu mencari cara-cara untuk mengembangkan nilai-nilai positif pada anak-anak sehingga dari sikap negatif akan berkembang menjadi sikap positif. Dalam taksonomi ranah afektif menurut David Kartwohl dalam Mundilarto (2010: 11) dibagi dalam lima aspek, yaitu: a) Menerima (receiving), kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, respon, kontrol, dan seleksi gejala atau rangsangan yang datang dari luar. Hal ini menggambarkan kepekaan peserta didik terhadap penerimaan stimulus, kesadaran, dan kemauan untuk mendengarkan, mempelajari, menyeleksi, dan menerima informasi. b) Menanggapi (responding), kegiatan afektif yang meliputi keinginan dan kesenangan atas reaksi dan respon yang telah diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang ada pada masyarakat. Hal ini menunjukkan perhatian aktif peserta didik terhadap stimulus dan motivasinya untuk mempelajarinya. c) Menilai (valuing), kesadaran menerima norma atau nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus yang diberikan. Hal ini menggambarkan kepercayaan dan sikap peserta didik untuk memilih, menerima, dan bertanggung jawab terhadap nilai-nilai tertentu. 18 d) Organisasi (organization), merupakan pengembangan norma atau nilainilai sosial dalam suatu sistem organisasi. Ketika nilai-nilai dan keyakinan peserta didik terinternalisasi, maka peserta didik akan mengorganisasi dirinya sendiri menurut prioritas. e) Karakteristik (characteristic), keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Hal ini menggambarkan sistem yang berbentuk mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah laku yang mencerminkan nilai secara umum dan filosofi tentang kehidupan. Menurut Anderson dalam Akhmad Sudrajat (2008: 3), pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif. Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif aau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan. Menurut Akhmad Sudrajat (2008: 4) ada lima tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu: 1) Sikap Sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses 19 pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Contoh karakteristik sikap adalah percaya diri, kerjasama, rasa ingin tahu, partisipasi peserta didik, dan lain sebagainya. 2) Minat Minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian dan pencapaian. 3) Konsep diri Menurut Smith konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Informasi tentang konsep diri peseta didik ini penting bagi pendidik untuk memotivasi belajar peserta didik dengan tepat. 4) Nilai Nilai menurut Rokeach merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Nilai itu sendiri merupakan suatu cara atau hasil akhir dari tindakan yang dinilai sebagai sesuatu yang diinginkan atau tidak diinginkan tergantung pada situasi dan nilai yang diacu target nilai dapat berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku. 5) Moral Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Karakterisktik ranah afektif yang digunakan dalam penelitian ini adalah karakteristik yakni pada sikap yang dikhususkan untuk sikap sosial siswa. 20 Hasil belajar peserta didik sesuai dengan pengalaman yang didapatkan oleh peserta didik, hal tersebut dijelaskan dalam kerucut pengalaman Edgar Dale sebagai berikut: Gambar 1. Kerucut Pengalaman Edgar Dale (Cranton, 1989 dalam jurnal Saifuddin Zuhri dan Zaenal Abidin) Untuk memahami peranan media dalam proses mendapatkan pengalaman belajar bagi siswa, Edgar Dale ( Molenda, dkk,1996: 16) melukiskannya dalam sebuah kerucut yang kemudian dinamakan kerucut pengalaman (cone of experience). Kerucut pengalaman Edgar Dale ini pada saat ini dianut secara luas untuk menentukan alat Bantu atau media apa yang sesuai agar siswa memperoleh pengalaman belajar secara mudah. Kerucut pengalaman yang dikemukan oleh Edgar Dale itu memberikan gambaran bahwa pengalaman belajar yang diperoleh siswa dapat melalui proses perbuatan atau mengalami sendiri apa yang dipelajari, proses mengamati dan mendengarkan melalui media tertentu dan proses mendengarkan melalui bahasa. Semakin konkret siswa mempelajari bahan pengajaran, contohnya melalui pengalaman langsung, maka semakin banyaklah 21 pengalaman yang diperoleh siswa. Sebaliknya, semakin abstrak siswa memperoleh pengalaman, contohnya hanya mengandaikan bahasa verbal, maka semakin sedikit pengalaman yang akan diperoleh siswa. Teori kerucut Edgar Dale (Schramm, 1984:101-102), sebagai berikut: Kerucut pengalaman (pengalaman tersusun dari yang paling abstrak pada no 12, yang paling atas dan sampai pada yang paling kurang abstrak pada no 1, yaitu paling bawah) Kerucut pengalaman yang dikemukakan oleh Edgar Dale itu memberikan gambaran bahwa pengalaman belajar yang diperoleh siswa dapat melalui proses perbuatgan atau mengalami sendiri apa yang dipelajari, proses mengamati dan mendengarkan melaui media tertentu dan proses mendengarkan melaui bahasa. Semakin konkret siswa mempelajari bahan pengajaran, contohnya memalui pengalaman langsung, maka semakin banyaklah pengalaman yang diperoleh siswa. Sebaliknya semakin abstrak siswa memperoleh pengalaman, contohnya hanya mengandalkan bahasa verbal, maka semakin sedikit pengalaman yang akan diperoleh siswa. Pengalaman melalui demontrasi adalah teknik penyampaian informasi melalui peragaan. Kalau dalam drama siswa terlibat secara langsung dalam masalah yang dipelajari walaupun bukan dalam situasi nyata, maka pengalaman melalui demontrasi siswa hanya melihat peragaan orang lain. 5. Ringkasan Materi Materi Sifat Elastisitas Bahan yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari berbagai sumber belajar. Materi ini didasarkan pada Kompetensi Inti: KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. 22 KI 2 : Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. KI 3 : Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. KI 4 : Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan. Selain Kompetensi Inti, materi ini juga didasarkan pada Kompetensi Dasar: KD 3.6 Menganalisis sifat elastisitas bahan dalam kehidupan sehari hari. KD 4.1 Menyajikan hasil pengukuran besaran fisis dengan menggunakan peralatan dan teknik yang tepat untuk penyelidikan ilmiah. 23 KD 4.6 Mengolah dan menganalisis hasil percobaan tentang sifat elastisitas suatu bahan. Fakta dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan materi sifat elastisias bahan diantaranya adalah: a. untuk meredam getaran dan goncangan pada kendaraan digunakan shock breaker. b. Tali padi busur panah yang berguna untuk melontarkan anak panah c. Pada salah satu bidang olahraga yaitu trampoline yang terbuat dari bahan karet. d. tali pada mainan ketapel yang berfungsi untuk melontarkan benda. Sifat elastisitas bahan secara lebih lengkap adalah sebagai berikut: a. Pengertian Sifat elastis atau elastisitas adalah kemampuan suatu benda untuk kembali ke bentuk awalnya segera setelah gaya luar yang diberikan kepada benda itu dihilangkan. Contoh benda elastis lainnya adalah pegas. Beberapa benda, seperti plastisin, tanah liat, dan adonan tepung kue tidak kembali ke bentuk awalnya segera setelah gaya luar dihilangkan. Benda-benda seperti itu disebut benda tak elastis atau benda plastis. Ada dua pengertian dasar dalam mempelajari sifat elastis benda padat, yaitu tegangan (stress) dan regangan (strain). Pembahasan mengenai keduanya diuraikan pada bagian berikut. 24 1) Tegangan / stress (π) Gambar 2 menunjukan besaran fisika dalam materi sifat elastisitas bahan. Gambar 2. Besaran dalam sifat elastisitas bahan Benda yang dikenai gaya tertentu akan mengalami perubahan bentuk. Perubahan bentuk bergantung pada arah dan letak gaya-gaya tersebut diberikan. Ada tiga jenis perubahan bentuk yaitu regangan, mampatan, dan geseran. Tegangan (stress) pada benda, misalnya kawat besi, didefinisikan sebagai gaya persatuan luas penampang benda tersebut. Tegangan diberi simbol π (dibaca sigma). Secara matematis, σ= F A ................................. (1) Keterangan: F : besar gaya tekan/tarik (N) A : luas penampang (π2 ) σ: tegangan (N/π2 ) 2) Regangan / strain (π) didefinisikan sebagai perbandingan antara penambahan panjang benda ΔX terhadap panjang mula-mula X. Secara matematis, 25 ε = Δπ X ................................. (2) Keterangan: ε : regangan strain ΔX : pertambahan panjang (m) X : panjang mula-mula (m) Selama gaya F yang bekerja pada benda elastis tidak melampaui batas elastisitasnya, maka perbandingan antara tegangan (σ ) dengan regangan (ε ) adalah konstan. Bilangan (konstanta) tersebut dinamakan modulus elastis atau modulus Young (E). Jadi, modulus elastis atau modulus Young merupakan perbandingan antara tegangan dengan regangan yang dialami oleh suatu benda. Secara matematis, πΈ= σ ε = πΉ π΄ βπ π = πΉπ π΄ βπ Keterangan: E : Modulus Young (N/m2 ) F : besar gaya tekan/tarik (N) A : luas penampang (m2 ) σ : tegangan (N/m2 ) ε : regangan strain (tanpa satuan) ΔX : pertambahan panjang (m) X : panjang mula-mula (m) 26 ................................. (3) c. Hukum Hooke Suatu benda yang dikenai gaya akan mengalami perubahan bentuk (volume dan ukuran). Misalnya suatu pegas akan bertambah panjang dari ukuran semula, apabila dikenai gaya sampai batas tertentu. Pemberian gaya sebesar F akan mengakibatkan pegas bertambah panjang sebesar βX. Besar gaya F berbanding lurus dengan βX ! πΉ = −πβπ ................................. (4) Keterangan : πΉ βΆ Gaya Pegas (N) k βΆ Konstanta Pegas (N⁄m) ΔX : Pertambahan Panjang (m) - Tanda negatif ( ) menandakan bahwa gaya pegas berlawanan arah dengan gaya yang diberikan. e. Rangkaian Pegas 1) Rangkaian paralel (a) (b) Gambar 3. Susunan Pegas Paralel 27 Gambar 3 (a) menunjukkan dua pegas dengan konstanta π1 dan π2 dipasang paralel. Konstansta kedua pegas tersebut dapat diganti dengan konstanta ππ , seperti pada Gambar 3 (b). Prinsip dari pegas yang disusunan paralel adalah a) Gaya tarik pegas F sama dengan total gaya tarik pada tiap-tiap pegas (πΉ1 dan πΉ2 ). πΉ = πΉ1 + πΉ2 ................................. (5) b) Pertambahan panjang tiap pegas sama besar, dan pertambahan panjang ini sama dengan panjang pegas pengganti. βπ₯ = βπ₯1 + βπ₯2 ................................. (6) Dengan menggunakan hukum Hooke dan kedua prinsip susunan paralel, kita dapat menentukan hubungan antara tetapan pegas pengganti paralel ππ , dengan tetapan tiap-tiap pegas (π1 dan π2 ). πΉ = ππ βπ₯ ................................... (7) πΉ1 = π1 βπ₯1 .................................... (8) πΉ2 = π2 βπ₯2 ................................... (9) Ketiga persamaan diatas disubstitusikan kedalam persamaan 5, sehingga didapatkan persamaan 10: ππ βπ₯ = π1 βπ₯1 + π2 βπ₯2 .................... (10) Kemudian diperoleh persamaan konstanta pegas pengganti rangkaian pegas paralel : 28 ππ = π1 +π2 ................................... (11) Keterangan: ππ : konstanta pegas total rangkaian paralel (N⁄m) k1 : konstanta pegas pertama rangkaian (N⁄m) k2 : konstanta pegas kedua rangkaian (N⁄m) 2) Pegas Disusun Seri (a) (b) Gambar 4. Susunan Pegas Seri Gambar 4 (a) menunjukkan dua pegas dengan konstanta π1 dan π2 dipasang seri. Konstansta kedua pegas tersebut dapat diganti dengan konstanta ππ seperti pada Gambar 4 (b). Prinsip dari pegas yang disusunan paralel adalah a) Gaya tarik pegas F sama dengan total gaya tarik pada tiap-tiap pegas (πΉ1 dan πΉ2 ). βπ₯ = βπ₯1+ βπ₯2 ................................... (12) b) Pertambahan panjang tiap pegas sama besar, dan pertambahan panjang ini sama dengan panjang pegas pengganti. πΉ = πΉ1 = πΉ2 ..................................... (13) 29 Dengan menggunakan hukum Hooke dan kedua prinsip susunan paralel, kita dapat menentukan hubungan antara tetapan pegas pengganti paralel ππ , dengan tetapan tiap-tiap pegas (π1 dan π2 ). πΉ = ππ βπ₯ πΉ βπ₯1 = πΉ ππ ...................................... π1 βπ₯2 = βπ₯ = πΉ ..................................... π2 (14) (15) Ketiga persamaan diatas disubstitusikan kedalam persamaan 12, sehingga didapatkan persamaan : πΉ ππ = πΉ1 π1 πΉ2 + π2 .................................. (16) Kemudian diperoleh persamaan konstanta pegas pengganti rangkaian pegas paralel : 1 ππ = 1 π1 + 1 π2 .................................. (17) Keterangan: ππ : konstanta pegas total rangkaian seri (N⁄m) k1 : konstanta pegas pertama rangkaian (N⁄m) k2 : konstanta pegas kedua rangkaian (N⁄m) d. Energi Potensial Elastisitas Gambar 5. Grafik energi potensial pegas 30 Dari grafik hubungan gaya (F) dengan besar panjang, sehingga usaha dapat dicari dengan menghitung daerah yang diarsir yaitu bangun segitiga. Dan dituliskan persamaan energinya: π= 1 2 1 π π‘ = 2 πΉ βπ ......................... (18) 1 π = πΈπ = 2 π βπ 2 ......................... (19) B. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah: 1. Edy Sutrisyanto (2007) dengan judul “Upaya peningkatan prestasi belajar fisika menggunakan media animasi komputer dan media modul pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Winong pati tahun ajaran 2005/2006”. Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) ada perbedaan prestasi belajar ketika menggunakan media animasi komputer dan media modul . (2) kelas yang diberikan perlakuan dengan media animasi memiliki prestasi belajar yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelas yang menggunakan media modul, masing masing sebesar 32,33, dan 36, dan (3) pembelajaran yang menggunakan media animasi komputer lebih efektif dibanding dengan media modul pada materi getaran dan gelombang. 31 2. Panji Gumilar (2010) dengan judul “Perbedaan peningkatan pemahaman konsep dan ketrampilan proses sains siswa dengan metode simulasi komputer dan metode demonstrasi menggunakan eda (easier demonstration for archimedes’s law) pada pokok bahasan fluida statis”. Hasil penelitian adalah: 1) Tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan pemahaman konsep siswa pada pembelajaran menggunakan metode simulasi komputer dan metode demonstrasi menggunakan eda pada pokok bahasan fluida statis, (2) Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan ketrampilan proses sains siswa pada pembelajaran menggunakan metode simulasi komputer dan metode demonstrasi menggunakan pada pokok bahasan fluida statis dengan metode simulasi komputer lebih berhasil meningkatkan ketrampilan proses sains siswa. C. Kerangka Berpikir Sebuah proses pembelajaran yang baik dibutuhkan sebuah sistem yang berjalan dengan baik mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Ketiga hal tersebut harus berjalan dengan optimal, hal ini karena bila salah satu proses tidak berjalan dengan baik maka akan berdampak pada proses lain dan menyebabkan hasil belajar kurang optimal. Pada proses pelaksaan digunakan metode pembelajaran yang kurang sesuai sehingga siswa yang diajar merasa bosan, mengantuk, sehingga tidak fokus dengan materi yang diajarkan, sehingga dibutuhkan metode pembelajaran yang tepat. Dalam penelitian ini menggunakan metode demonstrasi namun dengan 2 bentuk penyajian yang berbeda. Pertama melalui media video dan yang kedua secara langsung atau konvensional, sehingga dengan kedua bentuk penyajian akan diperoleh model penyajian mana yang lebih 32 efektif dalam pembelajaran fisika materi elastisitas. Gambar 6 menunjukan alur kerangka berpikir dalam penelitian ini. Pembelajaran fisika Meningkatkan prestasi belajar siswa aspek kognitif dan aspek afektif metode pembelajaran Metode Demonstrasi Bentuk video Konvensional Gambar 6. Alur Kerangka Berpikir D. Hipotesis Bedasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Terdapat perbedaan hasil belajar siswa aspek kognitif yang menggunakan metode demontrasi dengan media penyampaian video dan konvensional. 2. Terdapat perbedaan hasil belajar siswa aspek afektif ranah sikap sosial yang menggunakan metode demontrasi dengan media penyampaian video dan konvensional. 33 3. Hasil belajar siswa aspek kognitif yang menggunakan metode demontrasi dengan media penyampaian video lebih baik ketimbang dengan media penyampaian yang konvensional. 4. Hasil belajar siswa aspek afektif ranah sikap sosial yang menggunakan metode demontrasi dengan media penyampaian video lebih baik ketimbang dengan media penyampaian yang konvensional. 34